Efisiensi pemupukan dengan penambahan kompos jerami pada budidaya padi System of Rice Intensification (SRI) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan

(1)

PADA BUDIDAYA PADI

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION

(SRI)

DI DAERAH PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN

Oleh

FAKHRUR RAZIE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efisiensi Pemupukan dengan Penambahan Kompos Jerami pada Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan, dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012 Fakhrur Razie NIM. A161070021


(4)

(5)

ABSTRACT

FAKHRUR RAZIE. Efficiency of Fertilizer with Enriched Straw Compost under System of Rice Intensification (SRI)Rice Cultivation in Tidal Areas of South Kalimantan.Under direction of ISWANDI ANAS, ATANG SUTANDI, LUKMAN GUNARTO and SUGIYANTA.

System of Rice Intensification (SRI) is a rice cultivation by which can be done in tidal rice fields. The application of this method must be supported by efforts to address the major issues in tidal land, mainly low soil fertility status and high solubility of the elements namely Fe, Al and Mn whichcaused toxic to plants. Composted rice straw is an alternative ameliorantcan be used to resolve the tidal land problems, howevercomposting process naturally takes 2-3 months. Aplication of microbial cellulolytic making shorten decomposition by rice straws become possible. Free living N2 fixing bacterium such as Azotobacter would able

to increase N-available to the plant turn higher N uptake of the plant.The main objective of this study was to isolate the cellulolytic microbial from tidal rice fields that could accelerate straw decomposition and study the effect of enriched compost on nutrient uptake efficiency of N, P and K and rice yield,and study the potential toxicity of Fe, Al and Mn under SRI compared to conventional rice cultivationson in a tidal rice field of South Kalimantan.This study is consisted of two experiments. It was collected 100 samples natural rice straw compost from 16 sites in the tidal rice fields in South Kalimantan from first experiment. 143 cellulolytic isolates have been isolated from the samples. Collectred isolates were then tested ability to excrete cellulase, resistance to soil pH changes and acceleration to the straw decomposition.A completely randomized block design with two factors was used in the field trial. The main plot were SRI and convensional rice cultivations, and as subplots were eight fertilizerstreatments that were a combination between Azotobacter enriched compost with inorganic fertilizersdosages. The results showed that four isolates of microbial cellulolytic namely bacteria GA22 and ST22, and fungi SN123 and C52 were found as a superior strains to excrete cellulaseenzyme, resistance to changes in soil pH and could accelerate composting processes. Although all cellulolytic isolates collected from acid soil,most of them had ability to grow better in neutral pH.The enriched compost could reduce the use of fertilizer N, P and K as much as 25% fertilizer of recommended dosage.The enriched compost with dosage 75% of N, P and K fertilizer could increase N, P and K uptake efficiencies. SRI could be applied in type B of tidal rice fields during dry season,and implementation of SRI was able reduce the potential of Fe toxicity. Ultimately,Ciherang variety of rice yielded 4.34 tons/ha if cultivated under SRI, whereas under the conventional rice cultivation was 3.56 tons/ha

Key words: Tidal rice fields, System of Rice Intensification, cellulolytic microbes, Azotobacter


(6)

(7)

RINGKASAN

FAKHRUR RAZIE. Efisiensi Pemupukan dengan Penambahan Kompos Jerami pada Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan.Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, ATANG SUTANDI, LUKMAN GUNARTO dan SUGIYANTA.

Budidaya System of Rice Intensification (SRI) dapat menjadi salah satu alternatif budidaya padi di daerah pasang surut.Secara prinsip budidaya SRI bertujuan memberikan kondisi pertumbuhan optimal sistem pertunasan dan perakaran untuk mempercepat pertumbuhan dan peningkatan produksi.Budidaya padi SRI memperhatikan aspek-aspek pertumbuhan secara menyeluruh, mulai dari penggunaan bibit yang berkualitas, pengaturan jarak tanam, pengairan dan penggunaan pupuk dengan memperhatikan biofisik lahan, pengendalian hama dan penyakit, pemberantasan gulma hingga panen.

Budidaya SRI menekankan pada penghematan air yang didasarkan bahwa padi merupakan tanaman yang butuh air, sehingga lahan tidak harus tergenang secara terus menerus atau terputus (intermittent). Dengan demikian budidaya ini hanya dapat diterapkan di lahan pasang surut tipe B (tidak terluapi ketika air pasang kecil), tipe C dan D (lahan yang tidak terluapi air) terutama pada musim kemarau dan memiliki sistem irigasi seperti tata air mikro. Seperti halnya budidaya padi konvensional, penerapan budidaya SRI di persawahan pasang surut akan dihadapkan pada dua masalah utama, yaitu kesuburan tanah yang rendah dan adanya Fe dan Al yang berpotensi meracuni padi.

Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan amelioran untuk memperbaiki kesuburan dan potensi keracunan Fe dan Al. Pemanfaatan jerami secara langsung selain proses dekomposisi yang lambat dan berdampak negatif terhadap lahan dengan meningkatkan kelarutan besi. Jerami mengandung selulosa 35-45%, hemiselulosa 18-25% dan lignin 10-25 dari bobot kering adalah penyebab utama lambatnya dekomposisi.Kondisi lahan pasang surut yang spesifik, yaitu lingkungan yang ekstrim masam hingga netral, tingginya unsur-unsur Fe dan kandungan hara yang rendahmendorong berkembangnya mikrob yang mampu merombak bahan jerami (mikrob selulolitik) spesifik. Kegiatan isolasi dan seleksi mikrob selulolitik untuk dimanfaatkan dalam mempercepat dekomposisi jerami, mengurangi kelarutan besi dan sebagai pemasok hara


(8)

vi

tanaman sehingga dapat meningkatkan efisiensiserapan tanaman dan akhirnya meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut.

Pemberian kompos jerami padi diperkaya Azotobacter adalah sebuah alternatif untuk mengatasi toksisitas besi dan sebagai sumber nutrisi. Pemanfaatan Azotobacter RG3.62 dari persawahan pasang surut Kalimantan Selatan sebagai penambat nitrogen di atmosfer dan penghasil senyawa aktif hormon pertumbuhan yaitu Indole Acetic Acid (IAA) sehingga mendukung kemampuan kompos jerami dalam memasok N dan meningkatkan efesiensi hara N, P dan K

Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan, percobaan pertama bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi mikrob perombak bahan organik (selulolitik) yang memiliki kemampuan dalam mempercepat proses pengomposan jerami padi dan percobaan kedua bertujuan mempelajari peranan kompos diperkaya Azotobacter untuk mengurangi dosis pupuk anorganik, meningkatkan efisiensi serapan hara dan produksi padi pada budidaya SRI dibandingkan dengan budidaya padi konvensional di lahan sawah pasang surut.

Percobaan pertama pada penelitian ini dimulai dari pengkoleksian sumber isolat yang diambil di persawahan pasang surut di wilayah Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Banjar di Kalimantan Selatan.Isolasi dan pemurnian isolat dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Isolat-isolat yang telah dimurnikan diseleksi secara bertahap, mulai dari kemampuan dalam (1) mengeksresikan tiga komponen enzim selulase yaitu endoglukonase, eksoglukonase dan β-glukosidase; (2) ketahanan terhadap perubahan pH tanah; dan (3) kemampuan dalam mempercepat proses pengomposan jerami padi. Lima isolat terseleksi dari tahapan pengujian dipergunakan dalam pembuatan kompos pada percobaan kedua.Percobaan kedua merupakan percobaan lapang dilaksanakan di persawahan pasang surut Desa Danda Jaya, Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.Rancangan lingkungan dan perlakuan yang dipergunakan adalah rancangan acak kelompok dengan dua perlakuan petak terpisah.Petak utama (main plot) adalah budidaya padi SRI dan konvensional, dan sebagai anak petak


(9)

(subplot) adalah delapan taraf pemupukan, yaitu kombinasi dari kompos diperkaya Azotobacterdengan berbagai dosis pupuk anorganik.

Pada percobaan pertama diperoleh empat mikrob selulolitik yaitu bakteri selulolitik GA22 dan ST22, dan fungi selulolitik SN123 dan C52 merupakan isolat-isolat unggul dalam mengekskresikan enzim selulase (endoglukonase, eksoglukonase dan β-glukosidase), ketahanan terhadap perubahan pH tanah dan mempercepat pengomposan.Mikrob-mikrob selulolitik indigenous persawahan pasang surut Kalimantan Selatan sebagian besar mampu tumbuh dan berkembang pada pH masam sampai sangat (pH tanah 3.5-4.5).Mikrobimikrobtersebut juga mampu menyusutkan bobot kering jerami sebesar 55 -73%, volume jeramisebesar 26-38% dan menurunkan C/N dari 39 menjadi 16-21 selama 14 hari

Hasil dari percobaan kedua menunjukkan bahwa kompos jerami diperkaya Azotobacter mampu menekan penggunaan pupuk N, P dan K sebesar 25% dosis pupuk yang direkomendasikan, dimana kertersediaan hara N-NH4 dan N-NO3

Budidaya padi SRI dapat diterapkan di persawahan pasang surut tipe B Kalimantan Selatan pada musim kemarau, dimana kandungan hara N-NH

pada kompos diperkaya Azotobacter tanpa pupuk N, P dan K dan ketersediaan hara K pada 50% dosis pupuk N, P dan K lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Kandungan P-tersedia tanah budidaya SRI pada pemberian kompos diperkaya Azotobacter dengan 75% dosis pupuk N, P dan K lebih tinggi dibandingkan dengan budiday konvensional. Tinggi tanaman, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, dan produksi padi pada pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter dan 75% dosis pupuk N, P dan K, danbeberapa komponen hasil lainnya, serapan dan efisiensi serapan N dan K pada kompos jerami diperkaya Azotobacter dan 25% dosis pupuk N, P dan K lebih tinggi dibanding kontrol tidak berbeda dengan 100% dosis pupuk N, P dan K.

4 dan

K-tersedia tanah pada budidaya SRI pada awal tanam lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya padi konvensional.Kandungan P-tersedia tanah pada pemberian kompos diperkaya Azotobacter dengan 75-100% dosis pupuk N, P dan K pada budidaya SRI lebih tinggi dibandingkan budidaya padi konvensional.Anakan produktif, tinggi tanaman, jumlah gabah dan bobot kering jerami pada budidaya SRI lebih tinggi dibanding budidaya padi konvensional.Produksi padi Ciherang


(10)

viii

pada budidaya padi SRI (4.34 ton GKG/ha) hampir 22% lebih tinggi dibanding dengan budidaya konvensional (3.56 ton GKG/ha).Serapan dan efisiensi serapan hara N, P dan K tanaman pada budidaya SRI lebih tinggi dibanding pada budidaya padi konvensional.

Penerapan budidaya padi SRI di persawahan pasang surut mampu menekan potensi keracunan Fe terhadap padi, dimana saat 49 HST, kandungan Fe tersedia tanah pada budidaya SRI lebih rendah dibandingkan dengan budidaya padi konvensional.Saat panen, kandungan Fe jaringan padi Ciherang pada budidaya padi SRI lebih rendah dibanding budidaya padi konvensional.Saat 14 HST, pemberian kompos diperkaya Azotobacter mampu menekan kelarutan Fe tanah terekstrak NH4

Viabilitas mikrob selulolitik dan Azotobacter pada kedua budidaya dan pemupukan berhubungan erat negatif dengan ketersediaan Fe tanah. Berdasarkan total populasi tertinggi, total populasi mikrob selulolitik dan Azotobacterpada budidaya SRI masing-masing 2 dan 4 kali lebih tinggi dibanding dengan budidaya padi konvensional.


(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan,

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(12)

(13)

EFISIENSI PEMUPUKAN DENGAN PENAMBAHAN

KOMPOS JERAMI PADA BUDIDAYA PADI

SYSTEM OF

RICE INTENSIFICATION

(SRI) DI DAERAH PASANG SURUT

KALIMANTAN SELATAN

FAKHRUR RAZIE

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

xii

Penguji luar pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Suwarno

(Staf pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB)

: Dr. Ir. Yulin Lestari, M.Sc

(Staf pengajar Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB)

Penguji luar pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Agus Sofyan, MS

(Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Departemen Pertanian)

: Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si

(Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura,Fakultas Pertanian,IPB)


(15)

Judul Disertasi : Efisiensi Pemupukan dengan Penambahan Kompos Jerami pada Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan.

Nama : Fakhrur Razie

NIM : A161070021

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof.Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc

Anggota

Dr.Ir. Atang Sutandi, MS

Anggota

Prof.(R).Dr.Ir. Lukman Gunarto, MS

Anggota Dr.Ir. Sugiyanta, MS

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Ir. Atang Sutandi, MS, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 19 Juli 2012 Tanggal Lulus :


(16)

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2009 ini adalah Eisiensi Pemupukan dengan Penambahan Kompos Jerami pada Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan.

Sebuah artikel berjudul Efesiensi Serapan hara dan Hasil Padi pada Budidaya Padi SRI di Persawahan Pasang Surut Kalimantan Selatan dengan Kompos di Perkaya untuk Mengurangi Pupuk Anorganik merupakan sebagian dari disertasi ini diterbitkan pada Jurnal Agronomi Indonesia Vol. XL, No.2 Agustus 2012.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc; Dr. Ir. Atang Sutandi, MS;Prof. (Riset) Dr. Ir. Lukman Gunarto, MS dan Dr. Ir. Sugiyanta, MS. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan berupa pengalaman, saran dan kritik, serta membuka cakrawala pemikiran. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc selaku pimpinan sidang ujian tertutup; Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Suwarno selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup;Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc selaku pimpinan sidang ujian terbuka; Bapak Dr. Ir. Agus Sofyan, MS dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si selaku penguji luar komisi ujian terbuka, yang mengkritisi dan memberikan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pada dosen PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Pascasarjana IPB yang telah memberikan ilmu dan membuka cakrawala pemikiran ilmiah selama menempuh pendidikan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada staf Laboratorium Bioteknologi Tanah (Bapak Sarjito, Ibu Asih Karyati dan Siti Zulaeha) dan staf Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor (Bapak Sukoyo), serta kepala dan staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru (Bapak Hasrul Satria Nur, S.Si, M.Si dan Ibu Rosidah, AMd) yang telah banyak memberikan bantuan teknis laboratorium.


(18)

xvi

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional atas beasiswa selama penulis menjalankan pendidikan melalui Hibah I-MHERE, Unlam yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di IPB, dan Pemerintah PropinsiKalimantan Selatan atas bantuan dana pendidikan,serta kepada semua pihak yang berjasa dan membantu sehingga penelitian disertasi ini dapat diselesaikan. Akhirnya ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, istri (Hidwar Kartikasari, SP), anak-anak (Annisa Damayanti, Muhammad Rizqi Ramadhan dan Raisa Azkia) dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.

Tulisan ini bermanfaat untuk pengembangan dan pengelolaan persawahan di daerah pasang surut khususnya di persawahan pasang surut Kalimantan selatan.

Bogor, Juli 2012


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 7 Juli 1967 sebagai anak ke empat dari pasangan Hudrie Mazeri dan Nur Hayati. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas lambung Mangkurat, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 2000, penulis diterima di Program Studi Magister Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional melalui proyek hibah I-MHERE Batch II Universitas Lambung Mangkurat.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat sejak tahun 1993 dan mengampu matakuliah pada bidang Biologi dan Kesuburan Tanah.

Selama mengikuti program S3, penulis berkesempatan menyampaikan karya ilmiah yang berjudul Effects of Nitrogen Fixing Bacteria (NFB) in Increasing Rice Yields Grown on Tidal Areas of South Kalimantan pada Workshop and International Seminar di Ibaraki University, Ibaraki, Jepang pada tahun 2009.


(20)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR TABEL ………...………...… xxi

DAFTAR GAMBAR ……….………...… xxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xxv

PENDAHULUAN ... 1

LatarBelakang...………...……... 1

KerangkaPemikiran ...………... 3

TujuanPenelitian ... 5

HipotesaPenelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ………...………... 7

LahanPasangSurut ... 7

BudidayaPadiSRI ... 12

JeramiPadi ... 16

Selulosa ... 18

Azotobacterspp. di PersawahanPasangSurut Kalimantan Selatan .... 20

PERCOBAAN 1: ISOLASI DAN SELEKSI MIKROB SELULOLITIK... 29

Pendahuluan ...……….... 29

BahandanMetode ...……… 30

HasildanPembahasan... 35

Kesimpulan ... 47

PERCOBAAN 2: PENGARUH KOMPOS JERAMI DIPERKAYAAZOTOBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI CIHERANG PADA BUDIDAYA PADI SRI DAN KONVENSIONAL... 49

Pendahuluan ...……… 49

BahandanMetode ...……… 51

HasildanPembahasan ... 56

Kesimpulan ... 79

PEMBAHASAN UMUM ... 83

MikrobSelulolitik di PersawahanPasangSurut Kalimantan Selatan . 83 PertumbuhandanProduksiPadiCiherangpadaBudidayaPadi SRI danKonvensional di PersawahanPasangSurut Kalimantan Selatan .. 99

KESIMPULAN ... 109

Kesimpulan ...………... 109


(21)

DAFTAR PUSTAKA ... 111 LAMPIRAN ... 119


(22)

xxi

DAFTAR TABEL

halaman 1. SifatkimiatanahdaerahpasangsurutDesaTerantangKabupaten Barito

Kuala Kalimantan Selatan(LemlitUnlam 2004)... 11 2. JumlahisolatAzotobacter spp.

daribahanrizosfermenurutlokasidanvarietaspadi di daerah pasang surut Kalimantan Selatan (Razie 2003)

...

21 3. EfektivitasAzotobacter spp. dalammenambat N2di daerah pasang surut

Kalimantan Selatan (Razie 2003) ... 22 4. KemampuanAzotobactersppdalammenambat N2padaberdasarkanlokasi,

bagianekosistemdanvarietaspadidi daerah pasang surut Kalimantan

Selatan (Razie 2003)... 22 5. Produksi IAA dariAzotobacterspp.

danperanannyaterhadapperkembanganakarpadi IR64(Razie 2003; Razie& Haris 2004)...

25 6. Sumberisolatdanmikrobselulolitik yang

diperolehdaripersawahanpasangsurut Kalimantan Selatan ...

37 7. Nilai indeks mikrobselulolitik dari persawahan pasang surut Kalimantan

Selatan ... 38 8. Aktivitasenzimselobiohidrolasedanglukosidasemikrobselulolitikdari

persawahan pasang surut Kalimantan Selatan ... 40 9. Hasil pengukuran total populasi dan evolusi CO2 dari uji ketahanan

mikrob terhadap perubahan pH tanah ... 42 1

0.

Persen penyusutan valume dan bobot kering jerami padi selama proses

dekomposisi setelah inkubasi selama 14 hari ... 44 1

1.

C/N jerami padi selama proses dekomposisi setelah diinkubasi selama 14 hari ... 45 1

2.

Seleksimikrobselulolitikberdasarkankemampuanmempercepat proses

dekomposisibahanjerami ... 46 1

3.

Kandungan C, N, P dan K total tanah awal, dan kompos jerami yang

dipergunakanpada penelitian... 56 1

4.

Pengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapbeberapasifattanahsaatse


(23)

1 5.

Pengaruhinteraksibudidayapadidanpemupukanterhadapkandungan P

tersediatanahsaatseminggusetelahpemupukan ... 59

1 6.

PertumbuhanpadiCiherangpadaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan ... 61 1

7.

Produksigabahdanbobotkeringjeramipadipadaperlakuanbudidayapadidan pemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan

... 64 1

8.

Kandunganhara N, P dan K

jeramidangabahtanamanpadaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan

...

65 1

9.

Serapanhara N, P dan K

tanamanpadaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan ...

67 2

0.

Efesiensiserapanhara N, P dan K

tanamanpadaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan

69 2

1.

Fe tersedia tanahterakstrak NH4-asetat pH 4.8

padaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut

Kalimantan Selatan ... 72 2

2.

Kelarutan Fe, Al danMntanah49 HST

padaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan

73

2 3.

Kandungan Fe, Al danMntersedia terekstrak NH4-Asetat pH 4.8 saat 49

HST padaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di

persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan ... 74 2

4.

Kandungan Fe jaringanpadiCiherangpadaperlakuanbudidayapadi di

persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan ... 76 2

5.

KandunganharaN, P dan K

tanahsaatpanenpadaperlakuanbudidayapadidan pemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan

Selatan...

79 2

6.

Aktivitasenzimeksoglukanasedanglukosidasedari 40

isolatselulolitikterseleksiberdasarkanlokasisumberisolat... 86 2

7.


(24)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

halaman 1

.

Kerangkapemikiranpenelitian…... 4 2

.

Total mikrob,Azospirillum,

AzotobacterdanmikrobpelarutfosfatpadabudidayaSRI dankonvensional (Anas 2008) …...………

1 4 3

.

Penampangakarpadi yang tergenangdantidaktergenang(Poerwanto 2008) ………... 1

5 4

.

Skemapemberian air irigasipadasetiapfasepertumbuhanpadi(Poerwanto, 2008)…... 1

6 5

.

Perubahan level nitrattanahselama proses dekomposisisisatanaman

(Havlin et al. 1999) ... 1 7 6

.

Skemahidrolisisselulosamenjadiglukosa(Lymaretal. 1995)... 2 0 7

.

HubunganpopulasiAzotobacterdengan N-tertambat(Razie& Haris 2004) …... 2

3 8

.

Perubahanjumlah N tertambatper selAzotobacter(Razieetal. 2005) 2 4 9

.

ProduksipadiSiam Pandak yang

diinokulasidenganAzotobactersppuntukmensubstitusi urea di lahanpasangsuruttipe A (Razie et al.

2008)…... 2 6 1 0 .

ProduksipadiCiherangdiinokulasiAzotobactersppuntukmensubstitusi urea

di lahanpasangsuruttipe B (Razie et al. 2008)... 2

7 1

1 .

Diagram alirpenelitianpercobaanpertama…... 3 0 1

2 .

Bobot bahan kapur terhadap perubahan pH tanah ... 3 4 1 Mikrobselulolitikdaripersawahanpasangsurut Kalimantan Selatan 3


(25)

3 . 6 1 4 . Seleksiisolatmikrobselulolitikberdasarkannilaiskordariindeksselulolitik…. ... 3

9 1

5 .

Seleksiisolatmikrobselulolitikberdasarkannilaiskordariaktivitasenzim….... ... 4

1 1

6 .

Seleksiisolatmikrobselulolitikberdasarkannilaiskordari pertumbuhan

populasi dan evolusi CO2 ... 4 3 1 7 . Perubahansuhubahanjerami yang diinokulasidenganmikrobselulolitiksetelahdiinkubasi...…... ... 4 6 1 8 .

Diagram alirpenelitianpercobaankedua…... 5 2 1

9 .

Baganpetakpercobaan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan

…... 5 3 2

0 .

Jumlahanakan(A) dantinggitanamanpadi(B) selamapertumbuhan 6 0 2 1 . Kandungan Fe jaringanpadiCiherangpadaperlakuanbudidayapadidanpemupukan di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan …...

7 5 2

2 .

PopulasimikrobselulolitikdanAzotobacterpadabudidayapadidanpemupuka npadasaatpanen…... 7

7 2 3 . Nilaiindeksselulolitikdariisolat-isolat yang dimurnikanberdasarkanlokasi1isolatdiperoleh…... ... 8 5 2 4 .

Populasibakteridan fungi selulolitiksetelahdiinkubasi 14 haripadaperubahan pH tanah

... 8 9 2 5 .

Evolusi CO2olehmikrobselulolitikpadaberbagai pH

tanahsetelahdiinkubasiselama 14

hari…...

9 0


(26)

xxv

2 6 .

Hasilpengukuran N, P dan K tersediasertakelarutan Fe tanahpadaperlakuan pH tanah

... 9 1 2 7 .

Persenpenyusutan bobotkeringdan volume bahanjeramisetelahdiinkubasi 14 hari…... 9

2 2

8 .

Nilai C/N bahanjerami yang

diinokulasidenganmikrobselulolitiksetelahdiinkubasiselama 14 hari…... 9 3 2 9 .

Kecepatanpenurunannilai C/N bahanjerami yang diinokulasidenganbakteridan fungi selulolitik…... 9 4 3 0 .

Perubahannilai C/N terhadappeningkatanpersenpenyusutan bobotdan

volume bahanjerami yang dikomposkan…... 9 5 3

1 .

KurvatumbuhbakteriselulolitikGA22 ... 9 6 3

2 .

Kurvatumbuhbakteriselulolitik ST22 …... 9 6 3

3 .

Kurvatumbuh fungi selulolitik SN123 …... 9 7 3

4 .

Kurvatumbuh fungi selulolitikC52 ... 9 8 3

5 .

Hubunganserapanhara N, P dan K terhadapproduksipadi…... 1 0 6


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Koleksiisolatmikrobselulolitikmurnidaripersawahanpasangsurut

Kalimantan Selatan ...…... 12 0 2. Hasilpengukurandanskoringindeksselulolitik…... 12

3 3. Aktvitasenzimselulasedannilaiskor…... 12

7 4. Totalpopulasidanevolusi

CO2dariujiketahananmikrobselulolitikterhadapterhadapperubahan pH

tanah...

12 9 5. Persenkehilangan volume danbobotkeringjeramiselama proses

pengomposan ... 13 0 6. Beberapasifatkimiatanahseminggusetelahdilakukanpemupukan 13

1 7. Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapsifatkimiata

nahseminggusetelahpemupukan ... 13 2 8. HasilpengukuranjumlahanakandantinggitanamanpadipadabudidayapadiS

RI dankonvensional ... 13 4 9. Analisisragampengaruhbudidayapaditerhadapjumlahanakan per

ubinandantinggitanaman ... 13 5 1

0.

Komponen hasil padiCiherangpadabudidayapadi SRI

dankonvensional... 13 7 1

1.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadappertumbuha npadiCiherang ... 13

8 1

2.

ProduksidanbobotkeringjeramipadiCiherang ... 14 0 1

3.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapproduksida nbobotkeringpadiCiherang ... 14

1 1

4.

Kandungan N, P dan K jeramidangabahpadiCiherang ... 14 2 1 Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapkandungan


(28)

xxvii 5. N, P dan K jeramidangabah ... 14

3 1

6.

Serapanhara N, P dan K padiCiherang ... 14 5 1

7.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapserapanhara N, P dan K padiCiherang ... 14

6 1

8.

EfisiensiserapanharaN, P dan K padiCiherang ... 14 7 1

9.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapefesiensiser apanhara N, P dan K padiCiherang ... 14

8 2

0.

Fe tersedia tanah terekstrak NH4-asetat pH 4.8 padaawaltanam(14 HST)

dansaatpanenpadiCiherang ... 14 9 2

1.

AnalisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapFe tersedia tanah ekstraksi NH4-Asetat pH 4.8 ... 15

0 2

2.

Kandungan Fe, Al danMnterekstrak NH4-Asetat pH 4.8 saat 49 HST

padiCiherang ... 15 1 2

3.

AnalisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapKandungan Fe, Al danMnterekstrak NH4-Asetat pH 4.8 saat 49

HST... 15 2 2

4.

Kandungan Fe, Al

danMnterikatbahanorganikpadaawalfaseprimordiapadiCiherang ... 15 3 2 5.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadap Fe, Al danMnterikatbahanorganikpadaawalfaseprimordiapadiCiherang

... 15 4 2

6.

Kandungan Fe, Al danMnjaringanpadaawalfaseprimordiapadiCiherang ... 15

5 2

7.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapkandungan Fe, Al danMnjaringanpadaawalfaseprimordiapadiCiherang


(29)

... 15 6 2

8.

PopulasimikrobselulolitikdanAzotobactersetelahpanen ... 15 7 2

9.

Kandungan hara N total, N, P dan K tersedia tanahsaat panen ... 15 8 3

0.

Analisisragampengaruhbudidayapadidanpemupukanterhadapsifatkimiata nahpadasaatpanenpadiCiherang ... 15

9 3

1.

Analisisragampengaruhsumberisolatterhadapaktivitasendoglukanase, eksoglukanasedanglukosidase ...

16 1 3

2.

Analisisragamisolatmikrobselulolitikterhadappersenkehilanganbobotkeri ngdan volume dan C/N jeramipadi ... 16


(30)

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Lahanpasangsurutyang tersebardi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi danIrian (Papua) kuranglebih20.1 juta ha dan sekitar 8.1 juta ha terletak di Kalimantan (Suriadikarta&Sutriadi2007)merupakansumberdayalahanalternatifyang

dapatdikembangkanuntukpertaniantanamanpangan.Lahaninimerupakanlahan

marginal danfragildenganproduktivitasrendah,

sehinggapemanfaatandanpenerapanteknologi yang

tepatdalampengelolaantanahdan air diperlukandalampengembanganlahanpasangsurut.Selainmemperhatikansistemtata

air, kemasamandankesuburantanah, pengembangan lahan pasang surut untuk persawahan jugaharus memperhatikan kondisipertumbuhan optimal padapadi mulai dari penggunaan bibit yang berkualitas hingga panen.

Pemanfaatandanpenerapanteknologi yang tepattersebutdiharapkanmampumeningkatkanproduksipadi di lahanpasangsurut.

Banyakkonsepperbaikansistembudidayapadisaatini,

salahsatudiantaranyaadalahSystem of Rice Intensification (SRI).Cara pengelolaanbudidayapadisisteminiadalahmenggunakanbibitmudaberkualitas(umur 8-15 hari) yang dipindahtanamkan, satubibitdenganjaraktanam≥ 25 cm x 25 cm, dan sistemirigasiterputusatau tidakselalu tergenangagar sawahtetapdalamkondisiaerobik (Laulane1993 dalamStoop et al.2002;

Toriyama& Ando 2011). Budidaya SRI di

daerahpasangsuruthanyadapatditerapkan di daerah yang tidakselalutergenangdanmemilikisistemtataairmikro.

Sistemirigasiterputuspada SRI didasarkanpadakebutuhan air tanamanpadajumlah air tersediasehingga mengefisienkanpenggunaan air.Penelitian yang dilaksanakan oleh Kalsimetal. (2007) di daerah Tasikmalaya Jawa barat menunjukkan bahwa pengelolaan air dengantinggigenangankurangdari 2 cm hinggapadabataskadar air kapasitaslapangmampumengefesienkan air irigasihingga 60%danmeningkatkanhasil 20% dibandingcarakonvensional yang

digenangitidakkurangdari 5 cm.Dilahanpasangsurut yang memilikisistemirigasipadatingkatusahatanisepertisistemtata air mikro di lahan tipe


(31)

B (daerah yang tidak terluapi air ketika pasang kecil) dapat menerapkan sistem irigasi terputus. Namunakanmemunculkanbeberapatantangan, yaitumeningkatnyakelarutanunsur-unsur yang dapatmeracunitanaman, terutamaAl, Fe danMn yang diikutidenganpeningkatankemasamantanah.

Sehinggauntukmenerapkanbudidayapadi SRI di lahanpasangsurutharusditunjangdenganusaha yang tepatdalam

mengatasikemasamantanahdanunsur-unsur yang dapatmeracuni.

Alternatifmengatasikeracunan Fe dan Al danpemasamantanahadalahpemberiankomposjeramipadi.Pengomposanjeramipadi

yang dilakukansecaraalamidi lahanpasangsurut Kalimantan Selatan memerlukanwaktu2-3 bulan.Hal inidisebabkanadanyafluktuasigenangan air dansenyawakarbonpenyusunjerami.Jeramipaditerdiridariselulosa (30-60%), hemiselulosa (25%), lignin (5%), dansebagianlagidalambentukgulasederhana, asam-asam amino danasamalifatik, senyawalarutdenganeterdanalkohol (Salma &Gunarto 1999; Chew et al. 2001).Selulosamerupakan senyawa yang sulit terdegradasi, untuk mempercepat perombakan senyawa ini dibutuhkan mikrob-mikrobselulolitikdari persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan.

KomposjeramimampumenekankelarutanAl, Fe

danMndenganmembentuksenyawakompleksorgano-metal

sehinggamencegahterhidrolisisnyaunsur-unsurtersebut yang menyebabkanpemasamantanah.Selain itu komposjeramijugadapat dijadikan

sebagaisumberhara N, P dan K dan sumberhara lainnya. Sebagai gambaran produksi 5 ton jeramipadimengandung 48 kg N/ha, 16 kg P2O5/ha dan 120 kg

K2

Pasokansumberhara P dan K daripupukanorganikdenganpenambahankomposjeramimenjadilebihmudahterserap

olehtanamankarenapeningkatantapakjerapandanpenambahanhara P dan K

olehkompos.Sedangkanpasokanhara N daripasokanpupukbuatandankomposbelumdapatmemenuhikebutuhanhara N

tanaman.Sehinggapemanfaatanbakteripenambat N

O/ha setaradengan 99 kg urea/ha, 35 kg SP36/ha dan 189 kg KCl/ha (Sumarno2006).


(32)

3

katkanpasokanhara N padi.Penambat N2

BudidayapadiSRI di lahanpasangsurutdapatditerapkanpadalahantipe B yaitu tipe lahan pasang surut hanya terluapi ketika pasang besar dan tidak terluapi ketika pasang kecil,danlahan tipe C dan D yaitu lahan yang tidak tergenangi

ketika pasang besar maupun pasang kecil baik

padamusimhujanmaupunmusimkemarau.Namun,sisteminimemberikandampakterh

adaptanahyaitumeningkatnyakelarutan Al, Fe danMnsertakemasamantanahkarenaadanyalapisanpiritdanpengaturan

air.Penerapanbudidaya SRI di lahanpasangsurutharusdiikutidenganusaha untuk menekankelarutan Fe, Al danMnsertapemasamantanah.Pemanfaatan jeramipadiyang dikomposkansering dilakukan untukmenekan kelarutan Fe, Al danMndi persawahanpasangsurut, meskipun proses pengomposan bahan tersebut membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan.

atmosfer (Azotobacter RG.3.62)daripersawahanpasangsurut Kalimantan Selatan sebagaipemasokhara N mampumensubstitusi 50% dosisurea padiCiherangdanproduksinyamencapai4.58 ton GKG/ha (Razieet al. 2008).

Berdasarkanuraian di atasdiperlukansuatupenelitianuntukmempelajariperanananmikrobselulolitikdariper

sawahanpasangsurut Kalimantan Selatan dalammempercepat proses pengomposandanpengaruhkomposdiperkayaAzotobacterdalammenyediakanhara

N, P dan K, menekankelarutan Fe dan Al sertameningkatkanefesiensiserapanharapemupukanuntukmendukungpertumbuhan

danproduksipadabudidayapadi SRI di persawahanpasangsurut Kalimantan Selatan.

Kerangka Pemikiran

Budidayapadi SRI merupakansalahsatualternatifyang

memperhatikansemuaaspekbudidaya

padi.Aspek-aspektersebutadalahmulaidaripenyiapanbibitmudaberkualitas,menanamsatubibitpa

dasatutitiktanamdenganjaraktanam yang lebar.Pengelolaanlahanmulaidaripenyiapantanah, pengaturan air

dalamkondisiaerobikdanpemupukanuntukmemberikondisipertumbuhan optimal padi, pemeliharaanhinggapemanenan.


(33)

Percepatan proses pengomposanjeramidibutuhkanagar dapat diaplikasikan sebelumtanam. Mikrobselulolitik dari persawahan pasang surut dapat dimanfaatkan untuk mempercepat proses pengomposan. Kegiatanisolasi, pemurniandan seleksi mikrobselulolitikuntuk memperoleh isolat-isolat yang

mampumempercepat proses pengomposan dan selanjutnya

penerapankomposjeramipadi yang dihasilkan untuk mendukung budidaya padi di lahan pasan surut.

Selainmenekankelarutan Fe, Al danMn, pemberiankomposjeramipadijugasebagaisumberhara N, P dan K

danmeningkatkanketersediaan harabagi

tanaman.Potensikomposjeramidalammemasokhara P dan K akanmampumengurangipenggunaanpupuk SP36 danKCl,

tetapikomposjeramiataupunpupuk urea belummenjaminmampumemasokhara N untukkebutuhantanaman.PemanfaatanAzotobacterdaripersawahanpasangsurutKali mantan Selatan untukmemperkayakomposjeramiakanmeningkatkanpasokanhara N padi.

Pemberiankomposjeramipadi yang diperkayaAzotobacterpadabudiddayapadi SRI di persawahanpasangsurut

Kalimantan Selatan akanmemperbaikikandungan N, P dan K tanah danefesiensiserapanharaN, P da K tanaman, padaakhirnyamampumeningkatkanpertumbuhandanproduksipadi.


(34)

5


(35)

TujuanPenelitian

1. Mempelajari kemampuanmikrobselulolitikyang diisolasi di persawahan pasangsurut Kalimantan Selatan dalammengekskresikan enzim selulase, ketahanan terhadap pH tanah dan mempercepat pengomposanjerami padi. 2. Mempelajari pengaruh pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter pada

budidaya SRI dan budidaya konvensional terhadap ketersediaan hara N, P dan K tanah di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan.

3. Mempelajari pengaruh kompos jerami diperkaya Azotobacter pada budidaya SRI dan konvensional terhadap efesiensi serapan hara serta pertumbuhan serta produksi padi di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan.

4. Mempelajari pengaruh pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter pada budidaya SRI dan budidaya konvensional terhadap potensi keracunan Fe, Al dan Mn di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan.

5. Mempelajari viabilitas mikrobselulolitik dan Azotobacterdari kompos diperkaya pada budidaya SRI dan budidaya padi konvensional.

HipotesaPenelitian

1. MikrobselulolitikdaripersawahanpasangsurutKalimantan Selatan memiliki kemampuandalammengekskresikan enzim selulase, ketahanan terhadap pH tanah dan mempercepat pengomposanjerami padi.

2. Pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter pada budidaya SRI meningkatkan ketersediaan hara N, P dan K tanah dibandingpada budidayapadi konvensional di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan 3. Pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter pada budidaya SRI lebih

meningkatkan efesiensi serapan hara, dan pertumbuhan serta produksi padi dibanding pada budidayapadi konvensional di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan.

4. Pemberian kompos jerami diperkaya Azotobacter pada budidaya SRI mampu menekan potensi keracunan Fe, Al dan Mn tanah dibandingpada budidaya padi konvensional di persawahan pasang surut Kalimantan Selatan.

5. Viabilitas mikrobselulolitik dan Azotobacterdari kompos pada budidaya SRI lebih tinggi dibanding pada budidaya padi konvensional.


(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Pasang Surut

Lahan pasang surut adalah lahan yang sepanjang tahun atau selama waktu panjang dalam setahun tergenang air (waterlogged). Di lahan ini sering ditemui tumbuhan (pohon, gelagah, rumput dan tumbuhan akuatik) dan genangannya secara relatif dangkal dan menggenang (stagnant) dan tanah dasarnya lumpur (Notohadiprawiro1996). Lahan ini berpotensi untuk dijadikan persawahan.

Pada kondisi alami tanah-tanah pada lahan pasang surut merupakan tanah jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama, beberapa bulan dalam setahun. Tanah ini dicirikan oleh kondisi aquik, yakni mengalami penjenuhan air dan reduksi secara terus-menerus atau periodik(Soil Survey Staff 1999). Proses pembentukan tanah yang dominan adalah pembentukan horison tanah tereduksi berwarna kelabu-kebiruan (proses gleisasi) dan pembentukan lapisan gambut di permukaan. Bentuk wilayah lahan pasang surut sangat rata (flat) dengan ketinggian tempat sekitar 0-0.5 m dpl di pinggir laut sampai sekitar 5 m dpl di wilayah lebih ke pedalaman.

Ada dua jenis tanah yang terbentuk di daerah ini, yaitu tanah gambut (peat soils), dan tanah mineral basah (wet mineral soils). Tanah mineral yang terdapat di wilayah ini merupakan endapan bahan halus, berupa debu halus dan lumpur yang diendapkan air pasang ditambah dengan bahan aluvium yang dibawa ke muara oleh air sungai. Oleh karena itu, tanah yang terbentuk semuanya merupakan tanah aluvial basah yang di permukaannya terdapat lapisan gambut tipis (<20 cm), atau agak tebal, antara 20-50 cm. Yang terakhir ini disebut tanah mineral-bergambut (peaty-soils). Jika ketebalan lapisan gambut sudah melebihi 50 cm sudah termasuk tanah gambut.

Pada sistem klasifikasi, tanah aluvial yang selalu jenuh air disebut Aluvial Hidromorf, dan yang relatif agak kering tidak selalu basah hanya disebut Aluvial. Tanah aluvial yang memiliki lapisan gambut tipis (<20 cm) di permukaan, disebut Glei Humus Rendah; sedangkan yang lapisan gambutnya agak tebal (20-50 cm), disebut Glei Humus. Sementara tanah gambut disebut Organosol. Dalam klasifikasi taksonomi tanah (Soil Survey Staff 1999), kelompok tanah Aluvial


(37)

termasuk dalam (ordo) Entisols, atau Inceptisols; sedangkan tanah gambut disebut Histosols.

Lahan pasang surut merupakan ekosistem dengan karakteristik yang tidak stabil dan selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan. Kesalahan dalam mengelola lahan ini, berdampak terhadap perubahan karakteristik ke arah negatif dan irreversibleyang menimbulkan kendala dalam pengembangan. Kendala yang harus diperhatikan dalam menyusun pola pemanfaatan, rencana pengembangan serta teknik pengelolaan air dan tanah lahan rawa, antara lain adalah lama dan kedalaman genangan air, serta kualitas airnya; ketebalan dan kematangan gambut; kedalaman lapisan pirit, kandungan hara yang rendah serta kemasaman total potensial dan aktual setiap lapisan tanahnya; pengaruh luapan atau intrusi air asin/payau; dan tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan, apakah endapan sungai, laut atau pasir kuarsa (Subagjo &Widjaja-Adhi 1998). .

Lahan rawa dapat dikembangkan dengan menerapkan teknologi pengelolaan yang tepat, yang bertujuan untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan rawa secara optimal. Teknologi pengelolaan lahan rawa meliputi: pengelolaan air; penataan lahan; pengolahan tanah; ameliorasi dan pemupukan; pola tanam dan cara budidaya; pengendalian hama dan penyakit; mekanisasi; dan aspek pendukung lainnya.

Sistem Tata Air

Fluktuasi muka air di sungai dan saluran karena gerakan pasang surut, serta fluktuasi curah hujan menyebabkan proses pengelolaan tata air di daerah pasang surut menjadi sulit, yaitu antara keinginan membuang air (drainase) dan keinginan tetap menjaga muka air tanah untuk kelembaban dan suplai air (irigasi). Sehingga pengelolaan tata air di lahan ini dibedakan antara pengelolaan tata air makro (canal water management) dan tata air mikro (on farm water management). Sistem tata air di daerah ini juga dipengaruhi oleh kondisi hidrolik di sekelilingnya, yaitu gerakan air disungai yang meliputi fluktuasi pasang surut, fluktuasi muka air karena pengaruh musim (musim hujan dan kemarau), intrusi air laut serta pengaruh aliran yang berasal dari lahan. Sehingga sistem irigasi teknis


(38)

9 hanya dapat dikembangkan untuk daerah yang tidak pernah tergenangi air pada saat pasang rendah (neaptide) maupun saat pasang tinggi (springtide). Hanya saja petani daerah lahan rawa beririgasi teknis ini umumnya masih menggunakan padi varietas lokal berumur panjang sehingga keperluan airnya mengikuti pola pertumbuhan padi tersebut, walaupun daerah ini dapat dilakukan pengaturan air dengan baik dari sistem irigasi teknis yang ada.

Pengelolaan air di lahan pasang surut umumnya mengikuti pergerakan air secara alami (hidrotopografi). Secara umum ada wilayah yang masih terendam ketika pasang tinggi (springtide) dan tidak digenangi air atau air di bawah permukaan tanah ketika pasang rendah (neaptide). Pertumbuhan padi mengikuti surutnya air hingga pada saat panen air di lahan semakin sedikit, hingga memasuki musim kemarau. Pada saat musim kemarau ini lahan diberakan hingga air laut atau sungai yang mempengaruhinya mulai pasang. Seperti halnya yang terjadi di lahan pasang surut di wilayah Barito Kuala Kalimantan Selatan, pada musim kemarau jumlah air yang terevaporasi lebih besar dibanding dengan curah hujannya, yaitu pada bulan Juni hingga Oktober, besarnya evaporasi mendekati 150 mm sedangkan curah hujan 100 mm (Lemlit Unlam 2004).

Persoalan utama yang dihadapi ketika musim kemarau adalah terjadi evaporasi pada permukaan tanah dapat menyebabkan akumulasi garam-garam beracun dari horison bawah oleh pergerakan kapiler ke atas (Minh et al. 1998). Kecepatan kapiler keatas di kontrol oleh kondisi iklim, kedalaman muka air tanah dan sifat-sifat fisik tanah. Pengelolaan air seperti pemeliharaan muka air tanah dangkal dan mengurangi kapileritas ke atas dapat digunakan untuk mengurangi akumulasi unsur beracun di permukaan tanah selama musim kemarau, sehingga lahan masih bisa dimanfaatkan.

Kemasaman Tanah dan Kelarutan Unsur-unsur Beracun

Pemasaman tanah mineral di lahan rawa pasang surut disebabkan oleh oksidasi pirit dan kemudian meningkatnya kandungan Fe dan Al yang dapat meracuni tanaman. Pirit terbentuk pada keadaan reduksi dalam endapan laut di dekat pantai dengan kandungan bahan organik tinggi. Bahan ini bersifat stabil pada suasana lingkungan pembentukannya. Subagjo (2006) menjelaskan bahwa


(39)

penurunan air tanah yang menyebabkan tereksposnya pirit ke lingkungan yang aerob, dan mengalami oksidasi, menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe3+). Hasil akhirnya merupakan tanah bereaksi masam ekstrim (pH <3.5), dan banyak mengandung sulfat (SO4-2), besi bervalensi 3 (Fe3+), dan

aluminium (AI3+

Tanah di lahan pasang surut mengandung mineral-mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut sehingga yang banyak ditemukan dalam tubuh tanah adalah unsur-unsur lambat dan/atau tidak larut, sedangkan unsur-unsur yang

). Tanah bereaksi masam ekstrim yang banyak mengandung sulfat ini disebut tanah sulfat masam aktual (actual acid sulphate soils). Sebaliknya, tanah yang mengandung pirit belum teroksidasi, mempunyai reaksi tanah agak masam (pH 4.6-5.5), tetapi berpotensi akan menjadi ekstrim masam bila mengalami drainase, disebut tanah sulfat masam potensial (potential acid sulphate soils).

Permasalahan ini hingga kini diatasi dengan cara mempertahankan kondisi reduksi (dengan sistem irigasi) dan/atau pemberian amelioran berupa kapur atau bahan organik. Penggunaan kapur dimaksudkan untuk menaikan pH tanah sehingga menekan kelarutan unsur-unsur yang beracun bagi tanaman. Namun efesiensi pengapuran di daerah pasang surut sangat rendah hingga rendah karena sebagian dari bahan kapur tercuci oleh pasang surutnya air. Noor (1996) mengemukakan bahwa pengapuran di daerah pasang surut berpirit melebihi 2 ton/ha. Pemberian bahan organik sebagai bahan amelioran merupakan salah satu alternatif yang mungkin dapat dilakukan di lahan rawa pasang surut. Hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan bahan organik adalah tingkat dekomposisi bahan ini, bahan organik yang telah terdekomposisi sempurna akan mengurangi penurunan potensial reduksi dan meningkatkan kemampuan dalam mengkelasi unsur-unsur yang beracun. Namun sebaliknya, jika bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna seperti pengembalian sisa jerami padi yang masih segar dapat memberikan efek terhadap menurunnya potensial reduksi lahan yang berakibat meningkatnya kelarutan besi-ferro yang dapat meracuni tanaman (Ammari2005).


(40)

11 mudah larut yang merupakan unsur-unsur esensial bagi tanaman seperti K, Ca dan Mg di lahan ini mudah tercuci dan meninggalkan tubuh tanah. Sumber hara yang tersisa pada lahan ini pada umumnya berasal dari bahan organik atau intrusi garam dari laut dengan kandungan yang rendah dan relatif lambat tersedia. sehingga tanah di daerah ini umumnya tidak subur. Tabel 1 di bawah ini menyajikan sifat kimia tanah daerah pasang surut di desa Terantang Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan.

Tabel 1. Sifat kimia tanah daerah pasang surut desa Terantang Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan(Lemlit Unlam 2004)

Parameter Nilai Status

C (%) 3.54 - 4.18 Tinggi

N (%) 0.21- 0.30 Sedang

C/N 14.76 -20,55 Sedang-tinggi

P2O5 Bray I (ppm) 15.07 -28.84 Sedang-tinggi

P2O5 HCl 25% (me/100g) 26.68 – 203.00 Sedang-sangat tinggi

K2O HCl 25% (me/100g) 1.22 - 3.77 Sangat rendah

pH H2O 2,91 - 3.61 Sangat masam

Ca-dd (me/100g) 4.58 - 7.86 Rendah-sedang

Mg-dd (me/100g) 0.14 - 0.24 Sangat rendah

Na-dd (me/100g) 0.66 - 1.01 Sedang-sangat tinggi

K-dd (me/100g) 0.23 – 0.28 Sedang

KTK (me/100g) 29.16 – 42.29 Tinggi-sangat tinggi

KB (me/100g) 13.22 - 30.29 Rendah

Usaha untuk memenuhi kebutuhan padi adalah dengan pemberian pupuk anorganik. Padi unggul di daerah ini membutuhkan 200-250 kg Urea/ha, 100-200 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha(Lemlit Unlam 2004). Kondisi pasang surutnya air dipersawahan menyebabkan cepatnya hilangnya hara yang diberikan dari daerah perakaran padi. Sebagian besar N hilang melalui proses pencucian, volatilisasi dan denitrifikasi. Sementara ketersediaan hara P rendah disebabkan terfiksasi kuat unsur oleh Al dan Fe pada pH yang masam hingga sangat masam, Havlin et al. (1999) menjelaskan bahwa keberadaan hara P dalam tanah akan terikat pada Al dan/atau Fe dan mengendap dalam tanah ketika pH tanah di bawah 6.5. Demikian juga ketersediaan K yang sangat mobil menyebabkan mudah tercucinya hara ini dari daerah perakaran.


(41)

Budidaya Padi SRI

Budidaya padiSRI pertama kali dikemukakan oleh Henri de Laulanie di Madagaskar pada tahun 1983 dengan nama “le system de riziculture intensive”. Budidaya padi SRI merupakan suatu rangkaian prinsif dan suatu rangkaian mekanisme biofisikal. Metode ini pertama kali dilakukan di lahan kering Madagaskar daerah humid dengan curah hujan 1000 hingga > 2000 mm. Sifat tanah yang dimiliki daerah tersebut adalah pH rendah, KTK rendah, P tersedia rendah dan konsentrasi Fe dan Al larut tinggi. Produksi pada budidaya SRI yang diperoleh 7-15 ton/ha, sementara hasil padi secara nasional di Madagaskar pada waktu itu berkisar 2 ton/ha (Stoop et al. 2002).

Prinsip utama budaya padi metode SRI adalah (1) meningkatkan kualitas persemaian yang dikelola secara hati-hati, (2) menanam bibit muda berumur 8-15 hari saat bibit masih berdaun 2 helai, tanam satu bibit per satu titik tanam dengan jarak tanam ≥ 25 cm x 25 cm, pindah tanam harus segera mungkin (kurang 30 menit) dan harus hati-hati agak akar tidak putus dan ditanam dangkal, (3) irigasi terputus (intermittent) untuk menghindari penggenangan permanen selama fase pertumbuhan vegetatif, (4) pemupukan, terutama dalam bentuk organik seperti kompos sebagai pengganti pupuk kimia, dan (5) pengendalian gulma secara manual atau mekanik secara intensif tanpa menggunakan herbisida (Dobermann 2004). SRI bukan sebuah paket standar yang spesifik, tetapi lebih menggambarkan cara empiris yang mungkin berbeda-beda sesuai kondisi lahan. Keragaman SRI juga diuji dimana hanya beberapa komponen dasar yang dilaksanakan.Pada budidaya SRI memberikan kondisi pertumbuhan optimal dimana pertunasan dan perakaran dimaksimumkan sehingga mempercepat pertumbuhan.

Budidaya Padi SRI di Indonesia

Di Indonesia metode SRI pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton/ha dan pada musim hujan 1999/2000 menghasilkan padi rata-rata 8.2 ton/ha (Sato, 2007). Metode ini juga telah diterapkan dibeberapa kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat


(42)

13 dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya budidaya SRI juga telah berkembang di beberapa daerah di Sulawesi dan Kalimantan. Di Jawa barat pola pendekatan budidaya SRI pertama kali dengan memadukan praktek pemahaman ekologi tanah yang dikenal dengan budidaya padi SRI Organik (Kuswara, 2003).

Pengembangan budidaya SRI organik dengan menerapkan indigeneous microorganism (IMO) atau mikro organisme lokal (MOL) sebagai dekomposer dan pupuk cair organik. Adopsi komponen budidaya SRI organik berpegang pada tiga hal yaitu pengelolaan tanah yang sehat serta menggunakan bahan organik, pengelolaan potensi lahan untuk mendukung pertumbuhan optimal tanaman dan pengelolaan air yang baik dan teratur.

Penggunaan Pupuk Organik dalam SRI

Cara budidaya SRI menggunakan pupuk organik untuk menjadikan lingkungan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi mampu mendukung pertumbuhan optimal tanaman.Kondisi tanah yang mendorong meningkatnya populasi dan aktivitas mikrob-mikrob yang menguntungkan, sehingga mempercepat ketersediaan hara dan akanmeningkatkan serapan hara tanaman.Perbaikan struktur dan aerasi tanah dengan pemberian kompos, akan memperbaiki siklus hara melalui aktivitas dan keragaman organisme tanah(Purwasasmita 2008). Budidaya SRI mengoptimalkan pertumbuhan tunas dan akar, penggunaan kompos serta mikrob lokal dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan keanekaragaman organisme tanah sehingga menjamin penyediaan hara bagi tanaman.

Perbaikan biota tanah pada budidaya SRI menggunakan pupuk organik/kompos mendorong meningkatnya aktivitas mikrob tanah yang beranekaragam.Purwasasmita (2008) mengemukakan bahwa penggunaan kompos pada budidaya SRI meningkatkan populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria, dan lain-lain) pada rizosfir dibandingkan dengan budidaya padi konvensional di India. Populasi Azospirillumdi rizosfer padi budidaya konvensional sebanyak 6.5x107 sel/g memberikan 17 anakan dan produksi padi 1.8 ton/ha, sementara populasi Azospirillumdi rizosfer pada budidaya SRI menjadi 1.1x109 sel/g memberikan 45 anakan dan produksi padi 6.1


(43)

ton/ha. Penambahan kompos pada budidaya SRI meningkatkan populasi Azospirillumsebanyak 1.4109 sel/g, memberikan 78 anakan dan produksi padi 10.5 ton/ha.

Penggunaan kompos pada budidaya SRI meningkatkan populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria) pada rizosfer lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Anas (2008) menunjukkan bahwa total populasi mikrob pada aplikasi pupuk cair hayati (biofertilizer) di lahan budidaya SRI lebih banyak dibandingkan dengan budidaya SRI lainnya ataupun budidaya padi konvensional pada Gambar 2, namun demikian relatif tidak ada perbedaan antara jumlah Azospirillum dan Azotobacter antara budidaya SRI organik yang ditambah dan tanpa pupuk cair hayati.

Keterangan : HSbT= hari sebelum tanam

HST = hari setelah tanam

Gambar 2. Total mikrob, Azospirillum, Azotobacter dan mikrob pelarut fosfat pada budidaya SRI dan konvensional (Anas 2008)

Pola Irigasi Terputus (Intermittent)

Budidaya SRI menggunakan pola pengairan secara terputus (intermittent) untuk memperbaiki aerasi di daerah perakaran. Pengambilan oksigen melalui akar

4.41 4.03 3.65 3.67 4.69 6.34 7,11 8 7,03 7,31 12,8 17,2

Conventional Inorganic SRI Organic SRI Organic SRI+BF Total Mikrob

At compost application 20 DBT 0 DAT

28 DAT

Aplikasi kompos 20 HSbT 0 HST

28 HST

Konvensional SRI-anorganik SRI-organik SRI-organik+BF

2,27 2,37 1,92 1,87

4.11

6,17

12,5

11.30

Conventional Inorganic SRI Organic SRI Organic SRI+BF Azospirillum

Konvensional SRI-anorganik SRI-organik SRI-organik+BF

3 4.14 4.99 7.84 5.57 4.49 6.14 10.08 4.54 6,66 10,2 10.4

Conventional Inorganic SRI Organic SRI Organic SRI+BF Azotobacter

Konvensional SRI-anorganik SRI-organik SRI-organik+BF

3,35 2,89 2,94 4,28

10.54 7.91 11.27 12.13 11 14,4 18,1 22,7

Conventional Inorganic SRI Organic SRI Organic SRI+BF Mikrob Pelarut Fosfat


(44)

15 untuk menghasilkan energi pada proses metabolisme sel menjadi lebih mudah, yaitu proses-proses katabolisme dan anabolisme dalam sel, sintesa ATP (akumulasi energi yang dilepas). Pasokan oksigen yang banyak akan memacu proses metabolisme dan pertumbuhan, dimana akar akan menjadi lebih kuat, membangun jaringan, dan mengaktifkan asimilasi hara.

Kekurangan oksigen dalam tanah akan memproduksi asam yang tinggi menyebabkan keracunandan menghambat serapan haradan pelepasan energi, selanjutnya menyebabkan kerusakan seldan pertumbuhan struktur akar tidak sempurnasehingga membentuk struktur aerenchyma. Hal ini diduga yang menyebabkan rendahnya produksi padi (hanya efektif 25-50%) potensi akar seperti terlihat dari Gambar 3.

Tidak tergenang Tergenang Tidak tergenang Tergenang

Padi di daerah dataran rendah Padi di daerah dataran tinggi

Gambar 3. Penampang akar padi yang tergenang dan tidak tergenang(Poerwanto 2008)

Tahapan dari pola irigasi terputus pada budidaya SRI secara umum dapat dilihat pada Gambar 4.Kondisi lahan mulai sejak awal tanam sampai dengan 7 hari setelah tanam (HST) diberikan air macak-macak (jenuh lapang), pada masa vegetatif (7 HST sampai dengan 40 HST) diberikan air dalam kondisi macak-macak sampai dengan 80% dari jenuh lapang dengan irigasi terputus 5 harian, pada masa generatif (pembungaan dan pengisian bulir) dari 40 HST sampai dengan 75 HST diberikan air setinggi 2 cm sampai 80% jenuh lapang dengan irigasi terputus 5 harian, pada masa pemasakan dari 75 HST sampai dengan panen tidak diberikan air irigasi, dan semua pemberian airnya yaitu terputus (intermittent), untuk tanah bertekstur liat (clay) interval irigasi sekitar 5 harian. Interval irigasi dapat lebih lama ataupun pendek tergantung kondisi iklim dan perkolasi setempat.


(45)

Gambar 4. Skema pemberian air irigasi pada setiap fase pertumbuhan padi(Poerwanto 2008)

Hasil pengamatan Balai Irigasi Badan Litbang PU di Lemah Abang Bekasi pada petak tersier ± 17.8 ha dengan pola irigasi terputus dan digenangi maksimum 2 cm pada budidaya SRI menyebabkan konsumsi air SRI lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi air konvensional saat setelah 3 musim tanam, tetapi produksi budidaya SRI menggunakan pupuk organik tidak berbeda dengan budidaya konvensional yaitu berkisar 4.3-6.4 ton/ha. Studi yang dilakukan Wang et al. (2002) juga menunjukan bahwa jumlah tunas akhir, hasil gabah dan komponen hasil dari padi unggul pada budidaya SRI sama, bahkan lebih rendah dibanding dengan budidaya padi konvensional. Hal ini diduga pupuk organik yang diberikan belum mampu meningkatkan produksi secara nyata, dimana pengaruh pupuk organik lebih lambat dibandingkan pupuk kimia. Keadaan berbeda dengan laporan budidaya SRI dari 17 negara yang disampaikan oleh Fernandes &Uphoff (2002) menunjukkan bahwa rata-rata hasil gabah untuk budidaya SRI yaitu sebesar 6.8 ton/halebih tinggi dibandingkan dengan budidaya konvensional yaitu sebesar 3.9 ton/ha.

Jerami Padi

Jerami padi adalah bagian vegetatif dari tanaman padi yaitu batang, daun dan tangkai malai, ketika tanaman di panen tidak di pungut. Kandungan hara pada jerami padi adalah 0.51-0.76% N, 0.07-0.12% P dan 1.17–1.68% K (Dobermann & Fairhurst 2000). Untuk setiap ton gabah kering giling padi di Indonesia dihasilkan 1.5 ton jerami mengandung 9 kg N, 2 kg P dan 25 kg K(Makarim et al. 2007). Jerami padi yang mengalami proses dekomposisi menghasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Karbohidrat

Vegetatif

Awal (pembungaan dan pengisian bulir) Generatif Pemasakan

10 cm 2 cm 0 cm

G

e

n

a

n

g

a

n

80% JL 60% JL

7 40 75 Panen

0


(46)

17 dan protein akan mengalami mineralisasi menjadi senyawa-senyawa anorganik seperti fosfat (PO43-), sulfat (SO42-), nitrat (NO3-), amonium (NH4+), karbon

dioksida (CO2

Gambar 5. Perubahan level nitrat tanah selama proses dekomposisi sisa tanaman (Havlin et al. 1999)

), air dan beberapa unsur hara lainnya seperti K, Ca dan Mg. Sedangkan Minyak, lemak dan lilin relatif sukar terdekomposisi. Hasil akhir proses dekomposisi adalah bahan berukuran koloidal berwarna hitam, mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menyerap air dan hara, daya sangga yang tinggi dan aktivitas lain dalam tanah, yang disebut dengan humus (Sutanto, 2002).

Dekomposisi bahan jerami padi sangat tergantung dari kandungan karbon dan nitrogennya. Kandungan unsur karbon dan nitrogen bahan-bahan ini sangat bervariasi sehingga imbangan unsur tersebut menjadi sangat penting dalam mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah. Nisbah karbon nitrogen harus selalu tetap dipertahankan setiap waktu. Karena nisbah C/N setiap jenis tanah relatif konstan, maka untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah sangat tergantung pada jumlah nitrogen. Apabila bahan organik yang diberikan ke dalam tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroba tanah memanfaatkan nitrogen sehingga N dalam tanah akan terimmobilisasi oleh mikroba menjadi tidak tersedia dan sebaliknya akan terjadi mineralisasi ketika nisbah C/N rendah,seperti digambarkan oleh Havlin et al. (1999) pada Gambar 5.

Immobilisasi

Mineralisasi

Level NO3

-Level NO3

-Level CO2

Ju ml ah

Ra si o C/ N

4-8 minggu

Evolusi CO2


(47)

Penambahan bahan organik dengan C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan imbangan C dan N dengan cepat. Mikroorganisme menggunakan nitrogen dalam bentuk nitrat sebagai sumber energi untuk berkembang, dan cukup banyak senyawa karbon dalam bentuk CO2 ke udara.

Selama proses dekomposisi akan terjadi pelepasan CO2

Selulosa

ke udara dan pengikatan N oleh tanah sehingga nisbah C/N turun.

Jerami padi merupakan sumber pupuk organik yang tersedia langsung di lahan usaha tani. Hampir semua K dan sepertiga N, P dan S terserap dalam jerami padi. Selain itu jerami padi mengandung sekitar 40% unsur karbon, Senyawa karbon seperti gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin berfungsi sebagai substrat metabolisme mikroba tanah (Sutanto, 2002). Seperti dijelaskan oleh Alexander (1961) bahwa secara umum bahan organik terdiri dari selulolsa (15-60%), hemi selulosa (10-30%), lignin (5-30%), gula sederhana, asam-asam amino dan asam alifatik (5-30%), lemak, minyak, wax, resin dan sejumlah pigmen dan protein-protein yang pada strukturnya mengandung nitrogen dan sulfur.

Selulosa

)n adalah berantai panjang

struktural utama dar organik merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Alexander (1961) menyebutkan bahwa kuantitas dari kandungan selulosa yang menyusun senyawa organik bervariasi dari 15 hingga 60% berat kering. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Lynd et al. 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosidadalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al. 2002). Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf. Ikatan β


(48)

19 -1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis.

Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk limbah pertanian seperti jerami padi, berangkasan jagung, gandum, dan kedelai. Nilai ekonomi senyawa selulosa pada limbah tersebut sangat rendah karena tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia. Sulitnya mendegradasi limbah tersebut menyebabkan petani lebih suka membakar jeraminya di lahan pertanian daripada memanfaatkannya kembali melalui pengomposan. Kebiasaan membakar ini sulit untuk dihindari karena petani mempunyai waktu bera yang singkat. Dalam pertanian intensif, waktu bera biasanya 1-2 bulan saja. Di beberapa tempat yang sumber airnya hanya bergantung pada curah hujan waktu bera kurang dari satu bulan.

Degradasi Selulosa

Degradasi selulosa oleh mikrob merupakan hasil kerja sekelompok enzim selulolitik yang bekerja secara sinergis. Sistem enzim selulolitik terdiri dari tiga kelompok utama yaitu (a) endoglukanase atau 1,4-β-D-glukan-4-glukanohidrolase (EC 3.2.1.4); (b) eksoglukanase, yang meliputi 1,4-β-D-glukan glukanohidrolase atau sellodekstrinase (EC 3.2.1.74) dan 1,4-β-D-glukan sellobiohidrolase atau sellobiohidrolase (EC 3.2.1.91) dan (c) β-glukosidase atau β-glukoside glukohidrolase (EC 3.2.1.21) (Lymar et al. 1995; Lynd et al. 2002 dan Perez et al. 2002). Salma&Gunarto (1999) menjelaskan bahwa ketiga komponen enzim tersebut secara sinergis memecahkan selulosa di alam. Kapang P.chrysosporium menghasilkan enzim selulase dengan aktivitas menyerupai endoglukonase (EGs) dan eksoselobiohidrolase (CBHs) dan β-glukosidase tergantung sumber karbon yang tersedia (Lymar et al. 1995). Skema hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 6.

Enzim endoglukanase menghidrolisis secara acak bagian amorf selulosa serat menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbeda dan terbentuknya unjung rantai baru. Enzim eksoglukanase bekerja terhadap ujung pereduksi dan nonpereduksi rantai polisakarida selulosa dan membebaskan glukosa yang dilakukan oleh enzim glukanohidrolase atau selobiose yang dilakukan oleh enzim


(49)

selobiohidrolase sebagai produk utama (Lynd et al. 2002). Hidrolisis bagian berkristal selulosa hanya dapat dilakukan secara efiesien oleh enzim eksoglukanase (Perez et al. 2002; Lynd et al. 2002). Hasil kerja sinergis endoglukanase dan eksoglukanase menghasilkan molekul selobiosa. Hidrolisis

selulosa secara efektif memerlukan enzim β-glukosidase yang memecah selobiosa menjadi 2 molekul glukosa.

Keterangan: A = aktivitas endoglukanase, B= aktivitas eksoglukanase

Gambar 6. Skema hidrolisis selulosa menjadi glukosa(Lymar et al. 1995)

Azotobacterspp. di Persawahan Pasang Surut Kalimantan Selatan

Kajian awal Azotobacter spp pada berbagai rizosfer varietas padi dari tipologi lahan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 2. Perbedaan jumlah populasi mikrob tersebut dipengaruhi oleh penggaraman akibat intrusi air laut. Azotobacter yang ditemukan di desa Balandean (0.20 μS/cm) dan Tambak Sirang Baru (0.17 μS/cm) lebih sedikit dibanding tanah desa Handil Manarap (0.15

μS/cm) dan Handil Malintang (0.12 μS/cm). Kompos jerami padi yang disebarkan ke lahan masih diterapkan di lahan sawah desa Handil Malintang dan Handil Manarap menyebabkan keragaman isolat-isolat kedua lokasi tersebut relatif lebih tinggi dibanding desa-desa lainnya. Sementara desa lainnya tidak menerapkan pengomposan. Roper &Ladha (1995) menjelaskan bahwa bakteri-bakteri diazotrof asimbiotik memanfaatkan karbohidrat dengan berat molekul

kristalin kristalin kristalin kristalin

glukosa

amorfus amorfus

selobiosa Selo-oligosakaridabiosa

Endoglukanase

β-glukosidase

Eksoglukanase (CBHI)

Eksoglukanase (CBHII)

Endoglukanase dgn dekstrin Bagian kohesi

Eksoglukanase (CoF/CoS dgn dekstrin Eksoglukanase (CoF) dgn dekstrin Selobiosa karboksilase fosforilase Modul ikatan karbohidrat


(50)

21 tinggi seperti xylan (komponen utama hemiselulosa) dari jerami padi sebagai sumber karbon dan penggunaan komponen ini mampu meningkatkan penambatan N2

Asal sumber isolat .

Perbedaan banyaknya sumber isolat yang mengandung Azotobacterspp. pada tiap varietasdisebabkan adanya perbedaan masing-masing varietas dalam menghasilkan asam-asam organik sebagai sumber karbon dan energi. Nursyamsi (2000) menunjukkan bahwa padi dengan varietas berbeda menghasilkan jumlah asam-asam organik yang berbeda. IR66 menghasilkan asam malat (2 532±167 nmol/g tanah kering) lebih tinggi dibanding Cisadane (1 793±153 nmol/g tanah kering). Sementara IR66 menghasilkan asam suksinat (535±153 nmol/g tanah kering), tetapi padi Cisadane tidak menghasilkan asam tersebut. Asam malat lebih banyak dihasilkan tanaman padi pada pH 3.9 dan 4.7 dan menurun tajam pada kondisi pH yang agak asam.

Tabel 2. Jumlah isolat Azotobacterspp. dari bahan rizosfer menurut lokasi dan varietas padi di daerah pasang surut Kalimantan Selatan (Razie 2003)

Desa/tipologi

Σ sumber

isolat

Azotobacterspp.

Sumber isolata Σ Isolat b

Lokasi/ tipologi

Balandean / A/B 24 7 8

Handil Manarap / C 24 12 12

Handil Malintang / B 24 8 14

T. Sirang Baru B 24 7 8

Jumlah 96 34 42

Varietas Padi

Bayar Pahit 24 10 12

IR64 12 4 4

Margasari 12 4 5

Siam Pandak 24 9 13

Siam Unus 24 7 8

Jumlah 96 34 42

Efektivitas Azotobacterspp. dari persawahan pasang surut Kalimantan Selatan dalam menambat N2 lebih tinggi lebih dari 0.25 (secara teoritik).

Beberapa percobaan menunjukkan ragam perbandingan efektivitas penambatan N2oleh penambat dari 0.04 hingga 0.67 (Zuberer 1998). Pada Tabel 3 terlihat

bahwa Azotobacterspp. dari persawahan pasang surut Kalimantan Selatan memiliki 1.62–7.56 nmol N/nmol C2H4. Azotobacter07.1/TNH/II memiliki

efektivitas yang paling tinggi (7.56 nmol N/nmol C2H4) dibanding isolat


(51)

dan 2.92 nmol N/nmol C2H4 relatif masih lebih rendah dibanding

Azotobacter07.1/TNH/II, tetapi relatif lebih tinggi efektif dibanding isolat lainnya (Razie 2003).

Tabel 3. Efektivitas Azotobacterspp. dalam menambat N2

Isolat

di daerah pasang surut Kalimantan Selatan (Razie 2003)

Efektifitas (nmol N /nmol C2H4)

07.1/TNH/II 7.56

B.BPMT.1 4.07

B.MGSR.1 1.78

B.PDST.2b 2.92

HM.BPMT.2b 1.95

M.UNST.3 1.62

Keterangan : Efektivitas = jumlah N2 tertambat / nilai ARA

Azotobactersp. yang diisolasi pada di persawahan lahan pasang surut Kalimantan Selatan setelah ditumbuhkan tiga hari pada media bebas N mampu menambat N mencapai 0.21-025%N media (Razie 2003). Kemampuan Azotobactersp. dalam menambat N2 berdasarkan lokasi, bagian ekosistem dan

varietas padi ditemukannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kemampuan Azotobacterspp. dalam menambat N2 pada media

berdasarkan lokasi, bagian ekosistem dan varietas padidi daerah pasang surut Kalimantan Selatan (Razie 2003)

Lokasi Jumlah isolat

Murni

%N media (rata-rata±SE) Kecamatan / Tipologi

Lahan

Aluh-aluh / A 60 0.23 ± 0.03

Barambai / B 36 0.22 ± 0.03

Gambut / C 36 0.21 ± 0.03

Bagian ekosistem

Kompos sawah 48 0.23 ± 0.05

Rizosfer 42 0.22 ± 0.03

Lapisan oksidasi 42 0.24 ± 0.03

Varietas

Siam Unus 12 0.29 ± 0.11

Siam Pandak 36 0.22 ± 0.04

Bayar Pahit 24 0.20 ± 0.02

Keterangan: SE = standar error, α = 0.05

Peranan Azotobacter dalam Menambat dan Memasok N Padi

Keberadaan Azotobacter di lahan pasang surut memiliki peranan dalam memasok sumber hara N untuk padi. Kemampuan Azotobacterdari rizosfer padi dalam menambat N2 atmosfer sebesar 1743.52-5788.01 mg N/pot, dan

kemampuannyadalam memasok N sebesar 1.49-2.74%N jaringan pada pertumbuhan awal padi IR64. Kondisi tersebut bersesuaian dengan keberadaan


(52)

23 dari populasi Azotobacterdi daerah perakaran padi IR64, dimana peningkatan jumlah N yang ditambat dan dipasokuntuk tanaman sejalan dengan peningkatan populasi Azotobacter(Razie 2003). Keberadaan populasi Azotobacter RG.3.18 yang tinggi pada rizosfer padi Margasari berdampak dengan peningkatan jumlah N tertambat yaitu 5838 mg N/pot (Razie & Haris 2004). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah N yang ditambat oleh Azotobacterdan di pasok untuk padi yang tumbuh berhubungan erat positif dengan jumlah populasi Azotobacter, dapat dilihat pada Gambar 7. Semakin meningkat total populasi Azotobacter pada lingkungan rizosfer padi, maka semakin meningkat jumlah N yang ditambat.

Gambar 7. Hubungan populasi Azotobacter dengan N-tertambat (Razie& Haris 2004)

Keberadaan Azotobacterpada jumlah yang banyak tidak selalu diikuti dengan semakin tingginya kemampuan Azotobacter dalam menambat N2 atmosfer

dan memasok N untuk padi IR64. Razieet al. (2005) menunjukan pola semakin menurunnya jumlah N yang tertambat dengan semakin meningkatnya jumlah populasi Azotobacter RG.3.62 dan TB.PDST.2b daerah pasang surut Kalimantan Selatan seperti Gambar 8. Gas nitrogen yang ditambat oleh Azotobacter dan dilepaskan kelingkungan dalam bentuk N-ammonium yang tidak hilang atau diambil tanaman akan jadi penghambat (feedback inhibitor) bagi enzim nitrogenase. Selain itu, proses fotosentesa, keberadaan oksigen, kemasaman, kelembaban dan temperatur lingkungan akanmenghambat enzim nitrogenase. Seperti dijelaskan Sylva et al. (2005) bahwa pada tanaman rumputan, enzim nitrogenase dalam menambat N ditentukan oleh potensial fotosentesa, temperatur


(53)

udara, kelembaban, temperatur tanah, kondisi redoks, pH, ammonium, nitrat dan jumlah dan jenis diazotrof.

%

N

te

rta

m

b

at

p

er

s

el

Sel RG.3.62/g Sel TB.PDST.2b/g

Gambar 8. Perubahan jumlah N tertambat per sel Azotobacter(Razie et al. 2005)

Jumlah N yang ditambat dan dipasok tidak hanya ditentukan oleh total populasi dari Azotobacter tetapi juga adanya hubungan spesifik antara Azotobacterdengan varietas padi tempat bakteri tersebut berasosiasi. Azotobacter yang diinokulasikan pada berbagai varietaas padi menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah N yang di pasok untuk tanaman. Kandungan N pada Siam Pandak yang diinokulasi dengan Azotobacter RG.3.62 (1.3%N) lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan Azotobacter lainnya tidak berbeda dengan kontrol(Razie& Haris 2004). Azotobacter TB.PDST.2b memiliki kemampuan yang sama dengan Azotobacter RG.3.18 dalam menambat N2 atmosfer yaitu

sebesar 4682 mg N, tetapi kemampuan Azotobacter TB.PDST.2b dalam memasok N untuk padi Margasari (1.48%N) lebih tinggi dibanding Azotobacter RG.3.18. Keberadaan berbagai isolat Azotobacter pada padi Bayar Pahit tidak berbeda jumlahnya seperti halnya padi IR64, tetapi hanya Azotobacter 07.1/TNH/II yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menambat N2 atmosfer dan memasok N

untuk padi Bayar Pahit (yaitu sebesar 1.54-1.68%N jaringan).Malarvizhi & Ladha (1999) mengemukakan bahwa selain tergantung pada kebutuhan N oleh tanaman dan N yang tersedia dalam tanah, serapan N jaringan ditentukan oleh perbedaan kemampuan antar varietas dalam kecepatan pengambilan hara spesifik, perbedaan metobolisme akar yang memodifikasi rizosfer dan perbedaan eksudasi yang mendorong asosiasi N di rizosfer.


(54)

(1)

El-Khawas, L. and H. Adachi. 1999. Identification and quantification of auxins in culture media of Azospirillum and Klebsiella and their effect on rice roots. BiolFertil Soils 28:377-381

Fahmi A. 2010. Pengaruhpemberianjeramipaditerhadappertumbuhantanamanpadi (Oriza

sativa) di tanahsulfatmasam. BeritaBiologi 10(1): 7-14.

Fernandes ECM,Uphoff N. 2002. Summary from conference reports. In: Uphoff N, Fernandes ECM, Yuan LP, Peng JM, Rafaralahy S, Rabenandrasana J. (Ed.) Assessment of the system for rice intensification (SRI). Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1–4, 2002.

Galletti AMR, Antonetti C. 2011. Biomasspre-treatment: separation of cellulose,

hemicelluloseand lignin.

Gunarto L. 1990. ExopolysaccharideProduction of BradyrhizobiumJaponicum Jordan 1982 inRelationtoItsSymbioticPerformancewithSoybean[Glycine Max (L.) Merr]andPersistencein The Soil. University of The Philippines. Los Banos.

Hardjowigeno S, Rayes L. 2005. Tanah Sawah: Karakteristik, Kondisi, dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayu Media. Malang, Jawa Timur.

Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1998. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction Nutrient Management. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. pp 246-255.

Ilmen MA, Saloheimo, Maija-Leena O, Penttila ME. 1997. Regulation of CellulaseGene Expression In The FilamentousFungusTrichodermareesei. ApplEnvironMicrobiol 63(4): 1208-1306.

Djayusman M. 1993. Pengaruh residu kapur, fosfat dan bahan organik terhadap hasil kacang tanah pada tanah sulfat masam aktual Karang Agung Ulu. Hasil Penelitian Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps-II. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal 147-154. KalsimDK,Yushar, Subari, Deon M, Hanhan A. 2007. Rancangan Operasional

Irigasi untuk Pengembangan SRI. Seminar KNIICID. Pada tanggal 24 November 2007. Bandung.

Kasno A. 2009. Keracunan besi sawah bukaan baru dan penanggulangannya. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Kuswara.2003. DasarGagasandanPraktekTanamPadiMetode SRI (System of Rice Intensification)-PertanianEkologis.Yayasan FIELD Indonesia.

Leiwakabessy FM, Sutandi A. 1998. PupukdanPemupukkan. Jurusan Tanah FakultasPertanianInstitutPertanian Bogor. Bogor. 210 hal.


(2)

LemlitUnlam. 2004. Penyusunan Master Plan Kawasan AgropolitanTerantang Kabupaten Barito Kuala. Laporan Penelitian. Kerjasama Universitas Lambung mangkurat dengan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala. Banjarmasin.

Lymar ES, Bin Li, Renganathan V. 1995. Purification and characterization of a cellulose-binding β-glucosidase from cellulose degrading culture of Phanerochaetechrysosporium. Appl. Environ. Microbiol.61:2976- 2980. Lynd LR, Weimer PJ, ZylWH van, Pretorius IS. 2002. Microbial Cellulose

Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 66(3):506-577.

Makarim AK, Sumarno, Suyamto. 2007. JeramiPadi: PengelolaandanPemanfaatan.

PusatPenelitiandanPengembanganTanamanPangan.BadanPenelitiandanPeng embanganPertanian. Bogor.

Malarvizhi P, Ladha JK. 1999. Influence of available nitrogen and rice genotype on associative dinitrogen fixation. Soil Sci. Soc.Am. J. 63:93-99.

Mandelstam J, McQuillen K, Dawes I. 1986. Biochemistry of BacterialGrowth. BlackwellScientific Publication. London.

Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasibakteriselulolitikdankarakterisasienzimnya. MakaraSains. 13(1): 33-38

Michel FC,Pecchia JA, Rigot J, Keener HM. 2003. Mass and nutrient losses during composting of dairy manure with sawdust versus straw amendment. Compost SciUtilizJ. 32: 265-273.

Minh LQ, Tuong TP, Mensvoort MEF van, Bouna J. 1998. Soil and Water Tabel Management effects on Aluminium Dynamic in an Acid Sulphate soil in Vietnam. AgricEcosysEnv. 68: 255-262.

Muhrizal S, Shamshuddin J, Fauziah I, Husni MAH. 2006. Changes in iron-poor acid sulfate soil upon submergence. Geoderma 131: 110-122

Noor M. 1996. PadiLahan Marginal. PenebarSwadaya. Jakarta.

Notohadiprawiro T. 1996.

Mengenalihakekatrawasebagaidasarpengembangannyauntukbudidayatanam

anpangan, dalamdiskusi Panel

“KilasBalikProyekpembukaanPersawahanPasangSurut (P4S) di Kalimantan. UGM.

Nur HS.2007.

AplikasiEnzimBakteriSelulolitikdanXilanolitikdalamDekomposisiSubstratL imbahTanamanPadi.Tesis.InstitutPertanian Bogor.

Nursyamsi D. 2000. Aluminium tolerance of tropical food crops. Division of Bioresources and Bioproduction. Thesis.Hokkaido University. Hokkaido. (unpublished).


(3)

PaulEA, Clarck FE. 1989. SoilMicrobiologyandBiochemistry.Academic Press, Inc.

Perez J, Munoz-Dorado J, de la Rubia T, Martinez J. 2002. Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. Int. Microbiol. 5:53-63.

Poerwanto AS. 2008. PengaruhPolaIrigasiterputus (Intermittent) MetodeSystem of Rice Intensification (SRI) terhadap Usaha Tani.Workshop Nasional SRI. Jakarta, 21 Oktober 2008.

Purwasasmita.2008. Olah Tanah sebagaiBioreaktor, LandasanUtamaSystem of Rice Intensification (SRI).Workshop Nasional SRI. Jakarta, 21 Oktober 2008.

Razie F. 2003. KarakteristikAzotobacterspp. danAzospirillum spp. daririzosferpadisawah di daerahdataranbanjir Kalimantan Selatan danpengaruhnyaterhadappertumbuhanawaltanamanpadi.Tesis (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Razie F, Haris A. 2004. Karakteristik Lingkungan Mikroba Penambat N2 (Azotobacter spp.) pada Persawahan Daerah Dataran Banjir Kalimantan Selatan dan Kemampuannya Mendukung Pertumbuhan Padi. Laporan Penelitian Research Grant (tidak dipublikasikan). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Razie F,Mariana ZT, Syarbini M. 2005. Penggunaan Azotobacter sebagai Biokatalisator Pemasok Hara N pada Jerami dan Sekam Padi untuk Pertumbuhan Padi di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan, Laporan Penelitian Research Grant (tidak dipublikasikan). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Razie F, Ifansyah H, Jumar. 2008.

PemanfaatanAzotobactersebagaiBiokatalisatorPenyedia Hara N untukMensubsitusiPupuk N BuatanpadaPersawahanPasangSurut Kalimantan Selatan.LaporanHibahBersaingke XIV tahun ke 3.UniversitasLambungMangkurat. Banjarbaru.

Razie F, Ifansyah H, Jumar. 2009. Pertumbuhandanproduksipadi didaerahpasangsurutKalimantanSelatandenganpemberianAzotobacterspp. Seminar NasionalIlmuTanah .Yogyakarta.20-22 Nopember 2009.

Roper MM, Ladha JK. 1995. Biological N2 fixation by heterotrophic and phototrophic bacteria in association with straw. Plant Soil. 174:211-224. Salma S, Gunarto L. 1999. Enzim Selulase dari Trichoderma spp.

http://www.indobiogen.or.id. [30 Agustus 2010]

Santi LP. 2011. Peran Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dalam Agregasi Tanah Tekstur Berpasir. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(4)

Santoso D, Karama S, Adiningsih S, Wigena IGP, Purnomo J, Widodo S. 1995. The management of sloping lands for sustainable agriculture in Indonesia. p. 53-86. In Sajjapongse, A. (Ed.). 1995. Asia land: The Management of Sloping Lands for Sustainable Agriculture in Asia. Phase 2, 1992-1994. Network Document No. 12. IBSRAM, Bangkok.

Sato S. 2007. SRI mampu Tingkatkan Produksi Padi Nasional. http://www.kapan lagi.com/h/0000182474.html [4 Mei 2009]

Silva RD, ES Lago, Carolina WM, Mariana MM, Yong KP, Gomes E. 2005. Production of XylanaseandCMC-ase On Solid State FermentationinDifferentResiduesbyThermoascuseurantiacusmiehe.

Brazilian J of Microbiol. 36: 235-241.

SirisenaDM,Manamendra TP.1995. Isolationandcharacterization of cellulolyticbacteriafromdecomposingricestraw. J. Nat. Sci. Country SriLanka, 23: 25-30.

Skinner FA. 1960. The Isolation of anaerobiccellulose-decomposingbacteriafromsoil. J . gen. Microbiol. 22: 539-554

Slonczewski1 JL, Fujisawa M, Dopson M. Krulwich TA. 2009. CytoplasmicpHMeasurementandHomeostasis inBacteriaandArchaea. AdvancesinMicrobialPhysiology.Vol. 55. Elsevier Ltd.

SoilSurveyStaff. 1996. KeysSoilTaxonomy. NinthEdition. Natural Resources Conservation Service-USDA.Staff UGM. 2009. Tata air di lahan rawa pasang surut

Stoop WA, Uphoff N,Kassam A. 2002. A review of agricultural research issues raised by the System of Rice Intensification (SRI) from Madagascar: Oppotunities for improving farming systems for resource-poor farmers. Agric. Sys. 71:249-274

Subagjo H. 2006. Lahan RawaPasang Surut dalam Karakteristik Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian

Subagjo H, Widjaja-Adhi IPG. 1998.

Peluangdankendalapenggunaanlahanrawauntukpengembanganpertanian di Indonesia. Kasus: Sumatera Selatan dan Kalimantan TengahdalamProsidingPertemuanPembahasandanKomunikasiHasilPenelitia n Tanah danAgroklimat. MakalahUtama. PusatPenelitian Tanah danAgroklimat.Bogor, 10-12 Februari 1998.

Suriadikarta DA,Sutriadi MT. 2007.


(5)

JurnalLitbangPertanian 26 (3). 115-1122

Susilowati DN, Rosmimik, Saraswati R, Simanungkalit RDM, Gunarto L. 2003. Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Penyubur Tanah dan Perombak Bahan Organik dalamProsiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, Bogor, 23-24 September 2003.

Sumarno. 2006. Pertanian organik vs revolusi hijau dalam konteks ketahanan pangan nasional dalam Seminar Bulanan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. 11 Agustus 2006

Sumarno. 2006a. PerananTeknologidalamMendukungKetahananPangannasional. Seminar NasionalSumberDayaLahanPertanian.BBPSDL.Bogor.

Supriyo A, Jumberi A. 2007.Kearifan lokal dalam budidaya padi di lahan pasang surut.Di dalam: Kearifan Lokal Pertanian di Lahan Rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. 12-14 Juli 2007. Banjarbaru. Kalimantan Selatan.hlm 13-17

Sutanto R. 2002. PenerapanPertanianOrganik.

PemasyarakatandanPengembangan.Kanisius.Jokjakarta.

Sulaiman S, Khairullah I, Imberan I. 1998. Hasil penelitian padi rawa. Seminar Nasional Penunjang Akselerasi Pengembangan Lahan pasang Surut. Balitra. Banjarbaru, 21-22 Maret 1998.

Sylva DM, Fuhrmann JJ, Hartel PG, Zuberer DA.2005. Principles andApplications of SoilMicrobiology. Prentice Hall, Inc.

Taufik M. 2011. Provinsi Kalimantan Selatan MenjadiPenyanggaProduksi.(DinasPertanian TPH Kalimantan Selatan)

Thurmel M, Espinosa J, Franco L, Perez C, Hernandez H, Gonzales E, Rojas C, Sanchez D, Fernades N, Barrios M, Whalen JK, Turner BL. 2011. On-farm evaluation of a low-input rice production system in Panama. Paddy Water Environ 9:155-161.

Toriyama K, Ando H. 2011. Towards an understanding of the the high productivity of rice with System of Rice Intensification (SRI) management from the perspectives of Soil and plant physiological processes. Japanese Soc. Soil Sci Plant Nutr. P. 236-649

WangSH, Cao W, Jiang D, Dai T, Zhu Y. 2002. Physiological characteristics and high-yieldtechniques with SRI. In: Uphoff N, Fernandes ECM, Yuan, LP, Peng JM, Rafaralahy S,Rabenandrasana J. (Ed.)y Assessment of the System for Rice Intensification (SRI). Proceedings of anInternational Conference, Sanya, China, April 1–4, 2002.


(6)

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Konservasi Lahan Pasang Surut dengan Teknologi Tradisional ”Tepulikampar”. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. hlm 10.

Yang W. 2010. Fast ViabilityAssessment of Clostridiumspores-SurvivalinExtremeEnvironments. California Institute of Technology. Pasadena, Californi Zhao L, Wu L, Wu M, Li Y. 2011. Nutrient uptake and water use efficiency as

affected by modified rice cultivation methods with reduced irrigation. Paddy Water Environ 9:25-32

Zuberer DA. 1998. Biological Dinitrogen Fixation: Introduction and Nonsymbiotic. In Sylva, D.M., J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel and D.A. Zuberer (Eds).Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall, Inc. p. 295-321.


Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Pemupukan Nitrogen Dalam Budidaya Padi di Persawahan Pasang Surut

0 4 256

Peningkatan Efisiensi Irigasi Melalui Budidaya Padi Metode System OJ Rice Intensification (SRI)

0 3 318

Analisis Adopsi Sri (System Of Rice Intensification) Dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi Di Kabupaten Solok Selatan.

0 7 103

Sifat Fisiologi Dan Agronomi Padi Ratun Dengan Sistem Salibu Pada Budidaya System Of Rice Intensification (Sri).

5 20 46

Peningkatan Efisiensi Irigasi Melalui Budidaya Padi Metode System OJ Rice Intensification (SRI)

0 19 165

PENERAPAN PEMUPUKAN PADA PERTANIAN PADI ORGANIK DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA SUKAKARSA KABUPATEN TASIKMALAYA ipi10849

0 0 8

Efisiensi Serapan Hara dan Hasil Padi pada Budidaya SRI di Persawahan Pasang Surut dengan Menggunakan Kompos Diperkaya Efficiency of Nutrient Uptake and Rice Yield with SRI Cultivation on Tidal Land with Enriched Compost Application

0 0 9

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11

Respons Penggerek Batang Padi Kuning "scrirpophaga incertulas" (WALKER) terhadap Varietas Padi dan Takaran Kompos Jerami Padi Pada Budidaya System of Rice Intensification

0 3 9