Analisis perencanaan penyediaan pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH) Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan

(1)

ANALISIS PERENCANAAN PENYEDIAAN PANGAN

BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) DI

KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

HASRAWATI

NRP. I 153084055

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Analisis Perencanaan Penyediaan Pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustakadi bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

Hasrawati


(4)

ABSTRACT

Food security constitutes substance which is important and connected tightly with social security, economic stability, politic stability and nation security. The Act of the Republic of Indonesia Number 7/1996 on food stated that food is fundamental requirement in the availability of sufficient food both its in quantity and quality, including safety to the prosperity and welfare of Indonesian. As otonom's region government has authority to manage food security developments, PP No 38/2007 commanding food securitys as mandatory of goverment. This research was aimed to analyze food availability planning in Regency Sinjai, based on: 1) availability of calory (2,200 kcal) and protein (57 gram) per capita per day, and (2) consumption adequacy per capita per day of calory (2,000 kcal) and protein (52 gram), indicated by a DDP score of 100 in 2020. This research was carried out in Sinjai Regency in South Sulawesi Province in November to December 2010. The research design was retrospective utilyzing secondary data from institution related to food security. The result showed that availability of energy and protein in 2007-2008 were increased. The average of food availability was 2,923 kcal that was higher than standard (2,200 kcal/day), a slightly different picture was shown in the average availability of protein was 92.6 gram that was higher than standard (52 g/day). Meanwhile availibility of protein was dominated by plant food. On an average the availability was above the national standard (WNPG VIII, 2004). The average of calory consumption of food group in the total consumption was 2,394 kcal (slightly above of the standard), with DDP consumption in 2008 was 90.3. The basis Projection of quality food availability and food consumption in 2011 to 2020 are balance diet that is indicated by a DDP score of 100 in 2020. Land potential of Sinjai Regency for Wetlands is 13.561 ha in 2008, while wetland needs of rice production sustainability is 14.454 ha in 2020. The regulation of Sinjai regency was estabilished that agricultural farm and fishery farm for sustainability was 40,637 ha.


(5)

RINGKASAN

HASRAWATI, Analisis Perencanaan Penyediaan Pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan, Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan IKEU TANZIHA.

Pangan merupakan salah satu hak dasar rakyat (basic people right) yang menentukan kualitas hidup suatu bangsa. Ketahanan pangan merupakan unsur yang sangat penting dan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan ketahanan nasional secara keseluruhan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa pangan merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam penyediaan kebutuhan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, bergizi, beragam dalam mewujudkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa urusan wajib pemerintah terkait pelayanan dasar adalah kewenangan dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus masyarakatnya. Kemudian pada PP Nomor 38 Tahun 2007 diperkuat bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menyusun perencanaan penyediaan pangan berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai, dengan tujuan khusus yaitu: 1) menganalisis situasi ketersediaan pangan di Kabupaten Sinjai tahun 2005 – 2008, 2) menganalisis konsumsi pangan tahun 2008, 3) proyeksi kebutuhan konsumsi pangan tahun 2011 – 2020, 4) proyeksi penyediaan pangan tahun 2011 – 2020, dan 5) proyeksi kebutuhan lahan pertanian dan perikanan dalam mendukung penyediaan pangan di Kabupaten Sinjai hingga tahun 2020. Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari instansi terkait ketahanan pangan antara lain; (a) NBM dan data produksi pangan, stok pangan, ekspor, impor dan kebutuhan benih untuk mengetahui kemampuan wilayah dan perencanaan produksi untuk memenuhi ketersediaan pangan (supply); (b) laporan konsumsi pangan Kabupaten Sinjai tahun 2008 untuk mengetahui kondisi konsumsi dan proyeksi kebutuhan konsumsi sesuai kebutuhan gizi (demand); dan (c) potensi lahan pertanian dan perikanan untuk membandingkan kemampuan jumlah luas lahan aktual tahun 2008 dengan tahun 2020 dalam mendukung produksi komoditas setiap kelompok pangan. Perkembangan produksi berkelanjutan dengan keberlanjutan ekologi (ketersediaan lahan) didasarkan penilaian kemampuan daerah Kabupaten Sinjai menyediakan pangan dan kebutuhan konsumsi pangan berdasarkan PPH. Interpolasi linier (Least Square Methode) digunakan untuk analisis proyeksi ketersediaan dan kebutuhan konsumsi pangan dan jumlah penduduk dengan ekstrapolasi linier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ketersediaan energi dan protein pada tahun 2005-2008 adalah 2.923 kkal/kap/hari dan 100,9 gram/kap/hari, jumlah tersebut berada diatas standar (2,200 kkal/kap/hari dan 57 gram/kap/hari) WNPG 2004, dengan skor PPH 85.8 masih dibawah ideal (PPH=100) dan kontribusi energi 93.1%. Tingkat ketersediaan protein hewani kurang lebih 25,3-36,8% (kurang dari 45% total ketersediaan untuk konsumsi protein hewani) dan didominasi oleh protein nabati.


(6)

Pola konsumsi penduduk per kapita per hari tahun 2008 secara kuantitas diatas anjuran, kalori sebesar 2.394 kkal dan 119 gram protein, kontribusi AKE 108,8% tapi secara kualitas skor PPH 90,3 dari sembilan kelompok pangan (PPH=100).

Proyeksi ketersediaan dan konsumsi pangan berdasarkan acuan tahun 2008 diharapkan pencapaian skor PPH=100 dan kontribusi energi (%AKE=100) pada tahun 2020 pada sembilan kelompok pangan sesuai keseimbangan gizi dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan penduduk Kabupaten Sinjai. Dengan rata rata naiknya penyediaan pangan melalui produksi atau impor pangan yang masih defisit seperti; pangan hewani khususnya telur sebesar 8,65%, sayur sebesar 5,40%, 9,36% buah, 9,35% ubi kayu dan 4,88% gula merah setiap tahunnya hingga tahun 2020. Demikian juga kelompok pangan minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan kelompok pangan lain-lain secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai ideal. Sedangkan kebutuhan konsumsi secara bertahap diturunkan hingga ideal adalah kelompok pangan padi-padian 4,50% tahun 2013 menjadi 3,91% pada tahun 2020.

Proyeksi ketersediaan pangan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Kabupaten Sinjai berdasarkan hasil gap ketersediaan dan konsumsi, perlu intervensi kebijakan melalui peningkatan produksi atau impor untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk sesuai kaidah gizi, seperti telur kekurangan ketersediaannya yang bersumber dari produksi domestik pada tahun 2013 sebesar (-675) ton menjadi (-753) ton tahun 2020, komditi ikan tahun 2013 sebesar (-13.168) ton, tahun 20171 ton sebesar (-13.961) ton dan (-14.604) ton tahun 2020. untuk kelompok pangan sayur kekurangan produksi pada tahun 2013 sebesar (-12.951) ton, tahun 2017 sebesar (-13.732) ton dan (-14.363) ton tahun 2020 sedangkan untuk buah tahun 2013 sebesar (-20) ton, (-21) ton tahun 2020. Sedangkan kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian dan kelompok pangan lainnya perlu dipertahankan produksi agar tidak turun dan tersedia sepanjang waktu.

Potensi lahan pertanian di Kabupaten Sinjai untuk lahan sawah seluas 13.561 ha tidak mampu mendukung produksi pangan pokok (beras giling) pada tahun 2017 hingga tahun 2020 dengan kebutuhan lahan sawah sebesar 14.454 ha dalam pemenuhan penyediaan pangan untuk konsumsi sesuai kebutuhan gizi. Perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai tentang lahan abadi pertanian dan perikanan seluas 40.736 ha.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya . Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

ANALISIS PERENCANAAN PENYEDIAAN PANGAN

BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

HASRAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

(10)

Judul : Analisis Perencanaan Penyediaan Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Hasrawati NRP : I 153084055

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budi Setiawan,MS Ketua

Dr. Ir. Ikeu Tanziha,MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

drh.M.Rizal M.Damanik M.RepSc,PhD Dr.Ir Dahrul Syah, MSc.Agr


(11)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan, yang berjudul “Analisis Perencanaan Penyediaan Pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing serta Ibu Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan bimbingan, Drh. M. Rizal Damanik, MRepSc,PhD selaku Ketua Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta seluruh dosen pengajar. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda tercinta dan kakak Drs. H. Muh. Thamrin Benna, S.Kep., M.Kes, Hartati, S.Kep, Herawati, SE.Ak yang telah membantu biaya pendidikan dan pengumpulan data serta semua saudaraku atas segala doa dan kasih sayangnya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sinjai pada tanggal 12 Maret 1968 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Benna Dg Matterru dan Hj. Indo Hero Dg Tawellang.

Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sinjai dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas “45” Makassar pada Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, lulus pada tahun 1994.

Tahun 1994-1995 bekerja sebagai asisten dosen Statistik Universitas “45” Makassar, tahun 1996-2006 bekerja di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai (Honorer), Tahun 2001/2002 Asisten FK Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Tahun 2004 calon legislatif Partai Golkar, Tahun 2007 Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) dan Tahun 2009 Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Sinjai dan bertugas pada Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan sebagai Pelaksana Fungsi Penyuluh. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa tugas belajar dari pemerintah Kabupaten Sinjai, dengan biaya pendidikan sendiri.


(13)

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ...  V DAFTAR LAMPIRAN ...  vi

PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran ... ... ... ... ... 1 3 5 5 6 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Ketahanan Pangan ... 8

Ketersediaan Pangan dan Produksi ... 10

Konsumsi Pangan ... 11

Ketersediaan Lahan Pertanian dan Perikanan ... 12

Perencanaan Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH ... 13

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... Desain Penelitian ... Jenis Sumber dan Cara Pengumpulan Data ... Pengolahan dan Analisis Data ... Definisi Operasional ... 17 17 17 18 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah ... Kelembagaan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai ... Situasi Ketersediaan Pangan ... Rasio Swasembada Pangan ... Ketersediaan Pangan ... 27 30 32 43 44 Konsumsi Pangan Aktual Penduduk Kabupaten Sinjai ... 52

Perencanaan Penyediaan dan Konsumsi Pangan ... 56

Ketersediaan Lahan Pertanian dan Perikanan... 72 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ………....

Saran ... 75 77 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

79 82


(14)

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994, dan

Deptan 2001 ………...

15

2 Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data ………... 18 3 Luas dan Persentase Ketinggian dari permukaan Laut di Kabupaten

Sinjai………... 28 4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sinjai menurut

Jenis Kelamin tahun 2009 ………... 29 5 Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten

Sinjai Tahun 2005 – 2008...………... 30 6 Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Sinjai Tahun 2005-2008 ….. 32 7 Produksi Sayur-Sayuran di Kabupaten Sinjai Tahun 2005 – 2008 ….... 34 8 Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sinjai Tahun 2005-2008 …….... 35 9 Produksi Perkebunan di Kabupaten Sinjai Tahun 2005 – 2008 ……... 36 10 Produksi Pangan Hewani menurut Jenis Ternak di Kabupaten

Sinjai Tahun 2005-2008 ………... 37 11 Produksi Perikanan Kabupaten Sinjai Tahun 2005 – 2008 ………….... 39 12 Impor Ternak berdasarkan Jenis Ternak Kabupaten Sinjai ………….... 40 13 Laju Ekspor Komodiri Pertanian dan Perikanan di Kabupaten Sinjai

Tahun 2005 – 2008 ………... 41

14 Stok dan Penyaluran Raskin (kg) di Kabupaten Sinjai

Tahun 2006-2008... 42 15 Rasio Swasembada Pangan Strategis berbasis Potensi Produksi

di Kabupaten Sinjai Tahun 2008 ... 44 16 Ketersediaan Pangan Aktual dan Ideal berdasarkan PPH

di Kabupaten Sinjai Tahun 2008………... 45 17 Komposisi Energi, Protein dan Lemak berdasarkan NBM

di Kabupaten Sinjai Tahun 2005-2008 ………... 46 18 Komposisi Ketersediaan Protein Kabupaten Sinjai

Tahun 2005-2008 ... 47 19 Skor PPH Ketersediaan per Kelompok Pangan di Kabupaten

Sinjai Tahun 2005-2008 ………... 48 20 Tingkat Kontribusi Energi dan Skor PPH pada Ketersediaan Pangan


(15)

 

Halaman

21 Ketersediaan Pangan Aktual di banding Ketersediaan Ideal di

KabupatenSinjai Tahun 2008 ... 50 22 Gap Ketersediaan Pangan Aktual dengan Ketersediaan Pangan Ideal

di Kabupaten Sinjai Tahun 2008 ………... 51 23 Tingkat Gap Ketersediaan Aktual dan Harapan setiap Kelompok

Pangan di Kabupaten Sinjai Tahun 2008 ……….. 52 24 Kondisi Konsumsi Pangan Penduduk di Kabupaten Sinjai

Tahun 2008 ... 53 25 Kondisi Pola Konsumsi Pangan Aktual dan Ideal di Kabupaten Sinjai

Tahun 2008 ………... 54 26 Kondisi Gap Konsumsi Pangan Aktual dan Konsumsi Pangan Ideal

di Kabupaten Sinjai Tahun 2008 ………... 55 27 Gap Ketersediaan Pangan Aktual dan Konsumsi Pangan Aktual

berdasarkan Kebutuhan Gizi di Kabupaten Sinjai Tahun 2008 ………. 56 28 Proyeksi Produksi Jenis Komoditas untuk Pemenuhan Ketersediaan

Pangan Penduduk di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2020 ... 57 29 Proyeksi Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi di Kabupaten

Sinjai Tahun 2011-2020 ...………... 58 30 Proyeksi Konstribusi Energi (%AKE) dalam Konsumsi Pangan

di Kabupaten Sinjai Tahun 2011 – 2020 ……… 59 31 Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Pangan dalam satuan gram/kap/hari

Kabupaten Sinjai Tahun 2011 – 2020..………... 60 32 Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Pangan (ton/tahun) di Kabupaten

Sinjai Tahun 2011- 2020………... 61

33 Proyeksi Ketersediaan Pangan berdasarkan Skor Pola Pangan Harapan di Kabupaten Siinjai Tahun 2011 - 2020………... 64 34 Proyeksi Ketersediaan Energi untuk Konsumsi menurut Kelompok

Pangan berdasarkan PPH (kkal/kap/hari) di Kabupaten Sinjai

Tahun 2011-2020..………... 65 35 Proyeksi Ketersediaan Energi (gram/kap/hari) dalam kelompok

Pangan berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2020... 66 36 Proyeksi Kontribusi Energi (%AKE) dalam Ketersediaan Pangan

berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2020 ……….. 67 37 Ketersediaan Pangan Aktual Tahun2008 dan Proyeksi Ketersediaan

Pangan berdasararkan Kebutuhan Gizi ( ton/thn) di Kabupaten Sinjai


(16)

 

Halaman

38 Gap Proyeksi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan berdasarkan

Kebutuhan Gizi dan PPH di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2020 ……. 71 39 Potensi Ketersediaan Lahan Pertanian dan Perikanan di Kabupaten

SinjaiTahun 2006 - 2008………... 73 40 Proyeksi Kebutuhan Lahan untuk Pengembangan Komoditas Strategis

di Kabupaten Sinjai hingga Tahun 2013 - 2020………... 74


(17)

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan Kerangka pemikiran Analisis Perencanaan Penyediaan Pangan Berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai Provinsi Provinsi Sulawesi

Selatan...………... 7 2. Peta Kabupaten Sinjai ... 27


(18)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian ... 82 2 Standar Pelayanan Minimal di Bidang Ketahanan Pangan

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Peraturan Menteri Pertanian No 65/Permentan/01.140/12/2010) ... 83

3 Gap Proyeksi Produksi Pangan dan Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi Penduduk di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2020 ... 84

4 Neraca Bahan Makanan Kabupaten Sinjai Tahun 2008………... 85 5 Struktur Organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan

Pangan Kabupaten Sinjai (Peraturan Bupati Sinjai Nomor 2 Tahun 2007)... 94 6 Keterangan Izin Penelitian ... 95


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu hak dasar rakyat (basic people right) yang menentukan kualitas hidup suatu bangsa. Ketahanan pangan merupakan unsur yang sangat penting dan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan ketahanan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sistem ketahanan pangan merupakan salah satu fokus dari pembangunan nasional untuk membentuk manusia yang berkualitas, menjadi syarat mutlak bagi pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesi yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera yaitu manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Ketahanan pangan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan daerah otonomi dalam penyelenggaraan urusan wajib pemerintah pasal 14 ayat 2 menyatakan bahwa urusan wajib pemerintahan kabupaten/kota yang terkait dengan pelayanan dasar bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan potensi unggulan daerah. Kemudian diperjelas pada pasal 7 ayat (2) PP No 38 Tahun 2007 bahwa urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan meliputi ketahanan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi pangan untuk pemenuhan ketersediaan dan penganekaragaman pangan yang berkualitas baik kuantitas maupun kualitas gizi (Nutrient) dan distribusi pangan untuk meningkatkan aksesibilitas pangan untuk menjamin kecukupan pangan beragam, bergizi baik dan aman, sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar minimal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah (Lampiran 2).

Pembangunan pangan dan gizi merupakan bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan pembangunan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sekaligus merupakan salah satu isu utama dalam ketahanan pangan guna peningkatan status gizi masyarakat, yang erat kaitannya dengan situasi produksi


(20)

pangan dalam negeri, stok pangan dan impor, kondisi ketersediaan pangan dan konsumsi pangan sangat mempengaruhi ketahanan pangan ditingkat wilayah (Syarief dan Martianto, 2010). Sementara ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya beli, kesukaan/selera, pendidikan dan sosial budaya gizi yang berlaku dalam masyarakat. Pangan untuk dikonsumsi baik dalam jumlah, maupun mutunya, bergizi, beragam dan aman sesuai pola budaya makan bagi masyarakat “orang merasa belum makan jika belum mengkonsumsi nasi”, meskipun kebutuhan karbohidratnya dipenuhi dari makanan lain (Firdaus dkk, 2008) dan menurut Arifin (2001) dijadikan kriteria keberhasilan pembangunan suatu wilayah atau daerah apabila secara nutrisi, ekonomi, sosial budaya beras tetap merupakan pangan terpenting bagi masyarakat Indonesia.

Mengingat pentingnya ketersediaan pangan baik di tingkat makro dan mikro, maka setiap negara mendahulukan pembangunan ketahanan pangan sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional bedasarkan pada pemahaman atas peran strategis dalam pembangunan nasional antara lain: (1) Akses terhadap pangan yang bergizi baik dalam jumlah yang cukup, (2) Peranan pangan sangat penting bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas, (3) Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama yang menopang ketahanan pangan ekonomi dan ketahanan nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan setiap orang dalam rumah tangga yang terus berkembang dari waktu kewaktu. Pemanfaatan potensi sumberdaya disetiap daerah perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah sebagai kewenangan daerah dalam pembangunan pangan dan gizi. Pemerintah daerah harus mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan sesuai potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk melalui penyediaan pangan dengan: (1) mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal, (2) mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, (3) mengembangkan teknologi produksi pangan,


(21)

(4) mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan (5) mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif (Nainggolan dalam KUKP 2005-2009).

Menurut Wirawanto (2004), Ketahanan pangan suatu negara dikatakan mantap bila semua penduduknya dapat memperoleh pangan yang cukup (baik kuantitas maupun kualitas). Ketahanan pangan yang mantap ditandai dengan terpenuhinya pangan yang cukup dan tersebar merata diseluruh daerah sampai rumah tangga, tersedia sepanjang waktu, aman dari pencemaran bahan berbahaya dan aman menurut kaidah agama.

Gambaran ketersediaan pangan Kabupaten Sinjai berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Perbandingan konsumsi energi dan protein antara Kabupaten Sinjai dengan rata-rata nasional (Indonesia) tahun 2007, konsumsi energi per kapita per hari sebesar 2.831 kilokalori/kapita/hari dan protein sebesar 83,37 gram/kapita/hari (BPS, 2008), sedangkan rata-rata nasional (Indonesia) konsumsi energi sebasar 974,07 kilokalori/kapita/hari dan protein sebesar 64,59 gram/kapita/hari (Susenas, 2008). Berdasarkan informasi di atas dapat diketahui bahwa kecukupan pangan, pada ketersediaan khususnya energi dan protein untuk penduduk Kabupaten Sinjai pada tahun 2007 diatas tingkat kecukupan minimum konsumsi energi yang ditetapkan dalam WKNPG tahun 2004. Atas dasar pola konsumsi pangan yang telah ada selama ini di Kabupaten Sinjai dapat dikembangkan model Pola Pangan Harapan yang direkomendasikan oleh FAO-RAPA (1989) yang dikenal dengan “Desirable Diatery Pattern “ susunan bahan makanan yang baik apabila mengandung 10-12% energi dari protein, 20-25 % dari lemak dan sisanya karbohidrat untuk digunakan dalam perencanaan dan penyusunan kebijakan di masa depan ada tiga yaitu: (1) pendekatan kecendrungan/tren permintaan/konsumsi, (2) pendekatan kecendrungan produksi dan (3) pendekatan gizi seimbang dan permintaan dengan Pola Pangan Harapan.

Rumusan Masalah

Permasalahan umum yang dihadapi di Kabupaten Sinjai dalam ketersediaan pangan terkait dengan peningkatan permintaan pangan penduduk. Pada tahun 2008 ketersediaan pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan


(22)

menggambarkan kualitas pangan yang masih rendah tercermin dari skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 88.9 sumber energi didominasi oleh kelompok pangan padi-padian, Kabupaten Sinjai masih memiliki wilayah rawan pangan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidak seimbangan antara ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sesuai kaidah gizi dan komposisi keseimbangan keberagaman pangan. Seperti Teori Malthus dalam Baliwati (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung.

Pada sisi lain, kemiskinan akan menimbulkan tekanan yang semakin besar terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali. Berdasarkan data BPS (2008) jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sinjai tercatat 52.220 jiwa. Sekitar 89,96% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Tekanan sumberdaya alam tanpa diikuti perubahan struktur ekonomi yang memadai, akan menjadi ancaman terhadap ketersediaan pangan baik pada tingkat makro maupun mikro. Pada tingkat mikro, degradasi lahan dan air akan menyebabkan keterbatasan kemampuan pemanfaatan sumberdaya alam secara maksimal. Hal ini akan mengakibatkan produktifitas usaha tani pangan menurun dan secara makro akan semakin bertambahnya penduduk miskin atau kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli rendah atau tidak mempunyai akses atas pangan, sehingga mereka mengalami kerawanan pangan. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1 Bagaimana ketersediaan pangan Kabupaten Sinjai berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)?

2 Bagaimana konsumsi pangan Kabupaten Sinjai berdasarkan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH)?

3. Bagaimana proyeksi penyediaan pangan tahun 2020 dan berapa besar gap aktual dan ideal ketersediaan pangan Kabupaten Sinjai?

4. Bagaimana daya dukung wilayah dalam penyediaan pangan di Kabupaten Sinjai?


(23)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun perencanaan penyediaan pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH) yang dapat memenuhi kebutuhan gizi penduduk, dalam penelitian dapat ditentukan:

1 Menganalisis situasi ketersediaan pangan di Kabupaten Sinjai tahun 2005-2008 2 Menganalisis konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) di

Kabupaten Sinjai tahun 2008

3 Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai tahun 2011 -2020

4 Proyeksi penyediaan pangan tahun 2011-2020 dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH)

5 Menganalisis daya dukung lahan dalam penyediaan pangan di Kabupaten Sinjai.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, informasi dan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Sinjai dalam merumuskan kebijakan terkait ketahanan pangan.


(24)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah daerah antara lain sub sistem ketersediaan dan konsumsi. Keberhasilan subsistem ini sangat ditentukan oleh peran pemerintah dan masyarakat, sacara bersama-sama untuk mencapai tujuan dengan tersedianya pangan sesuai kebutuhan gizi untuk hidup sehat baik di tingkat makro maupun di tingkat mikro guna peningkatan sumberdaya manusia yang unggul dan tangguh.

Pertimbangan perencanaan pangan di Kabupaten Sinjai mengacu pada upaya peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi, stok pangan, impor dan ekspor. Paradigma yang digunakan dalam perencanaan penyediaan kebutuhan pangan adalah memperhatikan keanekaragaman pangan dan keseimbangan gizi sesuai kebutuhan untuk hidup sehat dan produktif dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).

Pangan yang disediakan dan dikonsumsi secara aktual harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk dan tersedia secara merata, dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal musim di tingkat wilayah dan atau rumah tangga. Secara kuantitas maupun kualitas akan mempengaruhi jumlah total konsumsi pangan penduduk maupun mutu bahan pangan aktual yang dikonsumsi serta keadaan ketersediaan pangan wilayah. Dalam perencanaan penyediaan pangan dan kebutuhan konsumsi pangan berdasarkan hasil evaluasi skor mutu pangan aktual (skor PPH ketersediaan aktual) kemudian dibandingkan skor PPH ketersediaan pangan ideal, dan kontribusi energi dalam ketersediaan pangan aktual dan ideal, kemudian direncanakan ketersediaan pangan sesuai gap yang terjadi, baik yang bersumber dari produksi, impor dan stok pangan. Selanjutnya penilaian konsumsi pangan aktual penduduk dibandingkan dengan konsumsi pangan ideal dengan pendekatan PPH, dan kontribusi energi dari setiap kelompok pangan yang dikonsumsi antara aktual dan ideal kemudian direncanakan jumlah kebutuhan konsumsi pangan sesuai gap konsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil gap kedua subsistem dapat direncanakan pengembangan dari sembilan kelompok pangan dengan memproyeksikan ketersediaan pangan dan kebutuhan konsumsi pangan sesuai kebutuhan gizi berdasarkan Pola Pangan Harapan dengan mempertimbangkan


(25)

jumlah penduduk setiap tahunnya hingga tahun 2020. selanjutnya proyeksi produksi pangan dari sembilan kelompok pangan berdasarkan proyeksi ketersedia an pangan yang beragam untuk kebutuhan konsumsi pangan penduduk berdasar kan Pola Pangan Harapan (PPH) hingga tahun 2020 dengan mempertimbangkan ekspor, impor, stok pangan dan tercecer sesuai ketersediaan lahan. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian analisis perencanaan penyediaan pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Konsumsi Pangan Aktual

Ketersediaan Pangan Ideal Ketersediaan Pangan

Aktual

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Hubungan antar variabel yang diteliti

Berdasarkan PPH

Berdasarkan PPH

Kebutuhan Konsumsi Pangan Ideal

• Gap Ketersediaan Pangan aktual dan Ideal

• Gap Konsumsi Pangan

Aktual dan Ideal

Perencanaan Penyediaan Pangan Wilayah Kabupaten • Ketersediaan

lahan

    

• Produksi • Ekspor • Impor • Stok pangan

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran analisis perencanaan penyediaan pangan berdasarkan PPH di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Katahanan Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian dari hak azasi manusia. Dimana negara memiliki kewajiban (state obligation) untuk menghormati (to

respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak atas pangan

masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas. Pengertian pangan sendiri memiliki dimensi yang luas, yaitu bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan pengganti jaringan yang rusak, agar manusia dapat hidup sehat dan produktif dengan memperhatikan keseimbangan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat dan zat esensial lainnya (Suhardjo 2006).

Hal ini membawa konsukuensi bahwa setiap rumah tangga dan anggotanya harus mempunyai akses untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga mampu menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari kehari. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang menjadi syarat bagi perkembangan organ fisik manusia sejak dalam kandungan yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan intelegensia maupun kemampuan fisiknya. Generasi yang tangguh secara fisik maupun intelegensia akan menjadi tulangpunggung bagi tumbuh kembang suatu bangsa dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun politik. Oleh karena itu ketahanan pangan merupakan salah satu pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Ketidak tahanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan sosial politik maupun keamanan.

Atas dasar itulah maka tujuan utama pembangunan pangan dan gizi adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yang tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian terpenuhinya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, merata, terjangkau oleh seluruh rumahtangga dan atau individu menjadi sasaran utama pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada setiap level pemerintahan baik pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan ketahanan pangan.


(27)

Menurut FAO dalam Absari (2007), ada lima karakteristik yang harus dipenuhi yaitu; (1) kapasitas (capacity): mampu menghasilkan, mengimpor, dan menyimpan makanan pokok dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi semua penduduk (national food suficiency), (2) pemerataan

(equity): mampu mendistribusikan makanan makanan pokok sehingga tersedia

dalam jangkauan seluruh keluarga, (3) kemandirian (self-relience): mampu menjamin kecukupsediaan makanan pokok dengan mengandalkan kekuatan sendiri sehingga ancaman fluktuasi pasar dan tekanan politik internasional dapat ditekan seminimum mungkin, (4) kehandalan (reability): mampu meredam dampak variasi musiman maupun siklus tahunan sehingga kecukupansediaan pangan dapat dijamin setiap saat, dan (5) keberlanjutan (sustainability): mampu menjaga keberlanjutan dan kecukupansediaan pangan dalam jangka panjang tanpa merusak kualitas hidup

Ketahanan pangan secara umum diartikan dalam Suryanan (2003) adalah (1) pangan yang cukup ditunjukkan oleh ketersediaan pangan, yang bukan hanya beras melainkan pangan yang berasal dari pangan nabati dan hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia untuk hidup sehat dan produktif; (2) pangan yang tersedia aman untuk dikonsumsi berarti bebas dari bahan kimia, mikroba dan zat-zat lainnya yang merugikan kesehatan manusia dan memenuhi persyaratan halal; (3) pangan dengan kondisi yang merata dapat diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh pelosok tanah air; dan (4) pangan dengan kondisi terjangkau diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumahtangga dengan harga terjangkau.

Kemudian, Suryana (2003) mengemukakan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang terintegrasi dan terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, subsistem kedua distribusi pangan dan subsistem konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergisitas dan interaksi antar ketiga subsistem sebagai satu kesatuan yaitu penyediaan pangan. Selanjutnya Soetrisna (2005), ada dua pilihan untuk mencapai ketahanan pangan pada tingkat nasional atau wilayah yaitu dengan (a) swasembada pangan yaitu pemenuhan kebutuhan pangan berasal dari


(28)

pasokan domestik, dan (b) kecukupan pangan melalui perdagangaan internasioan antar wilayah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan.

Ketiga aspek tersebut merupakan indikator ketahanan pangan pada berbagai level (World Bank, 1986 & FAO, 1996) dalam Maxwel, 2003, Ketersediaan pangan disuatu nasional, regional, global, rumah tangga dan individu ada 4 (empat) komponen yang dipenuhi: (a) Kecukupan ketersediaan pangan; (b) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; (c) Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan; serta (d) Kualitas dan keamanan pangan. Tidak terpenuhinya keadaaa tersebut pada suatu wilayah, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah tersebut tidak tahan pangan. Ketersediaan pangan sangat bergantung pada sumber daya alam, fisik dan manusia. Pemilikan lahan yang ditunjang iklim yang mendukung disertai SDM yang baik akan menjamin ketersediaan pangan yang kontinu. Akses pangan hanya dapat terjadi bila rumah tangga bepenghasilan cukup.

Ketersediaan Pangan dan Produksi

Subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi dalam negeri, cadangan pangan, impor dan ekspor. Jumlah penduduk yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar yang tentunya memerlukan upaya dan sumberdaya yang besar untuk memenuhinya. Sesuai dengan defenisi ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan makanan dan minuman yang tersedia untuk dikonsumsi setiap individu/penduduk suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, baik dalam bentuk natura maupun dalam bentuk unsur gizinya. Unsur gizi utama yang terkandung dalam bahan pangan adalah energi, protein, lemak, vitamin dan mineral (BPS, 1999). Kemudian menurut FAO (1984) ketersediaan pangan adalah tingkat dimana persediaan pangan dapat dimiliki oleh masyarakat yang tinggal disuatu negara, baik di daerah pedesaan maupun di kota.

Ketersediaan pangan di suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi penduduk. Ketersediaan pangan harus dipertahankan sama atau lebih besar dari kebutuhan untuk konsumsi pangan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai


(29)

faktor seperti keragaan produksi pangan, tingkat kerusakan dan kehilangan pangan karena penanganan yang kurang tepat dan tingkat ekspor/impor pangan.

Terjaminnya ketersediaan pangan merupakan salah satu dimensi dari pengertian ketahanan pangan. Hadinsyah dan Martianto (2001), mengatakan bahwa ketahanan pangan yang tangguh tidak mungkin terwujud tanpa garibisnis yang tangguh. Kegiatan agribisnis yang menyediakan/menghasilkan produk pangan juga non pangan akan mampu menekan impor bahan pangan. Bahkan hampir semua jenis pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan agribisnis baik yang berbasis di dalam negeri maupun luar negeri.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh setiap orang / individu dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Aspek konsumsi berfungsi mengarahkan rumahtangga agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, Oleh karena itu pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility)

dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi pangan beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral, pemeliharaan sanitasi dan higienis serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumahtangga.

Menurut Suhardjo (1992), terdapat hubungan antara konsumsi pangan (energi dan protein) dengan status ekonomi, pengetahuan, sosial dan budaya rumah tangga yang tercermin dalam pola konsumsi masyarakat ditingkat rumahtangga dengan output status gizi masyarakat. Kemudian Syarief dan Martianto (1991), mengemukakan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat tidak saja dipengaruhi produksi atau ketersediaan pangan, tetapi dipegaruhi juga oleh daya jangkau ekonomi (daya beli), kesukaan/selera, pendidikan dan nilai sosial budaya pangan yang berlaku dalam masyarakat.

Alan Berg dan Sayogo (1986), mengemukakan bahwa biaya hidup daerah urban lebih tinggi, menyebabkan tingkat pengeluaran/perkapita/hari konsumsi rata-rata total daerah urban dua kali lebih besar dibandingkan daerah pedesaan. Penduduk urban lebih suka membelanjakan pendapatan mereka untuk pangan


(30)

dibanding penduduk pedesaan, sedangkan dalam penelitian Mellor J.W dan Lele U.J dalam Alan Berg (1986) pola pembelanjaan makanan diantara kelompok orang miskin dan kaya tercermin dalam kebiasaan pengeluaran pendapatan untuk makanan, dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Kemudian ditambahkan Suhardjo dan Martianto (1992), bahwa pada masyarakat berpendapatan rendah tingkat konsumsi energi maupun protein belum sesuai dengan norma kecukupan. Terdapat kecendrungan bahwa tingkat konsumsi protein di wilayah desa lebih rendah dibandingkan dengan wilayah kota. Hal ini mengisyaratkan bahwa keanekaragaman konsumsi makanan di wilayah khususnya, masih belum ditunjang oleh tercukupinya kualitas konsumsi energi dan protein.

Kinerja subsistem konsumsi pangan secara kuantitatif adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke VIII tahun 2004, dalam satuan rata-rata per kapita perhari secara kuantitatif konsumsi energi sebesar 2.000 kkal/kapita/hari dan protein 52 gr/kapita/hari dan secara kualitatif dengan acuan tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola ideal yang akan dicapai pada tahun 2020.

Ketersediaan Lahan Pertanian dan Perikanan

Human carrying capacity sebagai tingkat maksimal penggunaan

sumberdaya alam akibat yang ditimbulkan dimana sumberdaya tersebut masih bisa digunakan secara berkelanjutan dimasa akan datang tanpa mempengaruhi kemampuan produksinya. Menurut Erlich dan Holderen (1971; 1974 dalam Anonymous, 1994) disebutkan bahwa dampak yang timbul adanya manusia pada suatu wilayah adalah sejumlah populasi, adanya kebutuhan konsumsi dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan. Perkembangan saat ini perlu memperhitungkan jumlah sumberdaya lahan produktif secara berkelanjutan yang dapat mensuppor penduduk wilayah pada tingkat pemenuhan konsumsi ideal dalam jangka waktu tak terbatas.

Untuk mencapai neraca ketersediaan pangan pokok seperti beras yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan


(31)

kemammpuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah bahwa tujuan ekonomi dan ekologi harus saling mendukung dan terkait sehingga tidak terjadi “trade off” antar tujuan (Brundtland Report, 1987 dalam Nurmalina, 2007).

Besarnya regional carrying capacity yaitu sumberdaya yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui. Produksi pangan dapat digunakan untuk memperkirakan regional carrying capacity, yaitu dengan mengukur total pangan pangan yang dapat diproduksi kemudian dibagi dengan tingkat kebutuhan konsumsi pangan standar per orang atau mempertimbangkan perubahan pada produksi pangan dengan meningkatnya teknologi, distribusi pangan, variasi pola konsumsi pangan penduduk dan ketersediaan sumberdaya lain seperti bahan bakar minyak (Richard, 2002 dalam Absari, 2007).

Perencanaan Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH

Pangan dan gizi merupakan salah satu sasaran rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025 sebagai unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan SDM yang berkualitas adalah pembangunan per- baikan gizi secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, harga pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang dan aman. Pangan mem- punyai arti biologis juga mempunyai arti ekonomis dan politis. Ketahanan pangan salah satu prioritas dalam pembangunan jangka menengah tahun 2011-2015 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI No 5/2010 dan Inpres No 3/2010 tentang Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAN-PG) yang terstruktur dan terinteg rasi dalam lima pilar yaitu (1) perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan ketersediaan pangan secara berkelanjutan, (2) peningkatan aksesibilitas pangan yang difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin, (3) peningkatan pe- ngawasan mutu pangan dan keamanan pangan, (4) peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, (5) penguatan kelembagaan pangan dan gizi (Bappenas, 2011).

Perencanaan adalah suatu syarat mutlak untuk mengendalikan dan mengifisienkan pelaksanaan pembangunan antara lain pembangunan pangan dan gizi, yang berorientasi untuk peningkatan SDM yang berkualitas atau Human


(32)

dukung komitmen pencapaian MDGs tahun 2015 dengan turunnya jumlah penduduk rawan pangan menjadi 8,5%. Parameter yang digunakan dalam perencanaan multisektoral untuk mengidentifikasi prioritas kebijaksanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang serta untuk mengetahui alternatif kebijakan program dibidang pangan dan gizi ukuran kesejahteraan masyarakat dari segi kemiskinan dan satus gizi sedangkan ukuran sumber daya manusia pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Tarigan, 2006).

Salah satu paradigma baru pembangunan pangan setelah diberlakukannya otonomi daerah adalah perencanaan penyediaan pangan yang semula sentralistik dan lebih pada pertumbuhan ekonomi menjadi desentralistik dengan pertimbangan yang lebih konfrehensif, sehingga tujuan penyediaan pangan yang mantap dapat terwujud. Dalam konteks ini pemahaman mengenai Pola Pangan Harapan (PPH) masing-masing daerah menjadi semakin penting, baik pada subsistem ketersedia- an pangan, distribusi pangan maupun konsumsi pangan, maka perencanaan pembangunan pangan sesuai kebutuhan untuk hidup sehat, aktif dan produktif dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia yaitu (1) ekonomi: pertani an, kehutanan, energi dan sumberdaya mineral, perikanan, perdagangan, industri; (2) prasarana/sarana: lingkungan hidup, penataan ruang, pertanahan, infrastruktur pertanian dan pedesaan, ketransmigrasian, penanaman modal, koperasi dan usaha kecil menengah, pemberdayaan masyarakat dan desa, ketenagakerjaan; (3) kesra: kesehatan, kependudukan, keluarga berencana, pendidikan; (4) stabilitas dan keamanan nasional (Baliwati, 2010).

Sejak diperkenalkannya konsep PPH dan skor PPH pada awal dekade 90-an di Indonesia, PPH sebagai dasar kebijakan pembangunan pangan mulai perencana- an hingga penilaian kecukupan gizi seimbang serta evaluasi penyediaan pangan, konsumsi atau diversifikasi pangan pada tingkat makro sebagai output pembangunan pangan. Menurut FAO-RAPA (1989) PPH sangat berguna untuk merumuskan kebijakan pangan dan perencanaan pertanian disuatu wilayah. PPH dalam perencanaan pertanian dan pangan akan mengetahui berapa kecukupan gizi penduduk. PPH juga memberikan patokan bagi perencanaan dibidang pangan dan pertanian untuk mengetahui kelompok pangan yang harus ditingkatkan produksi- nya atau keragaman pangan sesuai keadaan ekologi dan ekonomi suatu wilayah.


(33)

Tabel 1 Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994 dan Deptan 2001

N

o Kelompok Pangan

FAO-RAPA Meneg Pangan

(1994)

DEPTAN (2001) g/kap

/hari %

Min-Max

% Bobot Skor % Bobot Skor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak & Lemak Buah/bjberminya Kacang-kacangan Gula

Sayur dan Buah Lain-lain 40,0 5,0 20,0 10,0 3,0 6,0 8,0 5,0 3,0 40,0-60,0 0,0-0,8 5,0-20,0 5,0-20,0 0,0-3,0 2,0-10,0 2,0-15,0 3,0-8,0 0,0-5,0 50,0 5,0 15,3 10,0 3,0 5,0 6,7 5,0 0,0 0,5 0,5 2,0 1,0 0,5 2,0 0,5 2,0 0,0 25,0 2,5 30,6 10,0 1,5 10,0 3,4 10,0 0,0 50,0 6,0 12,0 10,0 3,0 5,0 5,0 6,0 3,0 0,5 0,5 2,0 0,5 0,5 2,0 0,5 5,0 0,0 25,0 2,5 24,0 5,0 1,0 10,0 2,5 30,0 0,0 300,0 100,0 150,0 25,0 10,0 35,0 30,0 250,0 (25)

Jumlah 100 100 93,0 100 100

Sumber: Hardinsyah et al. (2004) dalam Riyadi (2009).

Proporsi PPH pada (Tabel 1) diatas, kemudian Suharjo (1992), menyatakan dengan Desirable Dietary Pattern (DDP) atau Pola Pangan Harapan (PPH) maka perencanaan produksi dan penyediaan pangan dapat didasarkan pada patokan keseimbangan komoditas (baik secara absolut maupun relatif) seperti yang telah dirumuskan dalam PPH untuk mencapai sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. PPH disajikan dalam bentuk komposisi kelompok pangan memberi peluang untuk membantu perencanaan produksi dan konsumsi pangan menentukan pilihan jenis pangan yang diinginkan diantara kelompok pangan disesuaikan dengan kondisi agroklimat setempat.

Penyempurnaan PPH dan skor PPH dengan mempertimbangkan: (1) AKG energi berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) 2004 sebesar 2,200 kkal/kap/hari; (2) persentase energi (pola konsumsi energi) untuk PPH dihitung terhadap AKG energi (2,200 kkal sebagai penyebut); (3) Rating/bobot disempurnakan sesuai teori rating; (4) Skor maksimum PPH adalah 100 bukan 93; (5) Peran pangan hewani, gula serta sayur dan buah disesuaikan dengan PUGS; (6) Peran umbi-umbian ditingkatkan sejalan dengan kebijakan diversifikasi pangan pokok dan pengembangan pangan lokal; (7) Peran makanan lainnya terutama bumbu dan minuman lainnya tidak nihil (Hardinsyah et al., 2004)


(34)

Rating disempurnakan atau dimodifikasi sesuai pola pangan harapan berdasarkan anjuran FAO-RAPA (1989) dan prinsip penerapan sistim skor untuk penilaian konsumsi pangan berdasarkan Guthrie et al (1981), yaitu setiap kelompok pangan utama (tiga kelompok pangan utama) diberikan skor maksimum yang relatif sama, yaitu 33.3 bagi setiap kelompok pangan utama (berasal dari 100 dibagi 3). Kelompok pangan utama tsb adalah 1) pangan sumber karbohidrat dan energi (serealia, umbi-umbian, minyak dan lemak, dan buah/biji berminyak) dengan kontribusi energi 74%; 2) pangan sumber protein/lauk-pauk (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan kontribusi 17%; 3) zat pengatur/sayur dan buah dengan kontribusi energi 6%; dan pangan lainnya (minuman dan bumbu) kontribusi energi 3%. Bobot 0,5 berasal dari 33,3 dibagi 74, bobot 2,0 berasal dari 33,3 dibagi 17%, dan bobot 5,0 berasal dari 33,3 dibagi 6 (Hardinsyah, N., Sinulingga, dan D. Martianto (2000) dalam Baliwati (2009).


(35)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai pada bulan Nopember sampai dengan bulan Desember 2010.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan menggunakan data dari instansi/lembaga yang terkait dengan ketahanan pangan dan diolah dengan menggunakan komputer Micosoft Excell, kemudian dianalisis secara deskriptif. Fokus penelitian adalah mendiskripsikan komponen-komponen dalam penyediaan pangan untuk mengetahui perkembangan serta menyusun perencanaan penyediaan pangan.

Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Jenis data sekunder diperoleh dari dinas/badan/instansi terkait dengan program ketahanan pangan yaitu; data Neraca Bahan Makanan (NBM) dan supply

(produksi, stok pangan, ekspor dan impor pangan) dan demand data berupa data laporan konsumsi pangan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai, khususnya data-data untuk mengkaji ketersediaan pangan dan faktor-faktor yang menentukan perencanaan penyediaan pangan Kabupaten Sinjai menjadikan PPH sebagai instrumen perencanaan pangan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang dan jangka pendek berdasarkan kualitas data yang dipakai, seperti pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2 Jenis sumber dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Sumber data Cara pengumpulan

1

2

3

4

5

6

Ketersediaan pangan

Ekspor/impor pangan

Stok pangan

Data Konsumsi

Potensi agroekologi Ketersediaan lahan Keadaan demografi Produksi

Penduduk

Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan [BPPKP], Dinas Kesehatan BPS, BPPKP, Disperindag dan Penanaman Modal,

BPS

Kantor devisi Bulog BPPKP, Dinkes

BPS, Dinas Tata Ruang, Dispertan & Hortikultura BPS

Data sekunder Tahun 2005 s/d 2008

Data sekunder ekspor/impor pangan tahun 2005 s/d 2008 Data sekunder Stok Pangan 2005 s/d 2008 Data sekunder

survei konsumsi Data sekunder potensi lahan Data sekunder

Sinjai dalam angka 2008

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

Analisis Situasi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan

Analisis trend produksi pangan wilayah selama lima tahun terakhir, kemudian dilakukan peramalan produksi pangan pada tahun 2011 – 2020. Analisis trend dan peramalan produksi pangan menggunakan. Least Square

Method. Model persamaan regresi linier tersebut adalah:

Ŷn = bo + b1Xn + ℮ Keterangan:

Ŷn = besarnya produksi pada tahun ke-n (tahun dasar adalah tahun ke-0) bo = nilai trend yang merefleksikan produksi pangan sejak tahun dasar b1 = nilai slope, yang menggambarkan meningkat/menurunnya produksi pangan per tahunnya


(37)

Kondisi ketersediaan dan pola konsumsi penduduk Kabupaten Sinjai tahun 2008 berdasarkan PPH dengan menggunakan Software Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah dan Analisis Pola Konsumsi Pangan Departemen GMSK IPB tahun 2005. Berdasarkan rekomendasi tersebut maka ditetapkan:

a. Ketersediaan energi perkapita 2.200 kkal/kapita/hari dan protein 57 g/kapita/hari maka kondisi wilayah dikategorikan “tahan pangan”.

b. Konsumsi energi perkapita kurang dari 2.000 kkal/kapita/hari dan protein kurang dari 52 g/kapita/hari maka wilayah tersebut dikategorikan “konsumsi pangan baik”.

Rasio swasembada, analisis situasi ketersediaan pangan dilakukan berdasarkan informasi pengadaan pangan wilayah (data produksi, ekspor, impor dan cadangan pangan) dengan melihat rasio swasembada dari masing-masing jenis pangan strategis. Untuk mengetahui besarnya rasio swasembada suatu jenis pangan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rasio Swasembada = Produksi X 100 (Produksi + Impor – Ekspor)

Perencanaan Penyediaan dan Kebutuhan Konsumsi Pangan

Proyeksi produksi pangan. Proyeksi produksi menggambarkan proyeksi jumlah pangan yang harus diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan pangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi produksi adalah perubahan stock, ekspor dan pemakaian dalam wilayah/kabupaten (bibit, pakan, industri, tercecer) pada tahun-tahun berikutnya adalah tetap sama tahun dasar. Proyeksi produksi merupakan proyeksi ketersediaan setelah dijumlah dengan perubahan stock, ekspor dan pemakaian serta dikurangi impor.

Prt = Kt + PS + E – I + ( P+B+M+BM+T) Keterangan:

Prt = Proyeksi produski pada tahun t (yang dicari)

Kt = Proyeksi ketersediaan (ton/tahun) pada tahun t (yang dicari)

PS = Perubahan stock pada tahun dasar E = Penggunaan ekspor pada tahun dasar


(38)

I = Penggunaan impor pada tahun dasar P = Penggunaan untuk pakan pada tahun dasar B = Penggunaan untuk bibit

M = Penggunaan untuk industri makanan dapa tahun dasar BM = Penggunaan untuk industri non makanan pada tahun dasar T = Pangan yang tercecer pada tahun dasar (Riadi S., 2009) Proyeksi skor dan komposisi PPH Ketersediaan

Proyeksi skor mutu dan komposisi PPH ketersediaan pangan wilayah pada waktu tertentu, diharapkan di Kabupaten Sinjai mampu untuk mencapai skor PPH 100 pada tahun 2020 dengan menggunakan interpolasi linier. Tahun awal skor adalah hasil perhitungan PPH aktual, sedangkan target akhir skor mutu adalah skor PPH 2020. Berikut adalah proyeksi skor mutu dan komposisi PPH ketersediaan pangan sampai tahun 2020 dengan menggunakan interpolasi sederhana dengan rumus berikut:

St = So + n (S2020 – So)/dt Keterangan:

St = Skor mutu pangan (PPH) tahun yang dicari

So = Skor mutu pangan (PPH) tahun awal

n = selisih antara tahun yang dicari dengan tahun awal S2020 = skor PPH tahun 2020 (ideal 100)

dt = selisih tahun 2020 dengan tahun awal

Proyeksi ketersediaan energi (kkal/kap/hari)

Proyeksi ketersediaan pangan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang harus tersedia untuk konsumsi penduduk dalam jangka waktu tertentu, yang dinyatakan dalam bentuk energi dalam setiap kelompok pangan sesuai dengan ketersediaan aktual masing-masing komoditas dengan satuan kkal/kapita/tahun dan ton/tahun, dengan rumus berikut:

Kt = Ko + n (K2020 – Ko)/dt

Keterangan: Kt = ketersediaan energi tahun yang dicari


(39)

n = selisih tahun yang dicari

K2020 = ketersediaan energi tahun 2020 yang dicari (ideal = 100)

dt = selisih tahun 2020 dengan tahun awal

4.4. Proyeksi kebutuhan ketersediaan energi (gram/kapita/hari)

Hasil perkalian antara konstribusi masing-masing komoditas dengan ketersediaan energi dari kelompok pangan dengan cara sebagai berikut.

Gt = Go + n (G2020 – Go)/dt

Keterangan: Gt = ketersediaan energi (gr/kap/hari) tahun yang dicari

Go = ketersediaan energi (gr/kap/hari) tahun awal

n = selisih tahun yang dicari

G2020 = ketersediaan energi tahun 2020 yang dicari (ideal = 100)

dt = selisih tahun 2020 dengan tahun awal

Proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam satuan ton/tahun Hasil perhitungan ini adalah jumlah kebutuhan ketersediaan energi dengan satuan kkal/kap/hari setiap komoditas dalam kelompok pangan, kemudian dikonversi dalam satuan g/kap/hari (Gi) dengan rumus:

Gram/kap/hari = Energi komoditas x BDD% x 100 gr komoditas Kandungan energi komoditas pangan acuan Diasumsikan setahun samadengan 365 hari maka proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan kg/kap/tahun adalah konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan g/kap/hari menjadi kg/kap/hari dengan rumus:

Kg/tahun = Energi komoditas dalam g/kap/hari x 365

1000

Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan ton/tahun merupakan konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan kg/kap/tahun menjadi ton/tahun

Ton/tahu = Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari x proyeksi penduduk 1000

Proyeksi Kebutuhan Konsumsi berdasarkan PPH

Proyeksi jumlah kebutuhan konsumsi energi dalam satuan kkal/kap/hari gram/kapita/hari dikonversi proyeksi konsumsi energi dalam satuan gram/kap/hari


(40)

menjadi konsumsi pangan (DKBM) dengan rumus:

Gram/kap/hari = Energi komoditas x BDD% x 100 gr komoditas Kandungan energi komoditas pangan acuan Kg/tahun = gram kebutuhan konsumsi x 365

1000

Ton/tahun = kg/tahun kebutuhan konsumsi x jlh penduduk 1000

Proyeksi Jumlah Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk dengan pendekatan ekstrapolasi/trend berdasar- kan perkembangan pertumbuhan untuk meramalkan pada tahun t adalah:

Pt = Po x (1 + L)(t-o)

Keterangan : Po = jumlah penduduk tahun dasar o = tahun dasar

L = laju pertumbuhan penduduk t = tahun yang dicari Kebutuhan luas lahan

Proyeksi kebutuhan luas lahan yang diperlukan untuk mencapai target produksi sesuai potensi wilayah untuk memenuhi ketersediaan pangan penduduk sesuai kebutuhan gizi pada tahun 2011-2020 dengan menggunakan komoditas pangan acuan setiap kelompok pangan dengan rumus:

1 Tanaman semusim

        Luas Lahan = (proyeksi produksi/produktivitas) Intentitas tanam

2 Tanaman perkebunan

Luas Lahan = proyeksi produksi produktivitas

3 Hewan ruminansia

        Luas Lahan = (target produksi/konversi karkas X (1/% karkas) x luas kandang Berat rata-rata 1 ekor ternak

 

Luas Lahan = target produksi (kg) X standar luas kandang Berat rata-rata 1 ekor unggas jlh unggas dlm kandang 4 Ikan (kolam/tambak)

Luas Lahan = target produksi (kg) X standar luas kandang Berat rata-rata 1 ekor ikan Populasi ikan dlm kolam standar


(41)

Adapun asumsi-asumsiyang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1 Pencapaian ketersediaan pangan ideal dan konsumsi pangan ideal berdasarkan PPH ditunjukkan dengan skor PPH 100.

2 Dalam menentukan proyeksi penyediaan pangan tahun sasaran yang diharapkan dari produksi sendiri dan impor ditetpkan dengan pertimbangan rasio swasembada masing-masing komoditas sebagai acuan tahun 2008. 3 Tren produksi pangan nabati maupun hewani selama lima tahun terakhir

mengikuti tren linier, kemudian dilakukan peramalan produksi pangan pada tahun 2011-2020 dengan menggunakan least square methode dengan model persamaan linier.

4 Kebutuhan luas lahan pertanian untuk produksi pangan nabati dan hewani melalui kegiatan budidaya (on-farm) pada tahun 2011-2020, diasumsikan produktivitas masing-masing komoditas sama pada tahun 2008.

5 Perbandingan (gap) ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan pertanian untuk kegiatan usahatani setiap komoditas (on-farm) didasarkan pada intensitas tanam, berat rata-rata untuk pangan hewani yang terjadi di Kabupaten Sinjai pada tahun 2008, kemudian memproyeksikan hingga tahun 2020, kemudian ditetapkan bila ketersediaan lahan aktual lebih rendah dari kebutuhan lahan tahun sasaran dikategorikan lahan pertanian yang tidak mampu mendukung kegiatan produksi, demikian sebaliknya ketersediaan lahan aktual lebih tinggi dari kebutuhan lahan sasaran dikategorikan mampu mendukung kegiatan produksi untuk pemenuhan penyediaan pangan wilayah.

6 Setiap kelompok pangan menggunakan pangan acuan dalam penentuan kebuthan lahan bagi kegiatan produksi pangan nabati dan hewani yang terdiri dari: Kelompok pangan padi-padian oleh padi (beras giling) dan jagung, umbi-umbian dengan ubi kayu, kacang-kacangan dengan kacang tanah, pangan hewani yaitu sapi, untuk telur dan daging ayang acuannya ayan ras, dan kelompok pangan sayur oleh wortel dan bunci dan buah dengan pisang.


(42)

Defenisi Operasional

Penyediaan pangan adalah sejumlah pangan yang harus tersedia untuk konsumsi setiap penduduk Kabupaten Sinjai dalam jangka waktu tertentu, baik dalam bentuk natura maupun dalam unsur gizinya (energi, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang diperoleh dari produksi dan impor, tanpa atau melalui jalur perdagangan.

Kebutuhan konsumsi pangan aktual adalah jumlah pangan nabati dan panga hewani baik jumlah dan jenisnya yang dikonsumsi penduduk untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein pada saat survey konsumsi dilakukan.

Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan ideal adalah estimasi jumlah pangan nabati dan hewani yang harus disediakan sesuai kaidah gizi seimbang kebutuhan konsumsi pangan penduduk baik jumlah dan keragamannya untuk hidup sehat dan aktif berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2011-2020.

Neraca bahan makanan (NBM) adalah penyajian data dalam bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk suatu wilayah (negara/provinsi/kabupaten) dalam kurun waktu tertentu.

Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirabel Dietary Pattern adalah susunan pangan yang didasarkan pada sumbangan energi, dari sembilan kelompok pangan (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan atau konsumsi pangan.

Skor PPH adalah nilai mutu ketersediaan dan konsumsi pangan yang menunjukkan kondisi keberagaman ketersediaan dan konsumsi pangan, dengan asumsi semakin tinggi skor PPH, menunjukkan situasi ketersediaan pangan dan pola konsumsi pangan penduduk semakin beragam dan semakin baik mutu gizinya ideal (PPH=100).

Perencanaan penyediaan pangan adalah suatu gambaran proyeksi jumlah dan ragam penyediaan pangan baik nabati maupun hewani untuk memenuhi target penyediaan pangan bagi konsumsi penduduk kearah ideal baik untuk jangka pendek, maupun jangka menengah sesuai potensi produksi dan ketersediaan lahan yang dimiliki.


(43)

Produksi pangan adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan dan hortikultura, peternakan dan perkebunan) serta sektor perikanan, yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan.

Proyeksi produksi pangan adalah estimasi jumlah setiap kelompok pangan atau komoditas nabati maupun hewani yang harus diproduksi untuk memenuhi ketersediaan pangan di Kabupaten Sinjai pada Tahun 2011-2020.

Proyeksi ketersediaan pangan adalah estimasi jumlah pangan nabati dan pangan hewani yang harus disediakan untuk kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Sinjai tahun 2011-2020.

Gap proyeksi ketersediaan pangan dan konsumsi pangan adalah estimasi selisih hasil sejumlah pangan nabati dan pangan hewani yang tersedia dan kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Sinjai dengan asumsi gap bernilai positif dianggap sudah melampaui kebutuhan konsumsi penduduk atau surplus dan bila bernilai negatif dianggap kebutuhan konsumsi penduduk belum terpenuhi (defisit).

Impor pangan adalah sejumlah bahan pangan baik yang belum maupun sudah mengalami pengolahan, yang didatangkan/dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Kabupaten Sinjai.

Ekspor pangan adalah sejumlah bahan pangan baik yang keluar maupun yang akan dikirim keluar dari wilayah Kabupaten Sinjai.

Cadangan pangan adalah sejumlah bahan pangan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah sebagai cadangan pangan dan akan digunakan untuk keluarga miskin (raskin) dan bantuan sosial lainnya.

Ketersediaan lahan pertanian dan perikanan adalah jumlah potensi lahan aktual yang tersedia untuk kegiatan usaha pertanian atau kegiatan budidaya ( on-farm) pada tahun 2008.

Proyeksi kebutuhan lahan pertanian dan perikanan adalah estimasi jumlah kebutuhan luas lahan pertanian dan perikanan untuk kegiatan usaha pertanian (on-farm) hingga tahun 2020 guna memenuhi target penyediaan dengan mempertimbangkan produktivitas, intensitas tanam untuk (palawija), ternak standar luas kandang dan berat rata-rata.


(44)

Intentitas Tanam adalah upaya peningkatan produksi secara intensifikasi dengan cara peningkatan Indeks Pertanaman (IP) atau jumlah intensitas penanaman dalam setahun pada lahan pertanian dan perikanan misalnya padi dua kali setahun.


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah

Kondisi Geografis

Letak geografis dan luas wilayah. Kabupaten Sinjai merupakan salah satu dari 23 Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi selatan yang berjarak 223 km dari ibu kota Makassar (ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan). Kabupaten Sinjai memiliki luas 81,996 Km2 atau 1.801 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara devenitif Kabupaten Sinjai terdiri dari 9 kecamatan dan 80 desa/kelurahan. Secara geografis Kabupaten Sinjai terletak antara 5o2’56” sampai 5o21’16” Lintang Selatan dan antara 119o56’30” sampai 120o25’33” Bujur Timur. Kabupaten Sinjai terletak di pantai timur bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan. Wilayah Sinjai berbatasan dengan, dapat dilihat pada gambar 2.

Secara ekonomi, daerah ini memiliki letak strategis karena memiliki dua jalur perhubungan, yaitu darat dan laut. Jalur darat menghubungkan kota kabupaten atau kota propinsi yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Sedang jalur laut digunakan untuk hubungan antar daerah di luar Provinsi Sulawesi Selatan.


(46)

Kondisi Geomorfologi

Topografi. Keadaan topografi wilayah Kabupaten Sinjai cukup beragam, mulai dari daerah sebelah selatan merupakan daerah bergunung sampai wilayah barat wlayahnya semakin bergunung sampai terjal/jurang. Keadaan wilayah yang medannya bergunung sampai terjal/jurang terdapat di Kecamatan Sinjai Barat dan Borong. Secara umum, konfigurasi medan wilayah Kabupaten Sinjai miring kearah utara dan timur, luas wilayah setiap ketinggian seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas dan persentase ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten Sinjai No Elevasi

(m dpl)

Luas (Ha)

Persentase ( % )

1. 0 – 25 4,541 5,54

2. 25 – 100 7,983 9,74

3. 100 – 500 45,535 55,53

4. 500 - 1000 17,368 21,18

5. > 1000 6,569 8,01

Jumlah 81,996 100

Sumber: Kabupaten Sinjai dalam Angka, BPS ( 2008)

Berdasarkan letak ketinggian dari permukaan laut, 55,53 % wilayah Kabupaten Sinjai terletak pada ketinggian antara 100 – 500 m merupakan daerah landai dan bergelombang seluas 45.535 ha. Letak ketinggian ini secara umum menentukan pola pengelolaan dan pemanfaatannya, sebagai lahan pertanian yaitu lahan sawah dan lahan perkebunan; ketinggian 0 – 25 m merupakan daerah rawa, tambak dan lahan pertanian seluas 4.541 ha (5,54 %) digunakan untuk usaha tambak dan sawah tadah hujan; ketinggian 25 – 100 m merupakan daerah landai seluas 7.983 Ha (9,74 %) digunakan sebagai sawah tadah hujan dan lahan kering; ketinggian 500 - 1000 m merupakan daerah landai dan pegunungan seluas 17.368 ha (21,18 %) digunakan untuk lahan pertanian baik untuk tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, hutan rakyat dan sebagian kawasan lindung, sedangkan ketinggian lebih dari 1000 m, seluas 6.569 Ha (8,01 %) diperuntukkan sebagai kawasan lindung.


(47)

Kondisi Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Sinjai pada tahun 2009 adalah 228.304 jiwa yang tersebar pada Sembilan (9) kecamatan. Jumlah penduduk yang terbesar berada di Kecamatan Sinjai Utara dengan jumlah penduduk 37,586 jiwa, disusul Kecamatan Sinjai Selatan dengan jumlah penduduk 37,485 jiwa dan Tellulimpoe dengan jumlah penduduk 32.829 sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Pulau-Pulau Sembilan yang hanya 7.649 jiwa seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Sinjai menurut Jenis Kelamin Tahun 2009

No Kecamatan Luas

(Ha)

Laki-Laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

Kepadatan Penduduk

per km2 1 Sinja Barat 135,53

11485 12112 23597 174

2 Sinjai Borong 66,97

8344 8590 16934 253

3 Sinjai Selatan 131,99

17985 19500 37485 284

4 Tellulimpoe 147,30

15851 16978 32829 223

5 Sinjai Timur 71,88

14202 15566 29768 414

6 Sinjai Tengah 129,70

13418 13620 27038 208

7 Sinjai Utara 29,57

17818 19,768 37586 1271

8 Bulupoddo 99,47

7399 8019 15418 155

9 P. Sembilan 7,55

3723 3926 7649 1013

Jumlah 819,96 110225 118079 228304 444

Sumber: Kabupaten Sinjai dalam Angka, BPS (2010)

Kepadatan penduduk masing-masing wilayah sangat bervariasi. Wilayah kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Sinjai Utara, dengan tingkat kepadatan penduduknya mencapai 1.271 jiwa/km2, disusul oleh Kecamatan Pulau Sembilan dengan kepadatan penduduk mencapai 1013 jiwa/km2 serta Kecamatan Sinjai Timur dengan kepadatan mencapai 414 jiwa/km2. Tingkat kepadatan berada jauh diatas wilayah-wilayah kecamatan lain, secara rata-rata 278 jiwa/km2, kecuali Kecamatan Bulupoddo dan Sinjai Barat dengan kepadatan penduduk yang paling jarang masing-masing dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 155 dan 174 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,95%


(48)

per tahun. Laju pertumbuhan penduduk masing-masing wilayah sangat bervariasi wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Laju pertumbuhan penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Sinjai tahun 2005-2008

Kecamatan Penduduk Penduduk Laju /Th 2005 2006 2007 2008 (%)

1 Sinjai Barat

22.840

22.928

22.705 22.756 ‐0.1 

2 Sinjai Borong

15.984

16.918

16.095 16.503 1.2 

3 Sinjai Selatan

35.969

35.846

36.434 36.672 0.7 

4 Tellulimpoe 31.827 31.681

31.391 33.137 1.4 

5 Sinjai Timur

28.168

28.485

28.848 29.163 1.2 

6 Sinjai Tengah

24.106

24.630

25.852 26.332 3.0 

7 Sinjai Utara

38.223

38.011

39.397 38.249 0.1 

8 Bulupoddo 15.776 16.032

15.475 15.598 ‐0.4 

9 P_Sembilan 7.537 7.689

7.325 7.533 0.0 

Kabupaten Sinjai 220.430 222.220 223.522 225.943 0.95

 

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai 2010 

Kecamatan Sinjai Tengah laju tertinggi dicapai 3.0% per tahun kemudian disusul oleh Kecamatan Tellulimpoe dengan laju pertambahan penduduk sebesar 1,4% dan Kecamatan Sinjai Borong dan Kecamatan Sinjai Timur laju pertambahan penduduk sama 1,2% per tahun. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sinjai pada tahun 2008 adalah sebesar 0,95%.

Kelembagaan Pangan Kabupaten Sinjai Potensi Sumber Daya Manusia BPPKP

Berdasarkan Peraturan Bupati Sinjai Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai, pasal 4 dan 5 mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi, dan tugas pembantuan dibidang penyuluhan dan ketahanan pangan dan tugas lain.


(49)

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan mempunyai fungsi: (a) menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis penyuluhan dan ketahanan pangan (sub sistem ketersediaan. Distribusi dan konsumsi, (b) menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang penyuluhan dan ketahanan pangan (sub sistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi), (c) melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang penyuluhan dan ketahanan pangan, serta (d) melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati di bidang penyuluhan dan ketahanan pangan.

Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai terdiri dari: (a) kepala badan, (b) sekretariat; sub bagian umum dan sub bagian perencanaan dan keuangan, (c) bidang pengembangan programa penyuluhan dan dan sumberdaya penyuluh; sub bidang pengembangan programa penyuluhan dan sub bidang pengembangan sumber daya penyuluh, (c) bidang mekanisme kerja, metode dan materi penyuluhan; sub bidang mekanisme kerja, kerjasama dan kemitraan dan sub bidang metode dan materi penyuluhan, (d) bidang ketahanan pangan; sub bidang distribusi, ketersediaan dan kelembagaan pangan serta sub bidang penganekaragaman konsumsi, kewaspadaan pangan dan gizi, (e) Balai Penyuluhan , dan (f) kelompok jabatan fungsional. Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai diillustrasikan dengan Bagan Struktur Organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan tertera pada Lampiran 7.

Komposisi sumberdaya aparat Badan Peleksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan yaitu 142 Orang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) 105 Orang, TPTHL 30 orang dan 7 orang tenaga sukarela dengan tingkat pendidikan sebagai berikut: Magister (S2) sebanyak 6 orang, Strata satu (S1) sebanyak 64 orang, D3 sebanyak 14 orang dan SLTA/SPMA sederajat sebanyak 57 orang.

Secara umum Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan telah dapat melaksanakan tugas utama yang menjadi tanggungjawab organisasi seiring dengan perkembangan dunia khususnya pembangunan bidang penyuluhan dan ketahanan pangan sesuai visi “ terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan daerah untuk menunjang ketahanan pangan nasional yang berbasis


(50)

kemandirian lokal” yang mengandung pengertian; (1) aspek ketersediaan semua masyarakat dapat mengakses/memiliki pangan sesuai kebutuhan hidup sehat, (2) aspek distribusi, ketersediaan pangan di Kabupaten Sinjai secara merata dan dapat dapat dijangkau daya beli masyarakat, dan (3) aspek distribusi terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat yang bersumber dari pangan.

Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, BPPKP Kabupaten Sinjai menetapkan Misi pembangunan katahanan pangan yaitu: (1) meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya mengembangkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, daerah dan nasional, (2) meningkatkan mutu pelayanan, pengkajian, pengembangan dan pemantapan kebijakan subsistem ketersediaan pangan, distribusi dan konsumsi, serta (3) koordinasi antar lintas sektoral yang harmonis.

Situasi Ketersediaan Pangan Produksi Pangan Kabupaten Sinjai

Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Perkembangan produksi serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan di Kabupaten Sinjai dari tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatannya fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan untuk kelompok pangan serealia seperti komoditi padi sebesar (-1,8%) tahun 2005 produksi padi sebesar 93.198 ton, kemudian tahun 2006 turun menjadi 88.200 ton, kemudian tahun 2007 sekitar 112.467 ton, tahun 2008 turun menjadi 82,232 ton. Komoditi jagung peningkatan produksi dengan rata-rata pertumbuhan mencapai (5.2%), produksi tahun 2005 sebesar 45.461 ton, tahun 2006 sebesar 46.719 ton, tahun 2007 sebesar 53.008 ton, dan 107.603 ton tahun 2008. Komoditi ubi kayu tahun 2005 sebesar 12,501 ton, turun menjadi 9,735 ton tahun 2006, tahun 2007 naik 13.4% (10,111 ton) dan 2,547 ton tahun 2008, pada Tabel 6.

Tabel 6 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Sinjai tahun 2005-2008

Komoditi Produksi (ton) Pertumbuhan Rata-rata (%)

2005 2006 2007 2008 Padi

Jagung Ubi kayu Ubi jalar K. tanah

93.727 45.461 12.501 1.915 4.539

88.200 46.719 9.735 1.275 3.937

112.467 53.008 10.111 2.216 6.096

82.235 52.634 2.547 10.880 6949

-1,8 5.2 31,0 40,0 47.2


(51)

Hasil produksi padi di Kabupaten Sinjai, masih rendah ini diakibatkan ada beberapa kecamatan yang lahan sawahnya tidak tertanami pada musim tertentu atau gagal panen serta berkurangnya luas areal akibat alih fungsi lahan sebesar (3.5%) dari tahun 2006 (42.280 Ha) sedangkan tahun 2008 menjadi 40,736 ha, namun itu belum berpengaruh secara signifikan terhadap produksi dan ketersediaan pangan.

Komoditi kelompok pangan umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar, mengalami peningkatan produksi dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya, ubi kayu sebesar 21,6%, tahun 2005 produksi ubi kayu sebesar 12.501 ton, tahun 2006 turun menjadi 9735 ton, tahun 2007 menjadi 10.111 ton dan tahun 2008 mencapai 10,880 ton. Sedangkan ubi jalar pertumbuhan rata-rata setiap dalam lima tahun (2005-2008) sebesar 40.0 %, sedangkan untuk kelompok pangan kacang-kacangan seperti kacang tanah mencapai 47.2%.

Produksi Sayuran. Produksi sayur-sayuran di Kabupaten Sinjai pada tahun 2005 – 2008 sesuai dengan data Badan Pusat STatistik dan Dinas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, laju pertumbuhan rata-rata per tahun naik selama tahun 2007-2008 untuk komoditi terong sebesar (60.7 %) dengan produksi tahun 2005 sebesar 12,8 ton, tahun 2006 mencapai 22,6 ton, tahun 2007 sebesar 74,7 ton, tahun 2008 sebesar 576,3 ton, kemudian buncis produksi tahun 2005 sebesar 125.50 ton, tahun 2006 sebesar 175 ton, tahun 2007 sebesar 283 ton, tahun 2008 sebesar 295.60 ton dengan rata-rata peningkatan produksi sebesar (4.5%), dan sawi rata-rata peningkatan produksi sebesar 1.0%. sedangkan laju pertumbuhan produksi sayur-sayuran yang menurun antara lain; Kangkung sebesar (-81.7%) dengan produksi 355 ton tahun 2007 dan turun menjadi 65 ton tahun 2008, kemudian disusul kubis rata-rata penurunannya (-49.6%), dengan produksi tahun 2006 sebesar 239 ton, tahun 2007 sebesar 605 ton, tahun 2008 sebesar 305.01 ton, sedangkan kentang laju penurunannya sebesar (-77,7%).

Kelompok bumbu–bumbu seperti cabe rawit, cabe besar, tomat dan daun bawang, rata-rata penurunan produksi per tahun untuk komoditi cabe besar sebesar (-68.1%) dan tomat sebesar (-34.4%), daun bawang sebesar (-0.7%),. Produksi cabe tahun 2005 mencapai 40,30 ton, tahun 2006 mencapai sebesar 122


(52)

ton, tahun 2007 mencapai 259,50 ton, dan tahun 2008 mencapai 82,90 ton. Untuk bawang merah, bawang putih, semua didatangkan dari daerah lain (impor).

Untuk komoditi kacang panjang terjadi penurunan produksi sekitar (-52,25%). Produksi kacang panjang tahun 2005 sebesar 182,4 ton, tahun 2006

sebesar 119,0 ton, tahun 2007 181,1 ton, dan tahun 2008 sebesar 195,4 ton. Kacang merah mengalami penurunan produksi rata-rata petahun sebesar (-5.5%) tahun 2005 sebanyak 11,4 ton, tahun 2006 sebanyak 22,0 ton, tahun 2007 sebanyak 20,8 ton, dan tahun 2008 sebanyak 15,5 ton Perkembangan produksi sayur-sayuran di Kabupaten Sinjai tahun 2005 – 2008, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Produksi sayur-sayuran di Kabupaten Sinjai tahun 2005 – 2008

Komoditi Produksi (ton) Pertumbuhan Rata-rata (%) 2005 2006 2007 2008

Sawi Kentang Kubis K. Panjang K. Merah Terong Buncis Cabe besar Cabe rawit Tomat D.bawang Ketimun Kankung Labu siam Bayam 199,50 482,50 225,00 182,40 11,40 12,80 125,50 40,30 164,00 88,60 174,00 297,00 390,00 493,00 107,00 145,00 119,00 239,00 119,00 22,00 22,60 175,00 122,00 94,00 328,00 413,00 - - - -192,00 291,00 605,00 181,10 20,80 74,70 283,00 259,50 466,20 715,40 410,00 106,00 355,00 357,00 70,00 194,00 65,00 305,01 87,00 0,00 190,00 295,60 82,90 479,80 469,00 413,00 165,00 65,00 295,00 30,00 1.0 -77.7 -49.6 -52.0 -5.5 60.7 4.5 -68.1 2.9 -34.4 0.7 55.7 -81.7 -17.4 -57.1

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sinjai

Produksi buah-buahan. Produksi buah-buahan pada tahun 2005 – 2008 sesuai data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura pertumbuhan rata-rata meningkat secara positif setiap tahun antara lain; langsat 53%, pisang 29%, nangka sebesar 38%, nenas sebesar 15%, jeruk 2% dan Markisa 1%. Produksi langsat tahun 2007 sebesar 1,745.18 ton, 4,235.10 ton tahun 2008 dan 4,822,0 ton


(1)

21 Bumbu /Kayu manis - 23 0 0 23 0 23 0 0 - - 1 22 0.10 0.27 0.07 0.01 0.00 Others

22 Bumbu lainnya/kemiri - 1,034 0 0 1,034 0 1,034 0 7 - - 27 1,000 4.43 12.13 3.35 0.33 0.06

Others 80.94 5.97 1.41

VII D A G I N G /

M E A T

1 Daging Sapi / 447 335 0 0 335 202 133 0 0 - - 7 126 0.56 1.53 3.17 0.29 0.21

Beef Meat

2 Daging Kerbau / 234 164 0 0 164 22 142 0 0 - - 7 135 0.60 1.63 1.37 0.31 0.01

Buffalo Meat

3 Daging Kambing / 369 250 0 0 250 0 250 0 0 - - 13 238 1.05 2.88 4.44 0.48 0.27

Meat Goat

4 Daging Domba / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Mutton Meat

5 Daging Kuda / 68 49 0 0 49 0 49 0 0 - - 2 47 0.21 0.57 0.67 0.10 0.02

Horse Meat

6 Daging Babi / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Pork Meat

7 Daging Ayam Buras / 662 384 0 0 384 0 384 0 0 - - 19 364 1.61 4.42 13.35 0.80 1.10

8 Daging Ayam Ras / 235 136 0 0 136 0 136 0 0 - - 7 129 0.57 1.57 4.73 0.29 0.39

Improved Chicken Meat

9 Daging Itik / 256 154 0 0 154 0 154 0 0 - - 8 146 0.65 1.77 5.77 0.28 0.51

Duck Meat

10 Jeroan Semua Jenis / 0 391 0 0 391 0 391 0 0 - - - 391 1.73 4.75 6.03 0.75 0.30


(2)

Lanjutan Lampiran 4

VIII T E L U R /

E ggs

1 Telur Ayam Buras / 0 295 0 0 295 0 295 0 74 - - 11 210 0.93 2.55 4.39 0.29 0.34

Local Hen Eggs

2 Telur Ayam Ras / 0 132 0 0 132 0 132 0 0 - - 3 129 0.57 1.57 2.15 0.17 0.15

Improved Hen Eggs

3 Telur Itik / 0 158 0 0 158 0 158 0 21 - - 6 130 0.58 1.58 2.69 0.19 0.20

Duck Eggs 9.22 0.65 0.69

IX S U S U /

M I L K

1 Susu Sapi / - 126 0 0 126 0 126 13 0 - - 7 106 0.47 1.29 0.79 0.04 0.05

Cow Milk

2 Susu impor / - 0 0 0 0 0 0 0 0 - - - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Imported milk 0.79 0.04 0.05

XI IKAN /

FISH

1 Hasil laut - 24,427 0 0 24,427 152 24,275 0 0 - - 3,641 20,634 91.32 250.20 202.66 42.53 2.50

Ocean field

2 Ikan lele - 1 0 0 1 0 1 0 0 - - 0 1 0.01 0.01 0.02 0.00 0.00

3 Bandeng - 94 0 0 94 0 94 0 0 - - 14 79 0.35 0.96 1.24 0.19 0.05

Milk fish

4 Mujair - 9 0 0 9 0 9 0 0 - - 1 8 0.03 0.09 0.08 0.02 0.00


(3)

5 Ikan mas - 14 0 0 14 0 14 0 0 - - 2 12 0.05 0.14 0.12 0.02 0.00 Common carp

6 Udang - 16 0 0 16 13 3 0 0 - - 0 2 0.01 0.03 0.03 0.01 0.00

Crab/Swim crab

7 Kepiting/Rajungan - 66 0 0 66 56 10 0 0 - - 1 8 0.04 0.10 0.12 0.01 0.00

Crab/Swim crab

8 Kerang darah - 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Blood cockles

9 Cumi-cumi/Sotong - 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Common scids & Cutlle fishes

10 Lainnya - 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Others 204.28 42.79 2.55

X MINYAK /

LEMAX

1 Kacang Tanah / Minyak Goreng 335 174 0 165 339 0 339 0 0 - - - 339 1.50 4.11 37.07 0.00 4.11

Cooking Oil

2 Kopra / Minyak Goreng 1,114 668 0 0 668 0 668 0 0 - 5 10 653 2.89 7.92 68.86 0.08 7.76

Cooking Oil

3 Minyak Sawit - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - - -

-Palm Oil

4 Minyak Sawit / Minyak Goreng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Palm Oils / Cooking Oils

5 Inti Sawit - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - -


(4)

Lanjutan Lampiran 4

6 Inti Sawit/Minyak goreng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - - - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Palm Kernel/Cooking oil 105.93 0.08 11.87

7 Lemak sapi / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Cow Fats

8 Lemak Kerbau / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Buffalo Fats

9 Lemak Kambing / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Goat Fats

10 Lemak Domba / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Mutton fats

11 Lemak Babi / 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 0 - 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Pig Fats 0.00 0.00 0.00

105.93 0.08 11.87

2,671.95 66.77 51.80 253.82 46.77 6.11 2,925.77 113.54 57.91 Nabati/Vegetable

Hewani/Animal


(5)

Lampiran 5 Struktur Organisasi Badan Pelaksanan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai

(

Peraturan Bupati Sinjai Nomor 2 Tahun 2007)

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

KEPALA BADAN

Kepegawaian

Penyuluhan

SEKRETARIAT

Subag Umum

dan

Keuangan

Perencanaan dan

Subagian

Bidang Ketahanan Pangan

Bidang Mekanisme Kerja

Metide dan Materi

Bidang Pengembangan Programa

Penyuluhan dan Sumber Daya

Penyuluh

Kewaspadaan Pangan & Gizi

Penganekaragaman Konsumsi

Sub Bidang

Ketersediaan dan

Mekanisme Kerja,

Kelembagaan Pangan

Kerjasama dan Kemitraan

Pengembangan Programa

Penyuluhan

Sub. Bidang

Sub. Bidang

Sub Bidang

BALAI PENYULUHAN

Daya Penyuluh

Sub Bidang

Metode dan Materi

Penyuluhan

Sub Bidang


(6)