Kebijakan Dan Strategi Pengembangan SIstem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)
I
J
セN@
.....,
..
I
セLN@
\
セN
"'1
,
I
,
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511/MENKES/SKN/2002
(Cetakan : KETlGA)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
INDONESIA
SEHAT
セoG@
351.077 03
Ind
i
IEBDAIAN DANISTIATEGI
PENGEMBANGAN SlSTEM INfORMASI
KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511IMENKES/SKIV/2002
(Cetakan: KETIGA)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
b
INOOEM
セ@
Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI
351.07703
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS): Keputusan Menkes
No: 511lMENKESlSKNflOO2 Jakarta :
Departemen Kesehatan RI 2002
I.
Judul
1. HEALTH POLICY 2. HEALTH PLANNING
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 511IMENKES/SKN/2002
TENTANG
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL(SIKNAS)
MENTER 1 KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan desentralisasi menuju Otonomi
Daerah di bidang kesehatan, Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS) memegang peran penting bagi upaya pencapaian
KabupateniKota Sehat, Provinsi Sehat, dan Indonesia Sehat;
b. bahwa dalam rangka membangun Sistem Informasi Ke';ehatan
Nasional (SIKNAS) dalam tatanan Otonomi Daerah di Bidang
Kesehatan, perlu ditetapkan Kebijakan dan Strategi yang tepat.
c. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosia!
Nomor 468IMENKESKESOS/SKN 12001 Tentang Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional,
dengan adanya perkembangan baru dan kebijakan Departemen
Kesehatan, perlu diubah dan ditetapkan kembali dalam keputusan
Menteri Kesehatan
Mengingat
I. UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);
2. UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Nomor 60 Tahun 1999, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
3. UndangU ndang N omor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 72 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3848);
4. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) (Lembaran Negara Nomor
206 Tahun 2000);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20. Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan alas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5741
Menkes/SKIlV12000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Menuju Indonesia Sehat 2010;
8. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial R.1.
Nomor 1747/Menkes-Kesos/SK/XIII2000 tentang Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan
di KabupatenIKota;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12771
Menkes/SK/XII200 I tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Pertama
KEPUTUSAN MENTER1 KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL(SIKNAS).
Kedua
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS) sebagai dimaksud dalam diktum pertama,
tercantum daIam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari keputusan ini.
Ketiga
Koordinasi penyelenggaraan Sistern Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS) dilaksanakan oleh Pusat Data da n Informasi Departernen
Kesehatan.
Keernpat
Keputusan ini rnerupakan acuan bagi Departernen Kesehatan serta
petunjuk bagi Daerah Provinsi dan Daerah KabupateniKota dalarn
pengernbangan Sistern Informasi Kesehatan.
Kelima
Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini rnaka Keputusan Menteri
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nornor 468/MENKESKESOSI
SK/V/2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Keenam
Keputusan ini rnulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau
kern bali bila terdapat kekeliruan.
セ]ZLN@
Ditetapan di : Jakarta
Pad a tanggal : 24 Mei 2002
Tembusan Yth.:
I. Menteri Dalam Negeri dim Otonomi Daerah di Jakarta
2. Menteri Keuangan di Jakarta
3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara di jakarta
4. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta
5. Para Gubemur di seluruh Indonesia
6. Para BupatilWalikota di seluruh Indonesia
7. Para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia
8. Para Ke pala D inas Kese hatan Kabu pateniKota di seluruh Indonesia
9 . Para Pejabat Ese lon I dan II Dapartemen Kesehatan d i Jakarta
KEBDAKAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN SlSTEM INFORMASI
KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511/MENKES/SKN/2002
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
KATA PENGANTAR
Untuk mewujudkan Otonomi Daerah di bidang kesehatan guna mencapai
Indonesia Sehat 2010, dikembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS). SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan bagian
fungsional dari Sistem Kesehatan, yang dibangun dari himpunan atau jaringan
Sistemsistem Inforrnasi Kesehatan Provinsi. Sistem Inforrnasi Kesehatan Provinsi
itu sendiri dibangun dari himpunan atau jaringan Sistemsistem Inforrnasi Kesehatan
KabupatenIKota.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor:
468IMENKES-KESOS/SKIIV1200 I tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Inforrnasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang ditetapkan pada saat awal
pelaksanaan Otonomi Daerah dianggap perlu untuk diperbaiki guna menampung
perkembanganperkembangan yang ada. Yaitu dengan diterbitkannya Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: SIIIMENKES/SK/V12002 ini. Diharapkan Keputusan
Menteri Kesehatan · ini dapat menjadi acuan bagi Departemen Kesehatan serta
petunjuk bagi Provinsi dan Kabu.patenIKota dalam pengembangan Sistem Inforrnasi
Kesehatan.
Mudahmudahan dengan terbitnya Surat Keputusan ini Pengembangan
Sistem Infonnasi Kesehatan dalam era Otonomi Daerah dapat ditingkatkan sehingga
dapat mendukung tercapainya Visi "Indonesia Sehat 2010".
Jakarta, 24 Mei 2002
Kepala Pusat Data dan Infonnasi
Bambang Hartono, SKM, MSc
NlP. 140058225
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ...... ............................... .................. .... ................ .
DAFTAR lSI
m
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................... .
BAB II
OTONOMI DAERAH DAN REFORMASI
KESEHATAN ....................................................................
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
2
5
ANALISIS SITUASI ........................................................
A . Kelemahan Yang Ada ................................................
B. Tantangan Yang Mungkin Muncul........ ......................
C. Kondisi PositifAtau Kemampuan ..............................
D. Peluang Yang Ada ..................................... .................
E. Isu Strategis ...............................................................
5
9
\0
12
13
VISI, MIS I, DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS ..........................................................
A. Visi dan Misi ..............................................................
B. Kebijakan.......... ...... ...... ...... ............ ............ ........ ... ....
15
15
16
STRATEGI PENGEMBANGAN SIKNAS......................
A. Integrasi SistemSistem Infonnasi Kesehatan
Yang Ada................................................ ....................
B. Pengumpulan dan Pemanfaatan Bersama Data
dan Informasi Terintegrasi .........................................
C. Fasilitasi Pengembangan SIK Daerah .......................
D. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi
Untuk Manajemen ............................... ....... .................
E. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi
Untuk Masyarakat.......................................................
F. Pengembangan Teknologi dan Sumberdaya
Informasi ..... ... ... ....... .......... .................... .... .... .... .... ....
21
PENUTUP .........................................................................
27
21
22
23
25
26
26
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
I
BABI
PENDAHULUAN
Departemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun 1970an.
Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data
Kesehatan pada tahun 1984.
Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan
SIKNAS ini masih menghadapi hambatanhambatan yang bersifat klasik, yang
akhirnya menimbulkan masalahmasalah klasik pula. Yaitu berupa kurang akurat,
kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang disaj ikan.
Untuk mendukung Reformasi di bidang Kesehatan, jelas strategi
pengembangan SIKNAS harus diubah. Reformasi di bidang Kesehatan telah
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan yang tecermin dalam motto
"INDONESIA SEHAT 2010". Padahal dalam kurun waktu sepuluh tahun
mendatang, selain krisis ekonomi yang baru mulai membaik, dua perubahan beSl\r
dihadapi bangsa Indonesia. Perubahan pertama dimulai awal tahun 2001, berupa
pelaksanaan Otonomi Daerah dengan diterapkannya dua Undangundang (UU),
yaitu UU No. 22 tahun 1999 daR UU No. 25 tahun 1999. Perubahan kedua dimulai
pada tahun 2003, di mana kesepakatan pemberlakuan perdagangan bebas (free
trade) antar negaranegara ASEAN (AFTA) dimulai.
Dokumen ini menyajikan Visi, Misi, dan Kebijakan, serta Strategi yang
akan ditempuh dalam mengembangkan SIKNAS mengantisipasi situasi sepanjang
kurun waktu satu dasawarsa mendatang, guna ikut mengupayakan tercapainya
Indonesia Sehat 2010.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
BAB II
OTONOMI DAERAH DAN REFORMASI KESEHATAN
Mulai bulan lanuari 2001 kebijaksanaan Otonomi Daerah telah dilaksanakan di
Indonesia, yaitu dengan diterapkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan diterapkannya kedua UU tersebut, sistem pemerintahan di
Indonesia berubah dari bentuk terpusat (sentralisasi) menjadi bentuk terdelegasikan
(desentralisasi). Dalam tatanan desentralisasi, Daerahdaerah berubah menjadi
Daerahdaerah Otonom (Mandiri). Dalam UU No. 22 tahun 1999 disebutkan adanya
tiga Daerah Otonom, yaitu Daerah Otonom Provinsi, Daerah Otonom Kabupaten,
dan Daerah Otonom Kota. Pasal 4 ayat 2 UU tersebut menyatakan tidak adanya
hubungan hirarkhis an t ara ketiga Daerah Otonom tersebut. Akan tetapi Penjelasan
Otonom
P3sal 4 menyatakan bahwa Gubernur (yang merupakan Kepala d。セイィ@
Provinsi dan sekaIigus Kepala Wilayah Administrasi) melakukan hubungan
pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Hal
ini dikarenakan Daerah Provinsi selain diberi kewenangan atas dasar desentralisasi
secara terbatas, juga kewenangan atas dasar dekonsentrasi luas (kewenangan
sebagai wakil Pemerintah Pusat). Pengaturan tentang pembinaan dan pengawasan
ini lebih diperjelas lagi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 200 1
tentang Pembinaan dan PengawasanAtas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Sedangkan kewenangan atas dasar desentralisasi luas (tanpa dekonsentrasi)
diberikan kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Kepada Daerah juga
dimungkinkan diberikan kewenangan berupa tugas pembantuan (medebewind).
Ini berarti bahwa pelaksanaan pembangunan mayoritasnya diselenggarakan oleh
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Pelaksanaan pembangunan di Daerah
Provinsi terbatas hanya pada halhal yang belum dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten/Kota dan halhal yang bersifat lintas Kabupaten/Kota. Sementara itu,
Pemerintah Pusat bertindak sebagai penentu kebijakan, standar dan pengaturanl
pembinaan.
8
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
Sebagaimana disebutkan di atas, Reformasi bidang Kesehatan telah
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan yang tecermin dalam motto
INDONESIA SEHAT 20 IO. Dalam tatanan desentralisasi berarti pencapaian
Indonesia Sehat pada tahun 2010 sangat ditentukan oleh pencapaian Provisiprovinsi
Sehat, Kabupatenkabupaten Sehat, dan Kotakota Sehat. Bahkan juga oleh
pencapaian Kecamatankecamatan Sehat dan Desadesa Sehat.
Pencapaian Indonesia Sehat 2010 dilaksanakan dengan merumuskan
kembali dan menyelenggarakan dengan benar Sistem Kesehatan Nasional. Dalam
tatanan desentralisasi, Sistem Kesehatan Nasional yang bersifat umum tentu tidak
dapat diterapkan begitu saja di Daerahdaerah. Otonomi Daerahjustru mengandung
semangat untuk memperhatikan masalahmasalah spesifik Daerah, kebutuhan dan
aspirasi masyarakat Daerah serta inovasi yang muncul dan berkembang di Daerah.
Dengan demikian, dengan mengacu kepada Sistem Kesehatan Nasional, setiap
Daerah Provinsi harus merumuskan dan melaksanakan Sistem Kesehatan
Provinsinya. Demikian juga setiap Daerah Kabupaten/Kota harus merumuskan
dan melaksanakan Sistem Kesehatan Kabupaten/Kotanya. Dengan Sistem
Kesehatan inilah upayaupaya penyediaan pelayanan kesehatan dan pembiayaan
kesehatan digerakkan ke arah terwujudnya lingkungan sehat, perilaku hidup bersih
dan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.
Sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999, di Provinsi hanya ada Dinas
Kesehatan Provinsi (penggabungan dari Kantor Wilayah Depkes dan Dina$
Kesehatan Dati I yang ada sa at ini). Sedangkan di KabupatenlKota hanya ada
Dinas Kesehatan KabupatenlKota (Kandep Kesehatan dilebur ke dalam Dinas
Kesehatan Dati II). Sejumlah besar Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Departemen
Kesehatan seperti Rumah Sakit serta berbagai Balai dan lainlain diserahkan ke
Daerah Prov insi dan Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) yang memang telah menjadi milik Daerah Kabupatenl
Kota tetap dijadikan milik Daerah tersebut.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, Sistem Kesehatan diselenggarakan oleh Masyarakat (Swasta) bersama
dengan Pemerintah. Peran Masyarakat (Swasta) bahkan diharapkan makin lama
makin besar, sehingga Pemerintah cukup melaksanakan pembinaan dan pengawasan
saja.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
8
Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap
penyelenggara harus bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara ha ru s
melaksanakan Manajemen Kesehatan yang efektif, efisien dan strategis dalam
mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setempat. Oleh karena
Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk mendukung Manajemen
Kesehatan, maka setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem
Informasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem
informasi yang dibangun dari kesatuan Sistemsistem Informasi dari para
penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional.
n
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
BABIII
ANALISIS SITUASI
Dalam rangka mengembangkan SIKNAS untuk mendukung desentralisasi
bidang kesehatan guna mencapai Indonesia Sehat 2010, temyata masih dijurnpai
sejurnlah kelemahan dan akan dihadapi sejurnlah ancaman, selain terdapat pula
sejumlah kondisi positif(kemampuan) dan peluang.
A. KELEMAHAN YANG ADA
Untuk mewujudkan SIKNAS yang diharapkan, sarnpai saat ini rnasih
dijumpai sejumlah kelemahan yang bersifat klasik. Kelernahankelernahan tersebut
yang terpenting adalah:
1. 8istem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi
Sebagaimana diketahui, di Departemen Kesehatan terdapat berbagai Sistem
Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sarna lain kurang
terintegrasi. Sistemsistem Informasi Kesehatan tersebut antara lain adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sistern Informasi Puskesmas
Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem Surveilans Terpadu
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Sistem Informasi Obat
Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
• Sistem Informasi. Kepegawaian Kesehatan
• Sistern Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan
• Sistem Informasi Diklat Kesehatan
• Sistem Informasi Tenaga Kesehatan
g. Sistern Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan
KebiJakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
Masingrnasing sistern infonnasi tersebut cenderung untukrnengurnpulkan
data sebanyakbanyaknya rnenggunakan cara dan fonnat pelaporannya sendiri.
Akibatnya unitunit terendah (operasional) seperti Puskesrnas dan Rurnah Sakit
yang harus rnencatat data dan rnelaporkannya rnenjadi sangat terbebani. Darnpak
negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya pengirirnan laporan
data.
Fragrnentasi juga terjadi dalarn kancah Iintas sektor. Derajat kesehatan
rnasyarakat sesungguhnya sangat ditentukan oleh sektorsektor yang berkaitan
dengan perilaku rnanusia dan kondisi Iingkunganhidup, di sarnping oleh sektor
kesehatan. Akan tetapi selarna ini inforrnasi yang berasal dari sektorsektor terkait
di luar kesehatan tidak pernah tercakup dalarn Sistern Infonnasi Kesehatan. Hal
ini terutarna disebabkan kurangjelasnya konsep kerjasarna Hntas sektor, sehingga
tidak pernah dirurnuskan secara konkrit peran atau kegiatan penting apa yang perlu
dilakukan oleh sektorsektor terkait bagi suksesnya pencapaian derajat kesehatan
rnasyarakat yang setinggitingginya (critical success factors).
2. Sebagian besar Daerah belum memiliki kemampuan memadai
Walaupun Otonorni Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001,
tetapi fakta rnenunjukkan bahwa sebagian besar Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota belurn rnerniliki kernarnpuan yang rnernadai, khususnya dalarn pengembangan
Sistern Infonnasi Kesehatannya. Selarna berpuluhpuluh tahun kernampuan tersebut
rnernang kurang dikernbangkan, sehingga untuk dapat rnernbangun Sistern Infonnasi
Kesehatan yang baik, Daerah rnasih rnernerlukan fasilitasi.
Beherapa Daerah Provinsi tampaknya sudah rnulai rnengernbangkan Sistern
Infonnasi Kesehatannya karena adanya berbagai proyek pinjarnan luar negeri
(ADB3, CHN3, HP5, PHP, dan lainlain). Akan tetapi tarnpaknya pengernbangan
yang di lakukan rnasih kurang rnendasar, kurang kornprehensif, dan tidak rnengatasi
rnasalahrnasalah klasik yang ada. Setiap proyek cenderung rnenciptakan sistern
infonnasi kesehatan sendiri dan kurang rnernperhatikan kelangsungan sistern.
Banyak fasilitas kornputer akhirnya kadaluwarsa (out ofdate) atau rusak sebelum
Sistern Infonnasi Kesehatan yang diinginkan terselenggara. Yang belurn rusak pun
pada urnurnnya bervariasi baik dalarn spesifikasi perangkat kerasnya rnaupun
perangkat lunaknya, sehingga satu sarna lain tidak berseuaian (compatible).
c:-J
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal
Sistem informasi dengan manajemen adalah ibarat [ istem saraf dengan
jaringan tubuh. Sistem sarafyang baik pun tidak akan ada artinya apabilajaringan
tubuh yang ditopangnya mati (nekrosis). Apa lagi bila temyata sistem sarafnya
pun buruk pula.
Selama ini manajemen kesehatan yang dipraktekkan, khususnya di Daerah
dan tingkat operasional (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lainlain) tidak pemahjelas
benar. Puskesmas mengalami kelebihan beban yang sangat hebat (overburdened)
karen a adanya "keharusan dari atas" untuk melaksanakan sedemikian ban y ak
program kesehatan . Jangankan untuk berperan sebagai Pusat Pembangunan
Kesehatan, untuk melaksanakan "tugas dari atas" saja sudah tidak sempuma.
Rumah sakit masih terombangambing antara manajemen yang harus menghasilkan
profit atau manajemen lembaga sosial. Daerah tidak kunjung dapat merumuskan
Sistem Kesehatan Daerahnya karena masih belum jelasnya Otonomi Daerah.
Kegalauan dalam manajemen kesehatan tersebut sudah barang tentu sangat
besar pengaruhnya bagi pemanfaatan informasi . Segala sesuatu yang serba "dari
atas" juga menyebabkan para manajer tidak pernah memikirkan perlunya
memanfaatkan data untuk mendukung inisiatifnya.
4. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh masyarakat
kurang dikembangkan
Akhirakhir ini minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan infonnasi,
termasuk di bidang kesehatan, sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal
ini terutama karena dipacu oleh revolusi di bidang telekomunikasi dan infonnatika
(telematika) akibat makin meluasnya penggunaan komputer dan jaringannya
(intranet dan internet). Namun demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat ini
tampak kurang berkembang di bidang kesehatan karena kurangnya respon.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
5. Pemanfaatan teknologi te)ematika belum optimal
Kelemahan ini sebenamya merupakan penyebab dari timbulnya kelemahan
nomor 4 di atas. Masalahnya tampaknya bukan karena biaya untuk teknologi
telematika yang memang besar, tetapi lebih karena apresiasi terhadap penggunaan
teknologi telematika yang masih kurang, akibat pengaruh budaya (kul,t ur). Oalam
banyak hal, rendahnya apresiasi ini juga dikarenakan alasanalasan yang masuk
akal, yaitu rasio manfaatbiaya (cot-benefit ratio) yang kurang memadai. Investasi
untuk teknologi telematika yang begitu besar belum dapat dijamin akan menghasilkan
manfaat yang sepadan.
Lingkaran setan ini memang sulit ditentukan dari mana untuk memulai
memutuskannya. Namun demikian tentunya akan ideal apabila dapat dilakukan
pendekatan serempak セ mengembangkan pemanfaatan teknologi telematika dalam
Sistem Informasi Kesehatan yang dilandasi dengan upaya menggerakkan
pemanfaatannya (terutama melalui pengembangan praktekpraktek manajemen
yang benar).
•
6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
terbatas
Kelemahan ini pun berkait dengan masalah rasio biayamanfaat yang masih
sangat rendah. Padahal selain investasi, Sistem Informasi Kesehatan juga
memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pemeliharaannya. Banyak investasi
yang sudah dilakukan, khususnya yang berupa pemasangan komputer, pelatihan
petugas, pencetakan formulir, dan lainlain akhimya tidak berlanjut karena ketiadaan
dana untuk mendukung kelangsungannya. Apa lagi selama ini ketersediaan dana
Daerah umumnya kurang mencukupi. Oleh karena itu, pemeliharaan Sistem
Informasi Kesehatan yang dalam kenyataannya "tidak bermanfaat", tentu akan
kecil prioritasnya dalam pengalokasian dana.
7. Kurangnya tenaga purnawaktu untuk Sistem Informasi
Kesehatan
Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan juga sangat
ditentukan oleh keberadaan tenaga pumawaktu yang mengelolanya. Selama ini di
banyak tempat, khususnya di Daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah
tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain. Oi beberapa tempat memang
dijumpai adanya tc nagatenaga purna waktu. Akan tetapi mereka itu dalam
GJ
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
kenyataan tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan informasi karena
imbalannya yang kurang memadai. Untuk memperoleh imbalan yang cukup, maka
mereka bersedia melakukan pekerjaan apa saja (di luar pengelolaan d ata dan
informasi) yang d itawarkan oleh program atau proyekproyek lain. Kelemahan ini
masih ditambah dengan kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang
informasi, khususnya teknologi informasi dan manfaatnya.
Selama ini sudah terdapatjabatanjabatan fungsional untuk para pengelola
data dan informasi, yaitu Pranata Komputer dan Statistisi, yang memberi tunjangan
jabatan sebagai imbalan. Namun demikian untuk dapat memangkujabatanjabatan
terse but diperlukan persyaratan tertentu yang sulit dipenuhi oleh para pengelola
data dan informasi kesehatan.
B. TANTANGAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Tantangan yang mungkin muncul sehubungan dengan pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan pada dasarnya berasal dari dua perubahan besar
sebagaimana disebutkan di depan.
1. Tantangan dari Otonomi Daerah
Otonomi Daerah yang sampai menyebabkan masingmasing Daerah sibuk
mengerjakan urusannya sendiri saja tentu akan sangat merugikan pengembangan
maupun kelangsungan SIKNAS. Padahal tanpa SIKNAS yang baik, Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah akan sangat dirugikan. Pemerintah Pusat tentu
menjadi kesulitan dalam memantau kemajuan pencapaian Indonesia Sehat.
Sementara itu, Daerah dirugikan karena tidak memiliki tolok ukur Nasional sebagai
acuannya. Pembandingan dengan Daerah lain (benchmarking) pun akan
mengalami kesulitan karena tiadanya standar yang universal. Kerjasama antar
Daerah, misalnya dalam pengadaan dan pemanfaatan obat,juga dapat terkend al a
karena tiadanya informasi yang standar dan mencakup sejumlah Daerah.
Pengendalian penyakit menular (yang sulit dibatasi secara geografis) akan kacau
balau karena tiadanya sistem pengamatan penyakit yang komprehensif. Masa lah
j uga akan muncul dalam pendayagunaan tenaga kesehatan.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
2. Tantangao dari Globa lisasi
Globalisasi yangakan dimulai pad a tahun 2003 akan menyebabkan bebasnya
pertukaran berbagai hal antar negaranegara ASEAN manusia, barang, investasi,
tenaga kerja l PTE K, da n lainl ain. O i bid ang kesehatan hal ini a kan da pat
menimbulkan dampak negatifapabila tidak dikelola dengan baik. Oampak negati f
itu antara lain:
a . M as uk dan menularnyanya penyak itpenyakit serta gan gguangan gguan
kesehatan baru, termasuk penyalahgunaa n napza dan perilakuperilaku
meny unpang.
b. Masu knya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat men ingkatkan biaya
kesehatan.
c . Masuk dan beredarnya napza secara gelap untuk tujuan penya lahgu naannya.
d. Masuknya tenagatenaga kesehatan asing yang dapat mengalahkan tenagatenaga kesehatan dalam negeri di negerinya sendiri .
PengeloJaan yang baik terhadap pertukaran tersebut di atas tentu harus
didukung sistem informasi yang memadai. Kewaspadaan dini hanya dapat
dikembangkan apabila terdapat sistem informasi yang memasok data dan informasi
secara akurat, tepat dan cepat. Apabila globalisasi datang pada sa at SIKNAS belum
tertata dengan baik, maka dampak-dampak negatif tersebut di atas bisa jad i akan
terwujud.
C. KONDISI POSITIF ATAU KEMAMPUAN
Namun di balik kelemahan dantantangan yangdihadapi, masih' dapatdijumpai
kondisi positifatau kemampuan yang memungkinkan dikembangkannya SIKNAS.
Kondisi positifitu antara lain adalah:
1. Infrastruktur kesehatan sudah cukup memadai
Bidang kesehatan sebenarnya sudah sejak tahun 1950an melaksanakan
desentralisasi. Olch karena itu, infrastruktur kesehatan di Oaerah sudah cukup
memadai. Sarana dan tenaga kesehatan suda h sampai ke Kecamatan. bahkan Desadesa.
Ditambah
lagi
dengan
telah
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
berkembangnya
sarana-sarana
bersumberdaya masyarakat di bidang kesehatan seperti Posyand u, Poli ndes Pos
Gbat Desa, dan kaderkader kesehatan. Kantorkan tor ke sehatan ( D inas
Kesehatan) pada umumnya telah memil iki prasarana dan sarana yang cuku p baik.
Rumah sakit telah terdapat sampai di hampir setiap Kabupaten/ Kota. Sejumlah
unit pelaksana teknis (UPT) baru telah pula bermunculan dalam
dasawarsa terakhir ini.
2. Telah berkembang berbagai sistem informasi kesehatan
Betapa pun, telah berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan
selama ini merupakan kondisi positif bagi berkembangnya SIKNAS di masa
mendatang. Dengan telah lama berlangsungnya berbagai sistem informasi tersebut,
jajaran kesehatan sebenamya sudah cukup terbiasa (familiar) dengan urusan data
dan informasi. Data dan informasi juga bukan sarna sekali tidak dimanfaatkan.
Walaupun untuk keperluankeperluan yang kurang strategis, data dan informasi
kesehatan dimanfaatkan juga di Daerah . Hampir semua Provinsi dan Kabupaten
bahkan telah memiliki publikasi yang berupa Profil Kesehatan. Sistem Su rveilans
Terpadu, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi, serta Sistem Pelaporan D bat dan
Napza telah sangat dirasakan manfaatnya da lam pengendalian penyakit dan kejadiankejadian luar biasa.
Telah berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan itu juga telah
membawa dampak berupa sudah tersedianya sejumlah komputer dan bahkan dengan
fasilitasjaringannya, di beberapa tempat.
3. Muncul beberapa inisiatif di berbagai tempat
Tidak semua pihak mengabaikan Sistem Informasi Kesehatan. Sejumlah
Rumah Sakit, baik milik Pusat maupun Daerah, telah mengambil inisiatif
mengembangkan Sistem Informasinya sendiri. Khususnya dalam rangka administrasi
keuangan dan penagihan pasien serta pengolahan data rekam medik. Beberapa
bahkan telah mulai menjalin kerjasama dalam bentukjaringan dan memanfaatkan
teknologi telematika yang ada (intranet dan internet). Sejumlah Puskesmas telah
pula mengambil inisiatif mengembangkan Sistem Informas inya, walau tanpa
dukungan dana khusus.
Kebijakan dan Strategi Pengemoangan StKNAS
セ@
4. Telematika telah berkembang dengan pesat
Berkembangnya pemanfaatan teknologi telematika da lam tahuntahun
terakhir ini d i Indonesia merupakan kondis i pos itifyang a kan sangat men duku ng
berkembangnya SIKNAS . Infrastruktur telemat ika telah merambah semakin luas
kawasan negara Indonesia dan apresiasi masyarakat pun tampak semakin meningkat.
Sementara itu penyed iaan perangkat keras dan perangkat lunak telematika pun
semakin banyak. Harga tekno logi telematika tam paknya j uga cenderung menurun
karena telah semakin berkem bangnya pasar dan d item ukannya berbagai bahan
serta cara kerja yang lebih efis ien . Demikian pun fas ilitas pendidikan dan pelatihan
di bidang telemati ka, baik yang berbentuk pend idikan formal maupun kursuskursus.
D. PELUANG YANG ADA
Sedangkan peluang untuk berkem bangnya SIKNAS terutama datang dari
beberapa kecenderungan berikut ini:
1. Kebijakan Otonomi Daerab
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah tidak ha nya
dilakukan desentralisasi kewenangan kepada Daerah, melainkanjuga desentralisasi
fiskal. Artinya, sebagian besar dana dialihkan ke Daerah, sehingga su m ber dana
untuk pelaksanaan pembangunan Daerah, termasuk pembangunan kesehatan,
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanj a Daerah (APBD). Hal ini khususnya
berlaku untuk Daerah Kabupaten/Kota .
Desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bahwa sektor kesehatan harus
dapat membuktikan kepada para pengambil keputusan di bidang anggaran
(khususnya DPRD) bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan kese hatan
Daerah membawa manfaat bagi masyarakat di Daerah yang bersangkutan.
Pembuktian ini tentu sangat memerlukan dukungan dari suatu sistem informasi
kesehatan yang dapat diandalkan.
A
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
2. Kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi
Dalam pengorganisasian instansi pemerintah baik Pusat maupun Daerah
diberlakukan kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi . Artinya,
jabatanjabatan struktural sedapatdapatnya dikurangi, sedangkanjabatanjabatan
fungsional diperbanyak.
Bagi jajaran pengelola data dan informasi kesehatan, kebijakan ini
merupakan peluang oleh sebab dalam jajaran ini sudah dan akan tersedia cukup
banyakjabatan fungsional. Yaitu statistisi, pranata komputer, dan epidemiolog.
3. Kebijakan pemandirian UPT kesehatan
Agar UPT kesehatan dapat mengembangkan manajemen yang lebih baik
sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, akhirakhir ini
muncul kebijakan untuk memandirikan UPTUPT tersebut. Beberapa akan
diarahkan untuk menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), beberapa yang lain menjadi
Badan Usaha Negara, dan beberapa yang lain lagi (semen tara) akan diupayakan
menjadi Unit Swadana atau Unit Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak.
Apa pun bentuk organisasi mandiri yang akan disandang oleh suatu UPT
kesehatan, ia dituntut untuk mempraktekkan manajemen yang rasional. Pengambilan
keputusankeputusan dan proses perencanaan tidak boleh lagi didasarkan kepada
perkiraanperkiraan yang gegabah, melainkan harus dilakukan secara hatihati,
cermat, dan berdasarkan kepada fakta atau data (evidence based). Ini berarti
bahwa setiap organisasi pelayanan masyarakat di bidang kesehatan tersebutjuga
harus memiliki sistem informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
E. ISU STRATEGIS
Memperhatikan kelemahan, tantangan, kemampuan, dan peluang tersebut
di atas, dapat ditetapkan sejumlah isu strategis dalam rangka pengembagan SIKNAS.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
8
Isuisu strategis tersebut adalah sebagai berikut:
I. In tegrasi si stem istem info rm asi kesehatan yang ada.
2. Penyederhanaan dan integrasi pencatatan dan pelaporan data.
3. Peningkatan kemampuan Daerah dalam pengembangan SIK.
4. Pengembangan sumber daya, khususnya melalu i penerapan dan pemeliharaan
teknologi infonnatika serta pengembangan tenaga pengelola lK.
5. Pengembangan pelayanan data dan informa i baik untuk para manajer ma upun
untuk masyarakat.
8
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
BABIV
VISI, MISI DAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL
Memperhatikan uraian dalam Babbab terdahulu, maka dalam rangka
pengembangan SIKNAS telah ditetapkan tentang Visi, Misi, dan Kebijakan sebagai
berikut:
A. VISI DAN MISI
Sebagaimana diuraikan di muka, pengembangan SIKNAS ada lah da lam
rangka mendukung pencapaian Indonesia Sehat 20 I o. Indonesia Sehat 20 I 0 akan
tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedianya data dan informasi yang
akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Atau dengan kat a la in,
pencapaian Indonesia Sehat 2010 memerlukan dukungan informasi yang dapat
diandalkan (reliable).
Atas dasar pertimbangan terse but, maka Visi yang ditetapkan un tu k
pengembangan SIKNAS terse b ut d i atas akan dipopulerkan denga n motto
INFORMAS! KESEHATAN ANDAL 2010 (Reliable Health Information 201 0).
Untuk dapat mewujudkan Visi tersebut, maka bidang upaya atau M isi dari
pengembangan SIKNAS adalah :
I . Mengembangkan pengelolaan data yang meliputi pengumpulan, penyimpanan,
pengolahan, dan anal isis data.
2. Mengembangkan pengemasan data dan informasi dalam bentuk Bank Data,
Profil Kesehatan, dan kemasankemasan informasi khusus.
3. Mengembangkanjaringan kerj asama (kemitraan) dalam penge lolaan data dan
informasi kesehatan.
4. Mengembangkan pendayagunaan data dan informasi kesehatan .
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
A. KEBIJAKAN
Penyelenggaraan Misi dalam rangka mencapai Vi si tersebut di atas perlu
memperhatikan ramburambu dalam koridor Kebijakan sebagai berikut:
I . SIKNAS dikembangkan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan
Otonomi Oaerah d i bidang kesehatan guna mencapai [ndone ia Sehat 2010.
Oleh karena itll, pengembangan Sistem Informasi Kesehatan di tingkat Pusat,
Pro vinsi dan Kabupaten/Kota diarahkan untuk menc iptakan kemam pllan
menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam mencapai Indonesia
Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat.
2. SI KNAS bu kanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, me lainkan merupakan
bagian dari Sistem Kesehatan . Oleh karena itu, Sistem lnformasi Kesehatan di
tingkat Pusat merupakan bagian dari Sistem Keseh atan Nas iona l, di tingkat
Provi nsi merupakan bag ian dari Sistem Kesehatan Provinsi, dan d i tingkat
Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Kabupatenl Kota.
3. SI KN AS dibangun dari himpunan ata u jaringan Sistemsistem Informasi
Kesehatan Provinsi dan Sistem Infonnasi Kesehatan Prov ins i dibangun dari
himpun an ataujaringan Sistemsistem In formasi Kesehatan KabupatenIKota.
Oi setiap ti ngkat, Sistem Informasi Kesehatan juga merupakan jaringan yang
memiliki Pusat Jaringan dan Anggotaanggota Jaringan .
セ
4. Pusat Jaringan dari Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota adalah Oinas
Kesehatan KabupateniKota. Sedangkan Anggotaanggota Jaringannya adalah :
(I) Puskesmaspuskesmas, (2) Rumah Sakit Umum Oaerah ( R SU D)
Kabupaten/Kota, (3) Institusiinstitusi Pendidikan Tenaga Kesehatan, (4)
Gudang Perbekalan Farmasi, (5) Unitunit Lintas Sektor terkait (BKKBN
Kabupaten/Kota, Oinas Pendidikan dan Kebudayaan KabupatenlKota, Kantor
Oepartemen Agama Kabupatenl Kota, Dinas Sosial, dan lainlain), (6) Rumah
Sakit Swasta, (7) Sarana Kesehatan Swasta lain, (7) Organisasi Profes i
Kesehatan, (8) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (9) Lainl ain.
Kebijakan dan Strateg i Pengembangan SIKNAS
5. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan Pusat Jaringan untuk Sistem Lnfonnasi
Kesehatan Provinsi . Adapun Anggota l aringannya adalah: ( I) Dinas Kesehatan
KabupatenlKota, (2) Rumah Sakit Umu m Daerah (RSVD) Provinsi, (3) Rumah
Sakit Umum Pusat (RSVP) yang ada di Daerah te rsebut, (4) Ru mah Sakit
Peme ri ntah lain yang ada di Daerah tersebut, (5) lnstitus iinstitusi Pendid ikan
Tenaga Kesehatan, (6 ) Balai Pelatihan Kesehatan, (7) Balai Laboratorium
Kesehatan, (8) Balai Pengawasan Obat dan Makanan, (9) Balaibalai lain bidang
kesehatan yang ada di Provinsi, (10) Unitunit Lintas Sektor terkait (BK KBN
Provinsi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kantor De partemen
Agama Provinsi, Dinas Pertanian Provinsi, Perusahaan Daerah Air Minu m
(PDAM) Provinsi, Dinas Sosial Provinsi, dan lainlain), (II) Rumah Sa k it
Swasta, (12) Saran a Kesehatan Swasta lain, (13) Organisasi Profesi Kesehatan,
(14) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (15) Lainlain .
6. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan merupakan Pusat Jaringan
SIKNAS. Sedangkan anggotaanggotajaringannya adalah : (I) Dinas Kesehatan
Provinsi, (2) Rumah Sakit Umum Pusat, (3) Rumah Sakit Khusus Pusat, (4)
Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan milik Pusat, (5) Balai Pelatihan
Kesehatan Nasional, (6) Balaibalai lain bidang kesehatan milik Pusat, (7)
Departemen/Lembaga Lintas Sektor terkait (BKKBN Pusat, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Pertanian, Departemen Agama, dan lainlain), (8) Organisasi Profesi Kesehatan, (9) Lembaga Swadaya Masyarakat,
dan (10) Lainlain.
7. SIKNAS yang efektif harus dapat menyediakan data dan infonnasi yang
mendukung proses pengambilan keputusan baik di tingkat Pusat, Provinsi,
maupun KabupatenlKota, serta unitunit kesehatan . Dengan demikian Sistem
Informasi Kesehatan di setiap tingkat/unit harus sesuai dengan struktur
manajemen kesehatan yang berlaku di tingkat/unit tersebut.
8. Pencapaian Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat
dilakukan dengan pendekatan multisektor dan peningkatan peran masyarakat
(termasuk swasta) melalui Forumforum Kerjasama. Oleh karena itu,
pengembangan Sistem Infonnasi Kesehatan di setiap tingkat harus dilandaskan
kepada kebutuhan infonnasi yang mendukung upaya penting Forumforum
Kerjasama dalam rangka mencapai Indonesia Sehat/Provinsi SehatiKabupaten
Sehat/Kota Sehat (critical success fa ctors).
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
9. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan dan dibina aliran data rutin dari
Kabupaten/Kota ke Provinsi dan dari Provi ns i ke Pusal. Tidak semua data
yang ada di KabupatenlKota mengalir ke Provin s i dan tidak semua data yang
ada di Prov insi mengalir ke Pusat. Dengan demikian maka aliran data ini akan
membentuk poJa kerucut (makin ke atas makin sedikit). Untuk itu perlu
ditetapkan himpunan data minimal (minimal data set) yang harus mengalir
dari KabupateniKota ke Provinsi dan seterusnya sampai ke Pusat, dan sistemJ
mekanisme pencatatan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan infonnasi
yang sesuai.
10. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pengamatan (surveilans) terhadap
penyakitpenyakit dan gangguangangguan kesehatan serta keadaankeadaan
tertentu, seperti misalnya status gizi, kondisi lingkungan, dan persediaan obat.
Pengamatan ini dapat dilakukan melalui daerahdaerah tertentu yang ditetapkan
sebagai daerah sentinel. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
II. Dalam rangka SIKNAS, bilamana perlu dapat dikembangkan pencatatan dan
pelaporan programprogram kesehatan khusus seperti pemberantasan malaria,
pemberantasan tuberkulosis, pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat, dan lainlain. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
12. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pencatatan dan pelaporan sumber
daya dan administrasi kesehatan yang meliputi keuangan, tenaga, peralatanl
perbekalan, dan sarana. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
セ
13. Dalam rangka SIKNAS perlu dilaksanakan berbagai cara Jain untuk
pengumpulan data, yaitu melalui sensus, survei, dan lainlain, untuk melengkapi
data yang terkumpul secara rutin. Sensus, survei, dan lainlain tersebut terutama
diselenggarakan di tingkat Pusat, tanpa menutup kemungkinan
penyelenggaraannya di tingkat Provinsi dan KabupatenlKota. Pelaksanaannya
dilakukan dengan koordinasi Pusat Jaringan.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
It
14. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan kerjasama lintas sektor untu k
mengupayakan terselenggaranya Registrasi Vital di seluruh wilayah Indonesia,
yang sangat dibutuhkan bagi Statistik Vital Kesehatan. Pengembangan
kerjasama ini menjadi kewajiban dari Pusat Jaringan SIKNAS.
IS. Sistem Infonnasi Kesehatan yang dikembangkan di setiap tingkatJunit harus
dapat menyimpan data yang diperlukan oleh tingkatJunit yang bersangkutan
dalam bentuk Bank Data Kesehatan. Data yang tersimpan tersebut hams diolah
secara berkala, paling sedikit setahun sekali, ke dalam bentuk Profil Kesehatan,
dan secara sewaktuwaktu sesuai kebutuhan, ke dalam bentuk kemasankemasan infonnasi khusus. Pada saatnya, Bank Data Kesehatan dan lainlain
juga hams dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan melalui interaksi
komputer secara online. Akses ini hams tetap memperhatikan prinsipprinsip
kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.
16. Profi I Kesehatan diarahkan sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi
pencapaian Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat. Dalam
rangka desentralisasi kesehatan, Profil Kesehatan diarahkan sebagai sarana
perbandingan (benchmarking) antara satu daerah dengan daerah lain. Selain
itu, bersama dengan Bank Data Kesehatan, Profil Kesehatan juga diarahkan
sebagai saran a penyedia data dan informasi untuk perencanaan, pengambilan
keputusan, dan manajemen kesehatan. Semua data dan infonnasi, temtama
dalam bentuk kemasankemasan khususjuga diperuntukkan bagi pihakpihak
yang berkepentingan (stakeholders) dan masyarakat umum.
17. SIKNAS adalah sistem infonnasi yang berhubungan dengan sistemsistem
informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka
kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengabaikan kepentingan bangsa yang lebih Juas dan rahasiarahasia negara.
Kebi)akan dan Strategi Pengembangan SfKNAS
18. Pengembangan SIKNAS dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan dan dengan mendayagunakan kemajuankemajuan di bidang
teknolo
J
セN@
.....,
..
I
セLN@
\
セN
"'1
,
I
,
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511/MENKES/SKN/2002
(Cetakan : KETlGA)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
INDONESIA
SEHAT
セoG@
351.077 03
Ind
i
IEBDAIAN DANISTIATEGI
PENGEMBANGAN SlSTEM INfORMASI
KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511IMENKES/SKIV/2002
(Cetakan: KETIGA)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
b
INOOEM
セ@
Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI
351.07703
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS): Keputusan Menkes
No: 511lMENKESlSKNflOO2 Jakarta :
Departemen Kesehatan RI 2002
I.
Judul
1. HEALTH POLICY 2. HEALTH PLANNING
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 511IMENKES/SKN/2002
TENTANG
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL(SIKNAS)
MENTER 1 KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan desentralisasi menuju Otonomi
Daerah di bidang kesehatan, Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS) memegang peran penting bagi upaya pencapaian
KabupateniKota Sehat, Provinsi Sehat, dan Indonesia Sehat;
b. bahwa dalam rangka membangun Sistem Informasi Ke';ehatan
Nasional (SIKNAS) dalam tatanan Otonomi Daerah di Bidang
Kesehatan, perlu ditetapkan Kebijakan dan Strategi yang tepat.
c. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosia!
Nomor 468IMENKESKESOS/SKN 12001 Tentang Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional,
dengan adanya perkembangan baru dan kebijakan Departemen
Kesehatan, perlu diubah dan ditetapkan kembali dalam keputusan
Menteri Kesehatan
Mengingat
I. UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);
2. UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Nomor 60 Tahun 1999, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
3. UndangU ndang N omor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 72 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3848);
4. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) (Lembaran Negara Nomor
206 Tahun 2000);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20. Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan alas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5741
Menkes/SKIlV12000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Menuju Indonesia Sehat 2010;
8. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial R.1.
Nomor 1747/Menkes-Kesos/SK/XIII2000 tentang Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan
di KabupatenIKota;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12771
Menkes/SK/XII200 I tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Pertama
KEPUTUSAN MENTER1 KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL(SIKNAS).
Kedua
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS) sebagai dimaksud dalam diktum pertama,
tercantum daIam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari keputusan ini.
Ketiga
Koordinasi penyelenggaraan Sistern Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS) dilaksanakan oleh Pusat Data da n Informasi Departernen
Kesehatan.
Keernpat
Keputusan ini rnerupakan acuan bagi Departernen Kesehatan serta
petunjuk bagi Daerah Provinsi dan Daerah KabupateniKota dalarn
pengernbangan Sistern Informasi Kesehatan.
Kelima
Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini rnaka Keputusan Menteri
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nornor 468/MENKESKESOSI
SK/V/2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Keenam
Keputusan ini rnulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau
kern bali bila terdapat kekeliruan.
セ]ZLN@
Ditetapan di : Jakarta
Pad a tanggal : 24 Mei 2002
Tembusan Yth.:
I. Menteri Dalam Negeri dim Otonomi Daerah di Jakarta
2. Menteri Keuangan di Jakarta
3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara di jakarta
4. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta
5. Para Gubemur di seluruh Indonesia
6. Para BupatilWalikota di seluruh Indonesia
7. Para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia
8. Para Ke pala D inas Kese hatan Kabu pateniKota di seluruh Indonesia
9 . Para Pejabat Ese lon I dan II Dapartemen Kesehatan d i Jakarta
KEBDAKAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN SlSTEM INFORMASI
KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 511/MENKES/SKN/2002
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2007
KATA PENGANTAR
Untuk mewujudkan Otonomi Daerah di bidang kesehatan guna mencapai
Indonesia Sehat 2010, dikembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS). SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan bagian
fungsional dari Sistem Kesehatan, yang dibangun dari himpunan atau jaringan
Sistemsistem Inforrnasi Kesehatan Provinsi. Sistem Inforrnasi Kesehatan Provinsi
itu sendiri dibangun dari himpunan atau jaringan Sistemsistem Inforrnasi Kesehatan
KabupatenIKota.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor:
468IMENKES-KESOS/SKIIV1200 I tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Inforrnasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang ditetapkan pada saat awal
pelaksanaan Otonomi Daerah dianggap perlu untuk diperbaiki guna menampung
perkembanganperkembangan yang ada. Yaitu dengan diterbitkannya Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: SIIIMENKES/SK/V12002 ini. Diharapkan Keputusan
Menteri Kesehatan · ini dapat menjadi acuan bagi Departemen Kesehatan serta
petunjuk bagi Provinsi dan Kabu.patenIKota dalam pengembangan Sistem Inforrnasi
Kesehatan.
Mudahmudahan dengan terbitnya Surat Keputusan ini Pengembangan
Sistem Infonnasi Kesehatan dalam era Otonomi Daerah dapat ditingkatkan sehingga
dapat mendukung tercapainya Visi "Indonesia Sehat 2010".
Jakarta, 24 Mei 2002
Kepala Pusat Data dan Infonnasi
Bambang Hartono, SKM, MSc
NlP. 140058225
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ...... ............................... .................. .... ................ .
DAFTAR lSI
m
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................... .
BAB II
OTONOMI DAERAH DAN REFORMASI
KESEHATAN ....................................................................
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
2
5
ANALISIS SITUASI ........................................................
A . Kelemahan Yang Ada ................................................
B. Tantangan Yang Mungkin Muncul........ ......................
C. Kondisi PositifAtau Kemampuan ..............................
D. Peluang Yang Ada ..................................... .................
E. Isu Strategis ...............................................................
5
9
\0
12
13
VISI, MIS I, DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS ..........................................................
A. Visi dan Misi ..............................................................
B. Kebijakan.......... ...... ...... ...... ............ ............ ........ ... ....
15
15
16
STRATEGI PENGEMBANGAN SIKNAS......................
A. Integrasi SistemSistem Infonnasi Kesehatan
Yang Ada................................................ ....................
B. Pengumpulan dan Pemanfaatan Bersama Data
dan Informasi Terintegrasi .........................................
C. Fasilitasi Pengembangan SIK Daerah .......................
D. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi
Untuk Manajemen ............................... ....... .................
E. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi
Untuk Masyarakat.......................................................
F. Pengembangan Teknologi dan Sumberdaya
Informasi ..... ... ... ....... .......... .................... .... .... .... .... ....
21
PENUTUP .........................................................................
27
21
22
23
25
26
26
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
I
BABI
PENDAHULUAN
Departemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun 1970an.
Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data
Kesehatan pada tahun 1984.
Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan
SIKNAS ini masih menghadapi hambatanhambatan yang bersifat klasik, yang
akhirnya menimbulkan masalahmasalah klasik pula. Yaitu berupa kurang akurat,
kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang disaj ikan.
Untuk mendukung Reformasi di bidang Kesehatan, jelas strategi
pengembangan SIKNAS harus diubah. Reformasi di bidang Kesehatan telah
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan yang tecermin dalam motto
"INDONESIA SEHAT 2010". Padahal dalam kurun waktu sepuluh tahun
mendatang, selain krisis ekonomi yang baru mulai membaik, dua perubahan beSl\r
dihadapi bangsa Indonesia. Perubahan pertama dimulai awal tahun 2001, berupa
pelaksanaan Otonomi Daerah dengan diterapkannya dua Undangundang (UU),
yaitu UU No. 22 tahun 1999 daR UU No. 25 tahun 1999. Perubahan kedua dimulai
pada tahun 2003, di mana kesepakatan pemberlakuan perdagangan bebas (free
trade) antar negaranegara ASEAN (AFTA) dimulai.
Dokumen ini menyajikan Visi, Misi, dan Kebijakan, serta Strategi yang
akan ditempuh dalam mengembangkan SIKNAS mengantisipasi situasi sepanjang
kurun waktu satu dasawarsa mendatang, guna ikut mengupayakan tercapainya
Indonesia Sehat 2010.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
BAB II
OTONOMI DAERAH DAN REFORMASI KESEHATAN
Mulai bulan lanuari 2001 kebijaksanaan Otonomi Daerah telah dilaksanakan di
Indonesia, yaitu dengan diterapkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan diterapkannya kedua UU tersebut, sistem pemerintahan di
Indonesia berubah dari bentuk terpusat (sentralisasi) menjadi bentuk terdelegasikan
(desentralisasi). Dalam tatanan desentralisasi, Daerahdaerah berubah menjadi
Daerahdaerah Otonom (Mandiri). Dalam UU No. 22 tahun 1999 disebutkan adanya
tiga Daerah Otonom, yaitu Daerah Otonom Provinsi, Daerah Otonom Kabupaten,
dan Daerah Otonom Kota. Pasal 4 ayat 2 UU tersebut menyatakan tidak adanya
hubungan hirarkhis an t ara ketiga Daerah Otonom tersebut. Akan tetapi Penjelasan
Otonom
P3sal 4 menyatakan bahwa Gubernur (yang merupakan Kepala d。セイィ@
Provinsi dan sekaIigus Kepala Wilayah Administrasi) melakukan hubungan
pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Hal
ini dikarenakan Daerah Provinsi selain diberi kewenangan atas dasar desentralisasi
secara terbatas, juga kewenangan atas dasar dekonsentrasi luas (kewenangan
sebagai wakil Pemerintah Pusat). Pengaturan tentang pembinaan dan pengawasan
ini lebih diperjelas lagi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 200 1
tentang Pembinaan dan PengawasanAtas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Sedangkan kewenangan atas dasar desentralisasi luas (tanpa dekonsentrasi)
diberikan kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Kepada Daerah juga
dimungkinkan diberikan kewenangan berupa tugas pembantuan (medebewind).
Ini berarti bahwa pelaksanaan pembangunan mayoritasnya diselenggarakan oleh
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Pelaksanaan pembangunan di Daerah
Provinsi terbatas hanya pada halhal yang belum dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten/Kota dan halhal yang bersifat lintas Kabupaten/Kota. Sementara itu,
Pemerintah Pusat bertindak sebagai penentu kebijakan, standar dan pengaturanl
pembinaan.
8
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
Sebagaimana disebutkan di atas, Reformasi bidang Kesehatan telah
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan yang tecermin dalam motto
INDONESIA SEHAT 20 IO. Dalam tatanan desentralisasi berarti pencapaian
Indonesia Sehat pada tahun 2010 sangat ditentukan oleh pencapaian Provisiprovinsi
Sehat, Kabupatenkabupaten Sehat, dan Kotakota Sehat. Bahkan juga oleh
pencapaian Kecamatankecamatan Sehat dan Desadesa Sehat.
Pencapaian Indonesia Sehat 2010 dilaksanakan dengan merumuskan
kembali dan menyelenggarakan dengan benar Sistem Kesehatan Nasional. Dalam
tatanan desentralisasi, Sistem Kesehatan Nasional yang bersifat umum tentu tidak
dapat diterapkan begitu saja di Daerahdaerah. Otonomi Daerahjustru mengandung
semangat untuk memperhatikan masalahmasalah spesifik Daerah, kebutuhan dan
aspirasi masyarakat Daerah serta inovasi yang muncul dan berkembang di Daerah.
Dengan demikian, dengan mengacu kepada Sistem Kesehatan Nasional, setiap
Daerah Provinsi harus merumuskan dan melaksanakan Sistem Kesehatan
Provinsinya. Demikian juga setiap Daerah Kabupaten/Kota harus merumuskan
dan melaksanakan Sistem Kesehatan Kabupaten/Kotanya. Dengan Sistem
Kesehatan inilah upayaupaya penyediaan pelayanan kesehatan dan pembiayaan
kesehatan digerakkan ke arah terwujudnya lingkungan sehat, perilaku hidup bersih
dan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.
Sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999, di Provinsi hanya ada Dinas
Kesehatan Provinsi (penggabungan dari Kantor Wilayah Depkes dan Dina$
Kesehatan Dati I yang ada sa at ini). Sedangkan di KabupatenlKota hanya ada
Dinas Kesehatan KabupatenlKota (Kandep Kesehatan dilebur ke dalam Dinas
Kesehatan Dati II). Sejumlah besar Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Departemen
Kesehatan seperti Rumah Sakit serta berbagai Balai dan lainlain diserahkan ke
Daerah Prov insi dan Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) yang memang telah menjadi milik Daerah Kabupatenl
Kota tetap dijadikan milik Daerah tersebut.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, Sistem Kesehatan diselenggarakan oleh Masyarakat (Swasta) bersama
dengan Pemerintah. Peran Masyarakat (Swasta) bahkan diharapkan makin lama
makin besar, sehingga Pemerintah cukup melaksanakan pembinaan dan pengawasan
saja.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
8
Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap
penyelenggara harus bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara ha ru s
melaksanakan Manajemen Kesehatan yang efektif, efisien dan strategis dalam
mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setempat. Oleh karena
Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk mendukung Manajemen
Kesehatan, maka setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem
Informasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem
informasi yang dibangun dari kesatuan Sistemsistem Informasi dari para
penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional.
n
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
BABIII
ANALISIS SITUASI
Dalam rangka mengembangkan SIKNAS untuk mendukung desentralisasi
bidang kesehatan guna mencapai Indonesia Sehat 2010, temyata masih dijurnpai
sejurnlah kelemahan dan akan dihadapi sejurnlah ancaman, selain terdapat pula
sejumlah kondisi positif(kemampuan) dan peluang.
A. KELEMAHAN YANG ADA
Untuk mewujudkan SIKNAS yang diharapkan, sarnpai saat ini rnasih
dijumpai sejumlah kelemahan yang bersifat klasik. Kelernahankelernahan tersebut
yang terpenting adalah:
1. 8istem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi
Sebagaimana diketahui, di Departemen Kesehatan terdapat berbagai Sistem
Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sarna lain kurang
terintegrasi. Sistemsistem Informasi Kesehatan tersebut antara lain adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sistern Informasi Puskesmas
Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem Surveilans Terpadu
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Sistem Informasi Obat
Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
• Sistem Informasi. Kepegawaian Kesehatan
• Sistern Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan
• Sistem Informasi Diklat Kesehatan
• Sistem Informasi Tenaga Kesehatan
g. Sistern Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan
KebiJakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
Masingrnasing sistern infonnasi tersebut cenderung untukrnengurnpulkan
data sebanyakbanyaknya rnenggunakan cara dan fonnat pelaporannya sendiri.
Akibatnya unitunit terendah (operasional) seperti Puskesrnas dan Rurnah Sakit
yang harus rnencatat data dan rnelaporkannya rnenjadi sangat terbebani. Darnpak
negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya pengirirnan laporan
data.
Fragrnentasi juga terjadi dalarn kancah Iintas sektor. Derajat kesehatan
rnasyarakat sesungguhnya sangat ditentukan oleh sektorsektor yang berkaitan
dengan perilaku rnanusia dan kondisi Iingkunganhidup, di sarnping oleh sektor
kesehatan. Akan tetapi selarna ini inforrnasi yang berasal dari sektorsektor terkait
di luar kesehatan tidak pernah tercakup dalarn Sistern Infonnasi Kesehatan. Hal
ini terutarna disebabkan kurangjelasnya konsep kerjasarna Hntas sektor, sehingga
tidak pernah dirurnuskan secara konkrit peran atau kegiatan penting apa yang perlu
dilakukan oleh sektorsektor terkait bagi suksesnya pencapaian derajat kesehatan
rnasyarakat yang setinggitingginya (critical success factors).
2. Sebagian besar Daerah belum memiliki kemampuan memadai
Walaupun Otonorni Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001,
tetapi fakta rnenunjukkan bahwa sebagian besar Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota belurn rnerniliki kernarnpuan yang rnernadai, khususnya dalarn pengembangan
Sistern Infonnasi Kesehatannya. Selarna berpuluhpuluh tahun kernampuan tersebut
rnernang kurang dikernbangkan, sehingga untuk dapat rnernbangun Sistern Infonnasi
Kesehatan yang baik, Daerah rnasih rnernerlukan fasilitasi.
Beherapa Daerah Provinsi tampaknya sudah rnulai rnengernbangkan Sistern
Infonnasi Kesehatannya karena adanya berbagai proyek pinjarnan luar negeri
(ADB3, CHN3, HP5, PHP, dan lainlain). Akan tetapi tarnpaknya pengernbangan
yang di lakukan rnasih kurang rnendasar, kurang kornprehensif, dan tidak rnengatasi
rnasalahrnasalah klasik yang ada. Setiap proyek cenderung rnenciptakan sistern
infonnasi kesehatan sendiri dan kurang rnernperhatikan kelangsungan sistern.
Banyak fasilitas kornputer akhirnya kadaluwarsa (out ofdate) atau rusak sebelum
Sistern Infonnasi Kesehatan yang diinginkan terselenggara. Yang belurn rusak pun
pada urnurnnya bervariasi baik dalarn spesifikasi perangkat kerasnya rnaupun
perangkat lunaknya, sehingga satu sarna lain tidak berseuaian (compatible).
c:-J
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal
Sistem informasi dengan manajemen adalah ibarat [ istem saraf dengan
jaringan tubuh. Sistem sarafyang baik pun tidak akan ada artinya apabilajaringan
tubuh yang ditopangnya mati (nekrosis). Apa lagi bila temyata sistem sarafnya
pun buruk pula.
Selama ini manajemen kesehatan yang dipraktekkan, khususnya di Daerah
dan tingkat operasional (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lainlain) tidak pemahjelas
benar. Puskesmas mengalami kelebihan beban yang sangat hebat (overburdened)
karen a adanya "keharusan dari atas" untuk melaksanakan sedemikian ban y ak
program kesehatan . Jangankan untuk berperan sebagai Pusat Pembangunan
Kesehatan, untuk melaksanakan "tugas dari atas" saja sudah tidak sempuma.
Rumah sakit masih terombangambing antara manajemen yang harus menghasilkan
profit atau manajemen lembaga sosial. Daerah tidak kunjung dapat merumuskan
Sistem Kesehatan Daerahnya karena masih belum jelasnya Otonomi Daerah.
Kegalauan dalam manajemen kesehatan tersebut sudah barang tentu sangat
besar pengaruhnya bagi pemanfaatan informasi . Segala sesuatu yang serba "dari
atas" juga menyebabkan para manajer tidak pernah memikirkan perlunya
memanfaatkan data untuk mendukung inisiatifnya.
4. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh masyarakat
kurang dikembangkan
Akhirakhir ini minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan infonnasi,
termasuk di bidang kesehatan, sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal
ini terutama karena dipacu oleh revolusi di bidang telekomunikasi dan infonnatika
(telematika) akibat makin meluasnya penggunaan komputer dan jaringannya
(intranet dan internet). Namun demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat ini
tampak kurang berkembang di bidang kesehatan karena kurangnya respon.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
5. Pemanfaatan teknologi te)ematika belum optimal
Kelemahan ini sebenamya merupakan penyebab dari timbulnya kelemahan
nomor 4 di atas. Masalahnya tampaknya bukan karena biaya untuk teknologi
telematika yang memang besar, tetapi lebih karena apresiasi terhadap penggunaan
teknologi telematika yang masih kurang, akibat pengaruh budaya (kul,t ur). Oalam
banyak hal, rendahnya apresiasi ini juga dikarenakan alasanalasan yang masuk
akal, yaitu rasio manfaatbiaya (cot-benefit ratio) yang kurang memadai. Investasi
untuk teknologi telematika yang begitu besar belum dapat dijamin akan menghasilkan
manfaat yang sepadan.
Lingkaran setan ini memang sulit ditentukan dari mana untuk memulai
memutuskannya. Namun demikian tentunya akan ideal apabila dapat dilakukan
pendekatan serempak セ mengembangkan pemanfaatan teknologi telematika dalam
Sistem Informasi Kesehatan yang dilandasi dengan upaya menggerakkan
pemanfaatannya (terutama melalui pengembangan praktekpraktek manajemen
yang benar).
•
6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
terbatas
Kelemahan ini pun berkait dengan masalah rasio biayamanfaat yang masih
sangat rendah. Padahal selain investasi, Sistem Informasi Kesehatan juga
memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pemeliharaannya. Banyak investasi
yang sudah dilakukan, khususnya yang berupa pemasangan komputer, pelatihan
petugas, pencetakan formulir, dan lainlain akhimya tidak berlanjut karena ketiadaan
dana untuk mendukung kelangsungannya. Apa lagi selama ini ketersediaan dana
Daerah umumnya kurang mencukupi. Oleh karena itu, pemeliharaan Sistem
Informasi Kesehatan yang dalam kenyataannya "tidak bermanfaat", tentu akan
kecil prioritasnya dalam pengalokasian dana.
7. Kurangnya tenaga purnawaktu untuk Sistem Informasi
Kesehatan
Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan juga sangat
ditentukan oleh keberadaan tenaga pumawaktu yang mengelolanya. Selama ini di
banyak tempat, khususnya di Daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah
tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain. Oi beberapa tempat memang
dijumpai adanya tc nagatenaga purna waktu. Akan tetapi mereka itu dalam
GJ
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
kenyataan tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan informasi karena
imbalannya yang kurang memadai. Untuk memperoleh imbalan yang cukup, maka
mereka bersedia melakukan pekerjaan apa saja (di luar pengelolaan d ata dan
informasi) yang d itawarkan oleh program atau proyekproyek lain. Kelemahan ini
masih ditambah dengan kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang
informasi, khususnya teknologi informasi dan manfaatnya.
Selama ini sudah terdapatjabatanjabatan fungsional untuk para pengelola
data dan informasi, yaitu Pranata Komputer dan Statistisi, yang memberi tunjangan
jabatan sebagai imbalan. Namun demikian untuk dapat memangkujabatanjabatan
terse but diperlukan persyaratan tertentu yang sulit dipenuhi oleh para pengelola
data dan informasi kesehatan.
B. TANTANGAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Tantangan yang mungkin muncul sehubungan dengan pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan pada dasarnya berasal dari dua perubahan besar
sebagaimana disebutkan di depan.
1. Tantangan dari Otonomi Daerah
Otonomi Daerah yang sampai menyebabkan masingmasing Daerah sibuk
mengerjakan urusannya sendiri saja tentu akan sangat merugikan pengembangan
maupun kelangsungan SIKNAS. Padahal tanpa SIKNAS yang baik, Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah akan sangat dirugikan. Pemerintah Pusat tentu
menjadi kesulitan dalam memantau kemajuan pencapaian Indonesia Sehat.
Sementara itu, Daerah dirugikan karena tidak memiliki tolok ukur Nasional sebagai
acuannya. Pembandingan dengan Daerah lain (benchmarking) pun akan
mengalami kesulitan karena tiadanya standar yang universal. Kerjasama antar
Daerah, misalnya dalam pengadaan dan pemanfaatan obat,juga dapat terkend al a
karena tiadanya informasi yang standar dan mencakup sejumlah Daerah.
Pengendalian penyakit menular (yang sulit dibatasi secara geografis) akan kacau
balau karena tiadanya sistem pengamatan penyakit yang komprehensif. Masa lah
j uga akan muncul dalam pendayagunaan tenaga kesehatan.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
セ@
2. Tantangao dari Globa lisasi
Globalisasi yangakan dimulai pad a tahun 2003 akan menyebabkan bebasnya
pertukaran berbagai hal antar negaranegara ASEAN manusia, barang, investasi,
tenaga kerja l PTE K, da n lainl ain. O i bid ang kesehatan hal ini a kan da pat
menimbulkan dampak negatifapabila tidak dikelola dengan baik. Oampak negati f
itu antara lain:
a . M as uk dan menularnyanya penyak itpenyakit serta gan gguangan gguan
kesehatan baru, termasuk penyalahgunaa n napza dan perilakuperilaku
meny unpang.
b. Masu knya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat men ingkatkan biaya
kesehatan.
c . Masuk dan beredarnya napza secara gelap untuk tujuan penya lahgu naannya.
d. Masuknya tenagatenaga kesehatan asing yang dapat mengalahkan tenagatenaga kesehatan dalam negeri di negerinya sendiri .
PengeloJaan yang baik terhadap pertukaran tersebut di atas tentu harus
didukung sistem informasi yang memadai. Kewaspadaan dini hanya dapat
dikembangkan apabila terdapat sistem informasi yang memasok data dan informasi
secara akurat, tepat dan cepat. Apabila globalisasi datang pada sa at SIKNAS belum
tertata dengan baik, maka dampak-dampak negatif tersebut di atas bisa jad i akan
terwujud.
C. KONDISI POSITIF ATAU KEMAMPUAN
Namun di balik kelemahan dantantangan yangdihadapi, masih' dapatdijumpai
kondisi positifatau kemampuan yang memungkinkan dikembangkannya SIKNAS.
Kondisi positifitu antara lain adalah:
1. Infrastruktur kesehatan sudah cukup memadai
Bidang kesehatan sebenarnya sudah sejak tahun 1950an melaksanakan
desentralisasi. Olch karena itu, infrastruktur kesehatan di Oaerah sudah cukup
memadai. Sarana dan tenaga kesehatan suda h sampai ke Kecamatan. bahkan Desadesa.
Ditambah
lagi
dengan
telah
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
berkembangnya
sarana-sarana
bersumberdaya masyarakat di bidang kesehatan seperti Posyand u, Poli ndes Pos
Gbat Desa, dan kaderkader kesehatan. Kantorkan tor ke sehatan ( D inas
Kesehatan) pada umumnya telah memil iki prasarana dan sarana yang cuku p baik.
Rumah sakit telah terdapat sampai di hampir setiap Kabupaten/ Kota. Sejumlah
unit pelaksana teknis (UPT) baru telah pula bermunculan dalam
dasawarsa terakhir ini.
2. Telah berkembang berbagai sistem informasi kesehatan
Betapa pun, telah berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan
selama ini merupakan kondisi positif bagi berkembangnya SIKNAS di masa
mendatang. Dengan telah lama berlangsungnya berbagai sistem informasi tersebut,
jajaran kesehatan sebenamya sudah cukup terbiasa (familiar) dengan urusan data
dan informasi. Data dan informasi juga bukan sarna sekali tidak dimanfaatkan.
Walaupun untuk keperluankeperluan yang kurang strategis, data dan informasi
kesehatan dimanfaatkan juga di Daerah . Hampir semua Provinsi dan Kabupaten
bahkan telah memiliki publikasi yang berupa Profil Kesehatan. Sistem Su rveilans
Terpadu, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi, serta Sistem Pelaporan D bat dan
Napza telah sangat dirasakan manfaatnya da lam pengendalian penyakit dan kejadiankejadian luar biasa.
Telah berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan itu juga telah
membawa dampak berupa sudah tersedianya sejumlah komputer dan bahkan dengan
fasilitasjaringannya, di beberapa tempat.
3. Muncul beberapa inisiatif di berbagai tempat
Tidak semua pihak mengabaikan Sistem Informasi Kesehatan. Sejumlah
Rumah Sakit, baik milik Pusat maupun Daerah, telah mengambil inisiatif
mengembangkan Sistem Informasinya sendiri. Khususnya dalam rangka administrasi
keuangan dan penagihan pasien serta pengolahan data rekam medik. Beberapa
bahkan telah mulai menjalin kerjasama dalam bentukjaringan dan memanfaatkan
teknologi telematika yang ada (intranet dan internet). Sejumlah Puskesmas telah
pula mengambil inisiatif mengembangkan Sistem Informas inya, walau tanpa
dukungan dana khusus.
Kebijakan dan Strategi Pengemoangan StKNAS
セ@
4. Telematika telah berkembang dengan pesat
Berkembangnya pemanfaatan teknologi telematika da lam tahuntahun
terakhir ini d i Indonesia merupakan kondis i pos itifyang a kan sangat men duku ng
berkembangnya SIKNAS . Infrastruktur telemat ika telah merambah semakin luas
kawasan negara Indonesia dan apresiasi masyarakat pun tampak semakin meningkat.
Sementara itu penyed iaan perangkat keras dan perangkat lunak telematika pun
semakin banyak. Harga tekno logi telematika tam paknya j uga cenderung menurun
karena telah semakin berkem bangnya pasar dan d item ukannya berbagai bahan
serta cara kerja yang lebih efis ien . Demikian pun fas ilitas pendidikan dan pelatihan
di bidang telemati ka, baik yang berbentuk pend idikan formal maupun kursuskursus.
D. PELUANG YANG ADA
Sedangkan peluang untuk berkem bangnya SIKNAS terutama datang dari
beberapa kecenderungan berikut ini:
1. Kebijakan Otonomi Daerab
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah tidak ha nya
dilakukan desentralisasi kewenangan kepada Daerah, melainkanjuga desentralisasi
fiskal. Artinya, sebagian besar dana dialihkan ke Daerah, sehingga su m ber dana
untuk pelaksanaan pembangunan Daerah, termasuk pembangunan kesehatan,
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanj a Daerah (APBD). Hal ini khususnya
berlaku untuk Daerah Kabupaten/Kota .
Desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bahwa sektor kesehatan harus
dapat membuktikan kepada para pengambil keputusan di bidang anggaran
(khususnya DPRD) bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan kese hatan
Daerah membawa manfaat bagi masyarakat di Daerah yang bersangkutan.
Pembuktian ini tentu sangat memerlukan dukungan dari suatu sistem informasi
kesehatan yang dapat diandalkan.
A
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
2. Kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi
Dalam pengorganisasian instansi pemerintah baik Pusat maupun Daerah
diberlakukan kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi . Artinya,
jabatanjabatan struktural sedapatdapatnya dikurangi, sedangkanjabatanjabatan
fungsional diperbanyak.
Bagi jajaran pengelola data dan informasi kesehatan, kebijakan ini
merupakan peluang oleh sebab dalam jajaran ini sudah dan akan tersedia cukup
banyakjabatan fungsional. Yaitu statistisi, pranata komputer, dan epidemiolog.
3. Kebijakan pemandirian UPT kesehatan
Agar UPT kesehatan dapat mengembangkan manajemen yang lebih baik
sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, akhirakhir ini
muncul kebijakan untuk memandirikan UPTUPT tersebut. Beberapa akan
diarahkan untuk menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), beberapa yang lain menjadi
Badan Usaha Negara, dan beberapa yang lain lagi (semen tara) akan diupayakan
menjadi Unit Swadana atau Unit Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak.
Apa pun bentuk organisasi mandiri yang akan disandang oleh suatu UPT
kesehatan, ia dituntut untuk mempraktekkan manajemen yang rasional. Pengambilan
keputusankeputusan dan proses perencanaan tidak boleh lagi didasarkan kepada
perkiraanperkiraan yang gegabah, melainkan harus dilakukan secara hatihati,
cermat, dan berdasarkan kepada fakta atau data (evidence based). Ini berarti
bahwa setiap organisasi pelayanan masyarakat di bidang kesehatan tersebutjuga
harus memiliki sistem informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
E. ISU STRATEGIS
Memperhatikan kelemahan, tantangan, kemampuan, dan peluang tersebut
di atas, dapat ditetapkan sejumlah isu strategis dalam rangka pengembagan SIKNAS.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
8
Isuisu strategis tersebut adalah sebagai berikut:
I. In tegrasi si stem istem info rm asi kesehatan yang ada.
2. Penyederhanaan dan integrasi pencatatan dan pelaporan data.
3. Peningkatan kemampuan Daerah dalam pengembangan SIK.
4. Pengembangan sumber daya, khususnya melalu i penerapan dan pemeliharaan
teknologi infonnatika serta pengembangan tenaga pengelola lK.
5. Pengembangan pelayanan data dan informa i baik untuk para manajer ma upun
untuk masyarakat.
8
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
BABIV
VISI, MISI DAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL
Memperhatikan uraian dalam Babbab terdahulu, maka dalam rangka
pengembangan SIKNAS telah ditetapkan tentang Visi, Misi, dan Kebijakan sebagai
berikut:
A. VISI DAN MISI
Sebagaimana diuraikan di muka, pengembangan SIKNAS ada lah da lam
rangka mendukung pencapaian Indonesia Sehat 20 I o. Indonesia Sehat 20 I 0 akan
tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedianya data dan informasi yang
akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Atau dengan kat a la in,
pencapaian Indonesia Sehat 2010 memerlukan dukungan informasi yang dapat
diandalkan (reliable).
Atas dasar pertimbangan terse but, maka Visi yang ditetapkan un tu k
pengembangan SIKNAS terse b ut d i atas akan dipopulerkan denga n motto
INFORMAS! KESEHATAN ANDAL 2010 (Reliable Health Information 201 0).
Untuk dapat mewujudkan Visi tersebut, maka bidang upaya atau M isi dari
pengembangan SIKNAS adalah :
I . Mengembangkan pengelolaan data yang meliputi pengumpulan, penyimpanan,
pengolahan, dan anal isis data.
2. Mengembangkan pengemasan data dan informasi dalam bentuk Bank Data,
Profil Kesehatan, dan kemasankemasan informasi khusus.
3. Mengembangkanjaringan kerj asama (kemitraan) dalam penge lolaan data dan
informasi kesehatan.
4. Mengembangkan pendayagunaan data dan informasi kesehatan .
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
A. KEBIJAKAN
Penyelenggaraan Misi dalam rangka mencapai Vi si tersebut di atas perlu
memperhatikan ramburambu dalam koridor Kebijakan sebagai berikut:
I . SIKNAS dikembangkan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan
Otonomi Oaerah d i bidang kesehatan guna mencapai [ndone ia Sehat 2010.
Oleh karena itll, pengembangan Sistem Informasi Kesehatan di tingkat Pusat,
Pro vinsi dan Kabupaten/Kota diarahkan untuk menc iptakan kemam pllan
menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam mencapai Indonesia
Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat.
2. SI KNAS bu kanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, me lainkan merupakan
bagian dari Sistem Kesehatan . Oleh karena itu, Sistem lnformasi Kesehatan di
tingkat Pusat merupakan bagian dari Sistem Keseh atan Nas iona l, di tingkat
Provi nsi merupakan bag ian dari Sistem Kesehatan Provinsi, dan d i tingkat
Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Kabupatenl Kota.
3. SI KN AS dibangun dari himpunan ata u jaringan Sistemsistem Informasi
Kesehatan Provinsi dan Sistem Infonnasi Kesehatan Prov ins i dibangun dari
himpun an ataujaringan Sistemsistem In formasi Kesehatan KabupatenIKota.
Oi setiap ti ngkat, Sistem Informasi Kesehatan juga merupakan jaringan yang
memiliki Pusat Jaringan dan Anggotaanggota Jaringan .
セ
4. Pusat Jaringan dari Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota adalah Oinas
Kesehatan KabupateniKota. Sedangkan Anggotaanggota Jaringannya adalah :
(I) Puskesmaspuskesmas, (2) Rumah Sakit Umum Oaerah ( R SU D)
Kabupaten/Kota, (3) Institusiinstitusi Pendidikan Tenaga Kesehatan, (4)
Gudang Perbekalan Farmasi, (5) Unitunit Lintas Sektor terkait (BKKBN
Kabupaten/Kota, Oinas Pendidikan dan Kebudayaan KabupatenlKota, Kantor
Oepartemen Agama Kabupatenl Kota, Dinas Sosial, dan lainlain), (6) Rumah
Sakit Swasta, (7) Sarana Kesehatan Swasta lain, (7) Organisasi Profes i
Kesehatan, (8) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (9) Lainl ain.
Kebijakan dan Strateg i Pengembangan SIKNAS
5. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan Pusat Jaringan untuk Sistem Lnfonnasi
Kesehatan Provinsi . Adapun Anggota l aringannya adalah: ( I) Dinas Kesehatan
KabupatenlKota, (2) Rumah Sakit Umu m Daerah (RSVD) Provinsi, (3) Rumah
Sakit Umum Pusat (RSVP) yang ada di Daerah te rsebut, (4) Ru mah Sakit
Peme ri ntah lain yang ada di Daerah tersebut, (5) lnstitus iinstitusi Pendid ikan
Tenaga Kesehatan, (6 ) Balai Pelatihan Kesehatan, (7) Balai Laboratorium
Kesehatan, (8) Balai Pengawasan Obat dan Makanan, (9) Balaibalai lain bidang
kesehatan yang ada di Provinsi, (10) Unitunit Lintas Sektor terkait (BK KBN
Provinsi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kantor De partemen
Agama Provinsi, Dinas Pertanian Provinsi, Perusahaan Daerah Air Minu m
(PDAM) Provinsi, Dinas Sosial Provinsi, dan lainlain), (II) Rumah Sa k it
Swasta, (12) Saran a Kesehatan Swasta lain, (13) Organisasi Profesi Kesehatan,
(14) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (15) Lainlain .
6. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan merupakan Pusat Jaringan
SIKNAS. Sedangkan anggotaanggotajaringannya adalah : (I) Dinas Kesehatan
Provinsi, (2) Rumah Sakit Umum Pusat, (3) Rumah Sakit Khusus Pusat, (4)
Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan milik Pusat, (5) Balai Pelatihan
Kesehatan Nasional, (6) Balaibalai lain bidang kesehatan milik Pusat, (7)
Departemen/Lembaga Lintas Sektor terkait (BKKBN Pusat, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Pertanian, Departemen Agama, dan lainlain), (8) Organisasi Profesi Kesehatan, (9) Lembaga Swadaya Masyarakat,
dan (10) Lainlain.
7. SIKNAS yang efektif harus dapat menyediakan data dan infonnasi yang
mendukung proses pengambilan keputusan baik di tingkat Pusat, Provinsi,
maupun KabupatenlKota, serta unitunit kesehatan . Dengan demikian Sistem
Informasi Kesehatan di setiap tingkat/unit harus sesuai dengan struktur
manajemen kesehatan yang berlaku di tingkat/unit tersebut.
8. Pencapaian Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat
dilakukan dengan pendekatan multisektor dan peningkatan peran masyarakat
(termasuk swasta) melalui Forumforum Kerjasama. Oleh karena itu,
pengembangan Sistem Infonnasi Kesehatan di setiap tingkat harus dilandaskan
kepada kebutuhan infonnasi yang mendukung upaya penting Forumforum
Kerjasama dalam rangka mencapai Indonesia Sehat/Provinsi SehatiKabupaten
Sehat/Kota Sehat (critical success fa ctors).
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
9. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan dan dibina aliran data rutin dari
Kabupaten/Kota ke Provinsi dan dari Provi ns i ke Pusal. Tidak semua data
yang ada di KabupatenlKota mengalir ke Provin s i dan tidak semua data yang
ada di Prov insi mengalir ke Pusat. Dengan demikian maka aliran data ini akan
membentuk poJa kerucut (makin ke atas makin sedikit). Untuk itu perlu
ditetapkan himpunan data minimal (minimal data set) yang harus mengalir
dari KabupateniKota ke Provinsi dan seterusnya sampai ke Pusat, dan sistemJ
mekanisme pencatatan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan infonnasi
yang sesuai.
10. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pengamatan (surveilans) terhadap
penyakitpenyakit dan gangguangangguan kesehatan serta keadaankeadaan
tertentu, seperti misalnya status gizi, kondisi lingkungan, dan persediaan obat.
Pengamatan ini dapat dilakukan melalui daerahdaerah tertentu yang ditetapkan
sebagai daerah sentinel. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
II. Dalam rangka SIKNAS, bilamana perlu dapat dikembangkan pencatatan dan
pelaporan programprogram kesehatan khusus seperti pemberantasan malaria,
pemberantasan tuberkulosis, pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat, dan lainlain. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
12. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pencatatan dan pelaporan sumber
daya dan administrasi kesehatan yang meliputi keuangan, tenaga, peralatanl
perbekalan, dan sarana. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi
Pusat Jaringan.
セ
13. Dalam rangka SIKNAS perlu dilaksanakan berbagai cara Jain untuk
pengumpulan data, yaitu melalui sensus, survei, dan lainlain, untuk melengkapi
data yang terkumpul secara rutin. Sensus, survei, dan lainlain tersebut terutama
diselenggarakan di tingkat Pusat, tanpa menutup kemungkinan
penyelenggaraannya di tingkat Provinsi dan KabupatenlKota. Pelaksanaannya
dilakukan dengan koordinasi Pusat Jaringan.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan SIKNAS
It
14. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan kerjasama lintas sektor untu k
mengupayakan terselenggaranya Registrasi Vital di seluruh wilayah Indonesia,
yang sangat dibutuhkan bagi Statistik Vital Kesehatan. Pengembangan
kerjasama ini menjadi kewajiban dari Pusat Jaringan SIKNAS.
IS. Sistem Infonnasi Kesehatan yang dikembangkan di setiap tingkatJunit harus
dapat menyimpan data yang diperlukan oleh tingkatJunit yang bersangkutan
dalam bentuk Bank Data Kesehatan. Data yang tersimpan tersebut hams diolah
secara berkala, paling sedikit setahun sekali, ke dalam bentuk Profil Kesehatan,
dan secara sewaktuwaktu sesuai kebutuhan, ke dalam bentuk kemasankemasan infonnasi khusus. Pada saatnya, Bank Data Kesehatan dan lainlain
juga hams dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan melalui interaksi
komputer secara online. Akses ini hams tetap memperhatikan prinsipprinsip
kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.
16. Profi I Kesehatan diarahkan sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi
pencapaian Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat. Dalam
rangka desentralisasi kesehatan, Profil Kesehatan diarahkan sebagai sarana
perbandingan (benchmarking) antara satu daerah dengan daerah lain. Selain
itu, bersama dengan Bank Data Kesehatan, Profil Kesehatan juga diarahkan
sebagai saran a penyedia data dan informasi untuk perencanaan, pengambilan
keputusan, dan manajemen kesehatan. Semua data dan infonnasi, temtama
dalam bentuk kemasankemasan khususjuga diperuntukkan bagi pihakpihak
yang berkepentingan (stakeholders) dan masyarakat umum.
17. SIKNAS adalah sistem infonnasi yang berhubungan dengan sistemsistem
informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka
kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengabaikan kepentingan bangsa yang lebih Juas dan rahasiarahasia negara.
Kebi)akan dan Strategi Pengembangan SfKNAS
18. Pengembangan SIKNAS dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan dan dengan mendayagunakan kemajuankemajuan di bidang
teknolo