. Keanekaragaman Parasitoid Pada Areal Sawah, Kebun Sayur, Dan Hutan Di Daerah Bogor

i

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA AREAL SAWAH,
KEBUN SAYUR, DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR

SRI NINGSIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Parasitoid pada Areal Sawah, Kebun Sayur, dan Hutan di Daerah Bogor adalah

benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Sri Ningsih
NIM A34110042

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ix

ABSTRAK
SRI NINGSIH. Keanekaragaman Parasitoid pada Areal Sawah, Kebun Sayur, dan
Hutan di Daerah Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA.
Parasitoid merupakan agens pengendali hayati yang berperan dalam

pengendalian hama terpadu. Pengetahuan mengenai parasitoid yang berada di
suatu areal pertanaman seperti sawah, kebun sayur, dan hutan sangat dibutuhkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman parasitoid dengan
memanfaatkan jaring serangga dan separator pada areal sawah, kebun sayur, dan
hutan di daerah Bogor. Pengambilan sampel di setiap areal, terdiri atas tiga petak
(plot), dan setiap plot terdiri atas empat subplot. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak tiga ulangan yang mewakili fase pertumbuhan tanaman khususnya areal
sawah dan kebun sayur. Serangga dikoleksi menggunakan jaring serangga dan
separator. Pengambilan sampel dengan jaring serangga dilakukan sebanyak 50
kali ayunan ganda untuk setiap subplot pengamatan. Serangga yang tertangkap
diidentifikasi hingga tingkat famili. Serangga dan laba-laba yang tertangkap
selama penelitian sebanyak 6928 individu dari 12 ordo dan 79 famili. Ordo
serangga yang dominan tertangkap pada penelitian ini adalah Diptera (35.0%),
Hymenoptera (26.5%) dan Hemiptera (20.8%). Total serangga Hymenoptera
parasitoid yang tertangkap sebanyak 1213 individu dari 19 famili yang terdiri atas
246 individu dari 13 ordo pada areal sawah, 652 individu dari 17 ordo pada areal
kebun sayur dan 315 individu dari 16 ordo pada areal hutan. Hutan memiliki nilai
indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner (H’) untuk Hymenoptera
parasitoid paling tinggi (2.30) dibandingkan lahan sawah (1.99) dan kebun sayur
(1.96). Famili Hymenoptera parasitoid yang paling dominan di ketiga lahan

penelitian adalah Scelionidae, Braconidae, dan Eulophidae.
Kata kunci: Arthropoda, Hymenoptera, identifikasi, jaring serangga, separator.

x

xi

ABSTRACT
SRI NINGSIH. Diversity of Parasitoids in Rice Field, Vegetable Cultivation, and
Forest in Bogor. Supervised by NINA MARYANA.
Parasitoids is a biological control agent which plays a role in integrated pest
management. Knowledge regarding parasitoids on certain area such as rice fields,
vegetable cultivation and forest are very necessary. The study was aimed to
determine the diversity of insect parasitoids using insect net and separator in rice
field, vegetable cultivation, and forest in Bogor. Insect samples in each area were
taken from three plots, and each plot consisted of four subplots. Samples were
taken in three replications which represented stages of plant growth especially on
rice and vegetable. The insects were collected with insect net and separator. At
each subplot, the insects were collected with 50 doubled swing of insect net.
Collected samples were identified up to family level. During the research, 6928

individuals of insects and spiders that consisted of 12 orders and 79 families were
collected. The dominant insect orders collected in this research were Diptera
(35.0%), Hymenoptera (26.5%) and Hemiptera (20.8%). Total numbers of
Hymenoptera parasitoids collected was 1213 individuals and 19 families,
consisting of 246 individuals of 13 orders in rice fields, 652 individuals of 17
orders in vegetable cultivation, and 315 individuals of 16 orders in forest area.
The highest Shannon-Wienner (H’) diversity index of Hymenoptera parasitoids
was found in the forest (2.30), the second rank was rice field (1.99) and the lowest
was vegetable cultivation area (1.96). Scelionid, braconid and eulophid wasps
were the most dominant Hymenoptera parasitoids found.
Keyword: Arthropoda, Hymenoptera, identification, insect net, separator.

xii

xiii

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

xiv

xv

KEANEKARAGAMAN PARASITOID PADA AREAL SAWAH,
KEBUN SAYUR, DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR

SRI NINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

xvi

xviii

xix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Keanekaragaman Parasitoid pada Areal Sawah, Kebun
Sayur, dan Hutan di Daerah Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

2015 hingga Juli 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan
teman-teman atas motivasi dan kasih sayangnya. Kepada Dr. Ir. Nina Maryana,
MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi saya haturkan
terima kasih telah dengan sabar memberikan arahan, kritikan, dan masukannya.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc. selaku dosen
penguji tamu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Jamhari dan Ibu Iin
selaku petani pemilik lahan dan Pak Zaenal selaku penanggung jawab Hutan
Penelitian Dramaga yang telah memberikan izin penggunaan lahan selama
penelitian. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu Aisyah, Mba Atiek,
Herry M Saputra, SP, Ciptadi Ahmad Yusup, SP, dan teman-teman Laboratorium
Biosistematika Serangga yang telah membantu kelancaran tugas akhir ini. Terima
kasih kepada Yuni Sarianti, Betari Safitri, Gita Cempaka, Afiyatina Awaliah,
Aliftya Ramadhani, dan teman- teman Proteksi Tanaman 48 atas dukungan dan
semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Sri Ningsih

xx


ix

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 3
Tempat dan Waktu ......................................................................................... 3
Metode Penelitian .......................................................................................... 3
Penentuan Lokasi Pengamatan ............................................................. 3
Pengambilan Sampel di Petak Contoh ................................................. 3
Identifikasi Serangga ............................................................................ 5
Analisis Data ........................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6

Keadaan Areal Pengamatan ........................................................................... 6
Arthropoda yang Tertangkap ......................................................................... 7
Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid .................................................... 7
Indeks Keanekaragaman Jenis ..................................................................... 12
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 13
Simpulan ...................................................................................................... 13
Saran ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
LAMPIRAN .......................................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 28

x

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5


Skema pengambilan sampel pada setiap plot
Jaring serangga
Separator
Lokasi lahan penelitian
Beberapa famili serangga Hymenoptera parasitoid yang ditemukan

4
4
4
6
9

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6


Keadaan lokasi penelitian
Jumlah famili dan individu Arthropoda yang tertangkap di tiga jenis
areal pengamatan pada bulan Januari hingga Maret 2015
Jumlah individu famili Hymenoptera parasitoid yang dikoleksi
pada bulan Januari hingga Maret 2015
Jumlah individu dan famili ordo Hymenoptera parasitoid di areal
sawah, kebun sayur, dan hutan pada bulan Januari hingga Maret
2015
Rata-rata curah hujan di areal pengamatan pada bulan Januari
hingga Maret 2015
Jumlah individu (N), jumlah famili (F), indeks keanekaragaman
Shannon (H’), dan indeks kemerataan (E) serangga Hymenoptera
parasitoid

6
7
8
10

11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Ordo dan famili Arthropoda yang tertangkap di areal sawah
Ordo dan famili Arthropoda yang tertangkap di areal kebun sayur
Ordo dan famili Arthropoda yang tertangkap di areal hutan
Famili Hymenoptera parasitoid yang dikoleksi selama penelitian
Indeks keanekaragaman Shannon dan kemerataan Hymenoptera
parasitoid pada areal sawah
Indeks keanekaragaman Shannon dan kemerataan Hymenoptera
parasitoid pada areal kebun sayur
Indeks keanekaragaman Shannon dan kemerataan Hymenoptera
parasitoid pada areal hutan

17
19
21
23
25
26
27

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Budidaya padi dan sayuran masih menghadapi berbagai permasalahan, di
antaranya adalah serangan hama dan patogen. Salah satu cara pengendalian hama
yang dianggap ramah lingkungan adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati
adalah metode pengendalian hama dengan menggunakan musuh alami. Agens
pengendali hayati dapat berupa parasitoid, predator atau patogen (Susilo 2007).
Parasitoid banyak ditemukan di areal sawah, kebun sayur dan hutan.
Walaupun areal sawah dan kebun sayur mempunyai jenis vegetasi yang relatif
homogen bila dibandingkan dengan hutan, areal ini mampu menyediakan sumber
makanan bagi serangga inang parasitoid dan tanaman berbunga bagi imago
parasitoid (Godfray 1994). Areal hutan memiliki indeks keanekaragaman jenis
Shannon paling tinggi (2.47) diikuti lahan kebun sayur (2.26) dan sawah (1.80).
Inang parasitoid yang lebih beragam menyebabkan parasitoid di areal hutan lebih
beragam (Perdana 2010).
Kondisi agroekosistem dapat mempengaruhi keanekaragaman serta
keefektifan komunitas parasitoid sebagai musuh alami serangga hama.
Intensifikasi pertanian berupa budidaya tanaman monokultur dan aplikasi
pestisida juga menyebabkan penurunan keanekaragaman parasitoid di lahan
pertanian (Nugraha et al. 2014). Keanekaragaman habitat dalam areal pertanian
dapat meningkatkan serangga hama dan serangga bermanfaat (musuh alami) dan
seringkali kerusakan tanaman oleh hama berkurang (Yaherwandi et al. 2008).
Penelitian Hamid et al. (2003) menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga
inang yang tinggi menyebabkan parasitoid lebih beragam menyerang serangga
inang pada pertanaman padi. Ketersediaan pilihan inang yang lebih banyak akan
mempertinggi indeks keanekaragaman parasitoid.
Hymenoptera merupakan salah satu ordo terbesar serangga setelah
Coleoptera. Lebih dari 100 000 spesies serangga Hymenoptera telah diidentifikasi,
sedangkan Coleoptera sekitar 300 000. Hymenoptera dibagi menjadi dua subordo
yaitu Symphyta dan Apocrita. Sebagian besar anggota Symphyta merupakan
serangga hama, sedangkan sebagian besar Apocrita merupakan serangga
parasitoid dan predator (Mason dan Huber 1993).
Hymenoptera dapat ditemukan di berbagai tipe habitat, oleh karena itu cara
mengoleksi Hymenoptera parasitoid harus dilakukan dengan benar dan
menggunakan alat yang sesuai. Beberapa metode koleksi di antaranya adalah
dengan perangkap malaise (malaise trap), perangkap mangkuk kuning (yellow
pan-traps), dan jaring (sweeping) (Kahono et al. 2003). Alat koleksi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jaring serangga dan separator.
Separator adalah alat yang dirancang untuk memisahkan spesimen hidup
dari bahan-bahan lain di tempat di mana spesimen tersebut ditemukan. Separator
biasanya mengandalkan cahaya, panas, atau kekeringan yang mendorong serangga
untuk keluar dan meninggalkan bahan-bahan lainnya, sehingga lebih mudah
memisahkan serangga yang tertangkap (Scauff 1997).

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman parasitoid
dengan memanfaatkan jaring serangga dan separator pada areal sawah, kebun
sayur, dan hutan di daerah Bogor.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengetahuan
pendukung dalam pengelolaan lingkungan di lahan pengamatan dalam
pemanfaatan parasitoid sebagai musuh alami serangga hama.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Pengambilan sampel di areal sawah dilakukan di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel di areal kebun
sayur dilakukan di Desa Cinangneng, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Pengambilan sampel di areal hutan dilakukan di Hutan Penelitian Pengembangan
dan Konservasi, Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Sortasi dan
identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari 2015 hingga Juli 2015.
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Sawah. Pengambilan sampel dilakukan pada areal sawah dengan luas
keseluruhan 1170 m2. Petak yang diambil berjumlah 3 petak (plot). Luasan setiap
petak yaitu 32.5 m x 12 m. Sawah ditanami padi kultivar IR 64. Pengambilan
sampel dilakukan pada saat padi berumur 1, 2, dan 3 bulan. Pengambilan sampel
dilakukan di setiap sudut lahan yang terdiri atas 4 subplot (Gambar 1a) dan
pematang yang berada di sekitar areal sawah. Setiap subplot berukuran 15 m x 5
m.
Kebun sayur. Luas keseluruhan areal kebun sayur untuk pengambilan
sampel yaitu 990 m2. Petak yang diambil berjumlah 3 petak (plot). Setiap petak
memiliki luas 30 m x 11 m. Kebun sayur yang digunakan adalah kebun terung
yang ditanami secara monokultur. Pengambilan sampel dilakukan pada saat
tanaman berumur 4, 8, dan 11 minggu setelah tanam (MST). Kebun terung berupa
bedengan/barisan yang terdiri atas 16 baris di setiap petaknya. Pengambilan
sampel dilakukan pada barisan terung yang terdiri atas 4 subplot (Gambar 1b).
Setiap subplot terdiri atas 2 baris yang mempunyai jarak 2 baris untuk setiap
subplot berikutnya.
Hutan. Pengambilan sampel dilakukan pada areal hutan dengan luas
keseluruhan 1200 m2. Petak yang diambil berjumlah 3 petak (plot). Luasan setiap
petak 20 m x 20 m. Di hutan tempat penelitian terdapat 130 jenis tanaman, yang
terdiri atas 43 famili dan 88 genus. Tanaman yang dominan tumbuh yaitu sengon,
jati, damar, kayu hitam, dan pinus. Pengambilan sampel dilakukan pada 4 subplot
yang berada di setiap sudut lahan (Gambar 1a). Setiap subplot berukuran 9 m x 9
m.
Pengambilan Sampel di Petak Contoh
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan jaring serangga dan
separator. Jaring serangga yang digunakan berdiameter 30 cm dan panjang
tongkat 80 cm (Gambar 2). Jaring terbuat dari kain organdi yang tipis namun kuat
sehingga dapat menjaring serangga parasitoid terkecil. Separator yang digunakan
berbentuk kotak persegi panjang yang mudah dibawa dan ringan. Separator terdiri
atas dua bagian yaitu kerangka kawat dan kain hitam (Gambar 3a, b). Kerangka

4

(a)
(b)
Gambar 1 Skema pengambilan sampel pada setiap plot: (a) areal sawah dan
hutan, (b) areal kebun sayur

Gambar 2 Jaring serangga

(a)
(b)
Gambar 3 Separator: (a) kerangka kawat, (b) kain hitam dan botol plastik
kawat yang digunakan berukuran panjang 26 cm, lebar depan 18 cm, lebar
belakang 16 cm, dan tinggi 17 cm. Bagian depan kain hitam berukuran lebih
panjang untuk memasukkan serangga hasil sweeping dan pada bagian belakang
terdapat lubang sebagai tempat meletakkan botol plastik. Botol plastik diisi
dengan alkohol 70% dan digunakan sebagai tempat penampungan parasitoid.
Separator dilengkapi dengan tali sepanjang 60 cm untuk mempermudah saat
digunakan.
Pengambilan sampel dengan jaring serangga dilakukan sebanyak 50 kali
ayunan ganda untuk setiap subplot pengamatan. Satu kali ayunan ganda jaring
serangga yaitu mengayunkan jaring satu kali ke kanan dan ke kiri. Serangga yang
terperangkap dalam jaring dimasukkan ke dalam separator. Serangga yang
tertangkap akan bergerak menuju botol plastik yang lebih terang. Selama di
lapangan botol plastik diganti untuk setiap plot pengamatan. Botol terakhir
pengamatan diambil di laboratorium setelah didiamkan beberapa jam. Hal tersebut
dilakukan untuk memastikan semua serangga dalam separator sudah masuk ke
dalam botol. Seluruh botol plastik berisi serangga yang diperoleh dari lapangan
masing-masing diberi label berdasarkan waktu dan tempat.

5
Identifikasi Serangga
Seluruh serangga yang diperoleh diidentifikasi hingga tingkat famili dengan
acuan beberapa kunci identifikasi. Identifikasi serangga secara umum dilakukan
dengan kunci yang disusun oleh Borror et al. (1996). Serangga ordo Diptera
diidentifikasi dengan kunci yang disusun oleh Mc Alpin (1981) serta Tachi dan
Mohamed (2002). Serangga Ordo Hymenoptera diidentifikasi dengan kunci yang
disusun oleh Finnamore dan Brothers (1993), Finnamore dan Michener (1993),
Gibson (1993), Masner (1993a, b, c), Ritchie (1993) serta Wahl dan Sharkey
(1993). Ordo Araneae diidentifikasi dengan kunci yang disusun oleh Levi dan
Levi (1968). Serangga yang telah diidentifikasi disimpan di laboratorium dalam
tabung gelas berukuran kecil yang berisi alkohol 70%.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan penghitungan indeks keanekaragaman
Shannon-Wienner (H’) dan indeks kemerataan jenis (evenness) (Krebs 1985).
Indeks dihitung menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2010.

H’ = indeks keanekaragaman jenis, pi = proporsi famili ke-i terhadap total jumlah
contoh (n/N).
Indeks kemerataan jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut:

E = indeks kemerataan jenis, S = jumlah famili parasitoid yang diperoleh.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Areal Pengamatan
Areal sawah yang digunakan sebagai lahan penelitian terletak pada
ketinggian 224 m di atas permukaan laut (dpl) (Tabel 1). Sawah ditanami dengan
padi kultivar IR 64 yang ditanam secara konvensional (Gambar 4a). Aplikasi
pestisida dilakukan oleh petani secara rutin setiap bulannya. Pematang sawah
ditumbuhi beberapa jenis gulma. Areal kebun sayur terletak pada ketinggian 339
m dpl. Areal kebun sayur ditanami terung dengan pola monokultur (Gambar 4b).
Sekeliling lahan pengamatan juga ditanami dengan terung. Aplikasi pestisida
dilakukan setiap seminggu sekali yaitu sehari sebelum panen. Setiap barisan
tanaman ditumbuhi berbagai gulma karena jarang dilakukan penyiangan. Areal
hutan yang digunakan sebagai lahan penelitian terletak pada ketinggian 224 m dpl
(Gambar 4c). Menurut Godfray et al. (1994), keanekaragaman spesies serangga
berkorelasi dengan keanekaragaman spesies tanaman.
Tabel 1 Keadaan lokasi penelitian
Koordinat
(LS dan BT)
06o33' LS
106o44'BT

Ketinggian
(m dpl)
224

Kebun sayur
Desa
Cinangneng Kec.
Tenjolaya

06o36' LS
106o 41' BT

339

Kebun sayur ditanami terung
yang ditanam secara monokultur.
Kebun sayur banyak ditumbuhi
berbagai jenis gulma.

Hutan
Desa Situgede
Kec. Bogor Barat

06o33' LS
106o 46' BT

224

Hutan penelitian ditumbuhi pohon jati, sengon, pinus, damar,
dan lain-lain.

Lokasi
Sawah
Desa Cikarawang
Kec. Dramaga

Kondisi habitat
Sawah ditanami dengan padi
kultivar IR 64. Perbatasan sebelah utara terdapat pertanaman
singkong, sebelah
timur dan
barat terdapat sawah dan selatan
pertanaman ubi jalar.

Keterangan: LS = Lintang Selatan, BT = Bujur Timur, m dpl = meter di atas permukaan laut.

a

b

Gambar 4 Lokasi lahan penelitian: (a) sawah, (b) kebun sayur, (c) hutan

c

7
Arthropoda yang Tertangkap
Jumlah Arthropoda yang tertangkap selama penelitian yaitu 6928 individu
dari 12 ordo dan 79 famili (Tabel 2, Lampiran 1, 2, 3). Ordo serangga yang
dominan tertangkap pada penelitian ini adalah Diptera (35.0%), Hymenoptera
(26.5%) dan Hemiptera (20.8%). Hutan memiliki jumlah ordo dan famili paling
banyak dibandingkan dengan areal sawah dan kebun sayur. Perbedaan ini
disebabkan jenis tanaman pada areal hutan lebih beragam sehingga variasi ordo
dan famili banyak. Habitat yang heterogen secara langsung memiliki jenis
serangga yang lebih tinggi dibandingkan dengan habitat yang homogen.
Tumbuhan memberikan keanekaragaman yang besar untuk habitat baru dan
tempat untuk serangga (Speight et al. 1999).
Tabel 2 Jumlah famili dan individu Arthropoda yang tertangkap di tiga jenis
areal pengamatan pada bulan Januari hingga Maret 2015
Ordo
Araneae
Blattodea
Coleoptera
Diptera
Hemiptera
Hymenoptera
Lepidoptera
Odonata
Orthoptera
Psocoptera
Thysanoptera
Trichoptera
Total

Jumlah famili
S
KS H
4
4
6
0
0
1
4
7
8
12 16
19
6
8
5
15 19
20
0
1
2
2
0
0
3
3
2
0
0
1
1
1
1
0
0
1
47 59
66

Total
famili
6
1
9
20
9
24
2
2
3
1
1
1
79

Jumlah individu
S
128
0
123
297
583
295
0
18
157
0
19
0
1620

KS
44
0
61
554
766
1223
2
0
248
0
12
0
2910

H
222
4
61
1576
88
322
16
0
29
1
3
76
2398

Total
individu

%
individu

394
4
245
2427
1437
1840
18
18
434
1
34
76
6928

5.7
0.1
3.5
35.0
20.8
26.5
0.3
0.3
6.2
0.0
0.5
1.1
100

Keterangan: S = Sawah, KS = Kebun sayur, H = Hutan

Ordo serangga yang hanya ditemukan pada areal hutan dan tidak
ditemukan pada areal sawah dan kebun sayur adalah Blattodea, Psocoptera dan
Trichoptera. Blattodea dan Psocoptera merupakan serangga detrivor atau
pengurai. Pada areal hutan terdapat banyak bahan organik seperti serasah daun
sebagai bahan makanan serangga. Larva Trichoptera terdapat pada habitat tipe
akuatik (Borror et al. 1996). Trichoptera ditemukan pada areal hutan karena lokasi
pengamatan yang dekat dengan aliran air.
Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid
Serangga ordo Hymenoptera yang berperan sebagai parasitoid pada areal
sawah sebanyak 246 individu, areal kebun sayur sebanyak 652 individu, dan areal
hutan sebanyak 315 individu (Tabel 3). Ada beberapa famili yang hanya
ditemukan pada salah satu areal saja. Famili yang hanya ditemukan pada areal
kebun sayur adalah Dryinidae, Elasmidae, dan Trichogrammatidae. Famili yang
hanya ditemukan pada areal hutan adalah Aphelinidae dan Mymarommatidae.

1
8

Tabel 3 Jumlah individu famili Hymenoptera parasitoid yang dikoleksi pada bulan Januari hingga Maret 2015
Famili
Aphelinidae
Bethylidae
Braconidae
Ceraphronidae
Chalcididae
Diapriidae
Dryinidae
Elasmidae
Encyrtidae
Eucoilidae
Eulophidae
Eurytomidae
Ichneumonidae
Mymaridae
Mymarommatidae
Platygastridae
Pteromalidae
Scelionidae
Trichogrammatidae
Total

Sawah
Pengamatan keTotal
%
1
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
8
8 28
11.4
2
1
2
5
2.0
0
1
0
1
0.4
0
2
0
2
0.8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
3
1.2
1
1
1
3
1.2
52 17
8 77
31.3
6
8
1 15
6.1
15
7
1 23
9.4
10
5
4 19
7.7
0
0
0
0
0
6
3
1 10
4.1
5
0
0
5
2.0
13 24
18 55
22.4
0
0
0
0
0
123 78
45 246
100

Kebun sayur
Pengamatan keTotal
%
1
2
3
0
0
0
0
0
3
0
1
4
0.6
13
41
26
80 12.3
3
5
6
14
2.1
0
5
3
8
1.2
0
2
5
7
1.1
1
0
0
1
0.2
0
0
1
1
0.2
0
9
5
14
2.1
15
15
3
33
5.1
32
47
45
124 19.0
6
8
11
25
3.8
3
11
6
20
3.1
3
5
9
17
2.6
0
0
0
0
0
3
4
42
49
7.5
2
0
0
2
0.3
76
93
83
252 38.6
0
0
1
1
0.2
160 245 247 652 100

Hutan
Pengamatan keTotal
%
1
2
3
1
0
0
1
0.3
0
1
0
1
0.3
7
13 26
46 14.6
15
9 17
41 13.0
12
2
1
15
4.8
2
2 12
16
5.1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
5
13
4.1
6
15
8
29
9.2
12
29 24
65 20.7
0
2
0
2
0.6
4
6
7
17
5.4
1
7
1
9
2.9
1
0
0
1
0.3
6
3
5
14
4.4
1
0
0
1
0.3
16
16 12
44 14.0
0
0
0
0
0
84
113 118 315 100

9
Semua famili yang diperoleh dari areal sawah umumnya ditemukan juga pada
areal kebun sayur dan hutan.
Famili Aphelinidae (Gambar 5a) termasuk ke dalam Superfamili
Chalcidoidea. Pronotum biasanya lebih pendek dibandingkan dengan setengah
panjang mesoskutum dan sejajar bila dilihat dari dorsal. Famili Aphelinidae
merupakan endoparasitoid, ektoparasitoit atau hiperparasitoid, terutama pada
serangga dari Superfamili Coccoidea (Hemiptera), telur Lepidoptera, dan
Orthoptera, serta telur, larva dan pupa Diptera (Gibson 1993).
Famili
Mymarommatidae
termasuk
ke
dalam
Superfamili
Mymarommatoidea. Famili ini juga hanya ditemukan pada lahan hutan.
Mymarommatidae termasuk ke dalam microhymenoptera karena ukuran tubuhnya
hanya 0.3–0.8 mm (Gibson et al. 2007). Warna tubuh kuning kecoklatan, sayap
depan berbentuk spatulate (seperti sendok), dengan pola pada membran seperti
jaring atau ruang dan seta yang panjang muncul dari membran (Gambar 5b).
Famili ini biasanya dikoleksi dari hutan tropis sehingga famili ini juga didapat
dari areal hutan (Gibson 1993). Ukuran tubuhnya yang sangat kecil membuat
Famili Mymarommatidae jarang dapat dikoleksi dengan menggunakan jaring
serangga saja.
Famili yang hanya ditemukan pada areal kebun sayur, salah satunya adalah
Elasmidae. Elasmidae berwarna coklat, hitam atau kuning dan biasanya berwarna
sedikit metalik (Gambar 5c). Elasmidae merupakan parasitoid dari larva
Lepidoptera atau hiperparasitoid dari larva Hymenoptera terutama Ichneumonidae
dan Braconidae (Gibson 1993). Famili ini bukan merupakan famili langka, namun
dalam penelitian ini hanya ditemukan satu individu saja. Beberapa famili
parasitoid yang ditemukan selama penelitian dicantumkan di dalam Lampiran 4.

a

b

c

d

e

f

Gambar 5 Beberapa famili serangga Hymenoptera parasitoid yang ditemukan:
(a) Aphelinidae, (b) sayap Mymarommatidae, (c) Elasmidae, (d)
Scelionidae, (e) Eulophidae, (f) Braconidae

10
Famili Hymenoptera parasitoid yang memiliki persentase tertinggi pada areal
sawah, kebun sayur, dan hutan adalah Scelionidae, Eulophidae, dan Braconidae
(Tabel 3). Scelionidae (Gambar 5d) biasanya memiliki ukuran tubuh 1-2.5 mm,
yang terkecil mencapai 0.5 mm. Scelionidae merupakan endoparasitoid dari telur
serangga dan laba-laba. Habitat parasitoid ini biasanya areal yang terkena sinar
matahari langsung (Masner 1993b). Hal tersebut yang menyebabkan di areal
kebun sayur dan sawah lebih banyak dijumpai Scelionidae dibandingkan dengan
di areal hutan.
Eulophidae memiliki tubuh metalik atau tidak (Gambar 5e). Skutelum
terkadang dengan sepasang garis submedian yang memanjang, tarsi dengan empat
tarsomer. Mesosoma dan metasoma dipisahkan dengan penggentingan yang jelas.
Eulophidae merupakan parasitoid larva Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera, dan
Coleoptera (Gibson 1993). Menurut Yaherwandi (2009), Eulophidae adalah salah
satu parasitoid yang dominan ditemukan pada areal sawah monokultur karena
merupakan parasitoid dari serangga hama padi.
Braconidae (Gambar 5f) adalah famili ke-2 terbesar setelah Ichneumonidae
dalam Ordo Hymenoptera. Braconidae dapat ditemukan di berbagai tempat dan
tidak ada perbedaan habitat kering atau basah, oleh karena itu famili ini banyak
ditemukan di lahan penelitian. Ciri khas famili Braconidae adalah venasi sayap
depan 1/Rs+M dan sayap belakang 1r–m (Sharkey 1993).
Parasitoid memiliki inang yang spesifik, semakin tinggi keanekaragaman
serangga inang, parasitoid akan semakin beragam (Speight et al. 1999). Lahan
kebun sayur memiliki jumlah individu ordo Hymenoptera parasitoid terbanyak
yaitu 652 individu, diikuti lahan hutan dan sawah (Tabel 4). Lahan kebun sayur
memiliki jumlah famili yang lebih beragam (17 famili) dibandingkan dengan
lahan hutan (16 famili), dan lahan sawah (13 famili).
Tanaman memberikan keuntungan bagi predator dan parasitoid, sebagai
tempat tinggal, tempat makanan, dan informasi mengenai lokasi mangsa atau
inang herbivor (Speight et al. 1999). Lahan kebun sayur ditumbuhi berbagai
Tabel 4 Jumlah individu dan famili ordo Hymenoptera parasitoid di areal sawah,
kebun sayur, dan hutan pada bulan Januari hingga Maret 2015
Lokasi
Sawah
Individu
Famili
Kebun Sayur
Individu
Famili
Hutan
Individu
Famili
Total
Individu
Famili

Pengamatan ke-1
(Januari)

Pengamatan ke-2
(Februari)

Pengamatan ke-3
(Maret)

Total

123
11

78
12

45
10

246
13

159
12

245
12

247
14

652
17

84
13

114
14

117
11

315
16

367
16

437
15

408
15

1213
19

11
jenis gulma dan terdapat tanaman berbunga. Menurut Yaherwandi et al. (2008),
habitat alami seperti tumbuhan liar di sekitar tanaman semusim memiliki
keanekaragaman parasitoid yang tinggi karena tidak terlepas dari ketersediaan
tumbuhan berbunga yang menyediakan tepung sari dan nektar sebagai makanan
tambahan imago dan inang alternatif parasitoid. Lahan sawah memiliki jumlah
famili parasitoid terendah (13 famili) dibandingkan dengan lahan kebun sayur dan
hutan. Jenis tanaman yang sedikit menyebabkan sumber makanan untuk inang
parasitoid kurang beragam, sehingga jenis parasitoid yang ada kurang beragam.
Jumlah parasitoid yang tertangkap pada areal sawah cenderung menurun
setiap pengambilan sampel. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi cuaca dan
perlakuan pada pertanaman padi. Curah hujan yang meningkat setiap bulannya
(Tabel 5) menjadi faktor penting dalam menentukan keberadaan parasitoid. Cuaca
berpengaruh terhadap tingkat kelahiran dan kematian serangga yang secara tidak
langsung mempengaruhi kelimpahan organisme lain, termasuk musuh alami
(Setyolaksono 2013). Faktor abiotik berpengaruh terhadap ekologi serangga,
keberhasilan reproduksi dan perpindahan (Speight et al. 1999).
Tabel 5 Rata-rata curah hujan di areal pengamatan pada bulan Januari hingga
Maret 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret

Curah hujan (mm)
Sawah dan hutan
250
351
374

Kebun sayur
225
316
360

Sumber: BMKG Dramaga 2015

Kondisi tanaman padi saat pengamatan ke-1 masih dalam fase vegetatif dan
belum mengalami aplikasi pestisida, sehingga jumlah parasitoid yang didapat
cenderung lebih banyak. Selain itu padi mulai terserang hama wereng hijau yang
menjadi inang parasitoid. Pengamatan ke-2 dan ke-3, kondisi bulir padi mulai
berisi. Aplikasi pestisida dilakukan secara rutin setiap 2 minggu sekali dan
tergantung kondisi cuaca. Pada pematang sawah yang berada di sekitar areal
sawah dilakukan sanitasi. Pembersihan tanaman yang ada di sekitar sawah turut
mempengaruhi keberadaan parasitoid karena sumber daya yang dibutuhkan
parasitoid tidak atau kurang tersedia sehingga kelangsungan dan keberadaannya di
sawah juga akan menurun (Hamid et al. 2003).
Penelitian Herlina et al. (2011) menunjukkan keanekaragaman parasitoid di
lahan persawahan dipengaruhi oleh habitat sekitar lahan persawahan dan ada
korelasi positif antara umur tanaman padi dengan keanekaragaman parasitoid.
Parasitoid cenderung meningkat dengan bertambahnya umur padi. Pada kondisi
habitat yang mendukung, keanekaragaman parasitoid mengikuti keanekaragaman
inangnya yang berbeda di setiap fase pertumbuhan tanaman padi. Namun, pada
penelitian ini keanekaragaman parasitoid pada lahan sawah mengalami penurunan
setiap kali pengamatan. Hal tersebut mungkin disebabkan aplikasi pestisida,
cuaca, dan kondisi di sekitar lahan sawah yaitu adanya sanitasi gulma.
Jumlah individu parasitoid yang tertangkap di lahan kebun sayur mengalami
peningkatan setiap pengamatan. Peningkatan jumlah individu juga diikuti dengan
peningkatan jumlah famili parasitoid. Aplikasi pestisida dilakukan secara rutin,

12
sehari sebelum dilakukan panen. Aplikasi pestisida pada lahan kebun sayur
kurang efektif karena beberapa kali setelah dilakukan penyemprotan turun hujan
sehingga populasi parasitoid tidak mengalami penurunan. Jumlah parasitoid yang
ditemukan pada pengamatan ke-1 cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan
pengamatan ke-2 dan ke-3. Hal tersebut disebabkan pertanaman terung masih
dalam fase vegetatif dan kondisi lahan masih terawat dengan gulma yang masih
sedikit. Pengamatan ke-2 dan ke-3 pertanaman terung berada dalam fase generatif
dan sudah mengalami beberapa kali panen.
Kondisi lingkungan pada lahan hutan tidak berubah sepanjang pengamatan.
Jumlah parasitoid yang didapat mengalami peningkatan, namun tidak diimbangi
dengan peningkatan keanekaragaman famili. Curah hujan yang meningkat setiap
bulannya, membuat parasitoid sulit bergerak.
Indeks Keanekaragaman Jenis
Hutan memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) untuk Hymenoptera
parasitoid paling tinggi (2.30) dibandingkan dengan sawah (1.99) dan kebun sayur
(1.96) (Tabel 6, Lampiran 5, 6, 7). Jumlah famili Hymenoptera parasitoid yang
didapat pada lahan kebun sayur lebih banyak (17) dibandingkan lahan hutan (16).
Hal ini disebabkan parameter yang mempengaruhi perhitungan indeks
keanekaragaman adalah jumlah famili dalam suatu komunitas dan sebarannya.
Indeks keanekaragaman jenis juga akan cenderung rendah bila komunitas tersebut
didominasi satu jenis saja (Price 1984).
Indeks kemerataan tertinggi terdapat pada areal hutan (0.83) dibandingkan
lahan sawah (0.78) dan kebun sayur (0.69). Indeks keanekaragaman akan tinggi
jika jumlah famili dalam suatu komunitas tersebar merata. Jika beberapa famili
jumlahnya tidak sama rata dalam suatu komunitas, maka keanekaragamannya
akan lebih rendah dibandingkan dengan yang jumlahnya hampir sama. Nilai
sebaran menunjukkan pola sebaran suatu komunitas, semakin besar pola sebaran
suatu jenis maka akan semakin sama atau seimbang pola sebaran suatu individu di
dalam komunitas, dan sebaliknya.
Nilai H’ pada setiap areal berkisar antara 1.96 hingga 2.30 (Tabel 6), maka
dapat dikatakan indeks keanekaragaman tersebut sedang. Indeks keanekaragaman
termasuk kategori rendah jika nilai H’