Biodiversity and Climate Change Project

Kata Pengantar

Laporan ini disusun sebagai dokumen verifikasi untuk Tujuan Spesifik/Output-5 (Working Package 5): “Sumber-sumber pendapatan alternatif untuk masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan-kawasan yang dilindungi teridentifikasi dan dikembangkan”, dan sebagai laporan capaian Kegiatan Utama 5.2: “Dukungan untuk Kelompok Masyarakat dengan Upaya Menciptakan Pendapatan bagi Pemberdayaan Masyarakat”, Sub–Kegiatan 5.2.2 “Model unit bisnis terkait dengan pengembangan usaha pemanfaatan kayu dan produk-produk hasil hutan berbasis masyarakat”.

Laporan ini merupakan integrasi dari beberapa kegiatan lapangan dengan pendekatan studi, survey, dan proses-proses produksi serta pemasaran oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 (lima) desa pilot project Bioclime yang secara administrasi berada di Desa Napalicin (Kabupaten Musi Rawas Utara), Desa Karang Panggung (Kabupaten Musi Rawas), Desa Muara Sungsang (Kabupaten Banyuasin), Desa Kepayang dan Pangkalan Bulian (Kabupaten Musi Banyuasin) Provinsi Sumatera Selatan. Tim pelaksana kegiatan adalah Tim Project Bioclime bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya.

Dokumen laporan ini berisi tentang analisis kelayakan usaha untuk mendukung rencana pengembagan usaha masyarakat ( business plan ) dengan pendekatan kajian pustaka dan kajian empiris hasil survey lapangan, mencakup analisa aspek pemasaran, teknis dan produksi, keuangan, sosial ekonomi, dan dampak lingkungannya. Hasil analisisnya selanjutnya menjadi referensi untuk rencana pengembangan usaha ( business plan ) terkait dengan program pemberdayaan masyarakat dan KPH di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Pendapat, pandangan dan rekomendasi yang disampaikan pada laporan ini adalah pendapat, pandangan dan rekomendasi dari penulis dan tidak mencerminkan pendapat resmi dari BMUB dan/atau GIZ.

Palembang, April 2017 Tim Penyusun

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka pendekatan studi …………..................................................................... 3 Gambar 2. Saluran pemasaran produksi nilam …………................................................. 16 Gambar 3. Saluran Pemasaran Minyak Nilam di Desa Napalicin …………............

26 Gambar 4. Rantai Pemasaran dan Margin Harga Kopi di Kabupaten Muara Enim ……….......................................................................................................

37 Gambar 5. Rantai Pemasaran dan Margin Harga Kopi di Empat Lawang ……

38 Gambar 6. Distribusi Pasar Kopi dari OKU Selatan ………….......................................... 38 Gambar 7. Saluran Pemasaran Kopi Bubuk di Desa Karang Panggung ……….....

46

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dari hasil survey sosial ekonomi yang dilakukan di wilayah-wilayah binaan GIZ di

Provinsi Sumatera Selatan diperoleh informasi terkait potensi sumberdaya yang ada di wilayah tersebut yang dapat dijadikan sumber mata pencarian yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Dari baseline data yang diperoleh dari hasil survey pada wilayah pelaksanaan kegiatan proyek di empat kabupaten terpilih yaitu Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara didapat gambaran potensi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan yang dilindungi diidentifikasi dan dikembangkan tersebut.

Pada Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dengan lokasi terpilih pada Desa Napal Licin, komoditi nilam menjadi pilihan untuk dikembangkan. Kabupaten Musi Rawas dengan lokasi terpilih pada Desa Karang Panggung, ditetapkan komoditi kopi yang menjadi potensi sumber pendapatan alternatif. Berbeda halnya dengan Musirawas dan Muratara, pada wilayah ke tiga yaitu Kabupaten Banyuasin, jenis produk agroindustri nata de coco menjadi pilihan khususnya di Desa Muara Sungsang. Pada Kabupaten Musi Banyuasin, dengan desa terpilih yaitu Desa Kepayang dan Desa Pangkalan Bulian, terpilih komoditi kemenyan dan pakis pada Desa Kepayang, dan komoditi rotan dan madu sialang pada Desa Pangkalan Bulian.

Untuk menjadikan komoditi-komoditi terpilih tersebut menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat, diperlukan informasi yang akurat terkait kondisi dan potensi pengembangan komoditi tersebut, yang selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan business plan dari masing-asing komoditi yang akan dikembangkan. Hal ini perlu dilakukan karena pengembangan komoditi-komoditi tersebut sebagai alternatif pendapatan masyarakat diharapkan dapat diusahakan secara maksimal dan memberikan tambahan pendapatan yang berkelanjutan. Untuk itu, agar usaha tersebut menjadi ladang bisnis yang menguntungkan, maka sebelum usaha tersebut dimulai perlu dibuat business plan atau minimal tahu apa itu business plan.

Business plan diartikan sebagai dokumen tertulis yang disiapkan oleh wirausaha yang menggambarkan semua unsur yang relevan baik internal maupun eksternal mengenai bidang usaha dan potensi sumberdayanya untuk memulai suatu usaha. Tujuan dari business plan sebenarnya adalah sebagai jembatan antara ide dan kenyataan, serta memberikan gambaran yang jelas dari apa yang hendak dilakukan oleh calon wirausaha tersebut. Selain itu, business plan tersebut dapat juga digunakan untuk diberikan kepada Business plan diartikan sebagai dokumen tertulis yang disiapkan oleh wirausaha yang menggambarkan semua unsur yang relevan baik internal maupun eksternal mengenai bidang usaha dan potensi sumberdayanya untuk memulai suatu usaha. Tujuan dari business plan sebenarnya adalah sebagai jembatan antara ide dan kenyataan, serta memberikan gambaran yang jelas dari apa yang hendak dilakukan oleh calon wirausaha tersebut. Selain itu, business plan tersebut dapat juga digunakan untuk diberikan kepada

Pembuatan business plan dimulai dengan menyiapkan beberapa persyaratan yang diperlukan. Cara yang sederhana dalam membuat business plan adalah menyiapkan persyaratan yang disebut dengan 5W+1H, yaitu produk apa yang ingin dibuat, mengapa produk itu dibuat, siapa pasar atau pembelinya, kapan produk itu harus dibuat, dimana produk itu dibuat atau dimana produk akan dilakukan dan terakhir adalah bagaimana membuat produk tersebut. Pada wilayah sasaran yang akan dikembangkan potensi pendapatan alternatifnya ini, tidak diperlukan lagi tahap mencari ide untuk memilih produk apa yang akan dikembangkan, karena jenis komoditi/produk yang dikembangkan telah ditentukan berdasarkan hasil baseline data yang telah tersedia dari pelaksanaan survey sebelumnya. Jika sudah berada pada kondisi ini, maka persiapan pembuatan business plan dapat dilanjutkan pada tahap perumusan konsep ide usaha dan study kelayakan usaha. Ini wajib dilakukan untuk melihat apakah prospek dari bisnis produk tersebut nantinya akan layak jika dikembangkan. Kelayakan dari usaha yang harus dibuat meliputi kelayakan pasar, kelayakan teknis atau operasional, kelayakan manajemen organisasi dan yang terakhir adalah kelayakan keuangan. Hal-hal tersebut harus dipersiapkan dulu sebelum membuat business plan, setelah semuanya siap, baru boleh melanjutkan ke pembuatan business plannya. Untuk tahap persiapan tersebut, diperlukan dukungan data yang akurat terkait aspek-aspek kelayakan yang diperlukan, dan untuk mendapatkannya, secara ideal harus diperoleh melalui dukungan data primer di lapangan, yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan survey di lapangan dan wawancara kepada pihak-pihak yang terlibat, di masing-masing kabupaten dan desa terpilih dengan masing-masing data terkait komoditi yang terpilih untuk dikembangkan.

1.2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah:

(1) Melakukan analisis kelayakan usaha untuk tiap jenis komoditi unggulan yang

direkomendasikan oleh Kelompok Tani sebagai unit bisnis masyarakat; (2) Menyusun rekomendasi untuk rencana bisnis ( business plan ) terutama dalam merumuskan upaya-upaya pengembangan usaha Kelompok Tani ke depan agar lebih maju, berdayasaing dan berkelanjutan.

2. METODOLOGI

2.1. Kerangka Pendekatan Pelaksanaan studi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah

proses menyeluruh untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah hutan, khususnya wilayah KPH dan merupakan bagian dari Pilot Project Bioclime. Penyusunan rencana pengembangan usaha ( business plan ), akses pembiayaan terhadap keuangan mikro ( financial access to microfinance ), dan pengembangan kemitraan ( partnership s) dengan KPH merupakan bagian akhir proses pemberdayaan tersebut (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka pendekatan studi

2.2. Lokasi Studi Lokasi survey dalam rangka pengumpulan data primer dilakukan di 4 kabupaten

yang dipilih secara purposive karena merupakan wilayah kerja KPH dan wilayah binaan Bioclime, yaitu Kabupaten Muratara (Desa Napal Licin), Kabupaten Musi Rawas (Desa Karang Panggung), Kabupaten Musi Banyuasin (Desa Kepayang dan Desa Pangkalan Bulian), dan Kabupaten Banyuasin (Desa Muara Sungsang),

2.3. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk analisis ini meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer dikumpulkan melalui wawancara responden dengan tuntunan kuesioner yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi dan organisasi di tingkat wilayah yang terkait dengan jenis usaha yang disusun business plannya.

Jenis data yang dikumpulkan melalui responden meliputi profil responden, kondisi dan potensi komoditi terpilih yang diusahakan, kondisi dan potensi pasar, kondisi dan potensi faktor-faktor pendukung, serta faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari komoditi yang diusahakan.

2.4. Analisis Kelayakan Usaha Untuk mengkaji kelayakan usaha dan memformulasikan rekomendasi business

plan yang baik diperlukan data dasar yang akurat tentang kondisi dan potensi dari komoditi/bisnis yang akan diusahakan. Untuk itu sebelum business plan disusun, diperlukan pengumpulan data primer dan sekunder di lapangan terkait kondisi usaha yang akan dijalankan di wilayah sasaran. Untuk itu digunakan metode survey sebagai metode awal, yang dilanjutkan dengan analisis kelayakan usaha, dan rekomendasi untuk business plan mengikuti tahapan pembuatan yang ideal.

Analisis kelayakan dan bussiness plan yang dikaji meliputi komoditi perioritas di tiap desa pilot project Bioclime sebagai berikut: (1) Komoditi nilam; (2) Komoditi kopi; (3) Produk nata de coco; (4) Komoditi rotan; dan (5) Komoditi ubi kayu untuk tapioka.

Data yang terkumpul, selanjutnya ditabulasi secara sistematis mengikuti aspek yang dianalisis. Pengolahan data untuk analisis ekonomi menggunakan beberapa perhitungan matematis, untuk mendapatkan nilai biaya yang dibutuhkan dan perkiraan pendapatan yang diperoleh dari usaha yang dibuatkan business plannya.

(1) Analisa Pemasaran ( Marketing Analysis ) Pada bagian ini dijelaskan secara detail tentang siapa yang menjadi

konsumen barang atau jasa yang diusahakan. Secara lengkap ditulis tentang analisa kuantitatif dan kualitatif, karakteristik konsumen, tingkat persaingan, strategi harga serta strategi promosi. Pada bagian ini juga dijelaskan tentang bagaimana produk dibuat, kemasan dan harga dari produk atau jasa. Harga disini bisa dilihat dari harga jual dan harga beli. Hal ini juga termasuk tahap promosi penjualan meliputi strategi promosi, slogan, dan dana untuk promosi.

Bagian analisa pemasaran meliputi profil konsumen, potensi pasar serta prospek pertumbuhannya, market share saat ini, analisa kuantitatif dan kualitatif, strategi produk, harga serta pelayanan, penentuan target pasar.

(2) Analisa Produk (Product Analysis) Pada bagian ini dijelaskan bagaimana detail dari produk atau jasa yang

diusahakan. Analisa produk ini menjelaskan secara detail bagaimana produk tersebut dibuat dan pencarian bahan baku. Bagian ini meliputi analisa produk, definisi produk, perbandingan (keunggulan dan kelemahan pesaing), dan beberapa pertimbangan (bahan baku, tahap produksi).

(3) Analisa Manajemen (Management Analysis) Pada bagian ini dijabarkan bagaimana struktur manajemen dari bisnis

tersebut. Mulai dari struktur organisasi dan detail manajemen. Detail manajemen ini adalah tentang jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, sistem penggajian, kekuatan manajemen sampai kelemahan dari menajemen yang dimiliki sekarang. Bagian ini meliputi analisa manajemen, struktur organisasi, jumlah tenaga kerja dan keahlihannya, sistem penggajian/pengupahan, kekuatan dan kelemahan manajemen.

(4) Analisa Keuangan (Financial Analysis) Bagian ini adalah bab terakhir dari business plan. Pada bagian ini

dikemukakan bagaimana kondisi keuangan yang ada saat ini atau proyeksi keuangan di masa depan. Mulai dari perkiraan pendapatan, modal yang dimiliki saat ini, besar dana yang dibutuhkan serta biaya operasional sehari-hari. Bagian ini meliputi analisa keuangan, perkiraan pendapatan, modal yang dimiliki, besar dana yang dibutuhkan, biaya operasional harian, bulanan sampai tahunan.

3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Studi Terdahulu Studi terdahulu yang dimaksud dalam laporan ini adalah sejumlah studi yang

pernah dilakukan oleh Proyek Bioclime yang terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada berbagai lokasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat ( community-based forest management ) di Provinsi Sumatera Selatan. Dari berbagai studi tersebut, pada laporan ini secara khusus akan diulas hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK, Kelayakan Pengembangan HHBK, dan Peluang Pemasaran HHBK.

3.2. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK Valuasi dan pemetaan HHBK dilakukan dengan pendekatan CLAPS ( Community

livelihood appraisals and product scanning ). Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) di wilayah KPH yang menjadi mata pencaharian masyarakat, mengkaji situasi HHBK saat ini, dan menilai kesiapan masyarakat untuk mengelola usaha berbasis HHKB. Kajian ini dilaksanakan pada 6 wilayah KPHP, yaitu KPHK Meranti, KPHP Lalan, KPHP Rawas, KPHP Lakitan, KPHL Banyuasin, dan KPHP Benakat Bukit Cogong (BBC).

Kajian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2015 yang meliputi pelatihan metode CLAPS, pengumpulan data di lapangan bersama masyarakat, dan analisis data dan pelaporan. Kajian ini mengikutsertakan staff dari KPHP, LSM mitra Bioclime, staff Dinas Kehutanan, dan masyarakat setempat. Data yang dikumpulkan meliputi aset masyarakat (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, fasilitas fisik dan modal sosial), HHBK yang berada di area hutan dan non hutan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan penilaian ( scoring ) HHBK prioritas, penyusunan matriks pemanfaatan dan pengelolaan HHBK priorias yang sudah dilakukan, dan pemetaan HHBK prioritas. Analisis data menghasilkan 3 hal, yaitu hasil penilaian penghidupan masyarakat, HHBK prioritas, dan produk prioritas pada setiap KPHP.

3.2.1. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK di KPHP Meranti Kajian di KPHP Meranti dilaksanakan di Desa Pangkalan Bulian. Desa Pangkalan

Bulian memiliki kekayaan yang beragam, mulai dari hutan yang memberikan sumber bahan makanan (buah dan sayuran), hasil perkebunan (karet), bahan obat-obatan, madu, bahan bangunan (kayu) hingga jasa lingkungan (sungai). Desa ini juga memiliki hasil Bulian memiliki kekayaan yang beragam, mulai dari hutan yang memberikan sumber bahan makanan (buah dan sayuran), hasil perkebunan (karet), bahan obat-obatan, madu, bahan bangunan (kayu) hingga jasa lingkungan (sungai). Desa ini juga memiliki hasil

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang teridentifikasi di Desa Pangkalan Bulian meliputi 9 komoditi yang dapat dikelompokkan dalam HHBK penghasil bahan makanan, bahan kerajinan, obat-obatan, dan bahan mentah industri. Termasuk dalam kelompok HHBK bahan makanan adalah durian, baik yang dihasilkan dari pohon durian yang berada di dalam maupun di luar hutan. HHBK yang menjadi bahan kerajinan meliputi rotan, cikai, rumbai, pandan dan bambu. Sedangkan yang termasuk obat-obatan adalah madu dan pasak bumi. HHBK untuk bahan mentah industri adalah karet, baik yang ditanam di dalam maupun di luar areal hutan. Baik HHBK maupun produk yang dihasilkan diperuntukkan bagi konsumsi, penggunaan sendiri dan dijual untuk memperoleh uang tunai.

Berdasarkan pendekatan CLAPS, maka HHBK prioritas di Desa Pangkalan Bulian adalah rotan & madu sialang untuk area hutan, karet dan durian untuk area non hutan. Rotan mempunyai nilai tertinggi untuk semua indikator. Untuk area non hutan durian terpilih menjadi HHBK prioritas dengan nilai tertinggi untuk kesesuain tanah dan biofisik, tingkat ketahanan terhadap kekeringan, ketersediaan saprodi, sumber benih dan cara panen.

Rotan diambil batangnya untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan, baik untuk penggunaan sendiri maupun dijual. Luas areal hutan yang ditumbuhi rotan diperkirakan 5.000 ha yang dapat dipanen setiap saat. Pemanfaat rotan oleh masyarakat masih sedikit. Madu hutan dimanfaatkan sebagai obat, baik untuk digunakan sendiri maupun dijual. Madu dipanen setahun sekali. Berkurangnya bunga- bunga hutan sebagai sumber madu menyebabkan madu yang dihasilkan juga berkurang. Karet merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar masyarakat desa Pangkalan Bulian. Saat ini diperkirakan ada 500 ha kebun karet milik masyarakat. Panen getah karet dapat dilakukan setiap hari. Babi, rayap, dan jamur adalah ancaman bagi Rotan diambil batangnya untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan, baik untuk penggunaan sendiri maupun dijual. Luas areal hutan yang ditumbuhi rotan diperkirakan 5.000 ha yang dapat dipanen setiap saat. Pemanfaat rotan oleh masyarakat masih sedikit. Madu hutan dimanfaatkan sebagai obat, baik untuk digunakan sendiri maupun dijual. Madu dipanen setahun sekali. Berkurangnya bunga- bunga hutan sebagai sumber madu menyebabkan madu yang dihasilkan juga berkurang. Karet merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar masyarakat desa Pangkalan Bulian. Saat ini diperkirakan ada 500 ha kebun karet milik masyarakat. Panen getah karet dapat dilakukan setiap hari. Babi, rayap, dan jamur adalah ancaman bagi

Dari rotan dihasilkan berbagai produk kerajinan yang variatif, diantaranya kunju, ambung, lekar, sangke, pemukul kasur, dan bakul/sumpit. Produk-produk ini dibuat secara tradisional, tetapi kualitasnya cukup baik. Harga produk kerajinan rotan dari desa ini berkisar antara Rp 100.000 – Rp 150.000 per unit. Di Desa Pangkalan Bulian ada 30 orang pengrajin rotan.

Panen madu sialang dilakukan secara tradisional satu kali dalam setahun oleh sekitar 10 orang penduduk. Madu yang diperoleh berkisar antara 4.000 – 6.000 kg yang berasal dari 20-30 pohon yang dipanen. Madu dijual ke pengumpul lokal dan pengumpul dari Jambi dalam bentuk curah dengan harga Rp 30.000–60.000 per kg untuk yang berkualitas baik.

Produksi karet berupa getah karet (bokar) merupakan hasil utama dari Pangkalan Bulian. Produksi getah karet sekitar 30 ton per tahun dengan harga di tingkat penampung lokal pada saat survey Rp 4.500 per kg, dimana harga ini tergolong rendah.

Durian dihasilkan dalam bentuk buah segar dan produk olahan tradisional seperti tempoyak, lempok dan gula durian dengan kualitas baik. Produk olahan ini diproduksi secara musiman bersamaan dengan musim panen durian sekali dalam setahun. Produk olahan ini mempunyai umur simpan ( shelf life ) 1-12 bulan tergantung proses produksi dan pengemasannya. Harga produk olahan ini bervariasi untuk tempoyak Rp 50.000/kg dan lempok Rp 150.000/kg dengan pasar di sekitar desa.

3.2.2. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK di KPHP Lalan Kajian di KPHP Lalan dilakukan di Desa Kepayang. Mata pencaharian utama

penduduk Desa Kepayang adalah bekerja di perkebunan sawit (70% dari penduduk, >50% perempuan) dan berkebun karet. Kualitas kesehatan penduduk tergolong rendah karena sanitasi yang buruk, tidak ada drainase, tidak ada sumber air bersih, air sungai tercemar limbah pabrik sawit, dan paparan asap dari kebakaran hutan.

Desa Kepayang mencakup wilayah Hutan Desa seluas ± 5400 Ha dengan beragam potensi tanaman dan hewan yang bermanfaat sebagai sumber makanan, obat-obatan, bahan kerajinan, bahan bangunan dan pendapatan. Desa ini memiliki kebun karet seluas ±400 Ha yang dikelola 200 KK dan rumah walet yang dibangun di sekitar perkampungan.

Desa Kepayang memiliki sarana fisik yang terbatas dimana hanya ada bangunan PAUD dan SD, polindes, masjid dan pasar. Prasarana transportasi hanya berupa jalan Desa Kepayang memiliki sarana fisik yang terbatas dimana hanya ada bangunan PAUD dan SD, polindes, masjid dan pasar. Prasarana transportasi hanya berupa jalan

Uang beredar bersumber dari usaha sawit, karet, dan burung walet. Masyarakat tidak memiliki akses terhadap bank karena tidak ada layanan perbankan di desa ini. Ada 2 pasar di dekat desa yang beraktifitas pada saat hari gajian perusahan sawit yang dikenal dengan pasar gajian dimana pada hari tersebut peredaran uang cukup besar.

Selain pemerintahan desa, Desa Kepayang sudah memiliki lembaga-lembaga desa lainnya seperti LPM, lembaga adat, PKK, Posyandu, karang taruna, dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Selain itu ada pula lembaga bentukan dari pihak luar seperti KBR (Kebun Bibit Rakyat), KMPA (Kelompok Masyarakat Peduli Api). Disamping KPH Lalan, ada pula lembaga dari luar yang bekerja di desa tersebut seperti HaKI (Hutan Kita Institute), GIZ Bioclime, dan program PNPM.

Pada saat survey CLAPS dilakukan, HHBK prioritas dari Desa Kepayang adalah kemenyan, durian daun dan pandan besar. Pandan besar memiliki score tertinggi dalam penilaian HHBK prioritas karena tersedia banyak, terdistribusi luas, dan mudah berkembang biak. HHBK prioritas non hutan adalah pisang, karet, nenas dan ubi kayu. Nenas memiliki skor tertinggi karena tingkat kesesuaian yang tinggi, tahan pada musim kering, sumber benih berlimpah, biaya pemeliharaan rendah, cara panen mudah dan didukung oleh pengetahuan & keterampilan masyarakat yang cukup tinggi.

Sejak peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut pada akhir tahun 2015 di Desa Kepayang, seluruh HHBK yang telah diidentifikasi habis terbakar. Berdasarkan pertimbangan atas ketersediaan lahan dan peluang pasar Ubi Racun yang pada saat itu sedang “booming”, maka produk prioritas dari Desa Kepayang yang terpilih untuk dikembangkan adalah Ubi Kayu (Ubi Racun, Singkong) untuk bahan baku tepung singkong/tapioka. Tapioka adalah olahan dari singkong yang banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan berbagai produk makanan.

3.2.3. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK di KPHP Rawas Kajian yang terkait dengan KPHP Rawas dilaksanakan di Desa Napalicin. Wilayah

desa ini tidak masuk dalam wilayah KPH, tetapi berada di wilayah TNKS. Ide pelibatan KPH pada desa ini adalah untuk mengembangkan model kemitraan masyarakat dan KPH, sementara pemberdayaan masyarakat oleh TNKS belum intensif dilakukan. Penduduk desa Napalicin mayoritas berpendidikan sekolah menengah dengan keterampilan bertani desa ini tidak masuk dalam wilayah KPH, tetapi berada di wilayah TNKS. Ide pelibatan KPH pada desa ini adalah untuk mengembangkan model kemitraan masyarakat dan KPH, sementara pemberdayaan masyarakat oleh TNKS belum intensif dilakukan. Penduduk desa Napalicin mayoritas berpendidikan sekolah menengah dengan keterampilan bertani

Pertanian di Desa Napalicin didukung oleh kesuburan tanah yang tinggi dan sumber air yang cukup. HHBK dari hutan yang dimiliki desa ini belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih banyak pencari kayu illegal. Selain itu desa ini juga memiliki potensi wisata berupa gua batu, air terjun, dan batu ampar.

Desa Napalicin terhubung dengan daerah lain terutama melalui transportasi air seperti ketek, perahu dan rakit. Desa ini sudah memiliki Pustu dan Posyandu untuk melayani kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Penduduk desa sudah menikmati listrik dari PLTD desa. Penduduk juga memiliki akses terhadap alsin pertanian seperti traktor dan penggilingan padi. Teknologi tradisional sudah diterapkan seperti kincir air, perontok padi, dan penyulingan nilam. Namun, desa ini belum memiliki pasar, suplai air dan sarana sanitasi.

Selain bersumber dari pertanian, pendapatan masyarakat juga berasal dari pekerjaan buruh tani (pengolahan lahan dan panen). Kepemilikan tabungan serta layanan simpan pinjam belum tersedia di desa.

Kelembagaan yang ada di Desa Napalicin selain pemerintahan desa adalah BPD, kelompok tani, karang taruna dan lain-lain. Desa ini juga telah memiliki aturan terkait pemanfaatan sumberdaya alam, misalnya aturan pengambilan bambu.

HHBK prioritas kategori hasil hutan dari Desa Napalicin adalah bambu dan rotan. Sedangkan HHBK non-hutan berupa karet, nilam, dan jengkol. Baik HHBK hutan maupun non-hutan ini terpilih karena memenuhi kriteria kelimpahan, kemudahan panen, dekat dari desa, dapat berkembang biak dengan mudah, dan berkaitan dengan pengelolaan hutan.

Produk prioritas yang terpilih dari Desa Napalicin adalah minyak nilam yang diproses dari tanaman nilam. Ranting dan daun nilam dapat disuling menjadi minyak nilam dengan teknologi yang sederhana. Hasilnya berupa minyak atsiri yang dapat dipasarkan secara nasional dan global dengan harga jual yang relatif tinggi.

3.2.4. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK di KPHP Lakitan Kajian di KPHP Lakitan dilakukan di Desa Karang Panggung dan Desa Jajaran

Baru I. Pengembangan model usaha difokuskan pada Desa Karang Panggung sebagai model kemitraan masyarakat dengan KPH, karena letaknya di luar wilayah KPH, namun keberadaan desa ini penting sebagai desa yang memiliki koneksitas dengan daerah penyangga TNKS yang merupakan kawasan bernilai biodiversitas tinggi. Sumberdaya alam yang dimiliki Desa Karang Panggung meliputi hutan, lahan pertanian dan Baru I. Pengembangan model usaha difokuskan pada Desa Karang Panggung sebagai model kemitraan masyarakat dengan KPH, karena letaknya di luar wilayah KPH, namun keberadaan desa ini penting sebagai desa yang memiliki koneksitas dengan daerah penyangga TNKS yang merupakan kawasan bernilai biodiversitas tinggi. Sumberdaya alam yang dimiliki Desa Karang Panggung meliputi hutan, lahan pertanian dan

Sumber uang berasal dari upah dan penjualan hasil pertanian dan perkebunan. Penduduk desa ini sudah terakses kepada pelayanan jasa keuangan, baik menabung maupun meminjam uang.

Dari hasil skoring, HHBK prioritas desa Karang Panggung adalah Durian, Risi, Pakis dan jengkol untuk area hutan, sedangkan kopi, durian dan jahe merah untuk area di luar hutan. Durian mempunyai nilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, tingkat kesulitan panen, kemampuan berkembang biak, hubungan dengan pengelolaan hutan. Untuk area non hutan kopi terpilih menjadi HHBK prioritas dengan nilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, kesesuaian tanah dan biofisik, dan tingkat ketahanan terhadap kekeringan (tumbuh sepanjang tahun). Selain itu, masyarakat memiliki pengetahuan budidaya dan pemeliharaannya, saprodi termasuk benih tersedia, cara panen mudah dan biaya pengelolaan dapat dijangkau oleh masyarakat.

Dari kopi, Kelompok Tani dapat mengolahnya lebih lanjut menjadi produk kopi bubuk. Usaha produksi bubuk kopi dapat dijadikan produk prioritas karena telah mendapat dukungan dari KPH Lakitan dan OPD terkait di Kabupaten Musi Rawas, yakni Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Kantor Camat Selangit. Untuk dikembangkan menjadi icon daerah.

3.2.5. Hasil Valuasi dan Pemetaan HHBK di KPHL Banyuasin Kajian di KPHL Banyuasin dilaksanakan di Desa Muara Sungsang. Penduduk

Muara Sungsang rata-rata berpendidikan SD, sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan tradisional. Sebagian masyarakat memiliki keterampilan membuat atap dari daun nipah yang banyak tumbuh di sekitar. Desa Muara Sungsang memiliki hutan mangrove yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan.

Fasilitas umum yang terdapat di desa ini antara lain posyandu, pustu, jalan, jembatan. Sarana transportasi dari dan menuju ke desa ini adalah mobil, sepeda motor, perahu, perahu motor, dan sepeda. Listrik yang tersedia berasal dari Fasilitas umum yang terdapat di desa ini antara lain posyandu, pustu, jalan, jembatan. Sarana transportasi dari dan menuju ke desa ini adalah mobil, sepeda motor, perahu, perahu motor, dan sepeda. Listrik yang tersedia berasal dari

Sumber pendapatan masyarakat desa Muara Sungsang berasal dari upah buruh (pembersihan lahan, tani, buruh panen). Desa ini belum memiliki lembaga keuangan formal.

Desa Muara Sungsang sudah memiliki lembaga pemerintahan desa. Selain itu terdapat pula kelompok Tani, Karang Taruna, dan lain-lain. Desa ini juga sudah memiliki aturan dan sangsi bagi yang mengambil hasil hutan secara berlebihan.

HHBK prioritas dari Desa Muara Sungsang berdasarkan skor yang diperoleh untuk area hutan adalah udang dan bandeng. Sedangkan untuk area non hutan adalah jagung dan kelapa. Udang bernilai tinggi untuk indikator tingkat kesulitan panen, jarak dari kampung, kemampuan berkembang biak, dan hubungan dengan pengelolaan hutan. Sedangkan jagung terpilih karena bernilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, kesesuaian lingkungan biofisik, tingkat ketahanan terhadap kekeringan, pengetahuan budidaya dan pemeliharaan, ketersediaan saprodi, sumber benih dan cara panen.

Produk prioritas dari Desa Muara Sungsang yang terpilih adalah produk olahan dari kelapa kelapa, yakni sari kelapa ( nata de coco ), sabut, arang tempurung, lidi, termasuk santan, minyak, virgin coconut oil (VCO). Untuk dikembangkan menjadi usaha produktif, produksi nata de coco menjadi pilihan bagi masyarakat Muara Sungsang.

3.3. Hasil Studi Rantai Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Studi Rantai Nilai HHBK ditujukan untuk memetakan rantai nilai produk prioritas

yang terpilih dari masing-masing desa pilot project Bioclime. Rantai nilai adalah alur dari pelaku yang melakukan aktivitas (fungsi) terkait pemberian nilai tambah atas suatu produk, mulai dari produk primer, prosesing, pemasaran, hingga produk akhir sampai kepada konsumen. Analisis rantai nilai mencakup 2 langkah utama. Pertama, memahami pasar aktual dari produk agar dapat menempatkan pelaku pada posisi dan perannya. Kedua, memetakan nilai dengan mengidentifikasi 6 aspek berikut: 1)

Konsumen dan kriteria produk (jenis, kualitas/gred, volume, periode). 2)

Pelaku dan peran. 3)

Kegiatan. 4)

Alur produk. 5)

Logistik. 6)

Isu eksternal (aturan, kebijakan). Rantai nilai HHBK pada 5 desa pilot project Bioclime disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Rantai nilai produk HHBK prioritas pada 5 desa pilot project Bioclime Desa/

Isu No

Pelaku

Produk Konsumen

Usaha

Kegiatan Alur Produk Logistik Eksternal

1 Pangkalan Nasional,

Penyim- SNI, aturan Bulian/

panan, ekspor, Produk

pengang- asosiasi rotan

pangkas, production

2 Kepayang/ Pasar/

Penyim- Limbah, Ubi Kayu

panan, pencemara untuk

pengang- n Tepung

nasional

pul, peda-

sawut,

retailing

kutan singkong

3 Napalicin/ Nasional,

Penyim- GAP, GMP, Minyak

panan, SNI Nilam

4 Karang Lokal,

Penyim- GAP Panggung/

Petani,

Produksi, Produksi,

panan, (luwak), Kopi

distribusi GMP, SNI, Organik

pengang- ketentuan bubuk,

kutan ekspor, instant)

sanggrai, retailing,

AEKI, ICO

ayak,

exporting

giling, kemas

5 Muara Lokal,

Penyim- GMP, SNI Sungsang/

processingp panan, Nata de

pengang- Coco

pul,

kemas

ackaging

pengecer

retailing

kutan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha diperlukan sebelum usaha tersebut dijalankan untuk

memberikan rekomendasi dan pertimbangan terhadap usaha yang akan dilaksanakan, apakah layak atau tidak untuk diusahakan, melalui ukuran kriteria-kriteria kelayakan yang dianjurkan dalam perhitungan analisa kelayakan finansial. Selain itu, melalui kajian kelayakan, dapat membantu pelaku usaha untuk mempersiapkan rencana-rencana apa saja yang harus dikerjakan. Hasil kajian kelayakan terhadap komoditi-komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan oleh masyarakat di wilayah kajian, disajikan secara berurutan yang ditinjau dari berbagai aspek yang diperlukan.

UNIT BISNIS NILAM

4.1.1. Aspek Pemasaran Nilam (Kajian Pustaka) Nilam merupakan komoditi yang diolah menjadi bahan baku minyak wangi dan

jenis kosmetika lainnya. Hasil tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling batang dan daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak nilam dalam industri parfum dan kosmetika. Sebagai bahan baku minyak wewangian pasaran minyak nilam sebagian besar adalah ke luar negeri. Di pasar intemasional minyak nilam dikenal dengan nama "Patchouli oil", namun dalam dunia perdagangan dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouly naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai minyak atsiri). Minyak nilam merupakan produk yang terbesar untuk minyak atsiri dan pemakaiannya di dunia menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fixative.

Data ekspor BPS (2015) menunjukkan bahwa kontribusi minyak nilam (Patchouli oil) terhadap pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 60%, minyak akar wangi (Vetiner oil) sekitar 12,47%, minyak serai wangi (Citronella oil) sekitar 6,89%, dan minyak jahe (Ginger oil) sekitar 2,74%. Rata-rata nilai devisa yang diperoleh dari ekspor minyak atsiri selama sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat. Ekspor Minyak Nilam Indonesia tahun 2010 sebesar 1.540 ton (58,89 juta$), meningkat di tahun 2011 sebesar 1.567 ton – (71,93 juta$) (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2013). Walaupun secara makro nilai ekspor ini kelihatannya kecil namun secara mikro mampu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan yang pada Data ekspor BPS (2015) menunjukkan bahwa kontribusi minyak nilam (Patchouli oil) terhadap pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 60%, minyak akar wangi (Vetiner oil) sekitar 12,47%, minyak serai wangi (Citronella oil) sekitar 6,89%, dan minyak jahe (Ginger oil) sekitar 2,74%. Rata-rata nilai devisa yang diperoleh dari ekspor minyak atsiri selama sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat. Ekspor Minyak Nilam Indonesia tahun 2010 sebesar 1.540 ton (58,89 juta$), meningkat di tahun 2011 sebesar 1.567 ton – (71,93 juta$) (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2013). Walaupun secara makro nilai ekspor ini kelihatannya kecil namun secara mikro mampu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan yang pada

Negara-negara tersebut mengimpor minyak nilam, karena minyak nilam sangat baik digunakan untuk industri parfum dan kosmetika. Minyak nilam adalah satu-satunya minyak atsiri yang memiliki Pachouli Alcohol berguna untuk memfiksasi parfum agar wanginya lebih tahan lama. Sistem penjualan minyak nilam Indonesia sangat bergantung pada harga minyak nilam di pasaran dunia. Hal ini juga didukung oleh penelitian Sari (2009) menyebutkan bahwa harga ekspor minyak nilam Indonesia mengikuti perkembangan harga internasional. Zakiah (2000) menyebutkan bahwa harga minyak nilam di pasaran dunia ini sangat responsif terhadap volume ekspor minyak nilam. Hal ini dikarenakan harga internasional minyak nilam menganut pada harga di negara Perancis. Perancis lebih selektif dalam mengimpor minyak nilam, berbeda dengan Singapura dan Amerika Serikat yang yang selama ini lebih mengimpor minyak nilam kasar. Perancis hanya mengimpor minyak nilam dengan mutu yang tinggi dan bebas dari kandungan besi.

Perancis menjadi patokan harga pasaran minyak nilam dunia, karena harga yang dibuat oleh Perancis memiliki nilai yang tinggi dan dengan mutu minyak nilam yang baik. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan harga minyak nilam di pasaran dunia sangat ditentukan oleh mutu minyak nilam dan volume ekpor minyak nilam dari negara eksportir utama. Selain itu harga minyak nilam dunia menunjukan kecenderungan meningkat. Hal inimenunjukan bahwa semakin tinggi permintaan minyak nilam di pasaran dunia akan menyebabkan harga minyak nilam di pasar dunia juga meningkat.

Prospek bisnis minyak atsiri nilam yang digunakan sebagai bahan baku industri wangi-wangian (parfum) itu dinilai cukup cerah, karena bahan baku tersebut tersedia cukup banyak di Indonesia. Tetapi, karena Indonesia masih mengandalkan Singapura Prospek bisnis minyak atsiri nilam yang digunakan sebagai bahan baku industri wangi-wangian (parfum) itu dinilai cukup cerah, karena bahan baku tersebut tersedia cukup banyak di Indonesia. Tetapi, karena Indonesia masih mengandalkan Singapura

Di pasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia sudah sangat dipercaya oleh para konsumen di luar negeri. Hal itu terlihat bahwa porsi minyak nilam Indonesia di pasaran dunia mencapai 88-90% dari pasaran minyak nilam dunia. Saat ini diperkirakan kebutuhan minyak nilam dunia berkisar antara 1.100 - 1.200 ton/tahun. Sedangkan pasokan minyak nilam saat ini kurang lebih 900 ton/tahun sehingga ada peluang pasar sebesar 200 ton/tahun.

Selain pasar ekspor, minyak nilam juga mempunyai pesar lingkup nasional, meskipun jumlahnya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan pasar ekspornya. Berkembangnya produk kosmetik, parfum dan peralatan kecantikan dalam negeri akan memacu pertumbuhan pemakaian minyak nilam dalam negeri seperti Mustika Ratu, Ratu Ayu, Viva Cosmetics, dll.

Pola pemasaran minyak nilam di wilayah-wilayah produsen nilam umumnya melibatkan pedagang pengumpul atau KUD sebagai lembaga pemasaran yang menampung hasil produksi petani, karena petani masih sulit menembus pasar nilam secara langsung sehingga memerlukan pedagang perantara (pedagang pengumpul). Sistem pemasaran minyak nilam selama ini adalah melalui pedagang pengumpul di tingkat petani dan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan kemudian ke eksportir. Harga minyak nilam di pasaran cenderung berfluktuasi mengikuti harga pasaran internasional dengan kisaran harga beli tertinggi minyak atsiri nilam Indonesia oleh Singapura Rp 2 juta/kg, sedangkan harga beli terendah Rp 200 ribu/kg.

Kegiatan distribusi pemasaran nilam umumnya melalui saluran pemasaran yang melibatkan lembaga pemasaran petani, pedagang pengumpul dan eksportir sebagai berikut:

Pedagang Besar / Petani Nilam

Pedagang Pengumpul

Pengusaha Pemilik Kilang

Lokal

Minyak /Eksportir

Gambar 2. Saluran pemasaran produksi nilam

Pada tingkat petani, produk nilam yang dijual umumnya dalam bentuk : • Daun basah, yang dinilai dengan harga pada kisaran Rp.2.000 - Rp.5.000,- • Daun kering nilam dihargai Rp 10.000–Rp 15.000 per kilogram (kg). Daun kering

inilah yang nantinya disuling hingga menghasilkan minyak nilam. Biasanya dari daun basah akan susut 70% menjadi daun kering.

• Untuk batangnya, dijual dengan harga Rp 7.000–Rp 10.000 per kg. • Jika disuling menjadi minyak, maka harga pasaran di tingkat pedagang pengumpul

berkisar Rp.220.000 sampai dengan Rp.240.000 per liter. Namun perkembangan saat ini, kebanyakan petani nilam lebih memilih menjadi penyulingnya saja karena harga minyak lebih mahal daripada bahan bakunya. Jika langsung bisa menembus pasar ekpor, 1 kg minyak nilam harganya Rp 700.000–Rp 800.000. Lantaran itu, permintaan bahan baku seperti daun kering dan batang nilam sangat tinggi di pasaran. Persoalannya, sekarang jumlah petani nilam sangat sedikit. Dengan demikian, potensi pengusahaan komoditi nilam ke depan cukup menjanjikan.

Harga jual pada masing-masing tingkatan tersebut berbeda satu sama lain namun harga pada masing-masing tingkatan ditentukan oleh harga pada tingkatan ke-3 yaitu harga penjualan ekspor. Para pengumpul/lokal biasanya memperoleh informasi harga dengan mengadakan penawaran kepada beberapa eksportir dan menjual kepada penawaran yang tertinggi. Pola pemasaran yang terbuka ini akan menguntungkan para pemasok lokal namun belum tentu menguntungkan bagi petani karena informasi harga ekspor ke petani tidak sampai kepada mereka.

4.1.2. Aspek Teknis dan Produksi Nilam (Kajian Pustaka) Produksi nilam dalam bentuk daun basah, kering maupun minyak nilam,

dihasilkan dari teknis pelaksanaan produksi usahatani nilam, yang dimulai dari pengolahan tanah sampai dengan pemanenan dan pengolahan hasil.

Secara teknis, tanaman nilam dapat tumbuh subur pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang baik dapat ditumbuhi adalah regosol, latosol dan aluvial. Tekstur tanahnya adalah tanah lempung berpasir, atau lempung berdebu dan keasaman tanah antara pH = 6 - 7 dan mempunyai daya resapan tanah yang baik dan tidak menyebabkan genangan air pada musim hujan.

Untuk menghasilkan daun nilam dengan konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang jatuh secara langsung sekalipun daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal sehingga seakan berfungsi sebagai pelindung akan menghasilkan tanaman nilam yang berdaun hijau, lebar tipis namun kadar minyaknya lebih rendah. Persyaratan agroklimat nilam adalah sebagai berikut:

• Tanah : Gembur banyak mengandung bahan organik , tidak tergenang dan pH tanah

antara 6–7 • o Temperatur : 18-27 C

• Ketinggian : 100-400 m • Curah Hujan : 2300-3000 mm/year • Kelembaban : 60-70%

Pengolahan lahan dapat dimulai 1–2 bulan sebelum tanam dengan pencangkulan tanah sedalam 30 cm. Tujuan pencangkulan selain untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur dan remah, sekaligus pembersihan tumbuhan penganggu (gulma). Setelah tanah dicangkul kemudian dibuat bedengan-bedengan untuk ditanami nilam. Ukuran bedengan tinggi 20–30 cm, lebar 1-1,5 meter dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jarak antara bedengan satu dengan lainnya berkisar antara 40-50 cm untuk memudahahkan perawatan. Tanah bedengan tersebut dibiarkan seminggu kemudian dicangkul untuk meremahkan tanah yang sekaligus dapat dilakukan pemberian pupuk organik (pupuk kandang) yang sudah dimatangkan. Kebutuhan pupuk sebanyak 10–20 ton per hektar tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Setelah diberi pupuk kandang kemudian didiamkan selama 2 minggu. Menjelang waktu tanam dibuat lubang tanam ukuran 15 cm panjang x 15 cm tinggi x 15 cm lebar. Jarak antara lubang satu dengan lainnya antara 40 cm x 50 cm atau 50 cm x 50 cm.

Untuk memperoleh bibit yang baik, dapat diambil dari cabang yang muda dan sudah berkayu dengan ruas pendek. Panjang stek antara 20-30 cm dan mempunyai 3-4 mata ruas. Potongan stek disemaikan pada lahan persemaian yang subur dan gembur dan dekat sumber air. Apabila perlu diberikan sedikit pelindung dari anyaman daun nipah atau daun kelapa. Tanah persemaian adalah campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Tanah persemaian diberi pupuk kandang atau pupuk kompos secara merata. Penanaman stek pada bedeng persemaian dengan jarak 10 cm x 10 cm dengan posisi miring 450. Sebelum stek tumbuh perlu dilakukan penyiangan dan penyiraman. Setelah 2–3 minggu akan nampak tunas muda yang tumbuh. Untuk mempercepat pertumbuhan akar sebelum ditanam stek dicelup dalam cairan hormon perangsang tumbuhnya akar. Pada umur 4–5 minggu tunas dan akar akan tumbuh secara merata dan siap dipindahkan ke kebun.

Mengingat faktor musim sangat berpengaruh pada tanaman nilam yang peka terhadap kebutuhan air, maka waktu tanam diusahakan pada permulaan musim hujan. Penanaman nilam dilakukan dengan memasukkan stek kedalam lubang dan ditutup dan dipadatkan. Dalam penanaman stek diatur agar 2- 3 buku masuk dalam lubang tanah Mengingat faktor musim sangat berpengaruh pada tanaman nilam yang peka terhadap kebutuhan air, maka waktu tanam diusahakan pada permulaan musim hujan. Penanaman nilam dilakukan dengan memasukkan stek kedalam lubang dan ditutup dan dipadatkan. Dalam penanaman stek diatur agar 2- 3 buku masuk dalam lubang tanah

Setelah 3 minggu perlu dilakukan pengecekan apakah stek tumbuh dengan baik dan pada stek yang kurang baik pertumbuhan tunasnya diperlukan penyisipan dengan mengambil stek berasal dari persemaian yang sama agar pertumbuhan merata. Pada masa pertumbuhan tanaman nilam membutuhkan air untuk kelembaban tanah terutama pada musim kemarau. Penyiraman dapat dilakukan dengan mengalirkan air pada parit- parit antara bedengan atau dengan menggunakan sprinkle shower . Pemberian air diatur sesuai dengan umur tanaman nilam, dengan jumlah akan terus berkurang.

Untuk kegiatan pemupukan, umumnya digunakan 2 jenis pupuk yaitu pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk organik diperoleh daril limbah kotoran hewan, pupuk hijau. Untuk melangsungkan pertumbuhan daun perlu diberikan pupuk daun yakni pada saat tanaman berumur 1 bulan, 3 bulan dan setelah panen. Merek pupuk yang banyak dipakai seperti Bayfolan, Gandasil D, PPC, Silozin dll yang ada dijual di depot-depot KUD. Pemberian pupuk berdasarkan pada umur tanaman tersaji pada Tabel 2.

Penyakit yang umumnya menyerang tanaman nilam adalah penyakit layu dan budog. Timbulnya penyakit layu umumnya berasal dari tanah bekas tanaman nilam yang terkena penyakit layu dan budog yang terkontaminasi oleh patogen penyakit layu dan budog. Jenis hama yang sering menyerang adalah walang sangit, yang ditanggulangi dengan racun kontak atau jaringan. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan perbaikan kultur tehnis. Tabel 2 Dosis penggunaan pupuk untuk tanaman nilam

Umur Tanaman

Pupuk Urea

Pupuk ZA

Pupuk TSP Pupuk KCl

1 - 2 Bulan

12,5 - 25 5-8

25 -50

25 - 50

12,50 Pasca Panen

8 -12

12 - 16

50 - 75

50 -75

50 -75

50 -75

Seluruh bagian tanaman nilam pada dasarnya mengandung minyak nilam namun dengan kadar yang berbeda. Kadar terbesar ada pada daunnya namun dalam proses penyulingan daun dan batang disuling secara bersama-sama. Pemanenan dilakukan pada umur 7-9 bulan setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan 3-4 bulan sekali hingga umur produktif 3 tahun setelah itu tanaman diremajakan. Pemanenan dilakukan pada sore hari atau pagi hari dan menghindarkan pemanenan pada siang hari karena akan mengurangi kandungan minyak yang diperoleh. Dahan dipanen dengan gunting dan menyisakan 1 cabang tetap tumbuh untuk meransang tumbuhnya tunas baru.

Produksi total usahatani nilam per tahun diperoleh dari semua hasil panen nilam basah pada tahun tersebut, sedangkan bentuk produksi yang dijual umumnya tergantung pada musim. Apabila kemarau petani menjual nilam kering sedangkan pada musim hujan yang dijual adalah nilam basah. Produksi nilam umumnya meningkat setiap tahunnya sampai dengan umur produktifnya. Produksi pada tahun ketiga lebih besar dibanding pada tahun pertama dan kedua. Hal ini disebabkan karena morfologi tanaman nilam adalah semak/berumpun, sehingga setelah dilakukan panen pertama maka pertumbuhannya akan terpicu dan lebih banyak cabangnya, sehingga produksi per pohon bisa lebih banyak lagi untuk panen selanjutnya. Selain itu, pemberian pupuk juga dapat mempengaruhi produksi tanaman nilam. Pada tanaman yang tumbuh baik akan dihasilkan daun basah 5-20 ton/ha/tahun, setara dengan 1-4 ton daun kering. Bila kadar minyak 2,45-4%, maka ini berarti produksi minyaknya 25-160 kg/tahun (Balittro, 1990).

Untuk kegiatan penyulingan minyak nilam (Destilasi), diperlukan investasi peralatan penyulingan terdiri atas : • Ketel uap

• Pasu penguapan dan tungku pemanasan dengan bahan baku kayu atau batu bara • Pipa pendingin dan bak air pendingan • Gelas penampung

Proses yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah: daun nilam kering dimasukkan dalam pasu penguap, airnya diperoleh dari ketel penguap. Uap mengalir kedalam daun nilam dan membawa minyak nilam dan pada proses pendinginan di pipa pendingin campuran air dan minyak mengembun kemudian ditampung pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat pemisah atau secara sederhana disendok. Hasil minyak disimpan dalam drum yang dilapisi seng ( zinc coated ).

Kapasitas pasu penguap 100 kg daun kering per sekali masak, waktu penguapan

8 jam dan hasil minyak nilam antara 2,50–3,0 kg. Kebutuhan bahan bakar persekali pemasakan 0,25 m 3 .

4.1.3. Aspek Keuangan Usaha Nilam (Kajian Pustaka) (a) Biaya Investasi Aspek keuangan untuk budidaya dan industri minyak nilam (yang merupakan satu kesatuan usaha), hanya saja untuk industri minyak nilamnya diusahakan secara kelompok, sehingga asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: - Usaha ini dibuat per kelompok karena jika diusahakan sendiri, sulit untuk memenuhi

kapasitas mesin penyuling dan biaya investasi juga sangat besar, sehingga diasumsikan bahwa setiap pengusaha kecil telah memiliki satu hektar lahan;

- Kapasitas unit pengelolaan minyak nilam adalah 100 kg daun nilam kering per batch

(8 jam). Jika dalam satu hari unit pengolahan ini bekerja sama sampai 2 batch, ini berarti akan menampung daun nilam kering 200 kg. Bila produksi rata-rata per hektar lahan budi daya nilam mencapai 15.000 kg daun nilam basah per tahun atau 3.000 daun nilam kering, maka dalam 3 bulan harus dipanen sebesar 750 kg daun nilam kering. Pekerjaan ini membutuhkan 10 hari kerja. Dalam 3 bulan satu unit penyulingan akan mengolah sekitar 20 ha lahan budidaya nilam;

- Unit pengolahan minyak nilam ini dimiliki bersama oleh petani (kelompok) 20 ha; - Biaya investasi dan operasi unit pengolahan di bebankan kepada setiap satu hektar

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

The correlation intelligence quatient (IQ) and studenst achievement in learning english : a correlational study on tenth grade of man 19 jakarta

0 57 61

An analysis of moral values through the rewards and punishments on the script of The chronicles of Narnia : The Lion, the witch, and the wardrobe

1 59 47

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22