BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005 BAB I PENDAHULUAN Anak bahkan ba Make Money at

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005 BAB I PENDAHULUAN
Anak bahkan bayi dapat mengalami hipertensi, bahkan penyakit ini dapat menimbulkan
kematian. Penting dilakukan deteksi dini dengan pengukuran darah secara rutin pada
setiap anak usia 3 tahun ke atas paling sedikit sekali setahun. Hipertensi pada anak dibagi
dua kategori, yaitu hipertensi primer bila penyebab hipertensi tidak dapat dijelaskan atau
tidak diketahui penyakit dasarnya, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan,
masukan garam, stres, dan kegemukan. Sedangkan hipertensi sekunder terjadi akibat
adanya penyakit lain yang mendasarinya. Dari penelitian selama ini menunjukkan hipertensi
pada anak kebanyakan (80%) bersifat sekunder akibat penyakit lain. Satu sampai tiga dari
100 anak yang diperiksa tekanan darahnya menunjukkan hipertensi dan 0,1% di antaranya
merupakan hipertensi berat. Hipertensi pada anak memerlukan penanganan yang cepat
dan adekuat. Keterlambatan tata laksana hipertensi dapat berakibat fatal bagi pasien.
Berbeda dengan dewasa, hipertensi pada anak mempunyai kekhususan dalam hal cara
pengukuran tekanan darah, kriteria diagnosis hipertensi, dan penyebab hipertensi.
Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan 1-3%. Hipertensi pada anak dapat dibedakan
menjadi hipertensi krisis dan non krisis. Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa
diketahui penyakit sebelumnya atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada
sebelumnya. Hipertensi krisis dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal,
edema paru, dan retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk
mencegah kerusakan organ target. Gambaran klinis krisis hipertensi berupa tekanan darah
yang sangat tinggi (umumnya tekanan darah diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada

nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis
yang gawat. Seberapa besar tekanan darah yang dapat menyebabkan krisis hipertensi
tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya
normotensi atau hipertensi ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam
pengobatan hipertensi, namun para klinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis
hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan
jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan
tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar
komplikasi krisis hipertensi bersifat reversibel. BAB II HIPERTENSI 1. Definisi Hipertensi
adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik ≥persentil ke-95 untuk umur
dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali berturut-turut. (Hardiono et al,2005) 2. Teknik
Mengukur Tekanan Darah Ø Tekanan darah harus diukur sekali dalam setahun pada setiap
anak, sebaiknya menggunakan manometer gravitasi merkuri. (www.emedicine.com). Teknik
doppler dan oscilometri dapat digunakan pada bayi infant dan anak lebih kecil yang
pengukuran tekanan darah auskultasinya sulit untuk di dapatkan. (Singadipoera,1993) Ø
Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan manset yang
terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih tinggi, sebaliknya bila
menggunakan manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil angka pengukuran lebih
rendah. (Husein Alatas et al,2002) Ø Pengukuran yang diulang pada beberapa waktu
disarankan untuk memperoleh informasi yang berarti. (www.emedicine.com) Ø Ukuran

Manset yang sesuai sangat penting untuk pengukuran tekanan darah yang akurat. Manset

harus cukup panjang untuk mengelilingi lengan dan cukup lebar untuk menutupi kira-kira ¾
panjang dari bahu ke siku. (www.emedicine.com) Ø Anak yang diukur harus santai atau
rileks dan dalam posisi duduk yang nyaman atau posisi supinasi dengan lengan kanan
diletakkan sejajar jantung. (www.emedicine.com) Ø Manset harus dipompa pada tekanan
kira-kira 20 mm lebih besar dari pulsasi radius menghilang dan kemudian dikempeskan
pada rata-rata 2-3 mmHg perdetik sampai terdengar bunyi suara lembut.
(www.emedicine.com) Ø Bunyi korotkof pertama menunjukkan tekanan sistolik. Fase
pertama ini kemudian disusul oleh fase 2 , yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu
disusul dengan fase 3 berupa suara yang keras, setelah itu suara mulai melemah (fase 4)
dan akhirnya menghilang (fase 5). Fase 4 dan fase 5 biasanya terjadi secara
berkesinambungan, dan fase 5 bisa tidak terdengar sama sekali. Pada anak fase 5 sulit
didengar, maka fase 4 digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik. The Second Task
Force on Blood Pressure Control in Children menganjurkan menggunakan fase 4 sebagai
petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak berusia kurang dari 13 tahun, sedang fase 5
digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak usia 13 tahun keatas.
(Hardiono et al,2005) Ø Tekanan darah sistolik pada ekstremitas bawah harus diukur saat
ketinggian tekanan darah sistolik pada ekstremitas atas yang pertama kali dicatat dan
ketika si pemeriksa menemukan amplitudo dari denyut arterial di kaki lebih rendah daripada

di tangan. Ketidak sesuaian antara nilai-nilai ini merupakan indikasi koarktasio aorta.
Dengan pasien pada posisi supinasi tempatkan manset pada betis. Manset harus cukup
lebar untuk menutupi minimal 2/3 dari panjang lutut ke pergelangan kaki. Ultrasound dopler
dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan aliran darah, menunjukkan tekanan darah
sistolik pada posterior tibial ataupun arteri dorsalis pedis. Nilai tersebut harus dibandingkan
dengan kesamaan yang didapatkan pada tekanan darah sistolik dopler pada lengan.
(www.emedicine.com) 3. Patofisiologi Tingkat tekanan darah ditentukan oleh keseimbangan
curah jantung dan tahanan perifer. Peningkatan pada kedua variabel ini, (dengan tidak
adanya penurunan kompensasi diantara salah satunya), hal inilah yang sebenarnya yang
meningkatkan tekanan darah. Banyak faktor yang mengatur curah jantung dan tahanan
perifer (lihat Tabel 1). Sebagai tambahan, beberapa faktor ini dipengaruhi oleh perubahan
dalam elektrolit homeostasis, khususnya peubahan-perubahan dalam sodium, kalsium dan
potasium. Pada kondisi normal, jumlah sodium yang diekskresikan dalam urine setara
dengan jumlah yang dicerna. Hasilnya hampir tetap dengan volume ekstraselular. Retensi
dari sodium meningkatkan volume ekstraseluler yang dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah. Lewat keberagaman mekanisme fisik dan hormonal. Pemicu-pemicu ini
mengubah Glomerular Filtration Rate dan tubular reabsorption Sodium, menghasilkan
ekskresi sodium yang berlebihan dan perbaikan keseimbangan sodium. Peningkatan
konsentrasi intraselular dari kalsium yang diakibatkan oleh perubahan konsentrasi plasma
kalsium, meningkatkan kontraktilitas pembuluh darah. Sebagai tambahan, kalsium

menstimulasi pelepasan renin, sintesis dari epinefrin, dan aktivitas dari sistem saraf
simpatis. Disisi lain peningkatan pengambilan potasium mennsupresi produksi dan
pelepasan renin dan menginduksi pengeluaran natrium, oleh karena itu menurunkan
tekanan darah. Komplesitas dari sistem tersebut menjelaskan kesulitan pada saat

mengidentifikasi mekanisme riwayat hipertensi pada pasien tertentu. Ini menjelaskan
mengapa pada sebagian besar pasien, pengobatan lebih kepada faktor regulator daripada
penyebab penyakit. (www.emedicine.com) Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi tekanan
darah (www.emedicine.com) Curah Jantung Tahanan Perifer Baroreseptor Volume
ekstraseluler Volume sirkulasi Atrial Natriuretic hormon Mineralokortikoid Angiotensin
Katekolamin Sistem Saraf Simpatis Yang membuat tekanan Angiotensin II Kalsium
(intraseluler) Katekolamin Sistem Saraf Simpatis Yang menurunkan Tekanan Atrial
Natriuretic hormon Endothelial Relaxing Factors Kinin Prostaglandin E2 Prostaglandin I2 4.
Batasan Dan Klasifikasi Hipertensi Tekanan darah normal anak-anak bervariasi, oleh
karena banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain umur, jenis kelamin, tinggi, dan
berat badan. Dengan bertambahnya umur, berat badan, dan tinggi badan, ikut pula
bertambah sampai anak mencapai usia dewasa. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap
nilai tekanan darah anak. Anak yang lebih berat, dan atau lebih tinggi, mempunyai nilai
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak sebaya yang badannya lebih
kurus dan berat badannya kurang.( Husein Alatas et al,2002).Tekanan darah bayi dan anak

bergantung pada umur. Makin tinggi umur makin tinggi pula tekanan darahnya, oleh karena
itu, penentuan batas tekanan darah disesuaikan dengan umur. Berdasarkan Task Force on
Blood Pressure Control in Children, batasan tekanan darah normal dan hipertensi pada
anak sesuai dengan kriteria berikut: Tekanan darah normal: tekanan darah Tekanan
darah normal tinggi (high normal atau border line): tekanan darah antara persentil 90 dan
95 berdasarkan umur dan jenis kelamin. Hipertensi: tekanan darah > persentil 95 dengan
pemeriksaan 3 kali berturut-turut, yang dapat dibagi menjadi: a. Hipertensi bermakna: jika
tekanan darah antara persentil 95-99 berdasarkan umur dan jenis kelamin b. Hipertensi
berat: jika tekanan darah antara > persentil 99 berdasarkan umur dan jenis kelamin
(www.idai.or.id) 5. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Pada Anak Ras : The Task
Force mencatat tidak ada perbedaan tekanan darah antara anak-anak ras kulit hitam dan
kulit putih. Namun anak-anak ras kulit hitam pada berbagai usia memiliki tahanan vascular
perifer yang lebih tinggi dan sensitifitas tekanan darah terhadap konsumsi garam yang lebih
besar dibandingkan anak-anak ras kulit putih. Jenis Kelamin : Tidak ada perbedaan yang
signifikan tekanan darah antara anak laki-laki dan perempuan usia 6 tahun. dari usia
tersebut sampai pubertas tekanan darah pada anak-anak perempuan sedikit lebih tinggi
dibanding anak laki-laki. Dari pubertas dan seterusnya, pria memiliki tekanan darah sedikit
lebih tinggi dibandingkan wanita. Usia : Tekanan darah dipengaruhi oleh berat dan tinggi
badan. Namun hubungan ini tidak menjadi suatu bukti sampai anak menginjak usia
sekolah. Data standar yang diterbitkan olehThe Task Force tahun 1987,

mempertimbangkan faktor-faktor ini. Riwayat : Sejarah yang bisa dipercaya menyediakan
petunjuk-petunjuk tentang penyebab hipertensi diantaranya : Prematuritas
Bronkopulmonary Displasia Riwayat katerisasi arteri umbilikal Kegagalan pertumbuhan
Riwayat trauma pada kepala dan abdomen Penyakit keturunan (misalnya
neurofibromatosis, hipertensi) Pengobatan (misalnya amphetamin, steroid, antidepresan
trisiklik, penyalahgunaan obat) Pyelonefritis Gejala-gejala yang timbul dan tidak spesifik
pada neonatus dan tidak terdapat pada anak-anak yang usianya lebih dewasa kecuali

hipertensi berat. Tanda-tanda dan gejala yang harus diwaspadai oleh dokter terdapat
dibawah ini : Neonatus Anak Kegagalan Pertumbuhan Sakit kepala Serangan yang tiba-tiba
Kelelahan Lethargy Penglihatan buram Respiratory Distress Epistaksis Gagal jantung
Congestive Bell palsy (www.emedicine.com) 6. Etiologi Hipertensi Umumnya hipertensi
pada anak merupakan hipertensi sekunder yang perlu dicari penyebabnya dan sebagian
besar dapat ditanggulangi sehingga pemberian obat seumur hidup dapat dihindari. Secara
umum, penyebab hipertensi pada anak dapat disebabkan penyebab renal, vaskular,
endokrin, dan lain-lain. Hipertensi pada anak terutama disebabkan oleh kelainan
renoparenkim dengan penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis akut pasca
streptokokus. Beberapa penyebab hipertensi pada anak antara lain: Tabel 2. Penyebab
hipertensi akut dan kronik pada penyakit anak (www. pedsinreview.aappublications.org)
Akut Kronik Ginjal · Glomerulonefritis akut pasca streptokokus · Sindrom hemolitik uremik ·

Nefritis akut · Gagal ginjal akut · Operasi traktus urinarius dan ginjal Ginjal · Gagal Ginjal
Kronis · Glomerulopati kronis · Uropati Obstruktif · Polikistik Ginjal (dominan / resesif) ·
Nefropati Refluk · Transplantasi Postrenal Vaskular · Embolus/ trombosis arteri renal ·
Patent Ductus Arteriosus Vaskular · Stenosis arteri renal · Koarktasio Aorta · Vaskulitis
Sistemik · Syndrom William Obat-obatan · Steroid · Dekongestan · Oral kontrasepsi ·
Amphetamine, Cocain, Phencyclidine · Beta-Adrenergik agonis/theophylin · Cafein/nikotin
Obat-obatan · Steroid · Eritropoetin · Siklosporin/Tacrolimus · Oral Kontrasepsi Trauma ·
Luka bakar · Traksi (terutama femur) · Peningkatan tekanan Intrakranial · Trauma Spinal
Endokrin · Pheochromacytoma · Sindrom Cushing · Hiperplasia adrenal kongenital ·
Hipo/hypertiroid · Neuroblastoma · Hiperparatiroid · Hiperaldoteronism primer ·
Endokrinopatis hipertensi genetik Lain-lain · Peningkatan volume intravascular ·
Hiperkalsemia · Disfungsi Otonom (Guillain Barre) · Ansietas Lain-lain · Hipertensi esensial ·
Obesitas · Bronkopulmonary displasia · Peningkatan tekanan intrakranial · Kehamilan Tabel
3. Penyebab Tersering Hipertensi pada berbagai kelompok umur (www.emedicine.com)
Neonatus 1-6 tahun 7-12 tahun Adolesen · Trombosis vena atau arteri renal · Anomali Renal
Kongenital · Bronkopulmonary Displasia · Koarktasio Aorta · Stenosis Arteri Renal ·
Penyakit parenkim Ginjal · Tumor Wilms · Neuroblastoma · Koarktasio aorta · Penyakit
parenkim ginjal · Abnormal Renovaskular · Penyebab endokrin · Hipertensi esensial ·
Prematur? · Hipertensi esensial · Penyakit parenkim ginjal · Penyebab endokrin · Prematur?
7. Tahapan Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi (Hardiono et al,2005) – Pemeriksaan

tahap I untuk evaluasi diagnostik kearah penyebab hipertensi sekunder : Pemeriksaan
untuk mendeteksi penyakit ginjal : Urinalisis, biakan urin Kimia darah (kolesterol, albumin,
globulin, asam urat, ureum, kreatinin) Klirens kreatinin dan ureum Darah lengkap Pielograf
intravena (bila skanning ginjal dan USG tak tersedia Pemeriksaan untuk mendeteksi
penyakit endokrin Elektrolit serum Aktivitas renin plasma dan aldosteron Katekolamin
plasma Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin Aldosteron dan metabolit steroid
dalam urin (17 ketosteroid dan 17 hidrokortikosteroid) Evaluasi akibat hipertensi terhadap
organ target EKG, foto Rontgen dada dan ekokardiografi – Pemeriksaan tahap II evaluasi
diagnostik ke arah penyebab hipertensi sekunder ASTO, Komplemen (C3), kultur apus
tenggorok/keropeng infeksi kulit Sel LE, uji serologi untuk SLE Miksio sistouretrografi (MSU)

Biopsi Ginjal CT Ginjal Tc 99m DTPA atau DMSA Scan, Renografi Arteriografi Digital
Substraction Angiography (DSA) CT kelenjar adrenal atau abdomen Scanning Adrenal
dengan I 131 meta-iodobenzilguanidin Katekolamin vena kava Analisis aldosteron dan
elektrolit urin Uji Supresi dengan deksametason Renin Vena renalis 8. Dosis Obat Anti
Hipertensi Oral Pada Anak (Hardiono et al,2005) Klasifikasi/Nama Obat Dosis per hari Awal
Dosis per hari Maksimal Interval dosis Diuretika Hidroklorotiazid Klortalidon Spironolakton
Furosemid 1 mg/kg 1 mg/kg 1 mg/kg 2 mg/kg 4 mg/kg 2 mg/kg 3 mg/kg 6 mg/kg tiap 12 jam
sekali sehari tiap 12 jam tiap 6-8 jam Penghambat Adrenergik Penghambat Beta Propanolol
0,5 mg /kg 10 mg/kg Tiap 8 jam Penghambat alfa Prazosin 0,05 mg/kg 0,4 mg Tiap 8 jam

Penghambat alfa-beta Labetalol 1-3 mg/kg 3 mg/kg Tiap 12 jam Antiadrenergik sentral
Klonidin Metildopa 0,002 mg/kg 5 mg/kg 0,06 mg 40 mg/kg Tiap 8 jam Tiap 6-8 jam Bekerja
pada ujung-ujung saraf simpatik Reserpin 0,02-0,07 mg/kg 2,5 mg Sekali sehari Vasodilator
langsung Hidralazin Minoksidil 1-2 mg/kg 0,1-0,2 mg/kg 8 mg/kg 1-2 mg/kg Tiap 8-12 jam
Tiap 12 jam Calcium Channel Blockers Nifedipine Diltiazem 0,25 mg/kg 2 mg/kg 1 mg/kg
3,5 mg/kg Tiap 6-8 jam Tiap 12 jam ACE Inhibitors Captopril Enalapril 0,5 mg/kg, Neonatus
0,05-0,5 mg/kg 0,08-0,1 mg/kg 5 mg/kg 1 mg/kg Tiap 8 jam Tiap 24 jam BAB. III KRISIS
HIPERTENSI 1. Definisi Krisis Hipertensi Hipertensi krisis merupakan peninggian tekanan
darah secara akut yang mengganggu fungsi organ vital tubuh yang dapat mengancam jiwa.
Hipertensi krisis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik
> 120 mmHg atau setiap tingkat hipertensi (sistolik 1 ½ kali batas atas tekanan darah
normal berdasarkan umur dan jenis kelamin. (www.idai.or.id) 2. Manifestasi Klinik Hipertensi
Pada keadaan krisis hipertensi yang ditunjukkan dengan naiknya tekanan darah secara
mendadak dalam waktu yang cepat dapat timbul ensefalopati hipertensif yang ditandai
kejang baik kejang fokal maupun kejang umum, diikuti dengan penurunan kesadaran dari
somnolen sampai koma. Manifestasi klinik ini lebih sering terlihat pada hipertensi anak
daripada orang dewasa. Manifestasi krisis hipertensi ini sering dikacaukan dengan epilepsi
dan bila tekanan darah tidak diukur maka diagnosis krisis hipertensi sebagai penyebab
ensefalopati akan terlewatkan begitu saja. Manifestasi lain ensefalopati hiper tensif adalah
hemiplegia, gangguan penglihatan dan pendengaran, parese nervus fasialis. Pada

pemerikasaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berat berupa perdarahan,
eksudat, edema pupil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina. Krisis hipertensi
jarang meninggalkan gejala sisa, bila penurunan tekanan darah segera dilaksanakan
dengan menggunakan obat antihipertensi secara adekuat. Walaupun demikian, ditemukan
atrofi otak pada pemeriksaan computer tomography. Manifestasi klinik krisis hipertensi
lainnya adalah dekompensatio cordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala
edema, dispnu, sianosis, takikardi, ronkhi, kardiomegali, suara bising jantung dan
hepatomegali. Pada pemeriksaan foto thoraks terlihat pembesaran jantung dengan edema
paru. Sedang pada pemeriksaan EKG kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran
ventrikel kiri. Manifestasi dekompensatio cordis ini lebih sering ditemukan pada bayi.
Gangguan faal ginjal selain dapat diakibatkan oleh krisis hipertensi juga dapat ditimbulkan
oleh hipertensi berat kronik yang menetap. Umumnya manifestasi klinik hipertensi berat
atau krisis hipertensi pada bayi dan anak hampir selalu penyebabnya berkaitan dengan

hipertensi sekunder. (Husein Alatas et al,2002) 3. Pengobatan Krisis Hipertensi Prinsip
pengobatan hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepat mungkin dengan
obat antihipertensi yang onsetnya cepat, mencegah dan menanggulangi kerusakan organ
target, dan mencari penyebab hipertensi. Obat-obat yang bekerjanya paling cepat adalah
obat parenteral seperti natrium nitroprusid dan diazoksida tetapi kedua obat ini jarang
digunakan. Natrium nitroprusid diberikan melalui pompa infus dengan dosis yang dititrasi,

0,5 - 8 mg/kgbb per menit. Penggunaan obat ini memerlukan pengawasan ketat dan
biasanya dilakukan di ruang perawatan intensif. Diazoksida diberikan secara intravena
dengan dosis 2 - 5 mg/kgbb dengan bertahap. Respons obat ini sangat cepat dan
responsnya sering tidak dapat diprediksi. Obat yang sering digunakan adalah klonidin drip.
Nifedipin sublingual/oral mulai banyak digunakan karena pemberiannya mudah, tidak
memerlukan ruang perawatan intensif, dan hasilnya cukup memuaskan. 1. Klonidin Klonidin
diberikan per drip dikombinasi dengan furosemid. Klonidin dilarutkan dalam 100 ml glukosa
5% dalam buret infus dan diberikan secara infus menggunakan mikrodrip. Dosis awal
klonidin drip adalah 0.002 mg/kgbb/8 jam atau 12 tetes mikrodrip per menit dengan dosis
maksimal 36 tetes mikrodrip per menit (3 kali lipat dosis awal atau 0,006 mg/kgbb/8 jam).
Tekanan darah diukur secara berkala setiap 30 menit sampai tekanan darah diastolik < 100
mmHg, dan selanjutnya setiap 1-3 jam sampai tekanan darah stabil. Secara praktisnya,
pemberian klonidin drip adalah sebagai berikut: pada permulaan diberikan klonidin 12 tetes
mikrodrip per menit. Bila tekanan darah tidak turun, setiap 30 menit dosis dinaikkan 6 tetes
per menit sampai tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis
maksimal 36 tetes mikrodrip per menit. Klonidin drip dikombinasi dengan diuretik furosemid
1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Bila dengan klonidin drip dosis maksimal tekanan
darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3
mg/kgbb/kali 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril adalah 2 mg/kgbb/kali. Bila
tekanan darah turun di bawah 100 mmHg, tetesan klonidin drip diturunkan bertahap sambil
diberikan kaptopril oral dengan dosis sama seperti di atas. Bila tekanan darah belum turun
juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa. 2. Nifedipin Nifedipin
diberikan sublingual dosis 0.1 mg/kgbb/kali dan bila tekanan darah tidak turun, dosis
dinaikkan 0,1 mg/kgbb/kali setiap 30 menit sampai tekanan darah diastolik turun di bawah
100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali. Tekanan darah diukur secara berkala setiap
30 menit sampai tekanan darah diastolik < style=""> stabil. Secara praktisnya, nifedipin
disediakan dalam kemasan pulvis 2,5 mg per bungkus. Pemberian obat diawali dengan
nifedipin 0,1 mg/kgbb/kali (1 pulvis atau 2,5 mg) dan bila tekanan darah tidak turun, dosis
dinaikkan setiap 30 menit menjadi 5 mg ( 2 pulvis), kemudian 7,5 mg (3 pulvis) sampai
tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali (4
pulvis). Nifedipin dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2 kali
sehari. Bila tekanan darah diastolik sudah < 100 mmHg, diberikan nifedipin oral dengan
dosis 0,25 - 1 mg/kgbb/hari 3-4 kali sehari. Bila dengan nifedipin dosis maksimal tekanan
darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3
mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril 2 mg/kgbb/kali. Bila
tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.

Selain pemberian obat antihipertensi, dilakukan juga terapi suportif seperti diet rendah
garam, mengatasi manifestasi klinis yang terjadi, serta mencari penyebab hipertensi dan
menanggulanginya (www.idai.or.id) BAB IV KESIMPULAN Mengenal hipertensi pada anak
jauh lebih sulit daripada orang dewasa, karena batasan hipertensi tergantung pada umur,
jenis kelamin, tinggi dan berat badan. Berbagai etiologi sebagai penyebab hipertensi perlu
ditegakkan secara teliti sebelum menyatakan bentuk hipertensi mengingat hipertensi pada
anak-anak dan adolesen adalah tipe sekunder. Hipertensi pada anak memerlukan
penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan tata laksana hipertensi dapat
berakibat fatal bagi pasien. Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui
penyakit sebelumnya atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya.
Hipertensi krisis dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal, edema paru,
dan retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk mencegah
kerusakan organ target sebagai akibat tingginya tekanan darah DAFTAR PUSTAKA 1.
Husein Alatas, et al.2002. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal 242-287 2. Hardiono D. Pusponegoro, et al.2005. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 166-175 3.
Singadipoera, Boed S,dr, DSAK.1993. Ilmu Kesehatan Anak Nefrologi Anak. Bandung : FK
UNPAD-RS Hasan Sadikin. Hal 46-69 4. Sudung O Pardede.2004. Tata laksana Hipertensi
Krisis Pada Anak. www.IDAI.or.id 5. Nanan Sekarwana. Hipertensi Pada Anak.
www.IDAI.or.id 6. Victoria F. Norwood, MD. 2002. Hypertension.
http://pedsinreview.aappublications.org 7. Adrian Spitzer, MD.2004. Hypertension.
www.emedicine.com SILAHKAN DINIKMATI, BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP
DARI SEORANG TEMAN Diposkan oleh Makalah Referat Kedokteran di 20.36 Kirimkan Ini
lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest 5
komentar: lina@women's perspectives27 Juli 2010 10.23 Wah, anak2 sudah bisa terkena
hipertensi ya... Terima kasih sudah berbagi info yang sangat bermanfaat :) Balas Zona
Indonesia27 Juli 2010 23.18 Waw informasinya keren banget..!!! detail sekali :) Peace Balas
adhy31 Juli 2010 02.46 waaw keren infox Balas lina@women's perspectives3 Agustus 2010
21.22 Mampir lagi untuk berbagi senyum... Balas Anonim29 Januari 2013 09.06 keren
ya....blognya bagus,ditambah lg mas brow, ngomong2 tentang hipertensi anak,kurva ama
data persentilnya dicantumin biar tambah mantap ni blog, cayoooo Balas
Make Money at : http://bit.ly/copy_win