Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan
PENYUSUTAN DAN MORTALITAS AYAM BROILER PADA
JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA
PENGANGKUTAN
FALDIO SUTRISNO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusutan dan
Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Faldio Sutrisno
NIM D14080316
ABSTRAK
FALDIO SUTRISNO. Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak
Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan. Dibimbing oleh NIKEN ULUPI
dan RUDI AFNAN.
Proses pengangkutan ayam sebelum pemotongan merupakan kegiatan yang
memicu banyak stres sehingga dapat menimbulkan penyusutan bobot potong dan
meningkatkan angka kematian. Penelitian ini bertujuan mempelajari aspek
transportasi ayam siap potong terhadap penyusutan dan mortalitas. Ayam yang
diangkut dalam penelitian ini adalah ayam berumur 40 hari dengan bobot rata-rata
1.5 kg dan diangkut dari tiga lokasi peternakan dengan jarak yang berbeda yaitu
Bogor (50 km), Lebak (83 km), dan Pandeglang (153 km) dan dilakukan tiga kali
pengulangan. Nilai persentase penyusutan selama pengangkutan dari Bogor,
Lebak, dan Pandeglang berturut-turut adalah 3.33 ± 0.06%, 3.73 ± 0.76%, dan
4.50 ± 1.13%. Nilai persentase mortalitas selama perjalanan dari Bogor 0.26 ±
0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, dan Pandeglang 0.46 ± 0.35%. Nilai persentase
penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan berbanding lurus dengan
jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase mortalitas. Nilai persentase
mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan jarak tempuh yaitu Lebak
(83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).
Kata kunci: broiler, mortalitas, pengangkutan, penyusutan.
ABSTRACT
FALDIO SUTRISNO. Weightloss and Mortality of Broiler Chickens with
Different Travelling Distance during Transportation. Supervised by NIKEN
ULUPI and RUDI AFNAN.
Transportation aspects of broiler chickens to slaughterhouse are concerned
to reduce bodyweight and to increase number of mortality. The experiment was
conducted to study the bodyweight loss and mortality of broiler chickens caused
by transportation with different travelling distances. Chickens were transported to
slaughterhouse at age of 40 days with average bodyweight at 1.5 kg and delivered
from 3 different farms location in Bogor (50 km), Lebak (83 km), and Pandeglang
(153 km), and observation was 3 times replicated. The percentage of bodyweight
loss during travelling from Bogor, Lebak, and Pandeglang was 3.33 ± 0.06%,
3.73 ± 0.76%, and 4.50 ± 1.13%, respectively. The percentage of mortality during
travelling from Bogor was 0.26 ± 0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, and Pandeglang
0.46 ± 0.35%. There is a linear correlation between the percentage of bodyweight
loss and the travelling distances of transported broiler chickens. but there is no
correlation between mortality and the travelling distances. The highest percentage
of mortality were from Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), and Bogor (50 km),
respectively.
Key words: bodyweight loss, broiler, mortality, transportation.
PENYUSUTAN DAN MORTALITAS AYAM BROILER PADA
JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA
PENGANGKUTAN
FALDIO SUTRISNO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang
Berbeda Selama Pengangkutan
Nama
: Faldio Sutrisno
NIM
: D14080316
Disetujui oleh
Ir Niken Ulupi, MS
Pembimbing I
Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah
kesejahteraan ternak, dengan judul Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada
Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Niken Ulupi, MS selaku
Pembimbing Utama dan Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku Pembimbing
Anggota dan selaku Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran
membimbing penulis dari sebelum hingga setelah penulisan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji Prof Dr Ir Iman Rahayu HS,
MS dan Dr Ir Rita Mutia MAgr serta Ir Lucia Cyrilla ENSD, Msi selaku
perwakilan dari Departemen IPTP yang telah memberikan saran yang membangun
bagi skripsi ini. Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi acuan dan
sumber informasi bagi industri, peneliti, pemerintah maupun pengusaha ayam
broiler dalam usaha pengembangan industri rumah potong ayam (RPA)
khususnya di PT. Sierad Produce tbk.
Tak lupa Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada rekanrekan PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo, Pak Sanda Rugalih,
Pak Sofyan, Pak Yusuf, Mas Iyan, Mbak Imas atas bimbingan dan kerjasamanya
selama Penulis melakukan penelitian. Terimakasih kepada para supir Pak Endang,
Pak Surmaya, Pak Annur, dan Pak Edih yang telah berkenan menemani saya
selama pengambilan data. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terhingga
khusus dipersembahkan kepada kedua orang tua, yaitu Ibu Ani Suryani dan (alm)
Bapak Sutrisno. Terima kasih kepada Isyana Khaerunnisa atas semangat,
dukungan, serta doanya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman
IPTP 45 atas semua kenangan yang luar biasa selama duduk di bangku kuliah dan
teman-teman asisten TPTDU atas semua bantuan, dukungan dan kenangan yang
tak terlupakan selama duduk di bangku kuliah. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Faldio Sutrisno
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Prosedur
Peubah yang Diamati
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Suhu dan Kelembaban Pengangkutan
Penyusutan
Mortalitas
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
5
6
8
8
10
11
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan
Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan
Nilai penyusutan bobot ayam setelah pengangkutan
4
4
5
Nilai mortalitas ayam setelah pengangkutan
6
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan
dengan industri rumah potong ayam. Jarak antara peternakan (farm) dengan
rumah potong ayam (slaughterhouse) menjadikan aspek transportasi sangat
penting bagi kelangsungan produksi di rumah potong ayam.
Ayam dihadapkan oleh berbagai pemicu stres selama perjalanan seperti
kondisi cuaca (suhu dan kelembaban), kecepatan kendaraan, getaran, pergerakan,
bertubrukan, tidak adanya makanan atau minuman, dan juga kebisingan (Mitchell
dan Kettlewell 2009). Masing-masing dari faktor tersebut dan kombinasi
diantaranya dapat menimbulkan stres pada ayam, tetapi ancaman yang paling
utama bagi kesejahteraan dan produktivitas pada ayam broiler adalah stres panas
yang disebabkan oleh suhu lingkungan (Mitchell dan Kettlewell 1998).
Kendala dalam industri rumah potong ayam (RPA) yaitu penyusutan bobot
badan dan kematian akibat proses pengangkutan. Penyusutan berdampak pada
penurunan bobot karkas yang dihasilkan dan tingkat kematian (mortalitas) setelah
proses pengangkutan. Kematian pada ayam setelah proses pengangkutan dapat
disebabkan oleh stres selama pengangkutan maupun kualitas penanganan yang
buruk yang dilakukan manusia. Nilai penyusutan bobot dan tingkat kematian
ayam selama pengangkutan maupun sesaat setelah sampai di RPA dapat dijadikan
indikator buruknya kualitas penanganan selama pemuatan (loading),
pengangkutan (travelling), dan penurunan (unloading) (Vecerek et al. 2006).
Saat ini perdagangan daging ayam masih ditentukan oleh bobot karkas.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan persentase
penyusutan dan mortalitas agar tetap rendah saat pengangkutan ayam dari
kandang ke RPA dengan melakukan prosedur pengangkutan yang baik dan benar
sesuai dengan kenyamanan dan kesejahteraan ayam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jarak tempuh selama proses
pengangkutan terhadap penyusutan bobot dan mortalitas ayam broiler umur
panen.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah aspek transportasi ayam broiler
siap potong dari peternakan ke rumah potong ayam (RPA) yang dijadikan faktor
perlakuan. Kegiatan transportasi tersebut berpotensi mengakibatkan penyusutan
bobot potong dan mortalitas yang merupakan faktor peubah. Penyusutan dan
mortalitas dalam penelitian ini juga dijadikan indikator terhadap tingkat
kesejahteraan ayam broiler selama pengangkutan.
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012. Lokasi
penelitian yaitu di Commercial Farm (Bogor), Satibi Bin Bakri Farm (Lebak), Aat
Junaeti Farm (Pandeglang), PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo,
Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler. Ayam
yang digunakan berumur 40 hari dengan bobot rataan 1.5 kg/ekor.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini berupa truk pengangkut,
timbangan manual, timbangan lantai otomatis, keranjang ayam, alat tulis, kamera,
stop watch, dan termohigrometer digital.
Prosedur
Pemuatan (Loading)
Pengukuran bobot awal ayam sebelum pengangkutan dilakukan setelah
ayam dinyatakan sehat oleh petugas panen, kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan gantung sebanyak 20 ekor sekali penimbangan. Ayam
yang telah ditimbang dan dicatat bobot awalnya dimasukkan ke dalam keranjang
sebanyak 15 ekor per keranjang dengan ukuran 0.94 m x 0.58 m x 0.27 m.
Keranjang yang telah diisi ayam disusun di dek truk pengangkut dengan posisi 9
keranjang memanjang, 2 keranjang melebar dan 8 tingkat ke atas.
Termohigrometer digital sebanyak 3 buah ditempatkan di sisi bak pengangkut
truk.
Pengangkutan (Travelling)
Kendaraan yang sudah diperiksa kelengkapannya berangkat pada malam
hari menuju RPA. Waktu keberangkatan dicatat untuk mengetahui waktu tempuh
selama perjalanan. Pengamatan suhu ambien dan kelembaban dilakukan selama
di perjalanan dan dicatat setiap satu jam sekali. Selain itu, pengamatan kondisi
jalan dicatat dan dilaporkan sebagai berita acara perjalanan. Sebelum tiba di RPA,
ayam diistirahatkan sekitar 30 menit dan dilakukan penyiraman.
Penurunan (Unloading)
Kendaraan yang telah tiba di RPA diperiksa oleh petugas keamanan
termasuk kelengkapan surat jalan dan juga kondisi truk pengangkut. Kendaraan
yang telah diizinkan masuk kemudian disemprot cairan desinfektan. Waktu
3
kedatangan dicatat. Ayam kemudian diistirahatkan sampai bulu kering. Ayam
yang mati selama perjalanan dipisahkan dari keranjang. Ayam ditimbang
menggunakan timbangan lantai yang terekam otomatis di ruang operator dengan
menyusun keranjang ayam sebanyak 10 unit di atas handlift.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah penyusutan, mortalitas,
waktu tempuh, suhu, dan kelembaban. Nilai persentase penyusutan diperoleh dari
bobot awal dikurangi bobot akhir setelah pengangkutan dibagi dengan bobot awal
dikali seratus persen. Nilai persentase mortalitas diperoleh dari jumlah ayam awal
dikurangi jumlah ayam yang mati setelah pengangkutan dibagi dengan jumlah
ayam awal dikali seratus persen. Waktu tempuh (menit) diperoleh dari
pengurangan jam kedatangan di RPA dengan jam saat keberangkatan dari
kandang masing-masing daerah. Suhu ambien (oC) dan kelembaban relatif (%)
diperoleh dari pencatatan yang dilakukan setiap satu jam selama pengangkutan.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap. Faktor perlakuan adalah jarak tempuh yang dilakukan
sebanyak tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam
ANOVA dan hasilnya dianalisis secara deskriptif. Model matematis menurut
Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :
Yij = μ + pi+ Ʃij
Keterangan :
Yij
= Nilai bobot akhir ayam broiler pada jarak tempuh ke-i (50 km, 83 km, dan
153 km) dan pengulangan ke-j (1,2, dan 3).
µ
= Nilai rataan bobot akhir ayam broiler.
pi
= Pengaruh jarak tempuh pada jarak ke-i (i= 50 km, 83 km, dan 153 km).
Ʃij
= Pengaruh galat percobaan pada jarak tempuh ke-i dan ulangan ke-j.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Rute pengangkutan ayam pada penelitian ini dibagi menjadi tiga daerah
yaitu Bogor (Komersil Farm), Lebak (Satibi Farm), dan Pandeglang (Aat Junaeti
Farm). Jarak tempuh dari masing-masing daerah menuju RPA yaitu 50, 83, dan
153 km. Gambar 1 merupakan rute pengangkutan ayam dari peternakan ke RPA.
Gambar 1 Rute pengangkutan ayam dari peternakan ke RPA
4
Waktu yang ditempuh dari lokasi kandang di Bogor menuju RPA adalah
81-90 menit. Rentang waktu tempuh perjalanan dari kandang yang berlokasi di
Lebak menuju RPA yaitu 215-225 menit dan waktu tempuh perjalanan dari lokasi
kandang di Pandeglang menuju RPA yaitu 240-250 menit. Tabel 1 menyajikan
hubungan antara rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh selama pengangkutan.
Tabel 1 Hubungan rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan
Rute Pengangkutan
Jarak Tempuh (km)
Waktu Tempuh (menit)
Bogor – RPA
50
81-90
Lebak – RPA
83
215-225
Pandeglang – RPA
153
240-250
Waktu tempuh seperti pada Tabel 1 menunjukkan perbandingan yang lurus
dengan jarak tempuh, semakin jauh jarak tempuh maka waktu tempuh yang
diperlukan untuk sampai RPA semakin lama. Pengangkutan dari Pandeglang
menuju RPA merupakan yang paling jauh diantara Lebak dan Bogor, namun
waktu tempuh pengangkutan antara Lebak dan Pandeglang tidak berbeda jauh
sedangkan jarak tempuh antara keduanya cukup jauh. Hal ini disebabkan pada
saat pengangkutan dari Lebak menggunakan jalur utama melewati daerah
Leuwiliang menuju ke Bogor, sedangkan saat pengangkutan dari Pandeglang
menggunakan jalur bebas hambatan yang menghubungkan Tangerang dan Bogor
sehingga perjalanan relatif lebih cepat.
Suhu lingkungan di Indonesia pada umumnya tinggi, yaitu berkisar antara
24 sampai 34 oC dan kelembaban 60% sampai 90% (Yani dan Purwanto 2006).
Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau yakni pada bulan Juni dimana suhu
rata-rata lingkungan di daerah Provinsi Banten termasuk daerah Lebak dan
Pandeglang berkisar antara 23.3 sampai 28.5 oC pada bulan Mei hingga Juni 2012,
sedangkan kelembaban udara berkisar antara 61% sampai 94%. Suhu udara di
Bogor dan sekitarnya berkisar antara 23.0 sampai 30.7 oC dan kelembaban udara
berkisar antara 63% sampai 90% (BMKG 2013).
Pengangkutan dalam penelitian ini dilakukan pada malam hari saat suhu
lingkungan mencapai level terendah. Hal ini merupakan upaya menjaga ayam
tetap sejahtera dan menurunkan kemungkinan terjadinya stres pada ayam.
Semakin rendah tingkat penyusutan dan mortalitas selama pengangkutan
merupakan indikasi semakin rendah tingkat stres yang dialami oleh ayam.
Suhu dan Kelembaban Pengangkutan
Suhu dan kelembaban dicatat selama satu jam sekali saat pengangkutan
berlangsung. Hasil kisaran suhu dan kelembaban relatif yang diperoleh selama
pengangkutan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
Jarak Tempuh (km)
Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi
Bogor - RPA (50)
24.2
25.2
80
90
Lebak - RPA (83)
23.9
29.7
70
89
Pandeglang - RPA (153)
25.2
29.5
75
89
5
Rentang suhu pengangkutan dari Bogor yang diperoleh yaitu 24.2-25.2 oC.
Kisaran suhu dari Bogor tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kisaran suhu
yang diperoleh dari Lebak yaitu 23.9-29.7 oC dan rentang suhu dari Pandeglang
yaitu 25.2-29.5 oC. Hal ini disebabkan saat pengangkutan waktu yang ditempuh
berbeda dari setiap lokasi kandang. Waktu yang ditempuh dari Bogor menuju
RPA yaitu sekitar 81-90 menit sehingga pencatatan suhu hanya dilakukan
sebanyak tiga kali. Berbeda dengan Lebak dan Pandeglang waktu tempuh yang
dibutuhkan masing-masing 215-225 menit dan 240-250 menit sehingga
pengamatan suhu dilakukan sebanyak empat dan lima kali selama pengangkutan.
Besar kisaran suhu yang diperoleh juga disebabkan oleh waktu keberangkatan
yang berbeda, keberangkatan dari Bogor dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan
tiba di RPA sekitar pukul 06.30 WIB sehingga kisaran suhu tidak terlalu besar.
Pengangkutan dari Lebak dan Pandeglang dilakukan pada pukul 01.00 WIB dan
tiba di RPA sekitar pukul 07.00-07.30 WIB dimana suhu sudah mulai panas.
Kelembaban udara terendah yang tercatat selama pengangkutan dari Bogor
yaitu 80% dan tertinggi 90%. Kelembaban selama pengangkutan di Bogor lebih
tinggi dibandingkan kelembaban di daerah Lebak dan Pandeglang yaitu masingmasing 70-89% dan 75-89%. Hal ini disebabkan kandang terletak di daerah
perbukitan sehingga pada saat proses pengangkutan kondisi udara berkabut cukup
tebal. Udara yang berkabut ini menyebabkan kelembaban di daerah Bogor lebih
tinggi dibandingkan daerah Lebak dan Pandeglang. Webster et al. (1992)
menyatakan ayam broiler yang diangkut dengan kendaraan yang terbuka akan
merasa nyaman ketika suhu selama di perjalanan berkisar antara 18 sampai 26 oC.
Sumber lain menyebutkan dari aspek umur panen ayam suhu optimum pada saat
transportasi yang baik yaitu 22-24 oC dan kelembaban kurang dari 70% (Gregory
1998).
Kisaran suhu dan kelembaban pengangkutan yang diperoleh dalam
penelitian ini masih tergolong cukup tinggi, dalam hal ini ayam yang diangkut
berada di luar zona suhu nyaman walaupun diangkut pada malam hari. Hal ini
disebabkan oleh kegiatan penelitian dilakukan pada saat musim kemarau tiba
yaitu pada bulan Juni 2012. BMKG (2013) menyatakan bahwa suhu rata-rata
tertinggi pada musim kemarau tahun 2012 adalah pada bulan Juni yaitu mencapai
29.5 oC.
Penyusutan
Penyusutan bobot terjadi karena tetap berlangsungnya sistem metabolisme
pada ayam tanpa adanya asupan pakan dan minum selama pengangkutan. Hal
tersebut menyebabkan perubahan sistem metabolisme yang dapat mempercepat
ayam kehilangan cairan dari dalam tubuhnya. Tabel 3 berikut menyajikan nilai
penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan.
Tabel 3 Nilai penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan
Penyusutan
Jarak Tempuh (km)
(kg/truk)
(%)
Bogor - RPA (50)
110.50 ± 2.72
3.33 ± 0.06
Lebak - RPA (83)
113.30 ± 28.16
3.73 ± 0.76
Pandeglang - RPA (153)
118.03 ± 24.01
4.50 ± 1.13
6
Rataan penyusutan bobot hidup ayam setelah pengangkutan pada masingmasing jarak yang ditempuh adalah 110.50 ± 2.72 kg (3.33 ± 0.06%) pada jarak
50 km (Bogor), 113.30 ± 28.16 kg (3.73 ± 0.76%) pada jarak 83 km (Lebak), dan
118.03 ± 24.01 kg (4.50 ± 1.13%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Nilai
penyusutan bobot hidup setelah dilakukan pengangkutan pada jarak tempuh yang
berbeda menunjukkan peningkatan karena semakin jauh jarak dan waktu yang
ditempuh maka persentase penyusutan akan meningkat. Besarnya kisaran suhu
saat pengangkutan juga dapat mempengaruhi tingkat penyusutan, jika dilihat suhu
pengangkutan dari Pandeglang dan Lebak memiliki kisaran suhu tertinggi sampai
29.5 dan 29.7 oC karena tiba di RPA saat suhu sudah mulai panas sedangkan
pengangkutan dari Bogor relatif lebih rendah yaitu 25.2 oC. Chen et al. (1983)
menyebutkan tingkat penyusutan akan lebih tinggi pada suhu lingkungan yang
tinggi.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan penyusutan dalam pengangkutan
ini juga adalah waktu tempuh, kondisi jalan, dan pemuasaan sebelum
pengangkutan. Semakin lama waktu tempuh pengangkutan maka penyusutan
semakin meningkat karena ayam berada di dalam keranjang dengan gerak yang
sangat terbatas sehingga membuat ayam stres. Jalan yang tidak layak (bebatuan
dan curam) untuk dilalui kendaraan mengakibatkan guncangan yang kuat, getaran
dari ban dan mesin kendaraan membuat ayam berada dalam kondisi yang sangat
lelah karena otot-otot pada kaki mencoba untuk menahan guncangan yang cukup
lama sehingga mudah mengalami dehidrasi.
Pemuasaan yang dilakukan sebelum ayam dipanen bertujuan untuk
mengosongkan pakan di dalam tembolok ayam karena berpengaruh pada bobot
badan setelah pengangkutan. Warriss et al. (1993) menyatakan kebanyakan ayam
yang sampai di RPA dalam keadaan kelelahan, hal ini disebabkan ayam
mengalami dehidrasi dan kehabisan energi di dalam tubuh sehingga menyebabkan
rasa lelah pada ayam sebelum dan setelah pengangkutan.
Persentase penyusutan yang diperoleh dalam penelitian ini masih terbilang
tinggi jika dibandingkan dengan pernyataan Warris (2000) yang menyebutkan
ayam yang diangkut tanpa diberi makan dan minum akan mengalami penyusutan
bobot sebesar 0.2%-0.3% per jam, sedangkan nilai persentase penyusutan yang
diperoleh dari Pandeglang bisa mencapai 4.50% selama pengangkutan 4 jam.
Nilai tersebut menunjukkan tingkat penyusutan bisa mencapai 1.1% per jam. Hal
ini dapat dijadikan indikator bahwa tingkat kesejahteraan ayam dalam
pengangkutan ini masih tergolong rendah.
Mortalitas
Mortalitas disebabkan oleh buruknya penanganan selama pengangkutan
sehingga mempengaruhi kualitas kesejahteraan ayam. Nilai persentase mortalitas
setelah pengangkutan tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Mortalitas ayam setelah dilakukan pengangkutan
Mortalitas
Jarak Tempuh (km)
(ekor/truk)
Bogor – RPA (50)
5.67 ± 3.79
Lebak – RPA (83)
14.67 ± 11.50
Pandeglang – RPA (153)
8.67 ± 4.00
(%)
0.26 ± 0.17
0.74 ± 0.56
0.46 ± 0.35
7
Petracci et al. (2010) menyebutkan pengangkutan pada ayam broiler
mengalami tingkat kematian rata-rata 0.3%-0.4% dan mortalitas meningkat
seiring dengan lamanya perjalanan. Angka mortalitas setelah pengangkutan dari
ketiga jarak tempuh yaitu 5.67 ± 3.79 ekor (0.26 ± 0.17%) pada jarak 50 km
(Bogor), 14.67 ± 11.50 ekor (0.74 ± 0.56%) pada jarak 83 km (Lebak), dan 8.67 ±
4.00 ekor (0.46 ± 0.35%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Vecerek et al. (2006)
menyatakan nilai persentase mortalitas selama pengangkutan pada jarak 50 km
yaitu sebesar 0.15%, pengangkutan pada jarak 51-100 km sebesar 0.30%, dan
pada jarak 101-200 km sebesar 0.40%, sedangkan pengangkutan pada jarak lebih
dari 300 km dapat mencapai angka kematian 0.80%.
Nilai mortalitas terendah terjadi pada pengangkutan dari Bogor, namun
nilai yang diperoleh sedikit lebih tinggi dari literatur, sedangkan nilai persentase
mortalitas dari Pandeglang sesuai dengan nilai mortalitas pada literatur.
Persentase mortalitas pengangkutan dari Lebak masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pengangkutan dari Pandeglang, sedangkan Pandeglang
memiliki jarak dan waktu tempuh yang lebih jauh. Angka mortalitas tersebut
diluar dugaan karena berbanding terbalik dengan prediksi awal, semakin jauh
jarak dan waktu tempuh pengangkutan maka akan semakin tinggi angka
mortalitas. Hal ini disebabkan oleh rata-rata bobot hidup ayam yang diangkut dari
Lebak yaitu 1.63 kg/ekor. Bobot tersebut paling tinggi diantara dua kandang
lainnya dari Bogor dan Pandeglang masing-masing yaitu 1.56 dan 1.33 kg/ekor.
Hal ini menyebabkan perbedaan kepadatan karena ayam diangkut dan dimasukkan
ke dalam keranjang dalam jumlah yang sama. Nidjam et al. (2005) menyebutkan
bahwa terlalu banyak ayam yang dimasukan ke dalam keranjang merupakan salah
satu faktor terbesar penyebab kematian saat transportasi.
Penelitian ini menggunakan keranjang ayam dengan ukuran luas 0.55 m2,
setiap keranjang diisi oleh ayam sebanyak 15 ekor dengan berat rata-rata 1.5 kg
sehingga berat total 22.5 kg per keranjang. Webster (1995) menyebutkan
kapasitas kepadatan yang direkomendasikan untuk ayam broiler dan sesuai
standar kenyamanan adalah 34 kg per m2 atau 17 kg per setengah m2. Hal ini
menunjukkan kepadatan selama penelitian masih berada di bawah standar
kapasitas yang direkomendasikan untuk kenyamanan ayam. Kepadatan yang
tinggi tersebut menyebabkan ketersediaan oksigen sedikit di dalam keranjang
sehingga dapat mempengaruhi pernafasan dan ayam akan sulit untuk melepaskan
panas dari dalam tubuhnya. Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan ayam
mengalami hipertermia dan berujung pada meningkatknya angka mortalitas
(Nidjam et al. 2004).
Delezie et al. (2007) menambahkan kepadatan keranjang memainkan
peranan penting dalam kemampuan broiler mengatasi suhu tubuhnya sebagai
hewan homeotermi terhadap perubahan cuaca selama transportasi. Walaupun
pengangkutan dilakukan pada malam hari, akan tetapi suhu pengangkutan masih
terbilang cukup tinggi karena pengangkutan dilakukan selama musim kemarau.
Kepadatan harus diatur sesuai dengan sudut pandang kesejahteraan ternak,
kepadatan yang normal memungkinkan ayam untuk dapat duduk dan kesempatan
untuk mengatur suhu tubuhnya dengan tingkah laku beradaptasi. Namun,
kepadatan yang terlalu rendah juga tidak baik karena memungkinkan ayam mudah
terjatuh dan terguncang yang dapat menyebabkan cedera fisik. Mengatur
8
kepadatan keranjang harus disesuaikan dengan bobot total dan juga umur ayam
yang akan diangkut serta cuaca lingkungan saat pengangkutan (Elrom 2000).
Kondisi suhu juga berperan besar terhadap mortalitas ayam selama
pengangkutan walaupun ayam diangkut pada malam hari. Hal ini disebabkan
pengangkutan dilakukan selama musim kemarau yaitu pada bulan Juni. Vieira et
al. (2011) menyebutkan persentase kematian ayam yang diangkut selama musim
panas lebih tinggi (0.42%) dibandingkan dengan musim semi (0.39%), musim
dingin (0.28%), dan musim gugur (0.23%) pada iklim subtropis, sedangkan pada
iklim tropis tingkat kematian saat pengangkutan belum diketahui secara pasti.
Selama pengangkutan menunjukkan suhu masih cukup tinggi yaitu 24-29 oC.
Wariss et al. (2005) menyatakan kenaikan angka mortalitas ayam saat
pengangkutan sangat tinggi di atas 23 oC dan dalam rentang suhu 23-27 oC tingkat
kematian ayam mencapai 0.66%. Mitchell dan Kettlewell (2009) menyarankan
suhu di dalam keranjang ayam saat perjalanan diatur di bawah 23-24 oC dan suhu
lingkungan sekitar antara 20-21 oC.
Pengiriman ayam umur siap panen yang dilakukan dalam penelitian ini
sudah baik, karena adanya upaya untuk menjaga ayam tetap nyaman selama
pengangkutan berlangsung dengan melakukan pengiriman pada malam hari.
Namun penetapan jumlah ayam di dalam keranjang seharusnya didasarkan pada
total bobot per keranjang agar kepadatan tetap memenuhi standar kenyamanan
ayam sehingga ketersediaan oksigen tercukupi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai persentase penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan
berbanding lurus dengan jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase
mortalitas. Nilai persentase mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan
jarak tempuh yaitu Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).
Saran
Perlu dilakukan beberapa analisis lanjutan untuk mengetahui pengaruh jarak
tempuh terhadap kualitas kesejahteraan ayam selama pengangkutan. Analisis
tersebut diantaranya analisis kualitas karkas, respon fisiologis dan metabolisme
selama pengangkutan serta analisis desain truk yang ideal untuk pengangkutan
ayam broiler umur panen.
DAFTAR PUSTAKA
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Analisis musim
hujan 2012/2013 dan musim kemarau 2013 Provinsi Banten dan DKI Jakarta.
Tangerang (ID). Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang.
9
Chen TC, Schultz CD, Reece RN, Lott BD, McNaughton JL. 1983. The effect of
extended holding time, temperature and dietary energy on yields of broilers. J.
Poult Sci. 62:1566-1571.
Delezie E, Swennen Q, Buyse J, Decuypere E. 2007. The effect of feed
withdrawal and crating density in transit on metabolism and meat quality of
broilers at slaughterhouse. J. Poult. Sci. 86:1414-1423.
Elrom K. 2000. Handling and transportation of broilers-welfare, stress, fear, dan
meat quality. Part IV: Handling of Broilers. Israel J. Vet. Med. 55:121-125.
Gregory NG. 1998. Animal Welfare and Meat Science. Wallingford (UK): CABI
Publishing.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. Bogor (ID): IPB Press.
Mitchell MA, Kettlewell PJ. 1998. Physiological stress and welfare of broiler
chickens in transit: solutions not problems. Poult. Sci. 77(12):1803-1814.
Mitchell MA, Kettlewell PJ. 2009. Welfare of poultry during transport-a review.
Proceeding of Poultry Welfare Symposium. 2009 May 18-22; Cervia, Italy.
Cervia (IT): p 90-100.
Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2004. Factors
influencing bruises and mortality of broiler during catching, transport and
lairage. Poult. Sci. 74: 937-941.
Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2005. Comparison
of bruises and mortality stress parameters, and meat quality in manually and
mechanically caught broilers. British. Poult. Sci. 83: 1610-1615.
Petracci M, Bianchi M, Cavani CC. 2010. Preslaughter handling and slaughtering
factors influencing poultry product quality. World Poult Sci J. 66:17-26.
Vecerek V, Grbalova S, Voslarova E, Janackova B, Malena M. 2006. Effects of
travel distance and the season of the year on death rates of broilers transported
to poultry processing plants. Poult. Sci. 85:1881-1884.
Vieira FMC, Silva IJO, Barbosa Filho JAD, Vieira AMC, Broom DM. 2011.
Preslaughter mortality of broilers in relation to lairage and season in
subtropical climate. Poult. Sci. 90:2127-2133.
Warriss PD, Kestin SC, Brown SN, Knowles TG, Wilkens LJ, Edwards JE,
Austin SD, Nicol CJ. 1993. Depletion of glycogen stores and indices of
dehydration in transported broilers. British. Vet. J. 149:391-398.
Warris PD. 2000. Meat Science: An Introductory Text. Wallingford (UK): CABInternational.
Warriss PD, Pagazaurtundua A, Brown SN. 2005. Relationship between
maximum daily temperature and mortality of broiler chickens during transport
and lairage. British. Poult. Sci. 46: 647-651.
Webster AJF, Tuddenham A, Saville CA, Scott GA. 1992. Thermal stress on
chickens in transit. British. Poult. Sci. 34, 267-277.
Webster J. 1995. Animal Welfare: A Cool Eye Towards Eden. Cornwall (US):
Hartnolls Ltd, Bodmin.
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi
peranakan fries holland dan modifikasi lingkungan untuk menentukan
produktivitasnya [ulasan]. Media Petern. 29(1):35-46.
10
Lampiran 1 Hasil Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan Software SAS
9.1.3 Portable 2003.
Dependent Variables: Penyusutan
Sum of
Source
DF
Squares
Model
2
0.00028156
Error
6
0.00037933
Corrected Total
8
0.00066089
Mean
Square
0.00014078
0.00006322
Dependent Variables: Mortalitas
Sum of
Source
DF
Squares
Model
2
0.00003494
Error
6
0.00009315
Corrected Total
8
0.00012809
Mean
Square
0.00001747
0.00001553
F Value
Pr > F
2.23
0.1891
F Value
Pr > F
1.13
0.3846
11
RIWAYAT HIDUP
Faldio Sutrisno dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Juni 1990,
dari pasangan Sutrisno, SPd MMPd dan Ani Suryani, SPd. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis mengenyam pendidikan taman kanak-kanak di TK Tirtasari, Bogor
pada tahun 1995-1996. Pendidikan dasar ditempuh oleh penulis di SD Negeri
Papandayan I, Bogor pada tahun 1996-2002. Penulis kemudian mengenyam
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 12 Bogor pada tahun 2002-2005.
Pendidikan mengengah atas ditempuh di SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 20052008. Penulis melanjutkan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.
Selama mengenyam pendidikan tinggi, Penulis aktif sebagai anggota
organisasi teater mahasiswa Fakultas Peternakan “Teater Kandang” dan anggota
Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Penulis aktif dalam
kepengurusan kelas dan menjadi Ketua kegiatan malam keakraban “Cowboy
Lestarikan Lingkungan Part III”. Penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM) selama satu tahun. Program Magang yang diikuti oleh Penulis
yaitu di D-Farm Agriprima pada tahun 2009, BBPTU Batur raden Purwokerto
pada tahun 2010, dan penulis juga pernah mengikuti program magang di luar
negeri pada tahun 2013 di Cattle Station, Northern Territory, Australia. Penulis
ditugaskan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur
dan Daging Unggas tahun 2012.
Selama masa kuliah, Penulis aktif dalam bidang seni musik dan pernah
meraih Juara I Festival Band pada Fapet Show Time tahun 2011. Penulis juga
mendapat Juara IV Olimpiade Mahasiswa IPB cabang Sepak Bola tahun 2011.
Penulis juga mendapatkan penghargaan dalam Perang Inovasi Nugget pada
praktikum Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas tahun 2011.
JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA
PENGANGKUTAN
FALDIO SUTRISNO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusutan dan
Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Faldio Sutrisno
NIM D14080316
ABSTRAK
FALDIO SUTRISNO. Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak
Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan. Dibimbing oleh NIKEN ULUPI
dan RUDI AFNAN.
Proses pengangkutan ayam sebelum pemotongan merupakan kegiatan yang
memicu banyak stres sehingga dapat menimbulkan penyusutan bobot potong dan
meningkatkan angka kematian. Penelitian ini bertujuan mempelajari aspek
transportasi ayam siap potong terhadap penyusutan dan mortalitas. Ayam yang
diangkut dalam penelitian ini adalah ayam berumur 40 hari dengan bobot rata-rata
1.5 kg dan diangkut dari tiga lokasi peternakan dengan jarak yang berbeda yaitu
Bogor (50 km), Lebak (83 km), dan Pandeglang (153 km) dan dilakukan tiga kali
pengulangan. Nilai persentase penyusutan selama pengangkutan dari Bogor,
Lebak, dan Pandeglang berturut-turut adalah 3.33 ± 0.06%, 3.73 ± 0.76%, dan
4.50 ± 1.13%. Nilai persentase mortalitas selama perjalanan dari Bogor 0.26 ±
0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, dan Pandeglang 0.46 ± 0.35%. Nilai persentase
penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan berbanding lurus dengan
jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase mortalitas. Nilai persentase
mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan jarak tempuh yaitu Lebak
(83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).
Kata kunci: broiler, mortalitas, pengangkutan, penyusutan.
ABSTRACT
FALDIO SUTRISNO. Weightloss and Mortality of Broiler Chickens with
Different Travelling Distance during Transportation. Supervised by NIKEN
ULUPI and RUDI AFNAN.
Transportation aspects of broiler chickens to slaughterhouse are concerned
to reduce bodyweight and to increase number of mortality. The experiment was
conducted to study the bodyweight loss and mortality of broiler chickens caused
by transportation with different travelling distances. Chickens were transported to
slaughterhouse at age of 40 days with average bodyweight at 1.5 kg and delivered
from 3 different farms location in Bogor (50 km), Lebak (83 km), and Pandeglang
(153 km), and observation was 3 times replicated. The percentage of bodyweight
loss during travelling from Bogor, Lebak, and Pandeglang was 3.33 ± 0.06%,
3.73 ± 0.76%, and 4.50 ± 1.13%, respectively. The percentage of mortality during
travelling from Bogor was 0.26 ± 0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, and Pandeglang
0.46 ± 0.35%. There is a linear correlation between the percentage of bodyweight
loss and the travelling distances of transported broiler chickens. but there is no
correlation between mortality and the travelling distances. The highest percentage
of mortality were from Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), and Bogor (50 km),
respectively.
Key words: bodyweight loss, broiler, mortality, transportation.
PENYUSUTAN DAN MORTALITAS AYAM BROILER PADA
JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA
PENGANGKUTAN
FALDIO SUTRISNO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang
Berbeda Selama Pengangkutan
Nama
: Faldio Sutrisno
NIM
: D14080316
Disetujui oleh
Ir Niken Ulupi, MS
Pembimbing I
Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah
kesejahteraan ternak, dengan judul Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada
Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Niken Ulupi, MS selaku
Pembimbing Utama dan Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku Pembimbing
Anggota dan selaku Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran
membimbing penulis dari sebelum hingga setelah penulisan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji Prof Dr Ir Iman Rahayu HS,
MS dan Dr Ir Rita Mutia MAgr serta Ir Lucia Cyrilla ENSD, Msi selaku
perwakilan dari Departemen IPTP yang telah memberikan saran yang membangun
bagi skripsi ini. Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi acuan dan
sumber informasi bagi industri, peneliti, pemerintah maupun pengusaha ayam
broiler dalam usaha pengembangan industri rumah potong ayam (RPA)
khususnya di PT. Sierad Produce tbk.
Tak lupa Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada rekanrekan PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo, Pak Sanda Rugalih,
Pak Sofyan, Pak Yusuf, Mas Iyan, Mbak Imas atas bimbingan dan kerjasamanya
selama Penulis melakukan penelitian. Terimakasih kepada para supir Pak Endang,
Pak Surmaya, Pak Annur, dan Pak Edih yang telah berkenan menemani saya
selama pengambilan data. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terhingga
khusus dipersembahkan kepada kedua orang tua, yaitu Ibu Ani Suryani dan (alm)
Bapak Sutrisno. Terima kasih kepada Isyana Khaerunnisa atas semangat,
dukungan, serta doanya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman
IPTP 45 atas semua kenangan yang luar biasa selama duduk di bangku kuliah dan
teman-teman asisten TPTDU atas semua bantuan, dukungan dan kenangan yang
tak terlupakan selama duduk di bangku kuliah. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Faldio Sutrisno
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Prosedur
Peubah yang Diamati
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Suhu dan Kelembaban Pengangkutan
Penyusutan
Mortalitas
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
5
6
8
8
10
11
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan
Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan
Nilai penyusutan bobot ayam setelah pengangkutan
4
4
5
Nilai mortalitas ayam setelah pengangkutan
6
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan
dengan industri rumah potong ayam. Jarak antara peternakan (farm) dengan
rumah potong ayam (slaughterhouse) menjadikan aspek transportasi sangat
penting bagi kelangsungan produksi di rumah potong ayam.
Ayam dihadapkan oleh berbagai pemicu stres selama perjalanan seperti
kondisi cuaca (suhu dan kelembaban), kecepatan kendaraan, getaran, pergerakan,
bertubrukan, tidak adanya makanan atau minuman, dan juga kebisingan (Mitchell
dan Kettlewell 2009). Masing-masing dari faktor tersebut dan kombinasi
diantaranya dapat menimbulkan stres pada ayam, tetapi ancaman yang paling
utama bagi kesejahteraan dan produktivitas pada ayam broiler adalah stres panas
yang disebabkan oleh suhu lingkungan (Mitchell dan Kettlewell 1998).
Kendala dalam industri rumah potong ayam (RPA) yaitu penyusutan bobot
badan dan kematian akibat proses pengangkutan. Penyusutan berdampak pada
penurunan bobot karkas yang dihasilkan dan tingkat kematian (mortalitas) setelah
proses pengangkutan. Kematian pada ayam setelah proses pengangkutan dapat
disebabkan oleh stres selama pengangkutan maupun kualitas penanganan yang
buruk yang dilakukan manusia. Nilai penyusutan bobot dan tingkat kematian
ayam selama pengangkutan maupun sesaat setelah sampai di RPA dapat dijadikan
indikator buruknya kualitas penanganan selama pemuatan (loading),
pengangkutan (travelling), dan penurunan (unloading) (Vecerek et al. 2006).
Saat ini perdagangan daging ayam masih ditentukan oleh bobot karkas.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan persentase
penyusutan dan mortalitas agar tetap rendah saat pengangkutan ayam dari
kandang ke RPA dengan melakukan prosedur pengangkutan yang baik dan benar
sesuai dengan kenyamanan dan kesejahteraan ayam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jarak tempuh selama proses
pengangkutan terhadap penyusutan bobot dan mortalitas ayam broiler umur
panen.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah aspek transportasi ayam broiler
siap potong dari peternakan ke rumah potong ayam (RPA) yang dijadikan faktor
perlakuan. Kegiatan transportasi tersebut berpotensi mengakibatkan penyusutan
bobot potong dan mortalitas yang merupakan faktor peubah. Penyusutan dan
mortalitas dalam penelitian ini juga dijadikan indikator terhadap tingkat
kesejahteraan ayam broiler selama pengangkutan.
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012. Lokasi
penelitian yaitu di Commercial Farm (Bogor), Satibi Bin Bakri Farm (Lebak), Aat
Junaeti Farm (Pandeglang), PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo,
Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler. Ayam
yang digunakan berumur 40 hari dengan bobot rataan 1.5 kg/ekor.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini berupa truk pengangkut,
timbangan manual, timbangan lantai otomatis, keranjang ayam, alat tulis, kamera,
stop watch, dan termohigrometer digital.
Prosedur
Pemuatan (Loading)
Pengukuran bobot awal ayam sebelum pengangkutan dilakukan setelah
ayam dinyatakan sehat oleh petugas panen, kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan gantung sebanyak 20 ekor sekali penimbangan. Ayam
yang telah ditimbang dan dicatat bobot awalnya dimasukkan ke dalam keranjang
sebanyak 15 ekor per keranjang dengan ukuran 0.94 m x 0.58 m x 0.27 m.
Keranjang yang telah diisi ayam disusun di dek truk pengangkut dengan posisi 9
keranjang memanjang, 2 keranjang melebar dan 8 tingkat ke atas.
Termohigrometer digital sebanyak 3 buah ditempatkan di sisi bak pengangkut
truk.
Pengangkutan (Travelling)
Kendaraan yang sudah diperiksa kelengkapannya berangkat pada malam
hari menuju RPA. Waktu keberangkatan dicatat untuk mengetahui waktu tempuh
selama perjalanan. Pengamatan suhu ambien dan kelembaban dilakukan selama
di perjalanan dan dicatat setiap satu jam sekali. Selain itu, pengamatan kondisi
jalan dicatat dan dilaporkan sebagai berita acara perjalanan. Sebelum tiba di RPA,
ayam diistirahatkan sekitar 30 menit dan dilakukan penyiraman.
Penurunan (Unloading)
Kendaraan yang telah tiba di RPA diperiksa oleh petugas keamanan
termasuk kelengkapan surat jalan dan juga kondisi truk pengangkut. Kendaraan
yang telah diizinkan masuk kemudian disemprot cairan desinfektan. Waktu
3
kedatangan dicatat. Ayam kemudian diistirahatkan sampai bulu kering. Ayam
yang mati selama perjalanan dipisahkan dari keranjang. Ayam ditimbang
menggunakan timbangan lantai yang terekam otomatis di ruang operator dengan
menyusun keranjang ayam sebanyak 10 unit di atas handlift.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah penyusutan, mortalitas,
waktu tempuh, suhu, dan kelembaban. Nilai persentase penyusutan diperoleh dari
bobot awal dikurangi bobot akhir setelah pengangkutan dibagi dengan bobot awal
dikali seratus persen. Nilai persentase mortalitas diperoleh dari jumlah ayam awal
dikurangi jumlah ayam yang mati setelah pengangkutan dibagi dengan jumlah
ayam awal dikali seratus persen. Waktu tempuh (menit) diperoleh dari
pengurangan jam kedatangan di RPA dengan jam saat keberangkatan dari
kandang masing-masing daerah. Suhu ambien (oC) dan kelembaban relatif (%)
diperoleh dari pencatatan yang dilakukan setiap satu jam selama pengangkutan.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap. Faktor perlakuan adalah jarak tempuh yang dilakukan
sebanyak tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam
ANOVA dan hasilnya dianalisis secara deskriptif. Model matematis menurut
Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :
Yij = μ + pi+ Ʃij
Keterangan :
Yij
= Nilai bobot akhir ayam broiler pada jarak tempuh ke-i (50 km, 83 km, dan
153 km) dan pengulangan ke-j (1,2, dan 3).
µ
= Nilai rataan bobot akhir ayam broiler.
pi
= Pengaruh jarak tempuh pada jarak ke-i (i= 50 km, 83 km, dan 153 km).
Ʃij
= Pengaruh galat percobaan pada jarak tempuh ke-i dan ulangan ke-j.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Rute pengangkutan ayam pada penelitian ini dibagi menjadi tiga daerah
yaitu Bogor (Komersil Farm), Lebak (Satibi Farm), dan Pandeglang (Aat Junaeti
Farm). Jarak tempuh dari masing-masing daerah menuju RPA yaitu 50, 83, dan
153 km. Gambar 1 merupakan rute pengangkutan ayam dari peternakan ke RPA.
Gambar 1 Rute pengangkutan ayam dari peternakan ke RPA
4
Waktu yang ditempuh dari lokasi kandang di Bogor menuju RPA adalah
81-90 menit. Rentang waktu tempuh perjalanan dari kandang yang berlokasi di
Lebak menuju RPA yaitu 215-225 menit dan waktu tempuh perjalanan dari lokasi
kandang di Pandeglang menuju RPA yaitu 240-250 menit. Tabel 1 menyajikan
hubungan antara rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh selama pengangkutan.
Tabel 1 Hubungan rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan
Rute Pengangkutan
Jarak Tempuh (km)
Waktu Tempuh (menit)
Bogor – RPA
50
81-90
Lebak – RPA
83
215-225
Pandeglang – RPA
153
240-250
Waktu tempuh seperti pada Tabel 1 menunjukkan perbandingan yang lurus
dengan jarak tempuh, semakin jauh jarak tempuh maka waktu tempuh yang
diperlukan untuk sampai RPA semakin lama. Pengangkutan dari Pandeglang
menuju RPA merupakan yang paling jauh diantara Lebak dan Bogor, namun
waktu tempuh pengangkutan antara Lebak dan Pandeglang tidak berbeda jauh
sedangkan jarak tempuh antara keduanya cukup jauh. Hal ini disebabkan pada
saat pengangkutan dari Lebak menggunakan jalur utama melewati daerah
Leuwiliang menuju ke Bogor, sedangkan saat pengangkutan dari Pandeglang
menggunakan jalur bebas hambatan yang menghubungkan Tangerang dan Bogor
sehingga perjalanan relatif lebih cepat.
Suhu lingkungan di Indonesia pada umumnya tinggi, yaitu berkisar antara
24 sampai 34 oC dan kelembaban 60% sampai 90% (Yani dan Purwanto 2006).
Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau yakni pada bulan Juni dimana suhu
rata-rata lingkungan di daerah Provinsi Banten termasuk daerah Lebak dan
Pandeglang berkisar antara 23.3 sampai 28.5 oC pada bulan Mei hingga Juni 2012,
sedangkan kelembaban udara berkisar antara 61% sampai 94%. Suhu udara di
Bogor dan sekitarnya berkisar antara 23.0 sampai 30.7 oC dan kelembaban udara
berkisar antara 63% sampai 90% (BMKG 2013).
Pengangkutan dalam penelitian ini dilakukan pada malam hari saat suhu
lingkungan mencapai level terendah. Hal ini merupakan upaya menjaga ayam
tetap sejahtera dan menurunkan kemungkinan terjadinya stres pada ayam.
Semakin rendah tingkat penyusutan dan mortalitas selama pengangkutan
merupakan indikasi semakin rendah tingkat stres yang dialami oleh ayam.
Suhu dan Kelembaban Pengangkutan
Suhu dan kelembaban dicatat selama satu jam sekali saat pengangkutan
berlangsung. Hasil kisaran suhu dan kelembaban relatif yang diperoleh selama
pengangkutan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
Jarak Tempuh (km)
Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi
Bogor - RPA (50)
24.2
25.2
80
90
Lebak - RPA (83)
23.9
29.7
70
89
Pandeglang - RPA (153)
25.2
29.5
75
89
5
Rentang suhu pengangkutan dari Bogor yang diperoleh yaitu 24.2-25.2 oC.
Kisaran suhu dari Bogor tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kisaran suhu
yang diperoleh dari Lebak yaitu 23.9-29.7 oC dan rentang suhu dari Pandeglang
yaitu 25.2-29.5 oC. Hal ini disebabkan saat pengangkutan waktu yang ditempuh
berbeda dari setiap lokasi kandang. Waktu yang ditempuh dari Bogor menuju
RPA yaitu sekitar 81-90 menit sehingga pencatatan suhu hanya dilakukan
sebanyak tiga kali. Berbeda dengan Lebak dan Pandeglang waktu tempuh yang
dibutuhkan masing-masing 215-225 menit dan 240-250 menit sehingga
pengamatan suhu dilakukan sebanyak empat dan lima kali selama pengangkutan.
Besar kisaran suhu yang diperoleh juga disebabkan oleh waktu keberangkatan
yang berbeda, keberangkatan dari Bogor dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan
tiba di RPA sekitar pukul 06.30 WIB sehingga kisaran suhu tidak terlalu besar.
Pengangkutan dari Lebak dan Pandeglang dilakukan pada pukul 01.00 WIB dan
tiba di RPA sekitar pukul 07.00-07.30 WIB dimana suhu sudah mulai panas.
Kelembaban udara terendah yang tercatat selama pengangkutan dari Bogor
yaitu 80% dan tertinggi 90%. Kelembaban selama pengangkutan di Bogor lebih
tinggi dibandingkan kelembaban di daerah Lebak dan Pandeglang yaitu masingmasing 70-89% dan 75-89%. Hal ini disebabkan kandang terletak di daerah
perbukitan sehingga pada saat proses pengangkutan kondisi udara berkabut cukup
tebal. Udara yang berkabut ini menyebabkan kelembaban di daerah Bogor lebih
tinggi dibandingkan daerah Lebak dan Pandeglang. Webster et al. (1992)
menyatakan ayam broiler yang diangkut dengan kendaraan yang terbuka akan
merasa nyaman ketika suhu selama di perjalanan berkisar antara 18 sampai 26 oC.
Sumber lain menyebutkan dari aspek umur panen ayam suhu optimum pada saat
transportasi yang baik yaitu 22-24 oC dan kelembaban kurang dari 70% (Gregory
1998).
Kisaran suhu dan kelembaban pengangkutan yang diperoleh dalam
penelitian ini masih tergolong cukup tinggi, dalam hal ini ayam yang diangkut
berada di luar zona suhu nyaman walaupun diangkut pada malam hari. Hal ini
disebabkan oleh kegiatan penelitian dilakukan pada saat musim kemarau tiba
yaitu pada bulan Juni 2012. BMKG (2013) menyatakan bahwa suhu rata-rata
tertinggi pada musim kemarau tahun 2012 adalah pada bulan Juni yaitu mencapai
29.5 oC.
Penyusutan
Penyusutan bobot terjadi karena tetap berlangsungnya sistem metabolisme
pada ayam tanpa adanya asupan pakan dan minum selama pengangkutan. Hal
tersebut menyebabkan perubahan sistem metabolisme yang dapat mempercepat
ayam kehilangan cairan dari dalam tubuhnya. Tabel 3 berikut menyajikan nilai
penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan.
Tabel 3 Nilai penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan
Penyusutan
Jarak Tempuh (km)
(kg/truk)
(%)
Bogor - RPA (50)
110.50 ± 2.72
3.33 ± 0.06
Lebak - RPA (83)
113.30 ± 28.16
3.73 ± 0.76
Pandeglang - RPA (153)
118.03 ± 24.01
4.50 ± 1.13
6
Rataan penyusutan bobot hidup ayam setelah pengangkutan pada masingmasing jarak yang ditempuh adalah 110.50 ± 2.72 kg (3.33 ± 0.06%) pada jarak
50 km (Bogor), 113.30 ± 28.16 kg (3.73 ± 0.76%) pada jarak 83 km (Lebak), dan
118.03 ± 24.01 kg (4.50 ± 1.13%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Nilai
penyusutan bobot hidup setelah dilakukan pengangkutan pada jarak tempuh yang
berbeda menunjukkan peningkatan karena semakin jauh jarak dan waktu yang
ditempuh maka persentase penyusutan akan meningkat. Besarnya kisaran suhu
saat pengangkutan juga dapat mempengaruhi tingkat penyusutan, jika dilihat suhu
pengangkutan dari Pandeglang dan Lebak memiliki kisaran suhu tertinggi sampai
29.5 dan 29.7 oC karena tiba di RPA saat suhu sudah mulai panas sedangkan
pengangkutan dari Bogor relatif lebih rendah yaitu 25.2 oC. Chen et al. (1983)
menyebutkan tingkat penyusutan akan lebih tinggi pada suhu lingkungan yang
tinggi.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan penyusutan dalam pengangkutan
ini juga adalah waktu tempuh, kondisi jalan, dan pemuasaan sebelum
pengangkutan. Semakin lama waktu tempuh pengangkutan maka penyusutan
semakin meningkat karena ayam berada di dalam keranjang dengan gerak yang
sangat terbatas sehingga membuat ayam stres. Jalan yang tidak layak (bebatuan
dan curam) untuk dilalui kendaraan mengakibatkan guncangan yang kuat, getaran
dari ban dan mesin kendaraan membuat ayam berada dalam kondisi yang sangat
lelah karena otot-otot pada kaki mencoba untuk menahan guncangan yang cukup
lama sehingga mudah mengalami dehidrasi.
Pemuasaan yang dilakukan sebelum ayam dipanen bertujuan untuk
mengosongkan pakan di dalam tembolok ayam karena berpengaruh pada bobot
badan setelah pengangkutan. Warriss et al. (1993) menyatakan kebanyakan ayam
yang sampai di RPA dalam keadaan kelelahan, hal ini disebabkan ayam
mengalami dehidrasi dan kehabisan energi di dalam tubuh sehingga menyebabkan
rasa lelah pada ayam sebelum dan setelah pengangkutan.
Persentase penyusutan yang diperoleh dalam penelitian ini masih terbilang
tinggi jika dibandingkan dengan pernyataan Warris (2000) yang menyebutkan
ayam yang diangkut tanpa diberi makan dan minum akan mengalami penyusutan
bobot sebesar 0.2%-0.3% per jam, sedangkan nilai persentase penyusutan yang
diperoleh dari Pandeglang bisa mencapai 4.50% selama pengangkutan 4 jam.
Nilai tersebut menunjukkan tingkat penyusutan bisa mencapai 1.1% per jam. Hal
ini dapat dijadikan indikator bahwa tingkat kesejahteraan ayam dalam
pengangkutan ini masih tergolong rendah.
Mortalitas
Mortalitas disebabkan oleh buruknya penanganan selama pengangkutan
sehingga mempengaruhi kualitas kesejahteraan ayam. Nilai persentase mortalitas
setelah pengangkutan tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Mortalitas ayam setelah dilakukan pengangkutan
Mortalitas
Jarak Tempuh (km)
(ekor/truk)
Bogor – RPA (50)
5.67 ± 3.79
Lebak – RPA (83)
14.67 ± 11.50
Pandeglang – RPA (153)
8.67 ± 4.00
(%)
0.26 ± 0.17
0.74 ± 0.56
0.46 ± 0.35
7
Petracci et al. (2010) menyebutkan pengangkutan pada ayam broiler
mengalami tingkat kematian rata-rata 0.3%-0.4% dan mortalitas meningkat
seiring dengan lamanya perjalanan. Angka mortalitas setelah pengangkutan dari
ketiga jarak tempuh yaitu 5.67 ± 3.79 ekor (0.26 ± 0.17%) pada jarak 50 km
(Bogor), 14.67 ± 11.50 ekor (0.74 ± 0.56%) pada jarak 83 km (Lebak), dan 8.67 ±
4.00 ekor (0.46 ± 0.35%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Vecerek et al. (2006)
menyatakan nilai persentase mortalitas selama pengangkutan pada jarak 50 km
yaitu sebesar 0.15%, pengangkutan pada jarak 51-100 km sebesar 0.30%, dan
pada jarak 101-200 km sebesar 0.40%, sedangkan pengangkutan pada jarak lebih
dari 300 km dapat mencapai angka kematian 0.80%.
Nilai mortalitas terendah terjadi pada pengangkutan dari Bogor, namun
nilai yang diperoleh sedikit lebih tinggi dari literatur, sedangkan nilai persentase
mortalitas dari Pandeglang sesuai dengan nilai mortalitas pada literatur.
Persentase mortalitas pengangkutan dari Lebak masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pengangkutan dari Pandeglang, sedangkan Pandeglang
memiliki jarak dan waktu tempuh yang lebih jauh. Angka mortalitas tersebut
diluar dugaan karena berbanding terbalik dengan prediksi awal, semakin jauh
jarak dan waktu tempuh pengangkutan maka akan semakin tinggi angka
mortalitas. Hal ini disebabkan oleh rata-rata bobot hidup ayam yang diangkut dari
Lebak yaitu 1.63 kg/ekor. Bobot tersebut paling tinggi diantara dua kandang
lainnya dari Bogor dan Pandeglang masing-masing yaitu 1.56 dan 1.33 kg/ekor.
Hal ini menyebabkan perbedaan kepadatan karena ayam diangkut dan dimasukkan
ke dalam keranjang dalam jumlah yang sama. Nidjam et al. (2005) menyebutkan
bahwa terlalu banyak ayam yang dimasukan ke dalam keranjang merupakan salah
satu faktor terbesar penyebab kematian saat transportasi.
Penelitian ini menggunakan keranjang ayam dengan ukuran luas 0.55 m2,
setiap keranjang diisi oleh ayam sebanyak 15 ekor dengan berat rata-rata 1.5 kg
sehingga berat total 22.5 kg per keranjang. Webster (1995) menyebutkan
kapasitas kepadatan yang direkomendasikan untuk ayam broiler dan sesuai
standar kenyamanan adalah 34 kg per m2 atau 17 kg per setengah m2. Hal ini
menunjukkan kepadatan selama penelitian masih berada di bawah standar
kapasitas yang direkomendasikan untuk kenyamanan ayam. Kepadatan yang
tinggi tersebut menyebabkan ketersediaan oksigen sedikit di dalam keranjang
sehingga dapat mempengaruhi pernafasan dan ayam akan sulit untuk melepaskan
panas dari dalam tubuhnya. Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan ayam
mengalami hipertermia dan berujung pada meningkatknya angka mortalitas
(Nidjam et al. 2004).
Delezie et al. (2007) menambahkan kepadatan keranjang memainkan
peranan penting dalam kemampuan broiler mengatasi suhu tubuhnya sebagai
hewan homeotermi terhadap perubahan cuaca selama transportasi. Walaupun
pengangkutan dilakukan pada malam hari, akan tetapi suhu pengangkutan masih
terbilang cukup tinggi karena pengangkutan dilakukan selama musim kemarau.
Kepadatan harus diatur sesuai dengan sudut pandang kesejahteraan ternak,
kepadatan yang normal memungkinkan ayam untuk dapat duduk dan kesempatan
untuk mengatur suhu tubuhnya dengan tingkah laku beradaptasi. Namun,
kepadatan yang terlalu rendah juga tidak baik karena memungkinkan ayam mudah
terjatuh dan terguncang yang dapat menyebabkan cedera fisik. Mengatur
8
kepadatan keranjang harus disesuaikan dengan bobot total dan juga umur ayam
yang akan diangkut serta cuaca lingkungan saat pengangkutan (Elrom 2000).
Kondisi suhu juga berperan besar terhadap mortalitas ayam selama
pengangkutan walaupun ayam diangkut pada malam hari. Hal ini disebabkan
pengangkutan dilakukan selama musim kemarau yaitu pada bulan Juni. Vieira et
al. (2011) menyebutkan persentase kematian ayam yang diangkut selama musim
panas lebih tinggi (0.42%) dibandingkan dengan musim semi (0.39%), musim
dingin (0.28%), dan musim gugur (0.23%) pada iklim subtropis, sedangkan pada
iklim tropis tingkat kematian saat pengangkutan belum diketahui secara pasti.
Selama pengangkutan menunjukkan suhu masih cukup tinggi yaitu 24-29 oC.
Wariss et al. (2005) menyatakan kenaikan angka mortalitas ayam saat
pengangkutan sangat tinggi di atas 23 oC dan dalam rentang suhu 23-27 oC tingkat
kematian ayam mencapai 0.66%. Mitchell dan Kettlewell (2009) menyarankan
suhu di dalam keranjang ayam saat perjalanan diatur di bawah 23-24 oC dan suhu
lingkungan sekitar antara 20-21 oC.
Pengiriman ayam umur siap panen yang dilakukan dalam penelitian ini
sudah baik, karena adanya upaya untuk menjaga ayam tetap nyaman selama
pengangkutan berlangsung dengan melakukan pengiriman pada malam hari.
Namun penetapan jumlah ayam di dalam keranjang seharusnya didasarkan pada
total bobot per keranjang agar kepadatan tetap memenuhi standar kenyamanan
ayam sehingga ketersediaan oksigen tercukupi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai persentase penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan
berbanding lurus dengan jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase
mortalitas. Nilai persentase mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan
jarak tempuh yaitu Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).
Saran
Perlu dilakukan beberapa analisis lanjutan untuk mengetahui pengaruh jarak
tempuh terhadap kualitas kesejahteraan ayam selama pengangkutan. Analisis
tersebut diantaranya analisis kualitas karkas, respon fisiologis dan metabolisme
selama pengangkutan serta analisis desain truk yang ideal untuk pengangkutan
ayam broiler umur panen.
DAFTAR PUSTAKA
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Analisis musim
hujan 2012/2013 dan musim kemarau 2013 Provinsi Banten dan DKI Jakarta.
Tangerang (ID). Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang.
9
Chen TC, Schultz CD, Reece RN, Lott BD, McNaughton JL. 1983. The effect of
extended holding time, temperature and dietary energy on yields of broilers. J.
Poult Sci. 62:1566-1571.
Delezie E, Swennen Q, Buyse J, Decuypere E. 2007. The effect of feed
withdrawal and crating density in transit on metabolism and meat quality of
broilers at slaughterhouse. J. Poult. Sci. 86:1414-1423.
Elrom K. 2000. Handling and transportation of broilers-welfare, stress, fear, dan
meat quality. Part IV: Handling of Broilers. Israel J. Vet. Med. 55:121-125.
Gregory NG. 1998. Animal Welfare and Meat Science. Wallingford (UK): CABI
Publishing.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. Bogor (ID): IPB Press.
Mitchell MA, Kettlewell PJ. 1998. Physiological stress and welfare of broiler
chickens in transit: solutions not problems. Poult. Sci. 77(12):1803-1814.
Mitchell MA, Kettlewell PJ. 2009. Welfare of poultry during transport-a review.
Proceeding of Poultry Welfare Symposium. 2009 May 18-22; Cervia, Italy.
Cervia (IT): p 90-100.
Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2004. Factors
influencing bruises and mortality of broiler during catching, transport and
lairage. Poult. Sci. 74: 937-941.
Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2005. Comparison
of bruises and mortality stress parameters, and meat quality in manually and
mechanically caught broilers. British. Poult. Sci. 83: 1610-1615.
Petracci M, Bianchi M, Cavani CC. 2010. Preslaughter handling and slaughtering
factors influencing poultry product quality. World Poult Sci J. 66:17-26.
Vecerek V, Grbalova S, Voslarova E, Janackova B, Malena M. 2006. Effects of
travel distance and the season of the year on death rates of broilers transported
to poultry processing plants. Poult. Sci. 85:1881-1884.
Vieira FMC, Silva IJO, Barbosa Filho JAD, Vieira AMC, Broom DM. 2011.
Preslaughter mortality of broilers in relation to lairage and season in
subtropical climate. Poult. Sci. 90:2127-2133.
Warriss PD, Kestin SC, Brown SN, Knowles TG, Wilkens LJ, Edwards JE,
Austin SD, Nicol CJ. 1993. Depletion of glycogen stores and indices of
dehydration in transported broilers. British. Vet. J. 149:391-398.
Warris PD. 2000. Meat Science: An Introductory Text. Wallingford (UK): CABInternational.
Warriss PD, Pagazaurtundua A, Brown SN. 2005. Relationship between
maximum daily temperature and mortality of broiler chickens during transport
and lairage. British. Poult. Sci. 46: 647-651.
Webster AJF, Tuddenham A, Saville CA, Scott GA. 1992. Thermal stress on
chickens in transit. British. Poult. Sci. 34, 267-277.
Webster J. 1995. Animal Welfare: A Cool Eye Towards Eden. Cornwall (US):
Hartnolls Ltd, Bodmin.
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi
peranakan fries holland dan modifikasi lingkungan untuk menentukan
produktivitasnya [ulasan]. Media Petern. 29(1):35-46.
10
Lampiran 1 Hasil Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan Software SAS
9.1.3 Portable 2003.
Dependent Variables: Penyusutan
Sum of
Source
DF
Squares
Model
2
0.00028156
Error
6
0.00037933
Corrected Total
8
0.00066089
Mean
Square
0.00014078
0.00006322
Dependent Variables: Mortalitas
Sum of
Source
DF
Squares
Model
2
0.00003494
Error
6
0.00009315
Corrected Total
8
0.00012809
Mean
Square
0.00001747
0.00001553
F Value
Pr > F
2.23
0.1891
F Value
Pr > F
1.13
0.3846
11
RIWAYAT HIDUP
Faldio Sutrisno dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Juni 1990,
dari pasangan Sutrisno, SPd MMPd dan Ani Suryani, SPd. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis mengenyam pendidikan taman kanak-kanak di TK Tirtasari, Bogor
pada tahun 1995-1996. Pendidikan dasar ditempuh oleh penulis di SD Negeri
Papandayan I, Bogor pada tahun 1996-2002. Penulis kemudian mengenyam
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 12 Bogor pada tahun 2002-2005.
Pendidikan mengengah atas ditempuh di SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 20052008. Penulis melanjutkan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.
Selama mengenyam pendidikan tinggi, Penulis aktif sebagai anggota
organisasi teater mahasiswa Fakultas Peternakan “Teater Kandang” dan anggota
Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Penulis aktif dalam
kepengurusan kelas dan menjadi Ketua kegiatan malam keakraban “Cowboy
Lestarikan Lingkungan Part III”. Penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM) selama satu tahun. Program Magang yang diikuti oleh Penulis
yaitu di D-Farm Agriprima pada tahun 2009, BBPTU Batur raden Purwokerto
pada tahun 2010, dan penulis juga pernah mengikuti program magang di luar
negeri pada tahun 2013 di Cattle Station, Northern Territory, Australia. Penulis
ditugaskan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur
dan Daging Unggas tahun 2012.
Selama masa kuliah, Penulis aktif dalam bidang seni musik dan pernah
meraih Juara I Festival Band pada Fapet Show Time tahun 2011. Penulis juga
mendapat Juara IV Olimpiade Mahasiswa IPB cabang Sepak Bola tahun 2011.
Penulis juga mendapatkan penghargaan dalam Perang Inovasi Nugget pada
praktikum Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas tahun 2011.