Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

(1)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI TEPUNG AMPAS

TEBU MELALUI PROSES HIDROLISIS TERMAL DAN

FERMENTASI SERTA RECYCLE VINASSE (PENGARUH

KONSENTRASI TEPUNG AMPAS TEBU, SUHU DAN

WAKTU HIDROLISIS)

SKRIPSI

Oleh

YUSTINA BR SILITONGA

100405059

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(2)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI TEPUNG AMPAS

TEBU MELALUI PROSES HIDROLISIS TERMAL DAN

FERMENTASI SERTA RECYCLE VINASSE (PENGARUH

KONSENTRASI TEPUNG AMPAS TEBU, SUHU DAN

WAKTU HIDROLISIS)

SKRIPSI

Oleh

YUSTINA BR SILITONGA

100405059

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PEMBUATAN BIOETANOL DARI TEPUNG AMPAS TEBU MELALUI PROSES HIDROLISIS TERMAL DAN FERMENTASI SERTA RECYCLE

VINASSE (PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG AMPAS TEBU, SUHU

DAN WAKTU HIDROLISIS)

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 27 April 2015

Yustina br Silitonga NIM 100405059


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul berjudul “Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu dan Waktu Hidrolisis)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

 Penelitian ini membantu dalam pembuatan bioetanol dari tepung ampas tebu sehingga dapat menjadi dasar rancangan produksi secara komersial.

 Penelitian ini membantu pengolahan limbah padat ampas tebu yang dapat mencemari lingkungan.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu secara khusus penulis mengucapakan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si dan Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2015 Penulis,


(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tua penulis tercinta, P. Silitonga, SH., MH. dan J. Sihombing serta saudara penulis, Andre Yakob Silitonga, SH. dan Christminarti Silitonga, Spd. Yang telah banyak mendukung penulis.

2. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si, selaku dosen pembimbing serta Ketua Jurusan Departemen Teknik Kimia USU yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ir. Bambang Trisakti, MT, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji yang telah memberi saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Eng. Rondang Tambun ST., MT, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 5. Ir. Renita Manurung, MT, selaku Koordinator Penelitian dan Skripsi.

6. Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Departemen Teknik Kimia USU. 7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Kimia USU yang telah

memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

8. Staf Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia USU yang telah membantu penulis dalam hal administrasi penyelesaian skripsi ini.

9. Ardi, sebagai sahabat baik yang begitu banyak memberikan dukungan, doa dan semangat secara spesial untuk penulis.

10. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu per satu.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Yustina br Silitonga

NIM : 100405059

Tempat/tgl lahir : Kuala Tungkal, 10 November 1992 Nama orang tua : P. Silitonga, S.H, M.H

Alamat orang tua :

Jl. Tripjamaksari Cinanggung, Serang Asal Sekolah :

 SD N 5 Kuala Tungkal tahun 1998-1999

 SD N 200101 Padangsidimpuan tahun 1998-2004  SMP N 2 Padangsidimpuan tahun 2004-2005

 SMP Swasta “Diakui” Katolik St. Yoseph tahun 2005-2007  SMA Swasta Cahaya Medan tahun 2007-2010

Beasiswa yang diperoleh :

Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2011/2012 Pengalaman Organisasi :

 Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2012/2013 sebagai Anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang)


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis terhadap % yield glukosa dan perolehan kadar glukosa dari proses recycle vinasse. Bahan utama yang digunakan adalah limbah padat ampas tebu dari toko minuman air tebu. Variabel-variabel yang diamati antara lain konsentrasi tepung ampas tebu dalam air, suhu dan waktu hidrolisis termal. Ampas tebu dihancurkan dengan blender sampai berbentuk powder lalu ditambahkan akuades dengan konsentrasi 2,94; 3,85 dan 4,76% lalu dihidrolisis dalam tangki hidrolisis. Proses hidrolisis berlangsung pada suhu 135, 150 dan 165 °C dengan waktu hidrolisis 1, 1,5 dan 2 jam. Kemudian hasil hidrolisis (hidrolisat) diuji % yield glukosa serta kadar lignin dan selulosanya lalu dilanjutkan dengan proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Hasil fermentasi kemudian disaring untuk diperoleh vinasse-nya lalu vinasse tersebut di-recycle menjadi umpan hidrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa % yield glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis. Namun, % yield glukosa meningkat pada waktu hidrolisis 1 hingga 1,5 jam kemudian menurun pada waktu hidrolisis 1,5 hingga 2 jam. % yield glukosa tertinggi diperoleh pada konsentrasi tepung ampas tebu 2,94%, suhu 165 °C dengan waktu hidrolisis 2 jam. Selain itu, kadar lignin dan selulosa berfluktuasi seiring meningkatnya suhu hidrolisis. Hal ini disebabkan oleh komposisi bahan baku yang tidak sama pada masing-masing perlakuan.


(9)

ABSTRACT

The purpose of this research are to study the effect of sugarcane bagasse powder concentration, hydrolysis temperature and time on the %yield of glucose produced and the level of glucose by recycle vinasse process. glucose by the level of glucose from recycling vinasse as the raw material. Raw sugarcane bagasse as primary material was obtained from sugarcane juice shop. Observed variabels were concentration of sugarcane bagasse in aquadest, hydrolysis time and temperature. Sugarcane bagasse is powdered by blender and then mixed with aquadest (2,94; 3,85; 4,76%) and hydrolized in the hydrolysis tank. The hydrolysis process occurs at time (1, 1,5 and 2 hours) and temperature 135, 150 and 165°C. And then, the hydrolysis product is tested for its glucose, lignin and cellulose composition. After that, the product is fermented in order to produce bioethanol. Result shows that % yield of glucose increases as the escalation of sugarcane bagasse powder concentration, hydrolysis time and temperature. But, % yield of glucose increases from 1 until 1,5 hour of hydrolysis time and then decreases from 1,5 to 2 hour of hydrolysis time. The highest %yield of glucose obtained at concentration 2,94%, 165 °C and 2 hours of hydrolysis time. Beside that, lignin and cellulose level fluctuated as the increasing of hydrolysis temperature. This could be caused of the non-uniform composition of the raw materials.

Key words: Bioethanol, sugarcane bagasse, vinasse, thermal hydrolysis, recycle vinasse


(10)

DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR SIMBOL xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 5

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 BIOETANOL 6

2.2 AMPAS TEBU 8

2.3 VINASSE 10

2.4 SACCHAROMYCES CEREVISIAE 11

2.5 PROSES PEMBUATAN BIOETANOL 13

2.5.1 Tahap Persiapan Bahan Baku (Pre-Treatment) 13

2.5.2 Tahap Hidrolisis Termal 14

2.5.3 Tahap Fermentasi 15


(11)

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PEMBUATAN

BIOETANOL 17

2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Hidrolisis 17 2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20

3.1 LOKASI PENELITIAN 20

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 20

3.2.1 Bahan-bahan 20

3.2.2 Peralatan 20

3.3 PROSEDUR 21

3.3.1 Prosedur Penelitian 21

3.3.1.1 Persiapan Bahan Baku (Pretreatment) 21 3.3.1.2 Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal 21

3.3.2 Prosedur Analisa 22

3.3.2.1 Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson 22 3.3.2.2 Analisa Kadar Glukosa dengan Metode Luff Schoorl 22

3.3.2.3 Analisa Densitas 25

3.3.2.4 Analisa Kadar Etanol dengan Metode Berat Jenis 25

3.4 FLOWCHART PENELITIAN 27

3.4.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku (Pretreatment) 27 3.4.2 Flowchart Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal 28 3.4.3 Flowchart Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson 30 3.4.4 Flowchart Analisa Kadar Gula dengan Metode Luff Schoorl 32 3.4.5 Flowchart Analisa Densitas Bioetanol 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 36

4.1 PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG AMPAS TEBU TERHADAP %

YIELD GLUKOSA 36

4.2 PENGARUH SUHU HIDROLISIS TERHADAP % YIELD GLUKOSA 37 4.3 PENGUJIAN KADAR GLUKOSA, LIGNIN DAN SELULOSA DENGAN

VARIASI SUHU HIDROLISIS 37

4.4 PENGUJIAN KADAR GLUKOSA DENGAN RECYCLE VINASSE 38 4.5 PENGARUH SUHU HIDROLISIS TERHADAP KADAR BIOETANOL 39


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 KESIMPULAN 40

5.2 SARAN 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 2.1 Diagram Sumber Tanaman Bioetanol 6

Gambar 2.2 Ampas Tebu 9

Gambar 2.3 Skema Proses Produksi Bioetanol 14 Gambar 2.4 Produk Samping Hasil Degradasi Lanjut Monosakarida 15 Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Bioetanol 16 Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku 28 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal 30 Gambar 3.3 Flowchart Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson 32 Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar Gula dengan Metode Luff Schoorl 35 Gambar 3.5 Flowchart Analisa Densitas Larutan Bioetanol 36 Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu terhadap % Yield

Glukosa 37

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu terhadap % Yield

Glukosa 38

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Suhu Hidrolisis terhadap Kadar Bioetanol pada

Waktu Hidrolisis 2 jam 40

Gambar L2.1 Ampas Tebu 50

Gambar L2.2 Hidrolisis Slurry Ampas Tebu 50

Gambar L2.3 Fermentasi 51

Gambar L2.4 Rangkaian Distilasi 51

Gambar L2.5 Vinasse 52

Gambar L2.6 Larutan Bioetanol 52

Gambar L2.7 Analisa Kadar Glukosa 53

Gambar L2.8 Analisa Kadar Lignin dan Selulosa 54


(14)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1.1 Penelitian Pendahulu tentang Produksi Bioetanol 3

Tabel 2.1 Sifat Fisik Etanol 8

Tabel 2.2 Komposisi Ampas Tebu 10

Tabel 2.3 Komposisi Vinasse 11

Tabel 3.1 Data Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl 25 Tabel 3.2 Konversi Berat Jenis-Kadar Etanol 27 Tabel 4.1 Pengujian Kadar Glukosa, Lignin dan Selulosa dengan Variasi Suhu

Hidrolisis (Pada Konsentrasi Bahan Baku 2,94% dan Waktu Hidrolisis

1 Jam) 38

Tabel 4.2 Pengujian Kadar Glukosa, Lignin dan Selulosa dari Bahan Baku Tanpa

Hidrolisis dan Vinasse 38

Tabel 4.3 Pengujian Kadar Glukosa Hasil hidrolisis Bahan Baku dan Recycle

Vinasse 38

Tabel L1.1 Pengujian Kadar Glukosa Hasil hidrolisis Bahan Baku dan Recycle

Vinasse 48

Tabel L1.2 Data Percobaan Kadar Bioetanol 49 Tabel L3.1 Pengujian Kadar Lignin dan Selulosa 56


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1 Data Percobaan Kadar dan %Yield Glukosa 48

1.1 Data Percobaan Kadar dan %Yield Glukosa 48 1.2 Data Percobaan Kadar Bioetanol 49

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian 50

2.1 Dokumentasi Proses Pembuatan Bioetanol 50

2.1.1 Persiapan Bahan Baku 50

2.1.2 Hidrolisis Tepung Ampas Tebu 50

2.1.3 Fermentasi 51

2.1.4 Rangkaian Distilasi 51

2.1.5 Vinasse 52

2.1.6 Larutan Bioetanol 52

2.2 Dokumentasi Analisa 53

2.2.1 Analisa Kadar Glukosa 53 2.2.2 Analisa Kadar Lignin dan Selulosa 54

2.2.3 Analisa pH 54

Lampiran 3 Data Perhitungan 55

3.1 Perhitungan Uji Lignin Dan Selulosa Dengan Metode Chesson 55 3.1.1 Untuk Sampel Tanpa Perlakuan 55 3.1.2 Untuk Sampel Hasil Hidrolisis 2,94%, 135 °C, 1,5 jam 55


(16)

DAFTAR SINGKATAN

GRK Gas Rumah Kaca

LHW Liquid Hot Water

MSG Monosodium Glutamat

Ph Power of Hydrogen

SNI Standar Nasional Indonesia


(17)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

ρ densitas gr/cm3

a massa sampel gr

A Faktor frekuensi tumbukan

b massa sampel setelah pengeringan I gr c massa sampel setelah pengeringan II gr d massa sampel setelah pengeringan III gr e massa sampel setelah diabukan gr e Bilangan pokok logaritma natural

E Energi aktivasi kJ mol-1

fp Faktor pengenceran

k Konstanta kecepatan reaksi

m Massa gr

R Konstanta gas J mol-1 K-1

T Suhu absolut K

v Volume ml


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis terhadap % yield glukosa dan perolehan kadar glukosa dari proses recycle vinasse. Bahan utama yang digunakan adalah limbah padat ampas tebu dari toko minuman air tebu. Variabel-variabel yang diamati antara lain konsentrasi tepung ampas tebu dalam air, suhu dan waktu hidrolisis termal. Ampas tebu dihancurkan dengan blender sampai berbentuk powder lalu ditambahkan akuades dengan konsentrasi 2,94; 3,85 dan 4,76% lalu dihidrolisis dalam tangki hidrolisis. Proses hidrolisis berlangsung pada suhu 135, 150 dan 165 °C dengan waktu hidrolisis 1, 1,5 dan 2 jam. Kemudian hasil hidrolisis (hidrolisat) diuji % yield glukosa serta kadar lignin dan selulosanya lalu dilanjutkan dengan proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Hasil fermentasi kemudian disaring untuk diperoleh vinasse-nya lalu vinasse tersebut di-recycle menjadi umpan hidrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa % yield glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis. Namun, % yield glukosa meningkat pada waktu hidrolisis 1 hingga 1,5 jam kemudian menurun pada waktu hidrolisis 1,5 hingga 2 jam. % yield glukosa tertinggi diperoleh pada konsentrasi tepung ampas tebu 2,94%, suhu 165 °C dengan waktu hidrolisis 2 jam. Selain itu, kadar lignin dan selulosa berfluktuasi seiring meningkatnya suhu hidrolisis. Hal ini disebabkan oleh komposisi bahan baku yang tidak sama pada masing-masing perlakuan.


(19)

ABSTRACT

The purpose of this research are to study the effect of sugarcane bagasse powder concentration, hydrolysis temperature and time on the %yield of glucose produced and the level of glucose by recycle vinasse process. glucose by the level of glucose from recycling vinasse as the raw material. Raw sugarcane bagasse as primary material was obtained from sugarcane juice shop. Observed variabels were concentration of sugarcane bagasse in aquadest, hydrolysis time and temperature. Sugarcane bagasse is powdered by blender and then mixed with aquadest (2,94; 3,85; 4,76%) and hydrolized in the hydrolysis tank. The hydrolysis process occurs at time (1, 1,5 and 2 hours) and temperature 135, 150 and 165°C. And then, the hydrolysis product is tested for its glucose, lignin and cellulose composition. After that, the product is fermented in order to produce bioethanol. Result shows that % yield of glucose increases as the escalation of sugarcane bagasse powder concentration, hydrolysis time and temperature. But, % yield of glucose increases from 1 until 1,5 hour of hydrolysis time and then decreases from 1,5 to 2 hour of hydrolysis time. The highest %yield of glucose obtained at concentration 2,94%, 165 °C and 2 hours of hydrolysis time. Beside that, lignin and cellulose level fluctuated as the increasing of hydrolysis temperature. This could be caused of the non-uniform composition of the raw materials.

Key words: Bioethanol, sugarcane bagasse, vinasse, thermal hydrolysis, recycle vinasse


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57% dan batubara 15,34%. Persediaan bahan bakar tersebut kian waktu semakin berkurang. Cadangan minyak bumi akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas 30 tahun dan batu bara masih bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak. Salah satu langkah solusinya adalah memanfatkan bioetanol lignoselulosa sebagai alternatif pengganti [1].

Produksi etanol dari biomassa adalah salah satu cara untuk mengurangi baik konsumsi minyak mentah dan pencemaran lingkungan. Bioetanol sesuai untuk campuran bahan bakar di mesin bensin karena angka oktan tinggi, dan bilangan setana rendah dan panas penguapan tinggi menghambat pengapian otomatis di mesin diesel [2].

Pengembangan bahan bakar nabati (bioetanol) akan memberi berbagai manfaat bagi pembangunan nasional, antara lain peningkatan ketahanan energi nasional, memberikan cadangan energi nasional, pengembangan investasi dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta pengembangan usaha untuk efek pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Namun biaya etanol sebagai sumber energi relatif tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil [3].

Setiap hektar lahan tebu dapat menghasilkan 10 – 15 ton tetes tebu per hektar atau 766 – 1150 liter etanol grade bahan bakar. Luas tanaman tebu Indonesia tahun 2013 adalah 470.000 Ha atau potensi maksimum mencapai 3,6 juta kl etanol [3]. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu (bagasse) dihasilkan sebesar 35-40% dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molase), blotong dan air. Selama ini, produk utama yang dihasilkan dari tebu adalah gula, sementara buangan atau hasil samping yang lain tidak begitu diperhatikan. Kecuali tetes tebu yang sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan etanol dan bahan pembuatan monosodium glutamat (MSG, salah satu


(21)

bahan untuk membuat bumbu masak) atau ampas tebu yang dimanfaatkan untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Sedangkan beraneka limbah dalam proses produksi gula seperti blotong dan abu terbuang percuma. Bahkan untuk buangan limbahnya pun menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menambah pengeluaran pabrik gula [4].

Menurut rumus Pritzelwitz [5], tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5% akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal. Nilai bakar tersebut akan meningkat dengan menurunnya kadar air dan gula dalam ampas. Dengan penerapan teknologi pengeringan ampas yang memanfaatkan energi panas dari gas buang cerobong ketel, dimana kadar air ampas turun menjadi 40% akan dapat meningkatkan nilai bakar per kg ampas hingga 2305 kkal.

Berdasarkan penelitian Sutjiadi, dkk. [6], jika sampel semakin pekat maka semakin besar perolehan gula (glukosa). Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitiannya yang menggunakan bahan baku kertas bekas dengan variasi % berat 6,25%, 4,76% dan 3,85% pada temperatur 200 °C selama 3 jam diperoleh %yield gula terbesar yaitu sebesar 1,413% (berat) dengan berat kertas bekas 6,25%.

Menurut Febriyanti dan Khoir [7] dalam penelitiannya menggunakan ampas tebu sebagai bahan baku dengan rasio ampas tebu-air 0,05% w/w diperoleh hasil bahwa pada suhu 110 °C , tekanan operasi 3 bar dan waktu reaksi 30 menit menghasilkan kerusakan terbesar pada material ampas tebu dibandingkan pada suhu 50 °C sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu, tekanan dan waktu hidrolisis memperbesar kerusakan material ampas tebu dan memperbesar perolehan kadar monosakaridanya yaitu antara 7,7715 - 215,4825 g/L dan yield berkisar antara 0,3886 – 10,7741 gr monosakarida/gr ampas tebu.

Berdasarkan penelitian Sutjiadi, dkk. [6], semakin lama waktu hidrolisis maka semakin besar perolehan gula (glukosa). Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitiannya yang menggunakan bahan baku kertas bekas dengan variasi % berat 6,25%pada temperatur 200 °C selama 1, 2 dan 3 jam diperoleh %yield gula terbesar pada waktu hidrolisis 3 jam yaitu sebesar 1,413% (berat).

Berdasarkan penelitian Rusdianto [8] diperoleh vinasse dengan kadar gula sebesar 15,62% dari kandungan gula awal. Kemudian dilakukan daur ulang vinasse


(22)

sebagai umpan fermentasi yang menghasilkan kadar etanol sebesar 2,58% (v/v) pada daur ulang tingkat pertama dan 2,08% (v/v) pada daur ulang tingkat ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa vinasse cukup mempunyai potensi untuk didaur ulang.

Penelitian-penelitian sebelumnya terkait pembuatan bioetanol diperlihatkan pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Penelitian Pendahulu tentang Produksi Bioetanol No. Nama Peneliti Judul Penelitian Bahan Baku dan Proses 1. Reza Mandagi,

Yoke Anugerah dan Buana Girisuta, 2010

Optimasi Proses Perlakukan Awal dalam Menyingkap Fraksi Hemiselulosa Eceng Gondok Menggunakan

Metode Hidrolisis Termal

Bahan bakunya adalah eceng gondok dengan menggunakan variasi % berat 6,4%, 4,9% dan 3,9%. Metode yang digunakan adalah proses hidrolisis termal dengan variasi waktu dan temperatur hidrolisis masing-masing sebesar 1,2, 3 jam dan 143,7; 173,3 serta 197,2 °C. Dari masing-masing proses diperoleh kondisi optimum untuk menghasilkan %yield gula paling besar sebesar 10,225% yaitu pada temperatur 173,3 °C selama 3 jam [9].

2. Ahmad Gunardi Rahman, H. Dede Zainal Arief dan Dan Bonita Anjasari, 2013

Kajian Efisiensi Bahan Baku Dalam Produksi Bioetanol Dari Ampas Tapioka Melalui Proses Daur Ulang (Recycling) Vinasse

Bahan baku yang digunakan adalah ampas tapioka. Dari hasil distilasi diperoleh vinasse dengan kadar gula total 5,54% sehingga dilakukan proses recycling dan diperoleh kadar etanol 1,74% pada daur ulang pertama dan 0,87% pada daur ulang kedua [10].


(23)

3. Orchidea R., dkk., 2010

Pengaruh Metode Pretreatment pada Bahan Lignoselulosa terhadap Kualitas Hidrolisat yang Dihasilkan

Bahan baku adalah bagasse, dengan pretreatment LHW (Liquid Hot Water) pada suhu 50 dan 110 °C, tekanan 1 dan 3 bar dan waktu hidrolisis 10, 15, 20 dan 30 menit. Diperoleh kandungan glukosa tertinggi pada suhu 110 °C, tekanan 3 bar dan waktu 30 menit yaitu sebesar 215,4825 g/L [11].

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas, yakni kebutuhan bioetanol Indonesia yang cukup tinggi, besarnya kandungan gula dalam ampas tebu yang dapat dikonversi menjadi etanol, tingginya %yield gula yang dihasilkan melalui proses hidrolisis termal, besarnya kadar gula vinasse yang dapat direcycle dan pengaruh variasi konsentrasi tepung ampas tebu, waktu serta temperatur hidrolisis termal yang sangat berpengaruh dalam pembuatan bioetanol maka dilakukan penelitian pembuatan bioetanol dari tepung ampas tebu menggunakan hidrolisis termal dan recycling dengan variasi konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis. 1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah berapa % yield glukosa yang diperoleh pada proses hidrolisis termal, bagaimana pengaruh konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis terhadap % yield glukosa dalam pembuatan bioetanol,berapa besar kadar bioetanol yang dapat diperoleh dari % yield glukosa hasil hidrolisis termal, berapa besar kadar glukosa hasil hidrolisis termal recycle vinasse dan tepung ampas tebu sebagai bahan baku.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi tepung ampas tebu, suhu dan waktu hidrolisis terhadap % yield glukosa yang diperoleh.


(24)

2. Mengetahui besar kadar glukosa dari hasil hidrolisis recycle vinasse dan ampas tebu sebagai bahan baku.

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi tentang produksi bioetanol dengan bahan baku ampas tebu sehingga dapat diterapkan di masyarakat.

2. Dapat menjadi dasar rancangan atau desain pabrik dengan skala produksi yang lebih besar.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian di lakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan bioetanol adalah ampas tebu dari toko minuman air tebu.

Tahapan proses dalam pembuatan bioetanol berbahan baku ampas tebu yaitu pre-treatment bahan baku, hidrolisis termal, fermentasi dalam keadaan anaerob dengan bantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae yang diperoleh dari ragi roti dan pemurnian bioetanol yang dilakukan dengan proses distilasi vakum.

Adapun variabel penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: 1. Proses Hidrolisis Termal

 Konsentrasi Tepung Ampas Tebu :2,94; 3,85 dan 4,76% dalam 4000 gram air  Suhu hidrolisis : 135, 150 dan 165 ⁰C

 Waktu hidrolisis : 1, 1,5 dan 2 jam 2. Proses Fermentasi

 Waktu Fermentasi : 12 jam

 pH : 4

 Temperatur : 30 ⁰C

 Ragi : Ragi Roti

Serta dipakai parameter pengujian, yaitu: kadar lignin dan selulosa, %yield glukosa, densitas dan kadar bioetanol yang diperoleh.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOETANOL

Bioetanol pada dasarnya merupakan etanol yang diproduksi dari biomassa [12]. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar gula dan karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, pisang, jerami, bonggol jagung, dan kayu [13].

Gambar 2.1 Diagram Sumber Tanaman Bioetanol [14]

Etanol dapat diproduksi secara fermentasi dari bahan baku yang mengandung gula atau secara sintetis dapat juga diproduksi dari turunan minyak bumi. Tetapi hampir 93% produksi etanol di dunia diproduksi secara fermentasi. Selama ini etanol diproduksi dari molase (limbah proses produksi gula) ataupun bahan berpati (singkong, jagung). Penggunaan molase sebagai bahan baku pembuatan etanol berkompetisi dengan kebutuhan molase sebagai bahan baku pembuatan MSG (monosodium glutamat), sedangkan penggunaan bahan berpati akan berkompetisi


(26)

mengatasi kompetisi yang terjadi pada bahan baku etanol, maka perlu ditemukan sumber bahan baku lain yang mengandung polisakarida dan tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Salah satu bahan yang mengandung rantai polisakarida adalah selulosa [15].

Etanol yang diproduksi dari bahan berlignoselulosa meliputi dua tahap reaksi. Tahap pertama adalah konversi selulosa menjadi gula. Tahap kedua adalah produksi etanol dari gula hasil konversi. Konversi selulosa menjadi gula dilakukan melalui reaksi hidrolisis [15].

Etanol pada kondisi biasa bersifat volatil, mudah terbakar, jernih, cairan tidak berwarna. aromanya sedap dan khas. Sifat fisik dan kimia etanol tergantung pada gugus hidroksil. Gugus ini memberi polaritas molekul dan juga menimbulkan ikatan hidrogen antarmolekul. Atom hidrogen dari gugus hidroksil dapat digantikan oleh logam aktif , seperti natrium, kalium dan kalsium, untuk membentuk etoksida logam (etilet) dengan perubahan dari gas hidrogen [16].

Tabel 2.1 Sifat Fisik Etanol [16]

Sifat Nilai

Titik didih normal (°C) 78,32 Temperatur kritis (°C) 243,1

Densitas (g/ml) 0,789

Densitas energi (MJ/kg) 25,0 Batas mudah terbakar

Rendah (vol %) 4,3

Tinggi (vol %) 19,0

Panas pembakaran pada 25 °C, (J/gr) 29676,69

Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol pada mesin lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7 . Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin walaupun setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari pada research octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%, tercatat


(27)

peningkatan efisiensi hingga 10%. Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 – 19 vol% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan bensin [17].

Etanol atau etil alkohol (C2H6O) adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan . dak berasa tapi memilki bau yang khas. Kegunaan etanol yang lain adalah sebagai bahan aditif untuk menaikkan nilai oktan bensin, bahan campuran bensin, dan untuk jangka panjang diharapkan dapat menggantikan bensin sebagai bahan bakar [15].

2.2 AMPAS TEBU

Bagasse (ampas tebu) merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi gula, yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (added value). Bagasse yang tergolong biomassa sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi, makanan ternak atau produk yang berbasis lignoselulosa seperti kertas, biogas, bioetanol dan lain-lain [18].

Bagasse adalah produk sampingan yang utama dari produksi gula tebu. Ampas tebu umumnya dibakar dalam boiler atau sistem kogenerasi dalam industri gula untuk menghasilkan panas di pabrik pada proses penyulingan gula dan untuk produksi listrik baik untuk digunakan langsung oleh pabrik atau dijual secara


(28)

nasional sehingga dapat meningkatkan keuntungan pabrik. Sekitar 35% dari berat gula tebu menjadi ampas tebu [14].

Ampas tebu memiliki beberapa keunggulan pada penggunaannya dalam produksi etanol yaitu tidak seperti brangkasan jagung, ampas tebu diperoleh dari hasil samping proses produksi gula sehingga tidak memerlukan proses pemanenan lagi [19].

Gambar 2.2 Ampas Tebu [20] Berikut ditampilkan komposisi ampas tebu pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Ampas Tebu [21],[22]

Komposisi Persentase (%)

Selulosa 40

Hemiselulosa 24

Lignin 25

Bahan lignoselulosa merupakan substrat yang kompleks karena terdiri dari campuran polimer karbohidrat (cellulose dan hemicellulose), lignin dan senyawa-senyawa yang larut dalam air (abu). Dari komponen yang terpenting untuk dikonversi menjadi produk yang berbasis lignoselulosa adalah polisakaridanya. Namun faktanya lignin dengan struktur yang sangat kuat menjadi penghambat dalam konversi polisakaridanya menjadi produk lain. Oleh karena itu banyak riset dibidang biomass yang terus mengembangkan upaya untuk mendegradasi lignin tersebut [18]. Bahan lignoselulosa perlu diberikan perlakuan delignifikasi untuk mengurangi atau


(29)

menghilangkan lignin. Perlakuan pendahulan pada lignoselulosa dapat dilakuakn secara fisikawi, kimiawi dan biologis [23]. Perlakuan pretreatment (delignifikasi) secara fisika antara lain berupa pencacahan secara mekanik, penggilingan dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas bahan [24]. Proses pretreatment dilakukan untuk mengkondisikan bahan-bahan lignoselulosa baik dari segi struktur dan ukuran dengan memecah dan menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa serta meningkatkan porositas bahan [22]. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemiselulosa akan turut terurai menjadi senyawa gula sederhana (glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa) [25].

Beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya dilakukan pemanfaatan bahan lignoselulosa menjadi sumber energi (dalam hal ini etanol) adalah pertama, kebutuhan dan konsumsi energi terus meningkat dari tahun ke tahun sementara sumber daya yang dapat menghasilkan energi makin terkuras karena sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan seperti minyak, gas dan batu bara. Kedua, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dan yang ketiga bahan lignoselulosa tersedia cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannya sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan [24].

Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan ampas tebu sebagai bahan baku yang merupakan bahan lignoselulosa dengan perlakuan delignifikasi yang dilakukan adalah secara fisika yaitu dengan cara di-blender.

2.3 VINASSE

Produk samping proses fermentasi hidrolisat ampas tebu menghasilkan bioetanol terdiri dari 2 jenis, yaitu produk samping berupa padatan dan cairan. Produk samping yang berupa cairan dihasilkan dari proses distilasi menggunakan rotary vacuum pump sedangkan produk samping padatan dari proses pemisahan ampas dengan cairan disebut vinasse.


(30)

Berikut ini adalah data kandungan vinasse yang telah dianalisa. Tabel 2.3 Komposisi Vinasse

Parameter Komposisi (%b/%b) Kadar Glukosa 1,94

Kadar Lignin 24,78 Kadar Selulosa 52,98

Pemanfaatan vinasse menjadi penting karena volumenya yang besar, sehingga jika dibuang ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran air. Pemanfaatan vinasse untuk didaur ulang sebagai bahan baku pembuatan etanol mulai dikembangkan karena selain dapat meningkatkan jumlah etanol yang didapatkan proses daur ulang tidak memerlukan instalasi pengolahan baru karena dapat menggunakan instalasi produksi yang ada [8].

2.4 SACCHAROMYCESS CEREVISIAE

Jenis khamir yang paling banyak digunakan adalah Saccharomyces cereviseae. Secara komersial khamir roti telah diproduksi pada tahun 1846 dengan ditemukan proses “wina” oleh Mautner menggunakan bahan dasar malt dan jagung. Biakan Saccharomyces cereviceae secara khusus digunakan dalam pembuatan khamir roti dan fermentasi alkohol. Saccharomyces cereviseae ini bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cereviseae ini juga melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air [26].

Saccharomyces cerevisiae adalah mikroorganisme dominan yang digunakan dalam industri yang berguna untuk fermentasi alkohol. Organisme ini juga dikenal sebagai ragi roti atau bir yang merupakan microfungus uniseluler yang memainkan peran penting dalam industri, lingkungan dan ilmu kedokteran. Mikroorganisme ini sudah dimanfaatkan selama ribuan tahun dalam fermentasi makanan dan minuman dan merupakan "sel utama Pabrik "dalam proses produksi bioetanol modern. Merupakan mikroba bioetanol dominan yang mampu memfermentasi gula utama yang berasal dari bahan baku generasi pertama (misalnya glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa) di bawah kondisi skala besar produksi industri. Tidak mampu (kecuali dengan modifikasi genetik) memfermentasi gula pentosa


(31)

(misalnya xylose, arabinosa) yang berasal dari generasi kedua berbahan baku lignoselulosa.

Jenis Saccharomyces cerevisiae tumbuh sangat baik pada suhu 20-30 º C dan pH antara 4,5 dan 5,5. Mengenai kebutuhan oksigen, Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme anaerob fakultatif dan umumnya tidak dapat tumbuh dengan baik di bawah kondisi benar-benar anaerobik. Hal ini karena oksigen diperlukan sebagai faktor pertumbuhan untuk membran biosintesis, khusus untuk biosintesis asam lemak (misalnya, asam oleat) dan sterol misalnya, ergosterol [27].

Saccharomyces cerevisiae tersedia dalam bentuk kultur murni dan ragi. Pada penelitian ini digunakan ragi roti dan ragi tempe dalam proses fermentasi. Menurut Peppler [28], Saccharomyces cerevisiae dapat diproduksi menjadi ragi, baik untuk pembuatan roti (baker’s yeast) dan pembuatan minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast). Pada pembuatan ragi roti digunakan Saccharomyces cerevisiae yang memiliki sifat antara lain menghasilkan karbondioksida yang tinggi serta mampu memberikan tekstur dan rasa roti yang baik. Sementara Saccharomyces cerevisiae yang digunakan untuk produksi alkohol memiliki sifat antara lain mampu menghasilkan etanol yang tinggi

Pada fermentasi menggunakan kultur murni diperlukan penyiapan inokulum secara khusus dan membutuhkan biaya yang relatif tinggi. Sementara itu, Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk ragi dapat langsung digunakan sebagai inokulum pada fermentasi etanol. Ragi roti dijual bebas di pasaran sehingga mudah didapatkan dan banyak digunakan oleh rumah tangga [29].

Ragi Tape mengandung 2 jenis khamir yaitu khamir amilolitik dan non amilolitik. Khamir amilolitik adalah genus Endomycopsis (menghasilkan aroma khas) karena menghasilkan enzim pemecah pati. Khamir non amilolitik yaitu genus Saccharomyces yang mampu menghasilkan alkohol, Hanseula dan Candida yang mampu menghasilkan aroma [30]. Adonan dalam ragi tape bersifat amylolytic kuat dan menurunkan pangkat sebagain besar karbohidrat yang diuraikan menjadi gula sederhana yang diuraikan lebih lanjut oleh ragi hingga mengandung alkohol [31].

Ragi Saccharomyces cerevisiae umumnya mempunyai ketahanan terhadap konsentrasi glukosa sampai 22% (m/v) [32]. Clark dan Mackie [33] menyatakan bahwa khamir sangat peka terhadap etanol. Konsentrasi etanol 1-2 % (v/v) sudah


(32)

mengganggu proses fermentasi dan pada konsentrasi etanol 10% (v/v) laju pertumbuhan khamir akan berhenti sama sekali. Sedangkan menurut Prescott dan Dunn [34], kadar etanol maksimal yang bisa dihasilkan sebelum fermentasi benar-benar berhenti adalah 13% (v/v). Mangunwidjaja dan Suryani [35] menambahkan bahwa konsentrasi etanol sebesar 40 g/l akan menjadi penghambat baik untuk pertumbuhan biomassa maupun produksi etanol.

2.5 PROSES PEMBUATAN BIOETANOL

Secara umum proses pembuatan bioetanol meliputi tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku (pretreatment), fermentasi dan pemurnian.

Gambar 2.3 Skema Proses Produksi Bioetanol [36] 2.5.1 Tahap Persiapan Bahan Baku (Pre-treatment)

Pengaruh pretreatment pada bahan lignoselulosa telah diakui untuk waktu yang lama. Tujuan dari pretreatment ini adalah untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa, mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan.


(33)

Pretreatment harus memenuhi persyaratan sebagai berikut [37]:

1. Meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan untuk kemudian membentuk gula oleh hidrolisis enzimatik

2. Menghindari degradasi atau hilangnya karbohidrat

3. Menghindari pembentukan produk sampingan yang dapat menghambat proses berikutnya yaitu hidrolisis dan fermentasi

4. Biaya lebih efektif

2.5.2 Tahap Hidrolisis Termal

Pada hidrolisis termal digunakan medium pemanas berupa air. Dengan penggunaan medium air tadi maka korosi terhadap perangkat hidrolisis lebih dapat diminimalisasi dibandingkan dengan penggunaan asam. Jenis hidrolisis ini juga hanya sedikit menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan serta limbah yang dihasilkan bersifat ramah lingkungan. Keunggulan dari hidrolisis termal dibandingkan dengan jenis hidrolisis lain adalah proses hidrolisis dengan perlakuan panas tidak memerlukan tahap lebih lanjut seperti tahap pemurnian, tidak perlu dilakukan penyesuaian pH, maupun penggunaan katalis. Alasan itulah yang mendukung penggunaan hidrolisis termal dalam upaya produksi bioetanol [9]. Larutan gula hasil hidrolisis mendapat perlakuan detoksifikasi untuk menghilangkan racun yang mungkin terkandung dalam bahan baku [6].

Hidrolisis termal menggunakan tekanan dan temperatur yang tinggi, untuk memisahkan komponen organiknya, menghidrolisis hemiselulosa dan mengubah sifat-sifat selulosa dan lignin [38].

Pada suhu dan tekanan tinggi, glukosa dan xilosa akan terdegradasi menjadi furfural dan hidroksimetilfurfural. Jika furfural dan hidroksimetilfurfural terdekomposisi lanjut, akan didapat asam levulinat dan asam format [39].


(34)

Gambar 2.4 Produk Samping Hasil Degradasi Lanjut Monosakarida [39] 2.5.3 Tahap Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Berikut adalah reaksi pembentukan etanol dari glukosa:

Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Bioetanol [40]

Proses fermentasi berlangsung beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam fermentor. Proses ini berjalan ditandai dengan keluarnya gelembung-gelembung udara kecil-kecil Gelembung-gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi usahakan agar suhu tidak melebihi 36°C dan pH nya dipertahankan 4.5 – 5. Proses fermentasi berjalan


(35)

kurang lebih selama 2 sampai 3 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara [41]. Konsentrasi gula pada larutan fermentasi diatur maksimum 17-18, itu merupakan kadar gula maksimum yang disukai Saccharomyces untuk mengkonversi gula menjadi etanol [42].

2.5.4 Tahap Pemurnian (Distilasi)

Pada tahap pemurnian bioetanol, proses yang sering digunakan adalah proses distilasi. Distilasi adalah salah satu metode dari pemurnian dengan cara memisahkan dua atau lebih komponen-komponen dalam suatu cairan berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen.

Pada proses distilasi bioetanol, larutan fermentasi yang terdiri dari campuran etanol, air dan bahan-bahan lainnya dipisahkan pada tekanan atmosfir dengan suhu tertentu. Pada suhu 100 °C air mendidih dan akan menguap, sedangkan etanol mendidih pada suhu sekitar 77 °C. Perbedaan titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol dan air. Jika larutan campuran etanol-air dipanaskan, maka lebih banyak molekul etanol menguap daripada air.

Proses pemurnian etanol yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah proses distilasi. Etanol dan air membentuk titik azeotrop pada komposisi 95,57% berat etanol, sehingga digunakan proses distilasi azeotropik atau adsorpsi untuk memecah titik azeotrop tersebut [43].

Kadar etanol yang terhitung dari hasil distilasi sebenarnya lebih kecil dibandingkan kadar etanol yang sebenarnya terkandung dalam cairan fermentasi. Hal ini disebabkan karena pengukuran kadar etanol dilakukan dengan menggunakan metode distilasi [29]. Menurut Amerine dan Ough [44], distilasi etanol akan menyebabkan kehilangan etanol sebanyak 0,6-1,5% (v/v).


(36)

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PEMBUATAN BIOETANOL

2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Hidrolisis Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis adalah 1. Suhu

Suhu mempengaruhi jalanya reaksi hidrolisis, terutama pada kecepatan reaksinya. Hidrolisis dari pati mengikuti persamaan reaksi orde satu dengan kecepatan reaksi yang berbeda-beda untuk setiap jenis pati. Untuk kisaran suhu 90-100 °C, kecepatan reaksi meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 5 °C. Sedangkan secara keseluruhan, pada umumnya kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 10 °C. Dengan penggunaan suhu yang lebih tinggi, maka waktu reaksi dapat di minimalkan. Penggunaan suhu tinggi juga dapat meminimalkan penggunaan katalisator sehingga biaya operasional lebih ekonomis.

2. Katalisator

Penggunaan katalisator pada reaksi hidrolisis dilakukan pertama kali oleh Braconnot pada 1819. Beliau menghidrolisis linen (selulosa) menjadi gula fermentasi dengan menggunakan asam sulfat pekat. Setelah itu ditemukan bahwa asam dapat digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Katalisator yang biasa di gunakan berupa asam, yaitu asam klorida, asam sulfat, asam sulfit, asam nitrat, atau yang lainnya. Makin banyak asam yang di pakai sebagai katalisator, makin cepat jalannya reaksi hidrolisa. Penggunaan katalisator dengan konsentrasi kecil (larutan encer) lebih disukai karena akan memudahkan pencampuran sehingga reaksi dapat berjalan merata dan efektif. Penggunaan konsentrasi katalisator yang kecil dapat mengurangi kecepatan reaksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan menaikkan suhu reaksi.

3. Waktu

Waktu reaksi mempengaruhi konversi yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi pula konversi yang di hasilkan. Hal ini disebabkan oleh kesempatan zat reaktan untuk saling bertumbukan dan bereaksi semakin besar, sehingga konversi yang di hasilkan semakin tinggi [45].


(37)

4. Kecepatan Pengadukan

Dengan adanya pengadukan dalam reaksi hidrolisis akan menambah jumlah tumbukan antar zat pereaksi sehingga nilai frekuensi tumbukan (A) pada persamaaan Arrhenius bertambah besar.

Persamaan Arrhenius :

k = A. e-RTE ...(2.1) dengan

k : konstanta kecepatan reaksi A : faktor frekuensi tumbukan E : energi aktivasi

R : konstanta gas T : suhu absolut [46]

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah : 1. Substrat

Substrat merupakan bahan baku fermentasi yang mengandung nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh maupun menghasilkan produk fermentasi. Nutrien yang paling dibutuhkan oleh mikroba baik untuk tumbuh maupun untuk menghasilkan produk fermentasi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber karbon yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi mikroba, sedangkan nutrient lain seperti protein dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit daripada karbohidrat.

2. Suhu

Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Menurut Fardiaz [26], Saccharomyces cerevisiae memliki kisaran suhu pertumbuhan antara 20-30 °C. Tetapi Kumalasari [47] menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh optimal dalam kisaran suhu 30-35°C dan puncak produksi alkohol dicapai pada suhu 33 °C. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhu


(38)

terlalu tinggi maka Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung.

3. pH

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang perlu untuk diperhatikan pada saat proses fermentasi. pH mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu, pada awal pelaksanaan penelitian, substrat yang akan dipakai terlebih dahulu diuji pH nya.

4. Oksigen

Oksigen secara tidak langsung mempengaruhi lama fermentasi yang dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk melakukan proses fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob. Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik pada kondisi aerob. Pada kondisi aerob, Saccharomyces cerevisiae menghidrolisis gula menjadi air dan CO2, tetapi dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan CO2.

5. Mikroba yang digunakan

Mikroba sebagai pelaku fermentasi tentu sangat berpengaruh terhadap lama fermentasi. Dalam fermentasi alkohol umumnya digunakan khamir karena khamir dapat mengkonversi gula menjadi alkohol dengan adanya enzim zimase. Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dibandingkan mikroba lain yang juga dapat membentuk alkohol. Kluyveromyces fragilis juga merupakan khamir yang dapat memproduksi alkohol. tetapi, Saccharomyces cerevisiae dapat mengkonversi gula lebih cepat daripada Kluyveromyces fragilis. Dalam 72 jam Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan alkohol hingga 2% sedangkan

Kluyveromyces fragilis membutuhkan waktu hingga 1 minggu untuk dapat

memproduksi etanol hingga 2%. Namun, Saccharomyces cerevisiae tidak dapat memanfaatkan galaktosa [48].


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.6 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.7 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Ampas Tebu

2. Akuades

3. Ragi Roti (Saccharomyces cereviceae) 4. Urea

3.2.2 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Oven

2. Blender

3. Tangki hidrolisis termal 4. Rotary Vacuum Pump 5. Labu distilasi

6. Erlenmeyer

7. Beaker gelas

8. Termometer

9. Toples untuk tempat fermentasi

Adapun peralatan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik


(40)

3. Gelas ukur

4. Piknometer

5. pH meter 3.3 PROSEDUR

3.3.1 Prosedur Penelitian

3.3.1.1Persiapan Bahan Baku (Pretreatment)

1. Ampas tebu disortasi, dipilih yang bagus kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari.

2. Setelah kering, ampas tebu tersebut dihancurkan dengan menggunakan blender menjadi berbentuk powder

3. Tepung ampas tebu lalu disimpan dalam wadah plastik yang kedap udara agar bahan baku tidak terkontaminasi.

3.3.1.2Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal

1. Sampel ampas tebu yang sudah dipretreatment dicampur dengan akuades dengan konsentrasi Tepung Ampas Tebu masing-masing sebesar 2,94, 3,85 dan 4,76% massa total 4000 gram.

2. Kemudian dihidrolisis dengan menggunakan tangki hidrolisis yang sudah didesain khusus masing-masing pada suhu 135, 150 dan 165 °C selama 1, 1,5 dan 2 jam hingga menjadi berbentuk slurry.

3. Setelah proses hidrolisis selesai, tangki diangkat dan didinginkan mendadak untuk menghentikan proses hidrolisis. Pendinginan mendadak dilakukan dengan cara memasukkan tangki ke dalam ember yang berisi air keran hingga suhunya menjadi sama dengan suhu ruangan.

4. Hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam tempat fermentasi dan ditambahkan ragi sebanyak 5% dari massa substrat dan urea sebanyak 0,05% dari massa yang akan difermentasi.

5. Dilakukan fermentasi pada suhu ruangan selama 12 jam dalam keadaan anaerob.

6. Hasil fermentasi tersebut lalu dimurnikan melalui proses distilasi pada suhu 75°C dengan menggunakan rotary vacuum pump.


(41)

7. Sisa hasil distilasi disaring dan diambil padatannya (vinasse). Sedangkan distilat ditampung lalu diukur volume distilat, dan kadar bioetanol yang diperoleh.

8. Vinasse tersebut dihidrolisis kembali yang kemudian menghasilkan etanol. 3.3.2 Prosedur Analisa

3.3.2.1Prosedur Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson [49]

1. Sebanyak 1 g (a) sampel kering ditambahkan 150 mL akuades lalu direfluks pada suhu 100 oC dengan water bath selama 1 jam.

2. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (300 mL).

3. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai konstan kemudian ditimbang (b).

4. Residu ditambahkan 150 mL H2SO4 1 N kemudian direfluks dengan water bath selama 1 jam pada suhu 100 oC.

5. Hasilnya disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (300 mL) lalu dikeringkan (c).

6. Residu kering ditambahkan 10 mL H2SO4 72% dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.

7. Ditambahkan 150 mL H2SO4 1 N dan direfluks pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik.

8. Residu disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (400 mL).

9. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC dan hasilnya ditimbang sampai bobot tetap (d), selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (e). Perhitungan kadar selulosa dan kadar lignin sebagai berikut:

Kadar selulosa = x 100% ………...(3.1) Kadar lignin = x 100% ………...(3.2) 3.3.2.2Analisa Kadar Glukosa dengan Metode Luff Schoorl [50]

1. Ditimbang 2 gr sampel berbentuk cairan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml lalu ditambahkan air dan dikocok.


(42)

3. Diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10% (bila timbul endapan putih maka penambahan Pb asetat setengah basa sudah cukup).

4. Ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10%. Untuk menguji apakah Pb asetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya, teteskan 1-2 tetes (NH4)2HPO4 10%. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup.

5. Labu ukur digoyang dan ditepatkan isinya sampai tanda garis dengan air suling, dikocok 12 kali, dibiarkan dan disaring.

6. Hasil saringan dipipet 50 ml pada penetapan gula pereduksi ke dalam labu ukur 100 ml.

7. Ditambahkan 25 ml HCl 25%, termometer dipasang dan dilakukan hidrolisis di atas penangas air. Apabila suhu mencapai 68-70 °C, suhu dipertahankan 10 menit tepat.

8. Termometer diangkat dan dibilas dengan air lalu didinginkan.

9. Ditambahkan NaOH 30% sampai netral (berwarna merah jambu) dengan indikator fenolftalin. Ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling, dikocok 12 kali.

10. Larutan dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

11. Ditambahkan15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) serta beberapa butir batu didih.

12. Dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan di atas pemanas listrik. Diusahakan dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih. Dipanaskan terus sampai 10 menit (pakai stopwatch). Diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% (hati-hati terbentuk gas CO2).

13. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N (V1 ml) dengan memakai larutan kanji 0,5% sebagai indikator.

14. Dilakukan juga penetapan blangko dengan 25 ml larutan Luff. Dikerjakan seperti diatas (V2 ml).


(43)

Perhitungan :

(V2 – V1) ml larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan ml larutan Na2S2O3 0,1 N kemudian dalam daftar (Lampiran L.3.2) dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml larutan Na2S2O3 yang dipergunakan (misalnya x mg).

% gula sesudah inversi = V2 x fpW x 100% ...(3.3) Dimana :

V1,V2 = volume larutan Na2S2O3 (yang dihasilkan dari daftar, ml) fp = faktor pengenceran

W = bobot cuplikan, mg

% gula total = 0,95 x % gula sesudah inversi (sebagai sakarosa) % sakarosa = 0,95 x % gula (sesudah-sebelum inversi)

Tabel 3.1 Data Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl [50] Na2S2O3, 0,1 N

(ml) Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi (mg) Laktosa (mg) Maltosa (mg)

1 2,4 3,6 3,9

2 4,8 7,3 7,8

3 7,2 11,0 11,7

4 9,7 14,7 15,6

5 12,2 18,4 19,6

6 14,7 22,1 23,5

7 17,2 25,8 27,5

8 19,8 29,5 31,5

9 22,4 33,2 35,5

10 25,0 37,0 39,5

11 27,6 40,8 43,5

12 30,3 44,6 47,5

13 33,0 48,6 51,6

14 35,7 52,2 55,7

15 38,5 56,0 59,8

16 41,3 59,9 63,9

17 44,2 63,8 68,0

18 47,1 67,7 72,2

19 50,0 71,1 76,5

20 53,0 75,1 80,9

21 56,0 79,8 85,4

22 59,1 83,9 90,0


(44)

3.3.2.3Analisa Densitas

Densitas ditentukan dengan cara, mula-mula botol piknometer 25 ml yang kosong ditimbang. Setelah itu ke dalam piknometer tersebut dituangkan sampel sampai penuh dan ditimbang kembali. Densitas dihitung dengan persamaan:

= ...(3.4) Dimana:

ρ1 = densitas air (gr/cm3)

m1 = massa (piknometer berisi air – piknometer kosong) ρ2 = densitas distilat (gr/cm3)

m2 = massa (piknometer berisi distilat – piknometer kosong) 3.3.2.4Analisa Kadar Etanol dengan Metode Berat Jenis

Nilai densitas yang telah diperoleh dicocokkan dengan data yang ada pada Tabel 3.1. Kadar etanol kemudian dihitung dengan menginterpolasi data densitas dan kadar etanol pada tabel.


(45)

Tabel 3.2 Konversi Berat Jenis-Kadar Etanol [51] Kadar

Larutan Etanol

Berat Jenis Larutan Etanol (pada suhu

30°C)

Kadar Larutan Etanol

Berat Jenis Larutan Etanol (pada suhu

30°C)

0 0,99568 25 0,95607

1 0,99379 26 0,95442

2 0,99194 27 0,95272

3 0,99014 28 0,95098

4 0,98839 29 0,94922

5 0,98670 30 0,94741

6 0,98507 31 0,94557

7 0,98347 32 0,94370

8 0,98189 33 0,94180

9 0,98031 34 0,93986

10 0,97875 35 0,93790

11 0,97723 36 0,93591

12 0,97573 37 0,93390

13 0,97424 38 0,93186

14 0,97278 39 0,92979

15 0,97133 40 0,92770

16 0,96990 41 0,92558

17 0,96844 42 0,92344

18 0,96697 43 0,92128

19 0,96547 44 0,91910

20 0,96395 45 0,91692

21 0,96242 46 0,91472

22 0,96087 47 0,91250

23 0,95929 48 0,91028


(46)

3.4 FLOWCHART PENELITIAN

3.4.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku (Pretreatment)

Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku Mulai

Tepung ampas tebu lalu disimpan dalam wadah plastik yang kedap udara agar bahan baku tidak terkontaminasi

Selesai

Setelah kering, ampas tebu tersebut dihancurkan dengan menggunakan blender menjadi berbentuk powder

Ampas tebu disortasi, dipilih yang bagus kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari


(47)

3.4.2 Flowchart Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal Mulai

Dihidrolisis pada suhu135, 150 dan 165 °C selama 1, 1,5 dan 2 jam

Tepung ampas tebu yang telah melalui tahap pretreatment dimasukkan ke dalam tangki hidrolisis

Setelah waktu hidrolisis, maka dihentikan proses hidrolisis dengan cara tangki diangkat dan langsung dimasukkan ke dalam ember yang berisi air keran.

Hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam tempat fermentasi Ditambahkan ragi roti sebanyak 5% dari massa substrat

Ditambahkan urea sebanyak 0,05% dari massa yang akan difermentasi Difermentasi dalam keadaan anaerob pada suhu 30 °C dan pH 4 selama

12 jam

A B

Tepung ampas tebu yang sudah dipretreatment dicampur dengan akuades dengan konsentrasi Tepung Ampas Tebu masing-masing sebesar 2,94, 3,85 dan 4,76% massa total 4000 gram.


(48)

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Bioetanol dengan Proses Hidrolisis Termal Ya

Apakah sudah terbentuk etanol dengan kadar 99,5%?

Selesai Didistilasi

Apakah ada ampas tebu yang tersisa?

B

Tidak Ya

Tidak A

distilat ditampung lalu diukur volume distilat, dan kadar bioetanol yang diperoleh.


(49)

3.4.3 Flowchart Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson

Sebanyak 1 gr (a) sampel kering ditambahkan 150 mL akuades, direfluks pada suhu 100 oC dengan water bath selama 1 jam

Residu ditambahkan 150 mL H2SO4 1N kemudian direfluks dengan water bath selama 1 jam pada suhu 100 oC.

Mulai

Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai konstan kemudian ditimbang (b)

Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (300 ml)

Hasilnya disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (300 ml) lalu dikeringkan (c)

Residu kering ditambahkan 10 ml H2SO4 72% dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam

Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluks pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik


(50)

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson [49] Selesai

Residu disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (400 ml) kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC dan hasilnya ditimbang sampai bobot tetap (d)

Residu diabukan dan ditimbang (e) A


(51)

3.4.4 Flowchart Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl

Mulai

Hasil saringan dipipet 50 ml pada penetapan gula pereduksi ke dalam labu ukur 100 ml.

Ditambahkan 5 ml Pb asetat setengah basa dan digoyang

Labu ukur digoyang dan ditepatkan isinya sampai tanda garis dengan air suling, dikocok 12 kali, dibiarkan dan disaring

Diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4

Termometer diangkat dan dibilas dengan air lalu didinginkan

2 gr sampel berbentuk cairan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml lalu ditambahkan air dan dikocok.

Ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4

A

Ditambahkan 25 ml HCl 25%, termometer dipasang dan dilakukan hidrolisis di atas penangas air selama 10 menit


(52)

A

Ditambahkan NaOH 30% sampai netral (berwarna merah jambu) dengan indikator fenolftalin Ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling, dikocok 12 kali.

Diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang)

Larutan dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

Ditambahkan15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) serta beberapa butir batu didih

Dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan di atas pemanas listrik

Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% (hati-hati terbentuk gas CO2)

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N (V1 ml) dengan memakai larutan kanji 0,5% sebagai indikator


(53)

Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar Gula dengan Metode Luff Schoorl [50] Selesai

A

Dilakukan juga penetapan balngko dengan 25 ml larutan Luff. Dikerjakan seperti diatas (V2 ml)


(54)

3.4.5 Flowchart Analisa Densitas Bioetanol

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Densitas Larutan Bioetanol

Dikeringkan piknometer di dalam oven pada suhu 100 0C selama 10 menit dan kemudian didinginkan sampai suhu kamar.

Mulai

Ditimbang piknometer kosong dan dicatat beratnya

Diisi piknometer dengan aquades, ditimbang, dan dicatat beratnya. Dicatat suhu aquades pada saat pengukuran dan dilihat densitas air pada suhu tersebut pada App A.2-3 Geankoplis.

Dikeringkan kembali piknometer di dalam oven pada suhu 100 0C selama 10 menit dan kemudian didinginkan sampai suhu kamar.

Dimasukkan sampel distilat sampai tidak ada gelembung udara.

Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat beratnya Dihitung densitas distilat


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG AMPAS TEBU TERHADAP %

YIELD GLUKOSA

Gambar 4.1 memperlihatkan pengaruh konsentrasi bahan baku terhadap % yield glukosa pada waktu hidrolisis 1, 1,5 dan 2 jam pada pembuatan bioetanol dari tepung ampas tebu.

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu terhadap % Yield Glukosa

Dari gambar 4.1 terlihat bahwa % yield glukosa yang diperoleh pada suhu hidrolisis 135, 150 dan 165 °C dengan waktu hidrolisis 1, 1,5 dan 2 jam secara umum berfluktuasi. Dimana % yield glukosa cenderung turun pada konsentrasi tepung ampas tebu 3,85% dan kemudian meningkat pada konsentrasi 4,76%. Penurunan % yield glukosa juga terlihat pada konsentrasi tepung ampas tebu 4,76% waktu hidrolisis 1,5 jam. Fluktuasi dan penurunan % yield glukosa ini juga terdapat pada hasil penelitian oleh Mandagi, dkk. [9] yang meneliti tentang hidrolisis termal dengan bahan baku eceng gondok serta Sutjiadi, dkk. [6] yang meneliti tentang hidrolisis termal dengan bahan baku kertas bekas. Hal ini dapat disebabkan oleh

0% 5% 10% 15% 20% 25%

2% 3% 4% 5%

% yi el d G lu kos a

Konsentrasi Tepung Ampas Tebu

1 jam 1,5 jam 2 jam Waktu Hidrolisis


(56)

ketidakstabilan kondisi operasi dimana suhu tangki hidrolisis yang selalu berubah sehingga sulit dicapai suhu konstan yang diinginkan setiap menitnya.

4.2 PENGARUH SUHU HIDROLISIS TERHADAP %YIELD GLUKOSA

Gambar 4.2 memperlihatkan pengaruh suhu hidrolisis terhadap % yield glukosa pada pembuatan bioetanol dari tepung ampas tebu.

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Suhu Hidrolisis terhadap % Yield Glukosa Dari gambar 4.2 terlihat bahwa % yield glukosa yang diperoleh pada konsentrasi tepung ampas tebu 2,94; 3,85 dan 4,76% dengan waktu hidrolisis 1, 1,5 dan 2 jam semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hidrolisis. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sutjiadi, dkk. [6] yang meneliti tentang hidrolisis termal dari kertas bekas, Mandagi, dkk. [9] dan Pratiwi, dkk. [52] yang meneliti tentang hidrolisis termal dari eceng gondok. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya monomer-monomer gula yang terlepas dari ikatannya seiring meningkatnya suhu maka perolehan % yield glukosa pun semakin tinggi.

4.3 PENGUJIAN KADAR GLUKOSA, LIGNIN DAN SELULOSA DENGAN VARIASI SUHU HIDROLISIS

Struktur dasar dari biomassa lignoselulosa terdiri dari 3 polimer utama yaitu selulosa (C6H10O5)x, hemiselulosa seperti xylan (C5H8O4)m dan lignin

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%

130 140 150 160 170

% yi el d G lu kos a

Suhu Hidrolisis (°C)

1 jam 1,5 jam 2 jam Waktu Hidrolisis


(57)

[C6H10O5.(OCH3)0,9-1,7]n (2). Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pengujian % yield glukosa, lignin dan selulosa.

Tabel 4.1 Pengujian Kadar Glukosa, Lignin dan Selulosa dengan Variasi Suhu Hidrolisis (Pada Konsentrasi Bahan Baku 2,94% dan Waktu Hidrolisis 1 Jam) Temperatur Kadar Lignin

(%)

Kadar Selulosa (%)

Kadar Glukosa (%)

135 °C 12,57 52,75 1,48

150 °C 11,97 52,80 1,72

165 °C 21,09 50,18 4,14

Tabel 4.2 Pengujian Kadar Glukosa, Lignin dan Selulosa dari Bahan Baku Tanpa Hidrolisis dan Vinasse

Temperatur Kadar Lignin (%) Kadar Selulosa (%) Kadar Glukosa (%) Tanpa

Hidrolisis 9,24 43,83 -

Vinasse 24,78 52,98 1,94

Dari tabel 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa kadar lignin, selulosa dan glukosa berfluktuasi seiring dengan meningkatnya temperatur hidrolisis. Menurut Garrote, et al., proses hidrolisis termal pada tekanan dan temperatur tinggi akan menghidrolisis hemiselulosa serta mengubah sifat selulosa dan lignin. Hasil yang diperoleh berbeda dengan teori diatas. Hal ini disebabkan oleh komposisi dari bahan baku yang tidak seragam.

4.4 PENGUJIAN KADAR GLUKOSA DENGAN RECYCLE VINASSE

Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian kadar glukosa hasil hidrolisis termal dengan suhu 150 °C dan waktu 1,5 jam.

Tabel 4.3 Pengujian Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Bahan Baku dan Recycle Vinasse

Sampel Kadar Glukosa (%)

Hasil Hidrolisis 2,94% 1,72

Vinasse 1,94


(58)

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kadar glukosa hasil recycle vinasse masih cukup tinggi yaitu sebesar 61, 63% dari kadar glukosa hasil hidrolisis bahan baku. Penelitian Rusdianto [8] menyatakan hasil yang serupa bahwa vinasse mempunyai potensi untuk digunakan kembali sebagai bahan baku pebuatan etanol karena sisa kandungan glukosa sebesar 15,62% dari kandungan glukosa awal untuk bahan baku ubi kayu.

4.5 PENGARUH SUHU HIDROLISIS TERHADAP KADAR BIOETANOL Gambar 4.3 berikut memperlihatkan pengaruh suhu hidrolisis terhadap perolehan kadar bioetanol pada pembuatan bioetanol dari tepung ampas tebu.

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Suhu Hidrolisis terhadap Kadar Bioetanol pada Waktu Hidrolisis 2 jam

Dari gambar 4.3 terlihat bahwa kadar bioetanol yang diperoleh pada konsentrasi tepung ampas tebu 4,76% dengan waktu hidrolisis 2 jam semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hidrolisis. Hal ini sesuai dengan pembahasan mengenai kadar glukosa yang telah dipaparkan pada sub bab 4.2 bahwa kadar glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hidrolisis. Menurut pernyataan Walker [27], Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba bioetanol dominan yang mampu memfermentasi gula utama (misalnya glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa) sehingga perolehan kadar bioetanol turut meningkat seiring dengan meningkatnya %yield glukosa. 0% 5% 10% 15% 20% 25%

135 150 165

K ad ar B ioe tan ol

Suhu Hidrolisis (°C)

4,76% Konsentrasi Ampas Tebu


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Perolehan % yield glukosa yang diperoleh secara umum berfluktuasi namun pada

beberapa titik kadar glukosa yang diperoleh meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung ampas tebu (kepekatan bahan baku) dari 2,94 sampai 4,76%.

Pada penelitian ini %yield glukosa tertinggi yang diperoleh pada konsentrasi tepung

ampas tebu adalah 4,76%.

2. Perolehan % yield glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hidrolisis

dari 135 °C sampai 165 °C, dimana pada penelitian ini, kadar glukosa tertinggi diperoleh pada suhu hidrolisis 165 °C.

3. Vinasse dapat di-recycle dan dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku

hidrolisis karena masih memiliki kandungan glukosa (1,94%) yang tidak berbeda

jauh dengan kandungan glukosa pada bahan baku awal. Oleh karena itu, vinasse

masih dapat digunakan sebagai campuran bahan baku pembuatan bioetanol.

4. Dari penelitian ini diperoleh kadar bioetanol yang meningkat dari suhu hidrolisis 135

°C sampai 165 °C pada waktu 2 jam. Hal ini membuktikan bahwa pada waktu hidrolisis 2 jam dengan suhu hidrolisis tertinggi masih dapat menghasilkan kadar bioetanol yang cukup tinggi.

5.2SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan adalah:

1. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan pada variasi suhu hidrolisis termal yang lebih tinggi hingga 250 °C agar diperoleh suhu hidrolisis termal yang optimal.

2. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya digunakan sampel dengan kandungan lignin dan selulosa yang seragam untuk memperoleh perbandingan konversi lignin dan selulosa menjadi glukosa yang sesuai.

3. Sebaiknya digunakan tangki hidrolisis dalam kondisi yang tidak mengalami kebocoran untuk menghindari ketidakstabilan proses.

4. Sebaiknya dilakukan recycle vinasse tahap 2,3 dan seterusnya hingga diperoleh jumlah siklus daur ulang yang terbaik.


(60)

5. Sebaiknya dilakukan analisa kandungan senyawa hasil hidrolisis untuk mengetahui kandungan senyawa turunan glukosa yang dapat menghambat proses fermentasi.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

[1] “Pemanfaatan Bioetanol Untuk Kebutuhan Energi Indonesia,” RISTEK, 02 Mei 2012.

[2] Mustafa Balat, Havva Balat, Cahide Oz (2008). “Progress in Bioethanol Processing.” (Turkey : Elsevier, 2008), hal. 551.

[3] BPPT, Outlook Energi Indonesia 2014 (Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2014), hal. 98-99.

[4] Erni Misran, “Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry,” Jurnal Teknologi Proses, ISSN 1412-7814, 4(2) 2005 : hal. 6-10.

[5] E. Hugot, Handbook of Cane Sugar Engineering , (New York: Elsevier, 1986), 3rd ed., hal. 1165

[6] Henry Andrian Sutjiadi, Henry Hardosubroto, Buana Girisuta. “Optimisasi Proses Hidrolisis Kertas Hidrolisis Kertas Bekas dengan Menggunakan Metode Hidrolisis Termal,” Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2010, ISSN 1693-4393. [7] Lisa Febriyanti, Lazuardi Khoir, “Pretreatment Material Lignoselulosa Bagasse Dengan Metode Hot Compressed Water Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol.” Tesis, Jurusan Teknik Kimia ITS, Surabaya, 2009.

[8] Andrew Setiawan Rusdianto. “ Kajian Proses Produksi Bioetanol Dari Ubi Kayu Dengan Daur Ulang Vinasse Sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi.” Tesis, Pasca sarjana IPB, Bogor, 2010.

[9] Reza Mandagi, Yoke Anugerah dan Buana Girisuta. “Optimasi Proses Perlakuan Awal dalam Menyingkap Fraksi Hemiselulosa Eceng Gondok Menggunakan Metode Hidrolisis Termal.” Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2010, ISSN 1693-4393.

[10] Ahmad Gunardi Rahman, H. Dede Zainal Arief, Bonita Anjasari. “Kajian Efisiensi Bahan Baku Dalam Produksi Bioetanol Dari Ampas Tapioka Melalui Proses Daur Ulang (Recycling) Vinasse.” Tesis, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung, 2013.


(62)

[11] Orchidea R., dkk. “Pengaruh Metode Pretreatment pada Bahan Lignoselulosa terhadap Kualitas Hidrolisat yang Dihasilkan.” Makalah Seminar Nasional Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri ITS, Surabaya, 2010, hal. 1.

[12] J.D. McMillan, Enzymatic Conversion of Biomass for Fuels Production (Washington DC: American Chemical Society, 1994), hal. 292–324.

[13] Yurida Tri Wijayanti. “Pembuatan Bioetanol dari Buah Salak dengan Proses Fermentasi dan Distilasi.” Tugas Akhir, Program Diploma Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

[14] RESTMAC. Bioethanol Production and Use (Brussels: European Commission and Co-funed by the European Commission under the Sixth Framework Programme (FP6), 2007).

[15] Broto, S. Kardono, “Teknologi Pembuatan Etanol Berbasis Lignoselulosa Tumbuhan Tropis untuk Produksi Biogasoline.” Laporan Akhir, Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI, Serpong, 2010.

[16] Byung-Hwan Um. “Optimization of Ethanol Poduction from Concentrated Substrate.” Disertasi, Degree of Doctor Philosophy, Auburn University, Alabama, 2007.

[17] Andal Yakinudin. “Bioetanol Singkong Sebagai Sumber Bahan Bakar Terbaharukan dan Solusi untuk Meningkatkan Penghasilan Petani Singkong.” Tugas Akhir, Bogor Agricultural University, Bogor, 2010.

[18] Samsuri, Muhammad, Bambang Prasetya dan Misri Gozan. “Lignin Biodegradasi pada Bagasse oleh Jamur Pelapuk Putih (White Rot Fungi) dan Potensi Pemanfaatannya menjadi Senyawa Berbasis Lignoselulosa.” Perancangan Produk. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UI, Depok, 2005.

[19] D. Fox, , et al., “Factors affecting the enzymic susceptibility of alkali and acid pretreated sugarcane bagasse,” J. Chem. Tech. Biotechnol. 40 (1987), hal : 117-132. [20] Mohd Nazip Bin Kassebullah, “Production of Cellulase Enzyme from Aspergillus terreus SUK-1 Using Sugar Cane Waste : The Effect of Substrate Concentration and Assay Temperature.” Thesis, Chemical Engineering Faculty of Chemical Enginering and Natural Resources Kolej Universiti Kejuruteraan dan Teknologi, Malaysia, 2006.


(63)

[21] Badal C. Saha. “Hemicellulose bioconversion.” Review Paper, Industrial Microbiology, 2003.

[22] Ye Sun, Jiayang Cheng. “Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review.” Bioresource Technology, 83 (2002) hal.:1-11.

[23] Ida Bagus Wayan Gunam, dkk., “Delignifikasi Ampas Tebu dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum Proses Sakarifikasi Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar dari Aspergillus niger FNU 6018,” Jurnal Teknologi, 34, 2011 : hal. 24-32.

[24] Euis Hermiati, dkk., “Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol”. Jurnal Litbang Pertanian, 29 (4) 2010 : hal. 121-130.

[25] N. Mosier, et al.,. Hendrickson. “ Features of Promising Technologies for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass.”Bioresource Technology, 96(2005), hal.: 6673-686.

[26] S. Fardiaz, Mikrobiologi Pangan, Edisi 1, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992)

[27] Graeme M. Walker, Bioethanol : Science and Technology of Fuel Alcohol (Scotlandia: Systool Software, 2010)

[28] H. J. Peppler, D. Perlman, Microbial Technology (New York: Academic Press, 1973). 1(2).

[29] Isra Dharma Suyandra. “Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp.) sebagai Sumber Karbon Pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisisae.” Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2007.

[30] S. Saono, R. R. Hull, B. Dhamcharee, A Consice Handbook of Indigenous Fermented Foods in th ASCA Countries (Jakarta: Indonesian Institue of Sciences, 1986).

[31] Heppy Rikana, Risky Adam. “Pembuatan Bioethanol dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape.” Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.

[32] Atkinson, B., F. Mavituna, Biochemical Engineering and Biotechnology Handbook (USA: The Nature Press, 1983).


(64)

[33] T. Clark, K. L. Mackie. “Fermentation Inhibition in Word Hydrolisates Derived from the Softwood Pinus radiate,” J. Chem. Biotechnol, XXXIVB (1984), hal. : 101-110.

[34] S. C. Prescot, C. G. Dunn, Industrial Microbiology (New York: McGraw-Hill Book Co. Ltd, 1981).

[35] D. Magunwidjaja, A. Suryani, Technology Bioprocess. (Jakarta: Penebar Swadaya, 1994).

[36] U.S. Department of Energy, Breaking the Biological Barriers to Cellulosic Ethanol : A Joint Research Agenda. (Maryland: A Research Roadmap Resulting from the Biomass to Biofuels Workshop, 2006)

[37] Rosalin Pradhan, Amit Nag. “Production of Ethanol from Bagasse,” Thesis, Department of Chemical Engineering National Institue of Technology, Rourkela, 2007.

[38] G. Garrote, H. Dominguez, J.C. Parajo, “Hydrothermal Processing of Lignucellulosic Materials,” Holz als Roh –und Werksoff, 57 (1999) : hal. 191- 202. [39] E. Palmqvist, B. Hahn- Hägerdal. “ Fermentation of Lignocellulosic hydrolysates II : Inhibitors and mecahnisms of inhibition. ” Review Paper, Bioresource Technology, 74, 25-33.

[40] H.W. Blanch, S.C. Douglas, 1996. Biochemical Engineering (New York : Marcel Dekker Inc., 1996, hal. 618.

[41] Sri Komarayati, Gusmailina. 2010. Prospek Bioetanol Sebagai Pengganti Minyak Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Review. [42] D.P. Pramukti, 2007. Dampak Baik dan Buruknya Penggunaan Biofuel. [43] H. Dellweg, , Biotechnology, III ( Weinheim : Verlag Chemie GmbH, 1983) [44] Amerine dan Ough. Methode of Analysis of Must and Wines. (New York: A Wiley-Interscience Publication,1979).

[45] Dyah Suci Perwitasari, Anton Cahyo. “Pembuatan Dekstrin Sebagai Bahan Perekat dari Hidrolisis Sebagai Bahan Perekat dari Hidrolisis Pati Umbi Talas dengan Katalisator HCl.” Chemical Engineering Seminar Soebardjo Brotohardjono VI, ISSN 1978-0427, Surabaya, 2009.

[46] P. H. Groggins, Unit Processes in Organic Synthesis, (New York: McGraw-Hill Book Company,1958), 5th ed., pp. 775-777


(1)

L2.1.3 Fermentasi

Gambar L2.3 Fermentasi

L2.1.4 Rangkaian Distilasi


(2)

L2.1.5 Vinasse

Gambar L2.5 Vinasse

L2.1.6 Larutan Bioetanol


(3)

L2.2 DOKUMENTASI ANALISA L2.2.1 Analisa Kadar Glukosa


(4)

L2.2.2 Analisa Kadar Lignin dan Selulosa

Gambar L2.8 Analisa Kadar Lignin dan Selulosa


(5)

LAMPIRAN 3

DATA PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN UJI LIGNIN DAN SELULOSA DENGAN METODE

CHESSON

L3.1.1 Untuk Sampel Tanpa Perlakuan a = Berat sampel = 0,9607

b = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan I) –berat kertas saring = (1,6624-0,9952) g = 0,6672 g

c = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan II) –berat kertas saring = (1,5627-1,0332) g = 0,5295 g

d = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan III) –berat kertas saring

= (1,1539-1,1045) g = 0,1084 g

e = (berat cawan + sampel setelah pemanasan III) –berat cawan kosong = (22,5336-22,5140) g = 0,0196 g

Kadar selulosa = x 100% = , , , x 100% = 43,83% Kadar lignin = x 100% = , , , x 100% = 9,24%

L3.1.2 Untuk Sampel Hasil Hidrolisis 2,94%, 135 °C, 1,5 jam a = Berat sampel = 1,0276

b = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan I) –berat kertas saring = (1,8305-1,0052) g = 0,8253 g

c = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan II) –berat kertas saring = (1,7340-1,0342) g = 0,6998 g

d = (berat kertas saring + sampel setelah pemanasan III) –berat kertas saring

= (1,1978-1,0400) g = 0,1578 g

e = (berat cawan + sampel setelah pemanasan III) –berat cawan kosong = (17,0269-16,9982) g = 0,0287 g


(6)

Kadar selulosa = x 100% = , , , x 100% = 52,75% Kadar lignin = x 100% = , , , x 100% = 12,57%

Tabel L3.1 Pengujian Kadar Lignin dan Selulosa

Sampel a b c d e

Kadar lignin (%b/%b) Kadar selulosa (%b/%b) Tanpa

Perlakuan 0,9607 0,6672 0,5292 0,1084 0,0196 9,24 43,83 Hidrolisis

2,94%, 135 °C 1 jam

1,0276 0,8253 0,6998 0,1578 0,0287 12,57 52,75

Hidrolisis 2,94%, 150

°C 1 jam

0,9905 0,5989 0,6724 0,1495 0,0309 11,97 52,80

Hidrolisis 2,94%, 165

°C 1 jam

1,0605 0,8698 0,7907 0,2585 0,0348 21,09 50,18


Dokumen yang terkait

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

14 140 76

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

0 0 6

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

0 0 5

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

0 0 17

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

0 0 8

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

0 1 8