Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Batako
PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP
SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
NURWAHYU HIDAYATI
050801020
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NURWAHYU HIDAYATI 050801020
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU
TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
Kategori : SKRIPSI
Nama : NURWAHYU HIDAYATI
Nomor Induk Mahasiswa : 050801020
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Maret 2010
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
(DR. Marhaposan Situmorang) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) NIP : 195510301980131003 NIP : 195503171986011001
(4)
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Maret 2010
NURWAHYU HIDAYATI 050801020
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Abu Ampas
Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Batako”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan kepada seluruh Staf Balai Riset dan Standarisasi Industri Tanjung Morawa Medan, yang telah membimbing dan membantu saya dalam penelitian ini, saya ucapkan terimakasih. Ucapan terima kasih juga saya ajukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, MS, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman saya Izkar, Wulan, Dian, Fitri, Shinta, Zul serta rekan-rekan fisika Stambuk 2005, terima kasih atas semangat dan motivasinya.
Akhirnya tidak terlupakan dan yang teristimewa kepada Ayahanda Chalil, Ibunda Rosidah, Adik saya Nurfazriyati, Pria terindah Briptu Bustanil Arifin, dan semua sanak keluarga. Terima kasih atas doa, dukungan, dan bantuan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan kepada saya selama ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya.
(6)
ABSTRAK
Pembuatan batako dengan penambahan abu ampas tebu dapat juga dipakai sebagai bahan pengganti sebagian pasir. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis batako dengan penambahan abu ampas tebu, yang dilakukan dengan perbandingan bahan campuran batako, yaitu semen : pasir : air adalah 1 : 4 : 0,5. Abu ampas tebu dicampur dengan variasi: 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% menggantikan sebagian fungsi agregat (pasir) dengan mengurangi massa pasir sebesar massa abu ampas tebu tersebut dan sebagai pembanding dibuat campuran dengan kadar abu ampas tebu 0%. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan 10% abu ampas tebu dalam pembuatan batako memiliki karakteristik yang lebih baik,yaitu menghasilkan penyerapan air 11,9%, densitas 1,81 gr/cm3, kuat pukul 0,014x106 J/m2, kuat tekan 9,50 MPa, dan kekerasan 90,7 HB.
(7)
THE INFLUENCE OF THE INCREASE IN BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS
CONCRETE BLOCK
ABSTRACT
The concrete block manufacture can be with the increase in bagasse ash of sugar cane can used also as the replacement material of some sand. This research is done for know the influence on the physical characteristics and block manufacture mechanics characteristics with the increase in bagasse ash of sugar cane, that is done with the comparison of the material of the block manufacture mixture, that is cement : sand: water is 1 : 4 : 0,5. Bagasse ash of sugar cane is mixt with the variation: 10%, 20%, 30%, 40%, and 50% replace some functions of the aggregate (sand) by means of reducing the sand mass of this mass of sugarcane bagasse ash and as the standard is made by the mixture with the level of sugarcane bagasse ash 0%. Results of the research show is use 10% the bagasse ash of sugar cane in the concrete block manufacture has characteristic is better, that is water absorption of 11,9%, density of 1,81 gr/cm3, compressive strength of 9,50 MPa, and hardness of 90,7 HB.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar isi vii
Daftar tabel x
Daftar gambar xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Batasan Masalah 3
1.3Tujuan Penelitian 3
1.4Manfaat Penelitian 3
1.5Tempat Penelitian 4
1.6Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako 6
2.1.1 Jenis-jenis batako 8
2.1.1.1 Batako tras/putih 8
2.1.1.2 Batako semen 9
2.2 Semen 9
2.2.1 Jenis-jenis semen 9
2.2.1.1 Semen hidrolik 9
2.2.1.2 semen non-hidrolik 12
2.2.2 Sifat fisis semen 13
2.2.3 Sifat kimia semen 14
2.3 Agregat 15
2.3.1 Jenis-jenis agregat 15
2.3.1.1 Agregat kasar 15
2.3.1.2 Agregat halus 16
2.4 Air 17
2.5 Bahan tambah (Admixture) 17
2.5.1 Jenis bahan tambah 18
2.5.1.1 Bahan tambah kimia 18
2.5.1.2 Bahan tambah mineral 19
2.6 Karakteristik bahan 20
2.6.1 Sifat fisis 20
2.6.1.1 Penyerapan air 20
2.6.1.2 Densitas 20
(9)
2.6.2.1 Kuat tekan 21
2.6.2.2 Kekerasan 22
2.7 Tebu 22
2.8 Ampas tebu 24
2.8.1 Struktur ampas tebu 24
2.8.2 Karakteristik ampas tebu 25
2.9 Abu ampas tebu 25
2.9.1 Komposisi kimia abu ampas tebu 25
dengan metode difraksi sinar-X BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan bahan 28
3.1.1 Peralatan 28
3.1.2 Bahan 29
3.2 Diagram alir penelitian 30
3.3 Prosedur penelitian 31
3.3.1 Prosedur pembuatan sampel 31
3.3.1.1 Pengeringan 31
3.3.1.2 Pengayakan 31
3.3.1.3 Penimbangan 31
3.3.1.4 Pencampuran 32
3.3.1.5 Pembentukan sampel 32
3.3.1.6 Pengeringan 32
3.3.2 Prosedur pengujian sampel 32
3.3.3.1 Pengukuran penyerapan air 32
3.3.3.2 Pengukuran densitas 33
3.3.3.3 Pengujian kuat tekan 33
3.3.3.4 Pengujian kekerasan 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian 36
4.1.1 Pengukuran penyerapan air 36
4.1.2 Pengukuran densitas 37
4.1.3 Pengujian kuat tekan 39
4.1.4 Pengujian kekerasan 41
4.2 Pembahasan 42
4.2.1 Analisa XRD abu ampas tebu 42
4.2.2 Struktur mikro abu ampas tebu 43
4.2.3 Sifat fisis dan mekanis batako 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 46
(10)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A Variasi campuran bahan LAMPIRAN B Gambar alat-alat percobaan LAMPIRAN C Gambar bahan dan sampel batako
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal 7 sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989
Tabel 2.2 Klasifikasi semen portland utama 10
Tabel 2.3 Persentase komposisi semen portland 11
Tabel 2.4 Struktur ampas tebu (Lacey,J. The 24
Microbicloby of the Bagasse of Sugar Cane- Proc. Of XVII Congress of ISSCT)
Tabel 2.5 Daftar puncak analisis XRD dan komposisi kimia abu ampas tebu 27 Tabel 4.1 Data hasil pengukuran penyerapan air batako 37
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas batako 38 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako 40
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang 8 Gambar 2.2 Metode pengukuran kekerasan menurut brinell 22 Gambar 2.3 Pantulan sinar-X oleh bidang atom S1S1 26
dan S2S2 terpisah pada jarak d
Gambar 4.1 Pola analisis XRD abu ampas tebu 42
Gambar 4.2 Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) 43 abu ampas tebu dengan perbesaran 4000 X
(13)
ABSTRAK
Pembuatan batako dengan penambahan abu ampas tebu dapat juga dipakai sebagai bahan pengganti sebagian pasir. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis batako dengan penambahan abu ampas tebu, yang dilakukan dengan perbandingan bahan campuran batako, yaitu semen : pasir : air adalah 1 : 4 : 0,5. Abu ampas tebu dicampur dengan variasi: 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% menggantikan sebagian fungsi agregat (pasir) dengan mengurangi massa pasir sebesar massa abu ampas tebu tersebut dan sebagai pembanding dibuat campuran dengan kadar abu ampas tebu 0%. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan 10% abu ampas tebu dalam pembuatan batako memiliki karakteristik yang lebih baik,yaitu menghasilkan penyerapan air 11,9%, densitas 1,81 gr/cm3, kuat pukul 0,014x106 J/m2, kuat tekan 9,50 MPa, dan kekerasan 90,7 HB.
(14)
THE INFLUENCE OF THE INCREASE IN BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS
CONCRETE BLOCK
ABSTRACT
The concrete block manufacture can be with the increase in bagasse ash of sugar cane can used also as the replacement material of some sand. This research is done for know the influence on the physical characteristics and block manufacture mechanics characteristics with the increase in bagasse ash of sugar cane, that is done with the comparison of the material of the block manufacture mixture, that is cement : sand: water is 1 : 4 : 0,5. Bagasse ash of sugar cane is mixt with the variation: 10%, 20%, 30%, 40%, and 50% replace some functions of the aggregate (sand) by means of reducing the sand mass of this mass of sugarcane bagasse ash and as the standard is made by the mixture with the level of sugarcane bagasse ash 0%. Results of the research show is use 10% the bagasse ash of sugar cane in the concrete block manufacture has characteristic is better, that is water absorption of 11,9%, density of 1,81 gr/cm3, compressive strength of 9,50 MPa, and hardness of 90,7 HB.
(15)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Semakin meningkatnya kebutuhan gedung dan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui bersama, kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak pernah surut bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari kenyataan bahwa perumahan yang dibuat selalu laku terjual.dan bahan yang digunakan untuk bangunan itu sendiri terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai.
Salah satu masalah dilapangan saat ini yang perlu segera diatasi adalah masalah kebutuhan batu bata sebagai bahan dinding perumahan dan efek kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh pembuatan batu bata itu sendiri dan kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan permintaan akan bahan bangunan juga semakin meningkat. Batako sebagai alternatif pengganti batu bata diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural, yaitu sebagai dinding pengisi yang harus diperkuat dengan rangka yang terdiri dari kolom dan balok beton bertulang yang dicor dalam lubang-lubang batako dan perkuatan dipasang pada sudut-sudut, pertemuan dan persilangan.
Adapun salah satu permasalahan utama dalam menyediakan rumah di Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi bangunan dan lahan. Selama ini berbagai penelitian sudah dilakukan tetapi masih belum ditemukan alternatif teknik konstruksi yang efisien serta penyediaan bahan bangunan dalam jumlah besar dan ekonomis. Hal
(16)
tersebut dapat memberikan suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah industri yang dibiarkan begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran seperti beton, batu bata, batako, dll ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan. Bahan tambah tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash), pozolan, abu sekam padi (rice husk ash), abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane), dan jerami padi (Wisnuwijanarko. 2008).
Pemanfaatan batako yang difokuskan dalam bangunan non struktural perlu adanya peningkatan produk yang dihasilkan, baik dengan cara meningkatkan kualitas bahan material batako sendiri maupun penambahan dengan bahan lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mencampur material dasar batako dengan abu ampas tebu yang merupakan limbah industri dari sisa pengolahan tebu.
Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, abu ampas tebu yang dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam industri bahan bangunan, seperti:
1. Di Mesir telah di adakan penelitian bahwa abu ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai komponen penyusun dalam pembuatan keramik. 2. Telah dicobakan pemanfaatan abu ampas tebu sebagai campuran semen
dengan perbandingan 1 semen : 12 abu ampas tebu, dan ternyata memberi hasil yang lebih kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif dan tentu saja membutuhkan biaya yang lebih ekonomis.
Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan (Anwar. S. 2008).
(17)
Untuk memanfaatkan limbah industri dari sisa pengelolahan tebu, penulis mencoba membuat batako dengan menambahkan abu ampas tebu sebagai bahan pengganti sebagian pasir dengan bahan pengikatnya semen.
1.2Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Mengamati senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.
2. Menerangkan secara rinci pembuatan sampel batako menggunakan abu ampas tebu.
3. Mengamati dan menganalisa bagaimana pengaruh penambahan abu ampas tebu berdasarkan pengujian fisik dan mekanik sampel batako, yang meliputi: - Uji penyerapan air - Uji kuat tekan
- Uji densitas - Uji kekerasan
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik masing-masing sampel batako dengan penambahan abu ampas tebu yang divariasikan persentase komposisinya.
2. Mengetahui senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Alternatif lain dalam konstruksi bangunan untuk memanfaatkan limbah industri pengelolahan tebu yang dibiarkan begitu saja, baik limbah ampas tebu yang berasal dari industri rumah tangga maupun limbah ampas tebu yang
(18)
berasal dari pabrik gula tebu, sehingga biaya konstruksi bangunan dapat menjadi lebih ekonomis.
2. Sumber informasi bahwa limbah ampas tebu yang kemudian dibakar menjadi abu dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan batako, sehingga dapat mengurangi limbah industri dari sisa pengelolahan tebu dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pengembangan dan pemanfaatan limbah industri tersebut.
1.5Tempat Penelitian
Balai Riset dan Standarisasi Industri, Tanjung Morawa, Medan.
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan, pembuatan sampel uji, dan pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.
(19)
BAB V Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan hasil-hasil ysng diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.
(20)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan teknik adalah bahan-bahan yang digunakan pada struktur bangunan dan mesin-mesin. Seperti kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai, bahan-bahan ini banyak dijumpai pada berbagai kayu dan logam serta batu, bata, batako, dan beton (Jensen, A. & Chenoweth,H. Harry. 1991). Salah satu bahan bangunan dalam pembuatan dinding dan lantai adalah batako yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi pasir, semen dan air.
Batako
Batu batuan atau batu cetak yang tidak dibakar (batako) dari tras dan kapur, kadang-kadang juga dengan sedikit semen portland, sudah mulai dikenal oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan sudah pula dipakai untuk pembuatan rumah dan gedung (Frick,Heinz. 1996). Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.
Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Supribadi menyatakan bahwa batako adalah “Semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat
(21)
dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”. Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan Frick Heinz dan Koesmartadi berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan abu ampas tebu sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding (Wisnuwijanarko. 2008).
Berdasarkan SNI-3-0349-1989, persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989
Mutu Kuat tekan minimum (MPa)
I 9,7
II 6,7
III 3,7
(22)
Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25% (Sumaryanto, D. Satyarno,I. & Tjokrodimulyo,K. 2009).
2.1.1 Jenis-jenis batako
Berdasarkan bentuknya, batako digolongkan ke dalam dua kelompok utama:
(a) (b) Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang
Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah kedap panas dan suara.
Batako merupakan batu cetak yang tidak dibakar, berdasarkan bahan bakunya batako dibedakan menjadi 2, yaitu: batako tras/putih dan batako semen.
2.1.1.1 Batako trass/putih
Batako putih terbuat dari campuran trass, batu kapur, dan air, sehingga sering juga disebut batu cetak kapur trass. Trass merupakan jenis tanah yang berasal dari lapukan batu-batu yang berasal dari gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecokelatan. Ukuran batako trass yang biasa beredar di pasaran memiliki panjang 20cm–30cm, tebal 8cm–10cm, dan tinggi 14cm–18cm.
(23)
2.1.1.2 Batako semen
Batako semen dibuat dari campuran semen dan pasir. Ukuran dan model lebih beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya menggunakan dua lubang atau tiga lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat. Nama lain dari batako semen adalah batako pres, yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pres mesin dan pres tangan. Secara kasat mata, perbedaan pres mesin dan tangan dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Di pasaran ukuran batako semen yang biasa ditemui memiliki panjang 36cm–40cm, tinggi 18cm–20cm dan tebal 8cm–10cm (Susanta,G. 2007).
2.2 Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Wang, C. K. & Salmon, C. G. 1993). Semen juga merupakan bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air atau larutan garam (Surdia, T. & Saito, S. 1999).
2.2.1 Jenis-jenis semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
2.2.1.1 Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozollan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna dan semen-semen untuk keperluan khusus (Mulyono,T. 2004).
(24)
Semen yang umum dipergunakan untuk pembuatan batako adalah semen portland dan semen portland pozollan yang merupakan jenis semen hidrolik yang berfungsi untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi padat. Semen portland ini diproduksi untuk pertama kalinya pada tahun 1824 oleh Joseph Aspdin, dengan memanaskan suatu campuran tanah liat yang dihaluskan dengan batu kapur atau kapur tulis dalam suatu dapur sehingga mencapai suatu suhu yang cukup tinggi untuk menghilangkan gas asam karbon. Sebelum tahun 1845 Isaac Johnson membakar bahan yang sama bersama-sama dalam suatu dapur atau pembakaran kapur sampai melebur dan mengeras kembali, sehingga dihasilkan sejenis semen yang amat mirip dan cocok dengan sifat kimia pokok dari portland semen modern (Murdock, L. J. & Brook, K. M.. 1991). Semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan secara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat (umumnya gips). Klinker semen portland dibuat dari batu kapur (CaCO3), tanah liat dan bahan dasar
berkadar besi (Sagel, R. & H. Kesuma,Gideon. 1997).
Adapun klasifikasi semen portland utama pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi semen portland utama
Tipe semen Sifat-sifat Penggunaan utama
Semen penggunaan umum (Tipe I)
MgO, SO3, hilang pada pembakaran.
Kehalusan, pengesetan dan kekuatan secara berturut-turut juga ditentukan. Secara umum mempunyai sifat umum dari semen.
Digunakan secara luas sebagai semen umum untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur. Semen pengeras pada panas sedang (Tipe II)
Ditentukan untuk mempunyai Ca3SiO5 kurang dari 50% dan
Ca3Al2O6 kurang dari 8%. Kalor
hidrasi 70 kal/g atau kurang (7 hari) dan 80 kal/g atau kurang (28 hari) pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan.
Secara umum dipakai untuk beton masif yang besar. Pekerjaan dasar untuk bendungan, jembatan besar dan
(25)
Semen berkekuatan tinggi awal (Tipe III)
Mengandung Ca3SiO5 maksimum
dan gipsum secukupnya untuk pengendalian pensetan. Kekuatan awal (1 hari, 3 hari) diintensifkan /ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas 40 kg/cm2 selama penekanan 3 hari.
Menggantikan semen penggunaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan di musim dingin, konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan jalan dan produk semen. Semen panas
rendah (Tipe IV)
Kalor hidrasi lebih rendah 10 kal/g dari pada semen pengeras pada panas sedang, ditentukan di bawah 60 kal/g (7 hari) dan di bawah 70 kal/g (28 hari). Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan bendungan.
Secara umum dipakai untuk beton masif yang besar. Pekerjaan dasar untuk bendungan, jembatan besar dan bangunan-bangunan besar.
Semen tahan sulfat
(Tipe V)
Ditentukan untuk mempunyai Ca3SiO5 di bawah 50% dan Ca3Al2O6
di bawah 5%. Diusahakan agar kadar Ca3Al2O6 minimum untuk
memperbesar ketahanan terhadap sulfat.
Dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah dan pelapisan dari saluran air dalam terowongan.
Komposisi kimia dari kelima jenis semen portland tersebut pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Persentase komposisi semen portland
Tipe Komposisi dalam persen (%)
Ca3SiO5 Ca2SiO4 Ca3Al2O6 4CaO.Al2O3.Fe2O3 CaSO4 CaO MgO
Tipe I 49 25 12 8 2,9 0,8 2,4
Tipe II 46 29 6 12 2,8 0,6 3
Tipe III 56 15 12 8 3,9 1,4 2,6
Tipe IV 30 46 5 13 2,9 0,3 2,7
(26)
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU, dimana pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium, yang tidak memiliki sifat penyemenan, butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen. Bahan yang mengandung pozollan adalah tras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi. Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2), semen portland pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan pozollan (15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 dalam pozollan minimum 70% (Mulyono,T.,2004),
2.2.1.2 Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis di alam. Kapur telah digunakan selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan. Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih berbentuk kapur tohor (belum berhubungan dengan air) dan akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air. Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium karbonat bersama beserta bahan-bahan pengotornya, yaitu magnesium, silikat, besi, alkali, alumina dan belerang, sehingga kalsium karbonat terurai menjadi kalsium oksida dan karbondioksida dengan reaksi kimia sebagai berikut:
CaCO3 CaO + CO2
Kalsium oksida yang terbentuk disebut kapur tohor, dan jika berhubungan dengan air akan menjadi kalsium hidroksida serta panas. Reaksi kimianya adalah:
CaO + H2O Ca(OH)2 + panas
Proses ini dinamakan proses mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu kalsium hidroksida, sering disebut sebagai kapur mati. Selanjutnya proses pengerasan berlangsung akibat reaksi karbondioksida dari udara dengan kapur mati. Reaksinya adalah sebagai berikut:
(27)
Dari reaksi kimia di atas terlihat bahwa akan terbentuk kembali kristal-kristal kalsium karbonat, sering disebut sebagai kapur putih. Kapur putih ini cocok untuk menjernihkan plesteran langit-langit, untuk mengapur kamar-kamar yang tidak penting dan garasi, atau untuk membasmi kutu-kutu dalam kandang. Kapur putih merupakan komponen utama dari bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Kekuatan kapur sebagai bahan pengikat hanya dapat mencapai sepertiga kekuatan semen portland (Mulyono, T. 2004).
2.2.2 Sifat fisis semen
Sifat–sifat fisis semen adalah :
1. Kehalusan butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan “Turbiditer” dari Wagner atau “Air Permeability” dari Blaine (Mulyono,T. 2004).
2. Waktu pengikatan
Waktu pengikatan adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mencapai keadaan kaku tahap pertama dan cukup kuat untuk menerima tekanan.
Adapun yang mempengaruhi waktu pengikatan adalah : - kehalusan semen
- faktor air-semen - temperatur.
Faktor air semen (F.A.S) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen:
(28)
F.A.S =
semen berat
air berat
Faktor air semen yang rendah (kadar air sedikit) menyebabkan air di antara bagian-bagian semen sedikit, sehingga jarak antara butiran-butiran semen menjadi pendek.Oleh karena itu kekuatan awal lebih dipengaruhi dan akhirnya batuan-semen mencapai kepadatan tinggi (Sagel, R. & H. Kesuma,Gideon. 1997).
Perbandingan air semen menentukan kekuatan beton atau batako. Air yang berlebihan hanya akan mengambil tempat dan menghambat ikatan, karena air yang berlebihan tersebut tidak turut reaksi hidrasi. Bila air yang berlebihan tersebut menguap, retak halus akan tertinggal. Oleh karena itu perbandingan air semen dibuat serendah mungkin. Meskipun demikian air harus cukup, agar beton mudah dicor, dan dapat mengisi ruangan tanpa kekosongan (Vlack,V. 1981).
3. Kepadatan (density)
Massa jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 g/cm3. Pada kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 g/cm3 sampai 3,25 g/cm3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian massa jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut standar ASTM C-188 (Mulyono,T. 2004).
2.2.3 Sifat kimia semen
Semen mengandung Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat C3S dan
Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat C2S sebesar 70–80 %. Unsur-unsur ini
merupakan unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S mulai berhidrasi bila semen terkena air secara eksotermis, berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari dan membutuhkan air 24% dari beratnya. C2S bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan mengurangi penyusutan karena
(29)
pengeringan dan membutuhkan air 21% dari beratnya. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat C3A berhidrasi secara eksotermis, bereaksi secara cepat
dan memberikan kekuatan sesudah 24 jam dan membutuhkan air 40% dari beratnya. Semen yang mengandung unsur ini lebih dari 10%, kurang tahan terhadap serangan sulfat. Sedangkan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat
C4AF kurang begitu besar pengaruhnya terhadap pengerasan beton ataupun batako (Mulyono,T. 2004).
2.3 Agregat
Agregat merupakan komponen beton ataupun batako yang paling berperan dalam menentukan besarnya. Agregat pada beton ataupun batako biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80% volume agregat. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton ataupun massa batako dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat yang berukuran besar. Karena agregat merupakan bahan yang terbanyak di dalam pembuatan beton ataupun batako, maka semakin banyak persen agregat dalam campuran akan semakin murah harga beton ataupun batako. Agregat yang baik seharusnya mempunyai sifat, seperti: keras dan kuat, bersih, tahan lama, massa jenis tinggi, butir bulat dan distribusi ukuran butir yang cocok.
2.3.1 Jenis-jenis agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar dan agregat halus.
2.3.1.1 Agregat kasar
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in.(6 mm). Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disentegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar
(30)
mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen. Jenis agregat agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami. Bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini dapat berasal dari gunung berapi, jenis sedimen, atau jenis metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.
2. Kerikil alami. Kerikil diperoleh dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih rendah daripada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan pengerjaan yang lebih tinggi (Nawy, E. G. 1990).
2.3.1.2 Agregat halus
Agregat yang digunakan dalam pembuatan batako adalah agregat halus yang berupa pasir. Agregat halus yang baik harus bebas dari bahan organik, lempung atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton ataupun batako. Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya. Adapun komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam pasir adalah: 90,30% SiO2, 0,58%
Fe2O3, 2,03% Al2O3, 4,47% K2O, 0,73% CaO, 0,27% TiO2 dan 0,02% MgO
(Sulistiyono. E. 2005).
Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, yang sesuai dengan standard analisis saringan dari ASTM (American Society of Testing and Materials), dimana agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Pasir yang digunakan dalam campuran beton ataupun batako jika dilihat dari sumbernya dapat berasal dari sungai ataupun dari galian tambang (quarry). Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan batako. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai
(31)
campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:
1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. 2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
3.Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.
4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
2.4 Air
Air diperlukan pada pembuatan batako untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan batako. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran batako. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran batako akan menurunkan kualitas batako, bahkan dapat mengubah sifat-sifat batako yang dihasilkan (Mulyono,T. 2004).
Air yang digunakan untuk campuran batako harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak batako atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang digunakan dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam aluminium (termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan (Mulyono,T. 2004). Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24 jam atau jika dapat disaring terlebih dahulu.
Dalam proses pembuatan beton ataupun batako, air mempunyai fungsi sebagai berikut :
(32)
1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tertentu.
2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan pekerjaan.
3. Untuk merawat beton ataupun batako selama pengerasan.
2.5 Bahan tambah (Admixture)
Admixture atau bahan tambah didefenisikan dalam Standard Defenitions of Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton, batako atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi. Dalam penelitian ini dipergunakan abu ampas tebu sebagai bahan tambah dalam pembuatan batako.
2.5.1 Jenis bahan tambah
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton ataupun batako dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
2.5.1.1 Bahan tambah kimia
Menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989 (Ulasan Pedoman Beton 1989: 29), jenis bahan tambah kimia (Chemical admixture) diantaranya yaitu:
(33)
1. Water-Reducing Admixtures
Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Komposisi dari campuran bahan tambah ini diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas:
a. Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam.
b. Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam. c. Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya.
d. Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya. e. Material lain seperti:
- Material inorganik seperti seng, garam-garam, barak, fosfat, dan klorida. - Asam amino dan turunannya.
- Karbohidrat, polisakarin dan gula asam.
- Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silikon, dan hidrokarbon-sulfat.
2. Accelerating Admixtures
Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton. Bahan tambah ini diantaranya yaitu kalsium klorida, senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromida, karbonat, silikat dan terkadang senyawa organik lainnya, seperti tri-etanolamin.
3. Water Reducing, High Range Admixtures
Water Reducing, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Jenis bahan tambah ini berupa plasticizer, yang terdiri dari sulfonat melamin formaldehid, sulfonat nafthalin formaldehid dan modifikasi lignosulfonat tanpa kandungan klorida.
(34)
4. Water Reducing, High Range Retarding Admixtures
Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah ini berupa gabungan superplasticizer, yang dibuat dari sulfonat organik (Mulyono,T.,2004).
2.5.1.2 Bahan tambah mineral
Bahan tambah mineral (Additive) merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton ataupun batako. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton ataupun batako, sehingga bahan tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozollan, fly ash, slag, dan silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini antara lain:
1. Memperbaiki kemudahan dalam pengerjaan beton. 2. Mengurangi panas hidrasi
3. Mengurangi biaya pekerjaan beton
4. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat
5. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika 6. Mempertinggi kekuatan tekan beton
7. Mempertinggi keawetan beton 8. Mengurangi penyusutan
9. Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
2.6 Karakteristik bahan
2.6.1 Sifat fisis
2.6.1.1 Penyerapan air
Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi oleh pori-pori atau rongga yang terdapat pada batako tersebut. Semakin banyak pori-pori yang
(35)
terkandung dalam batako maka akan semakin besar pula penyerapan air sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Sipayung. M. 1995).
Persentase penyerapan air dirumuskan sebagai berikut: %
100
(%) x
m m m air
Penyerapan
k k b −
= ... (2.1)
Dengan:
mb = Massa basah dari sampel (gr)
mk = Massa kering dari sampel (gr)
2.6.1.2 Densitas
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Semakin besar densitas yang terdapat pada suatu benda maka semakin rendah porositasnya (Maria, R. 2009).
Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis berikut:
V m
Densitas(ρ)= ... (2.2) Dengan:
ρ = densitas benda uji (gr/cm3) m = massa benda uji (gr) V = volume benda uji (cm3)
(36)
2.6.2 Sifat mekanis
2.6.2.1 Kuat tekan
Kuat tekan (Compressive strength) suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut (Maria, R. 2009).
Untuk menghitung besarnya kuat tekan dipergunakan persamaan matematis berikut:
A P
fc = ... (2.3) Dengan:
fc = Kuat tekan (MPa)
P = Beban maksimum (N) A = Luas penampang bahan (m2)
Tekanan adalah suatu kuantitas skalar. Satuan dalam sistem internasional dari tekanan adalah Pascal, yang disingkat Pa, dimana 1 Pa = 1 N/m2 (Halliday & Resnick. 1992).
2.6.2.2 Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan yang besar. Dalam penelitian ini dipergunakan metode kekerasan brinell, karena metode ini sangat cocok untuk mengukur bahan-bahan yang tidak homogen.
Pada metoda menurut brinel, sebuah peluru baja yang dikeraskan ditekankan pada permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu (gambar 2.2).
(37)
Bidang Pendukung Gaya desakan
Penekan
Benda Uji d
Gambar 2.2 Metode pengukuran kekerasan menurut brinell
Benda uji tersebut harus didukung secara merata oleh bidang pendukung yang cukup tebal, sebab kalau tidak demikian, kekerasan bidang pendukung tersebut ikut terukur (Van Vliet,G.L.J.,1984).
2.7 Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anwar. S. 2008).
Tebu merupakan salah satu tanaman pengumpul silikon (Si) yaitu tanaman yang serapan Si-nya melebihi serapannya terhadap air. Selama pertumbuhan (1 tahun), tebu menyerap Si sekitar 500-700 kg per ha lebih tinggi dibanding unsur-unsur lainnya. Sebagai pembanding, dalam kurun waktu yang sama tebu menyerap antara 100-300 kg K, 40-80 kg P, dan 50-500 kg N per ha (Yukamgo, E. dan Yuwono, N. W. 2007).
Adapun varietas tebu terbagi beberapa jenis dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tebu ratu/raja adalah tebu yang paling besar ukurannya, batangnya kuat berwarna
kekuningan dan banyak mengandung air. Diameter batang dapat mencapai + 6 cm. 2. Tebu tiying adalah tebu yang kulit batangnya keras dan kaku menyerupai
tiying/bambu. Batang berwarna agak kuning, diameter batang 3-5 cm, panjang ruas 5-11 cm dan tingginya dapat mencapai + 5 m.
(38)
3. Tebu kuning/arjuna adalah tebu yang menyerupai tebu tiying batangnya berwarna kuning mulus, licin, airnya banyak, dan rasanya paling manis.
4. Tebu tawar/tabah adalah tebu yang perawakannya mirip dengan tebu tiying dengan kulit batang berwarna kuning kehijauan. Batang mengandung banyak air dan rasanya tawar/tabah/blangsah.
5. Tebu swat adalah tebu yang mirip dengan tebu kuning, namun pada ruas terdapat garis-garis hijau memanjang (swat/garis) dan rasanya kurang manis.
6. Tebu selem (ireng/hitam/cemeng) adalah tebu yang kulit batangnya berwarna coklat kehitaman. Diameter batang 2-4 cm, tinggi 4-5 m. Perawakannya besar mirip tebu ratu. Batangnya banyak mengandung air dan rasanya kurang manis. 7. Tebu malem adalah tebu yang mirip dengan tebu ratu, hanya saja ruas batangnya
lebih pendek, lebih keras, kadar airnya lebih sedikit dan lebih manis.
8. Tebu salah adalah tebu yang perawakannya mirip gelagah (Saccharum spontaneum). Batang berwarna kuning keputihan, berdiameter 2-3,5 cm dan panjang ruas 7-11 cm. Kadar airnya lebih banyak dan rasanya lebih manis.
2.8 Ampas tebu
Ampas tebu (bagasse of sugar cane) adalah campuran dari serat yang kuat, dengan jaringan parenkim yang lembut, yang mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi, dihasilkan melalui penggilingan tebu. Pada proses penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan dari batang tebu, dimana pada hasil penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima menghasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda. Setelah gilingan terakhir menghasilkan ampas tebu kering. Pada proses penggilingan awal yaitu proses penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah. Hasil dari ampas tebu gilingan kedua ditambahkan susu kapur (3Be) yang berfungsi sebagai senyawa yang menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Penambahan senyawa ini dilakukan pada penggilingan ketiga, keempat dan kelima dengan volume yang berbeda-beda. Semakin
(39)
sedikit nira dalam ampas tebu, semakin banyak susu kapur (3Be) yang ditambahkan (Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. & Wigroho, H. Y. 2006).
2.8.1 Struktur ampas tebu
Adapun struktur pembentuk serat ampas tebu terdiri dari Cellulosa, Hemicellulosa, Pentosans dan Lignin yang komposisinya pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Struktur ampas tebu (Lacey,J. The Microbicloby of the Bagasse of Sugar Cane- Proc. Of XVII Congress of ISSCT)
No Komponen % Berat Kering
1 Cellulosa 26% - 43%
2 Hemicellulosa 17% - 23%
3 Pentosans 20% - 33%
4 Lignin 13% - 22%
Melihat komposisi ampas tebu pada tabel 2.4, serat ampas tebu memiliki kandungan cellulosa paling banyak dan cellulosa adalah kandungan yang mengandung gula.
2.8.2 Karakteristik ampas tebu
Ampas tebu mempunyai rapat total (bulk density) sekitar 0,125 gr/cm3, kandungan kelembaban (moisture content) sekitar 48% menurut Hugot (HandBook of cane Sugar Engineering, 1986). Nilai diatas diambil dari penelitian terhadap ampas tebu basah. Ampas tebu basah mempunyai kapasitas kalor dalam jumlah yang besar.
Ampas tebu mempunyai berbagai macam kegunaan, dibeberapa negara limbah pabrik tersebut untuk keperluan diberbagai bidang industri, misalnya ampas tebu dibuat menjadi plastik, kertas serta dapat dibuat papan partisi. Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang
(40)
bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan (Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. & Wigroho, H. Y. 2006).
2.9 Abu ampas tebu
Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas tebu, terdiri atas garam-garam inorganik. Pada saat ampas tebu dibakar pada boiler, perubahan menjadi arang (klinker) dengan perubahan warna menjadi warna yang cerah keunguan (Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. & Wigroho, H. Y. 2006).
2.9.1 Komposisi kimia abu ampas tebu dengan metode difraksi sinar-X
Difraksi sinar-X adalah sebuah alat yang sangat ampuh untuk mempelajari susunan atom-atom di dalam kristal. Untuk melakukan hal tersebut secara kuantitatif mengharuskan bahwa gelombang sinar-x diketahui (Halliday & Resnick. 1992).
Sinar-X yang dipantulkan, dibiaskan dan diteruskan apabila melalui suatu bahan. Andaikan garis-garis S1S1, S2S2 dan S3S3 seperti gambar 2.3, mewakili
bidang-bidang atom yang sejajar dengan permukaan hablur dan dipisah satu sama lain pada jarak d. Andaikan garis-garis AB dan A’B’ mewakili lintasan alur sinar-X pada panjang gelombang yang menuju ke bidang-bidang hablur pada sudut θ terhadap bidang dan masing-masing dipantulkan dalam arah BC dan B’C’. Supaya gelombang dari B’ dapat menguatkan gelombang yang dipantulkan dari B di CC’ , kedua gelombang mestilah sefasa. Dengan kata lain, beda lintasan antara gelombang A’B’C’ terhadap gelombang ABC mestilah merupakan kelipatan bulat panjang gelombang sinar-X itu, yaitu:
(41)
Gambar 2.3: Pantulan sinar-X oleh bidang atom S1S1
dan S2S2 terpisah pada jarak d
(A’B’ + B’C’) – (AB + BC) = nλ ………. (2.4) Oleh sebab DB’ = B’E = d sin θ , maka syarat di atas dipenuhi apabila:
2d sin θ = nλ ………… (2.5)
Persamaan (2.5) dinamakan sebagai syarat Bragg dan sudut θ dikenal sebagai sudut Bragg untuk penyinaran sinar-X oleh bidang-bidang atom hablur yang dipisahkan pada jarak d dan n = 1,2,3,……
Berdasarkan analisis difraksi sinar-X (XRD) pada abu ampas tebu, diperoleh tabel 2.5.
Tabel 2.5 Daftar puncak analisis XRD dan komposisi kimia abu ampas tebu
Posisi (2θ) Intensitas relatif (%)
Jarak antar kisi (d) (Å)
Nama kimia Rumus kimia
20,68o 26,53o 35,41o 40,00o
19,17 100 3,59 3,26
3,36 4,29 2,54 2,26
Silika Karbon Silika karbon Titanium oksida
SiO2
C SiC Ti6O
(42)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu: 1. Ayakan 100 Mesh
Berfungsi untuk pembutiran pasir dan abu ampas tebu. 2. Neraca analitik
Berfungsi untuk menimbang bahan. 3. Pengaduk (Mixer)
Berfungsi mengaduk semua bahan agar homogen. 4. Cetakan (Silinder berdiameter 50 mm)
Berfungsi sebagai tempat mencetak batako. 5. Pengepresan (150 Kg.f)
Berfungsi memadatkan campuran bahan pembentuk batako sehingga menjadi bentuk silinder dan balok.
6. Universal Testing Machine (UTM)
Berfungsi menguji kekuatan tekan sampel batako. 7. Jangka sorong
Berfungsi mengukur diameter dan tebal sampel batako. 8. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
(43)
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: 1. Semen portland pozollan
2. Pasir sungai 3. Abu ampas tebu 4. Air
(44)
3.2 Diagram alir penelitian
Sampel:
Ampas tebu dijemur pada panas matahari hingga kering
Abu ampas tebu (AAT) diayak dengan ayakan 100 Mesh
Pencetakan
Beban pengepresan (1470 N/m2)
Pengeringan pada suhu ruangan (270C)
Pengujian sampel
Densitas Kuat tekan Penyerapan air
Data
Analisa data
Ampas tebu dibakar dengan suhu 2000C
Kekerasan
Diskusi
Abu ampas tebu + pasir + semen + air
Perbandingan semen : pasir : air = 1 : 4 : 0,5 dan komposisi AAT 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari massa pasir
(45)
3.3 Prosedur penelitian
3.3.1 Prosedur pembuatan sampel
3.3.1.1 Pengeringan
Ampas tebu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sampai kadar air yang terkandung dalam ampas tebu tersebut hilang. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan pembakaran ampas tebu dan pembakaran ampas tebu dilakukan dengan suhu 2000C.
3.3.1.2 Pengayakan
Abu ampas tebu di ayak menggunakan alat dengan jenis Retsch Tests Sieve A Stmell 149 micron (gambar alat terlampir). Hasil pengayakan berupa serbuk halus 100 mesh.
3.3.1.3Penimbangan
Semua bahan ditimbang dengan menggunakan neraca analitis (gambar alat terlampir). Perbandingan semen, agregat (pasir + abu ampas tebu) dan air adalah 1 : 4 : 0,5. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perbandingan persentase komposisi yang divariasikan, yaitu semen dengan variasi komposisi tetap 20%, pasir 80%, dan abu ampas tebu dengan komposisi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% yang massanya diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut.
3.3.1.4Pencampuran
Pencampuran dilakukan untuk masing-masing komposisi menggunakan mixer (gambar alat terlampir), yaitu semen + pasir + abu ampas tebu diaduk sampai homogen dan ditambahkan air, kemudian diaduk lagi sampai campuran homogen selama ± 15 menit.
(46)
3.3.1.5Pembentukan sampel
Campuran yang sudah diaduk dan merata, dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder (berdiameter 50 mm), dan dipadatkan dengan beban pengepresan sebesar 150 Kg.f (gambar alat terlampir), kemudian dikeluarkan sampel batako dari cetakan tersebut.
3.3.1.6Pengeringan
Pengeringan dilakukan di tempat yang temperaturnya rendah atau pada suhu ruangan (27°C) dan terhindar dari sinar matahari karena penguapan rendah, kelembaban menjadi rendah, dengan demikian dapat mengurangi kecepatan menguapnya air dari permukaan karena jika kecepatan pengeringan terlalu tinggi akan mengakibatkan sampel batako menjadi retak-retak. Pengeringan dilakukan selama 28 hari, kemudian dilakukan pengujian fisis dan mekanis.
3.3.2 Prosedur pengujian sampel
3.3.2.1 Pengukuran penyerapan air
Pengukuran penyerapan air terhadap sampel batako ini dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Pengukuran penyerapan air (water absorbtion) menggunakan sampel batako berbentuk silinder. Jumlah sampel batako yang diukur terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%. Perhitungannya dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.1).
(47)
Cara pengujian:
1. Sampel ditimbang massanya (mk).
2. Sampel direndam dalam air selama 24 jam.
3. Sampel diangkat dari rendaman, setelah permukaan sampel kering ditimbang massanya (mb).
3.3.2.2 Pengukuran densitas
Pengukuran densitas terhadap sampel batako ini dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Pengukuran densitas menggunakan sampel batako berbentuk silinder. Jumlah sampel batako yang diukur terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%. Perhitungannya dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.2).
Cara Pengujian:
Sampel diukur diameternya (d) dan tebalnya (t), kemudian ditimbang massanya (m).
3.3.2.3 Pengujian kuat tekan
Pengujian kuat tekan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine kapasitas 5000 kg (gambar alat terlampir). Jumlah sampel batako yang diuji
(48)
terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%. Perhitungannya dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.3).
Cara pengujian:
1. Sampel yang akan diuji diukur diameternya (d).
2. Sampel diletakkan di atas bentangan penumpu dan tepat berada di tengah di bawah penekan.
3. Jarum penunjuk pada alat UTM tersebut diatur sehingga menunjukkan angka nol.
4. Alat dihidupkan, kemudian setelah sampel hancur, dicatat angka yang ditunjukkan pada alat sebagai nilai P.
3.3.2.4 Pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. Pengujian kekerasan menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915 (gambar alat terlampir). Jumlah sampel batako yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%
(49)
Cara pengujian:
Pengukuran kekerasan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Brinell, dimana hasil pengujian langsung tertera dimonitor alat, dalam satuan HB (Hardness Brinell).
(50)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
4.1.1 Pengukuran penyerapan air
Hasil pengukuran penyerapan air pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen, abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.1.
Perhitungan menentukan penyerapan air sampel batako berdasarkan persamaan 2.1 dengan data lampiran D.
Diketahui:
• Massa kering (mk) = 92,5 gr • Massa basah (mb) = 103,5 gr
• Maka, penyerapan air (%) = x100%
m m m k k b −
= 100%
5 , 92 5 , 92 5 , 103 x −
= 11,9 %
Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata: Penyerapan air rata-rata =
3 % 7 , 10 % 2 , 10 % 9 ,
11 + +
= 10,9%
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6 dengan tabel 4.1.
(51)
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran penyerapan air batako
No Variasi campuran
Massa basah (gr) Massa kering (gr) Penyerapan Air (%) Penyerapan air Rata-rata (%) SNI 03-0349-1989
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
103,5 92,5 11,9
10,9
Penyerapan air maksimum
25% 102,5 93,0 10,2
103,0 93,0 10,7 2 8%AAT+72%Pasir
+20%Semen
100,5 90,0 11,7
11,9 100,5 89,5 12,3
100,0 89,5 11,7 3 16%AAT+64%Pasir
+20%Semen
95,5 85,0 12,3
12,3 95,5 85,0 12,3
95,0 84,5 12,4 4 24%AAT+56%Pasir
+20%Semen
95,5 84,5 13,0
13,0 95,5 84,5 13,0
95,0 84,0 13,1 5 32%AAT+48%Pasir
+20%Semen
94,5 83,0 13,8
14,1 94,5 82,5 14,5
94,0 82,5 13,9 6
40%AAT+40%Pasir +20%Semen
93,0 81,0 14,8
14,7 92,0 80,5 14,3
92,5 80,5 14,9
Keterangan: AAT = Abu Ampas Tebu
4.1.2 Pengukuran densitas
Hasil pengukuran densitas pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen, abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.2.
Perhitungan menentukan densitas sampel batako berdasarkan persamaan 2.2 dengan data lampiran D.
Diketahui:
• Massa batako (m) = 92,5 gr • Volume batako (V) = d .t
4 2
π , dimana d = 50 mm dan t = 25 mm = (50) .25
4 14 ,
3 2
= 49062,5 mm3 = 49,06 cm3
(52)
• Maka, densitas (ρ) = V m = 06 , 49 5 , 92
= 1,88 gr/cm3
Untuk perhitungan densitas rata-rata: Densitas rata-rata (ρ) =
3 / 93 , 1 / 93 , 1 / 88 ,
1 gr cm3 + gr cm3 + gr cm3
= 1,91 gr/cm3
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6 dengan tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas batako
No Variasi campuran Massa (gr) Volume (cm3) Densitas (gr/cm3)
Densitas Rata-rata (gr/cm3)) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
92,5 49,06 1,88
1,91
93,0 48,08 1,93
93,0 48,08 1,93
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
90,0 50,04 1,79
1,81
89,5 49,06 1,82
89,5 49,06 1,82
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
85,0 48,08 1,77
1,78
85,0 48,08 1,77
84,5 47,10 1,79
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
84,5 48,08 1,76
1,76
84,5 48,08 1,76
84,0 48,08 1,75
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
83,0 48,08 1,73
1,73
82,5 47,10 1,75
82,5 48,08 1,71
6
40%AAT+40%Pasir +20%Semen
81,0 49,06 1,65
1,67
80,5 48,08 1,67
80,5 48,08 1,67
(53)
4.1.3 Pengujian kuat tekan
Hasil pengujian kuat tekan pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen, abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.3.
Perhitungan menentukan kuat tekan sampel batako berdasarkan persamaan 2.3 dengan data lampiran D.
Diketahui:
• Beban maksimum (P) = 1940 kg.f
= 1940 kg x 9,8 m/s2 = 19012 N
• Luas permukaan batako (A) = 2 4d
π , dimana d = 50 mm = (50)2
4 14 , 3
= 1962,5 mm2 = 0,0019 m2 • Maka, kuat tekan (fc) =
A P = 0019 , 0 19012
N/m2 , dimana 1 N/m2 = 1 Pa = 10006315,79 Pa
= 10,0 MPa
Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata: Kuat tekan rata-rata (fc) =
3 90 , 9 93 , 9 0 ,
10 MPa+ MPa+ MPa
= 9,94 MPa
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6 dengan tabel 4.3.
(54)
Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako
No Variasi campuran Diameter (mm) Beban maksimum (Kg.f) Kuat tekan (MPa) Kuat tekan Rata-rata (MPa) Mutu Kuat tekan minimum (MPa) SNI 03- 0349-1989
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
50 1940 10,0
9,94 I 9,7
50 1925 9,93
50 1920 9,90
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
50 1865 9,62
9,50 II 6,7
50 1840 9,49
50 1820 9,39
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
50 1680 8,66
8,54 II 6,7
50 1650 8,51
50 1640 8,46
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
50 1520 7,84
7,79 II 6,7
50 1490 7,68
50 1525 7,86
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
50 1240 6,39
6,38 III 3,7
50 1215 6,27
50 1255 6,47
6
40%AAT+40%Pasir +20%Semen
50 1070 5,52
5,42 III 3,7
50 1025 5,29
50 1055 5,44
(55)
4.1.4 Pengujian kekerasan
Hasil pengujian kekerasan pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen, abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan batako
No Variasi campuran Kekerasan (HB)
Kekerasan Rata-rata (HB) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
90
91,0 92
91 2 8%AAT+72%Pasir
+20%Semen
91
90,7 91
90 3 16%AAT+64%Pasir
+20%Semen
91
90,3 90
90 4 24%AAT+56%Pasir
+20%Semen
88
87,0 86
87 5 32%AAT+48%Pasir
+20%Semen 83 84,3 86 84 6 40%AAT+40%Pasir +20%Semen 82 82,3 82 83
(56)
Posisi [o2 Theta] 4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa XRD abu ampas tebu
Gambar 4.1. Pola analisis XRD abu ampas tebu (Aigbodion. V. S, dkk. 2010)
Dari hasil analisis XRD (Aigbodion. V. S, dkk. 2010), puncak difraksi terbesar berada pada 20,68o, 26,53o, 35,41o dan 40,00o dan jarak antar bidang masing-masing adalah 4,29 Å, 3,36 Å, 2,54 Å dan 2,26 Å dengan intensitas relatif yang dihasilkan dari difraksi sinar-x berturut-turut adalah 19,17%, 100%, 3,59% dan 3,26% dan masing-masing fase pada puncak ini dinamakan sebagai silika (SiO2), karbon (C),
silika karbon (SiC) dan titanium oksida (Ti6O).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa karbon mempunyai persentase tertinggi dari seluruh senyawa yang dihasilkan oleh XRD (Aigbodion. V. S, dkk. 2010).
Posisi 2θ I
n t e n s i t a s
(57)
Unsur karbon yang terdapat dalam abu ampas tebu ini berfungsi sebagai pengikat agregat dalam pembuatan batako karena unsur ini memiliki keunikan dalam kemampuannya untuk membentuk ikatan kimia dengan banyak jenis unsur lain, seperti SiC, CO2, CaCO3 dan membentuk hampir 10 juta jenis
(Wikipedia. 2010).
4.2.2 Struktur mikro abu ampas tebu
Gambar 4.2 Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) abu ampas tebu dengan perbesaran 4000 X (Siripairod, H. dkk. 2008)
Dari gambar hasil SEM abu ampas tebu (Siripairod, H. dkk. 2008), memiliki pori-pori dengan ukuran yang bermacam-macam. Selain itu juga terlihat gumpalan putih yang merupakan partikel dari abu ampas tebu, dan kristal yang terbentuk adalah kristal campuran dari kristal kecil dan besar, dimana kristal yang berukuran besar mengandung lebih banyak senyawa silika (SiO2) sehingga terlihat ketidakseragaman
ukuran butir abu ampas tebu akibat tidak meratanya senyawa silika (SiO2) yang
tersebar pada abu ampas tebu.
Pori
Partikel abu ampas tebu
(58)
4.2.3 Sifat fisis dan mekanis batako
Dari data hasil pengukuran penyerapan air, pengukuran densitas, pengujian kuat tekan dan pengujian kekerasan, masing-masing dari tabel (4.1), tabel (4.2), tabel (4.3) dan tabel (4.4), diperoleh grafik sebagai berikut:
y = -0.2357x + 92.314
y = 0.0939x + 10.938 y = -0.1168x + 10.265 y = -0.0052x + 1.881 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 10 20 30 40 50
Komposisi AAT (%)
K a ra k te ri s ti k b a ta k
o Penyerapan air (%)
Densitas (gr/cm3) Kuat tekan (MPa) Kekerasan (HB)
Gambar 4.3. Grafik karakteristik batako terhadap komposisi AAT
Dari grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu dengan kadar yang lebih tinggi sebagai bahan pengganti sebagian pasir pada batako menyebabkan penurunan nilai kuat tekan dan kekerasan batako. Hal ini mungkin saja disebabkan berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) karena senyawa silika
(59)
sangat berpengaruh pada sifat kekerasan dan kekuatan batako tersebut. Oleh karena kandungan senyawa silika (SiO2) semakin berkurang dengan penambahan abu ampas
tebu maka akan menyebabkan ketahanan batako akan menurun. Meskipun demikian, penggunaan abu ampas tebu ini dapat memperkecil nilai densitas sehingga massa batako menjadi lebih ringan dan dapat mempermudah dalam melakukan pengerjaan batako.
Dari grafik 4.3 di atas juga menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu dapat meningkatkan persentase penyerapan air. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) akibat penambahan abu ampas tebu
karena senyawa silika (SiO2) juga berpengaruh terhadap pori-pori pada batako,
akibatnya pori-pori pada batako cenderung semakin banyak. Jadi semakin banyak pori-pori yang terdapat pada batako maka semakin besar pula penyerapan air oleh batako tersebut. Hal ini sesuai dengan hubungan dimana semakin kecil densitas bahan yang digunakan maka semakin besar penyerapan air oleh bahan tersebut sehingga kekuatan bahan cenderung akan menurun. Walaupun menghasilkan persentase penyerapan air yang lebih besar, akan tetapi nilai persentase penyerapan air yang dihasilkan masih memenuhi syarat dari SNI 03-0349-1989.
Ditinjau menurut persyaratan kuat tekan minimum batako pejal (SNI-3-0349-1989) sebagai bahan bangunan dinding, batako normal (0% abu ampas tebu) memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu I, dimana kuat tekan minimum batako mutu I adalah 9,7 MPa, sedangkan batako dengan campuran 8%, 16% dan 24% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu II, dimana kuat tekan minimum batako mutu II adalah 6,7 MPa, batako dengan campuran 32% dan 40% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu III, dimana kuat tekan minimum batako mutu III adalah 3,7 MPa.
(60)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari analisa data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Abu ampas tebu dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat (pasir) dalam pembuatan batako karena karakteristik batako memenuhi syarat SNI-3-0349-1989.
2. Hasil pengujian kuat tekan, kekerasan dan penyerapan air pada batako menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan pengganti sebagian pasir kurang memberi kontribusi yang positif. Hal ini mungkin saja disebabkan berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) karena senyawa
silika (SiO2) berfungsi sebagai bahan pengisi yang menguatkan struktur batako
sehingga sangat berpengaruh pada sifat kekerasan, kekuatan dan pori-pori batako. Oleh karena kandungan senyawa silika (SiO2) semakin menurun
dengan penambahan abu ampas tebu maka akan menyebabkan ketahanan batako menurun dan pori-pori batako semakin banyak.
3. Penggunaan abu ampas tebu dalam pembuatan batako menghasilkan densitas yang kecil, sehingga massa batako dapat menjadi lebih ringan dan dapat mempermudah dalam melakukan pengerjaan batako.
4. Berdasarkan klasifikasi mutu dan kuat tekan minimum batako pejal (SNI-3-0349-1989) sebagai bahan bangunan dinding, batako normal (0% abu ampas tebu) memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu I, dimana kuat tekan minimum batako mutu I adalah 9,7 MPa, sedangkan batako dengan campuran 8%, 16% dan 24% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu II, dimana kuat tekan minimum batako mutu II adalah 6,7 MPa,
(61)
batako dengan campuran 32% dan 40% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu III, dimana kuat tekan minimum batako mutu III adalah 3,7 MPa.
5. Nilai persentase penyerapan air memenuhi syarat SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), dimana nilai persentase penyerapan air lebih kecil dari syarat penyerapan air maksimum yaitu 25 %.
5.2 Saran
1. Dalam pembuatan batako, diharapkan untuk mencampur semua bahan secara merata agar campuran semua bahan menjadi lebih homogen dan nantinya batako menjadi lebih padat.
2. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan abu ampas tebu dalam pembuatan batako sebagai bahan pengganti sebagian semen untuk mendapatkan batako dengan karakterisasi yang lebih baik lagi.
3. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan pengujian lainnya, seperti absorpsi bunyi.
(62)
DAFTAR PUSTAKA
Aigbodion. V. S, dkk. 2010. Potential Utilization of Solid Waste (Bagasse Ash). Diakses tanggal 12 Februari 2010.
Anwar, S. 2008. Ampas Tebu. Diakses tanggal 20 Agustus 2009. http://redant04.blogspot.com/2008/08/ampas-tebu.html.
Frick, Heinz. 1996. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta. Kanisius.
Halliday & Resnick. 1992. Fisika. Jilid 1 & 2. Edisi 3. Terjemahan oleh Pantur Silaban & Erwin Sucipto. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Jensen, A. dan Chenoweth,H. Harry. 1991. Kekuatan Bahan Terapan. Edisi ke-4. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Maria, R. 2009. Pemanfaatan Limbah (Oil Sludge) Pertamina Sebagai Bahan Utama
Dalam Pembuatan Bata Konstruksi Paving Block. Tesis. Medan. Universitas
Sumatera Utara.
Mulyono, T. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta. ANDI.
Murdock, L. J. dan Brook, K. M.. 1991. Bahan dan Praktek Beton. Terjemahan oleh Stephanus Hindarko. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Nawy, E. G. 1990. Beton bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Cetakan Pertama. Terjemahan oleh Bambang Suryoatmono. Bandung. Penerbit PT. Eresco. Sagel, R. dan H. Kesuma,Gideon. 1997. Pedoman Pengerjaan Beton. Cetakan ke-5.
Jakarta. Penerbit Erlangga.
Sipayung, M. 1995. Penentuan Kerapatan dan Pengukuran Koefisien Serapan Bahan
Con Block dan Fiber Con Block Dengan Teknik Nuklir. Tesis. Yogyakarta.
Universitas Gajah Mada.
Siripairod, H. dkk. 2008. Development of Concrete Flooring Tiles by Wastes,
Bagasse ash and Fly ash for Replacing Type I Portland cement. Diakses
tanggal 15 Februari 2010.
Sulistiyono, E. 2005. Kajian Proses Ekstraksi Unsur Besi dari Pasir Kuarsa. Serpong. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI.
(63)
Sumaryanto, D. Satyarno,I. dan Tjokrodimulyo,K. 2009. Batako Padi Komposit
Mortar Semen. Diakses tanggal 25 Oktober 2009. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/cef/article/viewFile/17499/1741.
Surdia, T. dan Saito, S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan ke-6. Jakarta. PT Pradnya Paramita.
Susanta, G. 2007. Dinding. Cetakan pertama. Jakarta. Penebar swadaya.
Van Vlack, Lawrence H. 1981. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi ke-5. Terjemahan Sriati Djaprie. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Van Vliet, G. L. J. dan Both. W. 1984. Teknologi untuk Bangunan Mesin
Bahan-bahan I. Terjemahan Haroen. Jakarta. Erlangga.
ang, C. K. dan Salmon, C. G. 1993. Disain Beton Bertulang. Terjemahan oleh binsar Hariandja. Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. dan Wigroho, H. Y. 2006. Pemanfatan Abu Ampas
Tebu Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Semen dalam Pembuatan Beton.
Diakses tanggal 20 Agustus 2009.
Wikipedia. 2010. Karbon. Diakses tanggal 15 Februari 2010.
Wisnuwijanarko. 2008. Konstruksi Bangunan. Diakses tanggal 25 Oktober 2009. ringan_10.html.
Yukamgo, E. dan Yuwono, N. W. 2007. Peranan Silikon Sebagai Unsur Bermanfaat
Pada Tanaman Tebu. Diakses tanggal 25 Oktober 2009.
(64)
LAMPIRAN A
VARIASI CAMPURAN BAHAN
No Komposisi Semen (gr) Pasir (gr) Abu ampas tebu (gr)
1 0% AAT + 80% Pasir +
20% Semen 20 80 0
2 8% AAT + 72% Pasir +
20% Semen 20 72 8
3 16% AAT + 64 Pasir +
20% Semen 20 64 16
4 24% AAT + 56% Pasir +
20% Semen 20 56 24
5 32% AAT + 48% Pasir +
20% Semen 20 48 32
5 40% AAT + 40% Pasir +
20% Semen 20 40 40
Keterangan:
Massa semen : Massa pasir adalah 1 : 4 AAT : Abu Ampas Tebu
(65)
LAMPIRAN B
GAMBAR ALAT-ALAT PERCOBAAN
1. Ayakan 100 Mesh
(66)
3. Mixer
4. Cetakan (Silinder berdiameter 50 mm)
(67)
6. Universal Testing Machine (UTM)
7. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
(68)
LAMPIRAN C
GAMBAR BAHAN DAN SAMPEL BATAKO
1. Abu Ampas Tebu
2. Sampel Batako
(69)
LAMPIRAN D
1. Data hasil pengukuran penyerapan air batako
No Variasi campuran Massa basah(gr) Massa kering (gr)
1 0%AAT+80%Pasir+20%Semen
103,5 92,5
102,5 93,0
103,0 93,0
2 8%AAT+72%Pasir+20%Semen
100,5 90,0
100,5 89,5
100,0 89,5
3 16%AAT+64%Pasir+20%Semen
95,5 85,0
95,5 85,0
95,0 84,5
4 24%AAT+56%Pasir+20%Semen
95,5 84,5
95,5 84,5
95,0 84,0
5 32%AAT+48%Pasir+20%Semen
94,5 83,0
94,5 82,5
94,0 82,5
6 40%AAT+40%Pasir+20%Semen
93,0 81,0
92,0 80,5
92,5 80,5
2. Data hasil pengukuran densitas batako
No Variasi campuran Diameter (mm) Tebal (mm) Massa (gr)
1 0%AAT+80%Pasir+20%Semen
50 25 92,5
50 24,5 93,0
50 24,5 93,0
2 8%AAT+72%Pasir+20%Semen
50 25,5 90,0
50 25,0 89,5
50 25,0 89,5
3 16%AAT+64%Pasir+20%Semen
50 24,5 85,0
50 24,5 85,0
50 24,0 84,5
4 24%AAT+56%Pasir+20%Semen
50 24,5 84,5
50 24,5 84,5
50 24,5 84,0
5 32%AAT+48%Pasir+20%Semen
50 24,5 83,0
50 24,0 82,5
50 24,5 82,5
6 40%AAT+40%Pasir
+20%Semen
50 25,0 81,0
50 24,5 80,5
(70)
3. Data hasil pengujian kuat tekan batako
No Variasi campuran Diameter (mm)
Beban maksimum
(Kg.f) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
50 1940
50 1925
50 1920
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
50 1865
50 1840
50 1820
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
50 1680
50 1650
50 1640
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
50 1520
50 1490
50 1525
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
50 1240
50 1215
50 1255
6
40%AAT+40%Pasir +20%Semen
50 1070
50 1025
50 1055
4. Data hasil pengujian kekerasan batako
No Variasi campuran Kekerasan (HB)
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
90 92 91 2 8%AAT+72%Pasir
+20%Semen
91 91 90 3 16%AAT+64%Pasir
+20%Semen
91 90 90 4 24%AAT+56%Pasir
+20%Semen
88 86 87 5 32%AAT+48%Pasir
+20%Semen 83 86 84 6 40%AAT+40%Pasir +20%Semen 82 82 83
(1)
LAMPIRAN B
GAMBAR ALAT-ALAT PERCOBAAN
1. Ayakan 100 Mesh
(2)
3. Mixer
4. Cetakan (Silinder berdiameter 50 mm)
(3)
6. Universal Testing Machine (UTM)
7. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
(4)
LAMPIRAN C
GAMBAR BAHAN DAN SAMPEL BATAKO
1. Abu Ampas Tebu
2. Sampel Batako
(5)
LAMPIRAN D
1. Data hasil pengukuran penyerapan air batako
No Variasi campuran Massa basah(gr) Massa kering (gr) 1 0%AAT+80%Pasir+20%Semen
103,5 92,5
102,5 93,0
103,0 93,0
2 8%AAT+72%Pasir+20%Semen
100,5 90,0
100,5 89,5
100,0 89,5
3 16%AAT+64%Pasir+20%Semen
95,5 85,0
95,5 85,0
95,0 84,5
4 24%AAT+56%Pasir+20%Semen
95,5 84,5
95,5 84,5
95,0 84,0
5 32%AAT+48%Pasir+20%Semen
94,5 83,0
94,5 82,5
94,0 82,5
6 40%AAT+40%Pasir+20%Semen
93,0 81,0
92,0 80,5
92,5 80,5
2. Data hasil pengukuran densitas batako
No Variasi campuran Diameter (mm) Tebal (mm) Massa (gr) 1 0%AAT+80%Pasir+20%Semen
50 25 92,5
50 24,5 93,0
50 24,5 93,0
2 8%AAT+72%Pasir+20%Semen
50 25,5 90,0
50 25,0 89,5
50 25,0 89,5
3 16%AAT+64%Pasir+20%Semen
50 24,5 85,0
50 24,5 85,0
50 24,0 84,5
4 24%AAT+56%Pasir+20%Semen
50 24,5 84,5
50 24,5 84,5
50 24,5 84,0
5 32%AAT+48%Pasir+20%Semen
50 24,5 83,0
50 24,0 82,5
50 24,5 82,5
6 40%AAT+40%Pasir +20%Semen
50 25,0 81,0
50 24,5 80,5
(6)
3. Data hasil pengujian kuat tekan batako
No Variasi campuran Diameter (mm)
Beban maksimum
(Kg.f) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
50 1940
50 1925
50 1920
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
50 1865
50 1840
50 1820
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
50 1680
50 1650
50 1640
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
50 1520
50 1490
50 1525
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
50 1240
50 1215
50 1255
6
40%AAT+40%Pasir +20%Semen
50 1070
50 1025
50 1055
4. Data hasil pengujian kekerasan batako
No Variasi campuran Kekerasan (HB) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
90 92 91 2 8%AAT+72%Pasir
+20%Semen
91 91 90 3 16%AAT+64%Pasir
+20%Semen
91 90 90 4 24%AAT+56%Pasir
+20%Semen
88 86 87 5 32%AAT+48%Pasir
+20%Semen 83 86 84 6 40%AAT+40%Pasir +20%Semen 82 82 83