Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri smpn 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

(1)

SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI

ERNI LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRACT

ERNI LESTARI. The Relationship between Clean and Healthy Behaviour, Food Consumption, Anaemia Status and Learning Achievement of Female Students of SMPN 27 Sumur Batu Village Bantar Gebang Bekasi. Supervised by IKEU EKAYANTI.

This study was aimed to analyze the relationship between clean and healthy behaviour, food consumption, anaemia status and learning achievement of female students of SMPN 27 Sumur Batu Village Bantar Gebang Bekasi. This research was a cross sectional study. The number of samples were 90 female students aged 13-15 years old. This research used semiquantitative food frequency questionnaire and anaemia status with hemoglobin level. The result indicated that clean and healthy behaviour of the female was in good category (81.1%). A large number of female were in normal anaemia status (84.5%) while the rest was anaemia (15.5%). Majority of the female had normal nutritional status (73.3%). The food habit was good (57.8%). Based on semiquantitative food consumption frequency, there was still lack of food consumption in the female. Largely, learning achievement of the female students classified in good category were 59 students (66%). Spearman’s correlation showed there’s no relationship between clean and healthy behaviour, food consumption, anaemia status and learning achievement (p>0.05).

Keywords : Anaemia status, Clean and Healthy behaviour, Food consumption, Female students, Learning achievement.


(3)

RINGKASAN

ERNI LESTARI. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Di bawah bimbingan IKEU EKAYANTI.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bekasi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mempelajari karakteristik individu contoh dan karakteristik keluarga contoh; 2) Mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat contoh; 3) Mempelajari kebiasaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan pangan contoh; 4) Mempelajari status anemia gizi contoh; 5) Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar contoh; 6) Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar contoh; 7) Menganalisis hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh.

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan pengukuran langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat contoh, status anemia contoh dan data konsumsi pangan contoh. Data sekunder berupa gambaran umum tempat penelitian yaitu SMPN 27 kelurahan sumur batu Bantar Gebang Bekasi, nilai ulangan harian dan nilai rapor contoh. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2012. Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13-15 tahun yaitu siswi kelas 2 SMPN 27 Bekasi. Kriteria sampel yang diambil adalah siswi SMPN 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak sedang menderita penyakit saat pengambilan darah, bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian. Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian adalah 90 orang.

Usia contoh sebagian besar (70%) berada pada usia 13 tahun dengan rata-rata usia contoh 13±0.5 tahun. Sebagian besar contoh (73.3%) berada dalam status gizi normal. Rata-rata nilai pengetahuan gizi adalah 68.4 dengan kisaran nilai 15–95 dan sebagian besar pengetahuan gizi contoh (72.2) berada pada kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 77.8% contoh mengalami menstruasi pada usia 11-12 tahun dan 81.1% memiliki lama mentruasi yang tergolong normal (3–7 hari) dan rata-rata menstruasi 3±0.43 hari. Sebagian besar contoh (83%) memiliki frekuensi menstruasi yang tergolong normal yakni 1 bulan sekali.

Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 2-10 orang. Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah (56.6%) yaitu sekolah dasar, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar (71.1%) adalah sekolah dasar. Sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (88.9) adalah ibu rumah tangga dan sebagian besar pendapatan keluarga (77%) berada pada kategori miskin. Rata-rata perilaku hidup bersih dan sehat contoh (81.1%)


(4)

termasuk kedalam kategori baik dengan rata-rata skor contoh 52±3.6. Konsentrasi hemoglobin contoh berkisar antara 6.5 hingga 15.4 g/dl dengan rata-rata kadar hemoglobin 12.7 g/dl. Secara keseluruhan 84.5% contoh tidak mengalami anemia dan 15.5% contoh mengalami anemia. Sebagian besar prestasi belajar contoh (66%) tergolong pada kategori baik yaitu sebanyak 59 siswi dengan rata-rata 72±4.6.

Rata-rata skor kebiasaan makan contoh (58%) termasuk pada kategori cukup. Konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian contoh sebesar 220.8 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi (beras) sebesar 325 g/hari. Konsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian sebesar 76.7 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Konsumsi daging, unggas, ikan dan telur contoh sebesar 152 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori cukup dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari. Konsumsi sayuran contoh sebesar 52 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari. Konsumsi buah-buahan contoh sebesar 150 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Jenis minuman yang sering dikonsumsi contoh adalah susu, konsumsi minuman contoh sebesar 83.6 ml, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari. Jenis makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi adalah batagor, siomay, coklat, wafer, keripik bakso, chiki, cilok, cireng, astor dan cokelat, dengan rata-rata konsumsi sebesar 30.6 g.

Konsumsi energi contoh adalah 1506±532 Kalori. Berdasarkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh (53%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi protein contoh adalah 60.6±35.5 g. Berdasarkan tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin A contoh adalah 741.6±698.0 RE. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin C contoh adalah 68.0±67.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi zat besi contoh adalah 22.3±16.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat.

Hasil uji kolerasi spearman menunjukan tidak terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar dengan nilai sebesar p=0.683 (p>0.05). Hasil uji kolerasi spearman menunjukan tidak terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar yang ditandai dengan nilai sebesar p>0.05. Pada hubungan status anemia dengan prestasi belajar, tidak terdapat hubungan dengan p=0.331 (p>0.05).


(5)

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT,

KONSUMSI PANGAN, STATUS ANEMIA DAN PRESTASI

BELAJAR PADA REMAJA PUTRI SMPN 27 DI KELURAHAN

SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI

ERNI LESTARI

Skripsi

Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi

Dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul : Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

Nama : Erni Lestari NIM : I14104027

Disetujui oleh :

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes Pembimbing

Diketahui oleh :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen


(7)

PRAKATA

Alhamdulillah Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga hanya dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi” sebagai salah satu syarat dan panduan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sarjana. Terselesaikannya penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan dukungan, arahan, saran dan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini, serta dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked selaku pembimbing akademik selama peneliti menempuh pendidikan.

2. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked, MSc sebagai pemandu dalam seminar dan penguji dalam sidang yang selalu memberikan semangat, dukungan dan arahannya kepada penulis.

3. Keluarga tercinta dan tersayang yang selalu memberikan bantuan dan dukungannya baik secara moril maupun materil.

4. Teman-teman Gizi Masyarakat (GM) yang mendukung dan menyemangati penulis.

5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan penelitian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini ada kekurangan baik materi maupun penulisannya. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penelitian ini. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Maret 2013


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Warno dan Ibu Tri Wardati. Pada tahun 1995 sampai 2001 penulis bersekolah di SDN Kalisari 03 Pagi Jakarta. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 102 Jakarta hingga tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan sekolah di SMAN 88 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Diploma IPB tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RSUP Persahabatan Jakarta, selama empat bulan mulai tanggal 10 Agustus 2009 sampai dengan 3 Desember 2009. Penulis juga melaksanakan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Kantin Sehati Kampus Diploma IPB Gunung Gede selama sebelas minggu mulai tanggal 22 Febuari 2010 sampai dengan 7 Mei 2010.

Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB pada tahun 2010. Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi anggota Sponsorship dalam kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Desa Danaraja Kabupaten Tegal selama 2 bulan pada tahun 2012.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Ekologi Manusia jurusan Ilmu gizi, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun Skripsi yang berjudul “HubunganPerilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi”.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Remaja Putri ... 5

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 6

Kecukupan Gizi Remaja ... 9

Konsumsi Pangan ... 11

Anemia ... 13

Hemoglobin (Hb) ... 14

Pengukuran Anemia ... 15

Faktor Penyebab Anemia ... 15

Faktor Resiko Anemia ... 16

Menstruasi ... 16

Status Gizi ... 17

Riwayat Penyakit ... 18

Prestasi Belajar ... 20

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 23

Kecerdasan ... 23

Minat ... 24

Motivasi ... 24

Cara Belajar ... 24

Faktor Lingkungan ... 25

Hubungan Anemia Dengan Prestasi Belajar ... 25

Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar ... 26

Hubungan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar ... 26

KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

METODE PENELITIAN ... 29

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 29


(10)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 30

Pengolahan dan Analisis Data ... 31

Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi zat Gizi ... 34

Definisi Operasional ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Gambaran Umum Lokasi ... 38

Karakteristik Keluarga ... 39

Karakteristik Contoh ... 41

Usia ... 41

Pengetahuan Gizi ... 41

Menstruasi ... 42

Usia Menarche ... 42

Lama Menstruasi ... 43

Frekuensi Menstruasi ... 43

Status Gizi ... 44

Status Anemia ... 45

Riwayat Penyakit ... 46

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 47

Kebiasaan Makan ... 48

Frekuensi Konsumsi Pangan ... 48

Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-umbian ... 49

Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani ... 50

Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati ... 51

Frekuensi Konsumsi Sayuran ... 52

Frekuensi Konsumsi Buah-buahan ... 53

Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan ... 54

Frekuensi Konsumsi Minuman dan Suplemen ... 54

Konsumsi Pangan ... 56

Tingkat Konsumsi Zat Gizi ... 57

Energi ... 57

Protein ... 58

Vitamin A ... 58

Vitamin C ... 59

Zat Besi (Fe) ... 60

Prestasi Belajar ... 60

Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar ... 62


(11)

Hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar ... 62

Hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 64

Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Angka Kecukupan Gizi Remaja ... 10

Tabel 2 Penggolongan Anemia Menurut Kadar Hb ... 14

Tabel 3 Batas Normal Kadar Hemoglobin (Hb) ... 15

Tabel 4 Rata-rata BB dan TB wanita berdasarkan usia ... 18

Tabel 5 Jenis dan cara Pengumpulan Data Peneltiain ... 31

Tabel 6 Sebaran Contoh Berdasarkan Karakteristik Keluarga ... 38

Tabel 7 Sebaran Contoh Berdasarkan Usia ... 40

Tabel 8 Sebaran Contoh Berdasarkan Pengetahuan Gizi ... 41

Tabel 9 Sebaran Contoh Berdasarkan Usia Menarche ... 41

Tabel 10 Sebaran Contoh Berdasarkan Lama Menstruasi ... 42

Tabel 11 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Mentrusasi ... 43

Tabel 12 Sebaran Gizi Status Gizi Contoh ... 43

Tabel 13 Sebaran Contoh Berdasarkan Kadar Hemoglobin ... 44

Tabel 14 Sebaran Contoh Berdasarkan Kejadian Sakit ... 45

Tabel 15 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Penyakit dan Frekuensi Sakit ... 45

Tabel 16 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Obat Cacing ... 46

Tabel 17 Sebaran Contoh Berdasarkan Perilaku Bersih dan Sehat ... 46

Tabel 18 Sebaran Contoh Berdasarkan Kategori Kebiasaan makan ... 47

Tabel 19 Sebaran Frekuensi Serealia dan Umbi-umbian contoh ... 48

Tabel 20 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani ... 49

Tabel 21 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk nabati ... 50

Tabel 22 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sayuran ... 51

Tabel 23 Frekuensi Konsumsi Buah-buahan ... 52

Tabel 24 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan ... 53

Tabel 25 Frekuensi Konsumsi Minuman dan Suplemen ... 54

Tabel 26 Susunan Makanan Rata-Rata Sehari Menurut Umur 13-15 Tahun ... 55


(13)

Tabel 28 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi ... 56

Tabel 29 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein... 57

Tabel 30 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vit A ... 58

Tabel 31 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vit C ... 58

Tabel 32 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Fe ... 59

Tabel 33 Sebaran Contoh Berdasarkan Prestasi Belajar ... 60

Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar setiap mata pelajaran ... 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status

anemia dan prestasi belajar remaja putri SMPN 27 di kelurahan sumur batu bantar gebang bekasi ... 28


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan UNHDR (United Nation Human Development Report) tahun 2009 mencatat peringkat HDI (Human Development Index) Indonesia berada pada posisi 111 dari 182 negara. Posisi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu untuk mengejar ketertinggalannya maka diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok usia remaja. Dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain.

Remaja merupakan sumberdaya manusia bagi pembangunan di masa mendatang. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Pada masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan (Arisman 2004). Pertumbuhan cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja. Segala sesuatunya berubah secara cepat dan untuk mengantisipasinya maka makanan sehari-hari menjadi sangat penting. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat asupan zat gizi dari makanan yang seimbang (Khomsan 2002).

Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2002). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Saat ini dalam memilih makanan yang dikonsumsi, masyarakat tidak hanya memperhatikan harga, gizi, dan kelezatannya saja tetapi juga keamanannya bagi kesehatan tubuh. Tidak semua pangan layak dan aman dikonsumsi. Pangan layak konsumsi harus mempunyai mutu yang baik dalam hal karakteristik dan cita rasa tidak menyimpang dari yang seharusnya dimiliki. Pangan yang aman dikonsumsi harus bebas dari cemaran berbahaya seperti cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.


(16)

Prestasi belajar yang baik menjadi salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia di bidang pendidikan. Dalam pendidikan, hasil dan prestasi belajar di sekolah merupakan bentuk penilaian kemampuan siswa selama melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal tersebut salah satunya adalah kesehatan. Gizi merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kesehatan individu dan pada anak sekolah defisiensi zat gizi berpengaruh pada tingkat kehadiran dan kemampuan belajar.

Masyarakat yang berstatus ekonomi rendah cenderung mempunyai pengetahuan kesehatan yang rendah, status gizi yang kurang, kondisi lingkungan yang buruk, dan status kesehatan yang buruk. Lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan. Terbatasnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan limbah dan sampah, serta lingkungan sekitar perumahan yang kotor merupakan pendorong timbulnya berbagai penyakit. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap lingkungan dapat mencerminkan masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat.

Masalah gizi pada remaja yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO (2008), prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2005 sebanyak 24.8% dari total penduduk dunia (hampir 2 milyar penduduk dunia). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada tahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15% melebihi rata-rata prevalensi nasional (11.9%) dan prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007 terdapat pada kelompok dewasa (59.1%) dan tertinggi kedua terdapat pada kelompok remaja (14.2%). Prevalensi anemia yang terdapat di Bekasi berdasarkan penelitian Arumsari (2008) bahwa terdapat 32.3% remaja putri mengalami anemia ringan dan 6.0% contoh mengalami anemia sedang dengan kadar Hb antara 7.0-9.9 g/dl dan hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Selain itu, dilihat berdasarkan umur prevalensi anemia di Bekasi sebesar 50.3% remaja putri pada usia 13-15 tahun (Arumsari 2008).

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Depkes (1998), anemia terjadi karena : (1) kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, (2) meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan (3)


(17)

meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah : (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2) penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi.

Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula menimbulkan anemia (WHO 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar remaja putri di wilayah Bantar Gebang Bekasi. Wilayah Bantar Gebang Bekasi ini merupakan kawasan tempat pembuangan akhir sampah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pemulung yang mengais rezeki dengan mengambil kesempatan untuk memilah sampah organik dan anorganik.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik individu contoh dan karakteristik keluarga contoh. 2. Mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat contoh.

3. Mempelajari kebiasaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan pangan contoh.

4. Mempelajari status anemia gizi contoh.

5. Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar contoh.


(18)

6. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar contoh.

7. Menganalisis hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh.

Hipotesis

Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai pentingnya menjaga higiene dan sanitasi lingkungan, membiasakan hidup bersih serta menjaga kesehatan, memberikan gambaran tentang makanan yang bersih dan sehat untuk di konsumsi dalam menunjang status gizi dan prestasi belajar pada remaja putri SMP. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja Putri

WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun. Remaja berada diantara dua masa hidup, dengan beberapa masalah gizi yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa (WHO 2006). Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat (growth spurt) dan merupakan waktu pertumbuhan yang intens setelah masa bayi serta satu-satunya periode dalam hidup individu terjadi peningkatan laju atau kecepatan pertumbuhan. Selama masa remaja, seseorang dapat mencapai 15 persen dari tinggi badan dan 50 persen dari berat badan saat dewasa. Pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi dan pengeluaran energi (UNS-SCN 2006). Masa tulang meningkat sebesar 45 persen dan remodeling tulang terjadi; jaringan lunak, organ-organ, dan bahkan massa sel darah merah meningkat dalam hal ukuran, akibatnya kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Kebutuhan untuk individu tidak mungkin diestimasikan karena adanya pertimbangan variasi dalam tingkat dan jumlah pertumbuhan (DiMeglio 2000).

Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan sebelum mengalami menstruasi pertama atau sekitar usia 10-14 tahun (ADB/SCN 2001 diacu dalam Briawan 2008). Selama periode remaja, kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume darah, peningkatan massa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi pada remaja putri (Beard 2000). Pada wanita, kebutuhan yang tinggi akan zat besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi (Wiseman 2002). Secara keseluruhan, kebutuhan zat besi meningkat dari kebutuhan saat sebelum remaja sebesar 0.7-0.9 mg Fe/hari menjadi 2.2 mg Fe/hari atau mungkin lebih saat menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan ukuran growth spurt sama seperti kematangan seksual dan terjadinya menstruasi. Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan pria (Beard 2000).

Wanita cenderung mempunyai simpanan zat besi yang lebih rendah dibandingkan pria, membuat wanita lebih rentan mengalami defisiensi zat besi saat asupan zat besi kurang atau kebutuhan meningkat. Jika zat besi yang


(20)

dikonsumsi terlalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan baik kognitif, sosial-emosional, dan gaya hidup yang dapat menciptakan dampak yang sangat besar dalam kebiasaan makan remaja.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support) dan gerakan masyarakat

(empowerment) sehingga dapat menerapkan cara hidup sehat, dalam rangka

menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo 2007). Menurut Depkes (2004), perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menitikberatkan pada pengertian perilaku sehat, dan dibagi ke dalam tiga indikator, yaitu indikator nasional, indikator lokal spesifik, dan indikator di tiap tatanan. Pada tingkat nasional, terdapat tiga indikator PHBS, yaitu persentase penduduk tidak merokok, persentase penduduk yang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, serta persentase penduduk yang melakukan aktifitas fisik/olahraga (Effendi dkk 2010).

Indikator lokal spesifik merupakan indikator nasional yang ditambah dengan beberapa Indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Menurut Depkes RI (2008), terdapat 16 indikator lokal spesifik PHBS yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat, yaitu:

1. Ibu hamil memeriksakan kehamilannya

2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan 3. Pasangan usia subur (PUS) memakai alat KB 4. Balita ditimbang


(21)

6. Bayi mendapatkan imunisasi lengkap 7. Penduduk minum air bersih yang masak 8. Penduduk menggunakan jamban yang sehat 9. Penduduk mencuci tangan dengan sabun 10. Penduduk menggososk gigi sebelum tidur 11. Penduduk tidak menggunakan napza

12. Penduduk mempunyai askes/tabungan/uang/emas

13. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI (periksa payudara sendiri)

14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi

15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear

16. Perilaku seksual dan indicator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan yang ada didaerah

Indikator lain yang juga digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya PHBS pada suatu keluarga adalah indeks potensi keluarga sehat (IPKS) yang terdiri atas 7 macam indikator menurut Depkes (2008), antara lain sebagai berikut:

1. Tersedianya sarana air bersih 2. Tersedianya jamban keluarga 3. Lantai rumah bukan dari tanah 4. Peserta KB

5. Memantau tumbuh kembang anak

6. Tidak ada anggota keluarga yang merokok 7. Menjadi peserta JPKM

Sasaran dari program PHBS mencakup lima tatanan, yaitu: tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Sedangkan sasaran program PHBS dalam tatanan keluarga adalah pasangan usia subur, ibu hamil dan atau menyusui, balita dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI 2007c). menurut Dinkes (2006), sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:


(22)

Merupakan sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keljuarga yang bermasalah).

2. Sasaran sekunder

Merupakan sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah, misalnya kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK, dan lain sebagainya.

3. Sasaran tersier

Merupakan sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS, misalnya seperti kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.

Perilaku hidup sehat juga diklasifikasikan ke dalam beberapa perilaku menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007b), yakni sebagai berikut:

1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang yang dimaksud adalah dalam arti kualitas yakni mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan dalam arti kuantitas yakni jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan.

2. Olahraga teratur mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.

3. Tidak merokok. Merokok merupakan kebiasaan buruk yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Meski demikian, pada kenyataannya kebiasaan merokok di Indonesia seolah sudah membudaya hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa. Bahkan saat ini diperkirakan sekitar 15% remaja telah merokok.

4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya) juga semakin meningkat, yakni diperkirakan sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum-minuman keras.

5. Istirahat secara cukup. Meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan seseorang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga waktu istirahat menjadi


(23)

berkurang. Hal tersebut apabila terus berlanjut dapat membahayakan kesehatan.

6. Mengendalikan stres. Stres dapat terjadi pada siapa saja, dan lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang sulit. Stres tidak dapat dihindari, namun yang terpenting dalam menjaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Stres dapat dikendalikan dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif.

7. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan, misalnya dengan tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Perilaku hidup sehat sangat erat kaitannya dengan higiene perorangan (personal hygiene). Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun dan air bersih merupakan salah satu yang termasuk dalam higiene perorangan yang mampu mencegah resiko terkena diare (Nurwulan 2003). Selain itu kebersihan pribadi juga mencakup : kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah buang air kecil dan besar (Depkes 2004).

Cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan status anemia. Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Melalui membiasakan mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-kuman tersebut tidak turut masuk ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan sebab cacing di perut sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan ternyata mempunyai resiko lebih kecil untuk terkena anemia (Irawati et al 2000).

Kecukupan Gizi Remaja

Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena biasanya pada umur inilah perhatian untuk olahraga sedang tinggi-tingginya, seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan sebagainya (Ricket 1996).

Remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi (Sediaoetama 2000). Tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi para remaja. Mereka bukan hanya melewatkan waktu makan (terutama


(24)

sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengkonsumsi

junk food. Disamping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya dikonsumsi. Gaya hidup dan kebiasaan makan cenderung berubah ketika masa remaja, hal ini sangat mempengaruhi asupan zat gizi (Arisman 2002). Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Angka kecukupan gizi remaja

Zat Gizi Perempuan (tahun) Laki-laki (tahun)

13-15 16-18 13-15 16-18

Energi (Kal) 2350 2200 2400 2600

Protein (g) 57 55 60 65

Kalsium (mg) 1000 1000 1000 1000

Besi (mg) 26 26 19 15

Vit A (RE) 600 600 600 600

Vit E (mg) 15 15 15 15

Vit B1 (mg) 1.1 1.1 1.2 1.3

Vit C (mg) 65 75 75 90

Folat (mg) 400 400 400 400

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (2004)

Banyaknya zat besi yang hilang dari tubuh seseorang berbeda-beda, tergantung simpanan zat besi yang dimilikinya. Apabila tubuh mempunyai simpanan zat besi dalam jumlah banyak, maka zat besi yang dikeluarkan dari tubuh juga banyak. Sebaliknya pada orang yang menderita anemia gizi, jumlah zat besi yang dikeluarkan juga sedikit (Wirakusumah 2001).

Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani) dan besi non heme (dalam makanan nabati). Sumber besi non heme yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan. Asam fitat yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena zat besi yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir terhadap penyerapan besi pun biasanya akan positif. Sayuran daun berwarna hijau memiliki kandungan zat besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi maka akan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Beberapa jenis sayuran hijau juga mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tannin yang terdapat dalam teh dan kopi (Almatsier 2002).

Bioavailabilitas zat besi dalam makanan sangat dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penghambat. Absorpsi zat besi dapat bervariasi dari 1-40 persen tergantung pada faktor pendorong dan penghambat dalam makanan (WHO 2001). Menurut FAO/WHO (2001), faktor pendorong penyerapan zat besi


(25)

diantaranya : Besi heme yaitu terdapat dalam daging, unggas, ikan, dan seafood, asam askorbat atau vitamin C, terdapat dalam buah-buahan, serta makanan fermentasi seperti asinan dan kecap. Sedangkan faktor penghambat penyerapan zat besi : Fitat yaitu terdapat dalam sekam dan butir serealia, tepung, kacang-kacangan, makanan dengan kandungan inositol tinggi, besi yang terikat phenolic

(tannin); teh, kopi, coklat, beberapa bumbu (seperti oregano), sumber kalsium terutama dari susu dan produk olahan susu

Sumber baik zat besi berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas, dan ikan karena mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi (Almatsier 2001). Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki Meat,

Fish, Poultry Factor (MPF Factor) yang dapat meningkatkan penyerapan besi. hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan asam amino cystein

dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi dan membantu penyerapannya (Groff & Gropper 2000 diacu dalam Puri 2007).

Konsumsi pangan yang rendah kandungan zat besi dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Selain itu, tingginya konsumsi pangan yang dapat menghambat penyerapan besi dan rendahnya konsumsi pangan yang dapat membantu penyerapan besi di dalam tubuh juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan defisiensi besi (Almatsier 2002).

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan adalah metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau banyak kali penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu. Metode ini bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Dengan metode ini dapat dilakukan penilaian frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (sumber lemak, sumber protein, sumber zat besi, dan lain sebagainya) selama kurun waktu yang spesifik (per hari, minggu, bulan, tahun) dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat gizinya. Kuisioner biasanya mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Kusharto & Sa’diyyah 2006).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang


(26)

yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 2000). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al. 1986).

Konsumsi pangan seseorang yang telah memenuhi kecukupan gizi dianjurkan untuk hidup sehat diketahui setelah dilakukan perbandingan antara masing-masing zat gizi yang diperoleh dari pangan yang dikonsumsi dengan jumlah masing-masing kecukupan gizi yang dianjurkan (Hardinsyah & Martianto 1989). Selanjutnya Hardinsyah dan Martianto (1989) juga mengemukakan bahwa pengertian konsumsi gizi berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi adalah sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan adalah kondisi yang seharusnya atau sebaliknya. Makanan yang cukup adalah makanan yang jika dikonsumsi setiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan makanan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Sediaoetama 2000).

Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu dapat diketahui dengan melakukan survei konsumsi pangan secara kualitatif maupun kuantitatif (Suhardjo 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa survei konsumsi pangan secara kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Survei pangan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat metode yaitu (a) metode recall

(mengingat), (b) metode inventaris, (c) metode pendaftaran dan (d) metode penimbangan (Riyadi 1995). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Menurut Sedioetama (2000), Untuk tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan


(27)

mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan.

Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1994).

Menurut Suhardjo (1989), pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja, khususnya remaja putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja rata-rata tidak lebih dari 3 kali dan disebut makan bukan hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dianggap sebagai makan.

Survei yang dilakukan Hurlock (1997) menunjukkan bahwa remaja suka sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya manis dan golongan pastry serta permen. Sedangkan golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C tidak popular atau jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka rendah akan zat besi, kalsium, vitamin C, vitamin A dan lain-lain. Disamping itu hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja suka minum-minuman ringan (soft drink), teh dan kopi. Frekuensi minum-minuman ringan (soft drink), teh dan kopi lebih sering dibandingkan dengan minum susu.

Anemia

Status zat besi tiap individu bermacam-macam mulai dari kelebihan zat besi sampai anemia defisiensi zat besi. Walaupun kebutuhan zat besi bervariasi pada tiap grup yang tergantung pada faktor-faktor seperti pertumbuhan (bayi, remaja, kehamilan), dan perbedaan kehilangan normal zat besi (menstruasi dan kelahiran), terjadi proses yang diatur tubuh dalam meningkatkan absorpsi zat besi sejalan dengan penggunaan zat besi dan menurunkan absorpsi zat besi


(28)

yang disimpan di dalam tubuh sejalan dengan adanya asupan makanan (Gleason & Scrimshaw 2007).

Anemia terjadi apabila kepekatan hemoglobin dalam darah di bawah batas normal. Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mempunyai peranan penting dalam tubuh, selain membantu hemoglobin mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran (Brody 1994). Anemia gizi adalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Depkes 1998).

Menurut WHO (2001), batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun keatas adalah apabila konsentrasi atau kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 12 g/dl. Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang, dan berat belum ada keseragaman mengenai batasannya, namun untuk mempermudah pelaksanaan pengobatan dan mensukseskan program lapangan, menurut ACC/SCN (1991), anemia dapat digolongkan menjadi tiga :

Tabel 2 Penggolongan anemia menurut kadar Hb

Anemia Hb (g/dl)

Ringan 10.0-11.9 Sedang 7.0-9.9

Berat < 7.0

Sumber : ACC/SCN (1991)

Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen. Hemoglobin memiliki afinitas (daya gabung) kuat dengan O2 dan dengan oksigen tersebut membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah, maka oksigen dapat dibawa dari paru-paru ke jaringan tubuh (Roosita, Uripi dan Nasoetion 2006). Ganong (2001) mengatakan bahwa hemoglobin adalah molekul globuler yang dibentuk dari empat subunit. Tiap-tiap sub unit mengandung heme yang bergabung dengan polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. polipeptida secara keseluruhan dinyatakan sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Terdapat dua pasang pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit mengandung satu jenis polipeptida pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung polipeptida lain.


(29)

Menurut Brody (1994), hemoglobin memiliki berat molekul 64500 dan tersusun atas empat sub unit. Dua sub unit disebut α-globin, dan dua lainnya disebut β-globin. Masing-masing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam kelompok heme tersebut harus dalam bentuk fero untuk mengikat oksigen. Kadar hemoglobin (Hb) ± 15 g % (gram per dl darah). Hemoglobin merupakan molekul protein didalam sel darah merah yang bergabung dengan oksigen dan karbon dioksida untuk diangkut melalui sistem peredaran darah kedalam jaringan tubuh. Ion besi dalam bentuk Fe+2 dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen. Kadar hemoglonin normal dalam darah untuk wanita usia subur adalah 12 g % (g per dl darah). Cara penentuan kadar hemoglobin yang dianggap cukup teliti dan dianjurkan oleh International

Communite for Standarrization in Hematology (ICHS) adalah

Cyanmethemoglobin (Sediaoetama 2000). Adapun batas normal kadar

hemoglobin menurut WHO (2001) adalah sebagai berikut: Tabel 3 Batas normal kadar hemoglobin (Hb)

Kelompok Kadar Hb (g%)

Anak balita 11 g%

Anak usia sekolah 12 g%

Wanita dewasa 12 g%

Laki-laki dewasa 13 g%

Ibu hamil 11 g%

Ibu menyusui 12 g%

Sumber : WHO (2001)

Pengukuran Anemia

Metode yang sering digunakan untuk pengukuran hemoglobin adalah metode cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan International Commite for Standardization in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltfus dan Dreyflus 1998 diacu dalam Basri). Untuk memperkirakan prevalensi anemia dengan mengukur hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin, mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 82.4% dan 94% (Basri 2011).

Faktor penyebab anemia

Sebelum terjadi anemia biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding


(30)

capacity) meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sumsum tulang dan hati. Hal ini menandakan berkurangnya zat besi dalam plasma. Selanjutnya zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah (sistem eritropoesis) di dalam sumsum tulang berkurang dan terjadi penurunan jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun (hypocromic) dan eritrosit menjadi (microcytic) dan terjadi anemia gizi besi (Wirakusumah 2001).

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Depkes (1998), anemia terjadi karena : (1) kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, (2) meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan (3) meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah : (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2) penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi (Biesalki dan Erhardt 2007).

Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula menimbulkan anemia (WHO 2001).

Faktor Risiko Anemia Menstruasi

Anemia pada remaja putri disebabkan masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja putri, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari dan ada yang 1-2 hari. Beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi yaitu faktor stress, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya (Affandi 1990).


(31)

Menstruasi adalah suatu proses fisiologis yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain lingkungan, musim, dan tingginya tempat tinggal dari permukaan laut. Faktor lain yang penting adalah faktor sosial misalnya status perkawinan dan lamanya menstruasi ibu. Rata-rata lama perdarahan pada kebanyakan wanita setiap periode kurang lebih tetap (Affandi 1990).

Pada saat menstruasi terjadi pengeluaran draah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut terbuang. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran zat besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Menstruasi menyebabkan wanita kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah kehilangan zat besi pada laki-laki (Brody 1994). Apabila darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup besar. Setiap orang mengalami kehilangan darah dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh (Affandi 1990).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode menstruasi berkisar antara 20-25 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80 ml (Affandi 1990). Jumlah 20-25 cc menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12.5-15 mg/bulan atau kira-kira sama dengan 0.4-0.5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg per hari (Arisman 2002). Wanita usia muda relatif lebih sedikit kehilangan darah menstruasi dibandingkan dengan wanita usia lanjut yang masih mendapat menstruasi. Kebanyakan wanita dengan tingkat menstruasi yang berat sangat mungkin terkena anemia ringan (Wiseman 2002).

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Supariasa et al 2001). Pengukuran antropometri terdiri dari dua dimensi yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh (pengukuran komponen lemak dan komponen bukan lemak).


(32)

Menurut Riyadi (2001), indikator antropometri yang dipakai di lapangan adalah berat badan untuk mengetahui massa tubuh dan panjang atau tinggi badan untuk mengetahui dimensi berat linier dan indikator tersebut sangat tergantung pada umur. Antropometri sangat penting pada masa remaja karena antropometri dapat memonitor dan mengevaluasi perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan popular untuk menentukan status gizi pada masa remaja saat ini adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kg dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Berikut adalah rata-rata berat berat badan dan tinggi badan wanita berdasarkan usia menurut WNPG 2004.

Tabel 4 Rata-rata BB dan TB wanita berdasarkan usia

Usia Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)

Rata-rata SD Rata-rata SD

10-12 tahun 38.4 9.2 145.4 8.8

13-15 tahun 44.6 6.7 152.3 4.6

16-18 tahun 46.3 4.6 149.1 4.9

Sumber : Jahari & Jus’at (2004) dalam WNPG (2004)

Pada periode remaja, 20 persen tinggi badan dan 50 persen berat badan saat dewasa telah dicapai. Oleh karena itu kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja dan adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Wanita yang berstatus gizi baik akan lebih cepat mengalami pertumbuhan badan dan akan lebih cepat mengalami menstruasi. Sebaliknya wanita yang berstatus gizi buruk pertumbuhannya akan lambat serta menstruasinya akan lebih lambat (ABD/SCN 2001 diacu dalam Briawan 2008). IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin (Thomson 2007). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk menjadi anemia.

Riwayat Penyakit

Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan Herman 2005). Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-Clewes 2007). Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat


(33)

menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun. Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis, dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah tersebut mengakibatkan defisiensi besi (WHO 2001).

Adanya infeksi cacing tambang menyebabkan pendarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Infeksi cacing merupakan contributor utama terjadinya anemia dan defisiensi besi. Cacing tambang dapat menyebabkan perdarahan usus yang memicu kehilangan darah akibat beban cacing dalam usus. Intensitas infeksi cacing tambang yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi bervariasi menurut spesies dan status zat besi populasi. Cacing tambang yang menyebabkan kehilangan darah terbesar adalah

A. duodenale (Dreyfuss et al 2000).

Peningkatan kejadian akibat malaria pada penderita anemia gizi besi dapat memperberat keadaan anemia. Malaria adalah infeksi parasit yang ditimbulkan oleh satu dari empat spesies dari genus Plasmodium yaitu P. vivax, P. falciparum, P. ovale, dan P. malariae. Pada malaria P. falciparum, anemia sering ditemukan dan menggambarkan anemia berat (Shulman et al 1994). Menurut hasil penelitian Wijianto (2002), penyakit infeksi seperti malaria dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb yang terjadi akibat hemolisis intravaskuler. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada wanita hamil di Nepal, terdapat bukti bahwa malaria berhubungan dengan defisiensi besi. Konsentrasi serum ferritin pada wanita yang terjangkit P. vivax lebih rendah dan proporsi wanita dengan serum ferritin lebih rendah cenderung meningkat (Dreyfuss et al 2000).

Peradangan dan pemanfaatan hemoglobin oleh parasit memegang peranan penting dalam etiologi anemia pada malaria. Peradangan tersebut terlihat dalam studi pada anak-anak India (2-11 tahun) yang menderita malaria parah, sedang, asimtomatik, dan tidak malaria. Hasil penelitian menunjukkan malaria asimtomatik memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita malaria. Walaupun persentase sel darah merah yang terinfeksi malaria biasanya lebih sedikit, anemia dapat timbul akibat blokade penempatan sel darah merah oleh faktor penghambat seperti hematopoiesis (Thurnham & Northrop-Clewes 2007).


(34)

Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat pengukuran kemampuan kognitif siswa. Sebelum mengetahui tentang prestasi belajar, perlu kiranya mengetahui tentang definisi belajar. Menurut Winkel (1996) belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersikap relatif konstan dan berbekas. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Hasil belajar tidak dapat langsung terlihat, tanpa seseorang melakukan sesuatu yang memperlihatkan hasil belajar tersebut melalui prestasi belajar.

Pengertian belajar menurut Crow dan Crow (1969) dalam Utami (1993) belajar sebagai suatu program terencana tentang penguasaan suatu bidang studi tertentu, yang meliputi penguasaan terhadap fakta, ide, dan prosedur dari subyek tersebut. Belajar juga meliputi mempelajari suatu materi baru, pemecahan masalah, menemukan hubungan baru antara suatu konsep dengan konsep lainnya. Prestasi menurut Munandar (1992) merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan seseorang.

Pengertian prestasi menurut Sudjana (1999), adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan Suryadi (1998) memberikan pengertian prestasi merupakan kesanggupan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bermutu dan tepat mengenai sasaran dengan tujuan yang telah ditetapkan. Prestasi menurut Siswanto (1987) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya. Prestasi adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan (Samsudin 2003).

Prestasi belajar adalah hasil penilain pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan kognitif dan kesuksesan belajar di sekolah (school

achievement) yang secara umum diketahui sebagai keberhasilan siswa di


(35)

prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemampuan dasar (intelegensi), bakat, cara belajar, motivasi/dorongan, kondisi fisik, fasilitas belajar, lingkungan fisik, keadaan/suasana psikologis dirumah dan hibungan anak dengan orang tua, guru serta teman. Cangelosi (1995) menyatakan bahwa prestasi siswa merupakan tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa dengan tujuan belajar. Suparno (2001) mengemukakan kesulitan-kesulitan atau masalah yang dihadapi dalam proses belajar. Masalah tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu masalah internal, eksternal dan lingkungan (fisik, sosial dan ekonomi).

Prestasi belajar dapat diukur dengan melakukan tes atau ujian. Fungsi tes prestasi belajar adalah untuk menentukan keterampilan dan pengetahuan yang sudah diajarkan di berbagai tingkat pendidikan atau menilai sejauh mana siswa dapat memperoleh manfaat dari pelajaran yang telah diperoleh. Setiap tes tersebut mempunyai butir-butir soal yang berfungsi untuk menilai materi-materi yang telah disajikan (Arikuntoro 2002).

Prestasi belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh murid terhadap pertanyaan/persoalan/tugas yang diberikan oleh guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap prestasi belajar murid biasanya diterapkan dalam angka-angka (Winkel 1991).

Prestasi yang menonjol dalam salah satu bidang akan mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut. Sebaliknya belum tentu orang yang berbakat akan selalu mencapai prestasi yang tinggi. Sedangkan cara yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar anak dapat dinilai dari angka rapor atau tes prestasi belajar baku. Kelemahan dari angka rapor ialah bahwa angka rapor berdasarkan hasil prestasi belajar hanya menunjukkan hasil sesaat. Jika kebetulan anak pada waktu pengetesan berada dalam konsisi kurang sehat, maka hal itu dapat mempengaruhi hasil tesnya.

Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Status gizi yang buruk, kekurangan zat gizi berupa mineral, vitamin dan zat gizi lainnya dapat mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan syaraf. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel


(36)

otak dan melinasi sel otak, terutama pada usia di bawah tiga tahun sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto 2004).

Kemampuan kognitif pada remaja khususnya siswi sekolah menengah mempengaruhi kemampuan dalam konsentrasi belajar yang secara tidak langsung dapat berdampak pada tingkat prestasi akademik yang dihasilkan selama sekolah. Soemantri et al. (1985) telah meneliti hubungan mengenai anemia defisiensi besi dengan kesuksesan sekolah dengan membandingkan grup anemia (n=42) dan grup normal (n=17) dengan IQ, prestasi belajar dan konsentrasi belajar (p<0.05).

Di Indonesia telah ada penelitian yang menunjukan peningkatan kemampuan kognitif melalui perlakuan pada grup anemia dan non anemia yang dipantau selama tiga bulan sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, salah satunya adalah faktor kurangnya atau tidak efektifnya pengajaran oleh guru di sekolah, faktor perhatian siswa, dan motivasi belajar siswa (Grantham 2001). Murray (2007) menemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status besi dengan performa kognitif pada wanita usia reproduksi atau wanita usia subur dengan n=34 dan p=0.038. Selain itu anemia berhubungan kuat dengan perkembangan balita dan rendahnya skor kognitif pada test dan prestasi belajar anak. Beberapa faktor dapat dihubungkan antara anemia dan kemampuan kognitif antara lain, kemiskinan, status ekonomi, IQ, BBLR dan infeksi parasit. Selain itu anemia menyebabkan remaja wanita menjadi pasif, sering mengantuk dan tidur, tidak melakukan apa-apa, malas dan jarang bergaul serta bermain dengan teman sebaya (Soeswondo 1989).

Survey NHANES pada tahun 1999-2000 melaporkan prevalensi anemia defisiensi besi terbesar terdapat pada remaja perempuan (9-16%) dan pada anak balita sebesar 7%. Anemia defisiensi besi dapat berpengaruh pada fungsi kognitif, pelilaku dan fungsi otak lainnya yang dapat terjadi pada masa perkembangan otak (Mc Cann 2007). Anemia juga menyebabkan terjadinya penurunan skor kemampuan mental MDI (Mental Development Index) yang signifikan pada grup anemia. Studi longitudinal mengenai anemia juga telah membuktikan bahwa pada anak anemia memiliki kemampuan kognitif, perkembangan motorik dan prestasi belajar yang buruk (Grantham et al. 2001). Besi berperan dalam sisitem syaraf pusat perifer dalam enzim yang diperlukan untuk sintesis neurotransmitter dan berperan dalam mielinisasi. Selain itu,


(37)

dampak akibat rendahnya status besi yaitu efek negatif pada perkembangan kognitif, kemampuan berkonsentrasi yang buruk, minat belajar yang kurang dan prestasi yang buruk di sekolah (Barasi 2009).

Batra (2005) mengemukakan dampak yang terjadi akibat anemia pada usia sekolah melalui beberapa test yang terdiri dari aritmatik test, test kurikulum sekolah dan test pembendaharaan kata (vocabulary test), dengan hasil bahwa terjadi penunan skor yang signifikan p=0.02 pada subjek anemia di usia sekolah. Selain itu pada anak usia lebih dari dua tahun dengan anemia biasanya memiliki kemampuan kognitif yang buruk dan prestasi sekolah yang rendah dibandingkan anak non anemia. Anemia juga menyebabkan penurunan kemampuan verbal

(verbal learning) dan kemampuan mengingat memori pada remaja wanita,

dimana kemampuan verbal dan memori sangatlah penting dalam peningkatan performa akademik (Bruner et al. 1996)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain terdiri dari aspek fisik, keadaan gizi anak, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan intelegensi. Adapun faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan) dan lingkungan masyarakat (Opit 1996).

Hawadi (2001) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang murid dalam studinya meliputi faktor dari dalam (internal) dan dari luar murid (eksternal) tersebut. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yaitu minat, sikap, bakat, motivasi berprestasi, konsep diri dan sistem nilai. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang diantaranya adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pencapaian prestasi belajar pada seorang anak akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor individu sendiri, faktor keluarga dan sekolah. Ketiga faktor ini akan bekerjasama membentuk seorang anak untuk dapat berprestasi di sekolah (Puspitasari 2008).

Kecerdasan

Kecerdasan/intelegensi menurut Sarwono (1986) didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Gani (1984) dalam Priyatno (2001) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur


(38)

kecerdasan, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tes psikologi yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan Intelegence Quotient (IQ), sedangkan mengukur tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik. Minat

Menurut Chaplin (1979) dalam Yustiana (1999) secara umum, setiap manusia akan melakukan suatu hal. Minat adalah perasaan seseorang bahwa aktivitas, pekerjaan atau obyek tertentu berharga baginya. Bila seorang siswa sangat berminat untuk belajar dan menganggap belajar sebagai sesuatu yang berharga, maka prestasi belajar yang dapat diraihnya dapat tinggi. Menurut Sowekanto (1981) minat adalah bagian dari sikap karena pengertian dari sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi obyek tersebut.

Motivasi

Winkel (1996) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar.

Menurut Syah (1999) motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik (motivasi yang berasal dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang berasal dari luar diri siswa). Motivasi intrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan kebutuhan akan materi tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib, teladan orangtua dan guru.

Cara Belajar

Cara belajar mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Kartono (1985) mengemukakan beberapa hal mengenai cara belajar yang efisien yaitu: (a) konsentrasi sebelum dan saat belajar, (b) segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima, (c) membaca secara teliti dan betul bahan yang sedang dipelajari serta menguasainya, (d) menyelesaikan soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang baik seperti pengaturan


(39)

waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tahu tujuan sebelumnya (Gunarsa & Gunarsa 1995). Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orang tua karena ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan, padahal dapat menjadi sumber utama ke arah munculnya kesulitan-kesulitan belajar anak. Suasana hubungan antara orang tua dengan anak seringkali menjadi sumber yang mempengaruhi motivasi anak untuk berprestasi. Benturan nilai antara orang tua dan anak dapat menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pola konsentrasi anak (Gunarsa & Gunarsa 1995). Lingkungan sekolah meliputi hubungan antara anak dengan guru, anak dengan teman, cara mengajar guru dan fasilitas di sekolah. Lingkungan yang sempit, penerangan kadang kurang baik, kebisingan dapat mempengaruhi motivasi dan secara tidak langsung mempengaruhi pula proses belajar anak di sekolah.

Hubungan Anemia Dengan Prestasi Belajar

Menurut Soekirman (2000), gangguan pada proses pertumbuhan dan perkembangan atau kematangan sel otak serta produksi dan pemecahan zat senyawa transmitter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya yang menjadi terhambat disebabkan oleh kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan prestasi belajar menurun. Almatsier (1989) menyatakan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi dan anemia. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang mempunyai dampak lebih lanjut terhadap konsentrasi dan prestasi belajar.

Penelitian Astuti (2002) yang dilakukan pada 60 orang siswa SMUN 1 Trenggalek, Jawa Timur menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status anemia dengan prestasi belajar. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Atasasih (2002) pada siswa-siswi SMU 68 Jakarta Pusat, yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara anemia dengan prestasi belajar. Siswa dengan status anemia berat ternyata juga dapat memiliki prestasi belajar cukup. Hal ini disebabkan karena meskipun kadar Hb rendah namun jika faktor lain yang dapat mendukung prestasi belajar dalam keadaan baik seperti pola belajar serta sarana dan perlengkapan belajar maka hal tersebut


(40)

kemungkinan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Wirakusumah (1999) status anemia baru dapat berdampak terhadap prestasi belajar jika termasuk dalam kategori berat dan sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar

Menurut Soewando dkk (1971) diacu dalam Mursidah 1991, menunjukkan bahwa gizi kurang berpengaruh pada kemampuan anak dan dapat mengakibatkan perhatian dan konsentrasi belajar menurun. Anak yang menderita gizi kurang akan tertinggal dalam belajar, kurang gesit dalam bergaul dengan sesama temannya atau kurang tanggap atas kejadian di lingkungan sekitarnya. Gizi yang baik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesehatan anak. Menurut Gani (1984) zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan berperan dalam perkembangan bobot fisik (besar badan), perkembangan mental dan intelektual serta produktivitas. Kekurangan gizi menyebabkan seseorang sering terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lambat, apatis sehingga prestasi belajarnya pun berkurang.

Hubungan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar

Lingkungan tempat tinggal seseorang akan sangat memberikan pengaruh terhadap orang yang tinggal pada lingkungan tersebut. Lingkungan belajar yang dimaksudkan sebagai situasi atau suasana tempat seseorang berada dan belajar (Thanthowi 1998). Lingkungan belajar akan mempengaruhi seseorang dalam membentuk suatu pola belajar yang akan digunakan untuk mencapai prestasi belajar. Lingkungan yang nyaman akan memberikan ketenangan bagi yang tinggal disekitarnya dan sebaliknya lingkungan yang tidak nyaman akan membawa dampak yang kurang baik terhadap masyarakat disekitarnya (Slamet 1993).

Lingkungan belajar yang mendukung terselenggaranya kegiatan belajar mengajar sangat diharapkan sehingga memungkinkan seseorang belajar dengan baik dan mencapai prestasi yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik didukung dengan kelengkapan fasilitas belajar yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik yang dinilai dari lingkungan fisik maupun non fisik serta fasilitas belajar yang lengkap, akan memberikan pola belajar yang baik bagi seseorang. Sehingga akan mendukung seseorang untuk mencapai prestasi yang baik.


(41)

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik individu yang meliputi usia, berat dan tinggi badan, status gizi, pengetahuan gizi, serta usia menarche, lama dan frekuensi menstruasi serta karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan orang tua diketahui memberi pengaruh dalam kebiasaan makan dan konsumsi makan remaja. Konsumsi makan yang baik dari remaja merupakan faktor penting untuk memperoleh asupan gizi yang cukup setiap harinya melalui konsumsi makanan yang beragam. Kebiasaan makan yang baik pada remaja dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai pangan dan gizi yang selanjutnya membentuk sikap serta praktek gizi.

Masa remaja membutuhkan asupan pangan yang tinggi dalam mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi untuk mendukung aktivitas dan menjalankan fungsi biologis tubuh setiap harinya dengan status gizi yang baik. Kadar hemoglobin di dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah zat besi yang tersedia untuk proses pembentukan hemoglobin. Zat besi yang tersedia di dalam tubuh terutama diperoleh dari makanan yang dikonsumsi maupun suplemen zat besi.

Salah satu masalah defisiensi zat gizi yang mempengaruhi kemampuan belajar remaja di sekolah adalah anemia. Anemia adalah suatu keadaan yang salah satunya ditandai dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah dari nilai normal. Upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, investasi dibidang gizi penting untuk diperhatikan disamping melakukan investasi dalam ekonomi dan pendidikan. Masalah gizi yang terjadi pada anak sekolah khususnya remaja akan mempengaruhi proses belajar di sekolah dan akan berdampak pada prestasi belajar di sekolah.

Terbentuknya kebiasaan makan yang baik dapat memenuhi kebutuhan zat besi setiap hari yang akan berpengaruh pada keseimbangan status besi dalam tubuh. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi makanan yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi. Selain itu perilaku hidup bersih dan sehat juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia. Anemia juga dapat mempengaruhi kemampuan belajar siswi dan dapat mempengaruhi prestasi belajar. Selain itu banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain faktor eksternal yaitu lingkungan belajar, sekolah, masyarakat dan pergaulan serta faktor internal yaitu minat, bakat, intelegensi dan motivasi. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


(42)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis Ketersediaan

makanan

Karakteristik keluarga: Besar keluarga Pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua Pendidikan orang tua

Karakteristik individu: Usia dan usia

menarche, lama & frekuensi menstruasi Berat & tinggi badan Status gizi

Pengetahuan gizi

Pola konsumsi pangan: • Frekuensi makan • Kebiasaan makan • Kebiasaan minum • Makanan pantangan

Status anemia (kadar Hb)

Perilaku hidup bersih dan

sehat

Prestasi belajar (Nilai UTS, Nilai

rapor, Nilai ulangan harian) Faktor eksternal:

Lingkungan belajar, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, pergaulan

Faktor internal: Minat, konsep diri, bakat, intelegensi Konsumsi energi dan

zat gizi

Penyakit kronik, penyakit infeksi, dan perdarahan kronis (malaria dan kecacingan)

Gambar 1 perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di kelurahan sumur batu bantar gebang


(43)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober-November 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13-15 tahun, siswi kelas 2 SMP negeri 27 Bekasi. Kriteria contoh yang diambil adalah siswi SMP Negeri 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah 1) remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, 2) bersedia diambil darah, 3) tidak menderita penyakit saat pengambilan darah 4) bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, 5) tidak mengkonsumsi obat-obatan, 6) telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian.

Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan asumsi power of study

95%, presisi 10%, dan prevalensi anemia pada remaja putri yang terjadi di Bekasi sebesar 38.3%, populasi siswa SMPN 27 bekasi 1067 siswa dengan menggunakan rumus study cross sectional menurut Lemeshowb, et al (1997) Berikut ini adalah perhitungan sampel :

n Z d p q

n . .3. .3 .

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

α = derajat kepercayaan

p = prevalensi anemia remaja putri di SMP 27 Bekasi q = 1 – p

d = presisi N = populasi


(1)

18 Apakah anda biasa mengkonsumsi lauk nabati? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah

19 Berapa kali anda mengonsumsi lauk nabati dalam satu hari? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah

20 Apakah anda memiliki makanan pantangan?

1. Ya 2. Tidak *) Jika Tidak, lanjut ke nomer 23 21 Sebutkan jenis makanan yang menjadi pantangan anda? 22 Apakah anda mengkonsumsi suplement tertentu?

1. Ya 2. Tidak *) Jika Tidak, lanjut ke nomer 25 23 Sebutkan jenis suplemen yang anda konsumsi?

24 Berapa kali anda mengonsumsi suplemen dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah 25 Apakah mengkonsumsi suplement tertentu ketika anda sedang

mengalami menstruasi? Jika YA, sebutkan jenis suplemen yang anda konsumsi?

1. Ya ... 2. Tidak G. Riwayat Kesehatan

1. Anamnesa :

a. Keluhan kesehatan selama dua bulan terakhir, ada/tidak ada?...

Bila ada, sebutkan

... b. Riwayat penyakit selama dua bulan

terakhir:...

... ... ...

2. Pemeriksaan fisik (diisi oleh enumerator)

a. Tekanan darah : ...mm/Hg b. Suhu badan : ...°C 3. Penyakit yang pernah anda alami

No Nama Penyakit Pernah* Tidak

Pernah*

Frekuensi 1 Tipus

2 Cacingan 3 Diare kronis (lama)

4 Lain-lain, sebutkan ... Keterangan : *) isi dengan tanda (√ ) H. Riwayat Kecacingan

No Pertanyaan Jawaban

1

Apakah anda pernah merasakan gatal pada dubur (anus)?

1. Ya 2. Tidak

2 Apakah anda pernah mengkonsumsi obat cacing? 1. Ya 2. Tidak

3

Berapa kali anda mengkonsumsi obat cacing dalam setahun?

1. 1 tahun sekali 2. 6 bulan sekali 3. 3 bulan sekali 4 Apakah anda pernah mengalami adanya darah pada


(2)

feces?

1. Ya 2. Tidak

5 Apakah anda pernah mengalami adanya cacing pada feces?

1. Ya 2. Tidak

6 Apakah anda memiliki riwayat kecacingan sebelumnya? 1. Ya 2. Tidak

I. Menstruasi (Lingkari hurup sesuai dengan jawaban yang benar dan isilah titik-titik dibawah ini)

1. Usia pertama kali menstruasi?... 2. Lama siklus menstruasi (jarak antar menstruasi)

1. < 25 hari 2. 25-30 hari 3. > 30 hari 3. Keteraturan jadwal menstruasi

1. Selalu tepat waktu

2. Datang lebih awal dari biasanya 3. Datang terlambat, selama ____ hari 4. Lama menstruasi

1. < 3 hari 2. 3-9 hari 3. >9 hari 5. Frekuensi Menstruasi

1. 1 bulan sekali 2. 1 bulan dua kali 3. Belum tentu satu bulan sekali 6. Apakah ada keluhan selama haid

1. Pusing 2. Lemas 3. Sakit perut

4. Berkunang-kunang 5. Tidak ada keluhan

7. Apakah anda sering merasa cepat lelah ketika mengerjakan pekerjaan/kegiatan anda?

1. Ya 2. Tidak

8. Apakah anda sering cepat lupa atau mengalami kesulitan dalam mengingat? 1. Ya 2. Tidak

J. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

No Pertanyaan Jawaban 1 Apakah anda perokok?

1. Ya 2. Tidak

2 Apakah anda mengkonsumsi alkohol? 1. Ya 2. Tidak

3 Apakah anda selalu mencuci tangan dengan sabun? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah 4

Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan?

1. Ya 2. Tidak

5 Apakah anda selalu mencuci tangan setelah buang air? 1. Ya 2. Tidak

6

Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan ?

1. Ya 2. Tidak

7 Apakah anda selalu menggosok gigi setiap hari? 1. Ya 2. Tidak


(3)

1. 1 kali sehari 2. 2 kali sehari 3. 3 kali sehari 9 Apakah anda selalu mandi 2 kali sehari?

1. Ya 2. Tidak

10 Apakah anda biasa menggunakan sabun ketika mandi? 1. Ya 2. Tidak

11

Apakah anda buang air besar (BAB) di jamban/WC/kamar mandi?

1. Ya 2. Tidak

12 Apakah anda selalu mengunakan air bersih dirumah? 1. Ya 2. Tidak

13 Apakah anda selalu membuang sampah di pada tempatnya? 1. Ya 2. Tidak

14

Apakah anda selalu menggunakan alas kaki ketika keluar rumah?

1. Ya 2. Tidak 15

Apakah anda selalu mengkonsumsi makanan yang beragam setiap hari?

1. Ya 2. Tidak

16 Apakah anda terbiasa menggunting kuku? 1. Ya 2. Tidak

17 Berapa kali anda menggunting kuku setiap bulan? 1. 1 kali/bulan 2. 2-3 kali/bulan 3. ≥ 4 kali/bulan 18 Apakah anda selalu rutin berolah raga?

1. Ya 2. Tidak

19 Berapa kali anda melakukan olahraga dalam seminggu? 1. 1 kali seminggu 2. 2 kali semingu 3. >3 kali seminggu 20 Berapa lama anda melakukan olahraga

1. <30 menit 2. 30 menit 3. >30 menit K. Keadaan Lingkungan dan Tempat Tinggal

No Pertanyaan Jawaban 1 Apakah lokasi rumah anda dekat dengan TPA Bantar Gebang

1. Ya 2. Tidak

2 Jarak rumah dengan lokasi TPA Bantar Gebang 1. < 5 km 2. > 5 km

3 Jarak rumah dengan kandang 1. < 10 meter 2. > 10 meter 4 Jenis rumah

1. Panggung 2. Setengah tembok 3. Permanen 5 Lantai rumah anda berbahan dasar :

1. Tanah 2. Ubin 3. Keramik 4. Semen 6 Jumlah penghuni rumah, sebutkan

7 Bagaimana ventilasi (yang bisa dibuka) rumah anda ? 1. ≥ 15% luas ruangan 2. ≤ 15% luas ruangan 8 Penerangan :

1. Listrik 2.Minyak tanah 3. Lainnya ... 9 Jumlah kamar, sebutkan

10 Sumber utama air :

1. Mata air 2. Sumur 3. PAM 4. Sungai 5. Lainnya... 11 Apakah rumah anda memiliki septic tank (penampungan kotoran) :

1. Ya 2. Tidak

12 Apakah rumah anda memiliki tempat pembuangan sampah sendiri : 1. Ya 2. Tidak

13 Bagaimana anda membuang sampah : 1. Ke tempat pembuangan sampah


(4)

L. Prestasi belajar (nilai rapor) siswa

Nama peserta didik : Kelas :

Nomor induk : Semester :

Nama sekolah : Tahun ajaran :

No Mata pelajaran Kriteria

Ketuntasan Minimal

Nilai Angka Huruf 1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia

4. Bahasa Inggris 5. Matematika

6. Ilmu Pengetahuan Alam 7. Ilmu Pengetahuan Sosial 8. Computer

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan

M. Food Frequency Quitionaire Semikuantitative

Pilih bahan makanan yang anda konsumsi dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang telah disediakan

No Bahan Makanan (√ ) Frekuensi (x/...)

Rata-rata Konsumsi Hari Minggu Bulan URT Gram 1 Serealia dan umbi

1. Beras

2. Jagung

3. Singkong

4. Ubi jalar

5. Talas

6. Mie

7. Soun

8. Bihun

9. ...

2 Daging dan telur 1. Ikan laut segar

2. Ikan asin

3. Ikan pindang

4. Ikan tawar

5. Daging Sapi

6. Daging ayam 7. Daging kambing

8. Daging bebek

9. Chicken nugget

10. Hati sapi

11. Hati ayam

12. Telur ayam

13. Telur bebek

14. Telur puyuh

15. ...

3 Kacang-kacangan

1. Tempe

2. Tahu

3. Oncom


(5)

5. Kc. Toro 6. Kc. Buncis

7. Kc. Panjang

8. Kc. Merah

9. ...

4 Sayur daun-daunan

1. Bayam

2. Kangkung

3. Sawi putih

4. Caisim

5. Kol

6. Daun singkong 7. Daun pepaya

8. Daun melinjo

9. Selada

10. ...

5 Sayuran buah 1. Labu siam

2. Wortel

3. Tomat

4. Mentimun

5. Lobak

6. Nangka muda

7. Pepaya muda

8. Terong

9. Brokoli

10. ...

6 Buah-buahan

1. Jeruk

2. Tomat

3. Pepaya

4. Jambu biji

5. Mangga

6. Nanas

7. Pisang

8. Semangka

9. Melon

10. Apel

11. Anggur

12. Pir

13. ...

7 Jajanan

1. Bakso

2. Siomay

3. Pisang goreng 4. Mie ayam

5. Bakwan

6. Chiki

7. Biskuit/cookies

8. Cilok

9. Cireng

10. Cokelat

11. ...

8 Lainnya 1. Teh


(6)

2. Kopi 3. Susu

4. Air putih

5. Suplement, sebutkan ... 6. Minuman kemasan

sebutkan