Pembuatan Komposit Biodegradabel dari α-Selulosa Ampas Tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan Polipropilena dengan Menggunakan Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida dan Divinil Benzena Sebagai Agen Pengikat Silang

(1)

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI

α

-SELULOSA

AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA

DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING

MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA

SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG

TESIS

Oleh

Tengku Rachmi Hidayani

107006002/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI

α

-SELULOSA

AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA

DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING

MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA

SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

Tengku Rachmi Hidayani

107006002/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis :

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL

DARI

α

-SELULOSA AMPAS TEBU Bz 132

(

Saccharum officinarum

) DAN POLIPROPILENA

DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA

TERGRAFTING MALEAT ANHIDRIDA DAN

DIVINIL BENZENA SEBAGAI AGEN

PENGIKAT SILANG

Nama Mahasiswa : Tengku Rachmi Hidayani Nomor Pokok : 107006002

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Darwin Yunus Nasution, MS) (Dr.Yugia Muis, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI

α

-SELULOSA

AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA

DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING

MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA

SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya Tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 4 Mei 2012

Tengku Rachmi Hidayani NIM. 107006002


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Sivitas Akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tengku Rachmi Hidayani Nomor Pokok : 107006002

Program Studi : Magister Ilmu Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusif Royalty

Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI

α

-SELULOSA

AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA

DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING

MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA

SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 4 Mei 2012

Tengku Rachmi Hidayani NIM. 107006002


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 Mei 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Darwin Yunus Nasution, MS Anggota : 1. Dr. Yugia Muis, MS

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 4. Prof. Dr. Thamrin, MSc


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan,Sumatera Utara pada tanggal 15 Maret 1988, anak pertama dan terakhir dari Bapak H.T.Syahril SH dan Ibu Hj.Dra.Nurtizar,Apt.

Penulis menimba ilmu di TK Perwanis Medan pada tahun 1992-1994. Melanjutkan pendidikan di SD Percobaan negeri Medan pada Tahun 1994-2000, SLTP Negeri I Medan pada tahun 2000-2003, dan di SMA Negeri I Medan pada tahun 2003-2006. Kemudian melanjutkan jenjang perkuliahan dengan menjadi mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Matematika Universitas Sumater Utara pada tahun 2006-2010. Lalu melanjutkan kembali pendidikan pada program Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera Utara 2010-2012.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas limpahan rezeki dan Rahmat dari Allah SWT. Salawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW karena jika bukan karena-Nya,saya tidak akan mampu mengerjakan penelitian serta tesis ini dengan baik.

Tesis berjudul “PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI α -SELULOSA AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN

POLIPROPILENA DENGAN MENGGUNAKAN POLIPROPILENA

TERGRAFTING MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG” ini dibuat sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Sains pada bidang ilmu Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang mendalam penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

Orang tua tercinta, Ayahanda H.T.Syahril SH dan Ibunda Hj.Dra.Nurtizar,Apt yang selalu memberikan limpahan kasih sayang,ketulusan dan keikhlasan dalam mendidik dan membesarkan penulis. Memberikan semangat terbesar yang tidak ada henti-hentinya kepada penulis. Semoga mama dan papa selalu dalam lindungan Allah SWT.

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMTH, MSc, CTM SpA (K) dan Dr. Sutarman, MSc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr.Darwin Yunus Nst, MS selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr.Yugia Muis, MS selaku dosen Pembimbing II yang telah dengan sabar


(9)

meluangkan waktu,tenaga dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc selaku ketua program studi dan sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia.

Bapak/Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

Seluruh staf laboratorium Kimia Polimer dan Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU, kak Ayu, serta seluruh adik-adik assisten kimia fisika dan kimia polimer, terima kasih atas bantuannya dalam penelitian.

Kak Leli selaku tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia dan bang Edi teknisi Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU. Kakak tempat berbagi suka dan duka selama di Program Magister. Teman-teman Pascasarjana Ilmu Kimia USU Stambuk 2010 semester ganjil (kak Mawar, kak Efi, Kak Sari, Kak Angel, Bang Mulia, Bang Irwan, Bang Ridwan) dan juga stambuk 2010 semester genap.

Sahabat terbaik yang pernah penulis miliki, Rizki FitriYani,Reni Silvia Nasution,Widia Susanti. Sahabat lama yang tak pernah tergantikan : Uli, Kiki, Lia, Diah, Putri, Nanda, Ramadhani, Leila. Teman berbagi cerita dan melepas lelah : adik Dwi Ramadhani dan Wendy Syahfitri. Seluruh keluarga besar (sepupu,ponakan,om dan tante) yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis. Seluruh teman-teman baik dari dunia maya,maupun dunia nyata yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semangat dari kalian semua sangat berharga.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan,ketulusan dan keikhlasan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap limpahan Rahmat Allah selalu mengalir untuk kita semua. Terima kasih.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan skripsi ini agar lebih baik lagi.


(10)

Akhirnya penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi setiap pembaca maupun kemajuan penelitian dan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, Mei 2012 Hormat Penulis


(11)

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI α-SELULOSA AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA DENGAN

MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA SEBAGAI

AGEN PENGIKAT SILANG

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzene sebagai agen pengikat silang dalam pembuatan komposit biodegradabel dari α-selulosa yang bersumber dari ampas tebu dan polipropilena. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu pembuatan PP-g-MA dari polipropilena murni. Tahap kedua yaitu pemisahan α-selulosa dari ampas tebu yang dilakukan dengan metode Okhamafe. Tahapan yang terakhir adalah pencampuran antara polipropilena dan α-selulosa dari ampas tebu dengan agen pengikat silang dengan berbagai variasi massa. Proses pembuatan PP-g-MA dilakukan dengan mendegradasi polipropilena terlebih dahulu dengan BPO dalam internal mixer dengan perbandingan 90:10 (%berat/berat). Kemudian digrafting dengan maleat anhidrida dengan perbandingan PPd:MA:BPO 92:6:2 (%berat/berat). Hasil PP-g-Ma yang diperoleh dimurnikan dengan cara direfluks dengan pelarut xilena. Proses pemisahan α-selulosa dilakukan dengan metode Okhamafe yaitu dilakukan dengan perendaman dalam asam HNO 3,5%, pemutihan dengan Natrium Hipoklorit 1,75% dan pemurnian dengan NaOH 17,5%. Proses pencampuran α -selulosa dengan polipropilena dan agen pengikat silangnya dilakukan dengan metode kempa tekan pada suhu 160oC. Variasi komposisi dan massa dalam pembentukan komposit biodegradabel adalah PP:α-Selulosa (95:5), PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1), PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO (95:5:1:1), PP:α -Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:1:1:1), PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1), dan PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1). Karakterisasi hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji FTIR, analisa sifat morfologi dengan uji SEM, analisa sifat thermal dengan uji DTA, analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa ketahanan terhadap air dengan uji daya serap air dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposit biodegradabel yang memiliki sifat terbaik dan sesuai dengan SNI 7188.7:2011 adalah dengan perbandingan PP: α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) dengan nilai tegangan hasil uji tarik yaitu 50,031N/m2, daya serap air yang rendah yaitu 0,791%, hasil foto permukaan yang rata dan interaksi gugus yang kuat serta memiliki sifat biodegradabel yang baik.


(12)

ABSTRACT

PREPARATION OF COMPOSITE BIODEGRADABLE FROM BAGGASE α -CELLULOSE Bz 132 (Saccharum officinarum) AND POLYPROPYLENE

USING POLYPROPYLENE GRAFTED MALEIC ANHYDRADE AND DIVINIL BENZENE AS CROSSLINKING AGENTS

Research about use of polypropylene grafted maleic anhydride and divinyl benzene as a crosslinking agent in the manufacture of composite biodegradable and

α-cellulose from bagasse and polypropylene. The study consisted of three stages. The

first stage of the manufacture of PP-g-MA of pure polypropylene. The second stage of the separation of α-cellulose from bagasse is performed by the Okhamafe methode. The last stage of the mixing between the polypropylene and α-cellulose from bagasse by crosslinking with various binding agents of mass variation. The process of making PP-g-MA polypropylene degrades done by BPO in advance in an internal mixer with a ratio of 90:10 (% w / w). Then PPd grafted with maleic anhydride in the ratio PPd : MA: BPO 92:6:2 (% w / w). The results of PP-g-ma obtained was purified by solvent refluxed with xylene. α-cellulose separation process performed by the

Okhamafe methode that is done by immersion in 3.5% HNO3 acid, bleaching with

sodium hypochlorite 1.75% and 17.5%, purification with NaOH. Α-mixing process

with polypropylene and cellulose binding agents is done by cross-clamp method at a

temperature of 1500C press. Variations in composition and mass of the formation of

polymer composites is a PP: α-Cellulose (95:5), PP: α-Cellulose: PP-g-MA (95:5:1),

PP:α-Cellulose:PP-g-MA:BPO (95:5:1:1), PP:α-Cellulose:PP-g-MA: BPO:DVB

(95:5:1:1:1), PP:α-Cellulose:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1), PP:α -Cellulose:BPO:DVB (95:5:1:1).

Characterization of the composites obtained were analyzed with a functional group FTIR testing, analysis of morphology by SEM, analysis of thermal properties by DTA test, analysis of mechanical properties with tensile stress test, analysis of resistance to water with a water absorption test and analysis of its ability to decompose in

nature to the test biodegradable.

The results showed that the polymer composite that has the best properties and in

accordance with ISO 7188.7:2011 is the ratio of PP: α-Cellulose: PP-g-MA: BPO:

DVB (95:5:0,5:0,5:1) with the test results of tensile stress is 50.031 N/m2, low water absorption, namely 0.791%, the images on a flat surface and a strong group

interactions as well as having good biodegradable properties.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Pelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Lokasi Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Komposit 7

2.1.1 Biokomposit 8

2.1.2 Komposit biodegradabel dengan bahan dasar selulosa 8

2.2 Kemasan 9

2.2.1 Fungsi kemasan 10

2.2.2 Kemasan Biodegradabel 10

2.3 Tebu 12

2.3.1 Botani Tebu (Saccharum Officinarum) 12


(14)

2.4 Selulosa 14

2.4.1 Sifat-Sifat Selulosa 14

2.4.2 Pembagian Selulosa 16

2.4.3 α-Selulosa 16

2.4.4 Selulosa dari serat alam 17

2.4.5 Metode Pemisahan Selulosa 18

2.5 Polipropilena 19

2.5.1 Struktur Polipropilena 20

2.5.2 Pembentukan Radikal Bebas Pada Bahan Polimer 21 2.5.2.1 Radikal Bebas pada Polimerisasi 21

2.6 Degradasi dengan Inisiator Peroksida 23

2.7 Proses Grafting 23

2.8 Karakterisasi Komposit Biodegradabel 24

2.8.1 Analisa Sifat Thermal Komposit Biodegradabel 25

2.8.2 Spektofotometer FT-IR 27

2.8.3 Analisa Sifat Permukaan dengan Pengujian SEM 28 2.8.4 Analisa Sifat Mekanik dengan uji kekuatan tarik dan kemulura 29 2.8.5 Analisa Ketahanannya Terhadap Air dengan Uji serapan air 29 2.8.6 Analisa Kemampuan Terurai dialam dengan uji biodegradabel 30

Reaksi Penelitian 34

BAB 3 METODE PENELITIAN 37

3.1 Alat dan Bahan 37

3.1.1 Alat 37

3.1.2 Bahan 37

3.2 Prosedur Penelitian 38

3.2.1 Proses Degradasi Polipropilena dengan Benzoil Peroksida 38 3.2.2 Proses Grafting MA kedalam PP Terdegradasi 38

3.2.3 Pemurnian PP-g-MA 39

3.2.4 Preparasi Pembentukan Serbuk Polipropilena 39

3.2.5 Preparasi Serbuk Ampas Tebu 39

3.2.6 Ekstraksi α-Selulosa Dari Serbuk Ampas Tebu 39 3.2.7 Pembentukan komposit biodegradabel PP Murni dan 40

α-Selulosa

3.2.8 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa 40 Dan PP-g-MA


(15)

3.2.9 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 41 PP-g-MA dan BPO

3.2.10 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 41 BPO dan DVB

3.2.11 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 41 PP-g-MA, BPO dan DVB

3.2.12 Karakterisasi Komposit Biodegradabel 42 3.2.12.1 Analisa Gugus Fungsi Dengan FTIR 42 3.2.12.2 Analisa Sifat Thermal dengan Uji DTA 42 3.2.12.3 Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Tarik 42 3.2.12.4 Analisa Sifat Morfologi dengan uji SEM 43 3.2.12.5 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan 43 Uji Serap Air

3.2.12.6 Analisa Kemampuan Terurai di Alam dengan 44 Uji Biodegradabel

3.3 Bagan Penelitian 44

3.3.1 Proses Degradasi Polipropilena dengan Benzoil Peroksida 44 3.3.2 Proses Grafting MA kedalam PP Terdegradasi 45

3.3.3 Pemurnian PP-g-MA 46

3.3.4 Preparasi Pembentukan Serbuk Polipropilena 47

3.3.5 Preparasi Serbuk Ampas Tebu 47

3.3.6 Ekstraksi α-Selulosa Dari Serbuk Ampas Tebu 48 3.3.7 Pembentukan komposit biodegradabel PP Murni dan 49

α-Selulosa

3.3.8 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa 49 dan PP-g-MA

3.3.9 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 50 PP-g-MA dan BPO

3.3.10 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 50 BPO dan DVB

3.3.11 Pembentukan Komposit biodegradabel PP Murni, α-Selulosa, 51 PP-g-MA, BPO dan DVB

3.3.12 Uji Serap Air 51

3.3.13 Uji Biodegradabel 52

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 53

4.1 Karakterisasi Berdasarkan Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Traik 53

4.2 Analisa Sifat Thermal dengan Uji DTA 55

4.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji SEM 57 4.4 Analisa Ketahanannya Terhadap Air dengan Uji Serapan Air 60


(16)

4.5 Analisa Gugus Fungsi dengan Uji FTIR 61 4.5.1 Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1) 64 4.5.2 Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) 64 4.5.3 Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB 64 (95:5:0,5:0,5:1)

4.6 Analisa Kemampuan Terurai di Alam dengan Uji Biodegradasi 65

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 71

5.1 Kesimpulan 71

5.2 Saran 72

DAFTAR PUSTAKA 73


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Persyaratan Kemasan Biodegradabel menurut SNI 7188.7:2011 11

2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu 13

3.1 Perbandingan Pembentukan Komposit Biodegradabel PP murni, 42 α-selulosa, PP-g-MA, BPO dan DVB

4.1 Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan kemuluran Komposit 53 Biodegradabel

4.2 Hasil Uji DTA Polipropilena Murni dan Komposit Biodegradabel 56

4.3 Data Hasil Uji Serapan Air 61

4.4 Bilangan Gelombang Polipropilena Murni 62

4.5 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa:PP-g-MA (95:5:1) 62 4.6 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) 63

4.7 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa: 63

PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1)

4.8 Data Hasil Penurunan Massa (%) Spesimen Komposit Biodegradebel 65 setelah Penguburan dalam Tanah

4.9 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa:PP-g-MA (95:5:1) 66 setelah Penguburan

4.10 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) 67 setelah Penguburan

4.11 Bilangan Gelombang PP: α-selulosa: 67


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Rumus Bangun Selulosa 15

2.2 Struktur Polipropilena 19

2.3 Polipropilena Isotatik, Sindiotaktik, Ataktik 21 2.4 Grafik (b) hasil dari set up yang diperlihatkan pada gambar 27

(a), Grafik (d) merupakan jejak DTA yang umum yang merupakan dari pengaturan yang diperlihatkan pada Gambar (c)

2.5 Reaksi Penelitian 36

3.1 Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72 TypeIV 42 3.2 Proses Degradasi Polipropilena dengan Benzoil Peroksida 44 3.3 Proses Grafting Maleat Anhidrida kedalam Polipropilena Terdegradasi 45 3.4 Pemurnian Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida 46 3.5 Preparasi Pembentukan Serbuk Polipropilena 47

3.6 Preparasi Serbuk Ampas Tebu 47

3.7 Ekstraksi α-Selulosa Dari Serbuk Ampas Tebu 48 3.8 Pembentukan Komposit biodegradabel Polipropilena Murni 49

dan α-Selulosa

3.9 Pembentukan Komposit biodegradabel Polipropilena Murni, 49 α-Selulosa, dan PP-g-MA

3.10 Pembentukan Komposit biodegradabel PP murni, α-Selulosa, 50 PP-g-MA, dan BPO

3.11 Pembentukan Komposit biodegradabel PP murni, 50 α-Selulosa, BPO, dan DVB

3.12 Pembentukan Komposit biodegradabel PP murni, PP-g-MA, BPO, 51 DVB, dan α-Selulosa


(19)

3.14 Uji Biodegradabel 52 4.1 Grafik Kekuatan Tarik (N/m2) dari Komposit Biodegradabel 54 4.2 Grafik Kemuluran (%) Dari Komposit Biodegradabel 54 4.3 Hasil Uji SEM dari Polipropilen Murni Pembesaran 1000 kali 57 4.4 Hasil Uji PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1) Pembesaran 1000 kali 58 4.5 Hasil Uji Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa: BPO:DVB (95:5:1:1) 59

Pembesaran 1000 kali

4.6 Hasil Uji Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa: 60 PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) Pembesaran 1000 kali

4.7 Mekanisme Reaksi Penguraian di Alam 69

4.8 Permukaan Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1) 69 4.9 Permukaan Komposit biodegradabel PP:α-selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) 70 4.10 Permukaan Komposit biodegradabel PP:α-Selulosa: 70


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Rumus perhitungan kekuatan tarik dan kemuluran 81

2 Cara membaca data termogram uji DTA 81

3 Gambar Grafik Hasil Uji Tarik 82

4 Gambar Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk Polipropilena murni 83

5 Gambar Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk 84

PP:α-Selulosa: PP-g-MA (95:5:1)

6 Gambar Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk

PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) 85 7 Gambar Kromatogram Hasil Uji DTA Untuk

PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) 86

8 Gambar Hasil Spektrum FTIR Polipropilena Murni 87

9 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk 87

PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1)

10 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk 88

PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1)

11 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk 88

PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1)

12 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk PP: 89

α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1) setelah ditanam pada tanah sampah selama 1 bulan

13 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk PP:α-Selulosa: 89 BPO:DVB (95:5:1:1) setelah ditanam pada tanah sampah selama

1 bulan

14 Gambar Hasil Spektrum FTIR Untuk 90

PP:α-Selulosa:PP-g-M:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) setelah ditanam pada tanah sampah selama 1 bulan

15 Gambar Spesimen Hasil Uji Tarik 90

16 Gambar Wadah Penguburan Spesimen 92

17 Gambar Bahan Baku Pembuatan Komposit Biodegradabel 93 18 Tabel Perbandingan Karakterisasi Dari Komposit Biodegradabel 95


(21)

DAFTAR SINGKATAN

PP = Polipropilena

PPd = Polipropilena terdegradasi MA = Maleat Anhidrida

PP-g-MA = Polipropilena tergrafting maleat anhidrida FTIR = Fourier Transform Infrared Spectroscopy SEM = Spectra Electro magnetic

BPO = Benzoil Peroksida DVB = Divinilbenzena


(22)

PEMBUATAN KOMPOSIT BIODEGRADABEL DARI α-SELULOSA AMPAS TEBU Bz 132 (Saccharum officinarum) DAN POLIPROPILENA DENGAN

MENGGUNAKAN POLIPROPILENA TERGRAFTING MALEAT ANHIDRIDA DAN DIVINIL BENZENA SEBAGAI

AGEN PENGIKAT SILANG

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzene sebagai agen pengikat silang dalam pembuatan komposit biodegradabel dari α-selulosa yang bersumber dari ampas tebu dan polipropilena. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu pembuatan PP-g-MA dari polipropilena murni. Tahap kedua yaitu pemisahan α-selulosa dari ampas tebu yang dilakukan dengan metode Okhamafe. Tahapan yang terakhir adalah pencampuran antara polipropilena dan α-selulosa dari ampas tebu dengan agen pengikat silang dengan berbagai variasi massa. Proses pembuatan PP-g-MA dilakukan dengan mendegradasi polipropilena terlebih dahulu dengan BPO dalam internal mixer dengan perbandingan 90:10 (%berat/berat). Kemudian digrafting dengan maleat anhidrida dengan perbandingan PPd:MA:BPO 92:6:2 (%berat/berat). Hasil PP-g-Ma yang diperoleh dimurnikan dengan cara direfluks dengan pelarut xilena. Proses pemisahan α-selulosa dilakukan dengan metode Okhamafe yaitu dilakukan dengan perendaman dalam asam HNO 3,5%, pemutihan dengan Natrium Hipoklorit 1,75% dan pemurnian dengan NaOH 17,5%. Proses pencampuran α -selulosa dengan polipropilena dan agen pengikat silangnya dilakukan dengan metode kempa tekan pada suhu 160oC. Variasi komposisi dan massa dalam pembentukan komposit biodegradabel adalah PP:α-Selulosa (95:5), PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1), PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO (95:5:1:1), PP:α -Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:1:1:1), PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1), dan PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1). Karakterisasi hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji FTIR, analisa sifat morfologi dengan uji SEM, analisa sifat thermal dengan uji DTA, analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa ketahanan terhadap air dengan uji daya serap air dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposit biodegradabel yang memiliki sifat terbaik dan sesuai dengan SNI 7188.7:2011 adalah dengan perbandingan PP: α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) dengan nilai tegangan hasil uji tarik yaitu 50,031N/m2, daya serap air yang rendah yaitu 0,791%, hasil foto permukaan yang rata dan interaksi gugus yang kuat serta memiliki sifat biodegradabel yang baik.


(23)

ABSTRACT

PREPARATION OF COMPOSITE BIODEGRADABLE FROM BAGGASE α -CELLULOSE Bz 132 (Saccharum officinarum) AND POLYPROPYLENE

USING POLYPROPYLENE GRAFTED MALEIC ANHYDRADE AND DIVINIL BENZENE AS CROSSLINKING AGENTS

Research about use of polypropylene grafted maleic anhydride and divinyl benzene as a crosslinking agent in the manufacture of composite biodegradable and

α-cellulose from bagasse and polypropylene. The study consisted of three stages. The

first stage of the manufacture of PP-g-MA of pure polypropylene. The second stage of the separation of α-cellulose from bagasse is performed by the Okhamafe methode. The last stage of the mixing between the polypropylene and α-cellulose from bagasse by crosslinking with various binding agents of mass variation. The process of making PP-g-MA polypropylene degrades done by BPO in advance in an internal mixer with a ratio of 90:10 (% w / w). Then PPd grafted with maleic anhydride in the ratio PPd : MA: BPO 92:6:2 (% w / w). The results of PP-g-ma obtained was purified by solvent refluxed with xylene. α-cellulose separation process performed by the

Okhamafe methode that is done by immersion in 3.5% HNO3 acid, bleaching with

sodium hypochlorite 1.75% and 17.5%, purification with NaOH. Α-mixing process

with polypropylene and cellulose binding agents is done by cross-clamp method at a

temperature of 1500C press. Variations in composition and mass of the formation of

polymer composites is a PP: α-Cellulose (95:5), PP: α-Cellulose: PP-g-MA (95:5:1),

PP:α-Cellulose:PP-g-MA:BPO (95:5:1:1), PP:α-Cellulose:PP-g-MA: BPO:DVB

(95:5:1:1:1), PP:α-Cellulose:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1), PP:α -Cellulose:BPO:DVB (95:5:1:1).

Characterization of the composites obtained were analyzed with a functional group FTIR testing, analysis of morphology by SEM, analysis of thermal properties by DTA test, analysis of mechanical properties with tensile stress test, analysis of resistance to water with a water absorption test and analysis of its ability to decompose in

nature to the test biodegradable.

The results showed that the polymer composite that has the best properties and in

accordance with ISO 7188.7:2011 is the ratio of PP: α-Cellulose: PP-g-MA: BPO:

DVB (95:5:0,5:0,5:1) with the test results of tensile stress is 50.031 N/m2, low water absorption, namely 0.791%, the images on a flat surface and a strong group

interactions as well as having good biodegradable properties.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang akan dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Beberapa tujuam dari penggunaan kemasan adalah mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan produk hasil produksi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton (Mimi, 2002).

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk produk yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik (Sinaga, 2011).

Sampah plastik bekas kemasan yang dihasilkan oleh masyarakat menimbulkan masalah terhadap lingkungan tidak dapatnya mikroorganisme yang terdapat dilingkungan untuk merombak dan menguraikan plastik. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima, merombak, dan menguraikan plastik sangat dibutuhkan saat ini.

Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan alternatif untuk memecahkan masalah penanganan sampah plastik. Produksi bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan (Pranamuda, 2011).


(25)

Dewasa ini, pengunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu material komposit yang diharapkan di dunia industri yaitu material komposit dengan material pengisi (filler) baik yang berupa serat alami maupun serat buatan. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matrik. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan sifat spesifik yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati kebutuhan (Jones, 1975).

Telah dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan suatu material komposit yang bersifat biodegradabel seperti yang dilakukan oleh (Clemons, 2003) yang membuat suatu material komposit dengan menggabungkan material plastik polipropilena dengan selulosa yang dicampurkan kemudian diproduksi dengan dua cara yaitu dicetak tekan dan dengan sistem penyuntikan bahan matriks polipropilena (PP) untuk menghasilkan suatu komposit biodegradabel. Selulosa dipilih sebagai bahan pengisi karena kestabilannya terhadap panas yang baik dan tingkat kemurniannya yang tinggi. Pada hasil cetak tekan dan metode penyuntikan didapatkan penurunan sifat elastisitas dengan kenaikan persentasi selulosa. Pada hasil metode penyuntikan matriks, didapatkan hasil yang lebih baik pada uji permukaan yang dilakukan, karena susunan selulosa lebih teratur dibanding pada metode cetak tekan.

Selain itu, telah dilakukan pula penelitian oleh (Oksman, 2007) yaitu dengan mencampurkan 60% serat dengan polipropilena dan polipropilena yang telah dimodifikasi dengan memasukkan gugus fungsi berupa maleat anhidrida. Kenaikan jumlah serat yang digunakan mengakibatkan kenaikan kekakuan sifat komposit yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan polipropilena yang digrafting dengan maleat anhidrida meningkatkan sifat kekakuan dan kekuatan komposit secara signifikan.


(26)

Fungsionalilsasi dari polipropilena dengan melakukan suatu reaksi grafting dengan suatu monomer tak jenuh seperti contohnya maleat anhidrida (MA), asam akrilat dan berbagai turunannya, dengan menambahan peroksida sebagai suatu bahan inisiator telah menjadi penelitian yang berkembang saat ini (Shi, 2001). Perubahan sifat fungsional dari polipropilena (baik yang berstruktur ataktik maupun isotaktik) akan menghasilkan hasil yang efektif untuk meningkatkan sifat kepolaran dari polipropilena (Zhang, 2005).

Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mengandung unsur lignoselulosa sehingga berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan komposit biodegradabel. Selama ini pemanfaatan tebu masih terbatas pada industri pengolahan gula dengan hanya mengambil airnya, sedangkan ampasnya sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri atau mungkin dibuang sehingga menjadi limbah (Krisna, 2009).

Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu. Bahan tersebut utamanya terdapat pada tanaman keras, namun demikian pada dasarnya selulosa terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim, tanaman perdu dan tanaman rambat bahkan tumbuhan paling sederhana sekalipun. Seperti: jamur, ganggang dan lumut (Tarmansyah, 2007).

Pemisahan α-selulosa dari serat tongkol jagung telah dilakukan oleh Okhamafe dengan mengambil serat halus dan kering dari tongkol jagung yang kemudian direndam dalam HNO3 3,5% yang mengandung sejumlah NaNO3 pada suhu 90

0

C selama 2 jam. Campuran tersebut kemudian direndam dan dipanaskan dengan 2% NaOH dan 2% Natrium Sulfit pada suhu 50oC selama 1 jam, kemudian diputihkan dengan Natrium hipoklorit (Ohwoavworhua, 2005).

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan membuat komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang. Hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), analisa sifat morfologi dengan uji Spectra Electro Magnetic (SEM), analisa sifat thermal dengan uji Differential Thermal Analysis


(27)

(DTA), analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa ketahanan terhadap air dengan uji daya serap air dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel.

1.2 Permasalahan

Bagaimanakah karakteristik dari komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang sebagai bahan pembuat produk kantong belanja plastik yang mampu terurai dialam?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Polipropilena yang digunakan adalah polipropilena komersial yang dijual dipasaran.

2. α-Selulosa dari ampas tebu Bz 132 dipisahkan dengan metode Okhamafe.

3. Pembuatan komposit biodegradabel dilakukan dengan metode kempa tekan (hot press).

4. Jenis tebu (Saccharum Officinarum) yang digunakan adalah tebu Bz 132 yang biasa digunakan untuk pembuatan gula.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik dari komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang sebagai bahan pembuat produk kantong belanja plastik yang mampu terurai di dalam.


(28)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai analisa sifat komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang yang diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam membuat kemasan plastik yang ramah lingkungan dan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah ampas tebu.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Dasar Universitas Sumatera Utara, Uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, uji SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter PPGL Bandung, uji DTA dilakukan di Perguruan Teknologi Kimia Industri (PTKI), Uji FTIR dilakukan di Laboratorium Bea Cukai Belawan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian laboratorium yang terdiri dari tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah membuat polipropilena tergrafting maleat anhidrida (PP-g-MA) dari poliporpilena murni yang didegradasi dengan benzoil peroksida (BPO) yang menghasilkan polipropilena terdegradasi (PPd) kemudian digrafting dengan maleat anhirida dan dimurnikan dengan metode refluks dalam pelarut xilena. Tahapan yang kedua adalah pemisahan α-selulosa dari ampas tebu dilakukan dengan metode Okhamafe. Tahapan ketiga adalah pencampuran antara α-selulosa dari ampas tebu dengan polipropilean dilakukan dengan metode kempa tekan pada suhu 160oC dengan menggunakan benzoil peroksida sebagai inisiator/zat pendegradasi, polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena (DVB) sebagai agen pengikat silang (perekat). Hasil komposit biodegradabel yang diperoleh dikarakterisasi sifat mekanisnya dengan uji tarik, analisa gugus fungsinya dengan


(29)

FTIR, analisa morfologinya dengan uji permukaan (SEM), analisa ketahanannya terhadap air dengan uji serapan air dan analisa kemampuannya terurai dialam dengan uji biodegradabel.

Variabel – Variabel dalam penelitian ini Variabel terikat (pada tahapan ketiga): 1. Analisa gugus fungsi dengan uji FTIR 2. Analisa sifat mekanis dengan uji tarik

3. Analisa Morfologi dengan uji permukaan (SEM)

4. Analisa ketahanannya terhadap air dengan uji serapan air 5. Analisa sifat thermalnya dengan uji DTA

6. Analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradable

Variabel tetap (pada tahapan pertama):

1. Perbandingan PP dan BPO sebelum degradasi adalah 90:10 2. Perbandingan PPd:MA:BPO adalah 92:6:2

Pada tahapan ketiga Massa polipropilena dan α-selulosa adalah 95:5 Variabel bebas (pada tahapan ketiga):

Perbandingan yang digunakan (berat/berat) 1. PP : α-selulosa ( 95 : 5 )

2. PP : α-selulosa : PP-g-MA ( 95 : 5 : 1)

3. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO ( 95 : 5 : 1 : 1)

4. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO : DVB ( 95 : 5 : 1 : 1 : 1 ) 5. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO : DVB ( 95 : 5 : 0,5 : 0,5 : 1 ) 6. PP : α-selulosa : BPO : DVB ( 95 : 5 : 1 : 1 )


(30)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit

Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang mudah dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia (Hadi, 2000).

Komposit serat dalam dunia industri mulai dikembangkan dari pada mengunakan bahan partikel. Bahan komposit serat mempunyai keunggulan yang utama yaitu strong (kuat), stiff (tangguh), dan lebih tahan terhadap panas pada saat didalam matrik. Dalam perkembangan teknologi pengolahan serat, membuat serat sekarang makin diunggulkan dibandingkan penggunaan material komposit sintesis. Cara yang digunakan untuk mengkombinasi serat berkekuatan tarik tinggi dan bermodulus elastisitas tinggi dengan matrik yang bermassa ringan, berkekuatan tarik rendah, serta bermodulus elastisitas rendah makin banyak dikembangkan guna untuk memperoleh hasil yang maksimal. Komposit pada umumnya menggunakan bahan plastik yang merupakan material yang paling sering digunakan sebagai bahan pengikat seratnya selain itu plastik mudah didapat dan mudah perlakuannya, dari pada bahan dari logam yang membutuhkan cara tersendiri (Schwartz, 1984).


(31)

2.1.1 Biokomposit

Komposit dari serat alam merupakan suatu usaha yang dilakukan untu tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Komposit serat alam diharapkan menjadi suatu material yang bersifat dapat diperbaharui sehingga mengurangi dan mencegah dampak kerusakan lingkungan dari bahan polimer seperti plastik yang tidak dapat diperbaharui. Disamping itu, komposit dari serat alam juga bertujuan untuk memanfaatkan limbah dari bahan serat alam seperti serat rami,sampah kulit pisang dan lain-lain agar dapat lebih memeberikan daya guna (Mathur, 2005).

Biokomposit adalah suatu material yang terdiri dari satu fasa atau lebih bahan yang berasal dari alam. Bahan ini bertindak sebagai penguat seperti contohnya sumber yang berasal dari serat tanaman seperti kapas, rami atau sejenisnya atau dapat pula dari serat kayu ataupun kertas daur ulang, atau dari bahan tanaman yang menjadi limbah. Regenerasi serat selulosa juga termasuk dalam bahan biokomposit, karena pada dasarnya regenerasi selulosa adalah merupakan bahan yang dapat diperbaharui oleh alam Sebagai matriks dalam biokomposit tersebut dapat berupa bahan polimer yang secara idealnya dapat diperbaharui pula seperti misalnya dari minyak sayur. Namun pada saat ini, matriks yang lebih umum digunakan adalah matriks sintesis yang bersumber dari minyak bumi. Matriks sintesis yang sering digunakan adalah berupa bahan termoplastik yang dapat didaur ulang seperti polietilen, polipropilena, polistirena dan polivinil klorida. Dapat pula digunakan bahan dari termoset seperti polyester tak jenuh, fenol formaldehida, isosianat dan epoksida (Fowler, 2006).

2.1.2 Komposit biodegradabel Dengan Bahan Dasar Selulosa

Meskipun komposit termoplastik serat alami telah ditemukan dan diproduksi sejak tahun 1970, namun komposit termoplastik serat alami tersbut terus mengalami perkembangannya dari tahun ke tahun bahkan hingga saat ini. Komposit termoplastik dari serat kayu yang memiliki beberapa keuntungan seperti daya tahannya yang panjang, biaya pembuatannya yang relatif murah dan ketahananya terhadap lingkungan yang baik. Namun disamping keunggulannya, komposit dari serat kayu


(32)

memiliki beberapa kelemahan yaitu serat kayu tidak tahan terhadap panas, sehingga jika pada proses pencampuran terjadi panas yang tidak sesuai, maka pencampuran atau pembentukan komposit tidak akan berhasil. Oleh sebab itu mulai dilakukan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengubah serat kayu tersebut dengan mengambil hanya selulosanya saja untuk digunakan sebagai bahan pengisi matriks polimer (That, 2008).

2.2 Kemasan

Plastik memiliki pencampuran rendah entropi, yang disebabkan oleh besarnya berat molekul dari rantai polimer mereka. Pemanasan saja tidak cukup untuk melarutkan molekul besar dari plastik karena plastik hampir identik dengan komposisi campuran efisiennya. Hal lain yang menyebabkan plastik sulit di daur ulang adalah karena adanya bahan pengisi, dan aditif lainnya dalam plastik. Polimer umumnya terlalu kental untuk menghapus ekonomi pengisi, dan akan rusak oleh banyak proses yang murah bisa menghapus pewarna tambahan. Zat aditif tidak banyak digunakan dalam wadah minuman dan kantong plastik, sehingga memungkinkan mereka untuk dapat didaur ulang . Adanya kemasan, membuat kita dapat menikmati roti dengan mentega atau selai, biskuit, mi instan, dan macam-macam minuman. Kemasan telah mengamankan dan mengawetkan segala jenis makanan dan minuman. Kemasan telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu kala. Sekitar tahun 8.000 SM kemasan dari bahan-bahan sederhana, seperti kulit binatang ataupun keranjang rumput, telah digunakan sebagai wadah buah-buahan yang dipungut dari hutan. Bangsa Cina menggunakan keramik sebagai wadah, balk untuk benda padat maupun cair. Sedangkan bangsa Indonesia menggunakan wadah bambu (bumbung) untuk menyimpan benda cair. Sekitar tahun 1550 SM, bangsa Mesir telah membuat industri botol yang penting bagi kehidupan masyarakatnya. Sekitar tahun 750 M proses pembuatan kertas tersebar luas mulai dari Asia Tengah.

2.2.1 Fungsi Kemasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemasan didefinisikan sebagai bungkus pelindung barang dagangan. Dengan kata lain, kemasan adalah wadah atau tempat yang


(33)

terbuat dari timah, kayu, kertas, gelas, besi, plastik, selulosa transparan, kain, karton, atau material lainnya, yang digunakan untuk penyimpanan barang dari produsen ke konsumen. Dalam industri makanan atau pangan, kemasan mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi kemasan adalah:

1. melindungi produk terhadap pengaruh cuaca, sinar matahari, benturan, kotoran dan lain-lain

2. menarik perhatian konsumen,

3. memudahkan distribusi, penyimpanan dan pemajangan (display)

4. tempat penempelan label yang berisi informasi tentang nama produk, komposisi bahan (ingridient), isi bersih, nama dan alamat produsen/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluwarsa, petunjuk penggunaan, informasi nilai gizi (nutrition fact), tanda halal, serta klaim/pernyataan khusus.

Kemasan juga harus dirancang agar memenuhi beberapa persyaratan penting, yaitu: 1. Tingkat keefisienan, meliputi kemudahan untuk dibawa, dibuka, dan dipegang 2. Bentuk yang menarik, meliputi paduan warna, logo, huruf dan tata letak tulisan,

3. Faktor identitas agar tampil beda dengan produk lain dan mudah dikenali (Astawan,2008)

2.2.2 Kemasan Biodegradabel

Penggunaan kantong belanja dari plastik semakin menambah kompleksitas permasalah sampah karena sifatnya yang sulit terdegradasi. Plastik diperkirakan

membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdegradasi dengan sempuna. Kriteria ekolabel yang disusun berdasarkan aspek sepanjang daur hidup suatu produk diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh produk tersebut. Kriteria ekolabel yang harus dipenuhi sebagai produk yang ramah lingkungan juga diharapkan dapat mengurangi dampak pemakaiannya terhadap lingkungan.

Persyaratan yang dimuat dalam kriteria dan nilai ambang batas merupakan persyaratan khusus terkait dengan katergori produk, sedangkan persyaratan yang dimuat dalam persyaratan umum merupakan persyaratan umum yang berlaku untuk berbagai kategori produk manufaktur.


(34)

1. Bahan baku plastik yang digunakan harus mengandung prodegradant (zat pendegradasi) 2. Campuran bahan baku harus menggunakan pati atau bahan yang bersumber dari

alam,serta bahan termoplastik

Tabel 2.1 Persyaratan Kemasan Biodegradabel menurut SNI 7188.7:2011

No Aspek Lingkingan Persyaratan Metode Uji/Verifikasi

1

2.

3.

Bahan baku dan aditif a. Thermoplastik

mengandung prodegradant

b. Campuran yang mengandung pati (starch) dan thermoplastik Degradabilitas

Degradabilitas a. Thermoplastik

mengandung prodegradant

b. Campuran yang mengandung pati (starch) dan thermoplastic

Kandungan logam berat

- Prodegradant harus memenuhi RoHS (Restriction of Hazardous Substances) - Tidak mengandung

zat warna azo

- Tensile enlongation (elongation ato break) kurang dari 5% dicapai setelah mengalami

perlakuan penyinaran sinar UV maksimal selama 250 jam - Pertumbuhan

mikroba pada permukaan produk > 60% selama 1 minggu

Kandungan logam berat dalam produk Cd < 0,5 ppm Pb <50 ppm Hg < 0,5 ppm Cr+6 < 50 ppm

- Verifikasi pernyataan tertulis permohonan tentang pemenuhan persyaratan prodegradant yang dilengkapi dengan pernyataan dari pemasok

- verifikasi pernyataan tertulis tentang jenis dan sifat bahan dilengkapi dengan pernyataan pemasok atau pengukuran GC-MS atau metode pengujian lainnya yang divalidasi oleh laboratorium pengujian yang telah menerapkan ISO/IEC 17025:2008

- Tensile enlongation (elongation ato break) kurang dari 5% dicapai setelah mengalami perlakuan penyinaran sinar UV maksimal selama 250 jam

- ASTM G21-09 atau metode pengujian lainnya yang dilakukan oleh laboratorium pengujian yang telah menerapkan SNI ISO/IEC 17025:2008

- Verifikasi pernyataan pemohon tentang pemenuhan persyaratan disertai laporan hasil pengujian menurut metode uji : IEC-6221 Ed 1.0 2008 atau metode pengujian lainnya yang divalidasu atau diverifikasi, yang dilakukan olehn


(35)

laboratorium pengujian yang telah menerapkan SNI ISO/IEC

17025:2008 (SNI 7188.7:2011).

2.3 Tebu

2.3.1 Botani Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum)

Tebu (Saccharum Officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (family Graminae). Akar tanaman adalah akar serabut dan tanaman ini termasuk dalam kelas monocotyledone. Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Pada batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling (Penebar Swadaya, 2000).

Tebu dapat hidup dengan baik pada ketinggian tempat 5-500 meter diatas permukaan laut, pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban lebih dari 70% hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar antara 28-34oC (Krisna, 2009).

2.3.2 Ampas Tebu

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Husin menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi)

menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum


(36)

dimanfaatkan. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin. Hasil analisis serat ampas tebu dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu

Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, industri papan partikel, indutri papan serat dan beberapa industri lain (http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampas-tebu.html).

2.4 Selulosa

Selulosa adalah bahan yang bersumber dari tanaman yang diperoleh dengan cara tertentu yang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat tali dan pakaian. Selama beberapa tahun terakhir, beberapa peneliti mulai mengembangkan manfaat dari selulosa yang dapat

digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan komposit biodegradabel. Selulosa dipilih sebagai bahan pengisi dari matrisk polimer didasari beberapa alasan yaitu harganya yang relatif murah dibanding dengan bahan sintesis seperti serat kaca serta kemampuannya untuk dapat didaur ulang sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan (Eichhron, 2001).

Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu. Selulosa adalah suatu polimer karbohidrat yang kompleks yang memiliki persentase komposisi yang sama dengan tepung (kanji) dimana nilai glukosa dapat ditentukan dengan hidrolisis

No Kandungan Kadar (%)

1 2 3 4 5 6

Abu Lignin Selulosa

Sari Pentosan

SiO2

3,82 22,09 37,65 1,81 27,97


(37)

menggunakan asam. Unit molekul penyusun selulosa adalah glukosa yang merupakan gula. Banyak molekul glukosa yang bergabung bersama-sama membentuk rantai selulosa. Rumus kimia selulosa adalah (C6H10O5)n dimana n adalah jumlah unit pengulangan glukosa, n juga disebut derajat polimerisasi (DP). Nilai dari (n) bervariasi tergantung sumber selulosa yang berbeda . Selama pengolahan pulp dalam digester, derajat polimerisasi akan menurun beberapa derajat. Ini penting untuk tidak turun terlalu banyak, karena rantai selulosa yang lebih pendek pada akhirnya menghasilkan pulp yang kurang bagus. Selulosa dalam kayu mempunyai nilai derajat polimerisasi rata-rata 3500 dimana selulosa dalam pulp mempunyai rata-rata derajat polimerisasi dalam rentang 600-1500. Selulosa adalah polimer lurus tidak bercabang. Ini membuat kemungkinan untuk beberapa rantai selulosa digabungkan bersama dan membentuk struktur kristal yang teratur. Struktur kristal yang teratur ini juga disebut

micele. Di antara micele ada beberapa rantai selulosa yang tidak teratur, ikatan ini

disebut mikrofibril. Mikrofibril ini membentuk dinding serat kayu.

Gambar 2.1. Rumus Bangun Selulosa (C6H10O5) (Mimms, 1993).

2.4.1 Sifat-sifat Selulosa

Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:

C C

C O C C

CH O

C C C C H O H O H O H OH OH H CH2OH

H

H OH

H

CH2OH OH


(38)

1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.

3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.

4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995).

2.4.2 Pembagian Selulosa

Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu. Bahan tersebut terdapat pada tanaman kertas, namun demikian pada dasamya selulosa terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim, tanaman perdu dan tanaman rambat bahkan tumbuhan paling sederhana sekalipun. Seperti: jamur, ganggang dan lumut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemumian selulosa.

2. Selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa , tetapi DP nya kurang dari 15. Selain itu ada yang disebut Hemiselulosa dan Holoselulosa, yaitu:

a. Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-Xylosa, L-arabinosa dan asam uranat. b. Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas dan sari dan lignin, terdiri dari


(39)

(http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=18&mnorutisi=3).

2.4.3 α-Selulosa

Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (mumi). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain (serat rayon).

Alfa selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600 - 1500. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Holoselulosa terdiri dari alfa selulosa, beta selulosa dan gamma selulosa. Alfa selulosa pada tanaman dapat dilihat berdasarkan ketidak larutannya pada NaOH 17,5% tapi akan diperoleh endapan ketika larutan diasamkan. Pada umumnya diketahui beta selulosa pada kayu tidak ada akan tetapi terbentuk dari pembentukan alfa selulosa selama proses pulping, gamma selulosa diketahui ada pada tanaman.

Alfa selulosa biasanya diperoleh dengan metode gravimetri dimana tidak larut dalam NaOH 17,5% dingin disaring dan ditimbang. Beta dan gamma selulosa juga dapat diperoleh dengan metode gravimetri tetapi keduanya sangat sulit diperoleh karena dalam bentuk gel. Alfa selulosa secara empiris merupakan fraksi molekul selulosa dengan beda berat molekul. Jika alfa selulosa diambil dari kayu yang memiliki persentase lignin yang tinggi maka harus dihilangkan dahulu. Prosedur umum untuk penentuan alfa selulosa pada awalnya dengan penentuan holoselulosa dengan metode klorin dan klorit kemudian holoselulosa ditambah alkali untuk menghilangkan hemiselulosa. Residu yang diperoleh dari hasil prosedur tersebut adalah alfa selulosa (Yusuf, 2004).

2.4.4 Selulosa dari Serat Alam

Selulosa yang dihasilkan langsung dari serat alam sangat berkembang pesat saat ini. Pasar industri akan menerima serat selulosa hasil ekstraksi dari alam dengan cepat

dikarenakan kebutuhan akan selulosa yang terus meningkat pada saat ini khususnya dalam industri kertas dan dalam pembuatan material komposit biodegradabel.


(40)

Proses pembentukan selulosa dari serat alam dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara enzimatik, dan dapat pula dikembangkan secara kimia. Secara kimia, selulosa dapat diektraksi dengan mencampurkan serat alam dengan suatu asam pada konsentrasi tertentu diikuti dengan proses pembuangan lignin. Proses selanjutnya adalah pemutihan tepung selulosa yang diperoleh dengan hipoklorit ataupun dengan peroksida (Sehaqui, 2010).

2.4.5 Metode Pemisahan Selulosa

Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di alam. Bobot molekulnya tinggi, struktumya teratur berupa polimer yang linear terdiri dari unit ulangan -D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan micro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya. Dalam praktek, parameter yang banyak diukur adalah berupa derajat polimerisasi (DP) dan kekentalan (viscositas) yang juga merupakan tolok ukur kualitas selulosa.

Pemisahan selulosa dari tumbuhan dapat dilakukan dengan cara hidrolisis melalui prosedur HoloselulosaTappi Standard Tgm (Useful method 249, ASTM Standard D 1104 dan Sll) atau penentuan selulosa Cross dan Sevan dan selulosa Kursner. Bagian dari selulosa yang tahan dan tidak larut oleh larutan basa kuat disebut selulosa α (α -cellulose). Bagian yang terlarut tetapi dapat mengendap apabila ekstrak dinetralkan dikenal sebagai selulosa (Betha Cellulosa). Bagian yang tinggal dalam larutan walaupun sudah dinetralkan dikenal sebagai selulosa .

Kemurnian selulosa sering dinyatakan melaui parameter selulosa α. Biasanya semakin tinggi kadar selulosa α, maka semakin baik mutu bahannya. Selulosa dapat diesterkan (esterifikasi) dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam sulfat dan asam fosfat. Hasilnya berturut-turut adalah selulosa nitrat, selulosa sulfat dan selulosa fosfat. Secara niaga selulosa nitrat/NC adalah yang terpenting yang banyak digunakan untuk bahan dasar pembuatan bahan peledak atau propelan. Selulosa nitrat tersebut dibuat berdasarkan reaksi alkohol dan asam nitrat dengan katalis asam sulfat pekat terhadap selulosa yang sebelumnya dibuat menjadi selulosa alkali.

(http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=18&mnorutisi=3).


(41)

C = C

CH

3

H

H

H

Polimer didefinisikan sebagai suatu molekul yang besar yang terdiri atas susunan ulang unit kimia yang kecil dan sederhana yang disebut monomer. Monomer polipropilena (CH2=CHCH3) diperoleh dari hasil samping pemurnian minyak bumi. Polipropilena (CH2 -CHCH3)n merupakan suatu jenis polimer termoplastik yang mempunyai sifat melunak dan meleleh jika dipanaskan (Billmeyer, 1971).

Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk kedalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Struktur molekul propilena dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut:

Gambar 2.2. Struktur Propilena

Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat dikemas lebih terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Pada suhu ruang, beberapa sifat, seperti daya regang dan kekakuan, sama dengan sifat polietena bermassa jenis tinggi, tetapi sifat itu berubah pada suhu yang lebih tinggi. Sifat kelarutan poli(propena) sama dengan sifat kelarutan yang dimiliki poli(etena), yakni tak larut pada suhu ruang (Cowd, M.A., 1991).

Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90-0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena di bawah 0oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi (Gachter, 1990).

2.5.1. Struktur Polipropilena

Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5oC dan membentuk rantai zigzag planar. Untuk polipropilena struktur zigzag planar tiga dimensi dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada


(42)

C H

H C C

C C

C C

C

H CH3

H

H

H

H H CH3

H

H

CH3

H H

CH3

posisi gugus metil satu sama lain. Ini menghasilkan struktur isotaktik, sindiotaktik atau ataktik. Ketiga struktur polipropilena tersebut pada pokoknya secara kimia berbeda satu sama lainnya. Pada polipropilena isotaktik semua gugus metil (CH3) terletak pada sisi yang sama dari rantai utama karbonnya, pada sindiotaktik gugus metil terletak arah berlawanan selang-seling, sedangkan yang ataktik gugus metilnya acak seperti gambar dibawah ini (Hartomo, A.J., 1995).

Polimerisasi propilena menjadi polipropilena berlangsung secara adisi dengan mekanisme radikal bebas dengan adanya katalis Ziegler-Natta. Katalis ini mampu

mengarahkan monomer ke orientasi spesifik sehingga menghasilkan polipropilrna isotaktik dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Kristalinitas yang tinggi pada polipropilena mengakibatkan polimer ini mempunyai daya regang tinggi dan kaku.

Polimerisasi propilena secara radikal bebas umumnya akan menghasilkan polipropilena ataktik dengan derajat kristalinitas rendah dan cenderung amorf, hal ini disebabkan tingginya reaktifitas hidrogen alilik. Tahapan reaksi polimerisasi polipropilena meliputi tahap inisiasi, propagasi dan terminasi.

Berdasarkan struktur rantainya polipopilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai karbon, atau terdapat tiga isomer (taktisitas): 1. Isotaktik: Gugus-gugus metil berada pada sisi-sisi yang sama

2. Sindiotaktik: Gugus-gugus metil tertata secara berselang-seling pada sisi rantai 3. Ataktik: Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena

(Hans, 1977).


(43)

C H H C C C C C C C H CH3 H H H H CH3 H H H CH3 H H CH3 C H H C C C C C C C H CH3 H H H H H CH3 H H H CH3 CH3 H

2. Polipropilena Sindiotaktik

3. Polipropilena Ataktik

Gambar 2.3 Polipropilena (a) isotaktik, (b) sindiotaktik, (c) ataktik

2.5.2 Pembentukan Radikal Bebas Pada Bahan Polimer 2.5.2.1 Radikal Bebas pada polimerisasi

Pada radikal polimerisasi pusat aktif yang dipelajari adalah mengenai pembentukan radikal bebas. Berdasarkan keberadaan dan kehadiran dari elektron yang tidak berpasangan yang akan menghasilkan suatu radikal bebas yang akan mengakibatkan radikal tersebut dengan mudah bereaksi dengan monomer yang lain, yaitu mengikuti reaksi berikut ini:

R • + CH2 = CHX R – CH2– CHX ... (2.1) Salah satu cara pembentukan radikal pada bahan polimer adalah dengan metode inisiasi polimerisasi yaitu dalam hal ini radikal dihadirkan kedalam sistem dengan tanpa peningkatan nilai dari reaksi tesebut. Radikal tersebut akan masuk kedalam kedudukan bebas atau pada komponen yang terdekomposisi yaitu pada proses polimerisasi dari radikal bebas (suatu zat yang ditambahkan kedalam reaksi tersebut disebut dengan inisiator).

Dekomposisi dari suatu inisiator menjadi suatu radikal bebas menggunakan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan formasi penyusunan aktivasi dari molekul monomer. Namun demikian, penambahan inisiator secara tajam akan meningkat pada tahap awal (formasi pusat aktif) dan karenanya akan mempengaruhi keseluruhan dari reaksi polimerisasi tersebut. Interaksi antara monomer dengan radikal bebas yang ada kepada sistem atau


(44)

dekomposisi dari inisiator tersebut adalah dengan suatu tahap awal yaitu membentuk rantai propagasi. Setelah itu, radikal bebas atau komposisinya secara keseluruhan masuk kedalam bahan polimer dan berinteraksi dengan cara polimerisasi.

Apabila radikal bebas dimasukkan misalnya kedalam suatu sistem, polimerisasi dimulai dengan propagasi dan melewati tahapan inisiasi. Polimerisasi pada komponen buatan akan terdekomposisi menjadi radikal bebas dibawah kondisi dari reaksi yang mengikuti tiga tahap reaksi, namun pada tahapan yang pertama (formasi pusat aktif) hanya akan

membutuhkan sedikit energi aktivasi.Proses ketiga tahap reaksi tersebut dijabarkan sebagai berikut (Strepikheyev, 1971).

(R)2 βR•

R• + A1 R – A1•

R – A1• + A1 R – A2• PROPAGASI ………...

R – Am-1 +A1 R - Am•

R – Am R – An ( m ≤ n ) Terminasi

2.6 Degradasi dengan Inisiator Peroksida

Kemampuan degradasi dari peroksida dapat dilihat dari sifat stabil pelelehannya. Keefektifan stabilitas pelelehan dari penggunaan peroksida belum dapat dipastikan secara teknik konvensional dikarenakan tidak efektifnya konsentrasi dari peroksida yang dapat bereaksi. Karena adanya kekurangan dari teknik digunakan, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan degradasi dari peroksida. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih peroksida:

a. Waktu paruh dari peroksida b. Konsentrasi

c. Jenis radikal yang dihasilkan d. Lingkungan


(45)

(Allen, 1983).

2.7 Proses Grafting

Grafting pada permukaan pada bahan polimer adalah merupakan suatu variasi teknologi yang telah diketahui sangat mempengaruhi kenaikan sifat permukaan dari suatu bahan polimer. Metode ini sedang sangat berkembang dan memiliki fungsi yang sangat besar pada berbagai bidang misalnnya pada serat dan kaca yang akan mempengaruhi dari

stabilitasnya secara termal (Saihi, 2001).

Grafting kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-molekul dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat juga disiapkan oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan

membentuk rantai utama.

Grafting maleat anhidrida pada polipropilena yaitu (PP-g-MA) saat ini merupakan menjadi daya tarik industri yang sedang sangat berkembang dan patut untuk dipertimbangkan dan dikembangkan, karena dapat menghasilkan keselarasan dan peningkatan kereaktifan.

Secara laporan fungsionalisasi yang diterima, proses dilakukan dengan cara grafting maleat anhidrida (MA) kepada polipropilena yang dalam kondisi cair dengan keberadaan suatu peroksida organik.

Reaksi tersebut dapat dijabarkan sebagai suatu mekanisme reaksi radikal. Inisiator peroksida membentuk suatu radikal yaitu yang akan menyerang satu atom hidrogen yang berasal dari karbon tersier polipropilena yang akan membentuk polipropilena makro radikal. Setelah langkah tersebut langkah tersebut akan terjadi grafting dari maleat anhidrida yang mengikuti tahap reaksi sebagai berikut:

a. Pada satu sisi, maleat anhidrida akan bereaksi dengan makro radikal dari polipropilena dan pada sisi lain anhidrat suksinat akan terdistribusi pada sepanjang rantai yang akan terisolasi pada unit tersebut.

b. Pada sisi lain, polipropilena yang bersifat makro radikal diterima sebagai penggerak utama rangkaian b scission, dari radikal atom C sekunder yang menghasilkan b scission

sehingga terjadi suatu penggabungan dengan maleat anhidrida. Grafting dari maleat anhidrida tersebut terhadap polipropilena akan menghasilkan hasil samping yaitu beruapa asam suksinat (Laurent, 2005).


(46)

2.8 Karakterisasi Komposit biodegradabel

Analisa sifat komposit biodegradabel yang diperoleh dapat menunjukan perubahan sifat dari setiap bahan dasar komposit seperti perubahan sifat permukaan komposit biodegradabel seperti yang dilakukan oleh (Wang, 2006) yang mengamti sifat mekanik dari nano materi selulosa dan polipropilena. Serat selulosa, fragmen pada dinding sel dan mikrofibrilnya yang dapat digunakan sebagai bahan penguat dalam komposit biodegradabel. Teknik yang digunakan untuk menentukan sifat mekanik ada dengan metode penetrasi sampel dengan menggunakan indentor pada kedalaman tertentu. Hasil yang diperoleh yaitu kenaikan kekuatan dan ketahanan sampel pada kenaikan nilai selulosa yang ditambahkan,dan terjadinya kenaikan nilai kekuatan lentur pada penambahan bahan polipropilena yang ditambahkan.

2.8.1 Analisa Sifat Thermal Komposit Biodegradabel

Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Dengan menggunakan peralatan modern, sejumlah besar material dapat dipelajari dengan metode ini. Penggunaan analisa termal pada ilmu mengenai zat padat telah demikian luas dan bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Kebanyakan padatan bersifat ‘aktif secara termal’ dan sifat ini menjadi dasar analisa zat padat menggunakan analisa termal. Analisa diferensial termal (DTA) yang mengukur perbedaan suhu (T), antara sampel dengan material referen yang inert sebagai fungsi dari suhu.

Keberadaan DTA dapat digunakan sebagai alat kerakterisasi atau analisa material. Pada suatu sampel yang identitasnya tidak diketahui maka penggunakan DTA saja tidak akan banyak membantu pada identifikasinya. Namun DTA dapat menjadi berguna pada

pembandingan sekelompok material tertentu, misalnya mineral kaolin yang telah disebutkan sebelumnya. DTA juga dapat digunakan sebagai panduan bagi penentuan kemurnian, misalnya transisi dalam besi sangat sensitif dengan kehadiran impuritas; pada penambahan


(47)

0,02 wt% karbon suhu transisi berkurang dari 910oC ke 723oC. Titik leleh juga seringkali dipengaruhi oleh impuritas, terutama apabila impuritas ini dapat memunculkan eutektik dengan titik leleh yang lebih rendah. TGA juga dapat digunakan untuk menetukan

ketidakmurnian, dengan membandingkan hilangnya massa pada dekomposisi dari senyawa tertentu dan dekomposisi yang diharapkan berlangsung pada senyawa murni secara teoritis.

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (T

g) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak T

g (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T

g campuran biasanya berada diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan T

g , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T

g , karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan T

g yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995).

Pada analisa termal differensial sampel diprogram dengan laju terkontrol dan suhu yang terus dipantau. Efek kalor latent pada perubahan fasa, tak tampak

pengeluaran/pengambilan panasnya.

DTA berguna untuk pengukuran derajad kekristalan struktur morfologi berbagai isomer polimer, pengukuran titik transisi gelas, kajian puncak ganda titik leleh polimer isotaktik, transisi-transisi orde satu kopolimer, pengaruh riwayat termal atas sifat, kajian stabilisasi polimer, kinetika pirolisis, pengaruh panjang/jenis gugus samping atas titik leleh, pengaruh laju pemanasan atas titik leleh, juga untuk penyidikan berbagai polimer komersil (Hartomo, 1995).

Analisis thermal diferensial merupakan salah satu cara untuk menentukan sifat panas dari suatu bahan (dalam hal ini polipropilena yang terdegradasi), dengan mengukur


(48)

perbedaan temperatur diantara sampel dengan suatu bahan pembanding yang stabil terhadap perubahan panas.

Analisis thermal differensial adalah suatu cara untuk menentukan perubahan sifat-sifat khusus panas dari suatu bahan sampel dengan mengukur dan mencatat kedua-duanya, temperatur T (oC) diantara suatu sampel yang diukur dan satu bahan pembanding yang panasnya stabil seperti alpha alumina (Afriando , 2009 ).

Pada Analisa Differensial Termal, sampel dan suatu zat inert, yang tidak mengalami transisi termal pada suhu yang diharapkan yang telah ditentukan, dipanaskan pada konsisi yang sama. Perbedaan temperatur akhir dari sampel dan bahan pembanding akan diplotkan pada suatu grafik yang berguna untuk mengetahui dari temperatur dari sampel (Billmeyer, 1984).

Gambar 2.4 Grafik (b) hasil dari set up yang diperlihatkan pada gambar (a), Grafik (d) merupakan jejak DTA yang umum yang merupakan hasil dari pengaturan yang diperlihatkan pada gambar (c).

2.8.2 Spektrofotometer FT-IR

Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merah (IR)


(49)

akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya ( Hummel, 1985 ).

2.8.3. Analisa Sifat Permukaan dengan Pengujian Scanning Electron Microscopy

(SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen.

Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi Rafli, 2008).


(50)

Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ

t) menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F

maks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (A0)

σ

t = Fmaks / Ao ………..………….. (2.2) selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A

o/A = l/lo, dengan l dan l

o masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/l

o) maka diperoleh hubungan: A = A

o/ (l + ε) ………...… (β.γ) Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan- regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Basuki wirjosentono, 1995).

2.8.5 Analisa Ketahanannya Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption)

Pengujian serapan air didefinisikan:

1. Jumlah air yang diserap oleh material komposit ketika direndam dalam air untuk jangka waktu ditetapkan.

2. Rasio berat air yang diserap oleh material, dengan berat bahan kering. Semua bahan polimer organik akan menyerap air sampai batas tertentu yang mengakibatkan pembengkakan, melarutkan, pencucian, plastisasi dan / atau hidrolisis, peristiwa yang


(51)

dapat menyebabkan perubahan warna, kehilangan sifat mekanik dan listrik, resistensi yang lebih rendah terhadap panas dan cuaca dan tekanan yang menakibatkan keretakan. (http://composite.about.com/library/glossary/w/bldef-w6012.htm,).

Penyerapan air digunakan untuk menentukan jumlah air yang diserap dalam kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan air meliputi:

1. Jenis plastik

2. Aditif yang digunakan

3. Temperatur dan lamanya paparan.

Penyerapan air dinyatakan sebagai peningkatan persen berat. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Persen Penyerapan Air = x 100% ………. (β.4) (http://www.plastribution.co.uk/, diunduh April 2011).

2.8.6 Analisa Kemampuannya Terurai di Alam dengan Uji Biodegradable

Beberapa simulasi di laboratorium digunakan untuk mengukur biodegradasi. Degradasi dilakukan di kompos, tanah atau air laut, dalam sebuah reaktor terkontrol. Walaupun lingkungannya sangat berbeda dengan kondisi uji di lapangan, parameter eksternal (temperatur, pH, kelembaban, dll) dapat dikontrol dan ditentukan, dan peralatan analitik dapat difungsikan lebih baik (misalnya analisis residu dan intermediat, penentuan evaluasi CO2 atau konsumsi O2). Untuk mengurangi waktu pengujian penambahan nutrisi dapat meningkatkan aktivitas mikroba dan mempercepat degradasi (Pagga, 1998).

Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan : pengamatan visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran pengurangan berat (penentuan polimer residu), konsumsi O2 dan perubahan CO2, penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan agar), pengukuran DOC, penurunan densitas optik, penurunan ukuran partikel, dan


(52)

C C C C C H H CH3 H H H CH3 H H H + C O O polipropilena

C C C C C

H H CH3 H H H

CH3 H

H + radikal polipropilena C O OH asam benzoat

penentuan asam bebas. Standarisasi uji biodegradasi terbagi berdasarkan lingkungan uji yakni:

a. Pengujian kompos

b. Pengujian biodegradasi anaerobik c. Pengujian biodegradasi di tanah

Metode skrining mikroorganisme dan zona terang (clear zone) diaplikasikan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai polimer plastik dan perbandingannya terhadap jumlah total mikroorganisme (Müller, 2005).

a. Dekomposisi Peroksida

Benzoil Peroksida

b. Penarikan Atom H

Radikal benz oil peroksida C O O O C O 2 C O O


(53)

C C C C C H

H

CH3

H

H CH3 H

H C C H H C CH3 H H + C CH3 H C H H c. Pemutusan

PPd PPd Radikal PPd

Reaksi Grafting Polipropilena Terdegradasi Dengan Maleat Anhidrida: 1. Dekomposisi Benzoil Peroksida (BPO)

Benzoil Peroksida 2. Penarikan Atom H

C CH3

H C H

H

+ C

CH3

H C H

H

H C C

H CH3

C

H HC

CH3 H H

ikatansilangpolipropilena terdegradasi(PPd)

Radikal PPd Radikal PPd C O O O C O 2 C O O

radikalbenzoilperoksida

H C

C CH3

C H2 H C H2 + C O O H C

CH3

C C H2 CH C H2 + C O OH Radikal


(54)

H C CH3 C C H2 CH3 C H2 + C C O O O H C C C H2 CH3 C H2 C C C C O H O O H H3C

3. Garfting Dengan Maleat Anhidrida

C CH3 H C C H2 H3C C

H2 C C C C O H O O

+ H+

dismutasi

4. Transfer Rantai

Radikal PP Maleat anhidrida

Radikal PP-g-MA

PP-g-MA

C CH3 H

C C H2

H3C C

H2

C

H C

CH3

C CH3

C C H2 C

H2 HC C

CH3 H


(55)

C CH3 H C C H2 H3C C

H2

C CH

H +

H C C C C CH3 H C H2 C CH3 H C C H2 H3C C

H2 C CH H C CH3 C C H2 C H a. Kombinasi C CH3 H

C C H2

H3C C

H2

C .C -H C

C O

O O

H +

CH3

C C

H2 C

H C

H2

CH3 C

CH3 H

C C H2

H3C C

H2

C .C- H CH

C O

O O

+

CH3

C C

H2

C C

H2 CH3

PP-g-MA disporposionasi

PP-g-MA Radikal PPd

Radikal PP-g-MA PPd PP-g-MA Radikal PPd PPd C C CH C O H O O +

H C C

H2 H2 C CH CH C O H O O + C C H2 2

CH3 CH3


(1)

Lampiran 14

Gambar 12. Hasil Spektrum FTIR Untuk PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO:DVB (95:5:0,5:0,5:1) setelah ditanam pada tanah sampah selama 1 bulan

Lampiran 15

Spesimen Hasil Uji Tarik


(2)

Gambar 14. Komposit polimer PP:α-Selulosa (95:5)

Gambar 15. Komposit Polimer PP:α-Selulosa:PP-g-MA (95:5:1)

Gambar 16. Komposit Polimer PP:α-Selulosa:PP-g-MA:BPO (95:5:1:1)


(3)

Gambar 19. Komposit Polimer PP:α-Selulosa:BPO:DVB (95:5:1:1) Lampiran 16


(4)

(5)

Gambar 22. Wadah Penguburan Spesimen Pasir

Lampiran 17

Gambar Bahan Baku Pembuatan Komposit Biodegradabel

Gambar 23. Serbuk PP-g-MA

Gambar 24. Serbuk Polipropilena Murni


(6)


Dokumen yang terkait

Pembuatan Komposit Terbiodegradasikan Dari Polipropilena, Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida Dan Pati Biji Cempedak

2 67 64

Pembuatan Komposit Polipropilena Dengan Penguat Serat Polipropilena Terorientasi Dan Bahan Pengikat Anhidrida Maleat

0 36 90

Karakterisasi Komposit Terbiodegradasikan Dari Polipropilena, Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida Dan Tepung Biji Durian

1 6 71

KAJIAN SIFAT FISIKA MATRIKS KOMPOSIT POLIMER DARI POLIPROPILEN-POLIPROPILENA-G-MALEAT ANHIDRIDA DENGAN ALPHA-SELULOSA DARI BERBAGAI SERAT TUMBUHAN MENGGUNAKAN DIVINIL BENZENA SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG.

0 6 9

Karakterisasi Komposit Terbiodegradasikan Dari Polipropilena, Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida Dan Tepung Biji Durian

0 0 13

Karakterisasi Komposit Terbiodegradasikan Dari Polipropilena, Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida Dan Tepung Biji Durian

0 0 2

Karakterisasi Komposit Terbiodegradasikan Dari Polipropilena, Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida Dan Tepung Biji Durian

0 0 5

Pembuatan Komposit Biodegradabel dari α-Selulosa Ampas Tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan Polipropilena dengan Menggunakan Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida dan Divinil Benzena Sebagai Agen Pengikat Silang

0 1 28

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 - Pembuatan Komposit Biodegradabel dari α-Selulosa Ampas Tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan Polipropilena dengan Menggunakan Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida dan Divinil Benzena Sebagai Agen Pengikat Silang

0 0 6

Pembuatan Komposit Biodegradabel dari α-Selulosa Ampas Tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan Polipropilena dengan Menggunakan Polipropilena Tergrafting Maleat Anhidrida dan Divinil Benzena Sebagai Agen Pengikat Silang

0 0 21