Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat (STP) Terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT
(STP) TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU TEPUNG AGARAGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa

FAHRUDIN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konsentrasi
Natrium Tripolyposphat (STP) Terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Agar-agar
dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Fahrudin
NIM F34080129

ABSTRAK
FAHRUDIN. Pengaruh Konsentrasi Natrium Tri Polifosfat (STP) terhadap
rendemen dan mutu tepung agar-agar dari Gracilaria verrucosa. Dibimbing oleh
SAPTA RAHARJA.
Rumput laut adalah salah satu tanaman yang termasuk Divisi Thallopyta
yang mengandung banyak polisakarida yang tidak terdapat pada tanaman lain dan
tersedia dalam jumlah yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan
rumput laut sebagai pemadat pada media kultur jaringan tumbuhan dengan
menggunakan natrium tripolifosfat sebagai bahan ekstraksi. Penelitian dilakukan
dengan dua tahap, penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan komposisi
kimia bahan baku, serta untuk mencari konsentrasi natrium tripolifosfat yang tepat
untuk digunakan pada penelitian utama. Penelitian utama untuk mencari lama
waktu ekstraksi dan penambahan jumlah air selama proses ekstraksi. Parameterparameter yang diamati terhadap tepung agar-agar yang dihasilkan adalah
rendemen dan kekuatan gel agar-agar. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan ekstraksi dengan natrium tripolifosfat memberikan pengaruh nyata

terhadap kenaikkan nilai kekuatan gel agar-agar dan lama waktu ekstraksi serta
penambahan jumlah air menghasilkan nilai rendemen yang berbeda nyata
terhadap tepung agar-agar yang dihasilkan.
Kata kunci: rumput laut, Gracilaria verrucosa, tepung agar-agar, media kultur
jaringan.

ABSTRACT
FAHRUDIN. Concentration Effect of Sodium Tri Polyphosphate (STP) to the
yield and quality of agar powder from Gracilaria verrucosa. Supervised by
SAPTA RAHARJA.
Seaweed is one of the plants, including Thallopyta Division is containing
polysaccharides that are not found in other plants, and it is available in large
quantities. The purpose of this study was to use seaweed as a compactor on plant
tissue culture media using sodium tripolyposphat as raw material on extraction
agar powder. The study was conducted in two stages. A preliminary research was
conducted to determine the chemical composition of raw materials, as well as to
find the apropriate tripolyposphat sodium concentration that will be used in the
main research. Primary research was conducted to look for extraction time and
apropiate water added to the extraction process. Parameters that observed in the
agar powder production is yield and gel strength. The results showed that Sodium

Tripoliphosphate has significant effect on the extraction process toward gell
strength, and extraction time. Water added has influence on yield significant
toward agar powder.
Keywords: seaweed, Gracilaria verrucosa, agar-agar powder, tissue culture media.

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT
(STP) TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU TEPUNG AGARAGAR RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa

FAHRUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat (STP) Terhadap
Rendemen dan Mutu Tepung Agar-agar dari Rumput Laut
Gracilaria verrucosa
Nama
: Fahrudin
NIM
: F34080129

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Juli 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Bidang penelitian yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini
adalah teknologi manajemen lingkungan dengan judul Konsentrasi Natrium Tri
Polifosfat (STP) Terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Agar-agar Rumput Laut
Gracilaria verrucosa. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
• Ibu, Bapak, Mochamad Wardana, Mochamad Malik Azhar, dan
Nurasyikah yang selalu memberikan perhatian, didikan, doa, kasih sayang,
dan semangat yang tak terbatas.
• Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama masa studi penulis hingga
selesainya tugas akhir ini.
• Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS dan Dr. Ir. Muslich, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini.

• Dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, atas semua
pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi.
• Seluruh laboran Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB
atas informasi dan bantuannya dalam proses analisis.
• Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB
khususnya rekan-rekan TIN 45.
• Ridho Aslam, Achmad Musthofa, Ahmad Sibly, Hilman Hadid, Wan
Dodi, Rinata Yudhatama, Angga Pratama, Fanny, Ida, anas, Jati, Adit, dan
keluarga besar Cukongers sebagai sahabat-sahabat terbaik yang selalu
mendukung dan memberikan semangat.
• Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh mendekati sempurna sehingga
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Terlepas dari semua itu,
penulis mengharapkan bahwasanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak dan kemajuan industri pertanian di Indonesia.
Bogor,

Juli 2013

Fahrudin


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii 

DAFTAR GAMBAR

viii 

DAFTAR LAMPIRAN

viii 

PENDAHULUAN



METODE PENELITIAN




Bahan Penelitian



Peralatan Penelitian



Tahapan Penelitian



HASIL DAN PEMBAHASAN



Karakteristik Bahan Baku




Ekstraksi dengan Natrium Tripolifosfat (Na5P3O10)



SIMPULAN DAN SARAN

17 

Simpulan

17 

Saran

17 

DAFTAR PUSTAKA


18 

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia Gracilaria verrucosa

5

2 Standar mutu rumput laut kering Gracilaria sp

5

3 Komposisi kimia ekstrak rumput laut kering Gracilaria verrucosa

7

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur agarosa dan agaropektin


1

2. Rumput laut Gracilaria verrucosa

3

3 Disk mill

3

4 Hidraulik jack

3

5 Tepung agar-agar hasil ekstraksi dari berbagai waktu dan jumlah air

9

6 Kadar air

10

7 Kadar abu

12

8 Kadar sulfat

13

9 Kadar protein

14

10 Kadar galaktosa

16

11 Rendemen

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis

22

Lampiran 2. Tahapan proses pembuatan tepung agar-agar STP 0%

30

Lampiran 3. Tahapan proses pembuatan tepung agar-agar dengan STP

31

Lampiran 4. Tahapan proses pembuatan tepung agar-agar dengan STP, lama
waktu ekstraksi, dan penambahan jumlah air

32

PENDAHULUAN
Tanaman merupakan makhluk hidup yang mengalami suatu proses
pembiakan untuk melestarikan keturunannya. Bibit merupakan input dari usaha
pertanian yang sangat penting. Kualitas bibit dan jumlah bibit yang tersedia sangat
berpengaruh bagi suatu agribisnis. Kebutuhan bibit dalam jumlah besar di
Indonesia semakin meningkat pada saat sekarang ini karena kebutuhan akan
produk pertanian semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk.
Pemenuhan bibit yang berkualitas dapat dicapai dalam jumlah besar dan waktu
singkat dengan cara teknik kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan merupakan
teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti
daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan
secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup
yang tembus cahaya. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif.
Medium merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam
melakukan proses kultur jaringan. Media sendiri merupakan faktor utama dalam
perbanyakan kultur jaringan, yang mana terdapat media tumbuh yang terbagi
menjadi media padat dan cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel,
seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar-agar, sedangkan media cair
adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Agar merupakan polisakarida yan
terakumulasi dalam dinding sel rumput laut penghasil agar, oleh karenanya agar
yang terdapat pada rumput laut dipengaruhi oleh musim, semakin tua umur panen
maka kandungan polisakarida yang dihasilkan semakin banyak sehingga
karaginannya juga semakin tinggi (syamsuar 2006). Struktur agar-agar terdiri dari
dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa merupakan suatu
polimer netral yang terdiri dari rangkaian D-galaktosa dengan ikatan β-1,3 dan Lgalaktosa dengan ikatan α-1,4. Sedangkan agaropektin bersifat lebih kompleks
dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat bervariasi dan
persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50% sampai 80%
(FAO 2008). Secara umum struktur agarosa dan agaropektin dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Struktur agarosa (1,4) -3,6 anhidro L-galaktosa dan (1,3) D-galaktosa
dan agaropektin (http://www.proagar-agar.cl/espanol/Agar-agar_English.html).
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan
dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Saat ini media yang
sering digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan adalah agar-agar yang

2
biasa kita konsumsi sampai saat ini seperti agar-agar Swallow sehingga
kegunaannya masih belum optimal sebagai media pertumbuhan tanaman. Dalam
upaya mengoptimalkan penyerapan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dan
mengoptimalkan pertumbuhan tanaman maka digunakan alternatif bahan
tambahan misalnya Natrium Tripolifosphat yang aman tetapi penggunaan masih
dibatasi. Natrium Tripolifosphat merupakan salah satu garam fosfat yang bersifat
basa yang berasal dari reaksi anorganik. Karakteristik STPP adalah berupa nutiran
serbuk berwarna putih, higroskopis, larut dalam air.
Menurut Dziezak (1990), sifat-sifat fosfat yang utama adalah (1) y buffer dan
pengontrol pH, (2) dapat menginaktifasi ion logam yang biasanya merusak sistem
penyerapan nutrisi tanaman dengan membentuk endapan seperti kation kalsium,
magnesium, nitrogen, kalium, fosfor, mangan tembaga, dan seng, (3) berperilaku
sebagai polivalensi dan polielektrolit. Fosfat juga berperan dalam hal nutrisi
melalui pembentukkan kompleks yang stabil dengan kalsium, kalium, dan
magnesium yang memungkinkan nutrient tersebut terserap oleh akar tanaman.
Natrium tripolifosfat dapat meningkatkan nilai pH larutan agar-agar. Keasaman
(pH) sangat mempengaruhi kekuatan gelagar-agar, semakin rendah pH, kekuatan
gel akan semakin rendah.
Permasalahan yang timbul dari pengembangbiakkan tanaman dengan kultur
jaringan saat ini adalah rendahnya kekuatan gel yang terkandung dalam media
kultur sehingga persebaran akar menjadi tidak merata dan akar tidak cukup kuat
untuk menahan berat tanaman, sehingga sulit untuk tumbuh tegak. Selain itu,
agar-agar yang dipakai untuk pembuatan media kultur jaringan saat ini adalah
agar-agar konsumsi sehingga kurang optimal dalam penyerapan mineral dan zat
pertumbuhan pada tumbuhan. Dengan adanya ekstraksi rumput laut Gracilaria
verrucosa menggunakan natrium tripolifosfat, agar-agar yang dihasilkan memiliki
kekuatan gel yang tinggi karena mengandung banyak agarosa sehingga akar dapat
menahan tanaman cukup kuat dan lebih optimal dalam penyerapan nutrisi bagi
akar. Dengan demikian penyerapan mineral dan zat pertumbuhan untuk tanaman
dapat optimal. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
diantaranya adalah untuk mencari penambahan konsentrasi natrium tripolifosfat
(Na5P3O10) terbaik pada berbagai waktu ekstraksi dan jumlah penambahan air
untuk mendapatkan rendemen dan mutu agar-agar yang optimal sebagai pemadat
pada media kultur jaringan tanaman. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah metode RAL (Rancangan Acak Lengkap).

3

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut jenis
Gracilaria verrucosa hasil budidaya di sekitar Pantura (Gambar 2). Bahan kimia
yang digunakan berupa natrium tripolifosfat (Na5P3O10), asam asetat
(CH3COOH), CaO, Na2SO3, air panas dan bahan kimia lain yang diperlukan
untuk analisa bahan baku, proses ekstraksi dan analisa agar-agar.

Gambar 2. Rumput laut Gracilaria verrucosa

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain untuk pembuatan
tepung agar adalah panci, kompor gas, Disk mill (Gambar 3), dan Hidraulik jack
(Gambar 4). Untuk peralatan analisis antara lain cawan porselin, oven, serta alatalat gelas seperti erlenmeyer, gelas piala, labu takar, gelas ukur, pipet, dan buret.
Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pengamatan agar-agar diantaranya
adalah pH meter, timbangan, termometer, tekstur analyzer, penangas air, serta
alat-alat untuk pengamatan analisa selanjutnya.

Gambar 3. Disk mill

Gambar 4. Hidraulik jack

4
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menjadi dua tahap, yaitu Penelitian pendahuluan,
dan Penentuan utama.

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan komposisi kimia bahan
baku, serta menentukan konsentrasi natrium tripolifosfat yang tepat untuk
digunakan pada penelitian utama. Analisa komposisi kimia bahan baku meliputi
kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar sulfat. Konsentrasi STP yang
digunakan pada penelitian pendahuluan ini yaitu 0.125%, 0.150%, 0.175% serta
percobaan tanpa menggunakan STP 0% (kontrol) sebagai pembanding dapat
dilihat pada Lampiran 2. Kondisi ekstraksi yang dibuat tetap adalah waktu
ekstraksi (satu jam). Tiap sampel menggunakan 100 gram rumput laut kering.
Pengamatan yang dilakukan meliputi uji kekuatan gel, rendemen dan analisis
proksimat bahan baku. Konsentrasi STP yang terbaik digunakan untuk penelitian
utama. Adapun tahapan proses ekstraksi ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penelitian utama
Penelitian utama bertujuan untuk menentukan lama waktu ekstraksi dan
pemberian jumlah air yang tepat untuk mendapatkan rendemen dan mutu tepung
agar-agar yang optimal. Analisa tepung agar-agar meliputi kadar air, kadar abu,
kadar sulfat, kadar protein, kadar galaktosa, dan rendemen. Pada penelitian utama
ini digunakan STP hasil penelitian pendahuluan dengan konsentrasi tetap.
Kemudian dilakukan kombinasi secara acak lengkap dengan perlakuan lama
waktu ekstraksi yaitu 0.5, 1.0, dan 1.5 jam dan penambahan jumlah air yaitu 8
kali, 10 kali, 12 kali. Adapun tahapan keseluruhan proses ekstraksi ini dapat
dilihat pada Lampiran 4.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku
Analisis proksimat merupakan tahap awal yang dilakukan pada penelitian
ini. Analisis proksimat ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia umum
yang terkandung pada bahan utama. Hasil analisa proksimat Gracilaria verrucosa
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut kering Gracilaria verrucosa
Komposisi kimia
Satuan
Jumlah
Pustaka
Kadar lemak
% bk
0,55
0,08-1,9**
Kadar abu
% bk
12,79
14,18***
Kadar protein
% bk
3,84
4,17****
Kadar serat kasar
% bk
9,40
8,92*****
Kadar air
% bb
17,61
20******
Kadar karbohidrat*
% bk
55,81
*) by difference **) Yunizal (2002) ***) Zatnika (2008) ****) Zatnika 2008
*****) Yunizal 2004 ******) BSN (2009)
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa
memiliki kandungan air yang cukup rendah yakni sebesar 17,61%. Merujuk
kepada standar mutu yang ditetapkan oleh BSN (2009) yakni maksimal 20%,
kadar air yang terdapat pada bahan yang digunakan penelitian ini telah memenuhi
standar tersebut. Hal ini menunjukkan Gracilaaria verrucosa dapat dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan tepung agar-agar. Menurut Angka dan Suhartono
(2000), pengujian standar mutu rumput laut kering meliputi kadar air, benda
asing, dan bau. Hasil uji karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu rumput laut kering Gracilaria sp
Karakteristik
Syarat (%)
Kadar air
Maksimal 20
Benda asing*
Maksimal 5
Bau
Spesifik rumput laut
Kadar abu dalam suatu bahan menunjukkan keberadaan kandungan mineral
atau berbagai bahan anorganik. Berdasarkan hasil analisis diketahui jumlah
kandungan mineral yang dimiliki oleh rumput laut Gracilaria verrucosa sebesar
12,79%. Merujuk pada hasil penelitian Zatnika (2008) yakni 14,18%, tingginya
kadar abu pada bahan merupakan suatu hal yang wajar karena menurut Winarno
(1998), rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup
tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S, dan sebagainya. Selain itu rumput laut
tumbuh diatas karang-karang batu, hal ini diduga menyebabkan rumput laut
mengandung kadar abu yang tinggi.

6
Nutrien lain yang dianalisis adalah protein. Kadar protein yang diperoleh
pada bahan ini cukup rendah yaitu 3,84%. Rendahnya kadar protein pada rumput
laut Gracilaria verrucosa ini sesuai dengan penelitian Zatnika (2008), yaitu kadar
protein pada rumput laut Gracilaria verrucosa kering hanya sekitar 4,17%.
Menurut Suhardjo dan Clara (1997), beberapa kandungan protein dapat diperoleh
tanaman dari tanah dan udara sekitarnya dan nitrogen yang diperoleh dari tanah
berada dalam bentuk senyawa nitrat dan nitrit.
Lemak adalah salah satu komponen lain yang dapat ditemukan pada bahan
pertanian. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah
lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya
(Winarno, 1997). Hasil analisis menunjukkan kadar lemak pada rumput laut
Gracilaria verrucosa adalah 0,55%. Rendahnya kadar lemak pada rumput laut
Gracilaria verrucosa yaitu kurang dari 2%, menyebabkan rumput laut layak
digunakan sebagai pembuatan tepung agar-agar. Menurut Yunizal (2002), rumput
laut mengandung kadar lemak relatif kecil yaitu berkisar antara 0.08% sampai
1.9%. Kandungan lemaknya yang rendah menyebabkan rumput laut dapat
digunakan sebagai salah satu bahan penyusun media kultur jaringan. Secara
umum, kadar lemak pada rumput laut tergolong rendah karena rumput laut
umumnya menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk karbohidrat (Wong,
2000).
Serat merupakan salah satu zat dengan jumlah terbesar yang dapat
ditemukan pada tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa rumput laut
Gracilaria verrucosa memiliki kadar serat kasar sebesar 9,40%. Menurut hasil
penelitian Yunizal (2004), Gracilaria verrucosa yang tepat untuk dijadikan
sebagai bahan pembuatan tepung agar memiliki kadar serat sebesar 8,92%. Hal ini
menunjukkan Gracilaria verrucosa yang digunakan pada penelitian ini dapat
digunakan sebagai pembuatan tepung agar karena memiliki kadar serat yang tidak
berbeda jauh.
Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan
bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa yang dipakai mengandung karbohidrat
55,81%. Metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat
dalam bahan pangan secara kasar yaitu serat kasar juga terhitung sebagai
karbohidrat (Winarno, 2008).

Ekstraksi dengan Natrium Tri Polyposphat (Na5P3O10)
Pada penelitian pendahuluan diketahui bahwa pH larutan agar-agar yang
diekstraksi dengan menggunakan Natrium Tripolifofat (STP) berkisar antara 7-8,
sedangkan proses ekstraksi yang tidak menggunakan STP menghasilkan larutan
agar-agar dengan pH 4. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi kekuatan gel agaragar. Semakin rendah pH, kekuatan gel akan semakin rendah (Yunizal, 2002).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
larutan dalam air. Penambahan natrium tripolifosfat menyebabkan pH semakin
tinggi hal ini disebabkan fosfat yang terkandung dalam natrium tripolifosfat
berpengaruh pada pH karena derajat ionisasi basa pada natrium tripolifosfat lebih

7
besar dari asamnya. Fosfat memiliki muatan negatif yang dapat bergabung dengan
gugus amino rumput laut sehingga menimbulkan kelebihan muatan negatif
akibatnya nilai pH meningkat (Sumarlin, 2002)
Rumput laut Gracilaria umumnya mengandung agar. Agar-agar diperoleh
dengan melakukan ekstraksi rumput laut pada suasana asam setelah diberi
perlakuan basa serta diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk pangan
(kue), seperti puding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri
farmasi. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi juga untuk kegunaan di
laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan (Angkasa et al,
2007).
Tabel 3. Komposisi kimia ekstrak rumput laut kering Gracilaria verrucosa
Komposisi kimia
Satuan STP 0.125% STP 0.150% STP 150% STP 0%
Kadar air
% b/b
10.85
11.05
11.15
10.44
Kadar abu
% b/k
6.80
7.13
7.05
7.54
Kadar protein
% b/k
2.33
2.35
2.39
2.24
Kadar serat
% b/k
53.95
54.64
54.35
52.54
Rendemen
% b/k
11.25
11.63
11.55
11.05
Kekuatan gel
gr/cm2
320.225
340.175
325.125
280.755
Hasil penelitian pendahuluan terhadap ekstrak rumput laut dengan
berbagai konsentrasi STP menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa
memiliki kandungan air yang cukup tinggi pada konsentrasi STP 0.175% yakni
sebesar 11.15%. Walaupun hasil ekstraksi dengan menggunakan STP 0.175%
menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan STP 0.125% dan
0.150%, namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Berdasarkan analisis uji,
menunjukkan bahwa data kadar air tidak berbeda nyata dengan satu sama lain. Hal
ini menunjukkan STP tidak mempengaruhi kadar air agar. Hal ini diperkuat
dengan data hasil analisis terhadap kontrol tanpa penambahan STP dimana kadar
air tepung agar-agar tidak berbeda jauh yakni sebesar 10.44%. Selanjutnya
dilakukan pengujian kadar abu. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa
bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa memiliki kandungan abu yang cukup
tinggi pada konsentrasi STP 0.150% yakni sebesar 7.13%. Walaupun hasil
ekstraksi dengan menggunakan STP 0.150% menghasilkan kadar abu yang lebih
tinggi dibandingkan dengan STP 0.125% dan 0.175%, namun perbedaannya tidak
terlalu jauh. Hasil analisis uji menunjukkan bahwa data kadar abu tidak berbeda
nyata dengan satu sama lain. Hal ini menunjukkan STP tidak mempengaruhi
kadar abu agar. Hal ini diperkuat dengan data hasil analisis terhadap kontrol
tanpa penambahan STP dimana kadar abu tepung agar-agar tidak berbeda jauh
yakni sebesar 7.54%.
Setelah itu dilakukan pengujian protein. Hasil penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi pada konsentrasi STP 0.175% yakni sebesar 2.39%.
Walaupun hasil ekstraksi dengan menggunakan STP 0.175% menghasilkan kadar
protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan STP 0.125% dan 0.150%, namun
perbedaannya tidak terlalu jauh. Berdasarkan analisis uji, menunjukkan bahwa
data kadar protein tidak berbeda nyata dengan satu sama lain. Hal ini
menunjukkan STP tidak mempengaruhi kadar protein agar. Hal ini diperkuat

8
dengan data hasil analisis terhadap kontrol tanpa penambahan STP dimana kadar
protein tepung agar-agar tidak berbeda jauh yakni sebesar 2.24%.
Dari hasil penelitian pendahuluan terhadap pengujian kadar serat kasar
menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa memiliki kandungan serat
yang tinggi pada konsentrasi STP 0.150% yakni sebesar 54,64%. Walaupun hasil
ekstraksi dengan menggunakan STP 0.150% menghasilkan kadar serat kasar yang
lebih tinggi dibandingkan dengan STP 0.125% dan 0.175%, namun perbedaannya
tidak terlalu jauh. Berdasarkan analisis uji, menunjukkan bahwa data kadar serat
kasar tidak berbeda nyata dengan satu sama lain. Hal ini menunjukkan STP tidak
mempengaruhi kadar serat kasar pada agar. Hal ini diperkuat dengan data hasil
analisis terhadap kontrol tanpa penambahan STP dimana kadar serat kasar tepung
agar-agar tidak berbeda jauh yakni sebesar 51.54%.
Selanjutnya dilakukan perhitungan rendemen pada agar tersebut. Hasil
penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria verrucosa
memiliki rendemen yang cukup tinggi pada konsentrasi STP 0.150% yakni
sebesar 11,63%. Walaupun hasil ekstraksi dengan menggunakan STP 0.175%
menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan STP 0.125% dan
0.175%, namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini menunjukkan STP tidak
mempengaruhi rendemen agar. Setelah itu dilakukan perhitungan kekuatan gel
pada agar tersebut. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rumput laut
Gracilaria verrucosa memiliki kekuatan gel yang sebesar 340,175 gr/cm2 pada
konsentrasi STP 0,150%, 325,125 gr/cm2 pada konsentrasi 0,175% dan 320,225%
pada konsentrasi 1,125%. Berdasarkan analisis uji konsentrasi STP memberikan
hasil yang berbeda nyata pada kekuatan gel. Adanya peningkatan gel dan adanya
perbedaan nyata akibat konsentrasi STP disebabkan karena pada STP tersebut
terdapat fosfat.
Menurut Aberle dan Oeckman (2001), fosfat sebagai salah satu bahan
dalam pembuatan berbagai produk olahan rumput laut mempunyai fungsi untuk
meningkatkan pH, meningkatkan daya mengikat air, keempukan, kestabilan
emulsi dan kemampuan mengemulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukkan gel adalah bahan baku, kandungan fosfat, pH, suhu dan laju
pemanasan, spesies dan jenis rumput laut. Berdasarkan hasil data, konsentrasi
STP yang akan digunakan dalam penelitian utama adalah 150%. Selanjutnya
kisaran jumlah air yang digunakan penelitian utama adalah 8 x, 10 x, dan 12 x,
dengan selang waktu ekstraksi selama 0.5 jam, 1 jam, dan 1.5 jam. Pada
penelitian utama akan dikaji mengenai pengaruh penggunaan natrium tripolifosfat
(Na5P3O10) hasil penelitian pendahuluan, pada berbagai jumlah air dan waktu
ekstraksi terhadap rendemen dan mutu tepung agar-agar. Kondisi ekstraksi dan
perlakuan yang dibuat tetap adalah bahan pemucat (larutan CaO 0.5%) dan lama
pemucatan (5 menit), jenis dan konsentrasi asam yang digunakan dalam
praperlakuan sebelum ekstraksi (larutan CH3COOH 1%, selama 30 menit),
konsentrasi STP (hasil penelitian pendahuluan) serta suhu saat ekstraksi (sekitar
800C). Adapun tepung aga-agar hasil ekstraksi dari berbagai waktu dan jumlah air
terdapat pada Gambar 4.

9

Keterangan:
A1B1: waktu ekstraksi 1.0 jam dengan jumlah air 8 kali bahan baku
A1B2: waktu ekstraksi 1.0 jam dengan jumlah air 10 kali bahan baku
A1B3: waktu ekstraksi 1.0 jam dengan jumlah air 12 kali bahan baku
A2B1: waktu ekstraksi 1.5 jam dengan jumlah air 8 kali bahan baku
A2B2: waktu ekstraksi 1.5 jam dengan jumlah air 10 kali bahan baku
A2B3: waktu ekstraksi 1.5 jam dengan jumlah air 12 kali bahan baku
A3B1: waktu ekstraksi 2.0 jam dengan jumlah air 8 kali bahan baku
A3B2: waktu ekstraksi 2.0 jam dengan jumlah air 10 kali bahan baku
A3B3: waktu ekstraksi 2.0 jam dengan jumlah air 12 kali bahan baku
Gambar 5. Tepung agar-agar hasil ekstraksi dari berbagai waktu dan jumlah air
Kadar air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan
bahan tersebut (Winarno, 1997). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau
berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat
kering dapat lebih dari 100 persen. (Syarief dan Halid, 1998).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat
mempercepat kebusukan dan menentukan tingkat kerentanan dari bahan pangan
tersebut.

10
Tinggi rendahnya nilai kadar air ditentukan oleh kondisi pengeringan,
pengemasan serta cara penyimpanan. Kondisi penyimpanan dan pengemasan yang
kurang rapat berpotensi meningkatkan kandungan air sehingga mutu rumput laut
yang dihasilkan menjadi menurun (Syamsuar, 2006). Dari hasil penelitian,
didapatkan nilai rata-rata kadar air tepung agar-agar berkisar antara 9,51% sampai
10,55% (b/k). Hasil pengamatan kadar air dari tepung rumput laut yang diekstrak
dengan jumlah air dan waktu ekstraksi yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

Gambar 6. Kadar Air Tepung Rumput Laut (%).
Berdasarkan analisis uji, menunjukkan bahwa jumlah air pengekstraksi
dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung agar-agar yang
dihasilkan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa waktu ekstraksi selama 1,5 jam
(A3) berbeda nyata terhadap produk dengan waktu ekstraksi 1 jam (A2) dan 0,5
jam (A1). Begitu pula produk dengan waktu ekstraksi 1 jam (A2) berbeda nyata
dengan waktu ekstraksi 0,5 jam (A1). Sama halnya dengan produk lain, produk
dengan waktu ekstraksi 0,5 jam (A1) berbeda nyata dengan produk lainnya. Hasil
analisis terhadap jumlah air menujukkan produk dengan jumlah air 8 kali (B1)
berbeda nyata terhadap jumlah air 12 kali (B3) dan 10 kali (B2). Sedangkan
produk dengan jumlah air 12 kali (B3) tidak berbeda nyata terhadap jumlah air 10
kali (B2). Dari hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata kadar air tepung agaragar berkisar antara 9,51% sampai 10,86%. Hal ini diperkuat dengan hasil
pengujian produk komersial berupa agar-agar Swallow yang memiliki kadar air
9,43%. Dengan demikian, tepung agar-agar hasil penelitian ini layak untuk di
produksi dan dijadikan sebagai pemadat pada media kultur.
Pada Gambar 5 dapat dilihat kadar air produk akan menurun seiring dengan
meningkatnya waktu ekstraksi dan semakin menurunnya penambahan air.
Berdasarkan Gambar 5 tersebut, produk dengan kadar air terendah merupakan
produk A3B1, yakni produk hasil ekstraksi dengan waktu ekstraksi terlama, yaitu
1,5 jam (A3) dan penambahan air paling sedikit, yaitu 8 kali (B1). Sedangkan

11
produk dengan kadar air terbesar ialah A1B3, yang merupakan produk dengan
waktu ekstraksi 0,5 jam (A1) dan penambahan air sebanyak 12 kali (B3).
Adanya perbedaan nyata akibat pengaruh waktu ekstraksi dan jumlah
penambahan air serta kadar air yang cenderung menurun berdasarkan kombinasi
kenaikkan waktu ekstraksi dan penurunan penambahan air diduga disebabkan oleh
adanya sifat air yang mudah menguap jika diproses dengan suhu yang tinggi.
Adanya kombinasi waktu ekstraksi yang lama dengan penambahan air yang
sedikit ditambah suhu yang tinggi saat ekstraksi menyebabkan produk A3B1
memiliki kadar air terendah. Begitu pula dengan produk A1B3, adanya kombinasi
waktu ekstraksi yang singkat dengan penambahan air yang banyak menyebabkan
kadar air yang tinggi.
Menurut Kalie (1999), air merupakan senyawa kovalen yang akan cepat
menguap apabila dipanaskan dalam jumlah yang sedikit, disertai suhu yang tinggi
dan waktu pemanasan yang lama. Setelah dibandingkan dengan produk komersial
berupa agar-agar swallow yang memiliki kadar air sebesar 10.04%, dari segi kadar
air, produk ini dapat digunakan sebagai pemadat pada media kultur jaringan
karena kadar air nya relatif sama. Kandungan air dalam tepung rumput laut
berpengaruh terhadap daya simpannya. Semakin tinggi kandungan air dalam
tepung rumput laut maka akan semakin mudah terserang mikroba selama
penyimpanan. Media tanam merupakan sarana tumbuh yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik media tanam yang baik
memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik.

Kadar abu
Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Pembakaran
sempurna terhadap suatu bahan pada suhu 500 - 600 oC selama beberapa waktu
akan membuat senyawa organik yang terkandung di dalamnya menguap,
sedangkan sisanya yang tidak menguap merupakan abu. Di dalam abu terkandung
campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan jenis mineral yang
terkandung di dalam bahan (Kamal 2004).
Kadar abu menunjukkan kemurnian produk, yang dipengaruhi pula oleh
kandungan mineral bahan baku (Amnidar, 1997). Unsur mineral dikenal juga
sebagai zat anorganik atau abu. Unsur mineral yang terdapat dalam abu adalah
oksida-oksida garam yang mengandung kation dan anion. Anion tersebut antara
lain anion sulfat, nitrat, dan Cl, sedangkan kationnya adalah Na, Ca, K, Mg, Fe,
dan logam-logam (Winarno, 2001).

12

Gambar 7. Kadar Abu Tepung Rumput Laut (%).
Dari hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata kadar abu tepung agar-agar
berkisar antara 7.34% sampai 7.84%. Setelah dibandingkan dengan produk
komersial berupa agar-agar swallow yang memiliki kadar abu 0.63%, Perbedaan
ini wajar dikarenakan agar-agar swallow merupakan agar-agar yang digunakan
sebagai bahan pangan sehingga harus memenuhi standar food grade yaitu kadar
abu maksimal 1 %. Menurut Kamal (2004) kadar abu suatu bahan dipengaruhi
oleh kandungan sulfat, semakin tinggi kandungan sulfat bahan tersebut maka
semakin tinggi pula kadar abu suatu bahan.
Hasil analisa uji menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diterapkan
serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung agar-agar
yang dihasilkan (Lampiran 1). Kadar abu tidak dipengaruhi oleh lama waktu
ekstraksi dan jumlah air pengekstrak yang digunakan, tetapi sepenuhnya
tergantung dari komposisi bahan baku awal, cara pencucian dan proses
pengolahan. Menurut Winarno (2001), kadar abu yang terukur merupakan bahanbahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahanbahan organik terbakar. Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral
dimana unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu
tepung rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung
didalamnya juga tinggi. Berdasarkan analisis AAS pada tepung agar-agar
didapatkan hasil negatif, maka dapat dinyatakan tepung agar-agar tidak memiliki
kandungan logam (Pb).

Kadar sulfat
Kadar sulfat adalah parameter yang digunakan untuk berbagai polisakarida
yang terdapat dalam alga merah (winarno, 1996). Kandungan sulfat dapat
dipengaruhi oleh perbedaan jenis asal rumput laut, metode ekstraksi, serta umur

13
panen. Peningkatan umur panen dapat memberi respon terhadap penurunan
kandungan sulfat (Suryaningrum, 2000).

Gambar 8. Kadar Sulfat Tepung Rumput Laut (%).
Dari hasil analisa uji diketahui bahwa perlakuan waktu ekstraksi dan
jumlah air ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sulfat tepung agaragar (Lampiran 1). Nilai rata-rata kadar sulfat tepung agar-agar yang diperoleh
dari penelitian ini berkisar antara 0.64% sampai 0.7% (bk). Setelah dibandingkan
dengan produk komersial berupa agar-agar swallow yang memiliki kadar sulfat
0.93%, Perbedaan ini wajar dikarenakan kadar sulfat di dalam agar-agar sangat
mempengaruhi gel strength, karena sifat sulfat sangat hidrofilik sehingga dengan
banyaknya kadar sulfat dalam agar-agar akan menurunkan kekuatan gel agar-agar.
Menurut Fennema (2003) agaropektin merupakan suatu polisakarida sulfat
yang tersusun dari agarosa dengan variasi ester asam sulfat, asam D-glukoronat
dan sejumlah kecil asam piruvat yang terkandung pada setiap jenis rumput laut
berkisar antara 1-2%. Pengaruh penambahan natrium tripolifosfat dapat
menurunkan kadar sulfat sehingga kekuatan gel agar-agar menjadi meningkat.
(Babji dan Kee, 1998).
Kadar protein
Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul besar
antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari atom-atom C,H,O
dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S. Atom-atom itu
membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein maupun
hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat biologis
suatu protein (Girinda, 2001). Protein adalah sumber asam amino yang
mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.
Molekul protein mengandung gula belerang, dan ada jenis protein yang

14
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno,1997). Sifat-sifat
protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan
air, beberapa pelarut dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.

Gambar 9. Kadar Protein Tepung Rumput Laut (%).
Kadar protein pada tepung agar-agar ini tidak dipengaruhi oleh kondisi
ekstraksi, tetapi dipengaruhi oleh komposisi dan asal rumput laut yang digunakan
sebagai bahan baku. Pada jenis rumput laut yang sama namun tumbuh pada lokasi
yang berbeda, dapat memiliki kandungan protein yang berbeda (Winarno, 1997).
Berdasarkan fakta tersebut dapat diduga faktor waktu ekstraksi dan jumlah air
tidak mempengaruhi kadar protein pada produk tepung agar-agar. Hal ini terlihat
dari tidak adanya perbedaan nyata akibat faktor waktu ekstraksi dan jumlah air
serta tidak adanya perbedaan nyata pada interaksi kedua faktor tersebut. Namun,
berdasarkan Gambar 8 diatas dapat diduga waktu ekstraksi dapat mempengaruhi
kadar protein tepung agar-agar secara tak langsung. Hal ini berkaitan dengan suhu
pemanasan saat ekstraksi yang tinggi. Semakin lama proses ekstraksi, maka
rumput laut akan semakin lama terpapar suhu panas, sehingga protein yang
terdenaturasi semakin banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian Pertiwiningrum
(2003), semakin lama waktu pemasakan akan mengakibatkan turunnya kandungan
protein, dengan terlihat turunnya kandungan albumin akibat denaturasi dari
protein albumin tersebut.
Dari hasil analisa uji diketahui bahwa perlakuan waktu ekstraksi dan jumlah
air ekstraksi berpengaruh nyata terhadap protein tepung agar-agar (Lampiran 1).
Hal ini diduga disebabkan karena terjadinya denaturasi protein rumput laut ketika
dilakukan ekstraksi. Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein yang
kompleks menjadi struktur yang lebih sederhana yang diakibatkan oleh faktorfaktor fisik maupun kimia, perubahan yang terjadi tidak melibatkan perubahan

15
urutan struktur asam amino atau dengan kata lain tidak memecah ikatan peptida
pada protein. Denaturasi terjadi dengan perlakuan panas, perlakuan dingin,
alkohol, aseton, asam, dan radiasi ultraviolet. Denaturasi tidak termasuk hidrolisis
ikatan peptida. Nilai gizi tidak akan berubah meskipun protein kehilangan sifat
biologisnya (Tranggono, dkk. 2002)
Salah satu penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan
juga perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah
detergent, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis
pelarut. Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai
kondisi denaturasi yang lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan
kelingkungan alamnya, hal ini untuk memperoleh kembali struktur lebih tingginya
yang alamiah dalam suatu proses yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya
sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali (Tranggono, dkk. 2002). Nilai ratarata kadar protein tepung agar-agar yang diperoleh dari penelitian ini berkisar
antara 2.14% sampai 2.99% (b/k). Begitu pula hasil yang diperoleh setelah
dibandingkan dengan agar-agar swallow yang tidak berbeda jauh yakni sebesar
2.98%. Menurut Winarno (2002), kadar protein agar-agar harus kurang dari 3 %,
karena bila lebih tinggi akan menyebabkan perubahan warna selama
penyimpanan. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada
suhu yang moderat (60-90oC) selama satu jam atau kurang (Bell et al, 2001).
Dapat dikatakan tepung agar-agar hasil penelitian ini layak untuk di produksi dan
di jadikan sebagai pemadat pada media kultur.
Rendemen
Rumput laut dikatakan bermutu baik, jika mempunyai rendemen serta
kekuatan gel yang tinggi. Salah satu parameter yang sangat menentukan mutu
rumput laut adalah umur panen. Umur panen rumput laut untuk jenis Gracilaria
verrucosa adalah 45 - 55 hari (6 – 8 minggu).
Nilai rata-rata rendemen tepung agar-agar yang dihasilkan penelitian
berkisar antara 8.63% sampai 12.93% (b/k). Pada Gambar 10. Memperlihatkan
histogram rata-rata rendemen tepung agar-agar pada perlakuan jumlah air dan
waktu ekstraksi. Dari hasil analisa uji diketahui bahwa waktu ekstraksi dan jumlah
air ekstraksi berpengaruh nyata terhadap rendemen tepung agar-agar yang
dihasilkan, sedangkan interaksi antar kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh
nyata (Lampiran 1).

16

Gambar 10. Rendemen Tepung Rumput Laut (%).
Hasil uji menunjukkan bahwa perlakuan waktu ekstraksi 0.5 jam (A1)
menghasilkan rendemen yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan waktu
ekstraksi 1.5 jam (A3), tetapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan waktu
ekstraksi 1 jam (A2). Sedangkan bila dilihat dari hasil pengamatan, waktu
optimum yang dibutuhkan untuk ekstraksi agar-agar dalam penelitian ini adalah
selama 1 jam, dengan nilai rata-rata rendemen 11.38 % (b/k). Perlakuan jumlah air
pengekstrak 8 kali (B1), 10 kali (B2), dan 12 kali (B3) menghasilkan rendemen
yang berbeda nyata. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan
jumlah air pengekstraksi 12 kali (B3) menghasilkan rendemen rata-rata yang
tinggi dari pada rendemen rata-rata yang diperoleh pada perlakuan 8 kali (A2) dan
10 kali (A3). Hal ini merujuk kepada Bourne (2004) semakin besar jumlah air
pengekstrak, maka fenomena kelarutan suatu bahan pangan yang diekstraksi dan
transfer panas yang diterima akan semakin besar pula. Hal ini menyebabkan
semakin banyak pula ekstrak agar-agar yang dapat dilarutkan dan dikeluarkan dari
dinding sel rumput laut sehingga rendemen agar-agar yang dihasilkan akan
meningkat.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Gracilaria
verrucosa yang memiliki kandungan air sebesar 17,61%, kandungan mineral
sebesar 12,79 %, kadar protein sebesar 3,84%, kadar lemak sebesar 0,55%, kadar
serat sebesar 9,40%, dan kadar karbohidrat dengan metode by difference sebesar
55,81%. Hasil penelitian pendahuluan terhadap ekstrak rumput laut dengan
berbagai konsentrasi STP menunjukkan bahwa adanya peningkatan gel yaitu pada
konsentrasi STP 0.125% sebesar 320.225 gr/cm2, konsentrasi 0.150% sebesar
340.175% gr/cm2, dan konsentrasi 0.175% sebesar 325.125 gr/cm2. Sedangkan
ekstraksi tanpa menggunakan STP (kontrol) didapatkan hasil yang berbeda jauh
yakni memiliki kekuatan gel sebesar 280.755 gr/cm2 dan pengukuran terhadap
kekuatan gel pada produk agar-agar swallow didapatkan sebesar 285.220, hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan STP sebagai bahan tambahan pengekstrak pada
pembuatan tepung aga-agar rumput laut sangat berpengaruh terhadap kekuatan gel
agar-agar yang dihasilkan. Adanya perbedaan nyata akibat konsentrasi STP
disebabkan pada STP tersebut terdapat fosfat. Fosfat sebagai salah satu bahan
dalam pembuatan berbagai produk olahan rumput laut mempunyai fungsi untuk
meningkatkan pH, meningkatkan daya mengikat air, keempukan, kestabilan
emulsi dan kemampuan mengemulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukkan gel adalah bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju
pemanasan, spesies dan jenis rumput laut. Adanya perbedaan nyata akibat
pengaruh waktu ekstraksi dan jumlah penambahan air serta tren kadar air yang
cenderung menurun berdasarkan kombinasi kenaikkan waktu ekstraksi dan
penurunan penambahan air diduga disebabkan oleh adanya sifat air yang mudah
menguap jika diproses dengan suhu yang tinggi. Semakin besar jumlah air
pengekstrak, maka semakin banyak pula ekstrak agar-agar yang dapat dilarutkan
dan dikeluarkan dari dinding sel rumput laut sehingga rendemen agar-agar yang
dihasilkan akan meningkat.

Saran
Agar merupakan polisakarida yang terakumulasi pada dinding sel rumput
laut. Agar berfungsi sebagai bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan
pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Untuk mendapatkan tekstur dan
kekuatan gel gar-agar yang tinggi maka digunakan natrium tripolifosfat pada saat
melakukan ekstraksi. Karena penambahan natrium tripolifosfat menyebabkan pH
semakin tinggi hal ini disebabkan fosfat yang terkandung dalam natrium
tripolifosfat berpengaruh pada pH karena derajat ionisasi basa pada natrium
tripolifosfat lebih besar dari asamnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2002 Official Methodes of Analysis. Association of Analytical
Chemist, Washington DC.
AOAC. 2005 Official Methodes of Analysis. Association of Analytical
Chemist, Washington DC.
AOAC. 2007 Official Methodes of Analysis. Association of Analytical
Chemist, Washington DC.
Aberle ED, Oeckman 2001. Principle of Meat Science. Ed ke-4. Iowa:
Kendall/Hunt Publishing Company.
Amnidar. 1997. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi NaOH dan waktu pada
perlakuan Alkali terhadap Mutu Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria
verrucosa. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat
Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. hlm 49-56.
Angkasa, Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwanto, H., dan Istini, S,
2007. Manfaat Aga-agar Rumput Laut. Jakarta : Penebar swadaya
Babji AS,Kee GS. 1998. Changes ini color, pH, WHC, protein extration and
gel strength during processing of chiken surimi (ayami). Asean Food J 9:63-67
Bell, J.W., B.E. Farkas, S.A. Hale dan T.C. Lanier, 2001. Effect of thermal
treatment on moisture transport during steam cooking of Skipjack Tuna
(Katsuwonas pelamis). J. Food Sci. 66:301-313.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 01-4105. Tepung Agaragar. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Indonesia.
Bourne MC. 2004. Food Texture and Viscosity. Department of Food and
Technology. New York: Academic Press Inc.
Dziezak, J. D. (1990). Phosphates improve many foods. Food Technology,
80-92.
FAO. 2008. The State of World Fisheries and Aquaculture 2008. FAO,
Rome. ____. 2009. FAO Fisheries and Aquaculture Information and Statistics
Service. FISHSTAT Plus - Universal Software for Fishery Statistical Time Series.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. Available at:
http://www.fao.org/fi/ statist/F ISOFT/ FISHPLUS.asp
Fennema OR. 2003. Food Chemistry. Thirdh Ed. Departement of Food
Science. University of Wisconsin-Medison. New York.
George, E.F., M.A. Hall, dan G.J.D. Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue
Culture 3rd Edition. Springer. Netherlands. 508 hlm.
Girinda, A, 2001, BIOCHEMISTRY, Printia Hall, New York
Kalie, M.B. 1999. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi ke XV. Penebar Swadaya.
Jakarta. 120 hal.
Kamal M. 2004. Nutrisi Ternak I. Yogyakarta: Laboratorium Makanan
Ternak, Gadjah Mada University Press.
Pertiwiningrum A, 2003. Pengaruh Level dan Lama Perebusan terhadap
Kandungan Albumin Telur Ayam Rebus yang Disimpan Selama Dua Minggu.
Desember, 17: 2003-2007.

19
[PPPP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 1999. Teknologi
Pasca Panen Rumput Laut. Jakarta: Departemen Kelautan.
Soepardi G. 2001. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo, dan Clara M.K. 1997. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta:
Kanisius
Sumarlin W. 2002. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka dan Sodium
Tripolifosfat terhadap Mutu dan Daya Awet Kamaboko Ikan Pari Kelapa (Trygon
Sephen). Bul Tek dan Industri Pangan. 6:2
Suryaningrum TD. 2000. Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut
budidaya jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hlm 181.
Syamsuar. 2006. Karakteristik karaginan rumput laut Eucheuma cottonii
pada berbagai umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana IPB. 86 hlm.
Syarief, R. dan H. Halid. 1998. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan,
Jakarta.
Tranggono, Martoharsono., Soeharsono., Hadiwiyoto., dan Sowedo., 2002.
Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta.
Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan. hlm 112
Winarno, F.G, 1997, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Winarno, F.G. 1998. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Winarno FG. 2001. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum. 309 hlm.
Winarno FG. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. Mbrio Press. Bogor.
Winarno F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wong, T.H. 2000. Pengaruh Kondisi Ekstraksi Terhadap Mutu Agar-agar
dari Rumput Laut Jenis Gracilaria sp dan Geladium sp. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Yunizal. 2002. Teknologi Ekstraksi Agar-agar dari Rumput Laut Merah
(Rhodophyceae). Jakarta: Pusat Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Yunizal. 2004. Teknik Pengolahan Alginat . Jakarta : Pusat Riset
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Zatnika A. 2008. Optimasi Perlakuan Alkali dalam Upaya Peningkatan
Kualitas Agar. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Analisis
A. Kadar Air Bahan (AOAC 2007)
Proses analisis diawali dengan mengeringkan cawan porselen kosong dalam
oven selama 15 menit. Cawan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator
selama 20 menit, selanjutnya ditimbang. Sampel tepung rumput laut sebanyak
lima gram dimasukkan dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
100oC. Tekanan yang digunakan tidak lebih dari 100 mmHg. Proses pengovenan
dilakukan selama lima jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi sampel
yang telah dioven didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang.
Perhitungan kadar air menggunakan rumus berikut.
Kadar air (%)

x 100 %

Keterangan :
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)

Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kadar_air
Source

Sum of Squares

Corrected Model

Mean Square
9

1491,491

1