Hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK

DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI

DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI

SITI NUR FAUZIAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Siti Nur Fauziah NIM: I14104022


(3)

ABSTRACT

SITI NUR FAUZIAH. The Relationship of Food Consumption, Exercising Habits and Hemoglobin Level of Female Students of SMPN 27, Sumur Batu Village Bekasi. Under guidance from IKEU EKAYANTI and YAYAT HERYATNO

The objective of the research was to analyze the correlation of food consumption, physical exercise habit and their effects on haemoglobin levels of female students at SMPN 27 Bekasi. This research used cross sectional study. The number of samples were 90 female students aged 13–15 years old. This research used food semiquantitative frequency questionnaire and anaemia status with haemoglobin level. A large number of students were in normal anaemia status (84.5%) while the rest was anaemia (15.5%). Average energy consumption was 1506±532 calories. Average protein consumption was 60.6±35.5 g. Average Vitamin A consumption was 741.6±698.0 RE. Average Vitamin C consumption was 68.0±67.9 g. Average iron consumption was 22.3±16.9 mg. Most students showed non regular excercise. The frequency of excercise was once a week, with excercising duration of 30 to 60 minutes.

Spearman‟s correlation showed that there was a relationship between the

consumption of mangoes with haemoglobin levels with negative correlation value (p<0.05). Spearman‟s correlation showed that there wasn‟t a relationship between the exercising habits and haemoglobin levels p(>0.05).

Key words: female students, food consumption, hemoglobin level, physical exercise


(4)

RINGKASAN

SITI NUR FAUZIAH. Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi. Di bawah bimbingan IKEU EKAYANTI dan YAYAT HERYATNO

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dengan kadar hemoglobin remaja putri di SMPN 27 Bekasi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga remaja putri, 2) mengidentifikasi riwayat penyakit remaja putri, 3) mengidentifikasi kebiasaan makan dan konsumsi pangan remaja putri, 4) mengidentifikasi kebiasaan latihan fisik remaja putri, 5) mengidentifikasi kadar hemoglobin remaja putri, 6) menganalisis hubungan kebiasaan makan, riwayat penyakit dan kadar hemoglobin pada remaja putri, 7) menganalisis hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri.

Jenis penelitian yang digunakan adalah cros ssectional study. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan pengukuran langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan data konsumsi pangan contoh. Data sekunder berupa gambaran umum tempat penelitian yaitu SMPN 27 kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2012. Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13–15 tahun yaitu siswi kelas VIII SMPN 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi yang digunakan adalah remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak sedang mengalami sakit saat pengambilan darah, bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian. Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian adalah 90 orang.

Usia contoh berkisar antara 13–15 tahun, dimana sebagian besar contoh (70%) berada pada usia 13 tahun dengan rata-rata usia 13.0±0.5 tahun. Sebagian besar contoh (73.3%) memiliki status gizi normal. Rata-rata nilai pengetahuan gizi adalah 68.4 dengan kisaran nilai 15–95 dan sebagian besar pengetahuan gizi contoh (72.2%) berada pada kategori sedang. Sebagian besar contoh (67%) mengalami menstruasi pertama kali pada usia 12–13 tahun. Lebih dari separuh contoh (83%) memiliki frekuensi menstruasi yang normal, yaitu sebulan sekali. Sebagian besar contoh (81.1%) memiliki lama menstruasi yang tergolong normal.

Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 2–10 orang. Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang (5–6 orang). Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah (56%) dan ibu (71%) contoh berada pada jenjang sekolah dasar (SD). Sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (89%) bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Rata-rata skor kebiasaan makan contoh (58%) termasuk pada kategori cukup. Konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian contoh sebesar 440.2 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi sebesar 650 g/hari. Konsumsi


(5)

kacang-kacangan dan biji-bijian sebesar 76.7 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Konsumsi daging, unggas, ikan dan telur contoh sebesar 152g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori normal dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari. Konsumsi sayuran contoh sebesar 52 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari. Konsumsi buah-buahan contoh sebesar 150g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Jenis minuman yang sering dikonsumsi contoh adalah susu, konsumsi minumancontoh sebesar 252.4 ml, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori lebih dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari.

Konsumsi energi contoh adalah 1506532 Kalori. Berdasarkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh (53%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi protein contoh adalah 60.635.5 g. Berdasarkan tingkat kecukupan protein, sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin A contoh adalah 741.6698.0 RE. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A, sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin C contoh adalah 68.067.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi zat besi contoh adalah 22.316.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat.

Sebagian besar contoh (76%) tidak berolahraga secara teratur dengan frekuensi rata-rata 1.24±0.43 perminggu. Sebagian besar contoh (76%) hanya melakukan olahraga dengan frekuensi 1 kali perminggu, yaitu pada hari sekolah dimana ada pelajaran olahraga dengan durasi olahraga contoh tertinggi terdapat pada durasi 30–60 menit.

Konsentrasi hemoglobin contoh berkisar antara 6.5 hingga 15.4 g/dl dengan rata-rata kadar hemoglobin 12.7 g/dl. Status anemia dikategorikan menjadi empat dan didapatkan 1.1% contoh mengalami anemia berat, 3.3% anemia sedang, 11.1% anemia ringan dan normal. Sebagian besar contoh (84.4%) tidak mengalami anemia (normal).

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara riwayat penyakit, riwayat kecacingan dengan kadar hemoglobin. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat hubungan yang erat antara kebiasaan olahraga, konsumsi pangan dengan kadar hemoglobin.


(6)

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK

DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI

DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI

SITI NUR FAUZIAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

Dari Program Studi Ilmu Gizi Pada

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(7)

Judul : Hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi

Nama : Siti Nur Fauziah NIM : I114104022

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes Yayat Heryatno SP, MPS

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh:

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi” sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MSi dan Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberi arahan, masukan serta saran yang sangat membangun kepada penulis, serta Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan.

2. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked, Msi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi.

3. Ibunda, ayahanda dan keluarga tercinta, serta mama yang senantiasa memberi cinta, dukungan baik secara moral dan materi, semangat, dan doa yang begitu tulus kepada penulis.

4. Pihak SMPN 27 Kota Bekasi yang telah membantu kelancaran penelitian. 5. Teman-teman penelitian payung (Tias dan Erni) yang selalu bersama-sama

dalam turun lapang dan mengerjakan skripsi.

6. Teman-teman alih jenis Gizi Masyarakat angkatan 4 terima kasih atas segala bantuan, dukungan yang diberikan, kebersamaan dan cerita-cerita indah selama ini

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan penelitian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua

Bogor, Maret 2013


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 20 November 1989 di Balikpapan, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. M. Hamzah Hadam dan Ibu Hj. Ida Rosyidah. Penulis bersekolah di SD Negeri Pengadilan 2 Bogor lalu pindah sekolah ke SD Negeri Empang 2 Bogor pada tahun ketiga. Setelah lulus sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 9 Bogor dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN7 Bogor jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Diploma IPB. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di RS Salak Bogor sejak tanggal 2 September sampai 2 November 2009. Penulis melakukan Praktek Usaha Jasa Boga di Katering Sehati sejak tanggal 15 Februari sampai 2 Juni 2010. Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB pada tahun 2010.

Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi Ketua Divisi Humas dalam kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Kabupaten Garut Kelurahan Kramatwangi Desa Cisurupan selama 2 bulan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Karakteristik Remaja Putri ... 4

Pengetahuan Gizi... 4

Kebiasaan Makan ... 5

Konsumsi Pangan dan Gizi ... 6

Konsumsi Pangan ... 6

Konsumsi dan Kecukupan Energi ... 7

Konsumsi dan Kecukupan Protein ... 8

Konsumsi dan Kecukupan Vitamin A... 8

Konsumsi dan Kecukupan Vitamin C ... 8

Konsumsi dan Kecukupan Zat Besi ... 9

Metode Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan ... 10

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan dan Konsumsi Pangan ... 12

Besar Keluarga ... 12

Pendidikan Orang tua ... 13

Pekerjaan Orang Tua ... 13

Pendapatan Keluarga ... 13

Anemia ... 14

Faktor Risiko Anemia ... 15

Riwayat Penyakit... 15

Riwayat Kecacingan ... 16

Menstruasi ... 17

Aktivitas Fisik ... 18

Latihan Fisik ... 19

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODOLOGI ... 23

Desain, Tempat dan Waktu ... 23


(11)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 25

Definisi Operasional ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Gambaran Umum Lokasi Penetian ... 32

Kelurahan Sumur Batu ... 32

SMP Negeri 27 Bekasi ... 32

Karakteristik Keluarga ... 33

Karakteristik Contoh ... 35

Usia ... 35

Pengetahuan Gizi... 35

Usia Menstruasi ... 36

Lama Menstruasi... 36

Frekuensi Menstruasi ... 37

Status Gizi ... 38

Riwayat Penyakit ... 38

Riwayat Kecacingan ... 39

Kebiasaan Makan ... 40

Frekuensi Konsumsi Pangan ... 40

Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-umbian ... 41

Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani ... 41

Frekuensi Konsumsi Pangan Nabati ... 42

Frekuensi Konsumsi Sayuran ... 43

Frekuensi Konsumsi Buah-buahan ... 43

Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan dan Minuman ... 44

Konsumsi Pangan ... 45

Tingkat Kecukupan Gizi ... 46

Energi ... 46

Protein ... 47

Vitamin A ... 48

Vitamin C ... 48

Zat Besi ... 49

Aktivitas Fisik ... 49

Kebiasaan berolahraga ... 51

Status Anemia ... 52

Hubungan Riwayat Penyakit dan Kecacingan dengan Kadar Hemoglobin 53 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kadar Hemoglobin ... 54


(12)

Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan latihan Fisik dan

Kadar Hemoglobin ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penggolongan anemia menurut kadar Hb ... 14

2 Cara pengumpulan data dan penelitian ... 24

3 Karakteristik dan kategori variabel penelitian ... 26

4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ... 28

5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pendapatan keluarga . 33 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua ... 33

7 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 35

8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ... 35

9 Sebaran contoh berdasarkan usia pertama kali menstruasi ... 36

10 Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi ... 36

11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi ... 37

12 Sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT/U ... 38

13 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit ... 38

14 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dan frekuensi sakit ... 39

15 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kecacingan ... 39

16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi obat cacing ... 40

17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan ... 40

18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian ... 41

19 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk hewani... 42

20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk nabati ... 42

21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran ... 43

22 Sebaran contoh berdasarkan rekuensi konsumsi buah-buahan ... 44

23 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan jajanan dan minuman ... 44

24 Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur 13-15 tahun ... 46

25 Sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh ... 46

26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi ... 47

27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein ... 47

28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A ... 48

29 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ... 49

30 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi ... 49

31 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata alokasi waktu aktivitas fisik ... 50

32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik selama 3 hari ... 51

33 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 51 34 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, frekuensi dan durasi olahraga . 52


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pikir hubungan antara konsumsi pangan, latihan fisik dan

kadar hemoglobin. ... 22 2 Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin ... 53


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu aktivitas fisik ... 65

2 Hubungan antara konsumsi pangan dengan kadar hemoglobin ... 65

3 Hubungan antara konsumsi pangan dengan kebiasaan olahraga ... 66

4 Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kadar hemoglobin ... 66


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa remaja atau masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Menurut WHO, remaja adalah anak yang telah mencapai umur 10–19 tahun. Remaja dapat didefenisikan sebagai periode perkembangan seseorang mulai dari puncak pubertas sampai kepada status dewasa. Kondisi ini biasanya dimulai antara umur 11 atau 13 tahun sampai umur 18 atau 20 tahun. Selama periode ini seseorang akan mengalami perkembangan fisik yang cepat, psikologi, emosional dan perubahan kepribadian (Kaplan 2004).

Amelia (2008) menyatakan bahwa remaja lebih sering melakukan aktivitas ringan. Manfaat latihan fisik bagi remaja adalah untuk menjaga berat badan agar tetap berada pada batas normal serta meningkatkan kebugaran tubuh. Berat badan ideal dan kebugaran dapat menunjang produktifitas dan konsentrasi remaja dalam melakukan kegiatan sehari-hari, khususnya menerima pelajaran di sekolah. Latihan fisik juga diperlukan untuk proses metabolisme zat gizi di dalam tubuh. Apabila pemasukan energi kurang diimbangi dengan latihan fisik akan memudahkan seseorang memiliki defisiensi zat gizi dan berkurangnya berat badan. Zat besi memainkan peranan penting dalam transportasi oksigen dan pemanfaatan energi. Ketika seseorang melakukan latihan fisik terlalu tinggi dan tanpa asupan zat besi yang cukup, maka oksigen yang akan dikirim ke otot mengalami kekurangan, kemudian konsumsi VO2max akan turun dan kinerja fisik

mengalami penurunan.

Masalah gizi yang terjadi pada remaja umumnya disebabkan oleh satu sumber utama yaitu kebiasaan makan yang kurang tepat. Kebiasaan makan yang kurang tepat pada remaja, secara garis besar dipengaruhi dua hal, antara lain faktor lingkungan dan faktor individu dari remaja itu sendiri. Kebiasaan makan yang kurang tepat dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan atau status gizi remaja (Sukandar 2007). Salah satu dampak negatif dari kebiasaan makan yang kurang tepat adalah anemia.

Permaesih (2005) menyatakan bahwa pengetahuan dan praktek gizi remaja tergolong rendah. Hal ini tercermin dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Wong et al. 1999; Parmenter & Wardle 1999). Pengetahuan gizi memberikan bekal pada


(17)

remaja, bagaimana memilih makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan.

Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya di negara berkembang adalah konsumsi pangan dan gizi yang tidak memadai. Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh. Hal ini dikarenakan bioavailabilitas yang rendah atau kurangnya asupan pangan yang berasal dari hewani (heme). Zat besi yang berasal dari hewani (heme) penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorpsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati (non heme). Bioavabilitas non heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan zat besi adalah fitat dan polifenol. Enhancer penyerapan zat besi antara lain vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat zat besi untuk meningkatkan absorpsi zat besi.

Defisiensi zat besi merupakan salah satu defisiensi zat gizi mikro yang paling umum terjadi di dunia dan merupakan masalah gizi kurang yang banyak diderita oleh remaja (Ruel 2001). Bahkan WHO menyebutkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan terbesar di abad modern ini. Anemia karena defisiensi zat besi sangat menurunkan kapasitas kerja individual, bahkan anemia karena defisiensi zat besi dalam derajat yang ringan sekalipun dapat menurunkan kemampuan latihan fisik yang singkat tetapi intensif. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada tahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15% melebihi rata-rata prevalensi nasional (11.9%) dan prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007 terdapat pada kelompok remaja (14.2%).

Berdasarkan penelitian Arumsari (2008) prevalensi anemia yang terdapat di Bekasi sekitar 32.3% remaja putri mengalami anemia ringan dan 6.0% mengalami anemia sedang dengan kadar Hb antara 7.0–9.9 g/dl dan hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian sebelumnya.Masalah anemia yang terjadi pada remaja putri di Bekasi, mendorong peneliti untuk mempelajari dan menganalis lebih lanjut tentang hubungan konsumsi pangan, latihan fisik dan status anemia pada remaja putri di SMPN 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi.


(18)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dengan kadar hemoglobin remaja putri di SMPN 27 Bekasi.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan individu remaja putri. 2. Mengidentifikasi riwayat penyakit dan riwayat kecacingan remaja putri. 3. Mengidentifikasi kebiasaan makan dan konsumsi pangan remaja putri. 4. Mengidentifikasi kebiasaan latihan fisik remaja putri.

5. Mengidentifikasi kadar hemoglobin remaja putri.

6. Menganalisis hubungan riwayat penyakit, riwayat kecacingan dan kebiasaan makan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri.

7. Menganalisis hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin. Dalam rangka pengembangan keilmuan bidang ilmu gizi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut. Bagi pemerintah, khususnya pihak sekolah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam penentuan kebijakan di bidang pangan dan gizi serta kesehatan khususnya yang terkait dengan permasalahan anemia. Bagi orang tua agar lebih memperhatikan anak remajanya terutama dalam hal perilaku makan dan kecukupan gizi.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Remaja Putri

Masa remaja merupakan periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan yang panjang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi (Arisman 2004). Remaja merupakan bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun. Selama masa remaja seseorang dapat mencapai 15 persen dan tinggi badan 50 persen dari berat badan saat dewasa (WHO 2006). Menurut Dwivedi dan Schultink (2006), pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi dan pengeluaran energi.

Kondisi kejiwaan (psikologis) dan gaya hidup adalah penyebab yang paling umum terjadinya masalah-masalah fisik. Ruang lingkup masalah tersebut adalah kebiasaan makan yang salah (eating disorders), pemakaian dan penyalahgunaan obat-obatan serta penyakit menular seksual (Papalia & Olds 1986). Aktivitas gaya hidup remaja semuanya akan berakibat pada pola makan dan pilihan jenis makanan. Di pihak lain, globalisasi memperkenalkan mode dan gaya berpakaian, sehingga mendorong remaja untuk menurunkan berat badannya yang normal terhadap tinggi badan sehingga menjadi gizi kurang (Adiningsih 1994).

Pada remaja putri, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan sebelum mencapai menstruasi pertama atau sekitar usia 10-14 tahun (ADB/SCN 2001). Selama remaja, kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume darah, peningkatan masa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi pada remaja putri (Beard 2000). Sebelum remaja kebutuhan Fe remaja adalah 0.7-0.9 mg Fe/hari, ketika mereka sudah memasuki masa remaja, kebutuhanmeningkat menjadi 2.2 mg Fe/hari atau mungkin lebih saat menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan pertumbuhan yang cepat (growth spurt) sama seperti kematangan seksual dan terjadinya menstruasi. Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi daripada pria (Beard 2000).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi


(20)

pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Sukandar 2007). Cicely William dalam Sukandar (2007) melaporkan studi di Afrika Barat bahwa gizi kurang tidak terjadi karena kemiskinan harta, akan tetapi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gizi keluarga khususnya gizi pada anak-anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrition Assesment Educational Project di Washington 1999 menyatakan bahwa rendahnya perhatian terhadap masalah gizi sebagian besar disebabkan oleh rendahnya pengetahuan atau pemahaman tentang gizi yang baik.

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar.

Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut „jawaban‟, sedangkan alternatif yang salah disebut „distracter‟. Distracter yang baik mempunyai ciri

karakteristik yang hampir mirip dengan „jawaban‟, dengan demikian responden

harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar (Khomsan 2000).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, penerimaan terhadap makanan dan cara pemilihan bahan makanan yang dimakan sebagai reaksi fisiologi, psikologik, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Kebiasaan makanan yang baik dimulai di rumah atas bimbingan dari orang tua. Peran ibu paling berpengaruh terhadap pembentukan kebiasan makan. Kebiasan makan yang baik merupakan kebiasaan makan yang dapat


(21)

menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk merupakan kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi (Sukandar 2007). Faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar dan kenyang, ketersedian pangan, suku, budaya, status sosial ekonomi dan pendidikan.

Menurut Arisman (2004), remaja cenderung memilih jenis makanan tertentu. Sikap ini terbentuk karena sifat remaja sering mencoba hal baru (terlebih jika hal tersebut mempunyai bobot religious), dan dapat melekatkan ciri khusus pada diri mereka. Konsumsi makan makanan yang mengandung cukup zat gizi sangat penting, salah satu contoh zat gizi yang penting adalah zat besi (Fe). Kekurangan zat besi pada usia remaja dapat menyebabkan di usia lanjut, anemia dan keadaan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan meningkatkan konsumsi pangan yang kaya akan zat besi (Arisman 2004).

Frekuensi pangan dapat mengetahui jenis pangan yang dikonsumsi. jumlah pangan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap status besi pada remaja, hal ini dikarenakan banyaknya makanan yang masuk untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam mengetahui frekuensi pangan atau banyaknya pangan yang dikonsumsi selama seminggu, sebulan ataupun semusim dilakukan pencatatan, guna mengetahui pola konsumsi pangan sumber zat besi pada remaja. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi

(Kusharto dan Sa‟diyyah 2006).

Konsumsi Pangan dan Gizi Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung kepada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan


(22)

psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996).

Madanijah (2004) mengartikan pola konsumsi pangan sebagai susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Sedangkan menurut Departemen Pertanian pola konsumsi pangan diartikan sebagai sejumlah makanan dan minuman yang dimakan atau diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hayati (Deptan 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan antara lain: faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio-budaya dan religi (Madanijah 2004).

Tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi (Sedioetama1996). Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Tingkat konsumsi adalah perbandingan antara tingkat konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Angka yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis (WNPG 2004).

Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) dalam Sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79%AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) kelebihan (≥120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2)

cukup (≥77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen.

Konsumsi dan Kecukupan Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein danlemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang


(23)

(Hardinsyah dan Tambunan 2004). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO-WHO (2001) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Nilai kecukupan energi menurut WNPG (2004) untuk wanita usia 13-15 tahun adalah 2350 kkal.

Konsumsi dan Kecukupan Protein

Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembentukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno 1997). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Sedangkan fungsi protein yang lainnya adalah mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh (Almatsier 2002). Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi dua bagian, yaitu protein hewani dan nabati. Nilai kecukupan protein untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 57 gram (WNPG 2004).

Konsumsi dan Kecukupan Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekusor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier 2002). Vitamin A berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2002). Nilai kecukupan vitamin A menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 600 RE.

Konsumsi dan Kecukupan Vitamin C

Menurut Almatsier (2002) vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Pada keadaan kering vitamin C cukup stabil, akan tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C berperan penting dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi


(24)

dalam bentuk nonheme dapat meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Nilai kecukupan vitamin C menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 65 mg.

Konsumsi dan Kecukupan Zat Besi

Zat besi (Fe) merupakan salah satu zat gizi yang termasuk ke dalam golongan mineral mikro. Pada umumnya, zat besi berperan pada proses respirasi dalam sel. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, dan enzim katalase serta peroksidase disusun oleh mikro mineral tersebut (Karyadi & Muhilal 1985). Keberadaan zat besi di dalam tubuh sangat kecil, yaitu 35 mg per kg berat badan wanita dan 50 mg per kg berat badan pria (Winarno 1977). Zat besi disebut sebagai zat gizi mikro karena dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sangat kecil, dalam satuan mikrogram atau milligram per hari (Soekirman 2000).

Sebanyak 20-25 mg zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin dalam sehari. Besi yang diperlukan ini berasal dari penyerapan makanan dan penggunaan cadangan besi di dalam tubuh (International Nutrition Anemia Consultative Group 1981 dalam Siagan, Kusno & Subandriyo 1996). Angka kecukupan besi pada wanita berumur 13-15 tahun adalah 26 mg (WNPG 2004).

Budiyanto (2002) menyatakan bahwa telur, daging, ikan, hati, bayam, sayuran hijau dan kacang-kacangan merupakan sumber zat besi dalam makanan yang berperan dalam metabolisme pembentukan hemoglobin. Zat besi yang berperan membentuk Hb dalam metabolisme tubuh mempunyai peranan dalam proses berpikir atau proses penalaran serta daya konsentrasi (Muhilal & Karyadi 1985).

Besi dalam makanan berada di ikatan ferri maupun ferro. Ikatan fero yang umumnya terdapat dalam pangan hewani lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus (Suhardjo & Kusharto 1988). Penyerapan besi di dalam saluran pencernaan yang direduksi dari bentuk ferri (Fe+++) menjadi ferro (Fe++) akan lebih mudah dengan kehadiran vitamin C dan asam amino (W inarno 1977). Persentase penyerapan besi oleh tubuh relatif rendah dan dipengaruhi oleh bentuk besi di dalam makanan serta zat-zat yang dapat meningkatkan atau menghambat proses penyerapan. Zat besi yang ada pada pangan hewani, biasa disebut sebagai heme iron, mempunyai tingkat absorpsi yang lebih tinggi daripada non heme iron, yaitu 10-20%. Penyerapan besi yang berasal dari pangan nabati (Non heme iron) hanya 1-5% (Karyadi & Muhilal 1985).


(25)

Bahan-bahan makanan yang mengandung tannin, fitat, jenis protein tertentu dan serat makanan seperti teh, kopi, telur bagian merah dan bekatul dapat mengganggu absorpsi zat besi. Heme iron yang terdapat pada daging (mioglobin) dan darah (hemoglobin) lebih mudah diserap dan relatif tidak dipengaruhi oleh komposisi makanannya. Sedangkan non heme iron yang terdapat pada sayuran hijau, serealia dan beberapa makanan asal hewan seperti susu dan telur umumnya tidak dapat diserap dengan baik. Absorpsi zat besi non heme dipengaruhi oleh zat-zat lain yang terdapat bersamaan dalam suatu hidangan makanan seperti misalnya kehadiran vitamin C yang turut membantu penyerapan Fe dan adanya fitat ataupun kalsium fostat yang menghambat penyerapan Fe (Pudjiadi 2000). Alkohol mencegah hemoglobin melepaskan oksigen setelah tiba di jaringan karena alkohol melumpuhkan enzim sitokrom oksidase yang membantu terlepasnya oksigen dari hemoglobin untuk masuk ke jaringan yang kemudian oksigen tersebut diantarkan oleh mioglobin (Cooper 1980).

Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang haya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10-20%. Artinya bahwa Fe pangan asal hewani lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati. Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain dari mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kebutuhan vitamin A, karena makanan sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A.

Metode Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan

Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perseorangan atau kelompok adalah survey konsumsi makanan. Penilaian konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Tujuan penilaian konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat individu, kelompok


(26)

dan rumah tangga serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa 2002).

Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka pengukuran konsumsi makanan terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Metode kualitatif yang diantaranya adalah frekuensi makan, dietary history, metode telepon dan pendaftaran makanan (food list).

2. Metode kuantitatif diantaranya adalah metode recall 24 jam, perkiraan makanan, penimbangan makanan metode food account, metode inventaris (inventorymethod) dan pencatatan (household food records). Sedangkan menurut Gibson (2005) metode pengukuran konsumsi untuk individu antara lain:

1. Metode recall 24 jam 2. Estimated food records

3. Metode penimbangan makanan (food weighing) 4. Metode dietary history

5. Metode frekuensi makanan (food frequency)

Penilaian konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penilaian konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Penilaian konsumsi pangan dengan Food Frequency Questionnaire termasuk ke dalam metode kualitatif.

Food Frequency Questionnaire adalah metode memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Melalui Food Frequency Questionnaire dapat diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatan lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi (Supariasa 2002).

FFQ sering dilengkapi dengan ukuran khas setiap porsi dan jenis makanan untuk memperoleh asupan gizi secara relatif atau mutlak. Karena itu FFQ tidak jarang ditulis sebagai riwayat pangan semikuantitatif (semiquantitative food history). Asupan zat gizi secara keseluruhan diperoleh dengan jalan menjumlahkan kandungan zat gizi masing-masing pangan. Sebagian FFQ


(27)

memasukkan pertanyaan tentang bagaimana makanan biasanya diolah, penggunaan makanan suplemen, serta makanan bermerek lain (Arisman 2004).

Kelebihan metode food frequency, antara lain: relatif murah, sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak butuh latihan khusus dan dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Kekurangannya, antara lain: tidak dapat menghitung intake zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, membuat pewawancara bosan dan responden harus jujur serta memiliki motivasi tinggi (Supariasa 2002).

Prinsip metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden harus menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) (Supariasa et al 2002). Metode recall adalah metode penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan, biasanya 1-3 hari dari waktu wawancara. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2000).

Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. (Supariasa et al. 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997 dalam Supariasa et al. 2002).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan dan Konsumsi Pangan

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Besar keluarga juga mempengaruhi jumlah dan


(28)

ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga (Kartasapoetra & Marsetyo 2008).

Berg (2006) menjelaskan, bahwa jumlah anak yang mengalami kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggotakan banyak lima kali besar dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anggota lebih sedikit. Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang ada dalam masa pertumbuhan termasuk remaja memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada orang yang lebih tua (Suhardjo 1996).

Pendidikan Orang tua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Selain itu, meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan (Fikawati & Syafiq 2009).

PekerjaanOrang Tua

Besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan ini akan digunakan untuk membeli makanan. Selain itu tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman 2000). Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain seperti pendidikan, perumahan, kesehatan


(29)

dan lain-lain. Jumlah pendapatan yang diperoleh dan menggambarkan besar daya beli seseorang.

Cotento (2006) menyatakan jumlah uang yang dikeluarkan untuk pangan bergantung pada tingkatan pendapatan. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besat peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).

Anemia

Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah atau subnormal. Karena kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang, maka individu akan terlihat pucat atau kekurangan tenaga (Ethel 2003). Anemia gizi adalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Depkes 1998). Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah besi tidak adekuat atau tidak dapat diakses atau kekurangan asam folat, vitamin B12 atau globulin.

Hemoglobin adalah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran (Brody 1994). Berat molekul total hemoglobin adal 66000 (Dallman 1986 diacu dalam Riyadi). Menurut WHO (2001), batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun ke atas adalah kurang dari 12 g/dl. Menurut ACC/SCN (1991), anemia dapat digolongkan menjadi tiga:

Tabel 1 Penggolongan anemia menurut kadar Hb

Anemia Hb (g/dl)

Ringan 10.0 – 11.9

Sedang 7.0 – 9.9

Berat < 7.0

Sumber: ACC/SCN (1991)

Menurut Depkes (1998), Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dan meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah: (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2)


(30)

penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing pita atau cacing tambang atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi (Biesalski dan Erhardt 2007).

Menurut Gleason dan Scrimshaw (2007), defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi terlalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berintreraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi.

Pada negara berkembang, prevalensi anemia remaja putri adalah 17-89%. Rendahnya kondisi sosial ekonomi, asupan zat besi yang rendah, penyakit infeksi (malaria, cacingan dan schistosomiasis) dan menstruasi adalah faktor-faktor penyebab anemia pada remaja. Anemia menimbulkan banyak hal yang tidak menguntungkan pada remaja putri, terutama pada usia sekolah, anemia dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar dan aktivitas fisik (Dillon 2005).

Metode yang sering digunakan untuk pengukuran hemoglobin adalah metode cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan International Commite for Standarduzation in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltfus dan Dreyflus 1998 diacu dalam Basri). Untuk memperkirakan prevalensi anemia dengan mengukur gemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin, mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 82.4% dan 94% (Basri 2011).

Faktor Risiko Anemia Riwayat Penyakit

Status kesehatan seseorang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dalam melawan berbagai jenis penyakit. Menurut Permaesih dan Herman (2005), anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terkena infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thumham dan Northrop-Clewes 2007). Jika terjadi infestasi parasit, schistosomiasis dan trauma dapat menyebabkan kehilangan darah serta terjadinya defisiensi besi yang berakibat terhadap sistem imun (Arisman 2004). Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada


(31)

populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun (WHO 2001).

Penyakit infeksi seperti malaria dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb yang terjadi akibat hemolisis intravaskuler. Hasil penelitian Dreyfuss et al. (2000) yang dilakukan terhadap wanita hamil di Nepal terdapat bukti bahwa malaria berhubungan dengan defisiensi besi. Walaupun hasil penelitian Veryana (2004) sebagian besar (0,9%) remaja putri di Kota Bekasi tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia seperti malaria, tuberculosis dan kecacingan. Berbeda dengan hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan sakit yang diderita contoh baik satu tahun atau satu bulan sebelumnya berhubungan secara bermakna dengan status anemia. Penyakit infeksi terutama malaria, kecacingan dan infeksi lainnya seperti tuberculosis merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi terhadap tingginya prevalensi anemia di banyak populasi (WHO 2004).

Riwayat Kecacingan

Berdasarkan penelitian Veryana (2004), menyatakan bahwa 83.0% siswa sekolah di wilayah TPA Bantar Gebang Bekasi mengalami kecacingan. Cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan usus yang memicu kehilangan darah. Adanya infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang mengakibatkan terjadinya pendarahan pada dinding usus, walaupun infeksi yang ditimbulkan tidak besar (sedikit) dapat menyebabkan kehilangan darah ataupun zat besi. Intensitas infeksi cacing tambang yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi bervariasi menurut spesies dan status zat besi dalam tubuh. Spesies cacing tambang yang menyebabkan banyak kehilangan darah adalah Ancylostoma duodenale (Dreyfuss et al. 2000). Cacing tambang dapat menginfeksi seseorang baik secara pasif melalui makanan dan aktif melalui kulit.

Faktor yang menyebabkan timbulnya masalah infeksi adalah kuku siswa yang kotor, adanya kebiasaan mengkonsumsi jajanan yang kotor serta kebiasaan tidak memakai alas kaki (Veryana 2004). Menurut Dreyfuss et al (2000), adanya infeksi cacing dapat menyebabkan pendarahan pada usus, meskipun sedikit tetapi terjadi secara terus menerus sehingga dapat mengakibatkan kehilangan darah. Selain itu, infeksi yang disebakan oleh cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah antara 2-100 cc/hari, tergantung dari beratnya infestasi (Arisman 2004). Gejala dan ciri cacingan menurut (Veryana 2004) adalah wajah agak pucat, lesu dan kurang bergairah; kurus dan


(32)

perut agak buncit; berat badan tidak bertambah walaupun nafsu makan tidak berkurang; pada anak (bayi) tampak gelisah di malam hari dan sering garuk-garuk pantat (bagian anus); sering mengalami gangguan lambung, mulas, diare atau sulit buang air besar (seperti gejala penyakit maag).

Menstruasi

Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Usia menstruasi pertama kali yang dialami seorang wanita sering disebut dengan istilah menarche. Usia pertama kali menstruasi remaja putri di Indonesia berkisar antara usia 12 hingga 14 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Batubara, Soesanti dan Van de waal (2010), menarche termuda di Indonesia adalah remaja berumur 9 tahun dan menarche tertua berumur 18 tahun.

Jika darah yang keluar selama menstruasi berlangsung sangat banyak dapat menyebabkan terjadi anemia defisiensi zat besi (Arisman 2004). Beberapa penelitian membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama periode haid berkisar antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12.5-15 mg/bulan, atau sama dengan 0.4-0.5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg/hari (Arisman 2004).

Remaja putri membutuhkan zat besi paling banyak yang digunakan untuk mengganti besi yang terbuang bersama dengan darah haid, untuk menopang pertumbuhan serta pematangan seksual. Rata-rata kebutuhan zat besi pada remaja putri berkisar antara 1.2-1.68 mg yang digunakan untuk mengganti besi yang hilang secara basal (0.68-0.79 mg/hari) dan haid (0.48-1.9 mg/hari). Rata-rata lama menstruasi antara 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal. Sedangkan frekuensi menstruasi menggambarkan keteraturan menstruasi seorang wanita setiap bulannya. Frekuensi menstruasi dibedakan menjadi rendah (2-3bulan sekali), normal (sebulan sekali), dan tinggi (sebulan dua kali). Banyaknya darah yang keluar dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita banyaknya pengeluaran darah dan lamanya menstruasi bisa berbeda-beda dari bulan ke bulan. Perbedaan lama menstruasi merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain faktor stress, perubahan berat badan, olah raga yang berlebihan dan keluhan menstruasi (Affandi 1990).


(33)

Menurut Pearce (1992), panjang masa siklus menstruasi rata-rata 28 hari, 14 hari persiapan untuk ovulasi dan 14 hari selanjutnya endometrium disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi kira-kira pada hari ke-21. Bila hanya ovum yang tidak dibuahi yang tiba dalam uterus maka pada hari ke-28 endometrium runtuh dan mentruasi pun terjadi dan siklus diulang sekali lagi. Ganong (2005), menyatakan bahwa lama siklus menstruasi pada wanita sangat bervariasi, namun rata-rata adalah 28 hari dari permulaan masa menstruasi ke permulaan menstruasi berikutnya. Menurut Sundardas (2001) menyatakan bahwa lama siklus menstruasi adalah 24 sampai 27 hari, namun 21 hari pun masih dianggap normal.

Aktivitas Fisik

Menurut Michael, Margetts, Kearney dan Arab (2005), aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku manusia dibandingkan kelas perilaku dan secara teoritis, meliputi semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari marathon. Meskipun bersifat perilaku, aktivitas fisik mempunyai konsekuensi biologis. Aktivitas fisik adalah semua aktivitas selama bekerja, aktivitas pada waktu senggang termasuk aktivitas olahraga (Freestone et al. 2003).

Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Tubuh yang sehat akan mampu melakukan aktivitas secara optimal. Sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi yang cukup, mempunyai dampak positif terhadap kesehatan badan. Aktivitas fisik (termasuk olahraga) dan masukan zat gizi mempunyai dampak yang sinergis terhadap kesegaran jasmani (Hurlock 1999).

Menurut Harper (1984) dalam Widaranita (2004) Aktivitas fisik mempengaruhi lebih banyak pengeluaran energi dibandingkan dengan ukuran tubuh. Makin banyak seseorang aktif secara fisik, maka makin banyak energi yang diperlukan. Dengan demikian, untuk melakukan kegiatan fisik yang sama, orang yang bertubuh besar menggunakan lebih banyak energi daripada yang bertubuh kecil, karena untuk menggerakkan tubuh tersebut seseorang yang lebih besar memerlukan energi yang lebih banyak.

Aktivitas pada remaja juga semakin meningkat dan sering disertai denganperubahan pola konsumsi pangan. Puncak aktivitas seseorang terjadi pada masaremaja. Pada masa ini, umumnya seseorang sangat sibuk dengan kegiatan, baikyang kurikuler (kegiatan akademis) maupun kegiatan non-kurikuler


(34)

(di luar kegiatan akademis). Kegiatan kurikuler yang dilakukan antara lain adalah kegiatan belajar, mengerjakan tugas-tugas, dan kegiatan yang serupa, sedangkan kegiatan non-kurikuler meliputi kegiatan bermain, olahraga, serta kegiatan fisik lainnya. Pada umumnya remaja laki-laki memiliki proporsi kegiatan yang lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Kondisi seperti ini sangat memerlukan asupan gizi yang tinggi dan berkualitas (Suryono 2007).

Latihan Fisik

Latihan adalah istilah yang menggambarkan kegiatan yang memiliki atau meningkatkan fitur berikut: kapasitas aerobik (asupan oksigen seseorang), kekuatan otot, daya tahan, fleksibilitas, dan komposisi tubuh (seperti indeks massa tubuh seseorang) (NICHD 2011). Latihan fisik dalam pelaksanaannya lebih difokuskan kepada proses pembinaan kondisi fisik seseorang. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi fungsional seseorang dan mengembangkan kemampuan biomotor ke derajat yang lebih tinggi. Melalui latihan kondisi fisik kebugaran jasmani seseorang dapat dipertahankan atau ditingkatkan baik yang berhubungan dengan keterampilan maupun dengan kesehatan secara umum.

Menurut NICHD (2011), orang dewasa berumur 18 tahun dan lebih, membutuhkan 30 menit untuk melakukan latihan fisik dalam lima hari atau lebih dalam seminggu untuk menjaga kesehatan. Sedangkan, anak-anak dan remaja membutuhkan 60 menit aktivitas dalam sehari untuk kesehatan mereka. Frekuensi latihan adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam jangka waktu seminggu dan dilakukan secara berulang. Menurut Moelyono WS (1991) frekuensi latihan sangat berhubungan erat dengan intensitas latihan dan lama latihan.

Kebugaran jasmani sebagai penentu ukuran kemampuan fisik seseorang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Makin tinggi kesegaran jasmani seseorang, makin tinggi pula kemampuan kerja fisiknya. Latihan kondisi fisik adalah proses memperkembangkan kemampuan aktivitas gerak jasmani yang dilakukan secara sistematik dan ditingkatkan secara progresif untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani agar tercapai kemampuan kerja fisik yang optimal. Apabila kondisi fisik baik, maka akan ada peningkatan dalam kemampuan sirkulasi dan kinerja jantung.

Anemia dapat mengganggu latihan fisik karena konsentrasi hemoglobin yang berkurang dikaitkan dengan kandungan oksigen darah yang berkurang.


(35)

Seperti penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan linier dalam konsumsi oksigen maksimal (VO2max) dan kapasitas latihan fisik akan mengalami

penurunan (Woodson 1984; Weaver 1992). Laktat yang meningkat setelah latihan dan bertahan lebih lama sebagai dampak penurunan hemoglobin menunjukkan kapasitas aerobik berkurang. Pate (2003) menyatakan bahwa konsentrasi hemoglobin untuk pengiriman oksigen yang optimal harus melebihi 150-160 g/L.


(36)

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik contoh meliputi umur, pengetahuan, status gizi, usia menstruasi, frekuensi menstruasi dan lama menstruasi dapat mempengaruhi kebiasaan makan, baik dalam frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan. Masa remaja adalah masa transisi yang sangat penting untuk kehidupan selanjutnya, namun banyak remaja yang tidak melewati masa ini dengan optimal. Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh, juga terjadi perubahan hormonal. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi kebutuhan gizi dari makanan mereka. Jika kebutuhan gizi mereka kurang tercukupi, maka akan terjadi defisiensi zat gizi dan mempengaruhi kesehatannya.

Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan orang tua dapat mempengaruhi pola konsumsi. Pendapatan orang tua mempengaruhi daya beli contoh terhadap pangan sehingga pendapatan berhubungan langsung dengan pola konsumsi pangan.

Karakteristik keluarga akan mempengaruhi kebiaasan makan individu dan pola konsumsi pangan yang baik. Pengetahuan gizi dan umur merupakan karakteristik remaja sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan dan pola konsumsi pangan yang akan berpengaruh terhadap status gizi serta status anemia. Pola konsumsi dapat dihitung dengan menggunakan cara FFQ, recall dan records.

Secara garis besar, status anemia dipengaruhi oleh empat variabel utama, yaitu infeksi, konsumsi pangan, keadaan fisiologi dan pengeluaran zat besi oleh tubuh. Variabel infeksi dipengaruhi oleh riwayat penyakit individu dan kebiasaan hidup sehat yang diterapkan. Riwayat penyakit yang dimaksud, misalnya pernah tidaknya menderita penyakit tuberculosis, malaria dan cacing. Variabel konsumsi pangan sumber heme yang tinggi atau rendah dapat menjadi faktor risiko status anemia remaja putri. Variabel keadaan fisiologi seseorang seperti usia dan status gizi juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya anemia. Variabel terakhir yang memungkinkan untuk menjadi faktor risiko terjadinya anemia adalah latihan fisik.


(37)

Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar1Kerangka pikir hubungan antara konsumsi pangan, latihan fisik dan kadar hemoglobin.

Pengetahuan Gizi Karakteristik Keluarga:

 Pendidikan orangtua  Pekerjaan orangtua  Pendapatan orangtua

Kebiasaan Makan

Konsumsi Pangan

Kadar Hemoglobin

Latihan Fisik Riwayat

Penyakit dan Riwayat Kecacingan

Karakteristik Contoh:  Usia

 Pengetahuan  Status gizi  Lama menstruasi  Usia menstruasi  Frekuensi menstruasi


(38)

METODOLOGI

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 27 Bekasi dengan contoh siswa remaja putri. Penentuan lokasi ini dengan alasan karena tempat tersebut dekat dengan penampungan sampah, yaitu daerah Bantar Gebang, sedangkan penentuan kelompok contoh didasarkan pada pertimbangan usia menarche.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2012. Penelitian ini mengkaji tentang hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putrikelas VIIIdi SMPN 27 Bekasi. Contoh penelitian dipilih dengan cara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan 1) remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi, 2) bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, 3) bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian, 4) tidak memiliki riwayat penyakit kronis yang harus rutin ke pelayanan kesehatan atau dokter, 5) sudah mengalami menstruasi, 6) tidak sedang mengkonsumsi secara rutin obat-obatan tertentu dan 7) tidak dalam keadaan hamil.

Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan asumsi power of study 95%, presisi 10% dan prevalensi anemia pada remaja putri yang terjadi di Bekasi sebesar 38.3%, dengan menggunakan rumus study cross sectional menurut Lemeshowb, et al.(1997) sehingga didapatkan 90 orang. Berikut ini adalah perhitungan sampel:

n = Z 2pq

d2 =

Z2∝p(1−p) d2 n =1.96

2× 0.383 × (10.383)

0.12 = 90.78≈90

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan q = 1 – p α = derajat kepercayaan(α = 0.05 = 1.96)

Z = nilai standar pada distribusi

p = prevalensi anemia remaja putri di Bekasi 38.3% d = presisi/batas kevalidan yang diinginkan pada populasi

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Karakteristik contoh meliputi umur, berat badan, tinggi badan dan


(39)

menstruasi didapatkan dengan cara pengisian kuesioner, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga didapatkan dengan cara pengisian kuesioner. Data kebiasaan makan dan konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode Semiquantitative Food Frequency Questionaire.

Data sekunder yang digunakan meliputi kondisi umum Bantar Gebang yang didapatkan dari Kantor Kecamatan Bantar Gebang dan gambaran umum SMP Negeri 27 Bekasi. Rincian cara pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Cara pengumpulan data dan penelitian

No Variabel Jenis data Cara pengumpulan data

1

Karakteristik keluarga : - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan keluarga

Primer

Wawancara dengan alat bantu kuisioner

Karakteristik individu : - Usia

- Pengetahuan gizi - Menstruasi

Primer

Wawancara dengan alat bantu kuisioner

2 Riwayat penyakit dan

kecacingan Primer

Wawancara dengan alat bantu kuisioner

3

Kebiasan makan Primer Wawancara dengan alat bantu kuisioner Konsumsi pangan Primer Self-reported dengan alat bantu

kuisioner

4 Latihan Fisik Primer Wawancara dengan alat bantu kuisioner

5 Kadar Hemoglobin Primer Pemeriksaan darah secara biokimia di laboratorium

6 Status gizi (IMT) Primer

Pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung dengan menggunakan timbangan injak dan microtoise

7

Keadaan umum Bantar

Gebang Sekunder

Data Kecamatan Bantar Gebang Bekasi

Keadaan umum SMPN 27

Bekasi Sekunder

Data administrasi sekolah

Data status gizi diketahui melalui pengukuran tubuh, yaitu berat badan dan tinggi badan, kemudian dihitung dengan cara pengukuran indeks massa tubuh per umur (IMT/U) dengan menggunakan program WHO AntroPlus. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah oleh petugas Parahita Diagnostical Center yang kemudian dilakukan pengukuran biokimia darah dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin untuk menentukan konsentrasi hemoglobin.


(40)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder kemudian diolah dan dianalisis secara statistik. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entrydan analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensia. Data dianalisis secara deskriptif dengan melihat distribusi frekuensi, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi, nilai tengah dan rata-rata variabel penelitian (karakteristik contoh, karakteristik keluarga, status gizi, konsumsi pangan, kadar hemoglobin dan kebiasaan latihan fisik). Data karakteristik contoh yang ditentukan adalah umur yang dikelompokan berdasarkan sebaran contoh, data status gizi contoh dihitung dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dengan menggunakan program WHO AntroPlus. Data riwayat penyakit diperoleh dari riwayat kesehatan dan riwayat kecacingan. Data kadar hemoglobin diperoleh dari hasil analisis laboratorium.

Data karakteristik keluarga yang dianalisis meliputi: data pendidikan orangtua dikelompokkan berdasarkan Balitbangkes (2010) yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma/sederajat dan Sarjana/sederajat. Data pekerjaan orangtua dikelompokkan berdasarkan sebaran contoh yaitu PNS, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta dan lainnya. Data tingkat pendapatan orangtua akan diolah dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diperoleh responden dalam sebulan yang berasal dari gaji dan berbagai sumber lain. Hasil penjumlahan akan digunakan untuk menghitung pendapatan perkapita per bulan. Pendapatan perkapita per bulan merupakan hasil dari pembagian jumlah pendapatan orangtua setiap bulannya dengan jumlah anggota keluarga. Hasil yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan miskin dan tidak miskin. Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga

kelompok yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang), yang akan disajikan secara deskriptif.

Data pengetahuan siswa tentang pola konsumsi pangan diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan akan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab salah. Selanjutnya total nilai pengetahuan siswa dikategorikan menjadi pengetahuan kurang yaitu jika skor <60%, pengetahuan sedang jika skor 60%-80% dan pengetahuan baik jika skor >80% (Khomsan 2000).


(41)

Usia pertama kali contoh mengalami menstruasi (menarche) dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) 9-10 tahun, 2) 11-12 tahun, 3) 13-14 tahun. Lama menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) <3 hari, 2) 3-7 hari, 3) >8 hari. Frekuensi menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) 2-3 bulan sekali, 2) sebulan sekali, 3) sebulan 2 kali. Rincian pengelompokan dan pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3Karakteristik dan kategori variabel penelitian

No. Variabel Kelompok Sumber

1. Usia remaja putri 13-15 tahun WNPG (2004) 2. Pendidikan orang tua SD/sederajat, SMP/sederajat,

SMA/sederajat, Diploma/sederajat da Sarjana/sederajat

Balitbangkes (2010)

3. Menarche 9-10 tahun, 11-12 tahun,13-14 tahun Slamet (1993) 4. Lama menstruasi <3 hari, 3-7 hari, >8 hari Affandi (1990) 5. Frekuens menstruasi 2-3 bulan sekali, sebulan sekali, sebulan

2 kali.

Affandi (1990)

6. Pekerjaan orang tua PNS, Swasta, Petani, Wiraswasta, dan lainnya.

Slamet (1993)

7.

Pendapatan keluarga Garis Kemiskinan: Rp 231438 BPS Jawa Barat (2012)

8. Besar keluarga Kecil (≤ 4 orang), Sedang (5-6 orang) dan Besar >7 orang

Hurlock (1999)

9. Pengetahuan Kurang (<60%), Sedang (60%-80%) dan Baik(>80%)

Khomsan (2000)

10. Status gizi siswa berdasarkan IMT

Sangat kurus (<-3 SD), Kurus (-3 SD ≤ z <-2 SD), Normal (-2 SD ≤ z ≤+1 SD),

Overweight (+1 SD < z ≤+2 SD) dan Obese(>+2 SD).

WHO 2007

11. Status anemia Kurang <12.0 g/dl dan normal >12.0 g/dl AC/SCN 1991 12. Kebiasaan makan Baik (47-53), Cukup (41-46), Kurang

(35-40)

Slamet (1993)

13. Frekuensi konsumsi pangan

Tidak pernah (0 hari/minggu), Jarang (1-2 hari/minggu), Kadang (3-4

hari/minggu), Selalu (5-7 hari/minggu)

Briawan (2008)

14. Tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan zat besi.

Defisit tingkat berat (< 70% kebutuhan), Defisit tingkat sedang (70-79%

kebutuhan), Defisit tingkat ringan (80-89% kebutuhan), Normal (90-119% kebutuhan), Lebih (≥ 120% kebutuhan)

Depkes 1996

15. Aktivitas Fisik PA = 1.0 (Sedentary), PA = 1.16 (Low active), PA = 1.31 (Active), PA = 1.48 (Low active)

Krause Nutrition Therapy (2001)

16. Frekuensi olahraga Kurang (1 kali/minggu), Baik ( 2-3 kali/minggu), Sangat baik (>3 kali/minggu)

Slamet (1993)

17. Durasi Olahaga Kurang (<30 menit), Baik (30-60 menit ), Sangat baik (>60 menit)

Slamet (1993)

Data kebiasaan makan contoh diukur menggunakan kuisoner yang terdiri dari 25 pertanyaan, dengan melihat kebiasan sarapan, kebiasaan konsumsi jajanan, suplemen, lauk nabati, lauk hewani, sayuran, buah-buahan, minum air putih, teh dan kopi, serta makanan pantangan. Hasil kebiasaan makan contoh memiliki skor nilai 3 untuk jawaban Ya dan 1 untuk jawaban tidak, serta nilai 1


(1)

Kaplan PS. 2004. Adolescence. Boston: Houghton Mifflin Company.

Kartasapoetra, Marsetyo. 2008. Ilmu Gizi Korelasi Gizi, Kesehatan, Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Karyadi, Muhilal. 1985. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia.

Karim, Faizati. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Khomsan Ali. 2000. TeknikPengukuran Pengetahuan Gizi. IPB: Bogor.

Kusharto C, NY Sa‟diyyah. 2006. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press.

Madanijah S, 2004. Pola Konsumsi Pangan, dalam Pengantar pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Meikawati W. 2009. Faktor yang berhubungan dengan kepadatan tulang remaja(studi di SMA Negeri 3 Semarang) [tesis]. Semarang: Magister GiziMasyarakat, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Nadesul H. 1997. Pola dan Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Puspawara.

[NICHD] National Institute of Health. 2011. Exercise and Physical Activity. http://http://www.nichd.nih.gov/health/topics/exercise_and_physical_activit y.cfm. [10 September 2012].

Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Papalia DE, Olds SW. 1986. Human Development. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Parmenter K, Wardle J. 1999. Development of a General Nutrition Knowledge Questionnaire for Adults. European Journal of Clinical Nutrition 53:298-308.

Pate RR. 2003. Sports anemia: A review of current research literature.Clinical Journal of Sport Medicine13(5):277.

Permaesih D, S Herman. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja. Buletin Penelitian Kesehatan 33(4):162-171.

Pudjiadi T. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak (4th ed). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Riyadi. 2002. Pengaruh Suplementasi Seng (Zn) dan Besi (Fe) Terhadap Status Anemia, Status Seng dan Pertumbuhan Anak Usia 6-24 Bulan.


(2)

_____. 2003. Kebiasaan Makan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Prosiding Simposium Pangan dan Gizi serta Kongres IV Bergizi dan Pangan Indonesia. Jakarta.

_____. 2003. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sartono, Wiryatun, Toto. 2007. Hubungan konsumsi makanan dan kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar siswa SLTP Kota Palembang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 4:19-29.

Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Suhardjo, Kusharto. 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor: PAU IPB.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,Institut Pertanian Bogor.

_______. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukandar D. 2007. StudiSosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Daerah lahan Kering di Lombok Tengah NTB. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Supariasa I, Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suryono. 2007. Pengaruh pemberian susu berkalsium tinggi terhadap kadarkalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria [disertasi]. Bogor:Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Veryana H. 2004. Hubungan status anemia, status kecacingan, status gizi dan konsumsi pangan anak sekolah di lingkungan TPA Bantar gebang, Bekasi [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Weaver CM dan Sujatha R. 1992. Excercise and Iron Status. Symposium Nutrition and Excercise. Department of Foods and nutrition, Purdue University, West Lafayette.

Whitney et al. 1990. Under Nutrition Fifth Edition. West Publishing Company. [WHO] World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assesment, Prevention, and Control : A guide for programme managers. Geneva : World World Health Organization


(3)

WHO [World Helath Organization]. 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assesment, Prevention and Control: A guide for programme managers. Geneva : World Helath Organization

______. 2004. Appropiate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. http://www.who.int/nutrition/publication/bmi_asia_strategies.pdf. [6 Sep-tember 2012.

______. 2007. Growth reference 5-19 years.

http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html. [20 September 2012].

Winarno FG. 1977. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

WNPG. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta. LIPI.

Wong Y, Huang HC, Ohen SL, Yamanoto. 1999. Is The College Environment Adequate for Accessing to Nutrition Education? A Study in Taiwan.


(4)

(5)

Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu aktivitas fisik

Aktivitas Fisik Hari Sekolah Hari Olahraga Hari Libur

Tidur 9.31 ± 1.48 10.62 ± 1.93 11.36 ± 1.86 Kebersihan diri 1.51 ± 0.60 1.50 ± 0.75 1.48 ± 0.81 Berpakaian 1.04 ± 0.81 1.58 ± 1.20 0.76 ± 0.64 Ibadah/membaca/berdiri 2.20 ± 1.14 2.32 ± 1.35 2.26 ± 1.89 Makan dan minum 1.61 ± 0.68 1.86 ± 0.71 1.22 ± 0.70 Berbaring/duduk diam 0.24 ± 0.48 0.23 ± 0.45 0.26 ± 0.49 Nonton Televisi 3.98 ± 2.30 3.27 ± 2.00 6.26 ± 3.87 Maen games 0.29 ± 0.80 0.32 ± 0.85 1.49 ± 2.00 Mendengarkan radio/ musik 0.10 ± 0.45 0.11 ± 0.38 0.13 ± 0.48 Naik Angkot 1.03 ± 0.92 0.94 ± 0.83 0.39 ± 0.83 Jalan lambat 0.96 ± 1.62 0.87 ± 1.66 1.60 ± 2.82 Belajar 7.41 ± 1.56 4.96 ± 1.39 0.90 ± 1.32 Rapihkan Buku 0.81 ± 0.77 0.83 ± 0.80 0.29 ± 0.06 Mengetik 0.67 ± 1.48 0.70 ± 1.60 0.92 ± 1.78 Berjalan-jalan 0.26 ± 0.70 0.23 ± 0.72 0.94 ± 2.00 Berenang 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.20 ± 1.33 Bersepeda 0.24 ± 1.12 0.13 ± 0.71 0.08 ± 0.37 Berlari teratur 0.00 ± 0.00 0.92 ± 1.00 1.29 ± 2.72 Main basket 0.00 ± 0.00 5.80 ± 2.83 0.00 ± 0.00

Menari 0.20 ± 1.34 0.12 ± 0.90 0.00 ± 0.00

Hasil Uji Statistik

Lampiran 2Hubungan antara konsumsi pangan dengan kadar hemoglobin Correlations

Kadar

Hb Energi Protein Fe Vit A Vit c Spearman's

rho

Kadar Hb

Correlation Coefficient 1.000 -.040 .062 .045 -.059 .004 Sig. (2-tailed) . .707 .563 .670 .579 .973 N 90 90 90 90 90 90 Energi Correlation Coefficient -.040 1.000 .855** .791** .458** .425**

Sig. (2-tailed) .707 . .000 .000 .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Protein Correlation Coefficient .062 .855** 1.000 .912** .510** .420**

Sig. (2-tailed) .563 .000 . .000 .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Fe Correlation Coefficient .045 .791** .912** 1.000 .449** .403**

Sig. (2-tailed) .670 .000 .000 . .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Vit A Correlation Coefficient -.059 .458** .510** .449** 1.000 .622**

Sig. (2-tailed) .579 .000 .000 .000 . .000 N 90 90 90 90 90 90 Vit c Correlation Coefficient .004 .425** .420** .403** .622** 1.000

Sig. (2-tailed) .973 .000 .000 .000 .000 . N 90 90 90 90 90 90 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(6)

Lampiran 3 Hubungan antara konsumsi pangan dengan kebiasaan olahraga Correlations

Kebiasaan

Olahraga Energi Protein Fe Vit A Vit c Spearman's

rho

Kebiasaan Olahraga

Correlation Coefficient 1.000 .147 .017 .070 -.040 -.080 Sig. (2-tailed) . .166 .874 .512 .710 .453 N 90 90 90 90 90 90 Energi Correlation Coefficient .147 1.000 .855** .791** .458** .425**

Sig. (2-tailed) .166 . .000 .000 .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Protein Correlation Coefficient .017 .855** 1.000 .912** .510** .420**

Sig. (2-tailed) .874 .000 . .000 .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Fe Correlation Coefficient .070 .791** .912** 1.000 .449** .403**

Sig. (2-tailed) .512 .000 .000 . .000 .000 N 90 90 90 90 90 90 Vit A Correlation Coefficient -.040 .458** .510** .449** 1.000 .622**

Sig. (2-tailed) .710 .000 .000 .000 . .000 N 90 90 90 90 90 90 Vit c Correlation Coefficient -.080 .425** .420** .403** .622** 1.000

Sig. (2-tailed) .453 .000 .000 .000 .000 . N 90 90 90 90 90 90 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 4 Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kadar hemoglobin Correlations

Kebiasaan

Olahraga Kadar Hb Spearman's rho Kebiasaan Olahraga Correlation Coefficient 1.000 -.027

Sig. (2-tailed) . .800 N 90 90 Kadar Hb Correlation Coefficient -.027 1.000

Sig. (2-tailed) .800 . N 90 90

Lampiran 5 Hubungan antara riwayat kecacingan dan penyakit dengan kadar Hb Correlations

Kadar Hb Riwayat Kecacingan

Riwayat penyakit Spearman's rho Kadar Hb Correlation Coefficient 1.000 -.081 .041

Sig. (2-tailed) . .450 .701 N 90 90 90 Riwayat

Kecacingan

Correlation Coefficient -.081 1.000 .053 Sig. (2-tailed) .450 . .618 N 90 90 90 Riwayat

penyakit

Correlation Coefficient .041 .053 1.000 Sig. (2-tailed) .701 .618 . N 90 90 90


Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan Tahun 2011

1 49 116

Kebiasaan Makan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Status Anemia pada Remaja Putri Keluarga Pemulung di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

0 2 87

Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri smpn 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

0 12 98

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

0 6 7

HUBUNGAN ASUPAN MAKRONUTRIEN DAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA Hubungan Asupan Makronutrien Dan Kadar Hemoglobin Dengan Aktivitas Fisik Pada Remaja Putri Di Asrama SMA MTA Surakarta.

0 3 18

PENDAHULUAN Hubungan Asupan Makronutrien Dan Kadar Hemoglobin Dengan Aktivitas Fisik Pada Remaja Putri Di Asrama SMA MTA Surakarta.

0 2 6

HUBUNGAN ASUPAN MAKRONUTRIEN DAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA Hubungan Asupan Makronutrien Dan Kadar Hemoglobin Dengan Aktivitas Fisik Pada Remaja Putri Di Asrama SMA MTA Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Anemia Dan Kebiasaan Makan Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Asrama Sma Mta Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Anemia Dan Kebiasaan Makan Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Asrama Sma Mta Surakarta.

2 11 14

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENSTRUASI DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO.

0 0 6