Analisis ketahanan pangan kabupaten nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan wilayah

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK
BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN
HARAPAN WILAYAH

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
MUHAMMAD DIKFA N P. Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah.
(Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati dan Yayat Heryatno)
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah
Kabupaten Nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan
wilayah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis Pola Pangan
Harapan (PPH) wilayah Jawa Timur berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE)
penduduk Provinsi Jawa Timur; 2) Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) wilayah

(Kabupaten Nganjuk); 3) Menganalisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk
berdasarkan AKE dan PPH wilayah.
Desain penelitian adalah cross sectional study . Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer yang dikumpulkan dengan metode survey dan data
sekunder yang diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten
Nganjuk merupakan salah satu wilayah yang berbasis pertanian di Jawa Timur.
Pengambilan data secara efektif dilakukan di bulan April 2006-Juli 2006.
Unit analisis penelitian adalah rumahtangga dimana pemilihan rumahtangga
contoh dilakukan secara berjenjang dimulai dari pemilihan contoh wilayah kecamatan,
dan desa, sampai dengan pemilihan rumahtangga. Contoh kecamatan dipilih secara
purposive, dimana pada tahap pertama seluruh kecamatan dikelompokkan berdasarkan
tiga wilayah tingkatan ekonomi yang berbeda yaitu tinggi (dipilih kecamatan Prambon
dan Ngronggot), sedang (dipilih kecamatan Tanjunganom dan Pace), dan rendah (dipilih
kecamatan Lengkong Ngluyu, dan Berbek) sesuai dengan indikator kemiskinan pada
laporan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
Data primer yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaananggota rumahtangga serta data konsumsi (recall 1 x 24 jam). Data sekunder
mencakup data konsumsi pangan penduduk Jawa Timur dari SUSENAS 1999 dan 2002
serta ketersediaan pangan dari NBM Propinsi Jawa Timur 2000 – 2003 dan data jumlah

serta laju pertambahan penduduk Kabupaten Nganjuk.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Analisis
Kebutuhan Konsumsi Pangan (PPKP, Deptan dan Departemen GMSK, 2005) maupun
program komputer microsoft excel, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan
data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut.
Hasil perhitungan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk dengan
metode multiple spargue berdasarkan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004
diperoleh AKE untuk tahun 2000 sebesar 1996,70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun
2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari. Berdasarkan data NBM dan SUSENAS, PPH
regional Jawa Timur adalah padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%,
minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5% Sayur
dan buah 6%, dan lain-lain 3%.
Dari hasil perhitungan UKE (unit konsumsi energi) dari 788 anggota keluarga
contoh, yang terdiri dari 397 pria dan 391 wanita didapatkan bahwa AKE wilayah
Kabupaten Nganjuk pada level konsumsi adalah 2008.4 kkal/kap/hari. Jika dihitung
dengan metode multiple spargue maka AKE kabupaten Nganjuk adalah 2051
kkal/kap/hari. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dinyatakan bahwa AKE
kabupaten Nganjuk adalah 2000 kkal/kap/hari pada level konsumsi.

Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2006 ,

tingkat konsumsi energi di kabupaten Nganjuk yaitu 1603.8 kkal/kap/hari, yang berarti
79.9% dari AKE nganjuk 2006 yaitu 2008.4 kkal/kap/hari. Sedangkan tingkat konsumsi
protein mencapai 45.0 g/kap/hari, yaitu 86.1% dari tingkat konsumsi ideal 52.1
g/kap/hari.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi masih harus
ditingkatkan jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bahan pangan yang harus
ditingkatkan konsumsinya adalah pangan hewani, umbi-umbian dan gula.
Dari sisi kualitas sendiri Kabupaten Nganjuk masih belum baik, hal ini dapat
dilihat dari komposisi padi-padian 47.1%, umbi-umbian 3.2%, pangan hewani 4.0%,
minyak dan lemak 9.2%, buah/biji berminyak 2.7%, kacang-kacangan 6.4%, gula 1.7%
Sayur dan buah 5.5%, dan lain-lain 0%. Skor PPH untuk Kabupaten Nganjuk sebesar
77.2, skor dibawah 100 menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Kabupaten
Nganjuk belum ideal, yaitu belum berimbang dan beragamnya konsumsi masyarakat
Nganjuk diantara bahan makanan di kelompok pangan.
Ketahanan pangan di Kabupaten Nganjuk masih perlu ditingkatkan karena dari
sisi kuantitas maupun kualitas masih rendah. Pemerintah daerah perlu meningkatkan
konsumsi penduduk Nganjuk terutama pangan hewani, umbi-umbian, dan gula .
Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan adalah survei konsumsi dengan contoh yang
lebih banyak dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dengan kerangka
pengambilan contoh secara epidemiologi, membandingkan konsumsi dan ketersediaan

pangan Kabupaten Nganjuk, penggunaan lahan di Kabupaten Nganjuk untuk memenuhi
ketersediaan, dan target pemenuhan skor PPH Kabupaten Nganjuk.

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK
BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN
HARAPAN WILAYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian
Institrut Pertanian Bogor

Oleh:
MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA
A54102062

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul

: Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk
Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan
Harapan Wilayah

Nama Mahasiswa

: Muhammad Dikfa Nurhadi Puradisastra

Nomor Pokok

: A54102062

Menyetujui:
Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS

Yayat Heryatno, SP, MPS

NIP. 131 669 944

NIP. 132 146 239

Mengetahui:
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP. 130 422 698

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1984 dari ayah
Farchad Poeradisastra dan ibu Ir. Hanni Adiati, MSi.

Penulis adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis mulai
tahun 1990 di MI Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta sampai kelas 4,
dilanjutkan di SDN 011 Pondok Labu dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan
menengah pertama ditempuh di SLTPI Al-Izhar Pondok Labu sejak 1996 sampai
dengan 1999, dilanjutkan sekolah menengah atas di tempat yang sama yaitu
SMUI Al-Izhar Pondok Labu sampai 2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2002 melalui jalur
SPMB dan tercatat sebagai mahasiswa program studi Gizi Mastarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan aktif sebagai pengurus di
Himagita (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian) periode 20032004, Gema Almamater 2004-2006, dan GMSK English Club 2004-2006.

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
dan kesehatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat
dan berharga.
2. Yayat Heryatno, SP MPS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat
dan berharga.
3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
pemandu semoinar yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberi
masukan yang berharga.
5. Seluruh dosen atas bimbingan, pengajaran dan pembekalan ilmu-ilmu
yang berguna.
6. Papa, mama, atas kasih sayang, perhatian, motivasi, subsidi bulanan dan
pengertian serta doa yang tulus dan ikhlas serta adikku Ihsan tersayang
atas segala doa dan perhatiannya.
7. Staf Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur dan Kantor Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk atas informasi, bantuan dan
kesempatannya.
8. Pak Dudi, Bu Susi, Bayu dan Dila yang memberikan tempat tinggal yang

nyaman pada saat penelitian ini berlangsung.
9. Para pembahas seminar skripsi, Wara dan Fina.
10. Mba Uliana sekeluarga atas kerjasama dan bantuannya serta Karin dan
Midah yang selalu memberikan saran, motivasi dan bantuan.
11. Teman-teman GMSK angkatan 39 (Aries, Genta, Ifda, Anggun, Q-noy,
Surya, Billy, Juki, Alam, Mamieh, Nita, Ami, Muna, Wara, Feti, Fina, Bwie,
Aya, Titin, Arfah dan teman-teman lainnya yang belum disebutkan,
semoga kompak selamanya) serta teman-teman angkatan 37, 38, 40, dan
41 atas dukungan, doa, dan bantuannya.
12. Bayu Kamajaya U.J. yang selalu menjadi sahabat dalam keadaan susah
maupun senang, terima kasih untuk semua dukungannya dalam berbagai
hal.

13. Teman-teman KKP di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari (Heri, Lusi,
Eno, Ika dan Wiwie) atas dukungannya.
14. Semua orang yang pernah mengisi lembar indah hidupku selama di
kampus ini.
15. Rekan-rekan dari Gema Almamater yang menyediakan tempat yang
hangat untuk bekerjasama.
16. Semua staf pegawai di departemen GMSK atas kerjasama, bantuan, dan

pelayanannya.
Bogor, September 2006
Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1


Latar belakang

1

Tujuan

2

Kegunaan

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan

4

Perencanaan Ketahanan dan Pola Pangan Harapan

7

KERANGKA PEMIKIRAN

15

METODE PENELITIAN

17

Desain, Tempat, dan Waktu

17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

17

Cara Pemilihan Contoh

17

Pengolahan dan Analisis Data

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Karakteristik Wilayah

21

Karakteristik Contoh

22

AKE Jawa Timur

25

PPH Regional Jawa Timur

26

AKE Kabupaten Nganjuk

29

Analisis Situasi Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

31

Kuantitas
Kualitas
KESIMPULAN DAN SARAN

31
33
37

Kesimpulan

37

Saran

37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

40

ii

DAFTAR TABEL
1. Jenis dan sumber data yang digunakan

17

2. Komposisi Penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan
jenis kelamin

22

3. Besar keluarga

22

4. Pendidikan KK (Kepala keluarga)

23

5. Pekerjaan KK (Kepala keluarga)

23

6. Perbandingan

persentase

komposisi

penduduk

berdasarkan

kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dan Contoh

24

7. Multiple spargue Jawa Timur 2000

25

8. Multiple spargue Jawa Timur 2004

26

9. Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003)
dan Indonesia (tahun 2000 – 2003)

27

10. Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan
Indonesia (tahun 1999 dan 2002)
11. PPH regional Jawa Timur

28
29

12. Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan Metode
Unit Konsumen Energi
13. Multile spargue Kabupaten Nganjuk

30
31

14. Kontribusi energi konsumsi menurut kelompok pangan di Kabupaten
Nganjuk

32

15. Sebaran jumlah rumahtangga menurut tingkat konsumsi energi
berdasarkan karakteristik lokal

32

16. PPH Kabupaten Nganjuk

34

17. Perbandingan skor PPH masing-masing daerah contoh

35

18. Perbandingan konsumsi energi tiga wilayah contoh

35

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK
BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN
HARAPAN WILAYAH

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
MUHAMMAD DIKFA N P. Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah.
(Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati dan Yayat Heryatno)
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah
Kabupaten Nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan
wilayah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis Pola Pangan
Harapan (PPH) wilayah Jawa Timur berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE)
penduduk Provinsi Jawa Timur; 2) Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) wilayah
(Kabupaten Nganjuk); 3) Menganalisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk
berdasarkan AKE dan PPH wilayah.
Desain penelitian adalah cross sectional study . Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer yang dikumpulkan dengan metode survey dan data
sekunder yang diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten
Nganjuk merupakan salah satu wilayah yang berbasis pertanian di Jawa Timur.
Pengambilan data secara efektif dilakukan di bulan April 2006-Juli 2006.
Unit analisis penelitian adalah rumahtangga dimana pemilihan rumahtangga
contoh dilakukan secara berjenjang dimulai dari pemilihan contoh wilayah kecamatan,
dan desa, sampai dengan pemilihan rumahtangga. Contoh kecamatan dipilih secara
purposive, dimana pada tahap pertama seluruh kecamatan dikelompokkan berdasarkan
tiga wilayah tingkatan ekonomi yang berbeda yaitu tinggi (dipilih kecamatan Prambon
dan Ngronggot), sedang (dipilih kecamatan Tanjunganom dan Pace), dan rendah (dipilih
kecamatan Lengkong Ngluyu, dan Berbek) sesuai dengan indikator kemiskinan pada
laporan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
Data primer yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaananggota rumahtangga serta data konsumsi (recall 1 x 24 jam). Data sekunder
mencakup data konsumsi pangan penduduk Jawa Timur dari SUSENAS 1999 dan 2002
serta ketersediaan pangan dari NBM Propinsi Jawa Timur 2000 – 2003 dan data jumlah
serta laju pertambahan penduduk Kabupaten Nganjuk.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Analisis
Kebutuhan Konsumsi Pangan (PPKP, Deptan dan Departemen GMSK, 2005) maupun
program komputer microsoft excel, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan
data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut.
Hasil perhitungan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk dengan
metode multiple spargue berdasarkan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004
diperoleh AKE untuk tahun 2000 sebesar 1996,70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun
2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari. Berdasarkan data NBM dan SUSENAS, PPH
regional Jawa Timur adalah padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%,
minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5% Sayur
dan buah 6%, dan lain-lain 3%.
Dari hasil perhitungan UKE (unit konsumsi energi) dari 788 anggota keluarga
contoh, yang terdiri dari 397 pria dan 391 wanita didapatkan bahwa AKE wilayah
Kabupaten Nganjuk pada level konsumsi adalah 2008.4 kkal/kap/hari. Jika dihitung
dengan metode multiple spargue maka AKE kabupaten Nganjuk adalah 2051
kkal/kap/hari. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dinyatakan bahwa AKE
kabupaten Nganjuk adalah 2000 kkal/kap/hari pada level konsumsi.

Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2006 ,
tingkat konsumsi energi di kabupaten Nganjuk yaitu 1603.8 kkal/kap/hari, yang berarti
79.9% dari AKE nganjuk 2006 yaitu 2008.4 kkal/kap/hari. Sedangkan tingkat konsumsi
protein mencapai 45.0 g/kap/hari, yaitu 86.1% dari tingkat konsumsi ideal 52.1
g/kap/hari.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi masih harus
ditingkatkan jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bahan pangan yang harus
ditingkatkan konsumsinya adalah pangan hewani, umbi-umbian dan gula.
Dari sisi kualitas sendiri Kabupaten Nganjuk masih belum baik, hal ini dapat
dilihat dari komposisi padi-padian 47.1%, umbi-umbian 3.2%, pangan hewani 4.0%,
minyak dan lemak 9.2%, buah/biji berminyak 2.7%, kacang-kacangan 6.4%, gula 1.7%
Sayur dan buah 5.5%, dan lain-lain 0%. Skor PPH untuk Kabupaten Nganjuk sebesar
77.2, skor dibawah 100 menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Kabupaten
Nganjuk belum ideal, yaitu belum berimbang dan beragamnya konsumsi masyarakat
Nganjuk diantara bahan makanan di kelompok pangan.
Ketahanan pangan di Kabupaten Nganjuk masih perlu ditingkatkan karena dari
sisi kuantitas maupun kualitas masih rendah. Pemerintah daerah perlu meningkatkan
konsumsi penduduk Nganjuk terutama pangan hewani, umbi-umbian, dan gula .
Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan adalah survei konsumsi dengan contoh yang
lebih banyak dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dengan kerangka
pengambilan contoh secara epidemiologi, membandingkan konsumsi dan ketersediaan
pangan Kabupaten Nganjuk, penggunaan lahan di Kabupaten Nganjuk untuk memenuhi
ketersediaan, dan target pemenuhan skor PPH Kabupaten Nganjuk.

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK
BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN
HARAPAN WILAYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian
Institrut Pertanian Bogor

Oleh:
MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA
A54102062

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul

: Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk
Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan
Harapan Wilayah

Nama Mahasiswa

: Muhammad Dikfa Nurhadi Puradisastra

Nomor Pokok

: A54102062

Menyetujui:
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS

Yayat Heryatno, SP, MPS

NIP. 131 669 944

NIP. 132 146 239

Mengetahui:
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP. 130 422 698

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1984 dari ayah
Farchad Poeradisastra dan ibu Ir. Hanni Adiati, MSi.

Penulis adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis mulai
tahun 1990 di MI Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta sampai kelas 4,
dilanjutkan di SDN 011 Pondok Labu dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan
menengah pertama ditempuh di SLTPI Al-Izhar Pondok Labu sejak 1996 sampai
dengan 1999, dilanjutkan sekolah menengah atas di tempat yang sama yaitu
SMUI Al-Izhar Pondok Labu sampai 2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2002 melalui jalur
SPMB dan tercatat sebagai mahasiswa program studi Gizi Mastarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan aktif sebagai pengurus di
Himagita (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian) periode 20032004, Gema Almamater 2004-2006, dan GMSK English Club 2004-2006.

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
dan kesehatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat
dan berharga.
2. Yayat Heryatno, SP MPS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat
dan berharga.
3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
pemandu semoinar yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberi
masukan yang berharga.
5. Seluruh dosen atas bimbingan, pengajaran dan pembekalan ilmu-ilmu
yang berguna.
6. Papa, mama, atas kasih sayang, perhatian, motivasi, subsidi bulanan dan
pengertian serta doa yang tulus dan ikhlas serta adikku Ihsan tersayang
atas segala doa dan perhatiannya.
7. Staf Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur dan Kantor Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk atas informasi, bantuan dan
kesempatannya.
8. Pak Dudi, Bu Susi, Bayu dan Dila yang memberikan tempat tinggal yang
nyaman pada saat penelitian ini berlangsung.
9. Para pembahas seminar skripsi, Wara dan Fina.
10. Mba Uliana sekeluarga atas kerjasama dan bantuannya serta Karin dan
Midah yang selalu memberikan saran, motivasi dan bantuan.
11. Teman-teman GMSK angkatan 39 (Aries, Genta, Ifda, Anggun, Q-noy,
Surya, Billy, Juki, Alam, Mamieh, Nita, Ami, Muna, Wara, Feti, Fina, Bwie,
Aya, Titin, Arfah dan teman-teman lainnya yang belum disebutkan,
semoga kompak selamanya) serta teman-teman angkatan 37, 38, 40, dan
41 atas dukungan, doa, dan bantuannya.
12. Bayu Kamajaya U.J. yang selalu menjadi sahabat dalam keadaan susah
maupun senang, terima kasih untuk semua dukungannya dalam berbagai
hal.

13. Teman-teman KKP di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari (Heri, Lusi,
Eno, Ika dan Wiwie) atas dukungannya.
14. Semua orang yang pernah mengisi lembar indah hidupku selama di
kampus ini.
15. Rekan-rekan dari Gema Almamater yang menyediakan tempat yang
hangat untuk bekerjasama.
16. Semua staf pegawai di departemen GMSK atas kerjasama, bantuan, dan
pelayanannya.
Bogor, September 2006
Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Tujuan

2

Kegunaan

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan

4

Perencanaan Ketahanan dan Pola Pangan Harapan

7

KERANGKA PEMIKIRAN

15

METODE PENELITIAN

17

Desain, Tempat, dan Waktu

17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

17

Cara Pemilihan Contoh

17

Pengolahan dan Analisis Data

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Karakteristik Wilayah

21

Karakteristik Contoh

22

AKE Jawa Timur

25

PPH Regional Jawa Timur

26

AKE Kabupaten Nganjuk

29

Analisis Situasi Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

31

Kuantitas
Kualitas
KESIMPULAN DAN SARAN

31
33
37

Kesimpulan

37

Saran

37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

40

ii

DAFTAR TABEL
1. Jenis dan sumber data yang digunakan

17

2. Komposisi Penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan
jenis kelamin

22

3. Besar keluarga

22

4. Pendidikan KK (Kepala keluarga)

23

5. Pekerjaan KK (Kepala keluarga)

23

6. Perbandingan

persentase

komposisi

penduduk

berdasarkan

kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dan Contoh

24

7. Multiple spargue Jawa Timur 2000

25

8. Multiple spargue Jawa Timur 2004

26

9. Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003)
dan Indonesia (tahun 2000 – 2003)

27

10. Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan
Indonesia (tahun 1999 dan 2002)
11. PPH regional Jawa Timur

28
29

12. Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan Metode
Unit Konsumen Energi
13. Multile spargue Kabupaten Nganjuk

30
31

14. Kontribusi energi konsumsi menurut kelompok pangan di Kabupaten
Nganjuk

32

15. Sebaran jumlah rumahtangga menurut tingkat konsumsi energi
berdasarkan karakteristik lokal

32

16. PPH Kabupaten Nganjuk

34

17. Perbandingan skor PPH masing-masing daerah contoh

35

18. Perbandingan konsumsi energi tiga wilayah contoh

35

iii

DAFTAR GAMBAR
1. Faktor yang mempengaruhi penyusunan PPH

9

2. Proses Penghitungan Angka Kecukupan Energi
Rata-rata Penduduk (AKERP)

12

3. Kerangka pengambilan contoh

18

iv

DAFTAR LAMPIRAN
1.

.Angka Kecukupan Energi (AKE) dan
Faktor Unit Konsumen Energi (UKE)

2.

40

Faktor Pengali Spargue (FPS) untuk memecah
Kelompok Umur Demografi menjadi Umur Tunggal

41

3.

AKG Indonesia 2004

42

4.

Kuisioner kegiatan survei konsumsi gizi

43

5.

Data Klasifikasi daerah berdasarkan peta kerawanan pangan

44

6.

Multiple Spargue Indonesia tahun 2000

45

7.

Peta Kabupaten Nganjuk

46

8.

NBM Jawa Timur 2000

47

9.

NBM Jawa Timur 2001

50

10.

NBM Jawa Timur 2002

53

11.

NBM Jawa Timur 2003

56

12.

Susenas Jawa Timur 1999

59

13.

Susenas Jawa Timur 2002

63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan menjadi hal penting yang harus diperhatikan pada
suatu wilayah (negara/propinsi/kabupaten). Ketahanan pangan merupakan salah
satu hal yang menunjang terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang baik
karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Undang – undang Pangan Nomor
: 7/1996 Bab VII pasal 45 mengamanatkan pangan merupakan salah satu
kebutuhan pokok yang pemenuhannya merupakan bagian dari Hak Asasi
Manusia (HAM), Pangan sebagai bagian dari HAM mempunyai arti bahwa
negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan penduduk.
Situasi ketahanan pangan di Indonesia dari sisi konsumsi masih belum
tahan pangan berdasarkan data konsumsi yang diperoleh dari data susenas
tahun 2002 (padi-padian 56.3%, umbi-umbian 3.9%, pangan hewani 7.7%,
minyak dan lemak 9.5%, buah/biji berminyak 2.9%, kacang-kacangan 4.9%, gula
5.5%, sayur dan buah 4.0%, dan lain-lain 2.1%). Situasi belum tahan pangan
dapat ditinjau dari sisi komposisi antar kelompok pangan yang belum sesuai
dengan ketetapan nasional yaitu terlalu tingginya konsumsi beras dan rendahnya
konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah . Oleh karena itu pemerintah
lewat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 menyatakan bahwa
sasaran pembangunan di bidang pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan
pada tingkat nasional, daerah dan rumahtangga.
Arah kebijakannya adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan
yang berbasis pada keragaman sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya
lokal. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu tujuan program peningkatan
ketahanan

pangan

adalah

meningkatkan

keanekaragaman

produksi,

ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk.
Ketahanan pangan terkait erat dengan pemanfaatan potensi sumberdaya
baik ditingkat nasional maupun regional. Pola tersebut sesuai dengan kebijakan
otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah dalam pembangunan
pangan. (BKP 2004). Hal ini juga terkait dengan pola konsumsi setiap daerah
dengan menu yang spesifik dan sudah membudaya serta tercermin didalam
tatanan menu sehari-hari.

Dalam pengembangan pola konsumsi pangan

diperlukan penguasaan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam

2

memilih jenis bahan pangan, disesuaikan dengan pola kebiasaan masyarakat
setempat (Witoro 2004).
Data konsumsi pangan yang dikumpulkan dalam kurun waktu yang
panjang akan mencerminkan kebiasaan atau perilaku makan orang atau
kelompok orang yang disurvei.

Oleh karena itu data konsumsi pangan

diperlukan antara lain untuk menilai pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi,
untuk perencanaan program pangan dan gizi, dan untuk menggambarkan
kebiasaan pangan atau pola pangan penduduk (Hardinsyah, Briawan,
Retnaningsih, Herawati, dan Wijaya 2002)
Lebih lanjut dijelaskan oleh Hardinsyah dkk (2002), Informasi tentang
masalah konsumsi pangan tersebut akan dijadikan dasar untuk perencanaan
program penyediaan dan produksi pangan serta program gizi.

Masalah

konsumsi pangan terjadi bila ada perbedaan yang bermakna atau kesenjangan
antara konsumsi pangan penduduk dengan kebutuhan pangan(konsumsi pangan
untuk hidup sehat).
Kesenjangan antara konsumsi dengan kebutuhan dapat di tanggulangi
dengan menetapkan angka kecukupan energi untuk masing-masing wilayah di
Indonesia.

Penetapan angka kecukupan energi wilayah dibutuhkan untuk

menentukan kebutuhan pangan dan gizi secara lebih akurat. Oleh karena itu
perlu diadakan penelitian untuk menganalisis ketahanan pangan suatu wilayah
berdasarkan angka kecukupan energi wilayah dan pola pangan harapan wilayah.
Kabupaten Nganjuk dipilih karena merupakan salah satu wilayah sentra beras di
Jawa Timur serta adanya kerjasama dengan Kantor Ketahanan Pangan
setempat
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah
Kabupaten Nganjuk berdasarkan pola pangan harapan. Adapun tujuan khusus
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis Pola Pangan Harapan (PPH) regional Jawa Timur berdasarkan
Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk Provinsi Jawa Timur.
2. Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk Kabupaten
Nganjuk.
3. Menganalisis ketahanan pangan wilayah di Kabupaten Nganjuk berdasarkan
PPH regional Jawa Timur

3

Kegunaan
Penelitian ini berguna untuk:
1. Mengembangkan ilmu ketahanan pangan khususnya dan perencanaan
pangan dan gizi secara umum bagi penulis.
2. Menjadi salah satu contoh penerapan metode analisis situasi ketahanan
pangan dengan pendekatan PPH regional.
3. Menjadi bahan rujukan untuk perumusan kebijakan dan perencanaan
program ketahanan pangan di Kabupaten Nganjuk.

TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan
Otonomi Daerah
Era

reformasi

memberikan

peluang

bagi

perubahan

paradigma

pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma
pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan
paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undangundang yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Mardiasmo 2002).
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua
hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas
permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa,
kemiskinan,

ketidakmerataan

pembangunan,

rendahnya

kualitas

hidup

masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua,
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa
Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat
basis perokonomian daerah (Mardiasmo 2002).
Lebih lanjut disampaikan Mardiasmo (2002), otonomi yang diberikan
kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah
secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh
pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Ketahanan Pangan
Menurut UU No.7/1996 tentang Pangan, ketahanan pangan diartikan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumahtangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau. Kondisi ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui
pemanfaatan sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya lokal.

Hal ini

berarti kebutuhan pangan penduduk dapat dipenuhi dari kemampuan produksi
atau perdagangan antar wilayah, melalui hasil kerja suatu sistem ekonomi

5

pangan yang terdiri atas subsistem ketersediaan (availability); subsistem
keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi serta subsistem
stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan.
Aspek

penting

dalam

perwujudan

ketahanan

pangan

adalah

pengembangan agribisnis pangan dan pengembangan kelembagaan pangan
yang dapat menjamin keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi
pangan penduduk.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, setiap daerah otonom diberikan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kebutuhan pangan masyarakatnya sesuai dengan kemampuan
wilayah.
Berkaitan dengan hal tersebut maka sangat penting bagi setiap daerah
(provinsi, kabupaten, kota) untuk menyusun perencanaan pangan yang
memenuhi prinsip kuantitas maupun kualitas yang didasarkan pada potensi lokal.
Orientasi penyediaan dan konsumsi pangan wilayah tidak lagi semata pada
aspek jumlah tetapi juga aspek mutu gizi, keragaman maupun komposisi pangan
(Baliwati 2002).

Selain dari sisi kuantitas pangan, maka situasi ketahanan

pangan dapat dicerminkan oleh mutu ketersediaan maupun konsumsi pangan
penduduk, yang ditunjukkan oleh skor PPH sebesar 100. Skor PPH mencapai
100 maka perbandingan antar komoditi pangan yang akan sesuai dengan
ketetapan, menunjukkan kualitas yang baik dari konsumsi yang dilakukan
penduduk.
Suryana (2001) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat digambarkan
sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi,
yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga sub
sistem tersebut.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan
serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan
harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia
bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya
dari waktu ke waktu (Suryana 2001).
Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksebilitas secara fisik dan
ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata
mencakup aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang

6

membutuhkan,

tetapi

juga

menyangkut

keterjangkauan

ekonomi

yang

dicerminkan oleh harga dan daya beli masyarakat. Surplus pangan di tingkat
wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya.
Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan
mekanisme pasar global, agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses
pangan bagi seluruh penduduk (Suryana 2001).
Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan
kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.
Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan zat pangan dan gizi yang
cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia
yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Aspek diversifikasi pangan dalam
subsistem konsumsi merupakan aspek penting yagn merupakan suatu cara
untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi, sekaligus melepaskan
ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras.
Ketergantungan yang tinggi tersebut dapat memicu instabilitas ketika pasokan
terganggu. Agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu ditingkatkan cita
rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahannya agar dapat bersaing dengan
produk yang telah ada, sehingga teknologi pengolahan menjadi sangat penting
(Suryana 2001).
Pola Konsumsi Pangan Wilayah
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah
2004).

Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,

masalah pengupahan, ukuran kemiskinan, serta perencanaan dan produksi
daerah.

Konsumsi

masyarakat

terhadap

pangan

dapat

dilihat

dari

kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Secara umum
di tingkat wilayah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah
faktor ekonomi (pendapatan dan harga), faktor sosio budaya dan religi (PSKPG
2002).
Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dalam hal ini ditujukan pada
penganekaragaman pangan yang berasal dari bahan pangan pokok dan semua
bahan pangan lain yang dikonsumsi masyarakat, termasuk lauk pauk, sayuran,
buah-buahan dan makanan kudapan, berbasis pada kondisi dan potensi
daerah/wilayah. Setiap daerah mempunyai pola konsumsi dengan menu yang

7

spesifik dan sudah membudaya serta tercermin didalam tatanan menu seharihari. Akan tetapi menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi standar gizi
yang dibutuhkan, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak merubah
karakteristiknya, agar tetap dapat diterima oleh masyarakat setempat (Bimas
Ketahanan Pangan 2002)..
Dalam pengembangan pola konsumsi pangan diperlukan penguasaan
pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam memilih jenis bahan pangan,
disesuaikan dengan pola kebiasaan masyarakat setempat. Pengembangan Pola
Konsumsi Pangan dapat diterapkan baik untuk tingkat Nasional, Regional
(Provinsi dan Kabupaten ) dan tingkat keluarga tergantung keperluannya,
sedangkan penilaiannya dapat dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu :
1. Sisi kuantitas, ditinjau dari


volume pangan yang dikonsumsi



konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan
Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan

sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat dan dikenal
sebagai Angka Kecukupan Gizi/AKG yang direkomendasikan Widyakarya
Nasional

Pangan dan Gizi. Dalam menilai kuantitas konsumsi pangan

masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi/TKE dan Tingkat
Konsumsi Protein/TKP
2. Sisi kualitas
Pada sisi ini penilaian lebih ditujukan kepada keanekaragaman
pangannya , semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang
dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya. Untuk menilai keanekaragaman
pangan digunakan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).
(Sumber: Bimas Ketahanan Pangan RI 2002)
Perencanaan Ketahanan Pangan dan Pola Pangan Harapan
Perencanaan Pangan dan Pola Pangan Harapan (PPH)
Perencanaan

adalah

metode

dan

prosedur

yang

teratur

untuk

merumuskan keputusan yang mantap. Dalam bidang pangan dan gizi,
perencanaan merupakan alat yang efisien, dengan langkah-langkah yang logis
sehingga dapat menjamin pemantapan dalam menanggapi berbagai macam
pengembangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan
(Suhardjo 1996).

8

Pendekatan yang dikenal selama ini untuk perencanaan penyediaan
pangan dalam pembangunan pangan ada dua macam yaitu pendekatan
kecenderungan (trend) konsumsi/permintaan dan pendekatan kecenderungan
produksi. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis
situasi ketersediaan maupun konsumsi pangan wilayah adalah analisis pola
pangan harapan (PPH).
Menurut FAO-RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah, Madanijah &
Baliwati (2002), PPH (Desirable Dietary Pattern) adalah komposisi kelompok
pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat
gizi lainnya. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk
berdasarkan skor pangannya (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan,
menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik
komposisi dan mutu gizinya .
Tujuan PPH adalah untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar)
pangan

untuk

memenuhi

kebutuhan

gizi

penduduk,

sekaligus

juga

mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh
cipta rasa (palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat
(acceptability), kualitas dan kemampuan daya beli (affortability). PPH berguna
sebagai instrumen sederhana menilai situasi ketersediaan konsumsi pangan
berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. PPH
dapat digunakan untuk perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan
(Hardinsyah, Madanijah & Baliwati 2002).
Suhardjo (1996) menyatakan bahwa dengan adanya PPH, maka
perencanaan produksi dan penyediaan pangan dapat didasarkan pada patokan
imbangan komoditas seperti yang telah dirumuskan dalam PPH untuk mencapai
sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. PPH yang disajikan dalam
bentuk kelompok pangan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan jenis
pangan yang diinginkan diantara kelompoknya disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya dan potensi setempat.
Pola pikir perencanaan ketahanan pangan dengan pendekatan PPH
merupakan konsep perencanaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan
jangka panjang dan jangka pendek (Gambar 1). Dengan tujuan utama untuk
membuat rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan yang terdiri dari
kombinasi anekaragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai cita
rasa, serta dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya lokal. Dalam

9

mencapai tujuan tersebut dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kondisi/situasi
pangan saat ini, kondisi yang diharapkan, kondisi dan potensi sosial ekonomi
serta agroekologi juga turut menentukan serta aspek regulasi dan kebijakan
pangan baik tingkat global, nasional maupun lokal turut menentukan
(Hardinsyah, Madanijah & Baliwati 2002).

Ketersediaan gizi aktual

Angka kecukupan Gizi (AKG)

- Pendapatan
- Potensi agroekologi
- Ekspor dan impor pangan

Tingkat
kecukupan gizi

Pola ketersediaan pangan
aktual

- Tantangan global &
lingkungan

Laju ketersediaan pangan
Laju pertumbuhan penduduk

Pola Pangan Harapan
(PPH)

Kebijakan & regulasi.
Laju ekonomi

Sumber : Diadopsi dari Analisis neraca bahan makanan dan pola pangan harapan untuk
perencanaan ketersediaan pangan. PSKPG-IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan
Pangan, Departemen Pertanian, Bogor dengan beberapa penyesuaian.

Gambar 1. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan PPH
Di Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan
penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah
dijadikan dalam kebijakan pembangunan pangan sebagai salah satu indikator
output pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan pangan dan
diversifikasi pangan.
Penetapan Pola Pangan Harapan (PPH) Regional
Penetapan PPH regional dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan
yaitu kemampuan wilayah dalam memproduksi bahan pangan, pola konsumsi
pangan dan kebiasaan makan setempat., serta kondisi sosial ekonomi, misalnya
pendapatan (daya beli) serta memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (PPKP BKP
Deptan & GMSK IPB 2005).

10

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk memenetapkan PPH
regional seperti yang dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB ( 2005)
adlah sebagai berikut:
1. Menetapkan AKE regional yang dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan unit konsumen untuk masing-masing kelompok jenis kelamin dan
umur penduduk.
2. Menetapkan komposisi pangan (baik data konsumsi maupun ketersediaan
pangan) berdasarkan kontribusi energi menurut kelompok pangan (%).
Kontribusi tersebut dihitung berdasarkan perbandiingan konsumsi atau
ketersediaan setiap kelompok pangan aktual dengan Angka Kecukupan
Energi (AKE) regional.

Komposisi pangan tersebut digunakan sebagai

gambaran potensi wilayah.
3. Menetapkan presentase AKE ideal untuk masing-masing wilayah (regional)
dengan mempertimbangkan:
a. Presentase AKE (% AKE) konsumsi dan ketersediaan pangan (hasil
tahap 2)
b. Kisaran % AKE menurut FAO-RAPA (1989) sebagai acuan menuju
komposisi pangan ideal
c. Konsep kecukupan dan keseimbangan gizi.

Kecukupan dan

keseimbangan gizi terpenuhi jika memperhatikan kaidah triguna
makanan yaitu sebagi zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun.
Konsumsi pangan sumber karbohidrat maksimal 60% dan lemak
anatara

10-25%

berdasarkan

PUGS

(Pedoman

Umum

Gizi

Seimbang).
4. Menghitung skor PPH dengan cara mengalikan % AKE ideal dengan bobot
sehingga diperoleh skor AKE ideal regional yaitu 100. Dalam perhitungan
skor PPH ideal perlu diperhatikan seni mengjitung skor.
5. Untuk menetapkan PPH regional sebaiknya melibatkan multi stakeholder
melalui suatu lokakarya.
Penilaian suatu wilayah harus memiliki PPH regional juga didasarkan
dengan proporsi ketersediaan maupun konsumsi antar bahan pangan
dikelompok pangan wilayah dibandingkan dengan proporsi ketersediaan maupun
konsumsi antar bahan pangan dikelompok pangan nasional. Hal ini seperti yang
dilakukan pada penentuan PPH regional oleh PSKPG IPB bekerjasama dengan
PPKP BBKP Deptan tahun 2001.

11

Komposisi konsumsi pangan disetiap wilayah yang proporsi antar
kelompok pangannya tidak jauh berbeda menunjukkan bahwa perilaku konsumsi
yaitu kemampuan produksi dan ketersediaan pangannya sama dengan kondisi
nasional. Dengan demikian sasaran proporsi ideal kontribusi energi atau PPH
pada wilayah itu dapat mengacu atau menggunakan PPH nasional (Hardinsyah,
Baliwati, Martianto, Rachman, Widodo dan Subiakto 2001).
Angka Kecukupan Energi dan zat Gizi
Angka Kecukupan Energi dan zat Gizi (AKE/G) adalah nilai yang
menunjukkan jumlah energi dan zat gizi yang diperlukan tubuh setiap hari untuk
dapat hidup sehat bagi hampir senua populasi menurut kelompok umur, jenis
kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti hamil dan menyusui (PPKP BKP
Deptan & GMSK IPB, 2005).
AKE/G ditetapkan berdasarkan kajian dan kesepakatan antar pakar
berdasarkan hasil-hasil penelitian gizi individu.

Dengan demikian istilah

kebutuhan gizi lebih tepat untuk menggambarkan banyaknya zat gizi yang
dibutuhkan individu agar dapat hidup sehat, sedangkan kecukupan energi dan
zat gizi (AKE/G) lebih menggambarkan banyaknya energi dan zat gizi yang
dibutuhkan agar sebagian besar populasi dapat hidup sehat. Perhitungan AKE/G
oleh karenanya telah memperhitungkan variasi kebutuhan antar individu dalam
suatu populasi tertentu (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005).
AKE/G digunakan sebagai rujukan untuk perencanaan dan penilaian
(evaluasi) konsumsi makanan dan gizi bagi orang yang sehat agar tetap dapat
mempertahankan kesehatannya dan terhindar dari kekurangan (defisiensi) atau
kelebihan gizi. AKE/G diperlukan untuk mengetahui apakah konsumsi energi
dan zat gizi masyarakat disuatu wilayah tertentu telah memenuhi norma gizi
untuk hidup sehat sebagai rujukan (pembanding). Hasil perbandingan antara
konsumsi enrgi dan zat gizi suatu masyarakat/populasi dengan AKE/G disebut
tingkat kecukupan energi/zat gizi (TKE/G) (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB
2005).
Unit Konsumen Energi
Pendekatan faktor Unit Konsumen Energi (UKE) digunakan untuk
membuat rataan tingkat konsumi energi (TKE) yang berjumlah besar dimana
setiap rumahtangga berbeda jumlah anggota rumahtangga (JART) maupun
komposisi umur serta jenis kelaminnya(PPKP BKP Deptan & GMSK IPB, 2005).

12

Lebih lanjut dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB (2005), dengan
menggunakan rataan UKE dari setiap rumahtangga, maka rataan TKE untuk
suatu populasi yang dihasilkan, sekaligus telah memperhitungkan variasi JART
dan komposis umur serta jenis kelamin setiap anggota rumahtangga pada
populasi tersebut.
Perhitungan AKE rata-rata suatu keluarga dengan menggunakan Faktor
UKE dilakukan dengan menggunakan konsumen (anggota rumahtangga) tertentu
sebagai patokan kecukupan energi. Sebagai patokan dapat digunakan AKE pria
dan wanita dewasa, namun lazimnya yang sering digunakan sebagai patokan
adalah AKE pria dewasa (30-49 tahun). Prinsip perhitungannya adalah AKE
individu setiap anggota rumahtangga dibandingkan dengan AKE pria dewasa.
Dengan demikian faktor UKE untuk pria dewasa adalah 1.0.

Tabel Angka

Kecukupan Energi (AKE) dan Faktor Unit Konsumen Energi (UKE) yang disusun
berdasarkan tabel Angka Kecukupan Energi WNPG (2004) dapat dilihat di
lampiran1.
Metode Spargue Multiplier
Perhitungan angka kecukupan gizi memerlukan pengelompokan umur
tertentu.

Sampai dengan kelompok umur tertentu pengelompokan umur

berdasarkan Demografi (lima tahunan) berbeda dengan pengelompokan umur
untuk menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk. Pengelompokan
umur tersebut perlu diubah menjadi kelompok umur jenjang satu tahunan,
Metode Spargue Multiplier merupakan metode yang digunakan untuk memecah
kelompok umur tersebut, dengan alasan metode ini lebih teliti dibanding dengan
metode lainnya (Hardinsyah dan Martianto 1992 diacu dalam Sembiring 2002).

Data Penduduk
Berdasarkan umur
Demografi (raw data)

Data Penduduk
Berdasarkan
Demografi
(data olahan)

Pemecahan
Kelompok
Umur

Menghitung Jumlah dan
Komposisi Penduduk
berdasarkan kelompok umur
AKG

Menghitung AKERP

Gambar 2. Proses Penghitungan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk

Berdasarkan Pemecahan Kelompok umur tersebut kemudian dihitung
jumlah penduduk dan komposisinya menurut kelompok umur AKG.

Hasil

perhitungan komposisi penduduk ini kemudian digunakan Angka Kecukupan

13

Energi Rata-rata Penduduk.

Secara sistematis proses penghitungan angka

kecukupan energi rata-rata penduduk dapat dilihat pada Gambar 2. Kelompok
Umur demografi yang perlu dipecah menjadi umur tunggal untuk menghitung
AKE penduduk adalah sebagai berikut:
1. Kelompok umur (0-4) tahun menjadi umur 0 dan 4 tahun, tanpa
dibedakan jenis kelamin. Sisanya umur (1-3) tahun.
2. Kelompok umur (5-9) tahun menjadi umur 5 dan 9 tahun, tanpa
dibedakan jenis kelamin. Sisanya umur (6-8) tahun.
3. Kelompok umur (10-14) tahun menjadi umur 13 dan 14 tahun, yang
dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (10-12) tahun.
4. Kelompok umur (15-19) tahun menjadi umur 15 tahun dan 19 tahun, yang
dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (16-18) tahun.
Setelah empat kelompok umur diatas dipecah, kemudian disusun dan
dihitung jumlah (persentase) penduduk menurut umur kecukupan gizi. Secara
umum perhitungan jumlah penduduk menggunakan Metode Pengali Spargue
dirumuskan sebagai berikut:

nj = (FPSi) (Ni)
Keterangan:
nj

= jumlah penduduk umur satu tahunan pada umur umur tunggal
ke-j.

FPSi

= Faktor Pengali Spargue pada kelompok umur lima tahunan
yang ke i. (dapat dilihat pada lampiran 2)

Ni

= Jumlah penduduk kelompok umur lima tahunan pada
kelompok umur ke i.

Faktor Pengali Spargue (FPS) dikelompokan menjadi lima kelompok, yaitu
First End Panel, First Next to End Panel (FNEP). Mid panel (MP), Last Next to
End Panel (LNEP) dan Last End Panel (LEP). FPS yang digunakan tergantung
pada kelompok mana yang akan dipecah. Bila Kelompok umur lima tahunan
pertama ( N1) yang akan dipecah maka gunakan FSP FEP, bila kelompok umur
lima tahunan kedua (N2) yang akan dipecah maka gunakan FPS FNEP, bila
kelompok umur lima tahunan ketiga (N3) dan (N4) yang dipecah maka digunakan
FPS MP.

KERANGKA PEMIKIRAN
Ketahanan pangan suatu wilayah dapat dilihat dari subsistem konsumsi,
yaitu tingkat konsumsi penduduknya. Data konsumsi pangan didapatkan antara
lain dengan konsumsi pangan, berdasarkan definisi ketahan pangan yaitu suatu
situasi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga secara kualitas dan kuantitas,
aman, merata, dan terjangkau, maka digunakan dua ukuran dalam manilai
ketahanan pangan wilayah berdasarkan komponen konsumsi pangan yaitu
aspek kuaitas dan kuantitas.
Dalam hal ini kuantitas konsumsi pangan memperhatikan kebutuhan gizi
dan disebut sebagai tingkat konsumsi pangan. Tingkat konsumsi merupakan
perbandingan antara konsumsi dengan AKE rata-rata penduduk wilayah tersebut
yang dihitung berdasarkan proporsi umur dan jenis kelamin penduduk. Kualitas
konsumsi penduduk diukur menggunakan PPH wilayah, yang pada penelitian kali
ini digunakan PPH Jawa Timur karena salah satu data yang dibutuhkan untuk
menyusun PPH regional yaitu data konsumsi pangan dalam hal ini SUSENAS
tersedia pada level provinsi.
JENIS
K