Penyiapan Bahan Baku dan Pemanfaatan Ampas Pengolahan Agar- Agar dari Gracilaria verrucosa menjadi Kertas Ramah Lingkungan

PENYIAPAN BAHAN BAKU DAN PEMANFAATAN AMPAS
PENGOLAHAN AGAR-AGAR DARI GRACILARIA VERRUCOSA
MENJADI KERTAS RAMAH LINGKUNGAN

SABILLA RAMADHANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyiapan Bahan
Baku dan Pemanfaatan Ampas Pengolahan Agar-Agar dari Gracilaria verrucosa
Menjadi Kertas Ramah Lingkungan” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini

saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Sabilla Ramadhani
NIM F34080082

ABSTRAK
SABILLA RAMADHANI. Penyiapan Bahan Baku dan Pemanfaatan Ampas
Pengolahan Agar-Agar dari Gracilaria Verrucosa Menjadi Kertas Ramah
Lingkungan. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID.
Penyiapan bahan baku untuk penelitian ini diawali dengan pengamatan
pasca panen rumput laut yang meliputi proses pemanenan, pencucian,
pengeringan, dan pengepakan. Proses pencucian dan pengeringan merupakan
proses yang paling berpengaruh terhadap mutu rumput laut kering dan agar-agar
hasil ekstraksinya. Agar-agar adalah salah satu produk hasil olahan dari rumput
laut jenis Gracilaria verrucosa dengan hasil samping proses ekstrasinya berupa
ampas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penyiapan bahan baku yang
meliputi penanganan pasca panen serta sifat fisik dan kimia dari Gracilaria
verrucosa dan meningkatkan nilai tambah ampas pengolahan agar-agar. Salah
satu pemanfaatan limbah pengolahan agar-agar berupa ampas adalah sebagai
bahan baku pembuatan kertas karena ampas masih mengandung serat. Ampas

rumput laut diputihkan menggunakan larutan H2O2 dengan konsentrasi 5% selama
dua jam kemudian dicampur dengan kaolin, tapioka, onggok, serta kertas koran
dengan persentase bobot 5% dan 10% dari total bobot basah. Bubur kertas yang
terbentuk dicetak dengan ukuran 30 cm x 20 cm. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perbedaan persentase bobot penambahan kertas koran tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar air, gramatur, dan opasitas cetak. Perbedaan persentase
bobot penambahan kertas koran hanya berpengaruh terhadap derajat putih kertas.
Kata kunci: pasca panen, Gracilaria verrucosa, agar-agar, kertas

ABSTRACT
SABILLA RAMADHANI. Preparation of Raw Materials and Utilization of Waste
Agar Processing From Gracilaria verrucosa as Environmentally Friendly Paper.
Supervised by E. GUMBIRA SA’ID.
Preparation of raw materials for this study begins with the observation of
seaweed post harvest activities include harvesting, washing, drying, and packing.
Washing and drying is a combined process that most affect the quality of dried
seaweed and extracted result. Agar is one of the product from Gracilaria
verrucosa with the by-product’s pulp extraction process. The purposes of this
study to know the preparation of raw materials, including post-harvest handling as
well as physical and chemical properties of Gracilaria verrucosa and increase

value-added processing of gelatinous pulp. The gelatinous residue pulp is as raw
material for paper making due to its fibrous structure. Seaweed pulp was bleached
using H2O2 solution with a concentration of 5% for two hours and then mixed
with kaolin, tapioca, cassava, and newsprint with percentage weight 5% and 10%
of the total wet weight. Formed pulp printed with size 30 cm x 20 cm. The results
showed that the difference in percentage newsprint of weight addition did not

significantly affect moisture content, gramatur, and print opacity of the paper. The
difference in the percentage of weight increase affects only newsprint paper
whiteness.
Keywords: post harvest, Gracilaria verrucosa, agar, paper

PENYIAPAN BAHAN BAKU DAN PEMANFAATAN AMPAS
PENGOLAHAN AGAR-AGAR DARI GRACILARIA VERRUCOSA
MENJADI KERTAS RAMAH LINGKUNGAN

SABILLA RAMADHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penyiapan Bahan Baku dan Pemanfaatan Ampas Pengolahan AgarAgar dari Gracilaria verrucosa Menjadi Kertas Ramah Lingkungan
Nama
: Sabilla Ramadhani
NIM
: F34080082

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev
Pembimbing


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: September 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bidang
penelitian yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah teknologi
proses dengan judul “Penyiapan Bahan Baku dan Pemanfaatan Ampas
Pengolahan Agar-Agar dari Gracilaria Verrucosa Menjadi Kertas Ramah
Lingkungan”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada para personalia di bawah ini:
• Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama masa studi penulis hingga
selesainya tugas akhir ini.
• Prof. Dr. Erliza Noor dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku tim

penguji yang telah memberikan saran dan nasehat dalam penulisan tugas
akhir ini.
• Bapak, Ibu, adik-adik saya serta seluruh keluarga tercinta, atas dukungan,
do’a, dan kasih sayang yang selama ini diberikan kepada penulis.
• Dr. Ir. Dudi S Hendrawan, MM. dan Yayasan Al Bahri yang telah
memberikan izin untuk melakukan pengamatan pasca panen rumput laut di
Desa Langen Sari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi
Jawa Barat.
• Ibu Setyani B Lestari Ah.T selaku staf Puslitbang Keteknikan Kehutanan
dan Pengolahan Hasil Hutan serta seluruh laboran Laboratorium
Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB yang telah membantu serta
memberikan arahan dalam melakukan pengujian hasil penelitian.
• Luthfa Jamilah dan Abi Gustama selaku rekan satu bimbingan yang telah
membantu dan memberikan dukungan.
• Rinata Yudhatama, Tori Sane, Muhammad Nassa R, Panji Maulana, Dinar
Arga P, Dody A Nababan, Ida Nur Rakhmi, Moh. Rosyid, Niza Erica, Ary
Kristianto, M. Hasrul Vitor, dan Anton Susilo sebagai sahabat-sahabat
terbaik yang selalu mendukung dan memberikan semangat.
• Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, khususnya
rekan-rekan TIN angkatan 45.

• Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini kemungkinan besar masih belum
sempurna, sehingga penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca.
Penulis mengharap bahwa skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan kemajuan
industri pertanian di Indonesia.
Bogor, Mei 2013
Sabilla Ramadhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii


PENDAHULUAN

1

Bahan Penelitian

2

Peralatan Penelitian

3

Tahapan Penelitian

3

Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Penyiapan dan Karakteristik Bahan Baku

4

Karakteristik Kertas dari Ampas Pengolahan Agar-Agar

7

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13


Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis proksimat Gracilaria verrucosa basah, kering,


6

dan ampas pengolahan agar-agar

DAFTAR GAMBAR
1 Neraca massa proses pengeringan rumput laut

5

2 Rumput laut Gracilaria verrucosa dalam keadaan basah dan kering

6

3 Penampakan kertas dari ampas pengolahan agar-agar dengan
perlakuan A dan perlakuan B

8

4 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan kadar air kertas

9

5 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan gramatur kertas

10

6 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan derajat putih kertas

11

7 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan opasitas cetak kertas

12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis karakteristik rumput laut

15

2 Skema proses ekstraksi agar-agar

18

3 Skema proses pembuatan kertas

18

4 Prosedur analisis karakteristik kertas

19

5 Olahan data menggunakan ms-excel

20

6 Dokumentasi penelitian pasca panen gracilaria verrucosa

21

PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu komoditas strategis dalam bidang
kelautan selain ikan dan udang yang dapat dikembangkan di Indonesia. Rumput
laut mudah dibudidayakan dengan investasi relatif tidak besar dan mempunyai
prospek pasar yang baik. Rumput laut dapat menghasilkan devisa bagi negara dan
merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini, sebagian besar
rumput laut diekspor dalam keadaan kering dan baru diolah menjadi produk
turunannya terutama agar-agar. Jenis rumput laut yang dikembangkan di
Indonesia antara lain adalah Kappaphycus alvarezii (cottonii), Eucheuma
denticulatum (spinosum) dan Gracilaria sp. (Anggadiredja 2008).
Indonesia menempati posisi pertama untuk ekspor rumput laut kering dari
tahun 2006 hingga 2010. Rata-rata ekspor rumput laut Indonesia adalah 101337.6
ton per tahun atau setara dengan 33.40 % dari volume ekspor rumput laut dunia.
Ekspor rumput laut Indonesia mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan pada
2010 terjadi pertumbuhan yang relatif tinggi sebesar 30.93 %, dari 94003 ton pada
2009 menjadi 123075 ton pada 2010 (Rachbini et al 2011).
Permintaan rumput laut yang semakin meningkat tiap tahunnya harus
diimbangi dengan mutu rumput laut yang dihasilkan. Mutu rumput laut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bibit, lingkungan hidup serta penanganan
pasca panennya. Menurut Suryaningrum (2007) penanganan pasca panen rumput
laut meliputi pemanenan, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Rumput
laut yang diekspor biasanya dalam bentuk rumput laut kering. Hal ini dikarenakan
rumput laut kering lebih mudah dalam penanganannya dan lebih awet jika
disimpan dalam waktu lama.
Jenis rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gracilaria
verrucosa. Keistimewaan rumput laut Gracilaria verrucossa dapat dibudidayakan
di air payau dengan salinitas air yang berkisar antara 15 sampai 25 ppm dan pH
yang berkisar antara 7.0 sampai 8.7. Pemanenan dilakukan jika rumput laut
tersebut sudah cukup umur yaitu setelah 90 hari dan panen berikutnya setelah
rumput laut berumur 60 hari. Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut
yang paling banyak digunakan karena selain harganya murah dan mudah
diperoleh, juga mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lipat dari jenis lainnya.
Rumput laut jenis Gracilaria sebagai salah satu sumber hayati laut bila
diproses akan menghasilkan senyawa hidrokoloid yang merupakan produk dasar
(hasil dari proses metabolisme primer) yang disebut agarophyt (agarofit).
Menurut Anggadiredja et al (2006) senyawa hidrokoloid sangat diperlukan
keberadaannya dalam suatu produk karena berfungsi sebagai pembentuk gel
(gelling agent), penstabil (stabilizer), emulsifier, pensuspensi (suspending agent),
dan pendispersi. Selama ini produk turunan yang banyak dihasilkan dari rumput
laut jenis Gracilaria adalah agar-agar.

2
You (2009) menyatakan rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kertas yang memiliki kelebihan karena minimnya komponen racun yang ada
pada kertas. Berbeda dengan kertas konvensional yang menggunakan beberapa
jenis bahan kimia dalam proses produksi pengolahan kertas dari rumput laut dapat
menggunakan pemutih non klorin serta pemilihan bahan kimia yang relatif aman.
Selain itu, menurut Nugroho (2007) rumput laut dapat dimanfaatkan menjadi
kertas karena ditemukannya serat yang memiliki fleksibilitas tinggi,
dan mengandung substansi perekat cair, sehingga proses ini aman bagi lingkungan
dan tidak berdampak negatif bagi kesehatan.
Mengingat potensi dari Gracilaria verrucosa, dimasa depan diharapkan
akan terjadi perkembangan industri pengolahan agar-agar di Indonesia.
Berkembangnya industri pengolahan agar-agar akan berbanding lurus dengan
jumlah limbah padat ampas pengolahan agar-agar yang dihasilkan. Pada
penelitian ini dilaporkan proses pembuatan kertas dengan bahan baku ampas
pengolahan agar-agar dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa.
Bahan pemutih yang digunakan pada penilitian ini adalah hidogen peroksida
(H2O2) yang merupakan salah satu pemutih kertas yang aman, ramah lingkungan,
tidak berbahaya, dan tidak beracun. Hidrogen peroksida didalam air akan terurai
menjadi ion H+ dan OOH-. Ion OOH- ini merupakan oksidator kuat yang
berperan pada proses pemutihan pulp karena zat warna lama atau pigmen alam
yang merupakan senyawa organik yang mempunyai ikatan rangkap dapat
dioksidasi menjadi senyawa yang lebih sederhana atau direduksi menjadi senyawa
yang mempunyai ikatan tunggal, sehingga dihasilkan pulp putih (Ridwansyah
2002).
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
penyiapan bahan baku meliputi penanganan pasca panen, sifat fisik dan kimia dari
Gracilaria verrucosa, meningkatkan nilai tambah ampas pengolahan agar-agar
dari Gracilaria verrucosa, serta mengetahui proses pembuatan kertas ramah
lingkungan dari ampas pengolahan agar-agar dari Gracilaria verrucosa.

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian
Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut
jenis Gracilaria verrucosa dalam bentuk basah dan kering yang diperoleh dari
Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Bahan lain yang digunakan pada proses ekstraksi rumput laut adalah larutan CaO
0.5%, larutan asam asetat (CH3COOH) 1%, air destilata, kitosan serpih. Bahan
yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku rumput laut adalah katalis CuSO4
dan Na2SO4, indikator mengsel, H2SO4 pekat, asam borat, larutan NaOH 6 N,
larutan H2SO4 0.02 N, larutan H2SO4 0.325 N, NaOH 1.25 N, heksan, dan
alkohol. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kertas adalah ampas ekstraksi
agar-agar, kaolin, tapioka, onggok, dan kertas bekas.

3

Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi rumput laut adalah gelas
piala, wadah (baskom), timbangan, panci aluminium, kompor, termometer, batang
pengaduk, sudip, kain saring, hydraulic press (alat pengepres), dan plastik HDPE.
Alat yang digunakan pada tahap karakterisasi bahan baku adalah cawan
aluminium, cawan porselen, labu kjeldahl, labu lemak, soxhlet, erlenmeyer, pipet
tetes, desikator, labu takar, pipet Mohr, gelas ukur, gelas arloji, oven, kertas
saring, kondensor, penangas air, kapas, dan autoklaf. Alat yang digunakan dalam
proses pembuatan kertas adalah blender dan alat pencetak kertas (alat sablon).
Alat yang digunakan pada pengujian sifat fisik dan mekanis kertas adalah oven,
neraca analitik, tensile strength tester, tearing tester, dan photovoltmeter.

Tahapan Penelitian
Proses Penyiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
Pengamatan pasca panen dilakukan di Desa Langen Sari, Kecamatan
Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pengamatan yang dilakukan
meliputi proses pemanenan, pencucian, pengeringan, pengepakan, dan
penyimpanan. Karakterisasi awal bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat
fisik dan kimia dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa yang digunakan pada
penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, kadar
lemak, kadar protein, kadar serat, dan kadar karbohidrat. Prosedur analisisnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Proses awal untuk mengekstrak agar-agar yaitu rumput laut Gracilaria
verrucosa kering terlebih dahulu disortasi dan rumput laut terpilih ditimbang
sebanyak 100 g. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air mengalir dan
direndam dengan larutan CaO 0.5% selama 5 menit. Setelah proses perendaman
dengan larutan CaO, rumput laut kembali dicuci dengan air mengalir, dan
dilanjutkan dengan proses perendaman dengan larutan asam cuka (CH3COOH)
1% selama 60 menit. Setelah proses perendaman dengan larutan asam, selanjutnya
dilakukan proses pencucian dengan air mengalir hingga pH netral. Rumput laut
yang sudah netral selanjutnya dipotong-potong dan diekstrak dengan
menggunakan air destilata. Perbandingan rumput laut dengan air destilata adalah
1:20. Ekstraksi dilakukan pada suhu 80-90 °C selama 45 menit. Proses
penyaringan dilakukan dengan menggunakan alat pompa hidrolik (hydraulic
press) tanpa menggunakan panas. Hasil dari proses filtrasi adalah filtrat dan
ampas. Skema proses ekstraksi agar-agar dapat dilihat pada Lampiran 2.

Proses Pembuatan Kertas
Terhadap ampas hasil ekstraksi (pulp rumput laut) dilakukan proses
bleaching menggunakan larutan hidrogen peroksida 5% selama 2 jam. Pulp hasil

4
proses bleaching kemudian dicampur dengan kaolin, tapioka, serta ditambahkan
kertas koran dengan perbandingan bobot 5% dan 10% dengan basis 250 g bobot
basah kemudian dihancurkan menggunakan blender. Hasil pencampuran tersebut
kemudian dicetak menggunakan alat cetak manual dengan ukuran 30 cm x 20 cm
kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Tiap
perlakuan dilakukan dengan dua kali ulangan. Skema proses pembuatan kertas
dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah itu dilakukan analisis yaitu meliputi kadar
air, gramatur, derajat putih, opasitas cetak, kekuatan tarik, dan kekuatan sobek
yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan yang dilakukan
menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan satu
faktor dan dua kali ulangan. Satu faktor tersebut adalah perlakuan penambahan
kertas bekas. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan uji t melalui
software Microsoft Excel dengan taraf kepercayaan 95%. Model matematika yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai +ɛij
Keterangan :
Yijk
= Variabel yang diukur
μ
= Rata-rata umum atau sebenarnya
Ai
= Pengaruh faktor A (Perlakuan penambahan kertas bekas) ke-i (i = 1, 2)
ɛijk
= Galat (error)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyiapan dan Karakteristik Bahan Baku
Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut merah yang
menghasilkan agar-agar atau disebut agarofit. Gracilaria verrucosa yang
digunakan berusia sekitar 1.5 bulan dan dibudidayakan pada air payau dengan
salinitas air 15-25 ppm. Pasca panen rumput laut Gracilaria verrucosa berperan
penting terhadap mutu agar-agar yang dihasilkan.
Gracilaria verrucosa yang telah dipanen dicuci hingga bersih menggunakan
air tambak (air payau). Pencucian dengan air sesuai habitat aslinya dimaksudkan
agar kandungan agarosanya tidak berkurang. Pencucian ini dimaksudkan untuk
membersihkan dari pengotor seperti kerang, lumpur, dan tumbuhan lain agar
rumput laut hasil panen bersih sehingga sesuai dengan standar yang berlaku dan

5
meminimalisir hilangnya rendemen karena adanya pengotor. Pengeringan rumput
laut dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam rumput laut
tersebut agar tidak terjadi fermentasi yang mengakibatkan menurunnya mutu agaragar yang dihasilkan serta memperpanjang umur simpan rumput laut kering.
Selain itu, proses pengeringan rumput laut dimaksudkan untuk memudahkan
dalam penyimpanan dan transportasi dari petani ke pabrik pengolahan agar.
Pengeringan yang dilakukan oleh petani di Desa Langen Sari masih
menggunakan cara tradisional yaitu penjemuran. Biasanya petani mengeringkan
rumput laut tersebut di tempat yang terpapar sinar matahari. Petani menjemur
rumput laut tersebut di atas para-para, jalan setapak dekat tambak atau di tanah
dekat gudang penyimpanan yang telah dialasi dengan plastik. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisir adanya pengotor pada rumput laut laut kering.
Selama proses pengeringan hendaknya rumput laut tidak terkena air hujan
maupun air tawar. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya kandungan agarosa yang
terkandung di dalamnya sehingga dapat menurukan rendemen. Hasil rumput laut
kering yang diharapkan memiliki kadar air sekitar 10-15%. Proses pengeringan di
atas akan mengurangi 10 kali lipat bobot rumput laut. Gambar 1 memperlihatkan
neraca massa dari proses pengeringan rumput laut.

Rumput laut
segar
+ 10 kg

Penjemuran + 48 jam
(2 hari)

Rumput laut
kering
+ 1 kg

Air yang menguap
+ 9 kg

Gambar 1 Neraca massa proses pengeringan rumput laut
Proses yang sangat mempengaruhi mutu rumput laut kering dan rendemen
ekstraksi agar-agar yang dihasilkan adalah pencucian saat pemanenan dan proses
pengeringan. Saat proses pencucian kotoran-kotoran yang menempel di rumput
laut harus benar-benar dibersihkan sehingga tidak ada kotoran yang tertinggal
pada saat proses pengeringan. Kotoran yang tertinggal dapat menghambat proses
pengeringan sehingga proses pengeringan tidak sempurna dan kemungkinan
terjadinya kebusukan lebih besar. Oleh karena itu, pencucian biasanya dilakukan
berulang kali sampai rumput laut benar-benar bersih dari bahan pengotor.
Proses pengeringan rumput laut juga sangat berpengaruh pada mutu
rumput laut kering dan rendemen ekstraksi agar-agar yang dihasilkan. Proses
pengeringan rumput laut Gracilaria verrucosa yang dilakukan oleh para petani di
Desa Langen Sari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
masih sangat sederhana yaitu rumput laut Gracilaria verrucosa yang telah
dipanen dijemur di atas para-para, jalan setapak dekat tambak, dan di tanah dekat
gudang penyimpanan yang telah dialasi dengan plastik yang terpapar sinar

6
matahari. Cara berikut sangat mudah dilakukan dan ekonomis, tetapi rendemen
hasil ekstraksi yang dihasilkan rendah karena adanya pengotor yang terbawa oleh
angin di sekitar tempat penjemuran. Modifikasi proses pengeringan perlu
dilakukan guna meningkatan rendemen ekstraksi agar-agar yang dihasilkan yaitu
dengan menggunakan mesin pengering seperti oven sehingga dapat meningkatkan
harga jual rumput laut Gracilaria verrucosa kering yang dihasilkan.
Rumput laut dikarakterisasi terlebih dahulu dalam keadaan segar atau basah
dan dalam keadaan kering yang selanjutnya akan diekstrak untuk dijadikan agaragar dan ampas hasil samping ekstraksi agar-agar akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kertas. Gambar 2 memperlihatkan penampakan Gracilaria
verrucosa basah (a) dan Gracilaria verucossa kering (b).

(a)
(b)
Gambar 2 Rumput laut gracilaria verrucosa dalam bentuk basah dan kering
Rumput laut memiliki karakter yang berbeda tergantung dari jenis dan
tempat budidaya. Untuk mengetahui karakter rumput laut Gracilaria verrucosa
yang digunakan, maka dilakukan analisisis proksimat pada rumput laut Gracilaria
verrucosa basah dan kering. Analisis proksimat yang dilakukan merupakan
analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat
by difference. Hasil analisis proksimat dari rumput laut Gracilaria verrucosa
basah, kering, dan ampas pengolahan agar-agar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis proksimat gracilaria verrucosa basah, kering, dan ampas
pengolahan agar-agar
Komponen

Satuan

Basah

Kering

Ampas

Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein

%bk
%bk
%bk

83.70
4.46
0.13

10.46
53.82
9.16

80-84*
2-3*
0.5-0.8*

Kadar Lemak
Kadar Serat Kasar
Kadar karbohidrat (by
difference)

%bk
%bk

3.66
3.03

6.70
10.15

0.1-0.2*
2.5-5*

%bk

5.02

9.71

13-15*

*) Sumber : Riyanto (2006)

7
Berdasarkan hasil analisis proksimat rumput laut Gracilaria verrucosa
basah pada Tabel 1 diketahui bahwa rumput laut tersebut memiliki kadar air
83.7% (bk). Nilai kadar air pada rumput laut segar yang tinggi akan diturunkan
dengan cara pengeringan langsung di bawah sinar matahari. Nilai kadar air akan
di turunkan agar mudah dalam penyimpanan dan distribusi ke pabrik pengolahan
agar-agar. Nilai kadar air Gracilaria verrucosa kering hasil analisis proksimat
seperti terlihat pada Tabel 1 adalah 10.46% (bk). Nilai tersebut sesuai dengan
standar mutu yang ditentukan oleh BSN (2009) untuk rumput laut kering yaitu
sekitar 15-20%.
Rumput laut Gracilaria verrucosa dimanfaatkan dalam kondisi kering
dalam proses pembuatan agar-agar. Kadar air pada rumput laut kering
berpengaruh pada mutu dari rumput laut kering tersebut. Tingginya kadar air pada
rumput laut kering dapat mengakibatkan rendahnya mutu rumput laut. Adanya
kandungan air yang tinggi pada bahan baku dapat menyebabkan rendahnya
rendemen yang dihasilkan dan juga rendahnya kandungan agarofit sehingga
berpengaruh pada kekuatan gel yang dihasilkan.
Nilai kadar abu yang dihasilkan untuk Gracilaria verrucosa basah adalah
4.46% (bk) sedangkan untuk Gracilaria verrucosa kering adalah 53.82% (bk).
Nilai kadar abu Gracilaria verrucosa kering lebih tiggi jika dibandingkan keadaan
segarnya. Tingginya kadar abu yang terdapat pada Gracialria verrucosa kering
dapat disebabkan karena proses pengeringan yang dilakukan dibawah sinar
matahari di jalan setapak sekitar tambak, sehingga memungkinkan adanya
kontaminasi oleh pasir dan benda asing lainnya sedangkan untuk Gracilaria
verrucosa basah dilakukan pencucian terlebih dahulu guna membersihkan
pengotor-pengotor yang menempel pada Gracilaria verrucosa sebelum dilakukan
pemanenan.
Nilai kadar protein berturut-turut untuk Gracilaria verrucosa basah dan
kering adalah 0.13% (bk) dan 9.16% (bk) sedangkan untuk nilai kadar lemak
adalah 3.66% (bk) dan 6.70% (bk). Nilai kadar serat kasar berturut-turut untuk
Graclaria verrucosa basah, kering, dan ampasnya adalah 3.03% (bk),10.15%
(bk), dan (2.5-5) % (bk). Nilai kadar serat inilah yang menjadi acuan untuk
selanjutnya ampas hasil ekstraksi agar-agar diproses untuk dijadikan kertas ramah
lingkungan.
Menurut Kadi dan Atmadja (1988), kandungan utama pada rumput laut jenis
Gracilaria adalah agar-agar (agarofit) yang berkisar antara 16-45% tergantung
jenis dan lokasi pertumbuhannya. Nilai kadar karbohidrat untuk Graclaria
verrucosa basah dan kering berturut-turut adalah 5.02% (bk) dan 9.71% (bk)
Karbohidrat yang terkandung pada bahan baku merupakan unit polisakarida
penyusun agar-agar sebagai senyawa utama yang dimanfaatkan dan diekstrak
untuk dijadikan agar-agar.

Karakteristik Kertas dari Ampas Pengolahan Agar-Agar
Kertas dari ampas pengolahan agar-agar dalam penelitian ini menggunakan
bahan baku utama ampas hasil ekstraksi agar-agar dari Gracilaria verrucosa.
Kertas dari ampas rumput laut ini memiliki dimensi 30 x 20 x 0.2 cm3. Kertas
yang dihasilkan memiliki warna putih kusam, tekstur yang cukup kasar, dan

8
kurang lentur. Gambar 3 memperlihatkan penampakan kertas dari ampas
pengolahan agar-agar dengan perlakuan A yaitu persentase komposisi kertas
bekas (koran) 5% (a) dan perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas
(koran) 10% (b).

(a)

(b)

Gambar 3 Penampakan Kertas dari Ampas Pengolahan Agar-Agar dengan
Perlakuan A (a) dan Perlakuan B (b)
Proses pemutihan pulp menggunakan larutan hidrogen peroksida. Hidrogen
peroksida mempunyai kemampuan melepaskan oksigen yang cukup kuat dan
mudah larut dalam air.Keuntungan penggunaan hidrogen peroksida sebagai bahan
pemutih pulp ini antara lain tidak menghasilkan residu/endapan. Larutan hidrogen
peroksida menghasilkan produk yang putih bersih dan bahan organik yang
diputihkannya sedikit sekali mengalami kerusakan bahkan tidak rusak sama
sekali. Selain itu OOH- yang berperan dalam oksidasi bersifat ramah terhadap
lingkungan, berbeda dengan kaporit yang harus melalui proses
penetralan/pengasaman, anti klor dan pencucian berulang-ulang. Keuntungan lain
dari penggunaan hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih adalah kemudahan
dalam pelaksanaan dan penerapan, serta menghasilkan produk yang relatif tidak
beracun dan tidak berbahaya.

Kadar Air (SNI ISO 287-2010)
Kadar air merupakan rasio kandungan air dalam bahan yang hilang selama
proses pengeringan dibanding dengan bobot bahan awal. Metode yang digunakan
untuk pengujian kadar air kertas adalah metode pengeringan oven.
Berdasarkan data hasil penelitian, kadar air untuk perlakuan A yaitu
persentase komposisi kertas bekas (koran) 5% memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 10%.
Nilai kadar air untuk perlakuan A dan perlakuan B adalah 6.34 % dan 5.45 %.
Gambar 4 menunjukkan nilai kadar air untuk perlakuan A dan perlakuan B.

9

Gambar 4 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas
(koran) dengan kadar air kertas
Hasil uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) pada Lampiran 5
menunjukkan bahwa bahwa perlakuan A yaitu persentase komposisi kertas bekas
(koran) 5% tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, yaitu persentase komposisi
kertas bekas (koran) 10% terhadap nilai kadar air. Umumnya, kadar air kertas
yang diberi tambahan bahan aditif lebih rendah. Hal ini diduga karena bahanbahan aditif yang ditambahkan tersebut mengisi celah antar serat sehingga
memperkecil kemungkinan masuknya air ke dalam celah-celah tersebut,
khususnya akibat adanya tapioka yang berfungsi sebagai sizing. Adanya
penambahan kertas koran juga diduga mempengaruhi nilai kadar air. Hal ini
terlihat bahwa nilai kadar air pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai kadar air pada perlakuan B. Nilai kadar air kertas dengan perlakuan B sesuai
dengan nilai SNI 7274:2008 untuk kertas cetak A dan SNI 14-1798-2006 untuk
kertas cetak B sedangkan untuk kertas dengan perlakuan A sesuai dengan SNI 140094-2006 untuk kertas medium.

Gramatur Kertas (SNI ISO 536-2010)
Gramatur kertas merupakan bobot kertas per satuan luas yang dinyatakan
dalam g/m2. Gramatur kertas berpengaruh pada nilai pengukuran indeks tarik dan
indeks sobek. Berdasarkan data hasil penelitian, gramatur kertas yang dihasilkan
cukup tinggi. Perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 10%
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan A yaitu persentase komposisi
kertas bekas (koran) 5%. Nilai gramatur kertas untuk perlakuan A dan perlakuan
B adalah 203.21 g/m2 dan 237.13 g/m2. Gambar 5 menunjukkan nilai gramatur
kertas untuk perlakuan A dan perlakuan B.

10

Gambar 5 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan gramatur kertas
Jika dilihat dari gambar di atas nilai gramatur perlakuan A jauh lebih rendah
dibandingkan nilai gramatur perlakuan B, tetapi hasil uji t dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0.05) pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan A
yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 5% tidak berbeda nyata dengan
perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 10% terhadap nilai
gramatur kertas. Nilai gramatur yang tinggi diduga tidak menunjukkan kerapatan
ikatan antar kertas. Tingginya nilai gramatur kemungkinan terjadi karena adanya
bahan aditif yang ditambahkan seperti tapioka, onggok, dan kertas koran.

Derajat Putih (SNI 14-4733-1998)
Derajat putih merupakan salah satu sifat fisik optik pulp yang diamati dalam
penelitian ini. Derajat putih adalah perbandingan antara intensitas cahaya biru
dengan panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan kertas dan
intensitas cahaya sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium
oksida pada kondisi sudut datang cahaya 45° dan sudut pantul 0° yang dinyatakan
dalam % (SNI 14-4733 1998). Berdasarkan data hasil penelitian perlakuan A yaitu
persentase komposisi kertas bekas (koran) 5% memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 10%.
Nilai derajat putih untuk perlakuan A dan perlakuan B adalah 29.49 % dan 23.73
%. Nilai tersebut masih jauh lebih rendah dari nilai standar derajat putih untuk
kertas manapun. Nilai ini dipengaruhi oleh jumlah penambahan kertas koran pada
tiap perlakuan. Nilai derajat putih pada perlakuan B lebih rendah karena
penambahan kertas koran lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan A. Selain
itu kertas koran yang ditambahkan juga tidak dilakukan proses pemutihan terlebih
dahulu. Gambar 6 menunjukkan nilai derajat putih untuk perlakuan A dan
perlakuan B.

11

Gambar 6 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas (koran)
dengan derajat putih kertas
Derajat putih kertas yang dihasilkan umumnya cenderung meningkat apabila
ditambahkan komponen aditif. Bahan aditif seperti kaolin dapat meningkatkan
Gambar 6 menunjukkan nilai derajat putih untuk perlakuan A dan perlakuan B.
derajat putih kertas (Casey 1980). Hasil uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α
= 0.05) pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan A yaitu persentase
komposisi kertas bekas (koran) 5% berbeda nyata dengan perlakuan B yaitu
persentase komposisi kertas bekas (koran) 10% terhadap nilai derajat putih kertas.
Opasitas Cetak (SNI 14-4738-1998)
Opasitas cetak merupakan perbandingan antara faktor pantul pencahayaan
(Dh) dengan faktor intrinsik (Dp) yang diukur pada kondisi standard. Opasitas
cetak merupakan sifat yang penting karena dengan opasitas cetak yang tinggi
tidak akan membentuk bayangan hasil cetakan pada permukaan sebelahnya.
Berdasarkan data hasil penelitian, memiliki nilai opasitas cetak yang dihasilkan
cukup tinggi. Perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran) 5%
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan A yaitu persentase komposisi
kertas bekas (koran). Opasitas cetak untuk perlakuan A dan perlakuan B adalah
98.39 dan 98.51. Dilihat dari nilai opasitas cetak yang dihasilkan sesuai dengan
SNI 7273-2008 untuk kertas koran dan SNI 14-1798-2006 untuk kertas cetak B.
Gambar 7 menunjukkan nilai opasitas cetak untuk perlakuan A dan perlakuan B.

12

Gambar 7 Histogram hubungan persentase komposisi kertas bekas
(koran) dengan opasitas cetak kertas

Hasil uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) pada Lampiran 5
menunjukkan bahwa perlakuan A yaitu persentase komposisi kertas bekas (koran)
5% tidak berbeda nyata dengan perlakuan B yaitu persentase komposisi kertas
bekas (koran) 10% terhadap nilai opasitas cetak. Nilai opasitas cetak berbanding
terbalik dengan nilai derajat putih. Nilai ini dipengaruhi oleh jumlah penambahan
kertas koran pada tiap perlakuan. Nilai opasitas cetak pada perlakuan B lebih
tinggi karena penambahan kertas koran lebih banyak dibandingkan dengan
perlakuan A. Selain itu kertas koran yang ditambahkan juga tidak dilakukan
proses pemutihan terlebih dahulu.Hal ini dikarenakan pulp yang belum putih
menghasilkan lembaran dengan opasitas yang lebih tinggi dibanding dengan pulp
yang sudah putih (Rismijana et al 2002).

Indeks Tarik Kertas (SNI ISO 1924-2-2010) dan Indeks Sobek Kertas (SNI
0436-2009)
Ketahanan tarik merupakan salah satu hal yang penting diukur dalam
pengukuran kekuatan fisik kertas. Ketahanan tarik kertas adalah gaya tarik
maksimum per satuan lebar yang dapat ditahan oleh kertas sesaat sebelum kertas
putus pada kondisi yang telah ditetapkan sesuai dengan standar. Dilain pihak,
indeks tarik merupakan ketahanan tarik (dinyatakan dalam kN/m) dibagi dengan
gramatur kertas (SNI ISO 1924-2-2010).
Ketahanan sobek adalah gaya dalam milinewton (mN) yang diperlukan
untuk menyobek kertas pada kondisi standar. Sedangkan indeks sobek adalah
ketahanan sobek kertas dalam mN dibagi dengan nilai gramatur kertas (g/m2)
(SNI 0436-2009).
Kertas dengan perlakuan A maupun perlakuan B tidak dapat diambil nilai
indeks tarik maupun indeks sobeknya karena saat dilakukan pengujian sampel
telah putus dan jarum tidak bergerak dari nilai 0. Hal ini kemungkinan terjadi
karena rusaknya ikatan antar serat saat proses perendaman dengan larutan asam

13
asetat sebelum rumput laut diekstrak kandungan agar-agarnya. Fungsi asam asetat
pada perendaman adalah melunakkan dinding sel rumput laut (Distantina et al
2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Penyiapan bahan baku untuk penelitian ini dimulai dengan penanganan
pasca panen. Penanganan panen rumput Gracilaria verrucosa yang paling
berpengaruh terhadap mutu rumput laut kering adalah proses pencucian dan
pengeringan. Adanya pengotor yang masih tertinggal mengakibatkan tingginya
kadar abu pada rumput laut kering dan rendahnya mutu agar yang dihasilkan.
Pengeringan yang tidak maksimal dapat mengakibatkan menurunnya umur
simpan rumput laut kering. Hal ini dapat meningkatkan resiko busuknya rumput
laut kering saat pendistribusian ke pabrik pengolahan agar-agar.
Ampas hasil ekstraksi pengolahan agar-agar dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku kertas dengan ditambahkan bahan aditif. Komposisi penambahan
kertas koran 5% dan 10% tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, gramatur,
dan opasitas cetak kertas yang dihasilkan tetapi berpengaruh nyata terhadap
derajat putih. Hal ini menunjukkan bahwa kertas dari ampas pengolahan agar
dengan komposisi penambahan kertas koran 5% lebih baik dari pada kertas dari
ampas pengolahan agar dengan komposisi penambahan kertas koran 10%.

Saran
Untuk penelitian selanjutnya, perlu dikaji pengaruh lama perendaman dan
konsentrasi asam sebelum ekstraksi agar-agar dan suhu saat ekstraksi agar-agar
terhadap ampas yang dihasilkan untuk dijadikan sebagai bahan baku kertas, dan
perlu dilakukan penelitian dengan skala lebih besar untuk mendapatkan jumlah
pulp yang memadai serta untuk mengetahui faktor-faktor lain yang digunakan
dalam aplikasinya di industri.

14

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja J T, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan. Penebar
Swadaya ,Jakarta.
Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of
The Association of Official Anayitycal of Chemist. Published by The
Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington, Virginia, USA.
Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of
The Association of Official Analytical of Chemist. The Association of
Official Analytical Chemist, Inc., Arlington, Virginia, USA.
Badan Standarisasi Nasional.1989.SNI 0438-1989. Uji Derajat Putih Pulp. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman SNI 01-28911992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 14-4733-1998. Cara Uji Derajat Putih
Kertas. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 14-0430-1998. Uji Ketahanan Tarik
Lembaran Pulp dn Kertas. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 14-0430-1998. Uji Ketahanan Sobek
Lembaran Pulp dan Kertas. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 14-4738-1998. Cara Uji Opasitas Cetak
Kertas. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 14-0094-2006. Persyaratan Mutu Kertas
Medium. Departemen Perindustrian, Jakarta.Badan Standarisasi Nasional.
2009. SNI 01-2690-2009. Rumput Laut Kering. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 7273-2008. Persyaratan Mutu Kertas
Koran. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 7274-2008. Persyaratan Mutu Kertas
Cetak A. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.Badan Standarisasi Nasional.
2009. SNI
0436-2009. Kertas-Cara Uji Ketahanan Sobek-Metode
Elmendorf. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 1924-2-2010. Kertas dan Karton-Cara Uji
Sifat Tarik-Bagian 2: Metode Elongasi Tetap. Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI ISO 287-2010. Kertas dan Karton-Cara
Uji Kadar Air-Metode Kering-Oven. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI ISO 536-2010. Kertas dan Karton-Cara
Uji Gramatur. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Casey J.P. 1980. Pulp and Paper. Chemistry and Chemical Technology vol. 1. 3rd
ed. Interscience Publisher Inc., New York.
Churl-You, H. 2009. Pulp and Paper Made from Rhodophyta and Manufacturing
Method Thereof . US 7,622,019 B2. United States Patent.
Distantina S, Rusmah O, dan Hartati S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat
Pada Perendaman Terhadap Kecepatan Ekstrasi Agar-Agar. Ekuilibrium

15
Vol.
5.
No.
1
Juni
2006
:
34-39,
Solo.
[kimia.ft.uns.ac.id/file/index.php?dir=Ekuilibrium/.../&file...%2039...]. [18
April 2013].
Kadi A. dan W. S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae) : Jenis, Reproduksi,
Budidaya, dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi. LIPI. Jakarta. 71 hal.
Kementerian Perindustrian. 2011. Draft Roadmap Industri Pengolahan Rumput
Laut. http://www.kemenperin.go.id. [7 Juni 2012].
Nugroho, Bangun Satrio. 2007. Chitosan-seaweed paper : Kertas Berbahan Dasar
Rumput Laut dan Kitosan untuk Penyerap Garam pada Ikan Asin Jambal
Roti Siap Masak. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Bogor.
Parenrengi, A., R. Syah dan E. Suryati, 2011. Budidaya Rumput Laut. Balitbang
KP. Jakarta. 54 hal.
Rachbini DJ, Arifin B, Yustika AE, Hartati ES, Listiyanto E, Firdaus AH, Ghani
Talattov AP, Abdullah I. 2011. Strategi Percepatan dan Perluasan
Agroindustri. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta.
Ridwansyah. 2002. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida dan lama
perendaman Terhadap Mutu Ikan Kembung yang di Pindang. USU Library :
Universitas Sumatra Utara, Medan.
Rismijana J, Indriani IN, dan Pitriyani T. 2002. Penggunaan Enzim SelulaseHemiselulase pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Jurnal Matematika
dan Sains 8(2): 67-71.
Suryaningrum, Dwi. 2007. Teknologi Penanganan Rumput Laut.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id. [7 Februari 2012].

LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur analisis karakteristik rumput laut
A. Kadar Air Bahan (AOAC 2005)
Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada
suhu 100-105 °C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan
uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang
sudah dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105 °C selama 6 jam lalu
didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini
diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air =

B–C
B–A

x 100%

B. Kadar Abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah
pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air

16
(H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat
anorganik ini disebut abu.
Prosedur analisis kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan digunakan
dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B)
kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan
dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 oC sampai pengabuan
sempurna. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot
yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu =

C–A
B–A

x 100%

C. Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Prinsipnya adalah
lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak
non polar. Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan
digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105 °C, kemudian didinginkan
dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel
ditimbang sebanyak 2 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan
kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak
yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan,
disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak
dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 °C selama 1 jam, lalu labu lemak
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak
diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus:

D. Analisis Kadar Protein (AOAC 1995)
Prinsip metode ini adalah senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium
sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH.
Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititrasi
dengan larutan baku asam.
Sejumlah 0.1 g bahan baku dan satu gram katalis (Na2SO4 : CuSO4)
dimasukkan ke dalam labu kjedahl, kemudian ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat.
Campuran tersebut kemudian didestruksi sampai cairan dalam labu menjadi
jernih. Sampel selanjutnya didinginkan dan ditambahkan sejumlah air secara

17
perlahan-lahan dan didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke alat destilasi
yang sudah dibilas dengan air, lalu ditambahkan 15 ml NaOH 50%. Distilat
ditampung dengan 25 ml HCl 0.02 N. Destilasi dilakukan sampai volume cairan
penampung menjadi dua kali semula. serta indikator mengsel. Hasil destilasi
selanjutnya dilakukan titrasi dengan menggunakan H2SO4 0.02 N hingga cairan
berwarna ungu. Dengan cara yang sama dibuat blanko. Kadar protein dihitung
dengan rumus :

Keterangan :
FK = Faktor konversi (6,25 untuk produk perikanan)

E. Analisa Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992)
Prinsip metode ini adalah ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk
memisahkan serat kasar dari bahan lain. Sampel yang bebas lemak ditimbang
sebanyak 2 g dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Kemudian
ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1.25% dan dididihkan selama 30 menit dengan
pendingin tegak. Selanjutnya ditambahkan NaOH 3.25% sebanyak 50 ml dan
dididihkan kembali selama 30 menit.
Dalam keadaan panas, saring dengan kertas saring tak berabu (kertas saring
whatman) yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian endapan
yang tersisa dikertas saring dicuci berturut-turut dengan H2SO4 1.25% panas, air
panas, dan etanol 96%. Setelah kertas saring tercuci, angkat kertas saring beserta
isinya kemudian dikeringkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 2 jam. Setelah
kering kertas saring ditimbang dan dihitung. Kadar serat kasar dihitung dengan
rumus :

Keterangan :
A = bobot contoh + kertas saring setelah dioven (g)
B = kertas saring kering (g)
W = bobot contoh (g)
F. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan
persamaan :
Kadar karbohidrat (%) =100%-(% air+ % abu+ % protein+ % lemak

18
Lampiran 2 Skema proses ekstraksi agar-agar

Rumput laut
Gracilaria kering
Sortasi
Pencucian dengan air
Perendaman dan pemucatan CaO 0.5 % (5 menit)
Pra perlakuan asam (CH3COOH 1%), t = 60 menit
Pencucian
Penghancuran
Ekstrasi (T = 80o-90 °C, t = 45 menit) Perbandingan air dengan rumput
laut 20 : 1
Ampas

Filtrasi

Lampiran 3 Skema proses pembuatan kertas
Ampas Gracilaria sp.
H2O2 (5%)
Air + 200 ml

Bleaching (t = 2 jam)
Penghancuran
Bubur Kertas
Pencetakan (30 cm x 20 cm)
Pengeringan
Kertas

19
Lampiran 4 Prosedur analisis karakteristik kertas
A. Kadar Air Bahan (SNI ISO 287-2010)
Untuk menguji kadar air kertas, contoh uji dikeringkan dalam oven beserta
tempat contoh ujinya, atau dapat pula dengan dikeluarkan dari wadahnya. Jika
contoh uji lebih dari satu lembar, maka tiap lembar harus dipisahkan agar
mendapat sirkulasi udara. Suhu yang digunakan adalah 105oC. Untuk gramatur
sampel kurang dari atau sama dengan 224 g/m2 lakukan pengeringan awal tidak
kurang dari 30 menit. Setelah itu masukkan ke dalam desikator selama 1 jam atau
lebih. Setelah itu ditimbang bobotnya. Kemudian keringkan kembali dalam oven.
Lakukan hal ini beberapa kali hingga contoh uji mencapai berat konstan dengan
memperlihatkan perbedaan tidak lebih dari 0.1% antara dua penimbangan yang
berurutan. Waktu pengeringan antara dua penimbangan berturut-turut tidak
kurang dari setengah total waktu pengeringan sebelumnya. Kadar air dihitung
dengan rumus :

Keterangan : A = berat awal bahan contoh (g)
B = berat akhir bahan contoh (g)
KA = kadar air (%)
B. Gramatur Kertas (SNI ISO 536-2010)
Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot kertas per satuan luas kertas
2
(g/m ). Masing-masing contoh uji harus memiliki luas tidak kurang dari 500 cm2
dan tidak lebih dari 1000 cm2, kemudian contoh uji ditimbang. Pengambilan
contoh dan penimbangan dilakukan pada kondisi standar. Setelah ditimbang
menggunakan neraca analitik, dan nyatakan massanya dalam g sampai tiga angka
penting, nilai gramatur dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

C. Derajat Putih (SNI 14-4733-1998)
Derajat putih adalah perbandingan intensitas cahaya biru dengan panjang
gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan kertas dengan cahaya
sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium oksida, pada kondisi
sudut datang cahaya 45o dan sudut pantul 0o, dinyatakan dalam persen (%). Untuk
uji derajat putih, contoh uji dipotong sesuai dengan penuntun yang berlaku untuk
alat uji yang digunakan, sebanyak 7 lembar. Alat uji yang digunakan adalah
photovoltmeter. Sebelum dilakukan pengujian contoh uji terlebih dahulu
dikondisikan. Alat untuk uji distel terhadap standar berdasarkan cara yang berlaku
untuk alat uji yang digunakan. Lembaran penutup diangkat dan diletakkan
dibawah lembar contoh terbawah. Bantalan berisi contoh uji ditempatkan pada
lubang contoh uji. Lembaran contoh uji yang baru diuji dipindahkan ke bagian

20
bawah tumpukan contoh dan dilakukan pengujian derajat putih terhadap lembar
yang lain. Hal yang sama dilakukan sampai semua lembar contoh uji diamati nilai
derajat putihnya.
D. Opasitas Cetak (SNI 14-4738-1998)
Opasitas cetak merupakan perbandingan antara faktor pantul pencahayaan
(Dh) dengan faktor intrinsik (Dp) yang diukur pada kondisi standard. Faktor
pantul pencahayaan adalah faktor pantul dari selembar kertas dengan alas standar
dasar hitam. Sedangkan faktor pencahayaan intrinsik adalah faktor pantul
pencahayaan dari setumpuk kertas dengan ketebalan cukup sehingga tidak tembus
cahaya.
Contoh uji dipotong sesuai dengan penuntun yang berlaku untuk alat uji
sebanyak 10 lembar. Alat uji yang digunakan adalah photovoltmeter. Sebelum
contoh diuji, terlebih dahulu dikondisikan. Filter yang digunakan untuk pengujian
diperiksa apakah sudah tepat. Lembar pelindung diangka