Keanekaragaman Parasitoid Pada Tanaman Kedelai Dengan Beberapa Teknik Pengendalian Di Kebun Percobaan Balitkabi Ngale, Ngawi

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN
KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN
DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI

IRFAN PASARIBU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman
parasitoid pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian di kebun
percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016
Irfan Pasaribu
NIM A351130051

RINGKASAN
IRFAN PASARIBU. Keanekaragaman parasitoid pada tanaman kedelai dengan
beberapa teknik pengendalian di kebun percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi.
Dibimbing oleh NINA MARYANA dan PURNAMA HIDAYAT.
Hama menjadi kendala dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi
pertanian, baik dari segi kualitas maupun kuantitas bahkan sampai menggagalkan
panen. Apabila populasi hama terlalu tinggi maka penurunan hasil produksi
semakin tinggi. Salah satu komoditas pangan di Indonesia yang mengalami
penurunan hasil produksi yaitu kedelai. Kebutuhan kedelai di Indonesia semakin
meningkat, akan tetapi produksinya mengalami penurunan. Faktor penyebabnya
adalah serangan hama pada tanaman kedelai dan berkurangnya jumlah lahan
produksi. Hama utama pada tanaman kedelai antara lain lalat bibit (Ophiomya
phaseoli), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat pemakan polong (Helicoverpa
armigera), hama pengisap polong (Riptortus linearis), dan penggerek polong

(Etiella zinckenella).
Strategi pengendalian hama cukup beragam tergantung bagaimana petani
mengaplikasikannya. Diperlukan informasi dasar mengenai keberadaan hama dan
musuh alaminya, sehingga aplikasi pengendalian yang dipilih efektif dan efisien.
Musuh alami meliputi serangga predator dan serangga parasitoid. Parasitoid
merupakan spesies kunci di suatu ekosistem, karena bersifat spesifik terhadap jenis
inangnya. Oleh karena itu masih banyak informasi yang diperlukan mengenai
keberadaan parasitoid hama pada tanaman kedelai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman serangga
parasitoid hama pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama.
Selain itu dilihat juga jumlah individu dan jumlah spesies parasitoid di setiap
minggunya.
Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kedelai Kebun Percobaan
BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi serangga
dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari Juni 2014
sampai Juni 2015. Penelitian ini dilakukan pada lahan dengan tiga perlakuan.
Perlakuan yang diberikan antara lain perlakuan campuran (P-C), perlakuan kimiawi
berdasarkan kalender atau berjadwal (P-K) dan perlakuan petani berdasarkan
kegiatan monitoring keberadaan hama (P-P). Masing-masing perlakuan dibedakan

dari jenis pestisida yang digunakan, jadwal aplikasi dan campuran sistem
budidayanya. Lahan yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 70 m x 50 m.
masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima ulangan. Setiap petak pengamatan
(ulangan) berukuran 20 m x 7.5 m. Penentuan ulangan dilakukan secara acak
sistematis.
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah hama utama dan
parasitoidnya. Metode pengamatan yang dilakukan adalah metode pemeliharaan
serangga inang terparasit, dilakukan dengan cara pengambilan serangga inang pada
lahan petak pengamatan kemudian dipelihara hingga parasitoidnya keluar. Metode
lainnya yaitu, koleksi serangga parasitoid dengan menggunakan jaring serangga.
Koleksi serangga menggunakan jaring serangga dilakukan untuk menangkap

parasitoid yang terdapat di sekitar lahan pengamatan. Penjaringan dilakukan
dengan sepuluh kali ayunan tunggal pada lima titik di dalam petak pengamatan.
Serangga parasitoid hasil tangkapan di lapangan disimpan di dalam botol koleksi
yang telah diisi alkohol 70%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangga parasitoid yang dikoleksi
dengan metode pemeliharaan serangga inang (hama kedelai) terparasit sebanyak 16
spesies parasitoid dan satu spesies hyperparasitoid dari 8 famili pada Ordo
Hymenoptera, sedangkan serangga parasitoid yang berhasil dikoleksi dengan

menggunakan jaring serangga sebanyak 55 spesies parasitoid dari 16 famili Ordo
Hymenoptera dan 2 spesies dari 2 famili Ordo Diptera. Spesies serangga parasitoid
yang paling banyak ditemukan adalah kelompok Famili Eulophidae. Jumlah
individu parasitoid yang paling mendominasi adalah kelompok Aphelinidae. Indeks
keanekaragaman Shanon-Wiener pada semua perlakuan termasuk ke dalam
kategori sedang (H’ = 2.55-2.75). Keanekaragaman serangga parasitoid tersebut
secara nyata dikarenakan kekayaan dan kemerataan spesies tanaman dan serangga
inang juga tidak berbeda nyata. Keanekaragaman parasitoid dipengaruhi oleh tipe
lanskap pertanian, yaitu lanskap pertanian dengan struktur yang kompleks.
Perlakuan pengendalian yang dilakukan oleh petani setempat dengan
mengaplikasikan teknik pemantauan keberadaan hama (monitoring) baik untuk
dilanjutkan karena mengurangi intensitas aplikasi pestisida dan akan berdampak
terhadap jumlah populasi musuh alami di lahan pertanaman. Penggunaan pestisida
secara intensif akan berpengaruh besar terhadap keberadaan musuh alami serangga
hama pada lokasi pertanaman.
Kata kunci: Hymenoptera, kacang-kacangan, musuh alami, pertanian Indonesia,
pestisida

SUMMARY
IRFAN PASARIBU. The Diversity of parasitoids on soybean fields with different

control techniques in experimental field BALITKABI Ngale, Ngawi. Supervised
by NINA MARYANA and PURNAMA HIDAYAT.
Soybean (Glycine max (L). Merill) is one of the main commodities in
Indonesia. The demand of the soybean has been increasing every year, while the
production has been decreasing. One of the obstacles in the soybean production is
insect pests. The major pests in soybean crops include the bean fly (Ophiomya
phaseoli), armyworm (Spodoptera litura), cotton bollworm (Helicoverpa
armigera), stink bug (Riptortus linearis), and pod borer (Etiella zinckenella).
To overcome with the pest problems, effective control methods must be
utilized. Biological control is one of the pest control technique in the integrated
pest management (IPM) which is environmentally friendly and economically
sound. This technique utilizes insect predators and parasitoids to control insect pest
population. The basic information on the biodiversity and abundance of parasitoids
in soybean field is essential to support the IPM program.
The aimed of this study was to determine the diversity of soybean pest’s
parasitoids as well as their populations. The field experiment has been conducted
from June 2014 to June 2015 at the soybean experimental field of BALITKABI
Ngale, Ngawi Regency, East Java Province. Identification of insects was done at
the Laboratory of Insect Biosystematics, Department of Plant Protection, Faculty
of Agriculture, IPB. There were three different pest control techniques studied in

this experiment: 1) combination of several treatments (P-C), 2) chemical based
treatment (P-K), and 3) farmer’s treatment which based on pest population
monitoring (P-P). The size of each treatment plot in this study was 20 m x 7.5 m.
Each treatment was repeated five times.
Observation on the insect pests and their parasitoids were done from vegetatif
to reproductive stages. The data of insect pests were collected through direct
collection from the soybean crops, while parasitoids were collected from sweeping
using insect net and rearing of parasitized insects. The observations with sweep net
were done diagonally at five spots on each observation plot and were carried out
ten single swings at each spot. The sweeping of insects during 06:30-09:00 a.m at
an interval of 7 days. Parasitoids caught on the field were kept in the collection
bottles filled with 70% alcohol and then were identified in the laboratory.
The results of this study showed that there were 16 species of parasitoids and
1 species of hyperparasitoid collected from reared insect pests as hosts. There were
55 parasitoid species of Hymenoptera and 2 parasitoid species of Diptera collected
from sweeping net. The most dominant parasitoid species was belong to the family
Eulophidae (Hymenoptera) while the most abundant individual was belong to the
family Aphelinidae. The dominant species was from Eulophidae, named Sympiesis
dolichogaster. The index diversity of Shanon-Wiener on all treatments were
considered in the medium categories (H’ = 2.55-2.75). The highest richness index

of species was the farmer’s treatment field which based on the pest population
monitoring (P-P).

The farmers used pesticide wisely since it has been applied if necessary. This
model of insect control is in line with the IPM which is good for environment as
well as more economically sound. In contrast, excessive use pesticides on soybean
has a major negatif impact on parasitoid population meaning higher pest population.
Key words: soybean, hymenoptera, natural enemy, pesticide

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA TANAMAN
KEDELAI DENGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN

DI KEBUN PERCOBAAN BALITKABI NGALE, NGAWI

IRFAN PASARIBU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dadang, MSc

Judul Tesis: Keanekaragaman parasitoid pada tanaman kedelai dengan beberapa
teknik pengendalian di kebun percobaan BALITKABI Ngale, Ngawi
Nama


: Irfan Pasaribu

NIM

: A351130051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

��

9�

Dr Ir Nina Maryana, MSi

Dr Ir Pumama Hidayat, MSc

Ketua


Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Entomologi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 3 Februari 2016

TanggalLulus:

2 8 APR 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Keanekaragaman
parasitoid hama pada tanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama
di Kebun Percobaan BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nina Maryana, MSi dan Dr Ir
Purnama Hidayat, MSc selaku komisi pembimbing yang memberi motivasi,
bimbingan, masukan dan saran dalam karya ilmiah ini, terimakasih juga kepada Prof
Dr Ir Dadang, MSc sebagai dosen luar komisi dan Dr Ir Pudjianto, Msi sebagai ketua
Program Studi Entomologi. Selain itu, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada
Staf Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Ngale yang telah banyak
membantu selama penelitian di Kebun Percobaan Ngale, Ngawi, Jawa Timur. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda R. Pasaribu, ibunda R. Ginting,
kakanda Pranco Pasaribu, Serry U. Sembiring, adinda Trisaputra Pasaribu, M. Hendra
Pasaribu dan Irna M.J. Pasaribu atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Aisyah, Ibu Atiek, anggota Laboratorium
Biosistematika serangga Harleni, Ciptadi, Heri, Mbak Hafsah, Mbak Yani, Mbak Dika,
Nia, Herni dan teman-teman Entomologi 2013 Ichsan, Ihsan, Aldilla, Laila, Badrus
dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah
membantu dan mendukung penulis dalam menyusun karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016
Irfan Pasaribu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Produksi Kedelai
Hama-hama Penting Tanaman Kedelai
Serangga Parasitoid
Pengendalian Hama

3
4
4
7
8

METODE
Tempat dan Waktu
Metode
Persiapan Lahan
Penanaman
Perlakuan
Pengamatan
Identifikasi
Analisis Data
HASIL
Spesies Hymenoptera Parasitoid yang Dikoleksi Selama Penelitian
Jumlah Individu dan Jumlah Spesies Parasitoid yang Dikoleksi pada
Masing-masing Perlakuan
Keanekaragaman dan Kelimpahan Spesies Hymenoptera Parasitoid

10
10
10
11
11
12
12
13
14
17
18

PEMBAHASAN

21

SIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26

DAFTAR TABEL
1

Hama penting dan fase serangannya selama pertumbuhan tanaman
kedelai
2 Parasitoid hama penting pada tanaman kedelai
3 Perlakuan pengendalian hama
4 Parasitoid yang diperoleh dari hasil pemeliharaan pradewasa
serangga inang
5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan
jaring serangga)
6 Jumlah individu dan spesies parasitoid pada setiap famili dari Ordo
Hymenoptera dan Diptera (koleksi menggunakan jaring serangga)
7 Jumlah dan persentase spesies dan individu famili dari Ordo
Hymenoptera (koleksi menggunakan jaring serangga)
8 Karakteristik komunitas pada masing-masing perlakuan
9 Nilai rataan jumlah individu pada masing-masing perlakuan setiap
minggu pengamatan
10 Nilai rataan jumlah spesies pada masing-masing perlakuan setiap
minggu pengamatan

5
8
11
14
15
17
18
19
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Fase pertumbuhan tanaman kedelai
Skema rancangan percobaan dengan 3 perlakuan 5 ulangan
Skema lima unit contoh dalam satu petak pengamatan serangga hama

4
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Penggunaan terpal plastik yang berfungsi sebagai border pada saat
aplikasi pestisida
Metode dengan menggunakan jaring serangga
Parasitoid Famili Aphelinidae
Parasitoid Famili Braconidae
Parasitoid Famili Ceraphronidae
Parasitoid Famili Chalchididae
Parasitoid Famili Diapriidae
Parasitoid Famili Elasmidae
Parasitoid Famili Encyrtidae
Parasitoid Famili Eucoilidae
Parasitoid Famili Eulophidae
Parasitoid Famili Eurytomidae
Parasitoid Famili Icneumonidae
Parasitoid Famili Phoridae
Parasitoid Famili Mymaridae
Parasitoid Famili Platygastridae
Parasitoid Famili Pteromalidae
Parasitoid Famili Sarcophagidae
Parasitoid Famili Scelionidae
Parasitoid Famili Trichogrammatidae
Pemeliharaan serangga inang terparasit
Caloptilia azaleella
Anova nilai rataan untuk ulangan, perlakuan dan umur tanaman
Jumlah spesies dan individu parasitoid pada masing-masing petak
pengamatan
Persentase kelimpahan parasitoid
Keanekaragaman parasitoid pada masing-masing perlakuan
Kemerataan parasitoid pada masing-masing perlakuan
Hama-hama penting pada lahan pengamatan
Populasi hama utama kedelai berdasarkan metode pengamatan
langsung
Populasi hama utama tanaman kedelai pada umur 1-10 MST

30
30
31
31
31
32
32
32
33
33
34
34
35
35
35
36
36
36
37
37
38
39
39
40
43
45
46
47
48
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan salah satu komoditas tanaman
yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena termasuk ke dalam daftar
komoditas pangan. Permintaan kedelai untuk perindustrian dan konsumsi
masyarakat terus meningkat, akan tetapi produksi kedelai mengalami penurunan.
Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman kedelai
adalah faktor penghambat dalam budi daya tanaman kedelai yakni hama dan
patogen yang menyerang tanaman kedelai.
Ada lima strategi penting yang harus dilaksanakan untuk menjamin
keberhasilan peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu perbaikan harga jual,
pemanfaatan potensi lahan, intensifikasi pertanaman, perbaikan proses produksi
dan konsistensi program (Subandi 2007). Strategi yang lebih ditekankan adalah
bagaimana memanfaatkan potensi lahan yang ada karena Indonesia termasuk
negara agraris. Diperlukan pula penekanan pada perbaikan proses produksi dengan
beberapa macam strategi budi daya yang menguntungkan dan aman bagi
lingkungan.
Penerapan aplikasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) menjadi sorotan
penting karena dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan lebih sedikit. PHT
lebih menekankan pendekatan kehati-hatian terhadap resiko pestisida bagi
kesehatan dan lingkungan hidup terutama musuh alami (Untung 2004). Namun
pada praktiknya, masih banyak petani Indonesia yang bergantung pada pestisida
sintetik karena beberapa petani merasa aplikasi ini cepat dan tampak hasilnya
terhadap pengurangan populasi hama. Pada kenyataannya banyak dampak yang
ditimbulkan di antaranya resistensi hama, pencemaran lingkungan dan biaya
produksi menjadi lebih tinggi sehingga hasil produksi terkadang tidak seimbang
dengan biaya yang dikeluarkan (Purwanta dan Rauf 2000). Penggunaan pestisida
juga akan berdampak pada keberadaan musuh alami, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Hama merupakan organisme pengganggu yang menimbulkan dampak
ekonomi atau kerugian dan menyebabkan kehilangan hasil. Hama menjadi kendala
dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas bahkan sampai menggagalkan panen (Nonci dan Ladja
2006). Apabila populasi hama terlalu tinggi maka produksi akan semakin menurun.
Kehadiran hama utama merupakan hal yang paling diantisipasi karena akan
menimbulkan kerugian. Keberadaan serangga hama dan tingkat serangannya
ditentukan dari pola tanam dan fase tanaman, terkadang pada setiap fase tanaman,
hama yang ditemukan berbeda. Hama-hama perusak daun dan penggerek polong
pada tanaman kedelai menyebabkan penurunan produksi. Hama utama pada
tanaman kedelai antara lain lalat bibit Ophiomya phaseoli (Tryon) (Diptera:
Agromyzidae), ulat grayak Spodoptera litura (F) (Lepidoptera: Noctuidae), ulat
pemakan polong Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae), hama
pengisap polong Riptortus linearis (F) (Hemiptera: Alydidae), dan penggerek
polong Etiella zinckenella Tr. (Lepidoptera: Pyralidae) (Puslitbangtan 2007).

2
Beberapa tahun terakhir ini pengendalian terhadap hama juga ditekankan
pada keberadaan musuh alami, baik predator maupun parasitoid. Salah satu bentuk
pengendalian hayati yang saat ini mulai banyak diteliti, dikembangkan dan
diterapkan baik di Indonesia maupun di luar negeri adalah pemanfaatan parasitoid
sebagai musuh alami serangga hama. Serangga parasitodi ini kadang perlu
diintroduksi ke lahan pertanian untuk mengendalikan serangan hama (Ariedhinata
2006). Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai spesies dan jumlah
parasitoid yang ada di lahan pertanaman kedelai, sehingga bisa digunakan sebagai
informasi penting untuk pengendalian hama-hama kedelai.
Informasi jenis dan jumlah parasitoid pada pertanaman kedelai akan menjadi
masukan yang baik untuk strategi pengendalian, terutama dalam konsep
pengendalian hama terpadu. Informasi keanekaragaman ini akan menjadi dasar
dalam merancang bagaimana cara pengendalian yang baik dan waktu yang tepat
untuk pengendalian hama utama pertanaman kedelai. Selain itu, informasi dasar
tersebut dapat menjadi acuan bagaimana dampak pengendalian dengan
menggunakan pestisida terhadap keberadaan parasitoid. Penggunaan pestisida juga
akan mempengaruhi keberadaan parasitoid, sehingga diperlukan informasi
bagaimana dampak penggunaan pestisida dengan jenis dan jadwal aplikasi yang
berbeda terhadap keberadaan parasitoid.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis parasitoid
yang ada di lahan pertanaman kedelai dengan beberapa teknik pengendalian hama.
Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh faktor umur tanaman terhadap jumlah
spesies dan jumlah individu parasitoid yang berada di lahan pertanaman.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak
2500 tahun SM. Sejalan dengan perkembangan perdagangan internasional, tanaman
kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara termasuk Indonesia (Sugeng 2001).
Sumarno (1991) menyatakan bahwa awal mula penyebaran dan pembudidayaan
kedelai yakni di Pulau Jawa kemudian berkembang ke beberapa pulau lainnya. Pada
awalnya kedelai dikenal dengan nama Glycine soja dan Soja max. Namun pada
tahun 1948 telah disepakati bahwa nama ilmiah yang diterima dalam penamaan
ilmiah kedelai adalah Glycine max (L.) Merill dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida (dikotil)
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max (L.) Merill
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak berbentuk semak dan merupakan
tanaman semusim. Morfologinya didukung oleh komponen utama yakni akar,
batang, daun, polong dan biji sehingga pertumbuhannya optimal. Tanaman kedelai
mempunyai dua bentuk daun yang dominan yakni fase kotiledon pada saat tanaman
masih berkecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga.
Bentuk daun secara umum bulat oval dan lancip yang dipengaruhi oleh faktor
genetik. Umumnya daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya
bervariasi. Varietas yang jarang memiliki bulu-bulu halus pada daunnya yaitu
Wilis, Dieng, Anjasmoro dan Mahameru.
Banyak atau sedikitnya bulu pada daun kedelai berkaitan dengan tingkat
toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek
polong sangat jarang menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan kedelai berbiji besar
mirip kedelai impor. Varietas unggul kedelai berbiji besar tersebut antara lain
adalah Anjasmoro, Burangrang, Bromo dan Argomulyo (Balitbangtan 2008).
Tanaman kedelai memiliki fase vegetatif dan reproduktif (Gambar 1). Fase
vegetatif mulai dari tanaman lepas dari kecambah hingga pada saat muncul kuncup
bunga, sedangkan fase reproduktif adalah saat pembentukan bunga hingga
pemasakan polong. Sebagian besar jenis kedelai di Indonesia mengalami
pembungaan pada umur 5-7 minggu setelah tanam. Polong kedelai pertama kali
terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Kecepatan
pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses
pembentukan bunga berhenti. Pada fase ini, tanaman kedelai rentan terhadap
serangan hama penggerek atau perusak polong (Marwoto 1999).

4

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman kedelai; VE-VC fase perkecambahan; V1V3 fase vegetatif; R1-R8 fase reproduktif (sumber: McWilliams et al.
1999)

Produksi Kedelai
Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 780.16 ribu ton biji kering atau
mengalami penurunan sebesar 62.99 ribu ton (7.47%) dibandingkan tahun 2012.
Penurunan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 81.69 ribu ton.
Sebaliknya, produksi mengalami peningkatan sebesar 18.70 ribu ton di luar Pulau
Jawa. Penurunan produksi kedelai terjadi karena penurunan produktivitas sebesar
0.69 kuintal/hektar (4.65%) dan penurunan luas panen seluas 16.83 ribu hektar
(2.96%). Penurunan produksi kedelai tahun 2013 yang relatif besar terjadi di
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan diikuti oleh Sumatera Selatan (BPS 2014).
Kebutuhan kedelai di Indonesia lebih besar daripada angka produksi tersebut,
sehingga Indonesia harus mengimpor dari negara lain.

Hama-hama Penting Tanaman Kedelai
Di Indonesia telah diidentifikasi lebih dari 100 jenis hama potensial, 16 jenis
di antaranya merupakan hama penting yang dapat menyerang tanaman mulai dari
saat tumbuh, tanaman muda, bagian daun, polong muda, dan polong tua. Tanaman
kedelai sejak awal tumbuh sampai panen tidak luput dari ancaman serangan hama
(Ampnir 2011). Menurut Marwoto dan Indiati (2009), hama penting yang
menimbulkan dampak merugikan pada awal masa tanam kedelai adalah lalat bibit
Ophiomya phaseoli dan ulat tanah Agrotis sp. (Lepidoptera: Noctuidae). Hama
pemakan daun yaitu Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcites (Lepidoptera:
Noctuidae), Lamprosema indicata (Lepidoptera: Pyralidae), kumbang daun
Phaedonia inclusa (Coleoptera: Chrysomelidae), pengisap daun Aphis glycines
(Hemiptera: Aphididae) dan Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae). Hama
perusak polong meliputi penggerek polong Helicoverpa sp. dan Etiella spp. Hama
pengisap polong meliputi Riptortus linearis, Nezara viridula (Hemiptera:
Pentatomidae) dan Piezodorus hybneri (Hemiptera: Pentatomidae).
Marwoto (2007) memetakan beberapa hama yang kurang membahayakan
sampai yang sangat membahayakan pada berbagai umur kedelai (Tabel 1). Lebih
lanjut Marwoto et al. (1999) menjelaskan hama yang biasa ditemukan pada
tanaman kedelai muda hingga berumur 2 minggu yaitu lalat bibit, lalat batang, dan

5
Tabel 1 Hama penting dan fase serangannya selama pertumbuhan tanaman kedelai
Jenis hama

Penyerangan tanaman pada berbagai umur (hari)
70

Piezodorus hybneri
+++
+++
++
+ kurang membahayakan, ++ membahayakan, +++ sangat membahayakan. Sumber: Marwoto
(2007)

lalat pucuk. Hama yang ditemukan pada fase vegetatif yaitu kutu daun, kumbang
daun, ulat grayak, ulat jengkal, ulat penggulung daun dan ulat pemakan polong.
Hama yang ditemukan pada fase generatif yaitu kepik polong, kepik hijau dan
penggerek polong kedelai. Hama pada fase vegetatif seperti ulat jengkal ditemukan
juga ketika tanaman kedelai berada pada fase generatif namun intensitas
serangannya lebih ringan.
Lalat bibit (O. phaseoli) dapat dikenali dengan ciri-ciri tubuh kecil berukuran
sekitar 1.9 - 2.2 mm dan berwarna hitam mengkilat. Kerusakan akibat serangan lalat
bibit ditandai oleh adanya bintik-bintik putih pada keping biji, daun pertama atau
ke-dua. Bintik-bintik tersebut adalah bekas tusukan ovipositor dari lalat bibit betina
(Jadmiko et al. 2005). Betina dewasa meletakkan telur sejak tanaman kedelai
muncul di atas permukaan tanah. Telur diletakkan secara terpisah dalam lubang
pada kotiledon atau pangkal helai daun pertama dan ke-dua. Larva berbentuk
ramping panjang maksimal 3.75 mm dan lebar 0.15 mm (Samosir 2012). Larva
memakan keping biji dan mengorok daun hingga menuju ke pangkal batang,
korokan melengkung berwarna cokelat pada daun pertama dan kotiledon. Pupa
terbentuk di bawah epidermis kulit pangkal batang atau pangkal akar. Siklus hidup
lalat ini berkisar antara 17-26 hari. Gerekan larva lalat bibit menyebabkan tanaman
menjadi layu dan kering hingga mati karena akarnya tidak dapat berfungsi dengan
semestinya (Jadmiko et al. 2005).
Serangan Aphis sp. pada tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman
kerdil. Hama ini juga bertindak sebagai vektor beberapa virus. Hama ini menyerang

6
tanaman pada fase vegetatif maupun fase generatif. Kutudaun biasa bergerombol di
bawah permukaan daun (Samosir 2012).
Kutu kebul (B. tabaci) merupakan hama pengisap daun, gejala yang
ditimbulkan adalah berupa bercak neurotik akibat rusaknya sel-sel dan jaringan
daun (Jadmiko et al. 2005). Hama ini menghasilkan embun madu yang dapat
menjadi media tumbuhnya cendawan embun jelaga, sehingga tanaman sering
tampak berwarna hitam. Telur berbentuk lonjong dan diletakkan di bawah
permukaan daun tepatnya di daun bagian atas (pucuk). Serangga betina lebih suka
meletakkan telur di daun yang sudah terserang patogen dibanding daun sehat.
Stadium telur sekitar 5.8 hari (Samosir 2012). Nimfa terdiri atas tiga instar, tubuh
imago berukuran kecil antara 1-1.5 mm berwarna putih dengan sayap jernih ditutupi
oleh lilin seperti tepung. Imago biasanya berkelompok pada bagian permukaan
bawah daun dan bila tersentuh akan beterbangan. Jadmiko et al. (2005) menjelaskan
bahwa keberadaan hama ini sebaiknya diantisipasi dari awal masa tanam.
P. inclusa berwarna hitam mengilap dengan bagian kepala dan tepi sayap
depan berwarna kecokelatan. Kumbang dewasa aktif pada pagi dan sore hari,
sedangkan pada siang hari bersembunyi di celah-celah tanah. Kumbang dewasa
memakan daun, pucuk tanaman, bunga dan polong. Bila tanaman tersentuh,
kumbang akan menjatuhkan diri dan pura-pura mati. Selain Phaedonia sp. yang
menjadi hama kedelai dari kelompok Coleoptera adalah Lema sp. Kumbang ini
memakan daun muda atau pucuk daun.
Hendrival et al. (2013) menjelaskan bahwa S. litura mulai menyerang pada
fase vegetatif hingga pengisian biji. Hama ini aktif makan pada malam hari,
meninggalkan epidermis atas dan tulang daun, sehingga daun yang terserang hama
ini dari jauh terlihat berwarna putih. Kerusakan daun pada saat pembungaan awal,
dapat menyebabkan bunga banyak yang gugur sehingga jumlah polong dan biji
yang terbentuk menjadi berkurang. Selain menyerang daun, larva instar akhir juga
memakan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun tua, tulangtulang daun akan tersisa. Panjang tubuh ulat bisa mencapai 50 mm, dan pupa
terbentuk di dalam tanah. Setelah 9-10 hari, pupa akan berubah menjadi ngengat.
C. chalcites menyerang tanaman pada fase larva, hama ini memakan daun
dari arah pinggir. Serangan berat pada daun menyebabkan hanya tulang-tulang daun
saja yang tersisa dan keadaan ini biasanya terjadi pada fase pengisian polong (Soe
2011).
Omiodes sp. (Lepidoptera: Crambidae) membentuk gulungan daun dengan
merekatkan daun yang satu dengan yang lainnya dari sisi dalam dengan zat perekat
yang dihasilkannya. Larva hama ini hidup di antara daun yang direkatkan dan
memakan daun hingga yang tersisa tulang daun saja. Serangan hama ini terlihat
dengan adanya daun-daun yang menggulung menjadi satu, bila dibuka akan
dijumpai ulat yang berwarna cokelat kehitaman (Soe 2011).
Larva instar awal Helicoverpa sp. memakan jaringan daun, sedangkan ulat
instar yang lebih tua sering dijumpai makan bunga, polong muda dan biji. Cara khas
makan ulat ini adalah kepala dan sebagian tubuhnya masuk ke dalam polong. Selain
makan polong, larva instar awal juga memakan daun dan bunga (Baliadi dan
Tengkano 2008). Marwoto (2007) menyebutkan bahwa pola investasi hama ini
mulai 7 hari setelah tanam (HST) hingga masuk fase pematangan polong.
Kelompok serangga kepik mulai menyerang tanaman kedelai pada umur
sekitar 35 HST hingga masuk masa panen (Marwoto 2007). Kepik R. linearis

7
mengisap cairan polong dan biji dengan cara menusukkan stilet pada kulit polong
dan biji kemudian mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi pada fase
pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempis,
kemudian mengering dan polong gugur.
Kepik N. viridula dan Piezodorus sp. menjadi hama yang merusak dan
mengganggu perkembangan polong kedelai. N. viridula pada pagi hari biasanya
berada di permukaan daun bagian atas, tetapi pada siang hari akan turun ke bagian
polong untuk makan dan berteduh. Kepik muda dan tua merusak polong dan biji
dengan menusukkan stiletnya pada kulit polong hingga ke biji kemudian mengisap
cairan biji. Kerusakan oleh kepik hijau ini dapat menyebabkan penurunan hasil dan
kualitas biji. Kepik Piezodorus sp. muda dan tua merusak dengan cara menusuk
polong dan biji serta mengisap cairan biji pada semua fase pertumbuhan polong dan
biji. Kerusakan serangan serangga ini menyebabkan penurunan hasil dan kualitas
biji (Molina dan Trumper 2012).
Penggerek polong kedelai (Etiella sp.) merupakan salah satu hama utama
tanaman kedelai di Indonesia dengan daerah penyebaran yang sangat luas. Tanda
serangannya berupa lubang gerek berbentuk bundar pada kulit polong (Baliadi et
al. 2008).

Serangga Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang memarasit atau hidup dan berkembang
dengan menumpang pada serangga lain yang disebut inang. Parasitoid ada yang
berkembang di dalam tubuh inang disebut endoparasitoid, dan ada yang
berkembang di luar tubuh inang atau ektoparasitoid. Inang yang diparasit dapat
berupa telur, larva, nimfa, pupa atau imago serangga hama (Korlina 2011). Dang et
al. (2011) menuliskan beberapa parasitoid hama penting pada tanaman kedelai yang
berasal dari Ordo Hymenoptera (Tabel 2).
Parasitoid pupa yang ditemukan pada S. litura adalah Diadromus collaris
(Hym: Ichneumonidae) sedangkan parasitoid larva yang ditemukan adalah
Microplitis prodeniae dan Charops bicolor (Tabel 2). M. prodeniae cenderung
memarasit larva instar 1 sampai instar 4 sedangkan C. bicolor cenderung menyukai
larva instar 4 dan 5. Parasitoid larva L. indicata pada pertanaman kedelai adalah
Apanteles sp. dengan tingkat parasitasi hampir mencapai 50% (Dang et al. 2011).
Parasitoid dari E. zinckenella adalah famili Braconidae (Dang et al. 2011).
Menurut Baliadi et al. (2008), parasitoid Etiella spp. yang berpotensi tinggi adalah
Trichogramma bactrae-bactrae
Nagaraja dan T. chilonis (Hymenoptera:
Trichogrammatidae). Parasitoid penggerek polong adalah Antrocephalus sp.
(Hymenoptera: Chalcididae), Temelucha sp., T. etiellae (Hymenoptera:
Ichneumonidae), Trathala sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Trichogramma
sp. (Tengkano 2009). Parasitod yang memarasit telur R. linearis adalah Anastatus
dasyni (Hymenoptera: Eupelmidae) (Hamid 2012).
Parasitoid yang ditemukan pada B. tabaci dari Ordo Hymenoptera famili
Aphelinidae adalah Encarsia formosa Gahan, E. lutea, Eretmocerus orientalis, E.
mundus dan E. hahiemani (MAF 2009; Wagiman et al. 2009). Menurut Tengkano
(2009), parasitoid hama daun berasal dari Famili Braconidae, Ichneumonidae,
Aphelinidae, Chalcididae, Elasmidae dan Tachinidae

8
Tabel 2 Parasitoid hama penting pada tanaman kedelai
Inang

Fase inang yang
diparasit

Omiodes indicata

L2-L3

Etiella zinckenella

L2-L4

O. indicata

L2-L4

Helicoverpa assulta

L3-L4

H. armigera

L3-L4

Plusia eriosoma

L3-L4

Microplitis manilae Ashmead

Spodoptera litura

L2-L4

Microplitis pallidipes Szepligeti

S. litura

L2-L4

Microplitis prodeniae Rao dan Kurian

S. litura

L1-L4

Therophilus javanus (Bhat dan Gupta)
Therophilus marucae Van Achterberg dan
Long
Ichneumonidae

Maruca vitrata

L2-L3

M. vitrata

L2-L3

Charops bicolor (Szepligeti)

S. litura

L4-L5

M. vitrata

L2-L4

O. indicata
E. zinckenella

L2-L4
L2-L4

Xanthopimpla punctata (Fabricius)

O. indicata

Pupa

Xanthopimpla flavolineata Cameron

O. indicata

Pupa

Telenomus cereus Le

Piezodorus hybneri

Telur

Telenomus subitus Le

P. hybneri

Telur

O. indicata

Pupa

Parasitoid
Braconidae
Apanteles hanoii Tobias dan Long
Chelonus munatakae Matsumura
Cotesia ruficrus (Haliday)

Trathala flavoorbitalis (Cameron)

Scelionidae

Chalcididae
Brachymeria secundara Fabricus

Brachymeria sp.
O. indicata
Pupa
Ket: L2= larva instar 2, L3= larva instar 3, L4= larva instar 4. Sumber: Dang et al. (2011)

Pengendalian Hama
Hama pemakan daun merupakan kelompok yang paling penting untuk
dikendalikan karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80%, bahkan
tanaman mengalami puso jika keberadaan hama tidak dikendalikan (Marwoto dan
Suharsono 2008). Pengendalian hama menjadi solusi terhadap penurunan hasil
pertanian. Pengendalian Hama Terpadu adalah suatu pendekatan atau cara
pengendalian hama dan patogen yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan. Teknik pengendalian hama yang banyak dipakai saat
ini adalah penggunaan insektisida (Effendi 2009). Oleh karena itu, insektisida
sintetik tampaknya masih diperlukan dengan penggunaan yang dibatasi. Strategi
pengendalian yang dicari adalah strategi yang mendukung secara kompatibel semua

9
metode pengendalian hama dan patogen yang didasarkan pada prinsip ekologi dan
ekonomi (Marwoto 2007).
Ada beberapa teknik pengendalian yang dapat digunakan yakni, menanam
tanaman jagung sebagai tanaman perangkap, pengendalian hayati menggunakan
agens hayati berupa patogen serangga dan musuh alami. Salah satu patogen
serangga yang banyak digunakan adalah SlNPV (Spodoptera litura nuclearpolyhedrosis virus). SlNPV merupakan salah satu agens hayati yang telah berhasil
dikembangkan sebagai bioinsektisida (Arifin 2012). Prinsip yang diterapkan antara
lain, budi daya tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan ekosistem
secara terpadu dan petani yang berperan aktif dalam pelaksanaan pengendalian
ramah lingkungan.
Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen serangga
merupakan faktor pengendali hama penting yang perlu dilestarikan dan dikelola,
supaya mampu mengatur populasi hama secara maksimum. Dengan demikian ada
reaksi sinergis antara tanaman sehat dan musuh alami dalam menekan populasi
hama. Petani harus melakukan pemantauan ekosistem pertanaman secara intensif.
Hasil pemantauan ini yang akan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk
pengendalian hama.

10

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kedelai Kebun Percobaan
BALITKABI Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi serangga
dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian
dilakukan dari Juni 2014 sampai Juni 2015.

Metode
Persiapan Lahan
Persiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah. Lahan yang akan
digunakan disemprot dengan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida 1.5 l/ha.
Beberapa hari kemudian, dilakukan pembakaran sisa-sisa jerami kering di atas
lahan. Pematang sawah diratakan dan dilakukan pembuatan plot sesuai rancangan
yang digunakan.
Lahan yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 70 m x 50 m. Lahan
dibagi menjadi tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas lima
ulangan (Gambar 2). Setiap petak pengamatan berukuran 20 m x 7.5 m atau dengan
luas 150 m2. Terdapat lima unit contoh di dalam petak pengamatan yang berukuran
1 x 1 m (Gambar 3).

Gambar 2 Skema rancangan percobaan dengan 3 perlakuan 5 ulangan; P-C
perlakuan pengendalian campuran, P-K perlakuan pengendalian kimia
berbasis kalender dan P-P perlakuan pengendalian kimia berdasarkan
pemantauan (monitoring) sesuai cara petani setempat
Pada setiap sisi petak pengamatan dibuat aliran air dengan lebar 20 cm dan
80 cm untuk dua baris tanaman. Sebelum dilakukan penanaman, lahan penelitian
diberi pengairan yang bertujuan agar tanah tidak terlalu kering dan mudah untuk
melakukan penugalan. Pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma
dilakukan sama pada semua perlakuan.

11

7.5 m

20 m

Gambar 3 Skema lima unit contoh dalam satu petak pengamatan serangga hama
Penanaman
Pada penelitian ini digunakan tanaman jagung sebagai tanaman pagar pada
perlakuan pengendalian campuran (P-C). Pada perlakuan kimia berbasis kalender
(P-K) dan perlakuan kimia berdasarkan pemantauan (monitoring) hama seperti
yang dilakukan petani setempat (P-P) tetap menggunakan tanaman kedelai sebagai
tanaman pagar. Benih tanaman pagar ditanam 1 hari lebih awal dari benih kedelai
yang di tanam di petak utama.
Perendaman benih (seed treatment) kedelai dilakukan dengan menggunakan
PGPR untuk perlakuan P-C dan pada perlakuan P-K dan P-P benih dicampurkan
dengan pestisida berbahan aktif karbosulfan 50 g/kg benih. Benih kedelai yang akan
ditanaman pada petak perlakuan P-C direndam dalam larutan PGPR selama 15-20
menit dengan mencampurkan 50 g PGPR + 5 liter air bersih, kemudian benih siap
ditanam. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat memakai tugal
dengan kedalaman antara 3-5 cm. Setiap lubang tanam diletakkan sebanyak 3-4 biji.
Jarak tanam tanaman kedelai pada petak pengamatan adalah 15 cm x 30 cm.
Perlakuan
Penelitian ini dilakukan pada lahan dengan tiga perlakuan teknik
pengendalian hama berdasarkan aplikasi pestisida. Perlakuan yang diberikan yakni
lahan dengan perlakuan campuran (P-C), perlakuan kimia berbasis kalender (P-K)
dan perlakuan kimia berdasarkan monitoring seperti cara petani setempat (P-P)
(Tabel 3). Pada perlakuan campuran (P-C), pengendalian hama yang digunakan
adalah menggunakan pestisida nabati dan sintetik. Pada perlakuan ini sistem budi
daya yang digunakan juga dilakukan perendaman benih dengan menggunakan
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria), penanaman tanaman pagar
(jagung), pemantauan populasi hama, pengendalian menggunakan pestisida botani
(Mimba), SlNPV dan juga menggunakan pestisida sintetik.
Perlakuan lainnya menggunakan pestisida berbahan aktif karbosulfan 25 g/kg
benih untuk perlakuan benih. Perbedaan antara ketiga perlakuan ada pada jadwal
aplikasi pestisida, jenis pestisida yang digunakan dan sistem budi daya tanaman
(Tabel 3). Penyiangan gulma dan pengairan dilakukan bersamaan untuk semua
petak pengamatan, begitu pula untuk pemupukan menggunakan pupuk yang sama
dan diberikan pada waktu yang sama.
Sistem pengendalian hama yang dilakukan oleh petani setempat dicatat
sebagai acuan untuk diaplikasikan pada lahan perlakuan petani. Pada saat aplikasi
pestisida, dilakukan border pada setiap petak ulangan menggunakan terpal plastik
sebagai pembatas, hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi semprotan
masuk ke petak lainnya (Lampiran 1).

12
Tabel 3 Perlakuan pengendalian hama
Perlakuan insektisida
Perlakuan insektisida
sintetis berbasis
sintetis berbasis
Perlakuan
kalender
monitoring / petani
(P-K)
(P-P)
Herbisida
Parakuat diklorida 1.5 Parakuat diklorida 1.5 Parakuat diklorida 1.5
l/ha
l/ha
l/ha
PGPR
50
g
+
5
l
air
Karbosulfan
25
g/
kg
Karbosulfan 25 g/ kg
Perlakuan benih
bersih
benih
benih
Tanaman pagar
Tanaman jagung
Tanaman kedelai
Tanaman kedelai
Jadwal aplikasi
Setiap satu minggu
Setiap dua minggu
Tidak dijadwalkan,
insektisida
satu kali a
satu kali b
tergantung kebutuhanc
Penyemprotan
Pada umur tanaman 7 Pada umur tanaman 7
Pada umur tanaman 7
insektisida sintetis
MSTd, 8 MSTd dan 9
MSTd, 8 MSTd dan 9
MSTd, 8 MSTd dan 9
e
e
secara bersamaan
MST
MST
MSTe
a
Penyemprotan dengan menggunakan 5 ml/l ekstrak mimba + 100 g/ha SlNPV dengan VS (volume
semprot) 4.5 l/petak; b Penyemprotan dengan menggunakan fipronil pada dosis 1.5 l/ha dengan VS:
4.5 l/petak; c Penyemprotan dengan menggunakan klorfluazuron pada dosis 1.5 l/ha dengan VS: 4.5
l/petak; d Penyemprotan dengan menggunakan imidakloprid pada dosis 1 l/ha; e Penyemprotan
dengan menggunakan deltametrin pada dosis 1 l/ha + fipronil pada dosis 1.5 l/ha.
Perlakuan campuran
(P-C)

Aplikasi penyemprotan pestisida pada perlakuan P-C dan P-K dimulai pada
saat tanaman berumur 2 MST, sedangkan pada perlakuan P-P pada umur 3 MST.
Penyemprotan selanjutnya dilakukan sesuai jadwal, untuk perlakuan P-C dilakukan
setiap satu minggu dan perlakuan P-K setiap dua minggu. Penyemprotan pada
perlakuan P-P disesuaikan dengan keberadaan hama pada petak pengamatan
(monitoring). Jadwal aplikasi pestisida untuk ketiga perlakuan berbeda, akan tetapi
ada beberapa hari jadwal aplikasi dilakukan secara bersama (Tabel 3).
Pengamatan
Pengamatan parasitoid dilakukan dengan metode pemeliharaan inang yang
diduga terparasit dan dengan menggunakan jaring serangga. Inang berupa hama
utama yang diduga terparasit pada petak pengamatan kemudian dipelihara untuk
dilihat jenis parasitoidnya dan dihitung jumlah parasitoid yang keluar. Parasitoid
yang keluar dari inangnya disimpan di dalam botol spesimen untuk diidentifikasi di
laboratorium.
Penjaringan dilakukan secara diagonal di lima petak unit contoh di dalam
setiap petak ulangan dan dilakukan sepuluh kali ayunan tunggal pada masingmasing petak unit contoh (Lampiran 2). Penjaringan dilakukan pada setiap ulangan.
Pengamatan dilakukan dalam satu musim tanam dan penghitungan jumlah populasi
serangga dilakukan dengan interval 7 hari atau 1 minggu, dimulai pada saat 1
hingga 10 MST. Serangga parasitoid hasil tangkapan menggunakan jaring serangga
disimpan di dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70%.

Identifikasi
Serangga parasitoid hasil koleksi dari lapangan diidentifikasi di laboratorium.
Identifikasi dilakukan sampai tingkat spesies. Identifikasi dilakukan dengan

13
menggunakan beberapa acuan yaitu Kalshoven (1981), Borror et al. (1992), Goulet
dan Huber (1993), dan Gate et al. (2002).

Analisis Data
Data hasil identifikasi digabungkan pada satu tabel dengan program Ms.
Excel. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK). Data diuji dengan uji Anova dan uji Duncan sebagai uji lanjut. Perbedaan
yang dilihat adalah jumlah spesies dan jumlah individu parasitoid yang diperoleh
selama pengamatan. Keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks
keanekaragaman Shannon – Wiener (1949),
H’ = –Σ Pi ln Pi
Pi = S / N
S = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah semua individu
Kemerataan spesies dihitung dengan menggunakan rumus indeks
kemerataan (Pielou 1966),
e = H’/ ln S
H’= indeks keanekaragaman Shanon – Wiener
S = jumlah spesies
Kekayaan jenis spesies digunakan rumus indeks Margalef (Margalef 1958),
R = (S – 1) / ln N
S = jumlah spesies
N = jumlah semua individu

14

HASIL
Spesies Hymenoptera Parasitoid yang Dikoleksi Selama Penelitian
Serangga parasitoid hama kedelai yang berhasil diperoleh dari penelitian ini
lebih dari 50 spesies (Lampiran 3 - Lampiran20). Hasil koleksi parasitoid dengan
menggunakan jaring serangga lebih banyak daripada pemeliharaan serangga inang
yang diduga terparasit.
Parasitoid yang keluar dari tubuh serangga inang dari metode pemeliharaan
ada sebanyak 17 spesies dan salah satunya merupakan hyperparasitoid (Tabel 4).
Parasitoid yang diperoleh dengan menggunakan jaring serangga berjumlah 55
spesies dari 16 famili Ordo Hymenoptera dan dua spesies dari dua famili Ordo
Diptera (Tabel 5). Pemeliharaan dilakukan di dalam cawan petri dan diamati
dengan menggunakan mikroskop stereo untuk melihat parasitoid yang berhasil
keluar dari tubuh inang (Lampiran 21). Famili parasitoid paling dominan adalah
Eulophidae. Parasitoid yang sering didapatkan adalah Sympiesis dolichogaster
Ashmead yang memarasit fase larva Caloptilia azaleella (Brants) (Lampiran 22).
Tabel 4

Parasitoid yang diperoleh dari hasil pemeliharaan pradewasa serangga
inang
Parasitoid

Famili

Serangga inang
Genus/ spesies

Genus/ spesies

Apanteles sp.

Spodoptera litura (F)

Apanteles taragamae Viereck

Maruca vitrata (Geyer)

Baeognatha javana Bhat dan Gupta

Etiella zinckenella (Treitschke)

Bracon sp.
Microplitis manilae Ashmead

S. litura
S. litura

Ceraphronidae

Ceraphron sp.

Lamprosema indicata F.

Chalcididae

Brachymeria excarinata (Gahan)

S. litura

Elasmidae

Elasmus bellicaput Girault

L. indicata

Elasmus sp.

L. indicata

Encyrtidae

Copidosoma floridinum (Ashmead)

Chrysodeixis chalcites (Esper)

Eulophidae

Chrysocharis sp.

S. litura

Eulophus sp.

L. indicata

Pnigalio sp.

S. litura

Stenomesius sp.

Caloptilia azaleella (Brants)

Sympiesis dolichogaster Ashmead

C. azaleella

Pteromalus sp.

C. azaleella

Braconidae

Pteromalidae

Hyperparasitoid
Eurytomidae

Eurytoma sp.

Serangga inang
Braconidae yang memarasit
S. litura

15
Tabel 5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan
jaring serangga)
Serangga inanga

Parasitoid
Famili
Aphelinidae

Braconidae

Ceraphronidae

Chalcididae
Diapriidae

Genus/ spesies
Aphytis sp.

Genus/ spesies
HYMENOPTERA
Aphis sp.

Ordo: Famili
Hem: Aphididae

Encarsia formosa Gahan

Bemisia tabaci (Genn)

Hem: Aleyrodidae

Encarsia sp.

B. tabaci

Hem: Aleyrodidae

Apanteles flavipes

Plathypena scabra

Lep: Noctuidae

Apanteles taragamae
Viereck
Apanteles xantostigma

Maruca vitrata

Lep: Crambidae

S. litura

Lep: Noctuidae

Baeognatha javana Bhat
dan Gupta
Bracon sp.

Etiella zinckenella

Lep: Pyralidae

S. litura

Lep: Noctuidae

Lysiphlebus testaceipes

Aphis sp.

Hem: Aphididae

Microplitis manilae

S. litura

Lep: Noctuidae

Aphanogmus fijiensis
(Ferriere)
Ceraphron sp.
Brachymeria carinata
(Gahan)
Trichopria sp.

Lep: Pyralidae
Lamprosema indicata

Lep: Pyralidae

S. litura

Lep: Noctuidae
Diptera

Polypeza sp.
Elasmidae

Elasmus bellicaput

L. indicata

Lep: Pyralidae

Encyrtidae

Copidosoma agrotis

Agrotis ipsilon

Lep: Noctuidae

Copidosoma floridinum
(Ashmed)

Chrysodeixis chalcites
(Esper)
S. litura

Lep: Noctuidae

Copidosoma sp.
Ooencyrtus erionotae

Eucoilidae

Gronotoma micromorpha
(Perkins)
Gronotoma sp.

Lep: Noctuidae
Lepidoptera

Riptortus linearis L.

Hem: Alydidae

Piezodorus hybneri
(Gmelin)
Nezara viridula L.

Hem: Pentatomidae

Liriomyza huidobrensis

Dip: Agromyzidae

L. huidobrensis

Dip: Agromyzidae

Hem: Pentatomidae

Kleidotoma sp.
Leptopilina sp.
Eulophidae

Baryscapus sp.
Chrysocharis sp.

Lepidoptera
L. huidobrensis

Dip: Agromyzidae
Lep: Gracillariidae

Cirrospilus sp.

Caloptilia sp.

Lep: Gracillariidae

Eulophus sp.

Caloptilia sp.

Lep: Gracillariidae

S. litura

Lep: Noctuidae

L. huidobrensis

Dip: Agromyzidae

Neochrysocharis formosa
a

Penetapan inang berdasarkan literatur; Dip (Diptera); Hem (Hemiptera); Lep (Lepidoptera)

16
Tabel 5 Spesies parasitoid Hymenoptera dan inangnya (koleksi menggunakan
jaring serangga) (lanjutan)
Serangga inanga

Parasitoid
Famili

Genus/ spesies

Genus/ spesies
Caloptilia sp.

Pnigalio sp.

Lep: Gracillariidae
Lepidoptera

Stenomesius sp.

Tetrastichus sp.
Eurytomidae

Ordo: Famili

Caloptilia sp.

Lep: Gracillariidae

Liriomyza huidobrensis

Dip: Agromyzidae

L. indicata

Lep: Pyralidae

Eurytoma dentata

Diptera

Eurytoma rosae

Diptera

Eurytoma sp.

Diptera

Charops brachypterum
Gupta dan Maheswaray
Anagrus atomus

Spodoptera litura (F)

Lep: Noctuidae

Empoasca sp.

Hem: Cicadellidae

Gonatocerus sp.

Empoasca sp.

Hem: Cicadellidae

Mymar sp.

Empoasca sp.

Hem: Cicadellidae

Platygastridae

Allotropa sp.

Bemisia tabaci (Genn)

Hem: Aleyrodidae

Pteromalidae

Pteromalus sp.
Chrysodeixis chalcites
(Esper)
Laba-laba

Lep: Noctuidae

Scelionidae

Trichomalopsis
apanteloctena
Ceratobaeus sp.
Gryon sp.

Riptortus linearis L.

H