Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai Akademis

(1)

KARAKTERISTIK MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI USU YANG MENGALAMI SINDROMA PREMENSTRUASI DAN

HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN NILAI AKADEMIS

Oleh :

NORNAIMAH BINTI MD ABAS NIM : 100100409

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KARAKTERISTIK MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI USU YANG MENGALAMI SINDROMA PREMENSTRUASI DAN

HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN NILAI AKADEMIS

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

NORNAIMAH BINTI MD ABAS NIM : 100100409

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai

Akademis

Nama : Nornaimah binti Md Abas NIM : 100100409

Pembimbing Penguji I

( Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, ( dr. Bugis Mardina, Sp.A )

M.Ked (OG), Sp.OG (K) ) NIP : 197010032000122001

NIP : 196405301989031019

Penguji II

( dr. Widiraharjo, Sp.P ) NIP : 195506201981031003

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001


(4)

ii

ABSTRAK

Sindroma premenstruasi merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh seorang wanita beberapa hari sebelum haid dan akan menghilang saat terjadi menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2010 dan hubungannya dengan pencapaian akademis.

Penelitian analitik observasional dengan studi cross-sectional ini dilakukan mulai September hingga Oktober di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Kriteria diagnosis sindroma premenstruasi oleh American College of Obstetric and Gynecology telah digunakan dan subjek yang diperoleh 55 orang. Subjek diberikan satu set kuesioner. Data diolah menggunakan chi-square dan korelasi Spearman.

Pada penelitian ini didapatkan 36 orang (65,5%) mengalami sindroma premenstruasi ringan dan 19 orang (34,5%) mengalami sindroma premenstruasi sedang berat. Penelitian ini menunjukkan tiada hubungan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan tingkat sindroma premenstruasi (nilai p >0,05). Hubungan antara tingkat sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis tidak signifikan dengan nilai p 0,302 (nilai p >0,05) dan umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi tidak berpengaruh kepada pencapaian nilai akademis (nilai p >0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tiada hubungan antara karakteristik umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan sindroma peremenstruasi, antara sindrom premenstruasi dan pencapaian nilai akademis dan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan metode prospektif.


(5)

iii

Abstract

Premenstrual syndrome is a group of symptoms experienced by a woman a few days before menstruation and will be dissappeared when menstruation happened. The aim was to determine the characteristics of Dentistry Faculty’s students of Universitas Sumatera Utara and its relationship with academic achievement.

This was a cross-sectional method of observasional analytical study which was done on September until October at Dentistry Faculty of Universitas Sumatera Utara. Criteria diagnosis of premenstrual syndrome by American College of Obstetric and Gynecology was used and 55 subjects were obtained. The subjects were given a set of questionnaire. Data was analysed by using chi-square and Spearman’s correlation.

There are 36 subjects (65.5%) have mild premenstrual syndrome and 19 subjects (34.5%) have moderate to severe peremstrual syndrome. The study had shown no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation and premenstrual syndrome which the p-value more than 0.05. There is no significant relationship between prementrual syndrome and academic achievement (p-value 0.302) and no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation of student with premensrual syndrome and academic achievement (p-value >0.05).

Therefore, there was no significant relationship between all the characteristics and premenstrual syndrome; between prementrual syndrome and academic achievement; and between the characteristics of student with premensrual syndrome and academic achievement. Further study is recommended by using prospective method.


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadrat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat serta salam atas junjungan nabi kita Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya. Hanya dengan segala rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan judul :

Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai

Akademis

Dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Muhammad Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) atas kesediannya sebagai dosen pembimbing karya tulis ilmiah, yang telah banyak membantu dalam pengarahan sehingga penulis mendapat gambaran yang lebih luas dalam menuangkan ide dalam penelitian ini. Di tengah kesibukannya, dengan penuh perhatian dan kesabaran, mendidik penulis, selalu memberikan dorongan, bimbingan dan saran yang bermanfaat dalam pelaksanaan dan penyusunan sampai selesainya karya tulis ilmiah ini.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga kepada dr. Bugis Mardina, SpA sebagai dosen penguji 1 dan dr. Widiraharjo, SpP sebagai dosen penguji 2, yang penuh kesabaran, kearifan, dan perhatian telah mengarahkan dan memberi saran-saran sekaligus koreksi yang sangat berarti kepada penulis dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Peneliti juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih dan setinggi-tinggi penghargaan kepada ibunda, ayahanda dan keluarga tercinta yang telah memberikan segala dukungan dan sokongan baik dari segi moral atau material sehingga peneliti dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Selain itu, kepada teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih.


(7)

v

Akhirnya peneliti mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat membawa manfaat kepada semua.

Medan, 8 Desember 2013 Peneliti,


(8)

vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi 2.2. Epidemiologi 2.3. Gejala 2.4. Etiologi 2.5. Diagnosis

2.6. Siklus Menstruasi 2.7. Sistem Hormonal Wanita

2.8. Peran Stress dan Hormon Kortisol pada Sindroma Premenstruasi

2.9. Penatalaksanaan

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep 3.2. Hipotesis i ii iii iv vi viii ix x 1 1 5 5 6 7 7 7 8 9 11 14 17 20 22 24 24 24


(9)

vii

3.3. Definisi operasional BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.3. Populasi dan Sampel

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.5. Pengolahan dan Analisa Data

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden 5.1.3. Hasil Analisa Data

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pembahasan Hasil Penelitian 5.2.2. Keterbatasan Penelitian BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 25 30 30 30 30 31 32 33 33 33 33 35 38 38 40 41 41 41 42 47


(10)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi menurut ACOG

13

5.1. Distribusi Data menurut Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, Lama Haid, Kriteria PSST, dan IPK

34

5.2. Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid

35

5.3. Distribusi Subjek yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Pencapaian Nilai Akademis

36

5.4. Hubungan Variabel Umur, Usia Menarche, IMT, Lama Haid, dan Siklus Haid terhadap Indeks Prestasi Kumulatif pada Penderita Sindroma Premenstruasi Derajat Ringan, Sedang- Berat


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Haid 16

2.2. Biosintesis steroid di zona fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal.


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Lembar Penjelasan

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Lampiran 6 Ethical Clearance Lampiran 7 Data Induk Lampiran 8 Analisa Data


(13)

ii

ABSTRAK

Sindroma premenstruasi merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh seorang wanita beberapa hari sebelum haid dan akan menghilang saat terjadi menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2010 dan hubungannya dengan pencapaian akademis.

Penelitian analitik observasional dengan studi cross-sectional ini dilakukan mulai September hingga Oktober di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Kriteria diagnosis sindroma premenstruasi oleh American College of Obstetric and Gynecology telah digunakan dan subjek yang diperoleh 55 orang. Subjek diberikan satu set kuesioner. Data diolah menggunakan chi-square dan korelasi Spearman.

Pada penelitian ini didapatkan 36 orang (65,5%) mengalami sindroma premenstruasi ringan dan 19 orang (34,5%) mengalami sindroma premenstruasi sedang berat. Penelitian ini menunjukkan tiada hubungan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan tingkat sindroma premenstruasi (nilai p >0,05). Hubungan antara tingkat sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis tidak signifikan dengan nilai p 0,302 (nilai p >0,05) dan umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi tidak berpengaruh kepada pencapaian nilai akademis (nilai p >0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tiada hubungan antara karakteristik umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan sindroma peremenstruasi, antara sindrom premenstruasi dan pencapaian nilai akademis dan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan metode prospektif.


(14)

iii

Abstract

Premenstrual syndrome is a group of symptoms experienced by a woman a few days before menstruation and will be dissappeared when menstruation happened. The aim was to determine the characteristics of Dentistry Faculty’s students of Universitas Sumatera Utara and its relationship with academic achievement.

This was a cross-sectional method of observasional analytical study which was done on September until October at Dentistry Faculty of Universitas Sumatera Utara. Criteria diagnosis of premenstrual syndrome by American College of Obstetric and Gynecology was used and 55 subjects were obtained. The subjects were given a set of questionnaire. Data was analysed by using chi-square and Spearman’s correlation.

There are 36 subjects (65.5%) have mild premenstrual syndrome and 19 subjects (34.5%) have moderate to severe peremstrual syndrome. The study had shown no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation and premenstrual syndrome which the p-value more than 0.05. There is no significant relationship between prementrual syndrome and academic achievement (p-value 0.302) and no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation of student with premensrual syndrome and academic achievement (p-value >0.05).

Therefore, there was no significant relationship between all the characteristics and premenstrual syndrome; between prementrual syndrome and academic achievement; and between the characteristics of student with premensrual syndrome and academic achievement. Further study is recommended by using prospective method.


(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Terjadinya menstruasi pada wanita bisa menjadi hal yang menggembirakan apabila menstruasi menjadi salah satu penanda bermulanya usia reproduktif bagi wanita. Periode ini pada wanita khususnya pada remaja secara fisiologis disebut periode menarche yaitu masa timbulnya menstruasi atau haid untuk pertama kalinya, dimana selanjutnya fase menstruasi ini akan terjadi secara siklik setiap bulannya. Secara fisiologis, menstruasi terkait dengan regulasi hormonal yang terkait dengan aksis hipotalamus-hipofisis dan ovarium (HPO axis). Sistem ini diregulasi dalam suatu sistem endokrin yang akan menghasilkan suatu siklus yang disebut siklus menstruasi (Siregar, 2012).

Menurut Depkes RI (2007) dalam Siregar (2012), wanita usia reproduktif merupakan wanita yang berusia 15-49 tahun, di mana wanita pada usia ini masih berpotensi untuk dapat mempunyai keturunan. Di Malaysia, menurut Jabatan Perangkaan Malaysia (2011), wanita usia reproduktif mewakili sebanyak 55,4% daripada seluruh wanita dan 26,9% daripada seluruh rakyat Malaysia. Pada sebagian wanita, masa menstruasi dapat menjadi masa-masa yang menyiksa, dikarenakan adanya gangguan pada siklus menstruasi mereka. Kumpulan dari berbagai gejala yang terjadi menjelang menstruasi ataupun sampai saat menstruasi terjadi disebut sindroma premenstruasi (premenstrual syndrome/PMS) (Kraemer, 1998 dalam Siregar, 2012).

Sindroma premenstruasi adalah kejadian gejala-gejala somatik, psikis, dan emosional secara siklus yang berlangsung semasa fase luteal (premenstruasi) dari siklus menstruasi dan menghilang saat terjadinya menstruasi (Monga dan Dobbs, 2011). Sindroma ini pertama kali diperkenalkan oleh Frank pada 1931 di mana Frank mencoba untuk mengaitkan hubungan antara tegangan prahaid (premenstrual tension) dan perubahan hormonal pada siklus menstruasi dan pada 1953, istilah


(16)

2

sindroma premenstruasi digunakan oleh Dalton. Gejala-gejala sindroma ini berbeda pada setiap wanita dan lebih dari 150 gejala telah dikaitkan dengan sindroma ini (Katz, 2007). Keluhan-keluhan ini biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sehingga haid berhenti (Wiknojosastro, Saifuddin, Rachimhadi, 2007).

Pada satu laporan epidemiologi oleh Mishell (2005) di United States, diperkirakan sebanyak 70% hingga 90% wanita usia reproduktif di United States mengalami sekurang-kurangnya satu keluhan yang tidak nyaman pada fase premenstruasi.Satu studi epidemiologi menyimpulkan bahwa 20-40% wanita pada usia remaja merasakan kurang sehat pada fase luteal akhir dan fase menstrual dini (Greenspan et al., 1998 dalam Siregar, 2013) dan pada studi yang lain menyatakan dianggarkan 20% wanita usia remaja menderita gejala-gejala sindroma menstruasi yang sedang hingga berat (Freeman, 2005 dalam Siregar, 2013). Menurut Essel (2007) di dalam Siregar (2013), satu studi besar yang disponsor oleh WHO pada 1981 menunjukkan gejala-gejala sindroma premenstruasi diderita oleh 23% wanita Indonesia. Di Malaysia, satu studi yang dilakukan di Negeri Sembilan pada 2247 wanita menyatakan angka kejadian sindroma premenstruasi ialah 74,6%; 68,2% menderita sindroma premenstruasi ringan dan 6,4% menderita sindroma premenstruasi sedang-berat (Lee, Chen, Lee dan Kaur, 2006).

Menurut Halbreinch et al (2003) dalam Mishell (2005), sindroma premenstruasi bisa dialami oleh seorang wanita pada setiap tahap dalam usia reproduktifnya – mulai usia sekitar 14 tahun, atau sekitar 2 tahun selepas pertama kali mendapat haid (menarche) dan berlanjut hingga usia sekitar 51 tahun, usia di mana menopause selalunya terjadi. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mamma, dan sebagainya. Pada wanita Asia, gejala-gejala yang sering dikeluhkan ialah nyeri sendi, otot dan punggung (27,95%), keram dan nyeri abdomen (25,12%), rasa nyeri di mamma (19,47%), dan


(17)

3

Pada tahun 2000, American College Of Obstetric and Gynecology (ACOG) telah membuat satu panduan kriteria diagnostik untuk sindroma premenstruasi yang dihasilkan oleh University of California di San Diego (UCSD) dan National Institute of Mental Health (NIMH). Seorang wanita akan didiagnosa mengalami sindroma premenstruasi apabila dia mengalami satu atau lebih gejala afektif atau somatik yang memberikan dampak negatif pada fungsi dan cara hidupnya, berlaku lima hari sebelum menstruasi, dan berlangsung selama 3 siklus.

Berbagai faktor bisa meningkatkan risiko wanita untuk menderita sindroma premenstruasi. Salah satunya ialah ras. Hanya sedikit penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan ras atau etnik melainkan sindroma premenstruasi ini berlaku pada semua ras atau etnik yang diteliti. Menurut data daripada satu studi oleh health maintenance organization (HMO) pada 1194 wanita tentang tingkat keparahan sindroma premenstruasi di California, didapati Hispanik mengalami simptom-simptom yang lebih berat daripada mereka yang berkulit putih atau hitam, dan wanita Asia dilaporkan kurang (Katz, Lentz, Lobo dan Gershenson, 2007).

Faktor usia juga mempengaruhi sindroma premenstruasi ini. Beberapa orang berpendapat bahwa wanita muda lebih rentan mendapat sindroma premenstruasi (Benton, 2002; Mortola, 2002 dalam Mahmoodi et al, 2010). Menurut beberapa sumber, sindroma premenstruasi sering berlaku di antara usia 20 dan 40 tahun (Rasheed and Al Sowielem, 2003 dalam Mahmoodi et al, 2010). Di Pelotas, Rio Grande do Sul State, Brazil, satu studi populasi dasar pada tahun 2003 mendapati bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik di antara prevalensi sindroma premenstruasi dan usia wanita (Silva, Gigante, Carret dan Fassa, 2006 dalam Silva, Gigante dan Minten, 2008).

Hubungan antara usia menarche dan sindroma premenstruasi secara biologisnya dapat diterima, mempertimbangkan seorang wanita yang menarche pada usia yang lebih muda lebih awal terpapar kepada tingkat hormon yang lebih tinggi. Pada penelitian di Brazil, prevalensi gejala dan sindroma premenstruasi lebih tinggi pada wanita yang mempunyai usia menarche kurang dari 11 tahun,


(18)

4

namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Silva, Gigante dan Minten, 2008). Malah, berdasarkan penelitian oleh Siregar pada tahun 2012 mendapati tidak ada hubungan antara usia menarche terhadap kejadian sindroma premenstruasi (Siregar, 2012).

Selain itu, peningkatan indeks masa tubuh (IMT) dapat meningkatkan angka kejadian sindroma premenstruasi. Dalam satu studi oleh Bertone-Johnson et al. (2010), mereka mendapati risiko mendapat sindroma menstruasi secara signifikan lebih tinggi pada wanita dengan IMT melebihi 27,5 kg/m2 berbanding wanita yang mempunyai IMT di bawah 20,0 kg/m2. Pada satu analisa univariat oleh Sadler et al. (2010), wanita dengan sindroma premenstruasi mempunyai IMT yang lebih tinggi dan mengalami tingkat stres yang tinggi, namun pada model regresi multipel, IMT tidak lagi mempunyai hubungan dengan sindroma premenstruasi.

Lama haid yang normal bagi seorang wanita ialah sekitar 3-5 hari, diikuti dengan darah sedikit-sedikit selama 1-2 hari kemudiannya dan ada yang sampai 7-8 hari manakala panjang siklus haid normal seorang wanita adalah 25-32 hari (Wiknojosastro, Saifuddin, dan Rachimhadi, 2007). Kedua karakteristik ini menurut penelitian Siregar (2012) menunjukkan tidak ada hubungannya antara lama haid dan siklus haid dengan kejadian sindroma premenstruasi.

Berdasarkan kriteria diagnosis sindroma premenstruasi menurut ACOG, sindroma premenstruasi ini berlaku lima hari sebelum menstruasi dan mengganggu aktivitas harian penderita. Hal ini akan menyebabkan kira-kira 60 hari dalam setahun penderita sindroma premenstruasi mengalami gejala-gejala yang tidak nyaman.

Menurut Anggraini (2007) dalam Siregar (2013), satu studi yang dilakukan di Solo, Indonesia berkenaan dampak sindroma premenstruasi pada mahasiswi akademi kebidanan menunjukkan mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi akan mengalami keluhan fisik dan gangguan emosi. Selain itu, gejala psikobehavioral yang sering adalah hilangnya minat pada aktivitas yang biasa


(19)

5

hadir kuliah disebabkan oleh gejala sindroma premenstruasi, dan 14,9% tidak dapat menduduki ujian atau mendapat nilai yang lebih rendah sekurang-kurangnya sekali, dan kedua-duanya sangat berhubungan dengan tingkat keparahan sindroma premenstruasi (Tenkir, Fisseha, dan Ayele, 2002).

Pada penelitian Siregar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) (2012), dijumpai ada hubungan antara sindroma premenstruasi dengan indeks prestasi akademis mahasiswi yang mengalami sindroma premenstruasi. Dari hasil pengujian chi-square pada penelitian ini didapatkan nilai p-value sebesar 0,005 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sindroma premenstruasi terhadap prestasi akademis mahasiswa.

Berbagai faktor yang bisa mempengaruhi sesorang wanita itu bisa menderita sindroma premenstruasi menjadikan peneliti berminat untuk mengetahui apakah usia, IMT, usia pertama kali mendapat haid dan lamanya menstruasi bisa menjadi karakteristik untuk wanita sindroma premenstruasi. Selain itu, dampak sindroma premenstruasi yang negatif juga menimbulkan pertanyaan kepada diri peneliti bagaimanakah dampaknya pada pencapaian akademik seorang mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Ada pun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah karakteristik mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi ada hubungannya dengan pencapaian nilai akademis?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi dan hubungannya dengan pencapaian nilai akademis.


(20)

6

1.3.1. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik mahasiswi kedokteran gigi seperti usia, IMT, usia pertama kali mendapat haid, siklus menstruasi, dan lamanya menstruasi dengan kejadian sindroma premenstruasi.

2. Untuk mengetahui dampak sindroma premenstruasi pada pencapaian nilai akademis.

3. Untuk melihat hubungan antara karakteristik mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat memprediksi kejadian sindroma premenstruasi berdasarkan usia, IMT, usia pertama kali mendapat haid, siklus menstruasi, dan lamanya menstruasi. 2. Membantu mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi untuk mengatasi

sindroma premenstruasi berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dapat diubah.

3. Membantu kaunselor mengatasi dampak yang disebabkan oleh sindroma premenstruasi terhadap pencapaian nilai akademis sehingga kaunselor bisa membantu mahasisiwi mengatasinya.


(21)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gejala-gejala premenstruasi terjadi pada hampir semua wanita. Setiap wanita mengalami gejala-gejala yang berbeda. Ada yang mengalami gejala-gejala yang ekstrim, malah ada juga yang gejalanya hanya minimal atau sama sekali tidak mempunyai gejala-gejala premenstruasi (5-10%). Jumlah yang sama mengalami gejala yang ekstrim sehingga memberikan dampak yang besar dalam kehidupan mereka, sama ada dalam keluarga, hubungan interpersonal, dan fungsi normal sehari-hari. Keadaan ini dikenal sebagai sindroma premenstruasi.

2.1. DEFINISI

Premenstrual tension adalah istilah medis yang awal digunakan tetapi sekarang istilah yang biasa digunakan untuk gangguan premenstruasi ini adalah sindroma premenstruasi atau premenstrual syndrome. Premenstrual dysphoric disorder (PMDD) adalah sindroma premenstruasi yang sangat berat dan berlaku pada 3-9% wanita (O’Brien, 2007).

Istilah sindroma premenstruasi ini telah didefinisikan dalam Tenth Revision of the International Classification of Disease (ICD-10). Seorang wanita dikatakan mengalami sindroma premenstruasi jika dia mengeluhkan gejala-gejala somatik atau psikologikal atau kedua-duanya, yang berulang, yang berlaku secara spesifiknya pada fase luteal dalam siklus menstruasi dan akan berkurang atau menghilang pada fase folikuler selambat-lambatnya pada akhir menstruasi (O’Brien, 2007).

2.2. EPIDEMIOLOGI

Berbagai laporan menyatakan prevalensi sindroma premenstruasi sebesar 30% sampai 80% dari wanita menstruasi, umumnya disepakati bahwa sekitar 40% wanita terpengaruh secara signifikan. Gejala yang berat disebut sebagai premenstrual dysphoric disorder (PMDD) terjadi hanya pada 3% hingga 8% wanita yang berusia antara 18 dan 48. Usia rerata awal terjadinya adalah 26 tahun. Faktor


(22)

8

risiko yang mungkin untuk sindroma premenstruasi termasuk riwayat keluarga sindroma premenstruasi pada ibu, riwayat perjalanan hidup atau penyakit jiwa yang dideritai sekarang yang melibatkan mood atau gangguan ansietas, riwayat penyalahgunaan alkohol, dan riwayat depresi postpartum. Beberapa studi menemukan bahwa nulparitas, usia onset menstruasi yang lebih awal, konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi, stres yang berlebihan, dan IMT yang tinggi adalah faktor-faktor risiko untuk gejala sindroma premenstruasi tertentu. Penelitian terbaru mendukung laporan sebelumnya bahwa faktor keluarga dan stres memiliki peran dalam sindroma ini (Katz, Lentz, Lobo dan Gesherson, 2007). Di Malaysia, satu studi yang dilakukan di Negeri Sembilan pada 2247 wanita menyatakan angka kejadian sindroma premenstruasi ialah 74,6%; 68,2% menderita sindroma premenstruasi ringan dan 6,4% menderita sindroma premenstruasi sedang-berat (Lee, Chen, Lee dan Kaur, 2006).

2.3. GEJALA

Berbagai gejala sindroma premenstruasi telah dikenal pasti. Dalam sindroma premenstruasi, yang paling penting ialah waktu berlakunya gejala dan juga tingkat keparahan gejala. Kedua hal ini lebih penting daripada karakter spesifik. Depresi, irritabilitas, kecemasan, ketegangan, agresi, ketidakmampuan untuk adaptasi dan merasa di luar kendali adalah gejala-gejala psikologikal yang tipikal. Kembung, mastalgia dan sakit kepala adalah gejala fisik yang klasik bagi sindroma premenstruasi (O’Brien, 2007).

Gejala lain yang tersering pada sindroma premenstruasi adalah ketidaknyamanan di abdomen, clumsiness, merasa kurang energi, perubahan pola tidur, dan perubahan mood yang tidak menentu. Perubahan perilaku termasuklah menarik diri daripada pergaulan, perubahan aktivitas sehari-hari, perubahan nafsu makan yang jelas, dan perubahan dalam keinginan seksual. Secara keseluruhannya, terdapat lebih 150 gejala yang dapat dikaitkan dengan sindroma premenstrual. (Colin dan Shushan, 2007).


(23)

9

2.4. ETIOLOGI

Sindroma prementruasi terjadi bukan hanya kerana satu faktor. Genetik, keadaan lingkungan, psikologikal, dan pengaruh hormonal merupakan faktor-faktor penting dalam gangguan mood (O’Brien, 2007). Penyebab prinsip sindroma premenstruasi masih belum jelas, walaupun ada beberapa teori telah diusulkan termasuk ketidakseimbangan tingkat estrogen-progesteron, aldosteron yang tinggi, hipoglikemia, hiperprolaktinemia, dan faktor-faktor psikogenik (Colin dan Shushan, 2007).

Terdapat pendapat mengatakan progesteron endogen siklikal yang dihasilkan pada fase luteal dalam siklus menstruasi bertanggungjawab terhadap gejala-gejala yang terjadi pada wanita yang sangat sensitif pada tingkat progesterone yang normal. Walaupun begitu, tidak ada perbedaan tingkat progesteron yang ditunjukkan pada perempuan dengan sindroma premenstruasi atau tanpa sindroma premenstruasi. Ada hipotesa mengatakan bahwa mekanisme meningkatnya sensitivitas terhadap progesteron adalah berkaitan dengan faktor neuroendokrin yang abnormal dan disregulasi metabolisme serotonin. Dalam usia reproduktif, produksi progesteron berpengaruh pada kesehatan fisikal dan psikologikal wanita. Progesteron dan metabolitnya seperti allopregnanolone diproduksi oleh ovari dan adrenal, dan juga secara de novo di otak. Hormon ini sendiri merupakan neurosteroid yang bisa melewati sawar otak. Progesteron mempunyai efek sedatif apabila dikonsumsi.

Wanita tidak mempunyai sindroma premenstruasi sebelum pubertas, sewaktu hamil atau selepas menopause – ini adalah masa-masa di mana siklus hormon ovarian belum bermula ataupun telah berhenti. Oleh karena itu, dipercayai fungsi fisiologik ovari adalah pemicu terjadinya sindroma premenstruasi. Supresi siklus endokrin di ovari dengan danazol, diikuti dengan administrasi analog gonadotropin releasing hormone (GnRH) atau dengan oophorektomi bilateral berhasil mengsupresi gejala sindroma premenstruasi. Oleh itu, hipotesa bahwa steroid ovarian mempunyai peran dalam patofisiologi sindroma ini adalah jelas.


(24)

10

Sebaliknya, penggunaan prostagen pada terapi hormon (hormone replacement therapy [HRT]) menimbulkan siklisitas dalam mood negatif dan gejala fisik, sama seperti yang didapati pada sindroma premenstruasi (O’Brien, 2007; Colin dan Shushan, 2007).

Penelitian tentang sindroma premenstruasi menghasilkan data-data yang menyokong teori defisiensi progesteron, ketidakseimbangan estrogen/progesteron, atau kelebihan progesteron. Namun, konsentrasi steroid ovarian di serum adalah normal pada wanita-wanita ini dan interaksi fluktuasi jumlah steroid ovarian atau metabolitnya dengan sistem neurotransmiter atau ketidakseimbangan reseptor di otak secara langsung relevan dengan patogenesis sindroma premenstruasi. Hal ini dipercayai menyebabkan wanita lebih sensitif terhadap tingkat progesteron yang fisiologis (O’Brien, 2007).

Penelitian lanjutan menunjukkan neurotransmiter serotonin ( 5-hydroxytryptamine [5-HT]) penting dalam patogenesis sindroma premenstruasi atau PMDD. Estrogen dan progesteron telah dibuktikan mempengaruhi aktivitas serotonin secara sentral. Banyak gejala gangguan mood yang lain yang menyerupai sindroma premenstruasi atau PMDD mempunyai asosiasi dengan disfungsi serotonergik (Colin dan Shushan, 2007). Estrogen mempunyai dampak yang jelas terhadap beberapa neurotransmiter, termasuk serotonin, asetilkolin, noradrenalin, dan dopamin. Secara kumulatif, ia bertindak sebagai satu agonis terhadap fungsi serotonin dengan meningkatkan jumlah reseptor serotonin, respons serotonin di postsinaptik, dan transpor dan uptake neurotransmiter. Ia juga akan meningkatkan sintesis serotonin dan meningkatkan derajat metabolit 5-hydroxyl indoleacetic acid (5-HIAA).

Sudah diketahui bahwa sistem serotonergik memainkan peranan penting dalam meregulasi mood, tidur, aktivitas seksual, selera makan, dan kemampuan kognitif. Serotonin merupakan bagian major dalam perkembangan terjadinya depresi. Beberapa studi menunjukkan adanya kelainan metabolisme serotonin pada pasien sindroma premenstruasi. Hipotesis ini disokong secara indirek dengan


(25)

11

adanya perubahan konsentrasi reseptor serotonin dengan berubahnya jumlah estrogen dan progesteron. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti Fluoxetine, Paroxetine, Citalopram dan Sertraline, telah menunjukkan adanya efikasi yang luar biasa dalam mengobati sindroma premenstruasi dan PMDD (O’Brien, 2007).

Vitamin B6 (piridoksin) adalah kofaktor pada langkah terakhir sintesis serotonin dan dopamin daripada triptofan melalui diet. Walaubagaimanapun, tidak ada data yang menunjukkan adanya abnormalitas yang konsisten pada sintesis amin di otak atau defisiensi kofaktor seperti B6 (O’Brien, 2007).

Aktivitas gamma aminobutyric acid (GABA) yang menurun ada dilaporkan terjadi pada pasien dengan depresi, PMDD dan sindroma premenstruasi. Estrogen meningkatkan pengikatan agonis GABA dan up-regulation reseptor GABA. Selain daripada efek SSRI terhadap sistem serotonergik, SSRI juga meningkatkan fungsi GABA, dan memperbaiki gejala-gejala depresi. Pemeriksaan metabolit progesteron pada wanita dengan sindroma premenstruasi menunjukkan jumlah allopregnanolon yang rendah semasa fase luteal. Ini membuktikan teori ini diterima karena allopregnanolon mempunyai aktivitas yang menyerupai GABA dan defisiensinya akan bisa menginduksi gejala yang sama seperti yang dialami pada sindroma premenstruasi (O’Brien, 2007).

Selain itu, dalam penelitian Siregar (2012), dari hasil penelitian didapatkan stres sebagai trigger terjadinya sindroma premenstruasi terutama yang berkaitan dengan keadaan keluarga.

2.5. DIAGNOSIS

Pada wanita yang khas menderita sindroma premenstruasi mungkin akan menggambarkan dirinya sebagai seorang yang mampu beradaptasi dengan baik pada hampir keseluruhan pada bulan tertentu dan juga produktif di tempat kerja dan yang lainnya dan, jika wanita ini mempunyai anak, dia adalah seorang ibu yang baik. Walaupun begitu, bermula pada hari ketujuh hingga hari kesepuluh sebelum menstruasi, dia bangun pagi dengan perasaan marah, kecemasan, atau sedih. Di


(26)

12

tempat kerja, dia mengalami kesukaran untuk fokus pada pekerjaannya dan mungkin akan bertindak dengan berlebihan pada tindakan-tindakan yang biasa dilakukan oleh teman sekerjanya, teman-temannya, pasangannya atau anak-anaknya. Dia merasa depresi tetapi tidak dapat memahami kenapa dia berkelakuan begitu karena sebelumnya dia selalunya menikmati hidupnya dan gembira dengan hampir semua aspek kehidupannya. Adakalanya, depresi, marah, dan agresi atau kecemasan bisa menjadi berlebihan dan mempengaruhi kehidupan wanita yang menderita sindroma ini atau orang-orang di sekitarnya (Reid, 2008).

Tidak ada pemeriksaan yang objektif (fisik, biokimia atau endokrin) yang bisa membantu dalam mendiagnosa sindroma ini. Oleh karena itu, grafik gejala yang spesifik dan lengkap diperlukan. Hal ini sebahagiannya karena laporan gejala-gejala secara retrospektif tidak akurat dan karena adanya jumlah yang berarti pada wanita yang menderita sindroma premenstruasi dengan masalah lain yang mendasari seperti perimenopause, gangguan tiroid, migrain, chronic fatigue syndrome, irritable bowel syndrome, kejang, anemia, endometriosis, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, gangguan menstruasi yang lain, dan juga gangguan psikiatrik seperti depresi, penyakit bipolar, gangguan panik, gangguan kepribadian, dan gangguan kecemasan (O’Brien, 2007).

Berlangsungnya sindroma premenstruasi semasa fase luteal beserta hilangnya gejala pada akhir menstruasi menjadi diagnostik di mana gejala-gejalanya di tingkat keparahan yang bisa memberikan dampak pada fungsi normal wanita tersebut. Penting juga untuk mengeksklusi wanita yang mengalami eksaserbasi premenstrual (PME) akibat gangguan psikologi yang mendasarinya (O’Brien, 2007).

ACOG telah membuat satu panduan kriteria diagnostik untuk sindroma premenstruasi. Seorang wanita akan didiagnosa mengalami sindroma premenstruasi apabila dia mengalami satu atau lebih gejala afektif dan somatik yang memberikan dampak negatif pada fungsi dan cara hidupnya, berlangsung lima hari sebelum menstruasi, dan terjadi selama 3 siklus.


(27)

13

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi menurut ACOG Kriteria Diagnostik ACOG untuk Sindroma Premenstruasi

Pasien mengalami sekurang-kurangnya satu daripada gejala-gejala afektif dan somatik 5 hari sebelum periode menstruasi. Gejala mesti dialami pasien pada tiga siklus menstruasi berturut-turut.

Afektif : Depresi/perasaan tertekan, marah tanpa sebab, cemas, perasaan sedih, bingung dan menarik diri dari pergaulan.

Somatik : Nyeri payudara, perut terasa penuh, sakit kepala, tungkai kaki membengkak.

Kriteria di bawah juga haruslah ditemukan pada pasien yang mengalami gejala-gejala di atas :

• Berkurang dalam waktu 4 hari setelah terjadinya menstruasi, tanpa timbul kembali gejala hingga hari ke-13 siklus.

• Gejala dialami bukan disebabkan terapi farmakologik, konsumsi hormon, obat-obatan atau alkohol

• Menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. • Terjadi dalam 2 siklus secara prospektif.

Sindroma ini akan dapat ditegakkan sebagai diagnosa apabila seorang wanita mengalami gejala-gejala yang akan menghilang 4 hari setelah terjadinya menstruasi, tanpa kambuh sekurang-kurangnya sehingga hari ke-13 siklus menstruasi. Berbagai penyebab lain yang bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang mirip dengan sindroma premenstruasi juga harus dieksklusikan seperti penggunaan obat-obatan, pemakaian hormon, konsumsi alkohol, atau penyakit-penyakit seperti perimenopause, gangguan tiroid, migrain, chronic fatigue syndrome, irritable bowel syndrome, kejang, anemia, endometriosis, gangguan


(28)

14

menstruasi yang lain, dan juga gangguan psikiatrik seperti depresi, penyakit bipolar, gangguan panik, gangguan kepribadian, dan gangguan ansietas.

Selain itu, gejala-gejala yang diderita juga menyebabkan disfungsi wanita sindroma premenstruasi dalam sosial ataupun ekonominya. Gejala-gejala yang dialami juga haruslah berlaku untuk dua siklus kedepannya.

2.6. SIKLUS MENSTRUASI

Sistem reproduksi wanita, tidak seperti pada pria, mempunyai perubahan siklus reguler yang secara teologi dianggap sebagai persiapan untuk fertilisasi dan kehamilan. Panjang satu siklus sangat bervariasi pada wanita, tetapi rata-ratanya ialah 28 hari dari satu periode menstruasi sehingga ke periode yang seterusnya. Panjang satu siklus mungkin hanya sekejap, 20 hari atau berlangsung lama, sehingga bisa mencapai 45 hari pada beberapa wanita, walaupun panjang siklus yang abnormal selalunya berhubungan dengan berkurangnya fertilitas. Biasanya, panjang satu siklus diidentifikasi berdasarkan jumlah hari, bermula dari hari pertama menstruasi (Ganong, 2005; Guyton, 2006).

2.6.1. Siklus Ovarian

Sejak lahir, terdapat banyak folikel primordial di kapsul ovari. Setiap satunya mengandung satu ovum immatur. Pada permulaan setiap siklus, beberapa folikel ini akan membesar, dan satu rongga akan terbentuk di sekeliling ovum (formasi antrum). Rongga ini akan diisi dengan cairan folikuler. Pada manusia, satu dari folikel pada satu ovari akan mulai membesar dengan cepat sekitar hari keenam dan menjadi folikel dominan, sedangkan yang lain akan mengalami regresi, membentuk folikel atretik (atretic follicles). Proses atretik ini melibatkan apoptosis. Tidak diketahui bagaimana satu folikel bisa terpilih untuk menjadi folikel dominan pada fase folikuler dari siklus mentruasi ini, tetapi sepertinya ini berkaitan dengan kemampuan folikel untuk mensekresi estrogen menjadi penentu untuk maturasi akhir (Ganong, 2005).


(29)

15

Siklus ini bermula dengan proliferasi sel-sel granulosa yang tersusun dalam satu lapisan membentuk beberapa lapisan mengelilingi oocyte. Sel-sel granulosa akan mensekresi cairan seperti agar-agar dan kental yang akan meliputi oocyte dan memisahkannya dengan sel-sel granulosa di sekitarnya. Bersamaan dengan pembesaran oocyte dan proliferasi sel-sel granulosa, sel-sel jaringan ikat khas yang berhubungan dengan sel-sel granulosa berproliferasi dan berdifferensiasi untuk membentuk lapisan luar thecacell sebagai respons terhadap parakrin yang disekresi oleh sel-sel granulosa. Sel-sel theca dan granulosa yang secara kolektifnya dikenal sebagai sel-sel folikuler, berfungsi sebagai satu unit untuk mensekresi estrogen (Sherwood, 2010).

Folikel berkembang dari folikel primer menjadi folikel sekunder yang mampu untuk mensekresi estrogen. Antrum, satu rongga yang dipenuhi cairan akan terbentuk di antara sel-sel granulosa. Pada saat sel-sel folikuler mulai memproduksi estrogen, sebahagian hormon ini akan disekresi ke darah untuk didistribusikan ke seluruh tubuh dan sebahagian lagi akan berkumpul di cairan antral. Seterusnya, folikel berkembang menjadi folikel matur (Graafian follicle) (Sherwood, 2010). Pada sekitar hari ke-14 siklus, folikel yang matur ini ruptur, dan ovum akan masuk ke rongga abdomen. Proses ini dinamakan ovulasi. Ovum ditangkap oleh ujung fimbriae di tuba uterus (oviduct) dan ditransportasi ke uterus seterusnya keluar melalui vagina jika fertilisasi tidak terjadi (Ganong, 2005).

Folikel yang ruptur sewaktu ovulasi akan segera diisi dengan darah, membentuk corpus hemorrhagicum. Perdarahan minor daripada folikel ke rongga abdomen akan menyebabkan iritasi peritoneal dan nyeri pada bagian bawah abdomen (“mitterlschmerz”). Sel-sel granulosa dan theca follicle akan segera berproliferasi, dan gumpalan darah akan segera diganti dengan sel-sel luteal yang berwarna kuning dan kaya dengan lipid, membentuk corpus luteum. Ini akan menginisiasi fase luteal siklus menstruasi, dimana sel-sel luteal akan mensekresi estrogen dan progesteron. Perkembangan corpus luteum bergantung kepada perkembangan suplai darah yang baik dan terdapat bukti yang menunjukkan


(30)

16

vascular endothelial growth factor (VEGF) diperlukan untuk proses ini (Ganong, 2005).

Jika kehamilan terjadi, corpus luteum akan menetap dan biasanya tidak akan ada menstruasi hingga setelah melahirkan. Apabila kehamilan tidak terjadi, corpus luteum akan mengalami degenerasi 4 hari sebelum menstruasi yang seterusnya (hari ke-24 siklus). Sel-sel luteal mengalami degenerasi dan difagositosis, suplai vaskular berhenti dan jaringan ikat akan membentuk fibrous tissue mass yaitu corpus albican (Ganong, 2005; Sherwood, 2010).


(31)

17

2.7. SISTEM HORMONAL WANITA

Sistem hormonal wanita terdiri daripada tiga tingkatan hormon iaitu : 1. Hormon yang dilepaskan di hipotalamus, GnRH

2. Hormon seksual di kelenjar pituitari anterior, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), kedua-duanya disekresi akibat respons kepada pelepasan GnRH dari hipotalamus

3. Hormon ovarian, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh ovari sebagai respons kepada dua hormon seks dari kelenjar pituitari anterior. Hormon-hormon ini tidak disekresi dalam jumlah konstan sepanjang siklus seksual bulanan wanita; mereka disekresi dengan jumlah yang berbeda dan secara drastik pada bahagian siklus yang berbeda (Guyton, 2006).

2.7.1. Gonadotropic Hormone

Usia reproduktif normal pada wanita dikenal melalui perubahan kecepatan sekresi hormon secara bulanan dan ritmis, dan berhubungan dengan perubahan fisik pada ovari dan organ seksual lainnya.

Perubahan di ovari yang terjadi dalam siklus menstruasi bergantung sepenuhnya kepada hormon gonadotropik FSH dan LH, disekresi oleh kelenjar pituitari bahagian anerior. Jika FSH dan LH tidak ada, ovari akan kekal inaktif, seperti yang terjadi sewaktu usia anak-anak, di mana hampir tiada hormon gonadotropik disekresi. Pada usia 9 hingga 12 tahun, kelenjar pituitari akan mula mensekresi lebih FSH dan LH, yang akan memacu onset siklus menstruasi bulanan yang normal, bermula antara usia 11 dan 15 tahun. Periode ini dikenal dengan pubertas, dan waktu berlakunya siklus menstruasi yang pertama dikenali dengan menarche. FSH dan LH adalah glikoprotein yang kecil, mempunyai berat molekul sekitar 30.000 (Guyton, 2006).

LH dan FSH mempunyai peran dalam sintesa dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi hormon-hormon ini mempunyai sel target yang berbeda dan berperan pada tahapan yang berbeda dalam proses produksi estrogen. LH mempengaruhi


(32)

sel-18

sel theca yang nantinya akan menstimulasi produksi androgen, dan proses konversi androgen menjadi estrogen dijalankan oleh sel-sel folikuler yang dipengaruhi oleh FSH. LH juga akan menjadi pencetus kepada proses luteinisasi sehingga menyebabkan differensiasi sel-sel folikuler menjadi sel-sel luteal (Sherwood, 2010).

Pada setiap bulan, akan ada peningkatan dan penurunan FSH dan LH secara siklikal. Variasi siklikal ini disebabkan karena perubahan ovari yang siklikal. Sewaktu fase folikuler, estrogen yang dilepaskan di sirkulasi akan memberikan rangsangan secara direk kepada hipotalamus untuk menginhibisi sekresi GnRH, seterusnya mengsupresi pelepasan FSH dan LH dari kelenjar pituitari anterior. Estrogen juga bertindak pada kelenjar pituitari, namun secara spesifik menginhibisi sekresi FSH. Inhibin juga menyebabkan supresi sekresi FSH, dan hal-hal ini akan menyebabkan penurunan FSH, namun jumlah LH akan terus meningkat. Sekresi LH hanya akan dapat diinhibisi secara total dengan bantuan estrogen dan progesteron, yang akan berlaku semasa fase luteal (Guyton, 2006; Sherwood, 2010).

2.7.2. Hormon Ovarian 2.7.2.1. Estrogen

Estrogen disekresi secara primer oleh sel-sel granulosa di folikel ovarian, corpus luteum, dan plasenta. Biosintesisnya bergantung kepada enzim aromatase (CYP19), di mana ia akan menukar testosteron kepada estrodiol dan androstenedion kepada estron. Reaksi yang kedua ini juga terjadi di jaringan lemak, hepar, otot, dan otak (Ganong, 2005). Terdapat tiga tipe estrogen di plasma dengan jumlah yang signifikan yaitu beta(β)-estradiol, estrone, dan estriol (Tortora dan Derrickson, 2009).

Estrogen menurunkan sekresi FSH oleh pituitari anterior. Di bawah keadaan tertentu, estrogen akan menghambat sekresi LH melalui timbal balik negatif; pada keadaan yang lain, estrogen meningkatkan sekresi LH melalui timbal balik positif.


(33)

19

Estrogen juga menghambat pelepasan GnRH oleh hipotalamus (Ganong, 2005; Tortora dan Derrickson, 2009).

Estrogen juga menyebabkan peningkatan sekresi angiotensinogen dan thyroid-binding globulin. Selain itu, estrogen menyebabkan penutupan epifisial pada manusia (Ganong, 2005). Estrogen meningkatkan kadar metabolik tubuh, sepertiga lebih tinggi daripada kenaikan yang disebabkan oleh testosteron. Hasilnya, persentasi lemak tubuh pada wanita lebih kurang daripada yang ada di tubuh laki-laki. Estrogen juga mengurangkan kadar kolesterol darah dan ini mungkin menjadi sebab kenapa wanita di bawah 50 tahun mempunyai risiko yang cukup rendah terhadap penyakit arteri koroner daripada lelaki pada usia yang sama (Guyton, 2006; Tortora dan Derrickson, 2009).

2.7.2.2. Progesteron

Progesteron adalah steroid yang disekresi oleh corpus luteum, plasenta dan folikel (dalam jumlah yang kecil). Sebanyak 2% progestron di sirkulasi adalah dalam bentuk bebas, 80% berikatan dengan albumin, dan 18% berikatan dengan corticosteroid-binding globulin. Progesteron mempunyai waktu paruh yang pendek dan diubah di hepar menjadi pregnanediol yang akan berkonjugasi dengan asam glukoronat dan dieksresi di urin (Ganong, 2005).

Organ target untuk progesteron ialah uterus, payudara, dan otak. Progesteron bertanggungjawab untuk perubahan progestasional di endometrium dan perubahan siklus di serviks dan vagina. Ia mempunyai efek antiestrogenik pada sel-sel myometrial, menurunkan eksitabilitasnya, sensitivitasnya kepada oksitosin, dan aktivitas elektrik yang spontan sementara ia meningkatkan potensial membrannya. Ia juga menurunkan jumlah reseptor estrogen di endometrium dan meningkatkan kecepatan pertukaran 17β-estradiol kepada estrogen yang kurang aktif (Ganong, 2005).

Di payudara, progesteron menstimulasi perkembangan lobulus-lobulus dan alveoli. Ia menginduksi diferensiasi estrogen-prepared ductal tissue dan menyokong fungsi sekretori payudara ketika penyusuan (Ganong, 2005).


(34)

20

Progesteron memicu sel-sel alveolar untuk berproliferasi, membesar dan menjadi sekretorik. Namun, susu yang disekresi bukanlah disebabkan oleh progesteron, tetapi distimulasi oleh prolaktin (Guyton, 2006).

Progesteron bersifat termogenik dan kemungkinan bertanggungjawab terhadap kenaikan suhu tubuh dasar sewaktu ovulasi. Peningkatan ini terjadi sewaktu fase luteal dan menjadi dasar kepada metode kontrasepsi. Selain itu, ia menstimulasi respirasi, dan PCO2di alveoli pada wanita sewaktu fase luteal lebih

rendah dibanding pada pria. Sewaktu kehamilan, PCO2 menurun saat sekresi

progesteron meningkat. Namun begitu, signifikansi fisiologis pada respons pernapasan tidak diketahui (Ganong, 2005; Costanzo, 2006).

2.8. PERAN STRES DAN HORMON KORTISOL PADA SINDROMA PREMENSTRUASI

Suatu penelitian yang dilakukan Hompes D, seorang ahli ginekologi Inggris pada tahun 2009, menjelaskan pengaruh stres fisik, emosi dan lingkungan yang dialami oleh seseorang terhadap aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan sindroma premenstruasi (Siregar, 2012). Teori psikoendokrin menyatakan bahwa pusat stres dikontrol di otak dan memberikan respon terhadap sekresi hormonal sistemik, di mana pusat pengaturan hormonal terdapat pada hipotalamus dan hipofisis. Adanya rangsangan stresor psikososial mengakibatkan jaringan neuron di sistem limbik yaitu pada hipokampus dan amigdala ikut serta dalam memberikan sinyal interseluler yang dimediasi oleh neurotransmiter tertentu. Sehingga akhirnya akan menimbulkan perubahan kelenjar adrenal dalam hal sekresi hormon kortisol sebagai master stress hormone (Hompes, 2009 dalam Siregar, 2012).

Sintesis steroid adrenal bermula dari kolesterol di zona fasikulata dan zona retikularis. Sumber utama kolesterol di adrenal adalah lipoprotein plasma. Sebanyak 80% daripada kolesterol yang dihantar ke kelenjar adrenal merupakan


(35)

21

low-density lipoprotein. Terdapat tempat penyimpanan kolesterol bebas yang kecil di adrenal yang berperan untuk sintesis steroid yang cepat apabila terjadi stimulasi kelenjar adrenal. Apabila terjadi stimulasi, terdapat juga peningkatan hidrolisis ester kolesterol yang disimpan menjadi kolesterol bebas, peningkatan uptake lipoprotein plasma, dan peningkatan sintesis kolesterol di dalam kelenjar. Respon akut terhadap stimulus steroidogenik dimediasi oleh steroidogenic acute protein (StAR) (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007). StAR akan mengalami pembelahan dan proses oksidasi dari serangkaian rantai samping, yang selanjutnya diubah menjadi A5-pregnenolon di mitokondria (Stewart, 2008 dalam Siregar, 2012). Pregnenolon kemudiannya akan ditranspor keluar mitokondria sebelum proses sintesis steroid yang seterusnya berlaku (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007).

Sintesis kortisol diteruskan dengan 17α-hidroksilasi pregnenolon oleh CYP17 di smooth endoplasmic reticulum untuk membentuk 17α -hidroksipregnenolon. Steroid ini nantinya akan melalui serangkai proses enzimatik sehingga membentuk kortisol (Gambar 2.2) (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007).

Stres bisa mempengaruhi sekresi kortisol. Peningkatan dramatis sekresi kortisol, dimediasi oleh sistem saraf pusat melalui peningkatan aktivitas sistem corticotropin-releasing hormone (CRH) - Adrenocorticotopic hormone (ACTH) - kortisol, terjadi dalam respon terhadap situasi yang menyebabkan stres. Peningkatan konsentrasi kortisol plasma secara generalnya proporsional dengan intensitas stimulasi stres: peningkatan level kortisol yang lebih besar, menandakan adanya respon terhadap kejadian stres berat dibanding kejadian stres yang sederhana (Sherwood, 2010). Pada penelitian Siregar (2012), didapatkan kadar kortisol saliva ≥ 0,116 g/dl dapat menjadi petanda bahwa sudah terjadi sindroma premenstruasi sedang-berat.


(36)

22

Gambar 2.2. Biosintesis steroid di zona fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal. P450scc, cholesterol 20,22-hydroxylase:20,22 desmolase activity;

3βHSD/ISOM, 3-hydroxysteroid dehydrogenase; δ5-oxosteroid isomerase activity; P450c21, 21α-hydroxylase activity; P450c11, 11β-hydroxylase activity; P450c17, 17α-hydroxylase activity; P450c17, 17,20-lyase/

desmolase activity; sulfokinase. (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007) 2.9. PENATALAKSANAAN

2.9.1. Non-farmakologi

Terapi non-farmakologi memegang peranan penting dalam penanganan sindroma premenstruasi berupa edukasi penderita, terapi suportif dan modifikasi gaya hidup. Perubahan pola psikologis merupakan efek yang bermakna karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abraham dan Head, tipe sindroma premenstruasi yang disebabkan oleh stres merupakan tipe yang paling banyak terjadi. Sehingga para penderita sindroma premenstruasi sebaiknya menghindari stres berkepanjangan (Abraham, Head, 1997 dalam Siregar, 2012). Terapi suportif seperti terapi konseling, cognitive behavioural theraphy, hipnoterapi, dan terapi yang mencakup aspek psikologis lainnya dapat membantu mengurangi gejala


(37)

23

sindroma premenstruasi (Abraham, Head, 1997; Chau, Chang, 1999; Levin, 2004 dalam Siregar, 2012).

2.9.2. Farmakologi

Intervensi farmakologik yang mungkin efektif termasuklah kalsium karbonat (1000-1200 mg/hari); magnesium (200-360 mg/ hari) untuk retensi air; vitamin B dan vitamin E; anti inflamasi non steroid; spironolactone untuk edema; dan bromocriptine untuk mastalgia. Untuk gejala sindroma premenstruasi berat, bisa diberikan obat-obatan psikoterapik. Obat-obat psikoterapik yang efektif termasuklah SSRIs, desipramine dan L-tryptophan. Anxiolitik (alpralozam dan buspirone) menunjukkan efikasi, tetapi efek samping dan potensiNYA untuk menyebabkan dependensi haruslah dipertimbangkan (Colin dan Shushan, 2007).


(38)

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. HIPOTESIS

3.2.1. Ada hubungan antara karakteristik mahasiswi kedokteran gigi terhadap sindroma premenstruasi.

3.2.2. Ada hubungan antara sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis pada mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi.

Karakteristik Mahasiswi

• Umur

• Indeks Massa Tubuh (IMT) • Usia Onset Menstruasi • Siklus Menstruasi • Lama Haid

Sindroma Premenstruasi

Pencapaian Nilai Akademis

Variabel Independen

Variabel Perantara

Variabel Dependen


(39)

25

3.3. DEFINISI OPERASIONAL

3.3.1. Umur

3.3.1.1. Definisi : Usia dalam tahun yang dihitung dari tahun kelahiran

3.3.1.2. Cara ukur : Menghitung jumlah tahun dari tahun kelahiran 3.3.1.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun

3.3.1.4. Hasil ukur : 22 tahun dan ke bawah, dan di atas 22 tahun 3.3.1.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

3.3.2.1. Definisi : IMT berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) Asia Pasifik tahun 2000 3.3.2.2. Cara ukur : Rumus berat badan dalam satuan kilogram (kg)

dibagi tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (m )

IMT = BB kg

TB m

3.3.2.3. Alat ukur : Alat pengukur tinggi badan dalam satuan meter (m), alat timbangan dalam satuan kilogram (kg), dan kalkulator untuk menghitung IMT

3.3.2.4. Hasil ukur : Klasifikasi IMT berdasarkan Kriteria WHO 2000 pada orang Asia (kg/m

- Underweight : <18,5 - Normoweight : 18,5 – 22,9 - Overweight : > 23 - Pre-obese : 23,0 – 24,9 - Obese I : 25,0 – 29,9 - Obese II : > 30,0 3.3.2.5. Skala pengukuran : Ordinal


(40)

26

3.3.3. Usia onset menstruasi

3.3.3.1. Definisi : Umur mendapat menstruasi pertama kali

3.3.3.2. Cara ukur : Dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun mendapat menstruasi pertama kali dalam satuan tahun

3.3.3.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun

3.3.3.4. Hasil ukur : Usia onset menstruasi <13 tahun dan usia onset menstruasi ≥13 tahun

3.3.3.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.4. Siklus Mentruasi Teratur

3.3.4.1. Definisi : Panjang siklus 24-35 hari

3.3.4.2. Cara ukur : Dihitung daripada hari pertama menstuasi dengan hari pertama menstruasi yang berikutnya 3.3.4.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan hari

3.3.4.4. Hasil ukur : Siklus menstruasi <24 hari, 24-35 hari, >35 hari 3.3.4.5. Skala pengukuran : Ordinal

3.3.5. Lama haid normal

3.3.5.1. Definisi : Lama haid 3-5 hari yang diikuti darah sedikit- sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari dengan jumlah darah tidak melebihi 80 mL

3.3.5.2. Cara ukur : Jumlah hari terjadinya menstruasi dalam satu siklus haid

3.3.5.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan hari 3.3.5.4. Hasil ukur : Lama haid <3 hari, 3-7 hari, >7 hari 3.3.5.5. Skala pengukuran : Ordinal


(41)

27

3.3.6. Sindroma Premenstruasi

3.3.6.1. Definisi : Keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum menstruasi dan menghilang sesudah haid datang, kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti, mengganggu aktivitas, diikuti dengan periode bebas gejala

3.3.6.2. Cara ukur : Diagnosis sindroma berdasarkan ACOG, seseorang dapat mengalami sindroma premenstruasi apabila dia mengalami satu atau lebih gejala afektif dan somatik yang memberikan impak negatif pada fungsi dan cara hidupnya, berlaku lima hari sebelum menstruasi, dan selama 3 siklus seperti di Tabel 2.1.

3.3.6.3. Alat ukur : Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi ACOG

3.3.6.4. Hasil ukur : Sindroma premenstruasi atau tidak sindroma premenstruasi

3.3.6.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.7. Tingkat Sindroma Premenstruasi

3.3.7.1. Definisi : Tingkat sindroma premenstruasi yang berdasarkan Premenstrual Syndrome Screening Tool (PSST) 3.3.7.2. Cara ukur : Menghitung tanda X pada tahapan yang sudah


(42)

28

3.3.7.3. Alat ukur : Premenstrual Syndrome Screening Tool (PSST) 3.3.7.4. Hasil ukur : Premenstrual Syndrome Dysphoric Disorder

(PMDD), Sindroma Premenstruasi Sedang Berat, Sindroma Prementruasi Ringan

3.3.7.5. Skala pengukuran : Ordinal

3.3.8. Pencapaian Nilai Akademis

3.3.8.1. Definisi : Indeks pencapaian prestasi akademis yang akan dikonversikan dalam kategori penilaian pencapaian prestasi akademis

3.3.8.2. Cara ukur : Indeks yang dinilai dari perkalian jumlah SKS dengan nilai pencapaian akademis dibagi terhadap total beban SKS yang telah dijalani semasa perkuliahan

Indeks pencapaian = x × y + x × y + x × y …

+ + …

x = nilai akademis y = jumlah SKS

Kriteria berikut mesti ada untuk mendiagnosa PMDD

1) Sekurang-kurangnya satu daripada #1, #2, #3, #4 adalah berat

2) Ditambah sekurang-kurangnya empat dari #1-#14 adalah sedang hingga berat 3) Sekurang-kurangnya satu daripada A, B, C, D, E adalah berat

Kriteria berikut mesti ada untuk mendiagnosa sindroma premenstruasi sedang berat 1) Sekurang-kurangnya satu daripada #1, #2, #3, #4 adalah sedang hingga berat 2) Ditambah sekurang-kurangnya empat dari #1-#14 adalah sedang hingga berat 3) Sekurang-kurangnya satu daripada A, B, C, D, E adalah sedang hingga berat


(43)

29

3.3.8.3. Alat ukur : Lembar rencana studi mahasiswi 3.3.8.4. Hasil ukur : Prestasi buruk : IPK <2,75

Cukup : IPK 2,75-2,99 Baik : IPK 3,00-3,50 Sangat baik : IPK >3,50 3.3.8.5. Skala pengukuran : Ordinal


(44)

30

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini ialah penelitian analitik observasional yang dilaksanakan dengan studi cross-sectional. Dalam penelitian cross-sectional, peneliti melakukan pengukuran variabel pada subjek satu kali saja. Dengan studi cross-sectional ini, ingin diketahui kriteria mahasiswa kedokteran gigi yang menderita sindroma premenstruasi serta hubungannya dengan pencapaian nilai akademis.

4.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

4.2.1. Waktu penelitian : September - Oktober 2013.

4.2.2. Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL 4.3.1. Populasi Target

Populasi target untuk penelitian ini adalah mahasiswi kedokteran gigi.

4.3.2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran gigi yang menderita sindroma premenstruasi.

4.3.3. Sampel penelitian

Sampel yang dikehendaki ialah bahagian dari populasi terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung. Sampel yang diambil adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010 dengan cara pengambilan sampel melalui total sampling dengan terlebih dahulu melakukan informed consent terhadap kesediaan secara sukarela dalam penelitian.


(45)

31

4.3.4. Besar Sampel

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel yang menjadikan semua mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi sebagai sampel setelah dinilai karakteristik inklusi dan eksklusinya. Sampel yang didapatkan ialah 55 orang.

4.3.5. Karakteristik inklusi dan eksklusi 4.3.5.1. Karakteristik inklusi

• Mahasiswa yang secara sukarela berpatisipasi dalam penelitian ini • 18-25 tahun

• Riwayat haid yang teratur

• Mempunyai sindroma premenstruasi

• Tidak mempunyai riwayat gangguan penyakit kronis, diabetes, tinggi tekanan darah, penyakit jantung, mempunyai kelainan depresi dan/atau ansietas atau asma

• Tidak sedang hamil

• Tidak menggunakan metode kontrasepsi hormonal • Tidak mengkonsumsi kortikosteroid

4.3.5.2. Karakteristik eksklusi

• Sewaktu penelitian, tiba-tiba terjadi haid yang tidak teratur 4.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang diambil merupakan data primer dan diperoleh dari subjek penelitian. Data primer merupakan data karakteristik yang meliputi usia, IMT, usia menarche, siklus haid, dan lama haid, kuesioner untuk menentukan diagnosis sindroma premenstruasi berdasarkan kriteria diagnostik sindroma premenstruasi menurut ACOG serta data Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswi kedokteran gigi.


(46)

32

4.5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Data diolah dengan analisis statistik secara komputerisasi. Analisis data meliputi statistik deskriptif dan statistik analitik. Statistik deskriptif digunakan untuk menampilkan distribusi data karakteristik yang meliputi: usia, IMT, usia menarche, siklus haid, dan lama haid, data proporsi penderita sindroma premenstruasi serta data IPK mahasiswi kedokteran gigi.

Statistik inferensial yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat menggunakan chi square, dan dengan analitik korelatif berupa uji korelasi Spearman’s untuk menilai hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.


(47)

33

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL PENELITIAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian karakteristik individu mengalami sindroma premenstruasi dan hubungannya dengan pencapaian nilai akademis ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (USU) di mana penelitian ini telah dilakukan dari September 2013 hingga Oktober 2013. Mahasiswi yang menyertai penelitian ini merupakan mahasiswi angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Gigi USU. 5.1.2. Karakteristik Individu

Subjek penelitian diperoleh dengan melakukan teknik total sampling. Jumlah subjek adalah 55 orang daripada 159 orang mahasiswi kedokteran gigi. Kesemua mahasiswi yang terpilih ini telah memenuhi kriteria penelitian. Data yang diperoleh dianalisa dan ditampilkan pada Tabel 5.1.

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa rata-rata usia subjek kedokteran gigi adalah 20,93 (SD ±0,9) dengan rentang usia 20-24 tahun. Kebanyakan mahasiswi yang menyertai penelitian ini adalah yang berusia 21 tahun (43,6%). Kelompok karakteristik IMT yang terbanyak adalah kelompok normoweight yaitu sebanyak 26 orang (47,3%), untuk usia menarche subjek yang terbanyak adalah subjek yang pertama kali mendapat menstruasi di bawah usia 13 tahun, sebanyak 30 orang (54,5%), untuk siklus haid, seluruh subjek berada pada 24-35 hari (100%), dan untuk karakteristik lama haid, yang terbanyak adalah 3 hingga 7 hari yaitu sebanyak 49 orang (89,1%). Sebanyak 36 orang (65,5%) mengalami sindroma premenstruasi ringan, manakala rata-rata IPK subjek penelitian adalah 2,85 (SD ±0,3) dengan kebanyakan subjek penelitian mendapat IPK yang cukup, yaitu sebanyak 20 orang (36,4%).


(48)

34

Tabel 5.1. Distribusi Data menurut Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, Lama Haid, Kriteria PSST, dan IPK

KARAKTERISTIK JUMLAH %

UMUR

- 20 - 21 - 22 - 23 - 24

19 24 10 1 1 34,5 43,6 18,2 1,8 1,8 INDEKS MASSA TUBUH

- Underweight 12 21,8

- Normoweight 26 47,3

- Overweight 7 12,7

- Obese I 6 10,9

- Obese II 4 7,3

USIA MENARCHE

- < 13 tahun 30 54,5

- > 13 tahun 25 45,5

SIKLUS HAID

- < 24 hari - -

- 24-35 hari 55 100,0

- > 35 hari - -

LAMA HAID

- < 3 hari - -

- 3 - 7 hari 49 89,1

- > 7 hari 6 10,9

KRITERIA PSST

- Ringan 36 65,5

- Sedang-Berat - Berat

19 -

34,5 - IPK

- Buruk 16 29,1

- Cukup 20 36,4


(49)

35

5.1.3. Hasil Analisa Data

5.1.3.1. Hubungan Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid dengan Sindroma Premenstruasi

Tabel 5.2. Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid

Data-data yang diperoleh diolah dengan tabel tabulasi silang secara komputerisasi. Berdasarkan hasil pengujian, untuk karakteristik umur, nilai p yang

KARAKTERISTIK PMS Ringan PMS Sedang-berat Nilai p

n % n %

UMUR

- ≤ 22 - > 22

35 1 64,6 1,8 18 1 32,7 1,8 0,640

INDEKS MASSA TUBUH

- Underweight 6 10,9 6 10,9

- Normoweight 20 36,4 6 10,9

- Overweight 5 9,1 2 3,6 0,413

- Obese I 3 5,5 3 5,5

- Obese II 2 3,6 2 3,6

USIA MENARCHE

- < 13 tahun 20 36,4 10 18,2

- > 13 tahun 16 29,1 8 16,4 0,836 SIKLUS HAID

- < 24 hari - - - -

- 24-35 hari 36 65,5 19 34,5 -

- > 35 hari - - - -

LAMA HAID

- < 3 hari - - - -

- 3 - 7 hari 32 58,2 17 30,9 0,947


(50)

36

diperoleh adalah 0,640. Nilai ini menunjukkan tiada hubungan yang signifikan antara kriteria umur dengan tingkat sindroma premenstrasi.

Nilai p yang didapat untuk karakteristik IMT adalah 0,413 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT terhadap sindroma menstruasi (p >0,05), manakala untuk karakteristik usia menarche, didapatkan nilai p sebesar 0,836 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia menarche terhadap sindroma premenstruasi (p >0,05). Karakteristik lama haid juga tidak berpengaruh terhadap sindroma premenstruasi apabila nilai p yang didapat ialah 0,622 (p>0,05).

5.1.3.2. Hubungan Subjek yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dengan Pencapaian Nilai Akademis

Tabel 5.3. Distribusi Subjek yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Pencapaian Nilai Akademis

SINDROMA PREMENSTRUASI Prestasi Akademis Buruk Prestasi Akademis Cukup Prestasi Akademis Baik Prestasi Akademis Sangat Baik Nilai p

n % n % n % n %

Penderita Sindroma Premenstruasi Ringan

9 16,4 12 21,8 15 27,3 - -

0,302 Penderita Sindroma

Premenstruasi Sedang-Berat

7 12,7 8 14,5 4 7,3 - -

Berdasarkan hasil pengujian chi-square didapatkan nilai p sebesar 0,302, menunjukkan bahwa tiada hubungan yang signifikan antara tingkat sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis (p >0,05).


(51)

37

5.1.3.3. Hubungan Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid pada Penderita Sindroma Menstruasi

dengan Pencapaian Nilai Akademis

Tabel 5.4. Hubungan Variabel Umur, Usia Menarche, IMT, Lama Haid, dan Siklus Haid terhadap Indeks Prestasi Kumulatif pada Penderita Sindroma Premenstruasi Derajat Ringan, Sedang- Berat

VARIABEL

Koefisien korelasi terhadap IPK*

R Nilai p

• Umur -0,253 0,062

• Indeks Massa Tubuh (IMT) -0,110 0,426

• Usia Menarche -0,161 0,240

• Lama Haid -0,100 0,470

• Siklus Haid - -

*Korelasi Spearman

Hubungan antara karakteristik mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis dapat dilihat dari koefisien korelasi Spearman (R) untuk variabel umur, IMT, usia menarche, dan lama haid. Tanda negatif (-) pada tabel menunjukkan adanya arah hubungan yang berlawanan dan angka R yang mendekati 1 menunjukkan korelasi yang semakin kuat antara dua variabel.

Berdasarkan hasil analisis, nilai R yang didapat untuk hubungan antara variabel umur adalah -0,253 dengan nilai p 0,062 menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dan pencapaian nilai akademis.


(52)

38

Hubungan IMT dengan pencapaian nilai akademis juga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan apabila nilai R yang didapat adalah -0,110 dengan nilai p 0,426.

Hubungan usia menarche terhadap pencapaian nilai akademis ialah -0,061 dengan nilai p 0,240 menunjukkan tiada hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini.

Pada pengujian hubungan lama haid dengan pencapaian nilai akademis didapatkan tiada hubungan yang signifikan apabila R yang didapat adalah -0,100 dengan nilai p 0,470.

5.2. PEMBAHASAN

5.2.1. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini, didapatkan tiada hubungan antara umur dan sindroma prementruasi, menandakan umur tidak berpengaruh kepada tingkat sindroma premenstruasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadler et al (2010), menunjukkan pada analisa univariat, didapati ada hubungan antara usia dan sindroma premenstruasi, yaitu wanita yang mengalami sindroma premenstruasi selalunya lebih tua, namun setelah dilakukan model regresi multipel pada hasil yang sama, menunjukkan tiadanya hubungan antara umur dan juga sindroma premenstruasi. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian oleh Siregar (2012). Selain itu, ada juga studi populasi dasar di Brazil mendapati terdapat hubungan berbanding terbalik antara prevalensi sindroma premenstruasi dan usia wanita (Silva, Gigante, Carret dan Fassa, 2006 dalam Silva, Gigante dan Minten, 2008).

Pada karakteristik IMT didapatkan nilai p sebesar 0,413 yang menunjukkan tiada hubungan yang signifikan antara karakteristik IMT dengan sindroma premenstruasi. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Safara (2012) di Medan, bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Safara dan penelitian ini. Penelitian ini mengaitkan hubungan IMT dengan tingkat sindroma


(53)

39

premenstruasi sehingga peneliti menggunakan kriteria PSST, sedangkan Safara menguji hubungan antara IMT dengan sindroma premenstruasi secara umumnya. Hal ini berbeda dengan studi oleh Berton-Johnson et al. (2010), yang mendapati setiap kenaikan IMT sebanyak 1 kg/m2 secara signifikan meningkatkan risiko mendapat sindroma premenstruasi sebanyak 3%.

Pada karakteristik usia menarche dan hubungannya dengan sindroma premenstruasi, didapatkan nilai p sebanyak 0,836 yang menunjukkan tiada hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan sindroma premenstruasi. Hal yang sama juga didapat pada penelitian oleh Siregar (2012), yang mendapati tiada hubungan antara kedua variabel ini. Namun, pada penelitian di Brazil oleh Silva, Gigante dan Minten (2008) prevalensi gejala dan sindroma premenstruasi lebih tinggi pada wanita yang mendapat haid pertama kali kurang dari usia 11 tahun, walaupun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Hal ini karena mendapat haid pertama kali pada usia lebih muda menyebabkan individu tersebut lebih awal terpapar kepada tingkat hormon yang lebih tinggi.

Untuk karakteristik lama haid, didapatkan nilai p sebanyak 0,662 yang menunjukkan tiada hubungan yang signifikan antara karakteristik lama haid dengan sindroma premenstruasi. Siregar (2012) juga mendapatkan hasil yang sama pada penelitiannya pada mahasiswi kedokteran di Medan.

Nilai p yang didapat untuk hubungan antara pengaruh sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis adalah 0,302, yang menunjukkan bahwa tiada hubungan antara keduanya. Hasil ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hasan (2011) yang menyatakan sindroma premenstruasi tidak mempengaruhi aktivitas belajar subjek penelitian. Aktivitas belajar yang tidak terganggu tidak berpengaruh ke pencapaian nilai akademis.

Berbeda dengan penelitian Siregar (2012) yang menunjukkan adanya hubungan antara sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis, dengan menganggap stres sebagai trigger terjadinya sindroma premenstruasi. Penelitian oleh Nisar, Zehra, Haider, Munir dan Sohoo (2008), menunjukkan


(54)

40

sindroma premenstrual menyebabkan kurangnya konsentrasi sehingga memberikan efek pada pencapaian akademik. Menurut Tenkir, Fisseha dan Ayele (2002), tingkat keparahan yang lebih tinggi mengakibatkan dampak negatif kepada pencapaian akademik dan kegiatan sosial daripada mahasiswi di Jimma Unversity.

Pada penelitian ini, lama siklus haid subjek kesemuanya berada di dalam rentang 24 hingga 35 hari, dan ini menyebabkan karakteristik ini menjadi konstan dan tidak dapat diuji untuk penelitian ini.

Berdasarkan analisis korelasi antara karakteristik mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi terhadap pencapaian nilai akademis yang menggunakan koefisien korelasi Spearman, secara keseluruhannya mengatakan tiada hubungan antara karakteristik umur, IMT, usia menarche dan lama haid terhadap pencapaian nilai akademis. Hal ini terdapat perbedaan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siregar (2012) apabila penelitian tersebut menemukan adanya korelasi antara IMT dan pencapaian nilai akademis, sedangkan pada karakteristik lain tidak.

5.2.2. Keterbatasan Penelitian

Sebenarnya penelitian ini mempunyai keterbatasan yang tertentu. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu angkatan di sebuah fakultas tertentu. Hal ini menyebabkan sampel dalam penelitian ini hanya mencakup wanita usia 18-25 tahun sehingga hal ini tidak dapat mewakili populasi wanita usia reproduktif. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional sehingga keluhan-keluhan didapatkan secara retrospektif. Secara ideal, keluhan-keluhan harus dinilai secara prospektif untuk mengelakkan ketidakakuratan sekiranya dilakukan penilaian secara retrospektif, termasuklah kesalahan mengingat kembali kapan berlakunya keluhan-keluhan dan berlebihan dalam menetapkan keparahan keluhan yang dialami. Peneliti menggunakan PSST di dalam penelitian ini karena PSST memakan masa yang lebih pendek dan lebih praktikal berbanding chart yang menggunakan penilaian prospektif selama dua bulan. Cara ini mempermudah peneliti karena penelitian ini menggunakan metodologi yang sederhana.


(55)

41

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN

1. Tidak ada hubungan antara karakteristik mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi seperti umur, IMT, usia menarche, dan siklus menstruasi dengan kejadian sindroma premenstruasi.

2. Tidak ada hubungan antara sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU dengan didapatkan nilai p 0,302.

3. Pada penelitian ini, dengan uji korelasi Spearman tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara umur, IMT, usia menarche, dan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis.

6.2. SARAN

Penelitian selanjutnya harus dilakukan pada populasi yang lebih besar dengan rentang umur yang lebih luas agar penelitian dapat lebih mewakili semua wanita usia reproduktif. Selain itu, penggunaan instrumen penelitian juga dapat dilakukan secara prospektif selama dua bulan atau lebih. Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan pada mahasiswi dari pelbagai area agar dapat mengetahui lebih lanjut hubungan sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis.


(56)

42

DAFTAR PUSTAKA

Aron, D.C., Findling, J. W., Tyrell, J.B., 2007. Glucocorticoids & Adrenal Androgens. In: Gardner, D.G., Shoback. D., Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. United States of America: The McGraw-Hill Companies: 346-354

Bertone-Johnson, E.R., Hankinson, S.E., Willet, W.C. Johnson, S.R., Manson J.E., 2010. Adiposity and the Development of Premenstrual Syndrome. Journal of Women’s Health 19 (11): 1955-1962.

Colin, C.M., Shushan, A., 2007. Complication of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding. In: Decherney, A.H., Nathan, L, Goodwin, T.M., Laufer, N. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. United States of America: The McGraw-Hill Companies, 570-571.

Costanzo, L.S., 2006. Physiology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Dennerstein, L., Lehert, P., Keung, L.S., Pal, S.A., Choi, D., 2010. A Population Based Survey of Asian Women’s Experience of Premenstrual Symptoms. Menopause International 16 (4): 139-145.

Ganong, W.F., 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw-Hill

Education, 433-434.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.

Philadelphia: Elsevier Inc, 1011.

Hasan, A.T., 2011. Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS) dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas Keperawatan USU, Skripsi. Medan: Sarjana Keperawatan.


(1)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LamaHaidK * Kriteria PSST 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

LamaHaidK * Kriteria PSST Crosstabulation Kriteria PSST

Total ringan sedang

LamaHaidK 3-7 Count 32 17 49

% of Total 58.2% 30.9% 89.1%

>7 Count 4 2 6

% of Total 7.3% 3.6% 10.9%

Total Count 36 19 55

% of Total 65.5% 34.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .004a 1 .947

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .004 1 .947

Fisher's Exact Test 1.000 .662

Linear-by-Linear Association .004 1 .948

N of Valid Cases 55

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.07. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

SiklusHaidK * Kriteria PSST 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

SiklusHaidK * Kriteria PSST Crosstabulation Kriteria PSST

Total ringan sedang

SiklusHaidK 24-35 Count 36 19 55

% of Total 65.5% 34.5% 100.0%

Total Count 36 19 55

% of Total 65.5% 34.5% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square .a

N of Valid Cases 55

a. No statistics are computed because SiklusHaidK is a constant.


(3)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

UsiaMenarcheK * Kriteria

PSST 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

UsiaMenarcheK * Kriteria PSST Crosstabulation Kriteria PSST

Total ringan sedang

UsiaMenarcheK <13 Count 20 10 30

% of Total 36.4% 18.2% 54.5%

>/= 13 Count 16 9 25

% of Total 29.1% 16.4% 45.5%

Total Count 36 19 55

% of Total 65.5% 34.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .043a 1 .836

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .043 1 .836

Fisher's Exact Test 1.000 .530

Linear-by-Linear Association .042 1 .837

N of Valid Cases 55

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.64. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

IMTk * Kriteria PSST 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

IMTk * Kriteria PSST Crosstabulation Kriteria PSST

Total ringan sedang

IMTk Underweight Count 6 6 12

% of Total 10.9% 10.9% 21.8%

Normoweight Count 20 6 26

% of Total 36.4% 10.9% 47.3%

Overweight Count 5 2 7

% of Total 9.1% 3.6% 12.7%

Obese I Count 3 3 6

% of Total 5.5% 5.5% 10.9%

Obese II Count 2 2 4

% of Total 3.6% 3.6% 7.3%

Total Count 36 19 55

% of Total 65.5% 34.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.947a 4 .413

Likelihood Ratio 3.940 4 .414

Linear-by-Linear Association .124 1 .725


(5)

Correlations

LamaHaidK SiklusHaidK UsiaMenarcheK IMTk IPKk UmurK

Spearman's rho LamaHaidK Correlation Coefficient 1.000 . -.202 -.008 -.100 .244

Sig. (2-tailed) . . .139 .955 .470 .073

N 55 55 55 55 55 55

SiklusHaidK Correlation Coefficient . . . .

Sig. (2-tailed) . . . .

N 55 55 55 55 55 55

UsiaMenarcheK Correlation Coefficient -.202 . 1.000 -.099 -.161 .018

Sig. (2-tailed) .139 . . .471 .240 .898

N 55 55 55 55 55 55

IMTk Correlation Coefficient -.008 . -.099 1.000 -.110 -.049

Sig. (2-tailed) .955 . .471 . .426 .723

N 55 55 55 55 55 55

IPKk Correlation Coefficient -.100 . -.161 -.110 1.000 -.253

Sig. (2-tailed) .470 . .240 .426 . .062

N 55 55 55 55 55 55

UmurK Correlation Coefficient .244 . .018 -.049 -.253 1.000

Sig. (2-tailed) .073 . .898 .723 .062 .


(6)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kriteria PSST * IPKk 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

Kriteria PSST * IPKk Crosstabulation IPKk

Total

Buruk Cukup Baik

Kriteria PSST ringan Count 9 12 15 36

% of Total 16.4% 21.8% 27.3% 65.5%

sedang Count 7 8 4 19

% of Total 12.7% 14.5% 7.3% 34.5%

Total Count 16 20 19 55

% of Total 29.1% 36.4% 34.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.392a 2 .302

Likelihood Ratio 2.497 2 .287

Linear-by-Linear Association 2.031 1 .154

N of Valid Cases 55

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.53.