Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas Sektor IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi

1

2

ISAIAS GILANG ADITYA. Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas
Sektor IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO.
Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi serologi
(seroprevalensi) terhadap
(AI) pada unggas yang dipelihara oleh
masyarakat di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Sampel darah diambil dari unggas yang belum pernah divaksinasi, dengan metode
. Uji serologis dari sampel serum terhadap AI dilakukan
dengan menggunakan uji Penghambatan Aglutinasi (
) mikrotitrasi. Antigen AI H5N1 standar 4 HAU/0,025 mL yang digunakan
berasal dari Balitvet. Rataan titer antibodi dihitung berdasarkan
(GMT). Hasil uji menyatakan bahwa sebanyak 72 dari 236 sampel atau
sekitar 30,51% mengandung antibodi terhadap AI dan tersebar pada empat RW di
Desa Pasawahan. Jumlah unggas yang memiliki antibodi terhadap AI pada RW I
sebesar 37,5% (18 dari 48 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,97, RW II
sebesar 31,37% (16 dari 51 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,92, RW III

sebesar 33,33% (30 dari 90 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,67, dan RW VI
sebesar 17,02% (8 dari 47 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,37. Hasil tersebut
menunjukkan adanya paparan virus Avian Influenza H5 secara alami pada unggas
sektor IV di Desa Pasawahan mengingat unggas@unggas tersebut belum pernah
divaksinasi. Adanya paparan tersebut disebabkan oleh sifat pemeliharaan yang
masih ekstensif sehingga menyebabkan unggas dapat dengan mudah kontak satu
sama lain baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kontak antar unggas
tersebut dapat menjadi sumber infeksi antar unggas.
Kata kunci: Seroprevalensi,
, Uji Penghambatan Aglutinasi

3

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

4


Judul Skripsi : Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas Sektor
IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten
Sukabumi.
Nama
: Isaias Gilang Aditya
NRP
: B04103013

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. drh. Sri Murtini, MSi
NIP. 132133967

Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
NIP. 130522188


Diketahui
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131129090

Tanggal Lulus:

5

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1 Januari 1985 dari ayah
Widodo Basuki dan ibu Sri Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Kristen Dharmawiyata
Bandar Lampung dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP
Kristen BPK Penabur Bandar Lampung dari tahun 1997 sampai tahun 2000.
Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) ditempuh di SMU Negeri 2 Bandar
Lampung dari tahun 2000 hingga lulus tahun 2003. Penulis masuk ke Fakultas

Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2003.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Komisi Pelayanan
Anak dan Kelompok Pra Alumni UKM PMK IPB.

6

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas
segala penyertaan dan kehendakNya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
akhir ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Sri Murtini, MSi. dan Dr. drh.
Retno D. Soejoedono, MS. yang telah membimbing penulis dari awal penelitian
hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Dr. drh. Sus Derthi Widyari, MS. sebagai pembimbing akademik atas
bimbingannya selama penulis melakukan studi di Fakultas Kedokteran Hewan.
Kepada keluarga di rumah (Bapak, Ibu, Lintang, dan Danang), terima kasih
atas dukungan dan doanya selama ini yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis
dalam menjalani studi. Terima kasih kepada staf dan laboran Laboratorium
Imunologi: Drh. Ika, drh. Okti, Pak Lukman, Pak Enur, dan Mas Wahyu yang
telah banyak membantu di dalam penelitian. Terima kasih juga kepada teman@

teman satu bimbingan penelitian (Ani dan Kunto) dan seluruh angkatan 40.
Perjuangan kita masih panjang kawan!
Kiranya tulisan kecil ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2007

Isaias Gilang Aditya

7

!"!#!$
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ix
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
Avian Influenza (AI) di Dunia ......................................................... 3

Sejarah Avian Influenza (AI) di Indonesia ....................................... 3
Keadaan Peternakan Sektor IV di Indonesia ..................................... 5
Virus Avian Influenza ...................................................................... 5
Penyebaran Virus AI ....................................................................... 7
Gejala Klinis dan Masa Inkubasi ...................................................... 8
Uji Serologis untuk Identifikasi Virus .............................................. 8
Survei Epidemiologi ........................................................................ 9
BAHAN DAN METODE .......................................................................... 11
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 11
Bahan ............................................................................................... 11
Alat .................................................................................................. 11
Metode Penelitian ............................................................................ 11
Evaluasi Titer Antibodi Terhadap AI ............................................... 12
Prevalensi Serologi ........................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 14
Hasil Uji Penghambatan Aglutinasi .................................................. 14
Titer antibodi Pada Setiap Daerah ..................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 22
LAMPIRAN ............................................................................................. 25


8

!"!#!$
1. Hasil Uji HI Serum Unggas Terhadap Antigen H5N1
Pada Empat RW di Desa Pasawahan ................................................... 15

2. Hasil Uji HI Serum Terhadap Antigen H5N1
Berdasarkan Jenis Unggas ................................................................... 15

9

!"!#!$
1. HI Test Menggunakan

....................................................... 13

2. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW I .................................... 17
3. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW II .................................. 17
4. Histogram Titer Antibodi Sampel RW III ............................................ 18

5. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW VI ................................. 18

10

1. Kuisioner Peternak ................................................................................. 25
2. Hasil Kuisioner Terhadap Peternak ......................................................... 29
3. Peta Desa Pasawahan ............................................................................. 32

1

2

ISAIAS GILANG ADITYA. Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas
Sektor IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO.
Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi serologi
(seroprevalensi) terhadap
(AI) pada unggas yang dipelihara oleh
masyarakat di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Sampel darah diambil dari unggas yang belum pernah divaksinasi, dengan metode

. Uji serologis dari sampel serum terhadap AI dilakukan
dengan menggunakan uji Penghambatan Aglutinasi (
) mikrotitrasi. Antigen AI H5N1 standar 4 HAU/0,025 mL yang digunakan
berasal dari Balitvet. Rataan titer antibodi dihitung berdasarkan
(GMT). Hasil uji menyatakan bahwa sebanyak 72 dari 236 sampel atau
sekitar 30,51% mengandung antibodi terhadap AI dan tersebar pada empat RW di
Desa Pasawahan. Jumlah unggas yang memiliki antibodi terhadap AI pada RW I
sebesar 37,5% (18 dari 48 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,97, RW II
sebesar 31,37% (16 dari 51 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,92, RW III
sebesar 33,33% (30 dari 90 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,67, dan RW VI
sebesar 17,02% (8 dari 47 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,37. Hasil tersebut
menunjukkan adanya paparan virus Avian Influenza H5 secara alami pada unggas
sektor IV di Desa Pasawahan mengingat unggas@unggas tersebut belum pernah
divaksinasi. Adanya paparan tersebut disebabkan oleh sifat pemeliharaan yang
masih ekstensif sehingga menyebabkan unggas dapat dengan mudah kontak satu
sama lain baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kontak antar unggas
tersebut dapat menjadi sumber infeksi antar unggas.
Kata kunci: Seroprevalensi,
, Uji Penghambatan Aglutinasi


3

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

4

Judul Skripsi : Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas Sektor
IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten
Sukabumi.
Nama
: Isaias Gilang Aditya
NRP
: B04103013

Disetujui

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. drh. Sri Murtini, MSi
NIP. 132133967

Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
NIP. 130522188

Diketahui
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131129090

Tanggal Lulus:

5

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1 Januari 1985 dari ayah
Widodo Basuki dan ibu Sri Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Kristen Dharmawiyata
Bandar Lampung dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP
Kristen BPK Penabur Bandar Lampung dari tahun 1997 sampai tahun 2000.
Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) ditempuh di SMU Negeri 2 Bandar
Lampung dari tahun 2000 hingga lulus tahun 2003. Penulis masuk ke Fakultas
Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2003.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Komisi Pelayanan
Anak dan Kelompok Pra Alumni UKM PMK IPB.

6

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas
segala penyertaan dan kehendakNya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
akhir ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Sri Murtini, MSi. dan Dr. drh.
Retno D. Soejoedono, MS. yang telah membimbing penulis dari awal penelitian
hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Dr. drh. Sus Derthi Widyari, MS. sebagai pembimbing akademik atas
bimbingannya selama penulis melakukan studi di Fakultas Kedokteran Hewan.
Kepada keluarga di rumah (Bapak, Ibu, Lintang, dan Danang), terima kasih
atas dukungan dan doanya selama ini yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis
dalam menjalani studi. Terima kasih kepada staf dan laboran Laboratorium
Imunologi: Drh. Ika, drh. Okti, Pak Lukman, Pak Enur, dan Mas Wahyu yang
telah banyak membantu di dalam penelitian. Terima kasih juga kepada teman@
teman satu bimbingan penelitian (Ani dan Kunto) dan seluruh angkatan 40.
Perjuangan kita masih panjang kawan!
Kiranya tulisan kecil ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2007

Isaias Gilang Aditya

7

!"!#!$
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ix
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
Avian Influenza (AI) di Dunia ......................................................... 3
Sejarah Avian Influenza (AI) di Indonesia ....................................... 3
Keadaan Peternakan Sektor IV di Indonesia ..................................... 5
Virus Avian Influenza ...................................................................... 5
Penyebaran Virus AI ....................................................................... 7
Gejala Klinis dan Masa Inkubasi ...................................................... 8
Uji Serologis untuk Identifikasi Virus .............................................. 8
Survei Epidemiologi ........................................................................ 9
BAHAN DAN METODE .......................................................................... 11
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 11
Bahan ............................................................................................... 11
Alat .................................................................................................. 11
Metode Penelitian ............................................................................ 11
Evaluasi Titer Antibodi Terhadap AI ............................................... 12
Prevalensi Serologi ........................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 14
Hasil Uji Penghambatan Aglutinasi .................................................. 14
Titer antibodi Pada Setiap Daerah ..................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 22
LAMPIRAN ............................................................................................. 25

8

!"!#!$
1. Hasil Uji HI Serum Unggas Terhadap Antigen H5N1
Pada Empat RW di Desa Pasawahan ................................................... 15

2. Hasil Uji HI Serum Terhadap Antigen H5N1
Berdasarkan Jenis Unggas ................................................................... 15

9

!"!#!$
1. HI Test Menggunakan

....................................................... 13

2. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW I .................................... 17
3. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW II .................................. 17
4. Histogram Titer Antibodi Sampel RW III ............................................ 18
5. Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW VI ................................. 18

10

1. Kuisioner Peternak ................................................................................. 25
2. Hasil Kuisioner Terhadap Peternak ......................................................... 29
3. Peta Desa Pasawahan ............................................................................. 32

11

!%!& '"!(!$)
Desa Pasawahan terletak di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi
dengan luas sekitar 625 hektar dan memiliki jumlah penduduk 8355 orang.
Jumlah bulan hujan rata@rata di daerah ini adalah empat bulan setiap tahunnya,
dengan suhu rata@rata harian 20@30oC. Desa ini memiliki bentang wilayah daerah
berbukit dengan ketinggian rata@rata 447 meter dari permukaan laut.
Sebagian besar penduduk Desa Pasawahan bekerja sebagai petani ataupun
buruh tani. Untuk menambah penghasilan mereka, sebagian penduduk memiliki
usaha sampingan sebagai peternak. Jenis ternak yang ada di Desa Pasawahan
adalah kuda sejumlah 5 ekor, domba sejumlah 50 ekor, dan ayam sejumlah 6198
ekor (Anonim 2006b). Banyaknya jumlah ternak ayam yang dipelihara
masyarakat tersebut, maka diperlukan perhatian terhadap kemungkinan timbulnya
penyakit seperti
Wabah

.
(AI) telah menyebabkan kematian jutaan unggas di

dunia, terutama unggas domestikasi. Penyakit ini juga mewabah di dalam negeri
sejak tahun 2003. Dampak yang ditimbulkan dari kejadian ini adalah lumpuhnya
sektor industri perunggasan dan produk ikutannya. Penyakit ini juga bersifat
zoonosis, sehingga masyarakat menjadi khawatir untuk mengkonsumsi produk@
produk asal unggas karena takut tertular (Rahardjo 2004). Penyakit AI
digolongkan sebagai penyakit

oleh OIE, karena penyakit tersebut bersifat

luas penyebarannya (melewati batas negara), menular pada manusia, dan
mempunyai konsekuensi sosial ekonomi serta perdagangan hewan dan produk@
produk asal hewan (OIE 2005b).
Wabah penyakit ini, dengan berjalannya waktu semakin meluas karena
kurangnya perhatian dan pemahaman masyarakat tentang penyakit AI. Biosekuriti
yang lemah pada peternakan unggas juga menyebabkan kejadian penyakit AI
terus meluas (Malole 2006). Sejauh ini penanganan penyakit AI belum
menunjukkan hasil yang optimal, hal ini ditunjukkan dengan makin luasnya
wilayah yang terinfeksi AI.

12

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah endemis AI (OIE 2005a).
Sifat penyakit ini begitu mudah menyebar dengan cepat. Oleh karena itu perlu
dilakukan survey untuk mengetahui sejauh mana tingkat penyebaran penyakit ini
sehingga dapat diambil tindakan untuk mencegah penyakit ini.

*+*!$ '$'",%,!$
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi peternakan rakyat dan
prevalensi serologis pada unggas sektor IV Di desa Pasawahan, Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi.

!$-!!% '$'",%,!$
Hasil penelitian berguna untuk memberikan informasi mengenai status
kejadian AI pada peternakan rakyat yang ada di desa Pasawahan untuk kemudian
dapat ditentukan langkah apa yang akan diambil guna menyikapi fakta yang ada
di desa tersebut.

13

.

/, *$,!
Penyakit Avian Influenza telah lama diketahui, dan semakin lama
penyebarannya pun semakin meluas. Sejak ditemukan di Skotlandia pada tahun
1959, wabah virus AI berjangkit di beberapa negara Eropa dan Afrika. Tercatat
belasan negara pernah terkena wabah virus ini seperti Afrika Selatan, Inggris,
Australia, Belanda, Belgia, Amerika Serikat, Kanada, dan Irlandia. Australia dan
Inggris adalah dua negara yang banyak mengalami kasus AI sejak 1970@2003
(Soejoedono & Handharyani 2005).
Pada April 1981 ilmuwan Amerika berkumpul di Beltsville, Maryland, untuk
mendiskusikan kriteria bagi isolat

yang menyebabkan

di Amerika. Para ilmuwan tersebut memutuskan bahwa kriteria virus
yang bersifat

terhadap unggas adalah virus yang

menyebabkan mortalitas minimal 75% dalam 8 hari pada sedikitnya 8 ayam sehat
yang peka berumur 4@8 minggu, yang diinokulasikan secara IM, IV, atau kantong
hawa caudal dengan menggunakan virus dari cairan alantois atau kultur sel yang
bebas bakteri (Cross 1985).
AI termasuk dalam golongan penyakit yang bersifat pandemik atau panzootik,
yaitu penyakit yang dalam waktu singkat menyebar ke berbagai negara (Sudardjat
1992). Memasuki abad ke@21, wabah AI kembali menggemparkan dunia.
Organisasi kesehatan dunia WHO melaporkan adanya sejumlah orang meninggal
akibat virus ini di beberapa negara diantaranya adalah Thailand, Malaysia, Korea,
Cina, Jepang, Hongkong, Vietnam, Laos, Kamboja, Taiwan, dan Indonesia.
Sampai pertengahan tahun 2005, WHO melaporkan bahwa kasus AI di dunia
mencapai 108 kasus dan 56 orang diantaranya meninggal dunia (Soejoedono &
Handharyani 2005), sedangkan sampai Febuari 2007 tercatat di seluruh dunia ada
274 kasus pada manusia dan 167 diantaranya meninggal dunia (WHO 2007a).

'+!&!0
Menurut Tabbu

/, $/1$'2,!
(2005), keberadaan

pertama kali adalah saat ditemukannya virus

(AI) di Indonesia
tipe A subtipe H4N2 yang

14

diidentifikasi pada burung nuri, pelikan, dan itik tahun 1982. Evaluasi serologik
juga menunjukkan bahwa virus Influenza ditemukan pada ayam dan itik di
berbagai daerah di Indonesia. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa
virus tersebut tergolong tidak virulen sehingga Indonesia masih dinyatakan bebas
AI sampai tahun 2003.
Awal kejadian AI di Indonesia diduga muncul pertama kali pada saat
terjadinya kematian jutaan ayam pada peternakan komersial di Jawa Barat pada
bulan Agustus 2003 (Soejoedono & Handharyani 2005). Kasus tersebut meluas ke
berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Lampung, Bali, dan beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan.
Berdasarkan data Dirjen Peternakan RI tahun 2004 ada 9 propinsi, yang terdiri
dari 51 kabupaten/kota dengan jumlah kematian ayam/unggas mencapai 4,1 juta
ekor. Jenis unggas yang terserang meliputi ayam ras petelur, pedaging, ayam bibit,
ayam buras, ayam Arab, itik, burung puyuh, burung merpati, burung perkutut, dan
burung merak (Tabbu

. 2005). Menurut Rahardjo (2004), rincian daerah di

Indonesia yang mengalami kejadian kematian unggas secara besar@besaran sejak
Agustus 2003 sampai Januari 2004 adalah Jawa Timur (13 kabupaten), Jawa
Tengah (17 kabupaten), Jawa Barat (6 kabupaten), Banten (1 kabupaten), Daerah
Istimewa Yogyakarta (3 kabupaten), Lampung (3 kabupaten), Bali (5 kabupaten),
Kalimantan Selatan (1 kabupaten), Kalimantan Timur (1 kabupaten), dan
Kalimantan Tengah (1 kabupaten) dengan tingkat kematian mencapai 4,7 juta
ekor. Daerah di Indonesia yang terkena kasus AI semakin hari semakin meluas.
Sampai bulan juni 2007 tercatat 31 propinsi di Indonesia telah terjadi kasus
infeksi AI pada unggas.
Wabah AI telah menimbulkan dampak dan kerugian pada semua pihak,
khususnya peternak. Penyakit ini juga menimbulkan dampak sosial yang serius
karena bersifat zoonosis. Banyak orang meninggal karena terinfeksi AI di
Indonesia. Sampai bulan Juni 2007 tercatat sebanyak 101 orang terinfeksi AI dan
80 diantaranya meninggal dunia (WHO 2007b).

15

'!/!!$ '%'&$!(!$ '(%1&

/, $/1$'2,!

Kajian seroepidemiologi AI (flu burung) telah dilakukan pada berbagai jenis
unggas umbaran seperti ayam kampung, itik, entok, angsa, burung merpati, dan
burung piaraan yang diyakini dapat menjadi sumber penularan virus AI pada
manusia di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Kajian dilakukan atas
kerjasama Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dengan Fakultas Kedokteran
Hewan dari IPB, UGM, Unair, dan Unud. Hasil kajian menunjukkan adanya
antibodi spesifik terhadap virus AI, baik yang diambil dari daerah bebas maupun
daerah tertular.
Tim AI Fakultas Kedokteran Hewan IPB melakukan kajian di wilayah
Sumatera dan Kalimantan. Hasil kajian menyatakan bahwa pada ayam yang tidak
pernah divaksin di daerah yang belum pernah terjadi kasus AI menunjukkan
adanya antibodi spesifik dan virus AI dari unggas@unggas yang diperiksa (Fadilah
R

2007)

,&*2
Virus

(AI) disebut juga Fowl Plaque Virus (FPV). Virus ini

masuk dalam golongan virus

tipe A, famili Orthomyxoviridae, genus

(Rott & Klenk 1985; Malole 1988). Menurut Malole (1988),
terminologi famili yang dipakai sesuai dengan kemampuan virus pada kelompok
tersebut untuk berikatan dengan lendir atau mukoprotein yang terdapat dalam
saluran napas dan organ@organ lainnya. Secara umum, virus

!

ukurannya kira@kira 80@120 nm, peka terhadap ether, rusak oleh asam,
mengandung RNA serabut tunggal, bersimetri heliks, dan memiliki amplop di
sekeliling nukleokapsidnya. Virus mengalami pematangan di dekat membran sel.
Pada permukaan partikel virus terdapat penonjolan@penonjolan yang terdiri dari
haemaglutinin dan neuraminidase.
Menurut Rott dan Klenk (1985), secara umum, genom virus

A

terdiri atas 8 RNA tunggal yang terpisah dengan polaritas negatif. Tiga gen
terbesar virus dan gen ke@5 berperan dalam pembentukan komponen internal
virus. Gen ke@4 dan 6 mengkode sintesis glikoprotein, haemaglutinin, dan
neuraminidase. Sedangkan dalam dalam situs internetnya, ISDA (Infectious

16

Society Disease of America) menyatakan bahwa genom virus ini terdiri dari 10
gen yang mengatur pembentukan protein@protein yang berbeda (delapan protein
struktural dan dua protein non@struktural). Protein@protein ini meliputi: tiga enzim
transkriptase, dua glikoprotein permukaan (haemaglutinin dan neuraminidase),
dua protein matrix, satu protein nukleokapsid, dan dua protein nonstruktural
(ISDA 2006).
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa gen@gen ini bisa
mengalami rekombinasi genetik dengan gen dari virus

A dengan subtipe

yang lain ketika kedua jenis virus tersebut menginfeksi sel inang yang sama.
Melalui cara ini, dapat tercipta virus baru yang mengandung kombinasi genetik
dari kedua “virus induk”. Konsekuensi yang timbul dari keadaan ini adalah
terjadinya perubahan antigenisitas dan patogenisitas, sehingga sulit diproduksi
vaksin yang ideal (Soeharsono 2002). Hal ini juga menyebabkan virus dapat
menginfeksi inang dengan jenis yang berbeda dari sebelumnya. Pernah ada bukti
yang menunjukkan bahwa setelah virus AI dengan subtipe H7N1 mengalami
dengan virus AI subtipe H3N2, virus jenis baru dihasilkan.
Ternyata virus baru ini bersifat non@patogen, walaupun kedua “virus induk”
bersifat patogen. Namun, setelah mengalami rekombinasi genetik dengan virus AI
yang lain, beberapa virus baru yang dihasilkan memiliki sifat patogen (Rott &
Klenk 1985). Sedangkan menurut Rahardjo (2004), mutasi pada virus AI dapat
terjadi melalui
virus, ataupun melalui

!

atau perubahan susunan materi genetik pada satu
, yaitu penataan genetik dari beberapa

subtipe yang mengarah pada timbulnya evolusi virus. Virus RNA umumnya
mempunyai laju mutasi yang sangat tinggi, yaitu sekitar 10@3/gen/tahun. Jadi,
untuk seluruh genoma virus AI yang mempunyai panjang 13.588 pasang basa
(nukleotida), setiap tahun diperkirakan terjadi mutasi sebanyak 13@14 nukleotida
atau sekitar 4@5 asam amino yang mengalami perubahan.
Antigen haemaglutinin yang sudah diketahui dan dipelajari ada 15 macam
(H1@H15) dan 9 neuraminidase (N1@N9). Jika keduanya dikombinasikan, maka akan
terdapat 135 kemungkinan subtipe (strain) virus yang muncul. Beberapa subtipe
yang sudah dikenal antara lain H1N1, H1N2, H2N2, H3N3, H5N1, H7N7, dan H9N1.
Namun, ada jenis baru yang ditemukan, yaitu H16, pada isolat dari burung camar

17

kepala hitam yang ditemukan di Swedia dan Belanda pada tahun 1999 dan
dilaporkan dalam literatur pada tahun 2005 (ISDA 2006), sehingga sampai saat ini
terdapat 16 haemaglutinin dan 9 neuraminidase yang diketahui. Subtipe H5N1
diketahui paling ganas dibanding subtipe lainnya dari virus AI. Virus ini
menyebar dengan cepat dan menimbulkan tingkat kematian yang tinggi.
Virulensi virus AI sangat tinggi, namun sangat rentan terhadap panas. Virus
ini dapat bertahan hidup di air selama empat hari pada suhu 22oC dan lebih dari 30
hari pada suhu 0oC, tetapi akan mati dengan pemanasan pada suhu minimal 60oC
selama 3 jam (Soejoedono & Handharyani 2005). Sedangkan menurut Rahardjo
(2004), virus AI dalam daging ayam mati pada pemanasan 80oC selama 1 menit,
dan pada telur ayam pada pemanasan 64oC selama 4,5 menit.
Dalam kasus yang terjadi di lapangan, dapat ditemukan virus jenis baru dari
berbagai macam induk semang, sehingga dibutuhkan pencatatan yang jelas dari
setiap virus hasil isolasi dari lapangan. Penamaan virus disusun berturut@turut
sebagai berikut: tipe, asal induk semang, asal geografik virus, nomor galur, tahun
pertama diisolasi, dan subtipe dalam tanda kurung. Contoh: A/swine/Iowa/15/30
(H1N1) adalah tipe A, asal hewan babi, diisolasi pertama kali di Iowa, nomor
strain 15, diisolasi tahun 1930, dan subtipe H1N1 (Soeharsono 2002).

'$3'4!&!$ ,&*2
Virus AI terutama menyerang berbagai macam unggas seperti ayam, kalkun,
angsa, unggas air, burung laut, dan burung liar. Virus bisa menyebabkan infeksi
subklinis, gangguan pernapasan ringan, atau bahkan bersifat fatal dan kontagius.
Penyebarannya sangat luas hingga bisa menyerang induk semang yang beragam
seperti manusia, primata, babi, musang, kuda, sapi, anjing laut, dan paus (Cross
1985).
Unggas air, terutama itik, merupakan reservoir alamiah virus. Hampir setiap
subtipe yang diketahui berhasil diisolasi dari hewan ini, hingga timbul dugaan
bahwa pemaparan yang terus@menerus akan menyebabkan virus menjadi bagian
dari flora normal pada saluran intestinal. Fakta@fakta menunjukkan bahwa itik
menyebarkan infeksi pada mamalia dan unggas lainnya. Selain itu, migrasinya

18

yang luas menyebabkan penyebaran virus pada hampir seluruh belahan dunia
(Cross 1985).

'+!"!

",$,2 /!$

!2! $(*4!2,

Penyakit AI mempunyai masa inkubasi kurang lebih 48 jam, namun dapat
berbeda@beda pada tiap individu. Gejala klinis yang ditimbulkan juga bervariasi.
Pada kasus yang sangat ganas (akut) pada unggas ditandai dengan kematian tinggi
tanpa disertai gejala klinis (Murphy

. 2006) . Namun pada umumnya gejala

yang ditimbulkan oleh infeksi virus AI akan menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut (Dirjen Peternakan 2005):
Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru
keunguan (sianosis).
Kadang@kadang ada cairan dari mata dan hidung.
Pembengkakan di daerah bagian muka dan kepala.
Pendarahan di bawah kulit (subkutan).
Pendarahan titik (

) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki,

Batuk, bersin, dan ngorok.
Unggas mengalami diare dan kematian tinggi.
Jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, maka terlihat adanya peradangan pada
langit@langit mulut, trakhea, dan laring. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan
adanya akumulasi sel@sel radang (limfosit) pada jengger ayam yang terinfeksi
(Soejoedono & Handharyani 2005).
Pada manusia yang terinfeksi oleh virus AI, gejala klinis yang nampak mirip
dengan gejala klinis penyakit influenza pada umumnya. Gejala itu meliputi
demam, batuk, nyeri otot, pneumonia, sesak napas akut, dan kadang@kadang
terjadi konjunctivitis. Keadaan ini sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan
serius karena dapat menyebabkan kematian (CDC 2006).

+, '&1"1),2 *$%*( /'$%,-,(!2, ,&*2
Sifat virus sebagai antigen yang dapat bereaksi secara spesifik dengan
antibodi, telah dimanfaatkan untuk mengembangkan beberapa metode sebagai
usaha mengidentifikasi virus atau antibodinya. Metode@metode tersebut berguna

19

dalam usaha menetapkan diagnosa penyakit yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lainnya. Oleh karena metode@metode tersebut menggunakan
serum maka disebut juga uji serologi.
Menurut Malole (1988), terdapat dua cara pendekatan dalam usaha
mendiagnosis penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu:
1. Virus atau antigen yang akan diidentifikasi direaksikan dengan
beberapa macam antibodi yang telah diketahui identitasnya, misalnya
antibodi X, Y, dan Z. Bila terjadi reaksi antara virus dengan antibodi Y
maka berarti virus tersebut adalah virus Y. Virus tersebut dapat berasal
langsung dari hewan yang sakit atau dari biakan suatu media.
2. Sebaliknya bila ingin diketahui jenis antibodi yang terdapat dalam
suatu serum maka serum tersebut direaksikan dengan beberapa macam
virus yang telah diketahui identitasnya. Serum yang digunakan di sini
berasal dari hewan yang telah diinfeksi oleh virus secara alamiah atau
buatan.
Uji serologi yang sering digunakan salah satunya adalah Uji Hemaglutinasi
(

/ HA Test) dan Uji Penghambatan Hemaglutinasi

(

/ HI Test). Uji ini digunakan karena relatif

murah dan spesifik.
Selain untuk identifikasi virus, Uji HI dapat juga dipakai untuk menentukan
banyaknya antibodi yang terkandung dalam serum yang erat kaitannya dengan
tingkat kekebalan seekor hewan terhadap virus tertentu. Pada Uji HI untuk tujuan
pengukuran titer antibodi, digunakan virus dan antibodi yang homolog.
Penghitungan titer antibodi dilakukan pada pengenceran tertinggi di mana
antibodi masih bisa menghambat hemaglutinasi yang dilakukan oleh virus
(Peacock & Tomar 1980).

*&5', 6,/'#,1"1),
Epidemiologi adalah kajian mengenai penyebab, dinamika, dan penyebaran
penyakit pada suatu populasi. Resiko infeksi pada seekor suatu populasi
ditentukan oleh sifat virus (misalnya keragaman antigenik), inang dan populasi
inang, faktor perilaku, lingkungan, dan ekologi yang mempengaruhi penularan

20

virus dari inang kepada yang lainnya. Epidemiologi, yang dapat dipandang
sebagai bagian dari biologi lingkungan, berusaha menggabungkan berbagai faktor
menjadi satu kesatuan (Fenner

. 1995).

Sudardjat (2004) menyatakan bahwa survei epidemiologi adalah suatu
pengamatan dan penyidikan (investigasi) terhadap populasi hewan yang berada
dalam suatu wilayah tertentu. Kegiatan survei dilakukan berdasarkan pengamatan
dan penyidikan klinik, patologik, serologik, dan mikrobiologik, serta mengenai
lingkungan hewan dan lingkungan secara keseluruhan. Kegunaan survei
epidemiologi salah satunya adalah untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit
yang diperkirakan sedang mewabah.
Prevalensi adalah salah satu istilah yang dipakai dalam epidemiologi. Sulit
untuk mengukur kejadian dari penyakit kronis, terutama bila mulainya tidak dapat
diketahui, dan untuk penyakit yang demikian itu biasanya ditentukan tingkat
prevalensinya, yaitu nisbah antara jumlah kasus yang terjadi pada suatu populasi
dengan besarnya populasi pada suatu waktu tertentu. Jadi prevalensi adalah
gambaran kilat dari frekuensi yang berlaku pada suatu saat tertentu, dan itu
merupakan fungsi dari kejadian dan jangka waktu penyakit. Seroprevalensi atau
prevalensi serologi berkaitan dengan proporsi hewan dalam populasi yang
mempunyai antibodi terhadap virus tertentu (Fenner

. 1995).

21

!(%* /!$ '#6!% '$'",%,!$
Penelitian ini berlangsung selama enam bulan, yaitu selama bulan Agustus
2006@Januari 2007. Pengambilan sampel darah dilakukan di Desa Pasawahan,
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Penghitungan titer antibodi terhadap
virus AI dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
!0!$
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serum yang diperoleh dari
unggas yang belum divaksinasi milik masyarakat di Desa Pasawahan,
antigen AI H5N1 dari Balai Penelitian Veteriner Bogor, suspensi sel darah
merah yang diperoleh dari ayam sehat yang dipelihara oleh Bagian
Mikrobiologi Medik di Kandang Penelitian Ladang Terpadu FKH IPB, dan
Larutan PBS "#

$

%

&.

"!%
Peralatan yang digunakan berupa tabung mikro, spoit 3 mL, kapas
beralkohol, kapas kering, spidol tahan air, sarung tangan, masker, label
nama,

,

, kartu kendali, dan kuisioner peternak.

Sedangkan untuk uji di laboratorium dibutuhkan pipet mikro dan
.

'%1/' '$'",%,!$
Penelitian ini merupakan kegiatan observasional, dan pengambilan sampel
dilakukan dengan metode

atau dengan pertimbangan tertentu,

yaitu unggas belum pernah divaksinasi dan lokasi di Kecamatan Cicurug yang
pernah terjadi kasus AI pada unggas, yaitu salah satunya adalah Desa Pasawahan.
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan

3 mL melalui vena

(vena sayap) sebanyak 1@2 mL, kemudian penghisap
untuk memperbesar ruang bagian dalam

agak ditarik

. Tujuannya adalah untuk

memperluas permukaan darah agar serum yang dihasilkan jumlahnya cukup. %

22

yang telah berisi darah lalu dimasukkan ke dalam

yang sudah berisi

untuk menjaga agar sampel tidak rusak. Setelah sampai di laboratorium,
disimpan pada suhu 4oC selama satu malam untuk mendapatkan serum.
Serum ini akan digunakan dalam Uji Penghambatan Aglutinasi (HI test).
Kuisioner sebanyak 17 eksemplar diberikan secara acak pada saat
pengambilan sampel kepada peternak dengan tujuan untuk mengetahui profil
secara umum peternakan di daerah tersebut.

5!"*!2, %,%'& !$%,41/, %'&0!/!6
Titer antibodi ayam terhadap virus AI dilakukan dengan uji Penghambatan
Aglutinasi/Haemaglutination Inhibition test (HI Test) mikrotitrasi metode β
(Soejoedono

. 2005).

'$3,!6!$ +,
Uji mikrotitrasi menggunakan
Virus standar 4 HAU/0,025 mL yang diperoleh dari pengenceran stok
virus.
Sel darah merah ayam 0,5%
Darah utuh ('

!) ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 0,38%

disentrifugasi pada 1500 rpm (PLC Series®) selama 10@15 menit.
Supernatan dibuang, sedangkan endapan yang merupakan sel darah merah
dicuci/dibilas dengan larutan PBS pada tempat yang sama, kemudian
disentrifugasi kembali. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasilnya
akan didapatkan sel darah merah dengan konsentrasi 100%, kemudian
dilakukan pengenceran dengan menambahkan larutan PBS secara
bertingkat hingga didapatkan sel darah merah 0,5%.
+,

#'%1/' β

Uji HI yang dilakukan adalah dengan metode Beta (β). Pada uji ini digunakan
virus yang tetap dan serum yang diencerkan dengan prosedur sebagai berikut:
Virus standar 4 HAU/0,025 mL sebanyak 0,025 mL dimasukkan ke dalam
masing@masing sumur

((

).

Pada sumur pertama ditambahkan serum sebanyak 0,025 mL, kemudian
dilakukan pengenceran dengan cara menghisap dan mengeluarkan

23

campuran menggunakan

lalu memindahkan 0,025 campuran ke

sumur berikutnya lalu dilakukan pencampuran hingga sumur ke 8.
Selanjutnya dari sumur ke 8 campuran dibuang sebanyak 0,025 mL.
digoyang kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 15
menit.
Kemudian suspensi sel darah merah 0,5% sebanyak 0,025 mL
ditambahkan ke dalam setiap sumur.
diinkubasi kembali pada suhu ruang.
Dilakukan pembacaan hasil apabila eritrosit pada sumur kontrol telah
mengendap.
Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan
(GMT) menggunakan rumus:
Log2 GMT = (Log2 t1)(S1) + (Log2 t2)(S2) + ... + (Log2 tn)(Sn)
N
Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati
t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat
menghambat aglutinasi sel darah merah)
S = Jumlah contoh serum yang bertiter t
n = Titer antibodi pada sampel ke@n

!#4!& 7

'2%

'$))*$!(!$

Hasil uji negatif

Hasil uji positif
*Sumber: http://www.poultry@health.com/library/serodiss/haemaggl.htm

&'5!"'$2, '&1"1),
Prevalensi serologi atau seroprevalensi dihitung dengan rumus
Prevalensi serologis (P) =

Jumlah hewan yang terdeteksi positif uji
Jumlah hewan yang beresiko

24

!2," +, '$)0!#4!%!$ )"*%,$!2,
Sebanyak 72 dari 236 sampel atau sekitar 30,51% menunjukkan adanya
antibodi terhadap AI. Unggas@unggas tersebut belum pernah divaksinasi, sehingga
hasil positif ini menunjukkan bahwa hewan pernah terpapar oleh virus
(AI) subtipe H5 secara alamiah. Tingginya tingkat paparan ini
kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya

alamiah antara desa

Pasawahan dengan daerah di sekitarnya, karena daerah@daerah di Kabupaten
Sukabumi pernah terjadi kasus AI. Kondisi ini memudahkan terjadinya lalu lintas
ternak unggas dari satu tempat ke tempat lainnya yang dapat berpotensi
memperluas penyebaran penyakit AI.
Antibodi yang terbentuk dalam tubuh hewan bereaksi terhadap antigen
hemaglutinin yang terdapat pada permukaan luar virus. Menurut Goodsell (2006),
hemaglutinin berfungsi untuk menginisiasi mekanisme infeksi yang dilakukan
oleh virus terhadap sel target. Kemampuan ini juga berlaku terhadap sel darah
merah (eritrosit) sehingga dapat menyebabkan aglutinasi. Antibodi yang
dihasilkan merupakan manifestasi dari mekanisme imunologis yang bertujuan
untuk menginaktifkan virus atau mengurangi jumlah virus yang masih virulen
sampai batas ambang tertentu sehingga tidak berbahaya lagi bagi tubuh hewan.
Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh, namun konsentrasi paling tinggi
dan mudah diperoleh dalam jumlah banyak untuk dianalisis adalah dalam serum
(Tizard 1988).
Sampel serum yang menunjukkan hasil positif tersebut berasal dari keempat
daerah pengambilan sampel, yaitu RW I sebanyak 18 dari 48 sampel atau 37,5%,
RW II sebanyak 16 dari 51 sampel atau 31,37%, RW III sebanyak 30 dari 90
sampel atau 33,33%, dan RW VI sebanyak 8 dari 47 sampel atau 17,02%. Secara
umum seroprevalensi pada setiap RW sama dan mendekati seroprevalensi
keseluruhan sampel. Hal ini menunjukkan tingkat paparan yang sama pada tiap
daerah karena unggas@unggas berkeliaran dengan bebas yang memberikan
peluang penyebaran virus AI.

25

Tabel 1 Hasil uji HI serum unggas terhadap antigen H5N1 pada empat RW di
Desa Pasawahan
Hasil Uji
Asal Sampel Jumlah Sampel
Positif Terhadap AI Negatif Terhadap AI
RW I

48

18 (37,5%)

30 (62,5%)

RW II

51

16 (31,37%)

35 (68,63%)

RW III

90

30 (33,33%)

60 (66,67%)

RW VI

47

8 (17,02%)

39 (82,98%)

Berdasarkan jenis unggas, hasil positif ditunjukkan oleh ayam sebanyak 64
sampel atau 27,12%, entok sebanyak 5 sampel atau 2,12 %, dan angsa sebanyak 3
sampel atau 1,27%. Infeksi virus AI pada entok dan angsa tidak menyebabkan
gejala klinis yang berarti sebagaimana yang terjadi pada unggas@unggas liar. Hal
ini disebabkan karena entok ataupun angsa hanya mempunyai sedikit enzim atau
protein yang berfungsi untuk memecah prekursor hemaglutinin yang inaktif
menjadi bentuk aktifnya. Bentuk aktif inilah yang kemudian menginisiasi
mekanisme infeksi terhadap tubuh inang (Anonim 2006a). Di dalam ensiklopedia
bebas Wikipedia disebutkan bahwa enzim ini tergolong ke dalam enzim
proteolisis atau protease (Anonim 2007). Unggas air (entok dan angsa) berbeda
dengan unggas lainnya, misalnya pada ayam, jumlah enzim proteolisis pada
unggas air tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan ayam sehingga paparan
virus AI akan menyebabkan timbulnya gejala klinis yang cukup berarti pada
ayam, bahkan mungkin sekali menyebabkan kematian.

Tabel 2 Hasil uji HI serum terhadap antigen H5N1 berdasarkan jenis unggas
Jenis Unggas

Jumlah Sampel

Ayam

Hasil Uji
Positif Terhadap AI

Negatif Terhadap AI

224

64 (28,57%)

160 (71,43%)

Entok

9

5 (55,56%)

4 (44,44%)

Angsa

3

3 (100%)

0 (0%)

Hasil kuisioner yang dikumpulkan menerangkan bahwa sebagian besar
masyarakat beternak unggas sebagai usaha sambilan (90,91%), bukan merupakan

26

usaha pokok. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian pokok
sebagai petani ataupun buruh tani (Anonim 2006b). Hal ini berdampak pada
sistem pemeliharaan yang ekstensif atau usaha peternakan tidak dikembangkan
secara maksimal. Cara pemeliharaan ini terkait dengan tingkat pendidikan warga
yang rata@rata masih rendah. Sebagian besar peternak mempunyai tingkat
pendidikan SD (83,33%) yang berkorelasi positif dengan tingkat pengetahuan
masyarakat tentang pemeliharaan unggas. Sistem pemeliharaan yang ekstensif
memberi kontribusi positif terhadap penyebaran virus AI karena unggas@unggas
peliharaan yang berkeliaran dapat dengan mudah kontak satu sama lain, walaupun
ada beberapa peternak yang memelihara unggasnya dalam kandang tertutup
(37,5%). Jika unggas yang terinfeksi berkontak dengan hewan lain yang peka,
akan dapat menimbulkan akibat yang fatal. Demikian halnya dengan kebersihan
tempat makan dan minum. Sebagian besar peternak membersihkan tempat makan
dan minum hanya seminggu sekali (62,5%). Ini dapat menjadi media penyebaran
virus AI. Kegiatan membersihkan pekarangan yang yang hanya dilakukan 3 hari
(40%) dan seminggu sekali (60%) serta penanganan kotoran ternak secara
!

(62,5%) juga dapat menjadi sumber penularan virus.

Kontak antara

hewan dapat terjadi secara langsung, antara lain melalui saliva, sekreta hidung,
feces dan darah unggas ataupun kontak tidak langsung melalui kotoran ataupun
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Anonim 2007)
Kesadaran peternak akan kesehatan ternak cukup baik. Hal ini terlihat dari
vaksinasi AI yang pernah dilakukan (80%) dan pelaporan kepada petugas dinas
jika ada ternak yang sakit (77,78%). Selain itu, jika ada kematian mendadak,
peternak melaporkan kejadian tersebut kepada petugas dinas untuk kemudian
diberi tindak lanjut (77,78%). Peternak yang tidak melapor melakukan tindakan
penguburan bagi ternaknya yang mengalami kematian (100%). Namun demikian,
kegiatan vaksinasi dan pelaporan kepada petugas dinas harus terus dilaksanakan
karena masih ada peternak yang belum pernah melakukan vaksinasi terhadap
unggas peliharaannya ataupun tidak melaporkan jika ada unggas yang sakit. Hal
ini berguna untuk mengurangi resiko terjadinya wabah pada desa tersebut.
Semua peternak menempatkan ternak unggas yang baru langsung berdekatan
dengan ternak lama. Hal ini dapat menimbulkan penularan penyakit antar ternak

27

karena status kesehatan ternak yang baru tidak diketahui. Jika ternak yang baru
tersebut terpapar virus AI dan tidak menunjukkan gejala klinis (subklinis), maka
dapat berpotensi menularkan virus kepada ternak yang lama, terlebih jika berada
dalam kondisi fisik yang rentan. Selain itu, tidak adanya penanganan atau
pengendalian khusus terhadap orang atau barang yang hendak memasuki area
peternakan juga dapat memperbesar peluang penyebaran virus AI secara pasif.
Meskipun sejauh ini belum pernah ada kasus kematian unggas yang disebabkan
oleh virus AI, namun tetap dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari
para peternak dalam menjaga dan melindungi kesehatan ternaknya.

,%'& $%,41/, !/! '%,!6 !'&!0

Gambar 1 Histogram titer antibodi sampel serum RW I

Gambar 2 Histogram titer antibodi sampel serum RW II

28

Gambar 3 Histogram titer antibodi sampel serum RW III

Gambar 4 Histogram titer antibodi sampel serum RW VI
Titer antibodi sejumlah sampel yang diambil dari setiap daerah menunjukkan
hasil yang bervariasi. RW I menunjukkan hasil 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 masing@
masing sebanyak 7, 1, 5, 3, 1, dan 1 dengan rataan titer antibodi (GMT) sebesar
1,97. RW II menunjukkan hasil 21, 22, 23, 24, 25, dan 27 masing@masing sebanyak
3, 5, 2, 3, 2, dan 1 dengan rataan titer antibodi sebesar 1,92. RW III menunjukkan
hasil 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 masing@masing sebanyak 16, 5, 2, 3, 1, dan 3 dengan
rataan titer antibodi sebesar 1,67. RW VI menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu
21, 22, 24, dan 25 masing@masing sebanyak 2, 3, 2, dan 1 dengan rataan titer
antibodi sebesar 1,37. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar unggas
mempunyai titer antibodi yang rendah dan jauh dari titer antibodi protektif ≥ 24 (≥
16), yaitu tingkat titer antibodi yang menunjukkan kekebalan hewan terhadap
infeksi, sebagaimana yang direkomendasikan oleh organisasi kesehatan hewan

29

dunia atau OIE (Alfons 2005), walaupun ada juga beberapa sampel yang memiliki
titer antibodi protektif. Nilai GMT adalah nilai yang menggambarkan rataan dari
keseluruhan titer antibodi serum pada suatu kelompok hewan. Variasi hasil titer
antibodi ini berkaitan erat dengan respon pembentukan antibodi pada tiap
individu. Respon dalam membentuk antibodi sifatnya individual dan dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti kondisi kesehatan hewan secara umum, genetik, umur,
asupan nutrisi dari pakan, stress, kondisi lingkungan, dan cara pemeliharaan
(White & Fenner 2006).
Secara keseluruhan, sampel serum menunjukkan hasil positif sebanyak 72
sampel atau 30,51% dengan GMT sebesar 1,72. Nilai ini sangat kecil dan jauh
dari nilai titer antibodi yang protektif yaitu ≥ 24 (≥ 16). Hal ini disebabkan antara
lain oleh besarnya proporsi sampel yang menunjukkan hasil negatif dan
rendahnya rataan nilai titer antibodi dari sampel yang menunjukkan hasil positif.
Hanya 21 sampel atau sekitar 8,90% dari total keseluruhan yang mempunyai titer
antibodi protektif. Unggas yang mempunyai titer antibodi protektif ini umumnya
dapat bertahan menghadapi infeksi yang diakibatkan oleh virus AI.
Adanya antibodi dalam serum menunjukkan bahwa virus mungkin masih ada
dalam tubuh sehingga keberadaan antibodi berfungsi untuk melawan infeksi, atau
kemungkinan juga virus sudah tidak ada lagi tubuh karena sudah tereliminasi oleh
antibodi. Rendahnya titer antibodi (21, 22, 23) menunjukkan derajat infeksi ringan
karena hewan baru saja terinfeksi. Pada awal infeksi jumlah virus sedikit sehingga
hewan tidak mampu memproduksi antibodi dalam jumlah yang cukup tinggi. Jika
infeksi baru saja terjadi atau belum berjalan lama, maka antibodi yang terdeteksi
dalam serum jumlahnya masih sedikit sehingga pada hasil uji HI menunjukkan
tingkat titrasi (pengenceran) yang rendah. Semakin lama hewan terpapar dengan
virus, maka akan semakin banyak jumlah antibodi yang terdeteksi dalam serum
sehingga pada hasil uji HI akan menunjukkan tingkat titrasi yang tinggi dalam
jangka waktu tertentu.
Keberadaan virus dalam tubuh hewan dapat dideteksi dengan pengambilan
spesimen berupa '

. Isolat ini kemudian ditumbuhkan dalam media

Telur Embrio Tertunas (TET) umur 10 hari. Tujuannya adalah untuk
mempropagasi virus. Setelah kurang lebih 7 hari, cairan alantois diambil untuk

30

mengidentifikasi virus dengan uji HA yang dilanjutkan dengan uji HI, maupun
diidentifikasi dengan teknik molekuler (PCR) (Suwarno

. 2006).

Pada beberapa sampel yang diperiksa, terdapat unggas yang memiliki titer
antibodi lebih dari 24. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tubuh hewan tersebut,
virus yang masuk cukup untuk menggertak pembentukan antibodi dalam jumlah
yang tinggi. Kondisi tersebut dapat terjadi jika paparan berjalan cukup lama dan
terus@menerus ada di dalam tubuh. Antibodi dapat terdeteksi dalam waktu yang
cukup lama dan akan hilang dalam waktu 8@12 bulan setelah paparan berakhir
(Beard & Hanson 1984, diacu dalam Amanu & Rohi 2005).

31

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa unggas@unggas milik masyarakat
Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi telah terpapar virus
AI subtipe H5 secara alamiah yang dibuktikan dengan adanya sejumlah unggas
(30,51%) yang mempunyai antibodi terhadap virus AI subtipe H5.

Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya peningkatan kebersihan pada
lingkung