Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU
SKRIPSI Nur Ahmad Fadly Nasution
091201019
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
NUR AHMAD FADLY NASUTION. Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu. Dibawah bimbingan Agus Purwoko dan Edy Batara Mulya Siregar.
Gaharu merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki harga jual yang cukup tinggi dan kebutuhan akan gaharu terus meningkat setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, dilakukan upaya budiddaya Aquilaria malaccensis sebagai pohon penghasil gaharu agar pengambilan gaharu dari alam secara ilegal dapat ditekan. Penelitian ini bertuuan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya gaharu di areal budidaya Mahmuddin Sani, Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan areal budidaya Ponijo Sukendar, Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan analisis pemasaran dengan marjin pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan budidaya gaharu pada kedua lokasi tersebut layak secara finansial. Nilai NPV terbesar terdapat pada areal budidaya Mahmuddin Sani yaitu sebesar RP 74.355.108,53 sedangkan pada areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar Rp. 21.901.668,11. Nilai BCR pada areal budidaya Mahmuddin Sani sebesar 2,33 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar Sebesar 1,43. Nilai IRR pada areal Mahmuddin Sani sebesar 27,9 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar 16,5 dengan tingkat suku bunga bank 12,1%. Marjin pemasaran yang didapatkan yaitu sebesar Rp. 1.500.000,00. Kata kunci : Budidaya, analisis finansial,gaharu
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Medan pada tanggal 10 Agustus 1991 dari Ayah bernama Isan Saida Nasution, BA dan Ibu Siti Aminah Sidabutar. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 068006 Medan pada tahun 19972003,kemudian dilanjutkan pendidikan di SMP Negeri 10 Medan pada tahun 2003-2006, kemudiah dilanjutkan pendidkan di SMA Negeri 5 Medan pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, melalui jalur PMP (Pemanduan Minat dan Prestasi).
Selama menempuh pendidikan di Program Studi Studi Kehutanan, penulis telah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penulis juga pernah menjadi Asisten Lapangan pada Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya Bukit Barisan tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Toba Pulp Lestari Tbk, sektor Aek Nauli dan Head Office Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu” dibawah bimbingan Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS sebagai anggota komisi pembimbing.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memerikan berkah, rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN GAHARU” ini dengan baik.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami kendala dan hambatan, berkat ketekunan, kesabaran serta bimbingan dari komisi pembimbing dan juga bantuan dari berbagai pihak sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua yaitu, ayah Isan Saida Nasution, BA dan ibu Siti Aminah Sidabutar, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam penulisan skripsi dari awal hingga selesai.
2. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukadan seluruh staf pegawai di Program Studi Kehutanan.
Kiranya penelitian yang saya lakukan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan berbagai pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, November 2013
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman RIWAYAT HIDUP .............................................................................................i KATA PENGANTAR.........................................................................................ii DAFTAR ISI........................................................................................................iv DAFTAR TABEL ...............................................................................................v PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................................1 Perumusan Masalah.....................................................................................2 Tujuan Penelitian.........................................................................................3 Manfaat Penelitian.......................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Gaharu ............................................................................................ 4 Deskripsi Gaharu ......................................................................................... 4 Budidaya Gaharu ......................................................................................... 6 Prospek Pengembangan ...............................................................................11 Analisi Finansial ..........................................................................................13
METODE PRAKTIKUM Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................16 Alat dan Bahan ............................................................................................16 Pengumpulan Data.......................................................................................16 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................16 Pengolahan Data ..........................................................................................17
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi pengembangan gaharu ....................................................................21 Rincian biaya budidaya aharu......................................................................22 Asumsi pembentukan dan harga gubal gaharu ............................................25 Analisis finansial .........................................................................................27 Analisis sensitivitas .....................................................................................30 Prospek pemasaran ......................................................................................32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................................37 Saran ............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Rincian Biaya Budidaya pada areal Mahmuddin Sani...................................22 2. Rincian Biaya Budidaya pada areal Ponijo Sukendar....................................24 3. Asumsi Pembentukan gubal setelah Inokulasi...............................................26 4. Total Asumsi Pendapatan...............................................................................26 5. Nilai NPV selama 8 tahun pada tingkat suku bungan 21,1% ........................28 6. Nilai BCR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1% ..........................29 7. Nilai IRR selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 21,15 .............................29 8. Analisis sensitivitas selama 8 tahun pada tingkat suku bunga 12,1% ...........31 9. Kuota dan produksi gaharu ............................................................................35 10. Kuota dan realiasi produksi gaharu................................................................35

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Kuisioner........................................................................................................41 2. Rincian biaya budidaya gaharu Mahmuddin Sani .........................................46 3. Rincian biaya budidaya gaharu Ponijo Sukendar ..........................................47 4. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate
of Return (IRR) Usaha Gaharu Budidaya Mahmuddin Sani..........................48 5. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of
Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Mahmuddin Sani jika cost naik 5%..49 6. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of
Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Mahmuddin Sani jika benefit turun 5% ..................................................................................................................50 7. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Ponijo Sukendar ................................51 8. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Ponijo Sukendar jika cost naik 5%....52 9. Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha Gaharu budidaya Ponijo Sukendar jika benefit turun 5% ..................................................................................................................53
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
NUR AHMAD FADLY NASUTION. Analisis Kelayakan Finansial dan Prospek Pemasaran Budidaya Gaharu. Dibawah bimbingan Agus Purwoko dan Edy Batara Mulya Siregar.
Gaharu merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki harga jual yang cukup tinggi dan kebutuhan akan gaharu terus meningkat setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, dilakukan upaya budiddaya Aquilaria malaccensis sebagai pohon penghasil gaharu agar pengambilan gaharu dari alam secara ilegal dapat ditekan. Penelitian ini bertuuan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya gaharu di areal budidaya Mahmuddin Sani, Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan areal budidaya Ponijo Sukendar, Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan analisis pemasaran dengan marjin pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan budidaya gaharu pada kedua lokasi tersebut layak secara finansial. Nilai NPV terbesar terdapat pada areal budidaya Mahmuddin Sani yaitu sebesar RP 74.355.108,53 sedangkan pada areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar Rp. 21.901.668,11. Nilai BCR pada areal budidaya Mahmuddin Sani sebesar 2,33 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar Sebesar 1,43. Nilai IRR pada areal Mahmuddin Sani sebesar 27,9 sedangkan areal budidaya Ponijo Sukendar sebesar 16,5 dengan tingkat suku bunga bank 12,1%. Marjin pemasaran yang didapatkan yaitu sebesar Rp. 1.500.000,00. Kata kunci : Budidaya, analisis finansial,gaharu
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia sebagai mega biodiversity country, memiliki kekayaan aneka
ragam hayati sekitar 30.000 - 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di hutan tropis di tiap pulau. Dari jenis tersebut yang tersebar di hutan tropis, 20 % diantaranya memberikan hasil hutan berupa kayu dan bagian terbesar yakni 80 % justru memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu, namun hingga saat ini potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sehingga perlu arah kebijakan dan strategi pengembangannya. HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu, aneka tanaman hias, dan tanaman obat serta minyak atsiri. Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain : sandang, papan, pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat, kerajinan, bahan obatobatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya (Dephut, 2007).
Tanaman penghasil gaharu secara alami tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Beberapa nama diberikan pada gaharu, seperti agarwood, aloeswood, gaharu (Indonesia), ood, oudh, oodh (Arab), chenxiang (China), pau d’aquila (Portugis), bois d’aigle (Perancis), dan adlerholz (Jerman). Aquilaria yang merupakan tanaman penghasil gaharu saat ini menjadi jenis yang dilindungi di banyak negara dan eksploitasi gaharu dari hutan alam dianggap sebagai kegiatan ilegal. Kesepakatan internasional seperti CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang disepakati oleh 169 negara ditetapkan untuk menjamin bahwa perdagangan
Universitas Sumatera Utara


gaharu tidak mengganggu survival dari Aquilaria. Meskipun demikian, eksploitasi gaharu secara ilegal ternyata tetap berlangsung dan konsumen yang kurang memahami hal ini secara tidak sadar justru menciptakan permintaan yang tinggi yang dapat membahayakan keberadaan tanaman Aquilaria (Blanchette, 2006).
Sampai saat ini, permintaan akan gaharu jauh melebihi supply yang ada. Sebagai akibatnya pada beberapa tahun terakhir ada kecenderungan besar-besaran untuk membudidayakan gaharu terutama di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia, tingginya harga gaharu dan makin langkanya tanaman penghasil gaharu di hutan alam juga mendorong masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan budidaya gaharu seperti yang terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan. Upaya pembudidayaan tersebut makin berkembang, karena ditunjang oleh kemajuan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa budidaya gaharu memberikan keuntungan yang layak bagi pelakunya. Karena pengusahaan gaharu memerlukan modal yang tidak sedikit, maka masyarakat yang mampu membudidayakan gaharu adalah kelompok yang memiliki modal yang kuat (Squidoo, 2008).
Perumusan Masalah Pada saat sekarang ini permintaan akan gaharu melebihi dari hasil yang
ada, sehingga beberapa tahun terakhir ada kecenderungan besar-besaran untuk melakukan pembudidayaan gaharu, terutama di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu : 1. Apakah secara finansial budidaya gaharu tersebut menguntungkan? 2. Berapa besar nilai keuntungan yang diperoleh dari budidaya gaharu tersebut? 3. Bagaimana prospek pemasaran gaharu di provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian 1. Penelitian dilaksanakan untuk menganalisis kelayakan finansial budidaya
Gaharu di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dan di Desa Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. 2. Untuk mengetahui prospek pemasaran gaharu di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pengembangan tanaman gaharu terhadap kelayakan finansial budidaya gaharu yang dilakukan serta menjadi acuan dalam usaha pembudidayaan gaharu di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Gaharu Di Indonesia gaharu dikenal mulai abad ke-12 diperdagangkan barter
antara masyarakat Kalimanatan Barat dan Sumatera Selatan dengan pedagang Kwang Tung, China. Gaharu dalam bentuk gubal semula dipungut dari pohon penghasilnya di dalam hutan dengan cara menebang pohon hidup dan mencacahnya untuk mendapatkan bagian yang bergaharu. Komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria malaccensis, A. filaria, A. hirta, A, agalloccha, A. macrophylum dan beberapa puluh jenis lainnya (Duryatmo, 2009).
Dari puluhan jenis tanaman yang berpotensi tersebut, Aquilaria malaccensis adalah tanaman penghasil gaharu berkualitas terbaik dengan nilai jual yang tinggi, jenis ini termasuk dalam family Thymelleaceae, tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 mdpl, suhu rata - rata 32°C dengan kelembaban rata - rata 70%, curah hujan sekitar 2000 mm. Pembudidayaan tanaman penghasil gaharu akhir - akhir ini makin marak, karena sebagian masyarakat sudah dapat menikmati hasilnya. Namun di sisi lain juga dijumpai beberapa kasus ketidakberhasilan pengusahaan gaharu yang disebabkan antara lain oleh kegagalan dalam pemeliharaan, kegagalan dalam melakukan inokulasi, dan adanya pencurian pohon di kebun gaharu (Duryatmo, 2009).
Deskripsi Gaharu Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) merupakan nama perdagangan dari
produk kayu (incense) yang dihasilkan oleh beberapa spesies pohon penghasil
Universitas Sumatera Utara


gaharu. Dalam perdagangan internasional, produk ini dikenal sebagai agarwood, aloeswood, atau oudh. A.malaccensis adalah salah satu jenis tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung resin yang harum. Bagian tanaman penghasil gaharu yang digunakan adalah bagian kayu yang membentuk gubal resin, sebagai produk metabolit sekunder (Santoso, 2007).
Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya (Dephut, 2002).
Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut. Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu
Universitas Sumatera Utara

gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah. Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap. Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar. Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah. Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi. CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untukekstraksi minyak gaharu. Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal (Dephut, 2002).
Budidaya Gaharu Menurut Sumarna (2009) tata cara pembudidayaan gaharu adalah sebagai
berikut : A. Pembersihan lahan Dalam pengusahaan secara monokultur, lahan lahan tanam dibersihkan
dari tonggak/tunggul dari bekas tegakan dari pohon berkayu (Hutan Alam Produksi, HTI) atau berbagai jenis tanaman perkebunan. Tumbuhan lain disekitar titik tanam untuk sementara dibiarkan tumbuh, sebagai upaya pemberian naungan sesuai sifat pohon gaharu yang semitoleran terhadap cahaya. Sedangkan pada
Universitas Sumatera Utara

lahan terbuka, perlu dibina terlebih dahulu adanya pohon lain yang cepat tumbuh, agar dapat berperan sebagai naungan sementara hingga tanaman gaharu berumur 2 – 3 tahun. Sedangkan pada lahan dan atau kawasan yang tersedia secara alami adanya pohon lain, pembersihan lahan dilakukan hanya pada sekitar titik tanam sesuai model.
B. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan lebih dimaksudkan kepada upaya memperbaiki struktur
dan tekstur tanah khususnya pada areal ajir titik tanam dalam radius antara 0,5 m – 1,0 m. Tanah dicangkul dan dibersihkan dari tumbuhan lain serta digemburkan agar dapat menunjang laju pertumbuhan bibit tanaman gaharu.
B.1. Pengajiran dan Pembuatan Lubang Tanam. Pengajiran dilakukan untuk menetapkan titik letak tanam sesuai rencana
dan program pengusahaan tanaman gaharu. Sesuai kondisi lingkungan lahan letak ajir tanam dalam satuan luas dapat dipola berdasarkan kapasitas dan tujuan produksi. Untuk budidaya monokultur dapat dipola sesuai program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jarak tanam 2 x 3 m atau 3 x 3 m ( 1000 – 1600 pohon/Ha) dan bila terpola secara diversifikasi (agroforestry, hutan campuran) ideal berjarak tanam 4 x 5 m (500 batang/Ha) atau 5 x 5 m (400 batang/Ha). Pada titik ajir buat lubang tanam yang disesuaikan dengan kondisi tingkat kesuburan lahan, pada lahan cukup baik, lubang tanam cukup berukuran 30 x 30 x 30 cm dan pada lahan kurang subur lubang tanam diperlebar. Pembuatan lubang tanam optimal dilakukan pada sekitar 1 bulan sebelum waktu tanam.
Universitas Sumatera Utara

B.2. Pemupukan dan Proteksi Lubang Tanam. Pemupukan dasar dipandang penting sebagai upaya mempercepat laju
pertumbuhan bibit. Setiap lubang tanam dapat diberikan pupuk kompos organik matang sebanyak 3 – 5 kg, atau ditambahkan pupuk majemuk buatan jenis NPK 20 – 30 gram dan 20 gram TSP. Bila tanah memiliki keasaman dengan pH < 5, sebaiknya diberikan kapur dolomit 100 gram/lubang tanam untuk memudahkan akar dalam menyerap hara lahan.

B.3. Proteksi tanaman dari gangguan penyakit. Untuk melindungi kemungkinan adanya gangguan hama akar pada awal
tanam dapat diberikan pestisida (kimia/organik), sedangkan untuk melindungi akar dari gangguan penyakit yang dapat mematikan bibit setelah tanam, perlu dipersiapkan kondisi fisik lahan sekitar letak tanam yang terhindar dari terjadinya genangan air.
C. Teknis Penanaman C.1. Seleksi Bibit
Bibit gaharu yang telah tersedia di areal pesemaian, lakukan pemilihan bibit yang memiliki ukuran dan umur yang seragam serta sehat, usahakan bibit yang seragam baik kondisi tumbuh maupun umur (> 9 bulan), sehat, memiliki tinggi optimal antara 40 – 50 cm dan berdiameter sekitar 1 cm serta secara fisik perakaran bibit belum menembus polybag.
C.2. Pengangkutan Bibit Bibit yang terseleksi sekitar 1 – 2 bulan sebelum tanam angkut ke wilayah
areal penanaman sebagai upaya penyesuaian dengan kondisi ekologis lingkungan
Universitas Sumatera Utara

areal tanam (aklimatisasi) dan atau langsung tempatkan pada titilk letak dekat lubang tanam yang telah dipersiapkan. Usahakan bibit dalam keadaan baik, tetap segar dan tidak layu akibat proses pengangkutan
C.3. Penanaman Waktu Tanam
Kelola dan tetapkan waktu tanam yang sesuai dengan resiko kematian bibit setelah tanam rendah. Sebaiknya waktu tanam ditetapkan pada awal atau pertengahan musim hujan dengan harapan agar tingkat penyulaman bibit rendah.
Teknik Penanaman Teknis penanaman gaharu secara umum tidak berbeda jauh dengan
tanaman lain, lepaskan polybag dari media secara baik dan usahakan media tidak pecah, letakan pada lubang tanam dengan kondisi pangkal batang sejajar permukaan lubang tanam, timbun bibit dengan tanah galian bagian permukaan yang telah dipisahkan dalam proses pembuatan lubang tanam, tekan-tekan hingga batang berdiri tegak dan kuat. Agar tidak terganggu secara fisik, bekas ajir ikatkan dengan batang bibit dan sebagai tanda lubang tanam telah tertanam bibit, bekas polybag letakan diujung ajir. D. Pemeliharaan
Pemeliharaan pertanaman gaharu ideal dilaksanakan intensif hingga mencapai umur sekitar 6 tahun dengan tujuan untuk memperoleh volume kayu yang erat kaitannya dengan volume produksi gaharu yang dapat dihasilkan. Jenis kegiatan pemeliharaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

D.1. Penyiangan Agar bibit dalam proses aklimatisasi dan adaptasi dengan kondisi iklim
dan lingkungan setempat serta untuk mengurangi tingkat kompetisi hara lahan, maka dalam interval 4 – 6 bulan sekali lakukan pembersihan gulma dengan menyiangi sekitar tanaman gaharu dalam radius sekitar 50 cm, hingga berumur sekitar 4 - 5 tahun tanam.
D.2.Penggemburan Penggemburan tanah disekitar tanaman dalam radius minimal 0,5 m
penting dilakukan hingga tanaman gaharu berumur 4 - 5 tahun dengan maksud agar pertukaran oksigen dalam tanah mampu mendukung dan

D.3.Pemupukan Dalam pengembangan budidaya tanaman, ideal kondisi lahan tanam baik
menyangkut struktur dan tekstur tanah dianalisa, sebagai bahan dalam menetukan perlakuan jenis dan dosis pupuk yang perlu diberikan kepada tanaman. Secara fisik aspek kebutuhan pupuk bertujuan untuk meningkatkan perkembangan riap tumbuh (tinggi dan diameter) serta kesehatan tanaman. Pemberian pupuk alami berupa kompos organik dari jenis kotoran ternak besar dan atau kecil, dapat diberikan kepada tanaman bersama dengan pupuk kimia (UREA, NPK, KCl) yang disesuaikan dengan umur dan perkembangan pertumbuhan tanaman.
D.4.Pengendalian Hama dan Penyakit Aspek pengendalian hama dan penyakit lebih ditujukan kepada upaya
mempertahankan populasi tanaman per satuan luas dan atau jenisa usaha yang
Universitas Sumatera Utara

diterapkan. Secara umum apabila kondisi kawasan hutan memiliki kondisi tingkat penyerapan air (drainase) yang baik, secara biologis akan terhindar dari gangguan penyakit akar dan pada lahan sering dihuni oleh hama akar (uret tanah), ideal pada saat tanam diberikan pestisida kimia atau biologis.
Maka dalam upaya budidaya pohon penghasil gaharu, diperlukan strategi dengan 3 kriteria dan indikator terpenting antara lain adalah : (a) : Bahan tanaman memiliki sifat rentan terhadap penyakit pembentuk gaharu, (b) Areal budidaya tersedia adanya pohon lain sebagai naungan dengan intensitas cahaya masuk sekitar 60 %, (c) Lahan budidaya memiliki kondisi fisik dan kimia yang menghasilkan faktor munculnya stress dan (d) Untuk membangun volume kayu yang optimal, perlu pemeliharaan intensif hingga tanaman mencapai fase pertumbuhan generatif (± 6 tahun), agar dapat menghasilkan limit diameter minimal batang pohon yang siap untuk diproduksi ≥ 15 cm (Sumarna, 2012).
Prospek Pengembangan Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat
tumbuh endemik beberapa spesies gaharu komersial dari marga Aquilaria, seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filarial, dan lain-lain. Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1.487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan spesies-spesies gaharu menjadi langka. Tingginya harga jual gaharu mendorong masyarakat untuk memburu gaharu tidak hanya dengan cara memungut dari pohon penghasil gaharu yang mati alami melainkan juga dengan menebang pohon hidup, oleh karena itu pada tahun 1995 CITES memasukkan A. malaccensis, penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar appendix II dan sejak
Universitas Sumatera Utara

saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun (Suharti, 2009).
Perkembangan yang terjadi selanjutnya ternyata kurang begitu bagus. Bahkan sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh di bawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon penghasil gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Appendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Selanjutnya, karena adanya kekhawatiran akan punahnya spesies gaharu di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan kembali menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun (Gun et all., 2004).
Permintaan terhadap gaharu terus meningkat, karena banyaknya manfaat gaharu. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu tidak hanya digunakan sebagai bahan wangi - wangian (industri parfum), tetapi juga digunakan sebagai bahan baku obat - obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis aksesoris. Selain itu, beberapa agama di dunia mensyaratkan wangi gaharu yang dibakar sebagai sarana peribadatan (untuk keperluan kegiatan religi). Namun dari sisi negara pengekspor, tingginya permintaan gaharu belum dapat dipenuhi, karena kekurangan bahan baku bermutu tinggi untuk ekspor. Hal ini banyak dikeluhkan oleh beberapa eksportir gaharu Indonesia (Adijaya, 2009).
Ekspor untuk pasar Timur Tengah sebagai contoh menurun dari 67.245 kg pada tahun 2005 menjadi 39.400 kg tahun 2006, karena sulitnya memperoleh bahan baku gubal super yang diminta. Keluhan kekurangan bahan baku gaharu untuk ekspor juga dialami oleh pemasok pasar Singapura. Sebagai contoh
Universitas Sumatera Utara

CV Ama Ina Rua, eksportir di Jakarta yang pada tahun 2005 bisa mengekspor 5-6 ton/bulan, pada tahun 2006 hanya mampu mengekspor 2-3 ton/bulan. Penurunan kemampuan ekspor Indonesia tersebut sudah diprediksi oleh berbagai pihak, karena eksploitasi hutan dan perburuan gaharu yang tidak terkendali (Adijaya, 2009).
Penurunan kemampuan ekspor Indonesia tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan harga gaharu, baik di pasar dunia maupun di tingkat pengumpul. Pada tahun 1980, harga gaharu di tingkat pengumpul berkisar antara Rp 30.000-50.000/kg untuk kualitas rendah dan Rp 80.000/kg untuk kualitas super. Pada awalnya kenaikan harga gaharu relatif lambat, yaitu hanya naik menjadi Rp100.000/kg pada tahun 1993. Kenaikan pesat terjadi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, dimana harga gaharu mencapai Rp 3-5 juta/kg (Suharti, 2009).

Kenaikan harga gaharu terus berlanjut dan makin tajam hingga mencapai Rp 10 juta/kg pada tahun 2000 dan meningkat lagi hingga mencapai Rp 15 juta/kg pada tahun 2009. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa gaharu sangat prospektif untuk dikembangkan, khususnya bagi Indonesia yang memiliki potensi biologis yaitu tersedianya beragam spesies tumbuhan penghasil gaharu dan masih luasnya lahan-lahan kawasan hutan yang potensial serta tersedianya teknologi inokulasi yang menunjang untuk pembudidayaan gaharu (Suharti, 2009).
Analisis Finansial Analisis finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik
kebutuhan dana aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek
Universitas Sumatera Utara

finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha yang dimaksud.
Menurut Suharjito et all. (2003) bahwa analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat.
Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penelitian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).
a. Net Present Value (NPV) Analisis yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu investasi
jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Present Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu sistem kegiatan investasi menunjukkan bahwa budidaya tanaman tersebut cukup menguntungkan. NPV yang dihitung dengan harga finansial yaitu perhitungan dengan nilai pasar yang mencerminkan penerimaan dan pengeluaran nyata petani, menghasilkan parameter profabilitas untuk kepentingan para pengambil keputusan atau masyarakat yang lebih luas.
Mengingat bahwa produktivitas lahan merupakan kepentingan para pengambil keputusan, maka NPV yang dihitung dengan nilai ekonomi, merupakan indikator profabilitas yang lebih baik. Karena memasukkan semua komponen lingkungan didalamnya (Budidarsono, 2001).
Universitas Sumatera Utara

b. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat
dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat susku bunga yang telah ditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi cukup menguntungkan. c. Internal Rate of Returns (IRR)
Internal Rate of Returns (IRR) membandingkan manfaat dan biaya yang ditunjukkan dalam persentasi. Dalam hal ini nilai IRR merupakan tingkat bunga di mana nilai manfaat sama dengan nilai biaya. IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi mampu memeberikan keuntungan besar dari tingkat bunga umum memberikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal budidaya gaharu milik Mahmuddin

Sani di Desa Pekan Bahorok Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat (lokasi 1) dan Ponijo Sukendar di Desa Jaharun Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang (lokasi 2), Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2013.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah phyband, kalkulator, tallysheet, clinometer,
kamera digital, kuisioner serta alat tulis. Bahan yang digunanakan dalam penelitian ini adalah tanaman Aquilaria
malacsensis yang telah di inokulasi pada kedua areal.
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa perincian biaya
pengelolaan, yaitu : biaya tahunan, penanaman dan penyulaman, biaya pemeliharaan tegakan, pemasaran dan harga jual serta luas lahan yang dimiliki.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dilapangan adalah sebagai
berikut: wawancara, pengukuran diameter dan pengukuran tinggi.
a. Wawancara
Universitas Sumatera Utara

Wawancara ditujukan untuk melengkapi data lainnya yang berkaitan dengan penelitian. b. Pengukuran Diameter Diameter pohon diukur dengan menggunakan phyband dengan ketinggian diameter setinggi dada (dbh) atau 1,3 meter diatas permukaan tanah.
c. Pengukuran tinggi Tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan clinometer. Tinggi pohon yang diukur adalah tinggi total dan tinggi bebas cabang.
Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman Aquilaria malacencis yang
bedapa pada kedua areal tersebut. Dalam Pengambilan sampel, akan digunakan metode sensus yaitu seluruh tegakan seumur yang telah di inokulasi akan dijadikan sampel. Sampel pohon diambil untuk memperoleh data potensi tegakan.
Perhitungan volume tegakan berdiri dapat dihitung dengan rumus berikut (Widayanti & Rianto, 2005) :
V = ¼ π d2 x t x f Keterangan : V = Volume pohon (m2) d = Diameter (m) t = Tinggi pohon (m) f = Bilangan bentuk pohon (0,7)
Universitas Sumatera Utara

Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan model analisis diskiptif dan analisis finansial.

a. Analisis Diskriptif
Analisis diskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data pengolahan berupa luas lahan, jumlah tenaga kerja, peralatan yang digunakan, pengolahan lahan dan sistem kepemilikan lahan yang dianalisis secara diskriptif berdasarkan tabulasi.
b. Analisis Finansial Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui manfaat
yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, kapan pengembalian investasi terjadi, berapa keuntungannya dan pada tingkat sukubunga berapa investasi itu memeberikan manfaat.
Data yang diperoleh dari kuisioner dan wawancara meliputi biaya produksi, produksi / volume hasil, harga jual komoditi, dan pendapatan dinyatakan dalam bentuk tabulasi. Kemudian dianalisis kelayakan finansialnya dengan menghitung besarnya nilai NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gray dkk, 1999).
1. Net Present Value (NPV)
Universitas Sumatera Utara

Analisis yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Present Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan.

=

=0

(1

− +

)


Keterangan :

NPV

= Nilai bersih sekarang

Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)

Ct = Cost/ Biaya total

i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku)

t = Periode waktu

Hasilnya :

NPV Positif

Usaha Penanaman dilanjutkan


NPV Negatif

Usaha Penanaman tidak dilanjutkan

NPV = 0

Usaha Penanaman tidak untung dan tidak rugi (BEP)

2. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat
dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat susku bunga yang telah ditentukan.

BCR =

∑==0(1+−) ∑==0(1+−)

Bt – Ct > 0 Bt – Ct < 0

Keterangan :

BCR

= Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran

Universitas Sumatera Utara

Bt = Benefit (aliran kas masuk periode-t) Ct = Cost/ Biaya total i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.

3. Internat Rate of Retrurns (IRR) IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi
mampu memeberikan keuntungan besar dari tingkat bunga umum memberikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.

IRR =

i1 +



1− 2

( 2− 2 )�

Keterangan : IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek. NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku bunga tertentu. NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu. I1 = Discount factor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh NPV positif. I2 = Discount factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV negatif.

c. Analisis Pemasaran Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner
dikumpulkan dan dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan. Secara sistematis nilai margin pemasaran, marjin keuntungan dan efisiensi operasional dirumuskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:

MP = Pr - Pf

- MP = Marjin Pemasaran - Pr = Harga Tingkat konsumen - Pf = Harga tingkat Produsen

Dalam penelitian ini batasan analisis pemasaran dari petani hingga penjualan ke pengolah.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaharu merupakan produk hasil hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dari tanaman jenis Aquilaria spp. Manfaat ekonomi maupun sosial masyarakat yang serta merta memperngaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Sebagai tanaman kehutanan, Aquilaria malaccensis juga memiliki manfaat ekologis yaitu menjaga kelestarian lingkungan yang berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional baik dari aspek ekologi, ekonomi, maupun aspek sosial budaya, yang dewasa ini terdapat kebiasan merubah fungsi hutan menjadi lahan perkebunan tanpa mempertimbangkan dampak dari perubahan itu. Sehingga diharapkan dari usaha budidaya ini tercapai kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi serta taraf hidup masyarakat
Pepohonan yang merupakan sumberdaya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui selalu terpelihara. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.
Potensi Pengembangan Gaharu Pada lokasi 1 terdapat 162 batang tanaman Aquilaria malaccensis telah
diinokulasi yang memiliki nilai komersial dari total tanaman sebanyak 2500 batang dengan total volume 648 Kg gubal gaharu kualitas kelas C. Usia tanaman
Universitas Sumatera Utara

Aquilaria malaccensis hingga kini telah mencapai 6 tahun lebih, dan diharapkan pada pemanenan saat umur 7-8 tahun volume dapat bertambah.
Sedangkan pada lokasi 2 terdapat 110 batang Aquilaria malaccensis telah diinokulasi yang memiliki nilai komersial dari total tanaman sebanyak 800 batang dengan total volume 360 Kg gubal gaharu kualitas C. Usia tanaman pada lokasi ini telah mencapai umur 7 tahun. Potensi yang dihasilkan pada kedua areal ini cukup jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena faktor tempat tumbuh dan perlakuan yang berbeda pada kedua tempat tersebut.
Dari hasil pengukuran tegakan terhadap pengembangan gaharu yang telah dilakukan, volume terbesar terdapat pada lokasi 1 yang disebabkan jumlah tanaman Aquilaria malaccensis yang telah diinokulasi lebih banyak, dan juga kondisi fisik tanaman yang lebih baik di lokasi 1 dari pada kondisi fisik tanaman di lokasi 2.
Rincian Biaya Budidaya Gaharu Budidaya gaharu seluas 1 hektar yang dikembangkan di lokasi 1 ini
merupakan dari jenis Aquilaria malaccensis yang merupakan spesies endemik yang terdapat di wilayah kepulauan Indonesia. Pada areal seluas 1 hektar tersebut terdapat 2500 batang tanaman Aquilaria malaccensis dengan jarak tanam 2 x 2 meter. Untuk bibit dari Aquilaria malaccensis di lokasi ini didapatkan dari hasil pembibitan sendiri pemilik, dengan harga Rp. 2.000,00/ bibit. Seperti pernyataan Sumarna (2012), untuk budidaya monokultur dapat dipola sesuai program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jarak tanam 2 x 3 m atau 3 x 3 m ( 1000 – 1600 pohon/Ha) dan bila terpola secara diversifikasi (agroforestry, hutan campuran) ideal berjarak tanam 4 x 5 m (500 batang/Ha) atau 5 x 5 m (400 batang/Ha).
Universitas Sumatera Utara

Hasil wawancara yang dilakukan, rincian total biaya budidaya gaharu dalam satu daur panen pada lokasi 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Mahmuddin Sani

No Uraian

Jumlah

1 Sewa Lahan

1 Ha

2 Bibit Gaharu

2500 Btg

3 Peralatan

Sewa Traktor

1 Buah

Cangkul

7 Buah

Parang

4 Buah

4 Pupuk, Herbisida dan Pestisida

Kandang

375 Kg

Urea

1250 Kg

Pestisida

3 Btl

5 Pengolahan Lahan

30 HOK

6 Penanaman

2500 Lbg

7 Pemeliharaan

Penyiangan

14 HOK

Pemupukan

7 HOK

Pengendalian hama dan

8 penyakit

4 HOK

9 Penyuntikan fusarium

162 Phn

10 Pemanenan

162 Phn

Biaya Total

Harga Satuan (Rp)
2.000.000 2000
1.000.000 30.000 35.000
1.000 2.000 80.000 40.000 1.000
40 40
40 150 150

Jumlah (Rp)
16.000.000 5.000.000
1.000.000 210.000 140.000
375.000 2.500.000
720.000 1.200.000 2.500.000
2.800.000 1.680.000
480.000 24.300.000 24.300.000 83.205.000

Pada lokasi 1 ini merupakan lahan milik pribadi, karena dalam kriteria penghitungan analisis finansial harga sewan lahan harus ditetapkan maka sewa lahan ditetapkan sebesar Rp 2.000.000 per hektar pertahunnya. Nilai ini berdasarkan harga sewa lahan pada lokasi sekitar . Biaya untuk awal penanaman 2500 batang dari jenis Aquilaria malaccensis dari penyewaan traktor untuk pembersihan lahan Rp. 1.000.000,00, peralatan penunjang seperti parang dan cangkul Rp. 250.000,00. Untuk biaya penanman di areal ini dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

sistem borong per lubang tanamnya Rp. 1.000,00, maka biaya penanaman keseluruhan Rp. 2.500.000,00.
Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 6 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 2500 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 162 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan langsung oleh pemilik dikarenakan beliau telah bekerja sama dengan BALITBANG Kementerian Kehutanan dalam pembentukan fusarium. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang yang dikeluarkan untuk penyuntikan 162 batang Aquilaria malaccensis adalah Rp. 24.300.000,00.
Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem borongan, dimana proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dipatok harga Rp. 150.000,00 untuk satu batang pohon. Total biaya keseluruhan dalam pemanenan 162 batang adalah Rp. 24.300.000,00. Biaya ini sama besarnya dengan penyuntikan fusarium dan merupakan biaya terbesar dalam satu daur tanam.
Pada lokasi 2 ini, bibit diperoleh dari pembibitan yang ada pada lokasi 1 dengan jenis yang sama. Adapun rincian biaya budidaya gaharu yang dikeluarkan pada lokasi 2 ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Rincian biaya budidaya Gaharu pada areal Ponijo Sukendar

No.

Uraian

Jumlah

Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

1 Sewa Lahan

1 Ha

2 Bibit Gaharu

800 Btg

3 Peralatan

Sewa Traktor

1 Buah

Cangkul

7 Buah

Parang

6 Buah

Pupuk, Herbisida dan

4 Pestisida

Dolomit

2800 Kg

NPK

480 Kg

Herbisida

3 Ltr

5 Pengolahan Lahan

30 HOK

6 Penanaman

800 Lbg

7 Pemeliharaan

Penyiangan

14 HOK

Pemupukan

6 HOK

Pengendalian hama dan

8 penyakit

4 HOK

9 Penyuntikan fusarium

110 Phn

10 Pemanenan

110 Phn

Biaya Total

2.500.000 20.000.000 5.000 4.000.000

1.000.000 30.000 35.000

1.500.000 210.000 210.000

1.000 2.000 80.000 40.000
500

2.800.000 960.000 720.000
1.200.000 400.000

40.000 2.800.000 40.000 1.440.000

40.000 150.000 150.000

480.000 16.500.000 16.500.000 69.720.000

Pada lokasi 2 ini status lahan sama seperti lokasi 1, untuk sewa lahan

dilokasi 2 ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500.000,00 per hektar pertahunnya. Harga

bibit di lokasi 1 ini adalah Rp. 5.000,00, perbedaan harga dengan lokasi 1

dibesabkan karena biaya pengangkutan sampai ke lokasi 2. Untuk jarak tanam

pada areal ini dengan jarak 3 x 4 meter, dan pada areal ini terdapat 800 pohon.

Biaya awal untuk penanaman 800 batang dari jenis Aquilaria malaccensis dari

penyewaan traktor untuk pembersihan lahan Rp. 1.000.000,00, peralatan

penunjang seperti parang dan cangkul Rp. 420.000,00. Untuk biaya penanaman di

areal ini dilakukan dengan sistem borong per lubang tanamnya Rp. 500,00, maka

biaya penanaman keseluruhan Rp. 400.000,00.

Universitas Sumatera Utara

Di tempat ini tanaman Aquilaria malaccensis telah berumur 7 tahun, dan telah dilakukan penyuntikan fusarium untuk memebentuk gubal gaharu. Dari 800 pohon yang terdapat di areal tersebut hanya 110 pohon yang dilakukan penyuntikan, ini dikarenakan tidak semua pohon memiliki kriteria untuk pembentukan gubal gaharu tersebut. Penyuntikan fusarium untuk areal ini dilakukan oleh pihak luar dari lembaga penelitian Sei Putih Galang. Untuk biaya penyuntikan satu pohon Aquilaria malaccensis membutuhkan biaya Rp. 150.000,00 dan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk penyuntikan 110 batang adalah Rp. 16.500.000,00.
Pada proses pemanenan gaharu dilakukan dengan sistem kemitraan, dimana sebelum pemanenan telah dilakukan kerja sama dengan salah satu koperasi dan pihak luar dengan nilai jual gubal gaharu dipatok pada harga Rp. 500.000,00. Pemilik hanya mengeluarkan biaya untuk proses penebangan sampai dengan pemisahan gubal gaharu dengan harga Rp. 150.000,00/ pohon.
Jumlah pohon yang diinokulasi pada kedua lokasi hanya sebagian kecil dari jumlah pohon yang ada di lokasi disebabkan oleh 2 faktor: faktor pertama ialah kriteria diameter batang yang dapat diinokulasi adalah berdiameter diatas 10 cm, faktor kedua adalah keterbatasan biaya petani dalam penyuntikan fusarium. Diketahui untuk penyuntikan fusarium satu pohon diperlukan biaya sebesar Rp. 150.000, maka dari itu penyuntikan seluruh tanaman dilakukan secara bertahap. Keuntungan pemanenan dari periode pertama ini akan dialokasikan untuk penyuntikan fusarium pada periode berikutnya. Perbedaan penanaman dan pemeliharaan pada kedua lokasi disebabkan nilai dari upah kerja disetiap tempat yang tidak sama.
Universitas Sumatera Utara

Asumsi pembentukan gubal dan harga gaharu

Diketahui harga jual gaharu ditingkat produsen bervariasi tergantung

kulitas gaharu yang terbentuk. Kualitas A sebesar Rp. 2.000.000,00/ Kg, kualitas

B Rp 1.500.000,00/ Kg dan untuk kualitas C Rp. 500.000,00/ Kg, untuk gaharu

yang dihasilkan dari budidaya di lokasi 1 dan lokasi 2 dipatok pada gaharu

kualitas C dengan tingkat keberhasilan mencapai 2- 10 Kg per pohon, hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Forestry Research Development

Agency tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 3. Berikut :

Tabel 3. Asumsi pembentukan gubal gaharu setelah inokulasi.

Umur pemanenan gaharu setelah diinokulasi 1 tahun gaharu 2 tahun gaharu 3 tahun gaharu 4 tahun gaharu

Diameter ≥ 5 - ≤

15 Cm

Kelas A

Kelas C

0.45 2

0.60 3

0.75 4

0.90 5

Diameter ≥ 15 - ≤ Diameter ≥ 25 - ≤

25 Cm