metode pengendalian gulma secara kultur

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap usaha budidaya tanaman selalu mengharapkan produktivitas
semaksimal mungkin akan tetapi banyak kendala yang harus dihadapi oleh para
petani dalam kegiatan budidaya tanaman. Salah satu kendala yaitu kehadiran
organisme pengganggu tanaman. Di dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman Sehat mendefinisikan organisme pengganggu tanaman
sebagai semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian tumbuhan. Organisme pengganggu tanaman terdiri dari 3
golongan yaitu hama, pathogen atau parasite dan gulma. Selama ini pengendalian
OPT hanya difokuskan pada pengendalian hama dan pathogen yang dapat
mengakibatkan kerusakan parah secara langsung pada tanaman budidaya. Padahal
gulma juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman budidaya secara
tidak langsung apabila tidak dikendalikan dengan baik. Hal tersebut disebabkan
karena gulma dapat menjadi tanaman pesaing bagi tanaman budidaya dalam
memperoleh unsur hara, air, udara, dan sinar matahari sehingga proses fotosintesis
tanaman terganggu.
Berdasarkan fakta di lapangan gulma dapat menurunkan hasil padi sawah
sebesar 20-40% apabila tidak disiangi (Madkar,1986). Hasil penelitian juga
mengungkapkan bahwa gulma dapat menyebabkan kerugian hingga 35-37% padi

system tanam benih langsung (Oerke dan Dehne, 2004). Selanjutnya besarnya
penurunan hasil pertanian karena adanya gulma berbanding lurus dengan
kerapatan gulma per satuan luas tertentu, seperti Echinocloa crusgalli yang dapat
menurunkan hasil tanaman padi sebesar 57% per meter persegi (Rahman, 1995).
Berdasarkan fakta di atas maka diketahui bahwa kehadiran gulma dalam
areal pertanaman dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman budidaya
yang sangat besar sehingga menyebabkan kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu
dilakukan kegiatan pengendalian gulma. Metode pengendalian gulma terdiri atas
(1) pengendalian gulma secara preventif, (2) pengendalian gulma secara mekanik,
(3) pengendalian gulma secara kultur teknis, (4) pengendalian gulma secara fisik,

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

1

(5) pengendalian gulma secara biologi, dan (6) pengendalian gulma secara kimia,
serta (7) pengendalian gulma secara terpadu.
Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara yang efektif dan efisien
untuk diterapkan di Negara sedang berkembang seperti Indonesia yang belum

menggunakan herbisida secara meluas karena harga herbisida yang relative mahal.
Untuk itu, dalam penulisan makalah ini saya mengangkat judul “Metode
Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknik Sebagai Upaya Meningkatkan

Produktivitas Tanaman Budidaya”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa pertanian dan para petani yang melakukan usaha budidaya tanaman
serta masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
Apa yang dimaksud dengan gulma ?
Bagaimana klasifikasi pembagian gulma ?
Apa yang dimaksud dengan pengendalian gulma ?
Bagaimana pelaksanaan pengendalian gulma secara kultur teknis ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan
makalah ini yaitu sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian dari gulma.
Untuk mengetahui klasifikasi pembagian gulma.

Untuk mengetahui pengertian dari pengendalian gulma.
Untuk mengetahui metode atau tindakan yang termaksud dalam
pengendalian

gulma

secara

kultur

teknis

dan

bagaimana

cara

pelaksanaannya.
Sedangkan manfaat yang diharapkan oleh penulis dengan adanya makalah

ini yaitu dapat menjadi salah satu sumber informasi kepada mahasiswa pertanian,
pelaku utama dan pelaku usaha dalam bidang pertanian maupun masyarakat luas
tentang kerugian yang ditimbulkan oleh gulma dan bagaimana tindakan
pengendalian gulma tersebut secara kultur teknis.
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

2

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gulma
Menurut Klingman (1975), gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang
tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki. Gulma juga didefinisikan sebagai
tumbuhan yang kehadirannya pada lahan pertanian dapat menurunkan hasil yang
bisa dicapai oleh tanaman produksi. Sedangkan Tjitrosoedirdjo (1984)
menyatakan bahwa gulma adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui.
Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya beragam bergantung dari jenis
tanaman yang diusahakan, iklim, jenis gulma, teknik budidaya yang diterapkan

serta faktor lainnya.
Menurut Rijn (2000), gulma menurangi hasil tanaman dalam persaingan
menghasilkan cahaya, oksigen, dan CO2, serta makanan. Penurunan hasil tanaman
tersebut diakibatkan karena gulma dapat menurunkan aktivitas pertumbuhan
antara lain kerdilnya pertumbuhan tanaman, terjadi klorosis, kekurangan hara,
serta terjadinya pengurangan jumlah dan ukuran organ tanaman. Sebagai contoh
gejala kekurangan unsur hara pada tanaman padi dapat mengakibatkan kegagalan
total tanaman bibit, tanaman sangat kerdil, gejala-gejala pada daun yang khas, dan
kelainan-kelainan yang timbul pada jaringan tanaman. Menurut Pahan (2008)
bahwa kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi
akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup.
Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian
gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama,
mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan.
a)

Ciri-ciri tumbuhan gulma
Beberapa ciri khas dari tumbuhan gulma di antaranya sebagai berikut :
1. Pertumbuhannya cepat.
2. Mempunyai daya saing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor

kebutuhan hidup.

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

3

3. Mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang
ekstrim.
4. Mempunyai daya berkembang-biak yang besar baik secara generatif,
vegetatif atau kedua-duanya. Melakukan perkembangbiakkan secara
vegetative dan generative secara bersama-sama.
5. Alat perkembang-biakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun
binatang.
6. Biji mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan
hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
b)

Kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh gulma
1. Gulma dapat menciptakan persaingan atau kompetisi bagi tanaman

budidaya dalam memperoleh unsur hara, sehingga mengurangi
kandungan unsur hara. Selain itu, jika ukuran gulma yang lebih besar
melebihi ukuran tanaman budidaya dapat menyebabkan tanaman
budidaya ternaungi sehingga kurang memperoleh cahaya matahari dan
udara.
2. Persaingan dalam pengambilan air atau mengganggu tata drainase.
3. Menyulitkan pengawasan di lapangan
4. Membelit tanaman sehingga menurunkan estetika kebun.
5. Gulma juga dapat menjadi inang alternative bagi hama.

2.2 Klasifikasi Pembagian Gulma
Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun lebar, 36 jenis gulma
rumputan, dan 51 jenis gulma teki (Laumonieret al. 1986). Klasifikasi gulma
didasarkan pada kesamaan aspek-aspek biologi yang terkait dengan adaptasi
lingkungan, kemampuan bersaing terhadap tanaman pokok, atau responnya
terhadap tindakan pengendalian. Berikut klasifikasi pembagian gulma :
a)

Berdasarkan sifat morfologi dan respon terhadap herbisida :
1. Grasses (Kelompok rumput), yaitu jenis gulma dari suku Poaceae yang

biasanya memiliki ciri-ciri berdaun pita. Contoh : Famili Gramineae,
Imperata cyllindrica (Alang-alang), Paspalum konjugatum (Pahitan),
Cynodon dactylon (Grinting).

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

4

2.

Sedges (Kelompok teki), yaitu jenis-jenis gulma dari Famili
Cyperaceae. Contoh : Cyperus rotundus (Teki).

3. Broadleaf Weeds (Kelompok gulma berdaun lebar), yaitu kelompok
gulma selain dari famili Poaceae dan Cyperaceae. Umumnya dicirikan
berupa tumbuhan berkeping dua dan tidak berdaun pita. Contoh :
Ageratum conyzoides (Wedusan).

4. Fern (Pakisan), yaitu kelompok gulma yang berasal dari keluarga

pakisan/paku-paku.
b)

Berdasarkan daur hidup gulma :
1. Annual Weeds (Gulma semusim), memiliki ciri-ciri : umur kurang dari 1
tahun, organ perbanyakan berupa biji, umumnya mati setelah biji masak,
produksi biji melimpah untuk regenerasi. Contoh : Eluesine indica ,
Cyperus iria , dsb.

2. Biennial Weeds (Gulma dwi musim), memiliki ciri-ciri : umur 1 – 2
tahun, tahun pertama membentuk organ vegetatif dan tahun kedua
menghasilkan biji. Contoh : Typhonium trilobatum, Cyperus difformis.
3. Perennial Weeds (Gulma tahunan), memiliki ciri-ciri : umur lebih dari 2
tahun, perbanyakan vegetatif dan atau generatif, organ vegetatif bersifat
dominasi apikal sehingga cenderung tumbuh pada ujung, bila organ
vegetatif terpotong-potong semua tunasnya mampu tumbuh. Contoh :
Imperata cyllindrica (Alang-alang), Chromolaena odorata , Cyperus
rotundus.

c)


Berdasarkan habitat gulma:
1. Terrestrial Weeds (Gulma darat)
2. Aquatic Weeds (Gulma air)
3. Areal Weeds (Gulma menumpang pada tanaman)
4. Berdasarkan tipe cara tumbuhnya :
5. Erect / tumbuh tegak
6. Creeping / tumbuh menjalar
7. Climbing / tumbuh memanjat

d)

Berdasarkan struktur batang gulma :
1. Herba / tidak berkayu
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

5

2. Vines / sedikit berkayu

3. Woody Weeds / berkayu

2.3 Pengertian Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses
membatasi

infestasi

gulma

sedemikian

rupa

sehingga

tanaman

dapat

dibudidayakan secara produktif dan efisien. Pengendalian gulma berbeda dengan
pemberantasan gulma karena dalam pengendalian gulma keberadaan gulma di
areal pertanaman tidak diberantas atau dihabiskan seluruhnya, melainkan hanya
menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasi gulma sampai pada tingkat
dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang
diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun
biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, pengendalian gulma bertujuan hanya
menekan populasi gulma sampai tingkat populsi yang tidak merugikan secara
ekonomis atau tidak melampaui ambang batas ekonomi (economic threshold)
sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol.
Berbeda dengan prinsip pengendalian gulma, pemberantasan gulma
dilakukan dengan memusnahkan seluruh gulma yang ada dalam areal pertanaman
baik yang sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya. Atau dengan kata lain
populasi gulma ditekan sampai nol. Hal tersebut dapat menjadi masalah jika
pemberantasan gulma dilakukan pada areal pertanian yang miring karena dapat
menimbulkan erosi serta biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
budidaya

harus

menjadi

lebih

tinggi

sehingga

gulma

tidak

mampu

mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu
bersamaan dengan tanaman budidaya. Dalam pelaksanaan pengendalian gulma
terdapat beberapa metode di antaranya pengendalian gulma secara preventif,
pengendalian gulma secara mekanik, pengendalian gulma secara kultur teknis,
pengendalian gulma secara fisik, pengendalian gulma secara biologi, dan
pengendalian gulma secara kimia, serta

pengendalian gulma secara terpadu.

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

6

Namun dalam penulisan makalah ini hanya dijelaskan metode pengendalian
gulma secara kultur teknis.

2.4 Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Metode pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan tindakan atau
cara pengendalian gulma dengan memerhatikan segi ekologis atau keadaan
lingkungan tanaman budidaya dengan gulma. Tujuan dari metode ini yaitu
menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman
sehingga tanaman dapat bersaing dengan gulma, selain itu tindakan yang
diterapkan tersebut dapat mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma sampai
taraf rendah sehingga tidak menjadi tumbuhan pesaing bagi tanaman budidaya,
dan produktivitas tanaman budidaya tetap maksimal.
Metode pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma
dengan menggunakan praktek-praktek budidaya, antara lain :
Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah.
Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong.
Pemupukan yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman
sehingga mempertinggi daya saing tanaman terhadap gulma.
Pengaturaan waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih
dahulu kemudian dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu.
Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan
berkanopi lebar sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di
bawahnya.
Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi
baik dan pertumbuhan gulma tertekan.
Beberapa tindakan dalam metode pengendalian gulma secara kultur teknis,
sebagai berikut :
a)

Pengolahan tanah (land Preparation )
Pengolahan tanah merupakan salah satu cara pengendalian gulma secara

kultur teknis. Pengolahan tanah yang tepat akan menyediakan media tumbuh yang
baik bagi tanaman dan mematikan gulma yang sudah tumbuh serta menumbuhkan
biji-biji gulma yang dorman. Selain itu, pengolahan tanah dapat mencegah
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

7

perkembangan resistensi populasi gulma terhadap herbisida, mengurangi
ketergantungan terhadap herbisida, dan menunda atau mencegah peningkatan
spesies gulma tahunan yang sering menyertai dan timbul bersamaan dengan
pengolahan konservasi (Staniforth dan Wiese, 1985). Pada saat penggunaan
herbisida diminimalkan atau dikurangi, pengolahan tanah setelah tanam
diperlukan untuk mengendalikan gulma (Buchholtz dan Doersch, 1968).
Di dalam tanah terdapat simpanan biji-biji gulma atau yang biasa disebut
seed bank yang berada dalam kondisi dorman (dormansi sekunder). Seed bank

tersebut tidak dapat berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak
mendukung perkecambahan. Factor-faktor yang menyebabkan dormansi sekunder
pada biji-biji gulma yaitu keadaan lingkungan seperti suhu, kondisi penyimpanan,
level air tanah dan fotoperiod yang tidak sesuai untuk gulma. Dengan melakukan
pengolahan tanah menyebabkan seed bank di dalam tanah muncul ke permukaan
tanah dan berkecambah. Setelah gulma berkecambah dan tumbuh di permukaan
lahan bisa dikendalikan dengan metode pengendalian lainnya seperti menerapkan
metode pengendalian mekanis dengan membabat/memangkas gulma dan
mencabut gulma sehingga gulma tidak dapat berkembangbiak. Dengan melakukan
tindakan pengolahan tanah secara berulang maka seed bank di dalam tanah
semakin berkurang dan pada akhirnya berada di bawah batas ekonomi
pengendalian.
Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu
tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran
propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat
cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotongpotong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari
sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan
tanah.

b)

Pengaturan pola dan jarak tanam (Crop Density)
Pengaturan jarak tanam ditujukan untuk memposisikan tanaman dalam

keadaan berkompetisi minimal antar sesamanya sehingga dapat memanfaatkan
unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya dan tanaman mampu bersaing dengan
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

8

gulma. Jarak tanam akan mempengaruhi intensitas sinar matahari untuk mencapai
bagianyang mempengaruhi fotosintesis pada tanaman, termasuk gulma. Jarak
tanam yang terlalu lebar dapat memberikan keleluasaan bagi gulma untuk tumbuh
dan berkembang pada barisan tanaman, sedangkan jarak tanaman yang terlalu
rapat akan mampu menekan gulma, tetapi akan mempengaruhi produksi untuk
tanaman tertentu karena dapat mengakibatkan kompetisi intraspesifik.
Dengan menerapkan pola tanam tumpangsari maka lahan pertanian akan
terisi oleh tanaman budidaya dan tidak ada ruang kosong untuk gulma tumbuh,
selain itu dengan menerapkan pola tanam tumpangsari maka jumlah tanaman yang
dipanen akan lebih banyak dan bervariasi dibandingkan pola tanam monokultur.

Pengaturan jarak tanam

c)

Pergiliran tanaman (Crop Rotation )
Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada

daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah
pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya
dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman
budidaya. Pola tanam berpengaruh terhadap komposisi gulma. Pada pola
monokultur dalam waktu yang lama menunjukkan komposisi gulma yang lebih
rendah dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Perubahan pola tanam dari
monokultur jagung, tumpangsari jagung- kakao hingga menjadi monokultur kakao
menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang dan komunitas gulma cenderung
didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan pola tanam juga merubah
komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun lebar digantikan oleh
gulma golongan rumput.
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

9

d)

Penyiangan (weeding)
Penyiangan gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma yang bertujuan

untuk mengurangi atau menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan
tanaman budidaya. Penyiangan gulma didasarkan pada fase pertumbuhan gulma.
Penyiangan yang tepat baiknya dilakukan pada saat pertumbuhan aktif dari gulma.
Penyiangan yang dilakukan sebelum gulma memasuki fase generatif dapat
mencegah perkembangan dan penyebaran gulma melalui biji dan juga mencegah
penambahan biji gulma di dalam tanah (seed bank). Menunda melakukan
penyiangan sampai gulma berbunga dapat menyebabkan gagal membongkar akar
gulma secara maksimum dan gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang
viabel

sehingga

memberi

kesempatan

untuk

perkembangbiakan

dan

penyebarannya. Sedangkan penyiangan yang dilakukan setelah gulma dewasa
akan membongkar akar tanaman dan menimbulkan kerusakan fisik. Dan
penyiangan yang sangat intensif menyebabkan akar-akar tanaman budidaya bisa
rusak.
Gulma tidak harus selalu dikendalikan sepanjang periode pertumbuhan
tanaman budidaya karena tergantung pada fase pertumbuhan tanaman budidaya.
Kerugian yang disebabkan gulma memiliki hubungan antara waktu kemunculan
gulma dan tekanan yang diberikan pada tanaman. Kehilangan hasil biasanya lebih
tinggi ketika gulma muncul pada awal pertumbuhan tanaman (Aldrich, 1987).
Periode dimana gulma harus sangat dikendalikan yaitu pada periode kritis karena
pada periode ini kehadiran gulma menurunkan produktivitas tanaman budidaya
sebesar 5 % karena terjadi kompetisi yang sangat besar untuk memperoleh unsur
hara, cahaya, air dan udara. Periode kritis tanaman berbeda-beda tergantung pada
jenis tanaman, jenis gulma yang hadir di areal pertanaman, ukuran benih tanaman,
saat tanam, jarak tanam, dan kesuburan tanah, cuaca dan kondisi pertanaman.

e)

Penggunaan tanaman penutup tanah (Legum Cover Crop-LCC)
Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan adalah jenis tanaman

kacang-kacangan (leguminosae) karena pertumbuhan tajuk cepat sehingga cepat
menutup permukaan dan dapat digunakan sebagai pupuk hijau sehingga
menyuburkan tanah dan mencegah terjadinya erosi.
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

10

Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup tanah adalah harus
dapat tumbuh dan berkembang cepat sehingga mampu menekan pertumbuhan
gulma. Jenis-jenis leguminosae yang biasa digunakan sebagai tanaman penutup
tanah adalah Calopogonium muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC),
Centrosoma pubescens (CP) dan Pueraria javanica (PJ).
Selain pertumbuhan leguminosae yang cepat, sifat lainnya yang penting
untuk tanaman penutup tanah adalah tidak menyaingi tanaman pokok. Apabila
pertumbuhannya terlalu rapat maka harus dilakukan pengendalian dengan cara
pembabatan atau dibongkar untuk diganti dengan penutup tanah yang lainnya.

f)

Penggenangan
Pengendalian gulma dengan cara penggenangan biasa dilakukan di areal

persawahan untuk menekan pertumbuhan gulma. Pada beberapa jenis gulma yang
sensitive tidak tahan terhadap kondisi anaerob akibat penggenangan sehingga
dapat membatasi perkecambahan dan pertumbuhan gulma dan bahkan
menyebabkan gulma mati. Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma melalui
hambatan proses respirasi di daerah perakaran akibat berkurangnya oksigen di
daerah perakaran. Namun beberapa jenis gulma memiliki toleransi terhadap
penggenangan, sehingga tetap mampu tumbuh dengan baik pada kondisi
tergenang.

g)

Penggunaan mulsa (Mulching)
Ada dua jenis mulsa yang dapat digunakan untuk menutup permukaan

tanah, yaitu mulsa alami yang berasal dari bahan limbah/sisa proses
tanaman/tumbuhan seperti jerami, serbuk gergaji, limbah hasil pertanian, dan
mulsa buatan yang berasal dari bahan buatan seperti hasil industri, plastik, yang
digunakan untuk menutupi permukaan tanah. Pemberian mulsa dapat menekan
pertumbuhan gulma serta memberikan berbagai efek positif bagi tanaman.
Beberapa manfaat dari penggunaan mulsa di antaranya menekan
pertumbuhan gulma, memperbaiki sifat fisik tanah dengan memperkecil fluktuasi
suhu tanah, mulsa plastik dapat menaikkan suhu tanah, mengurangi terjadinya
erosi, mempertahankan tata air tanah, memperbaiki struktur, aerasi dan
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

11

konsistensi tanah, memperbaiki sifat kimia tanah. Mulsa alami dapat menambah
unsur hara ke dalam tanah setelah mulsa tersebut lapuk atau busuk, memperbaiki
sifat biologi tanah, mikroorganisme di dalam tanah lebih diaktifkan terutama oleh
mulsa alami.

Gambar mulsa buatan

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

12

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab 2 dapat penulis simpulkan bahwa
gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya pada lahan pertanian dapat
menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Hal tersebut dapat
terjadi karena gulma menciptakan kompetisi atau persaingan dengan tanaman
budidaya dalam memperoleh unsur hara, udara, air dan cahaya yang dibutuhkan
tanaman budidaya dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Jika
tanaman budidaya tidak mampu bersaing maka akan memperlihatkan gejalagejala seperti tanaman layu, bentuknya kerdil, dan gejala pada daun yang khas.
Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan pengendalian gulma. Pengendalian gulma
adalah proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien. Prinsip dari pengendalian gulma yaitu
meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing gulma.
Keunggulan tanaman budidaya harus menjadi lebih tinggi sehingga gulma tidak
mampu mengembangkan pertumbuhannya.
Salah satu metode yang dapat diterapkan di lahan pertanian adalah metode
pengendalian gulma secara kultur teknis. Metode pengendalian gulma secara
kultur teknis merupakan tindakan atau cara pengendalian gulma dengan
memerhatikan segi ekologis atau keadaan lingkungan tanaman budidaya dengan
gulma. Dengan menciptakan keadaan lingkungan yang sesuai untuk tanaman
budidaya tetapi merugikan gulma. Tindakan-tindakan yang termaksud dalam
metode pengendalian gulma secara kultur teknis yaitu pengolahan tanah (land
preparation), pengaturan pola dan jarak tanam (crop density), pergiliran tanaman

(crop rotation), penyiangan (weeding), penggunaan tanaman penutup tanah
(legume cover crop-LCC), pengggenangan, dan penggunaan mulsa (mulching).
Dengan menerapkan tindakan-tindakan dalam metode pengendalian gulma
secara kultur teknis maka populasi gulma di lahan pertanian dapat ditekan sampai
pada taraf tidak merugikan. Sehingga tanaman budidaya tidak memiliki tumbuhan
pesaing dalam memperoleh unsur hara, air, udara, cahaya dan ruang gerak untuk
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

13

pertumbuhan dan perkembangannya. Dan pada akhirnya produktivitas tanaman
budidaya dapat meningkat, dan diperoleh hasil pertanian dari segi kuantitas dan
kualitas terjamin.

3.2 Saran
Penulis menyarankan agar para petani memerhatikan keberadaan gulma
sebagai salah satu organisme pengganggu tanaman selain hama dan pathogen
yang dapat menurunkan produktivitas tanaman budidaya dan menjadi inang
alternative bagi hama dan pathogen. Pengendalian gulma harus dianggap sama
pentingnya dengan pengendalian hama dan pathogen, karena gulma dapat
menurunkan hasil pertanian. Pengendalian gulma harus memerhatikan jenis
tanaman, keadaan lahan dan jenis gulma. Salah satu metode pengendalian gulma
yang dapat petani terapkan yaitu pengendalian secara kultur teknis.
Dan penulis menyarankan kepada mahasiswa pertanian mau dan bersedia
memberikan informasi kepada para petani di daerah masing-masing tentang
pentingnya pengendalian gulma sebagai upaya meningkatkan produktifitas
tanaman. Diharapkan juga kepada Ibu atau Bapak dosen yang ahli dalam bidang
pengendalian gulma bersedia memberikan informasi dan bimbingan kepada petani
di Sulawesi Tenggara yang mengalami masalah dan kurang paham terhadap
pengendalian gulma di lahan pertaniannya.
Sekian dan terimakasih penulis ucapkan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

14

DAFTAR PUSTAKA
Agung Pribadi. 2013. Pengendalian Gulma Secara Terpadu. http://agungagro
teknology.blogspot.com/2013/06/pengendalian-gulma-secaraterpadu.html.
Diakses tanggal 9 April 2015.
Aldrich RJ.1987. Predicting Crop Yield Reduction From Weeds. Weed Technol
I:199-206.
Buchholtz, K.P. dan R.E.Doersch. 1968. Cultivation and Herbicides for Weed
Control in Corn. Weed Sci. 16:232-234.
Klingman, G.C.,F.M. Ashton and L.J. Noordhoff. 1975. Weed Science :
Principles and Practices. John Wiley and Sons, New York, 431 p.
Laumonier, E.K.W., R. Megia dan H. Veenstra. 1986. The Seedlings In: Soerjani,
M., A.I. G. H. Koetermans and G. Tjitrosoepomo (Eds.). Weeds of Rice in
Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, p.567-686.
Madkar, O.R,T.Kuntohartono, dan S Mangoensoekardjo. 1986. Masalah Gulma
dan Cara Pengendalian. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.
Nanda Oktora. 2013. Cara Pengendalian Gulma. http://www.petanihebat.com
/2013/11/cara-pengendalian-gulma.html Diakses tanggal 9 April 2015.
Nanda Oktora. 2013. Metode Pengendalian Gulma. http://www.petanihebat.com
/2013/11/metode-pengendalian-gulma.html. Diakses tanggal 9 April 2015.
Neng Susi Suniarsyih. 2009. Pengendalian Hama dan Gulma Secara Terpadu
(PHPT).https://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hamapenyakit-dan-gulma-secara-terpadu-phpt/. Diakses tanggal 9 April 2015.
Oerke EC dan Dehne HW. 2004. Safeguarding Production-Losses in Major
Crops and The Role of Crop Protection. Crop Prod. 23, 275–285.
Oky Irawan. 2014.Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis. http://okiirawan5.
blogspot.com/2014/02/pengendalian-gulma-secara-kultur-teknis.html.
Diakses tanggal 9 April 2015
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.
Rahman, M. 1995. Peranan Ekologi dalam Pengendalian Gulma Berwawasan
Lingkungan. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Madya Tetap Biologi

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

15

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Andalas Padang.
Rijn,P.J.V. 2000. Weed Management in The Humid and Sub Humid Tropics.
Royal Tropical Institute Amsterdam, The Nederlands.
Staniforth, D.W. dan A.F. Wiese. 1985. Weed Biology and It’s Relationship to
Weed Control in Limited Tillage Systems. In : A.F. Wiese (Ed). Weed
Control in Limited Tillage Systems. Weed Sci. Soc. Am. Champaign. IL.
P. 15-25.
Tjitrosoedirdjo,S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 194.

Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis Sebagai Upaya
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Budidaya

16