Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora persica) Dan Larutan Kumur Komersil Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mulut

PERBANDINGAN DAYA HAMBAT EKSTRAK SIWAK
(Salvadora persica) DAN LARUTAN KUMUR KOMERSIL
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI MULUT

IRAL PREPINIDA
B04062431

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Perbandingan
Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora persica) dan Larutan Kumur Komersil
terhadap Pertumbuhan Bakteri Mulut” adalah karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi.


Bogor, Februari 2011

Iral Prepinida
B04062431

ABSTRACT
IRAL PREPINIDA. Comparative Inhibition Activity of Extracts Siwak
(Salvadora persica) With Mouthwash Commercial Against Oral Bacteria.
Supervised by EKO S. PRIBADI and HUDA S. DARUSMAN.
The research aimed to find out antibiotic properties of siwak extraction
solution and compared it to commercial mouthwash solution. The siwak
extraction solution showed poor inhibition activity to isolated mouth bacteria than
BET and TC mouthwash solution, respectively. The TC mouthwash solution
showed more effective to inhibited the bacteria than BET mouthwash solution
and siwak extraction solution.

Keywords : Siwak, commercial mouthwash solution, antibiotic property, mouth
bacteria


ABSTRAK
IRAL PREPINIDA. Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora
persica) dan Larutan Kumur Komersil terhadap Pertumbuhan Bakteri Mulut.
Dibimbing oleh EKO S. PRIBADI dan HUDA S. DARUSMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak etanol kayu
siwak terhadap bakteri-bakteri mulut dan membandingkannya dengan daya
hambat yang dimiliki larutan kumur komersil yang ada saat ini. Hasil akhir
ekstraksi kayu siwak didapatkan larutan ekstraksi dengan kadar 200 dan 300
mg/ml. Dari penelitian ini, hasil ekstraksi dengan kandungan 300 mg/ml tidak
memiliki daya hambat yang baik terhadap bakteri-bakteri mulut yang diisolasi.
Daya hambat yang dimiliki oleh larutan kumur komersil BET dan TC masih lebih
baik dibandingkan ekstrak kayu siwak. Larutan kumur TC memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan kedua larutan lainnya.

Kata Kunci : Siwak, larutan kumur, daya hambat, bakteri mulut

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PERBANDINGAN DAYA HAMBAT EKSTRAK SIWAK
(Salvadora persica) DAN LARUTAN KUMUR KOMERSIL
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI MULUT

IRAL PREPINIDA
B04062431

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi

: Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora
persica) dan Larutan Kumur Komersil terhadap Pertumbuhan
Bakteri Mulut

Nama Mahasiswa : Iral Prepinida
NIM

: B04062431

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. drh. Eko S. Pribadi, MS.
NIP.19640605.199103.1.006

drh. Huda S. Darusman, M.Si.
NIP.19790622.200501.1.001

Mengetahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Dr. Nastiti Kusumorini
NIP.19621205.198703.2.001

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora persica) dan

Larutan Kumur Komersil terhadap Pertumbuhan Bakteri Mulut“. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga tercinta : Bapak dan Ibu serta Saudara-saudara Saya (Khalifian,
Wika, Ike, Ryqaw, dan Izza) yang telah memberikan dukungan, semangat,
dan do’a kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, M.S. dan Bapak drh. Huda
Sholahuddin Darusman, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, arahan, bantuan, dan saran yang diberikan kepada penulis.
3. Bapak drh. H. Abdul Gani Amri Siregar, M.S. sebagai dosen penguji
seminar atas kritik dan saran yang membangun yang diberikan kepada
penulis.
4. Bapak Agus Soemantri, S.Si., Ibu Roselyn Saferina, A.Md., dan Bapak
Ifan atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian di laboratorium
Bakteriologi FKH-IPB.
5. Bapak drh. Usamah Afiff, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik
atas bimbingan dan bantuannya.
6. Bapak Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, M.S., mantan Kepala BPA TPB-IPB

atas bimbingan dan bantuannya.
7. Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si., sebagai Kepala BPA TPB-IPB atas
bimbingan dan bantuannya.
8. Seluruh dosen, pegawai, dan staf Tata Usaha FKH-IPB.
9. Seluruh Manager Unit, pegawai, dan Staf BPA TPB-IPB serta temanteman Senior Resident Asrama TPB-IPB.

10. Teman satu penelitian, Hadi Putra Rihansyah atas bantuan dan
kerjasamanya.
11. Teman-teman FKH’43 Aesculapius atas bantuan dan kerjasamanya.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama kuliah di S1 FKH-IPB.
“Tiada gading yang tak retak”, begitu juga skripsi ini. Oleh karena itu
penulis mohon ma’af jika masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Tanjung Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 23
Maret 1989. Penulis merupakan anak sulung dari enam bersaudara, buah hati dari
Ayahanda Zulkifli, S.Pt. dan Ibunda Meriyanah. Penulis memulai jenjang
pendidikan di TK An-Nahl Tanjung Enim pada tahun 1994 dan lulus tahun 1995.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 26
Tanjung Enim dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Tanjung Enim dan lulus pada
tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Muara Enim dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan pada tahun berikutnya penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan
sebagai Jurusan di Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di DPM-TPB IPB 20062007, anggota Himpunan Minat Profesi Ruminansia FKH-IPB 2008-2009,
anggota OMDA IKAMUSI Sumsel, pengurus Asrama Sylvasari IPB 2007-2008,
dan Senior Resident Asrama TPB-IPB. Penulis juga aktif sebagai asisten mata
kuliah Parasitologi Veteriner Ektoparasit periode 2010.

DAFTAR ISI
Halaman


Daftar Tabel ............................................................................................

x

Daftar Gambar .........................................................................................

xi

Pendahuluan
Latar Belakang .................................................................................

1

Perumusan Masalah .........................................................................

2

Tujuan Penelitian .............................................................................

2


Hipotesis ...........................................................................................

2

Tinjauan Pustaka
Mikroba Mulut .................................................................................

3

Kayu Siwak ......................................................................................

6

Klasifikasi Tanaman Siwak (Salvadora persica)........................

7

Morfologi dan Habitat Tanaman Siwak (Salvadora persica) .....


8

Manfaat dan Kandungan Aktif ...................................................

9

Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................

11

Bahan Penelitian ..............................................................................

11

Media dan Reagen .......................................................................

11

Bubuk Kayu Siwak......................................................................

11

Larutan Kumur yang Diuji ..........................................................

12

Mikroba yang Diuji .....................................................................

12

Rancangan Penelitian .......................................................................

13

Analisis Statistika .............................................................................

14

Hasil dan Pembahasan ............................................................................

15

Simpulan dan Saran.................................................................................

24

Daftar Pustaka .........................................................................................

25

Lampiran .................................................................................................

29

DAFTAR TABEL
Nomor

1.

2.

3.

4.

Halaman

Pengaruh ekstrak kayu Siwak dan larutan kumur komersil
terhadap pertumbuhan campuran bakteri ......................................

17

Pengaruh ekstrak kayu Siwak terhadap pertumbuhan bakteri S.
aureus, Bacillus sp., dan Streptococcus sp. ................................

18

Pengaruh BET terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus
sp., dan Streptococcus sp. .............................................................

20

Pengaruh TC terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus
sp. dan Streptococcus sp. ..............................................................

21

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Bakteri Staphylococcus aureus .....................................................

4

2.

Bakteri Streptococcus sp.. ............................................................

5

3.

Bakteri Bacillus sp.. ......................................................................

6

4.

Tanaman Siwak. ............................................................................

8

5.

Batang kayu Siwak........................................................................

9

6.

Kurva regresi linier bakteri ...........................................................

16

7.

Pengaruh ekstrak kayu Siwak dan larutan kumur komersil
terhadap Pertumbuhan Campuran Bakteri ....................................

17

Pengaruh ekstrak kayu Siwak terhadap pertumbuhan bakteri S.
aureus, Bacillus sp., dan Streptococcus sp. ................................

18

Pengaruh BET terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus
sp., dan Streptococcus sp. .............................................................

20

Pengaruh TC terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus
sp. dan Streptococcus sp. ..............................................................

21

8.

9.

10.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemanfaatan bahan yang diperoleh dari daun, akar, dan kayu sebagai obat
sudah diketahui sejak lama oleh masyarakat dunia dan Indonesia. Kelompok
masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan telah terbiasa memanfaatkan
bahan kayu untuk mengobati penyakit-penyakit yang mereka derita (Yusro, 2009).
Masyarakat Muslim di Timur Tengah telah lama memanfaatkan kayu siwak untuk
perawatan gigi. Kelompok yang memanfaatkan kayu siwak mengeluarkan biaya
perawatan gigi yang lebih sedikit dibandingkan kelompok yang tidak
menggunakan kayu siwak (Al-Khateeb et al., 1991; Al-Lafi dan Ababneh, 1995).
Penelitian-penelitian yang mengkaji manfaat bahan kayu yang memiliki
sifat antimikroba telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Al-Bayati dan Al-Mola,
2008; Ghalem dan Mohamed, 2008; Ghosh et al., 2008; Al-Bayati, 2009; Demir
et al., 2009). Penelitian pemanfaatan bahan-bahan kayu pun sudah banyak
dilakukan di Indonesia (Lestari, 2003; Syarif, 2005; Yusro, 2009). Sifat
antimikroba yang dimiliki oleh kayu siwak juga telah banyak diteliti, baik secara
in vitro (Pratama, 2005; Al-Bayati dan Sulaiman, 2008; Supriyadi 2009) maupun
secara klinis (Almas dan Al-Zeid, 2004). Kayu siwak memiliki sifat antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Streptococcus faecalis,
Streptococcus pyogenes, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Actinomyces
naeslundii, Phorphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia dan Candida
albicans. Hanya bakteri Lactobacillus acidophilus dan Pseudomonas aeruginosa
saja yang memperlihatkan sifat tahan terhadap efek antibakteri kayu siwak
(AbdElRahman et al., 2002; Al-Bayati dan Sulaiman, 2008).
Saat ini sudah banyak beredar larutan kumur sebagai salah satu hasil
buatan industri untuk merawat kesehatan gigi. Masyarakat memiliki kebebasan
yang luas untuk memilih larutan kumur yang disukai. Beberapa penelitian sudah
dilakukan untuk melihat efek antimikroba dari larutan kumur ini (McBain et al.,
2003; Pires et al., 2007). Penelitian yang mengamati efek kayu siwak dan bahan
penyusun larutan kumur juga sudah dilakukan (Almas, 2002).

2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dikemukakan
dalam penelitian merupakan pengembangan dari pertanyaan berikut :
5 apakah larutan kumur yang beredar di Indonesia selama ini sudah
memiliki efektifitas antibakteri yang optimal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat?
5 apakah bahan-bahan herbal, seperti kayu siwak, dapat memberikan
efektifitas yang sama dengan larutan kumur komersil yang beredar?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas larutan kumur
komersil yang beredar melalui pemeriksaan secara in vitro dan penilaian
efektifitas antimikroba yang dimiliki oleh larutan kumur; membandingkan
efektifitas antimikroba dari kayu siwak terhadap larutan kumur komersil yang ada
melalui penilaian efek antimikroba secara in vitro; memberikan gambaran ke
masyarakat mengenai mutu mikrobiologik dari larutan kumur komersil dan kayu
siwak yang dijual di Indonesia selama ini.

Hipotesis
Ada dua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah
Pertama
: kayu siwak memberikan efek antimikroba yang sama dengan larutan

H0

kumur komersil yang diperiksa
H1

: kayu siwak memberikan efek antimikroba yang berbeda dengan larutan
kumur komersil yang diperiksa

Kedua
H0

: tidak ada perbedaan efek antimikroba dari larutan kumur yang diperiksa

H1

: ada perbedaan efek antimikroba dari larutan kumur yang diperiksa

3

TINJAUAN PUSTAKA
Mikroba Mulut
Mikroba mulut adalah ragam mikroorganisme yang ada dan terdapat di
dalam mulut. Mikroba-mikroba yang terdapat di mulut tersebut bisa bermanfaat
ataupun bisa menimbulkan penyakit/masalah. Penyakit pada mulut berhubungan
erat dengan kebersihan mulut. Saat ini, banyak cara yang dilakukan orang untuk
menjaga kesehatan mulutnya. Salah satunya adalah dengan membersihkan gigi
dan mulut. Produk-produk komersil banyak terdapat di pasaran yang ditujukan
untuk membersihkan gigi dan mulut. Penyakit mulut yang disebabkan oleh
mikroba yang berkembangbiak di dalam mulut, antara lain plak dan karang gigi
(calculus), peradangan gusi (gingivitis), gigi berlubang (caries dentis), peradangan
amandel dan tenggorokan, radang mulut (stomatitis), dan bau mulut (halitosis).
Mulut merupakan tempat yang ideal untuk tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme karena mulut memiliki kelembaban serta memiliki asupan
makanan yang teratur. Mikroba-mikroba yang terdapat di dalam mulut tersebut
antara lain Candida albicans, Streptococcus viridans, S. aureus, S. mutans,
Lactobacillus, Solobacterium moorei. S. mutans dan Lactobacillus merupakan
kuman yang kariogenik karena mampu dengan segera membentuk asam dari
karbohidrat yang difermentasi. S. mutans merupakan bakteri patogen pada mulut
karena menjadi penyebab utama terbentuknya plak, gingivitis, dan karies gigi
(Lee et al., 1992). Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab intoksitasi
dan terjadinya berbagai macam infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999). S. moorei
merupakan salah satu bakteri penyebab bau mulut.
S. aureus merupakan bakteri positif Gram. Bakteri Staphylococcus mudah
tumbuh pada berbagai media, bermetabolisme aktif dengan memfermentasi
karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang beragam mulai dari pigmen berwarna
putih sampai kuning tua. S. aureus untuk koloni yang berwarna kuning serta S.
albus untuk koloni yang berwarna putih (Todar, 2011). Pada media MSA
(Manitol Salt Agar) koloni S. aureus berwarna kuning karena terjadi fermentasi
manitol menjadi asam sehingga warna media yang semula berwarna merah
berubah menjadi kuning. Sifat-sifat dari bakteri ini antara lain bersifat aerob

4

fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, berdiameter sekitar 0,8-1,0 µm. Bakteri S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47
jam. Bakteri ini juga bisa terdapat pada saluran pernafasan atas. Bakteri ini jarang
menyebabkan penyakit pada manusia. Akan tetapi, bakteri ini bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya suatu infeksi penyakit pada inang yang sedang dalam kondisi
kekebalan tubuh menurun.
Gambar mikroskopik bakteri S. aureus. terpapar pada Gambar 1 di bawah
ini.

Gambar 1. Bakteri S. aureus
(Sumber : http://www.lib.uiowa.edu/hardin/md/cdc/staph/photomicro2.html)

Streptococcus merupakan bakteri yang memiliki bentuk bulat dan termasuk
ke dalam bakteri positif Gram. Bakteri ini termasuk ke dalam filum Firmicutes
dan juga termasuk kelompok bakteri asam laktat. Bakteri ini tumbuh berantai atau
berpasangan. Oleh karena itu diberi nama streptos (yang berasal dari bahasa
Yunani:

επ ο ), yang berarti mudah bengkok atau memutar, seperti sebuah

rantai. Streptococcus tidak memiliki enzim katalase sehingga tidak dapat
mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2. Streptococcus banyak yang bersifat anaerob
fakultatif. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang
menguraikan H2O2 sehingga H2O2 yang diberikan tidak dapat dipecah oleh bakteri
dan berakibat tidak menghasilkan oksigen.
Bakteri ini dapat menyebabkan radang tenggorokan. Streptococcus spesies
tertentu bertanggung jawab atas banyak kasus meningitis, pneumonia oleh bakteri,

5

endokarditis, erisipelas, dan necrotizing fasciitis (karena memakan daging yang
tercemar bakteri Streptococcus). Namun demikian, banyak spesies Streptococcus
yang bersifat non-patogenik. Streptococcus juga merupakan bagian dari
mikroflora normal yang bersifat komensal dari mulut, kulit, usus, dan saluran
pernapasan atas manusia.
Gambar mikroskopik bakteri Streptococcus terpapar pada Gambar 2 di
bawah ini.

Gambar 2. Bakteri Streptococcus sp.
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Streptococci.jpg)

Bacillus adalah bakteri positif Gram yang berbentuk batang. Bakteri ini
merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang dapat
bersifat obligat aerob atau anaerob fakultatif. Bakteri ini menghasilkan enzim
katalase yang mengubah H2O2 menjadi oksigen dan air. Sel-sel bakteri
menghasilkan endospora oval yang berfungsi untuk bertahan hidup dalam kondisi
lingkungan yang kurang baik, sehingga dapat tetap aktif untuk waktu yang lama.
Dinding sel Bacillus adalah struktur di luar sel yang membentuk penghalang
antara bakteri dan lingkungan, dan pada saat yang sama bertujuan untuk
mempertahankan bentuknya serta menahan tekanan yang dihasilkan oleh turgor
sel (Wikipedia, 2011). Dinding sel Bacillus terdiri dari peptidoglikan yang
mengandung asam meso-diaminopimelic (DAP) serta mengandung banyak asam
teichoic yang terikat pada residu asam muramic (Todar, 2011).
Gambar mikroskopik bakteri Bacillus terpapar pada Gambar 3 di bawah
ini.

6

Gambar 3. Bakteri Bacillus sp.
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Bacillus _subtilis_Gram.jpg)

Kayu Siwak
Penggunaan alat-alat kebersihan mulut telah dimulai semenjak berabadabad yang lalu. Manusia terdahulu menggunakan alat-alat kebersihan yang
beragam seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi. Beranekaragam
peralatan sederhana dipergunakan untuk membersihkan gigi dan mulut mereka
dari sisa-sisa makanan, mulai dari tusuk gigi, batang kayu, ranting pohon, kain,
bulu burung, tulang hewan hingga duri landak. Di antara peralatan tradisional
yang mereka gunakan dalam membersihkan mulut dan gigi adalah kayu siwak
atau chewing stick. Kayu siwak telah lama digunakan sebagai alat untuk
membersihkan mulut. Penggunaan kayu siwak sebagai alat untuk pembersih
mulut menjadi suatu perubahan dari tradisional ke modern dan siwak merupakan
alat pembersih mulut terbaik hingga saat ini. (El-Mostehy et al., 1998).
Penggunaan siwak adalah sebuah budaya pra Islam yang berkaitan dengan
kegiatan bangsa Arab dahulu untuk mendapatkan gigi yang putih dan mengkilat.
Penggunaan siwak juga untuk kegiatan yang bersifat ritual. Budaya ini kemudian
diterapkan oleh masyarakat selama kegiatan keimanan Nabi Muhammad. Orang
Babilonia sejak 7000 tahun yang lalu telah menggunakan siwak sebagai alat
pembersih mulut. Siwak juga digunakan di zaman kerajaan Yunani dan Romawi,
orang-orang Yahudi, Jepang, Mesir, dan masyarakat pada zaman kerajaan Islam.
Banyak nama untuk siwak, seperti misalnya di Timur Tengah disebut dengan
miswak, siwak atau arak, orang Jepang menyebutnya Koyoji, di Tanzania disebut

7

miswak, dan di Pakistan dan India disebut dengan datan atau miswak.
Penggunaan kayu kunyah (chewing stick) berasal dari tanaman yang berbeda-beda
pada setiap negeri. Sumber utama yang sering digunakan di Timur Tengah adalah
pohon Arak (Salvadora persica), dan Afrika Barat yang digunakan adalah pohon
limun (Citrus aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis). Akar tanaman Senna
(Cassiva vinea) digunakan oleh orang Amerika berkulit hitam, Laburnum Afrika
(Cassia sieberianba) digunakan di Sierre Leone serta Neem (Azadirachta indica)
digunakan secara meluas di benua India (Almas, 2002).
Meskipun siwak sebelumnya telah digunakan dalam berbagai macam
budaya di seluruh dunia, namun pengaruh penyebaran agama Islam dan
penerapannya untuk membersihkan gigi lah yang paling berpengaruh. Istilah
siwak sendiri pada kenyatannya telah umum dipakai selama masa kenabian Nabi
Muhammad SAW yang memulai misinya sekitar 543 M. Nabi Muhammad SAW
bersabda bahwa siwak adalah penerapan pembersihan gigi dan dicintai Allah.
Beliau menambahkan, “Bila kamu membersihkan mulutmu berarti kamu
menghormati Allah, dan saya diperintahkan Allah untuk bersiwak karena Allah
telah mewahyukan kepada saya.” Kepercayaan Nabi memandang kesehatan mulut
yang baik amatlah besar, sehingga beliau senantiasa menganjurkan pada salah
seorang isterinya untuk selalu menyiapkan siwak untuknya hingga akhir hayatnya
(Khoory, 1983).
Siwak terus digunakan hampir di seluruh bagian Timur Tengah, Pakistan,
Nepal, India, Afrika dan Malaysia, khususnya di daerah pedalaman. Sebagian
besar mereka menggunakannya karena faktor religi, budaya dan sosial. Umat
Islam di Timur Tengah dan sekitarnya menggunakan siwak minimal 5 kali sehari
disamping juga mereka menggunakan sikat gigi biasa. Erwin-Lewis menyatakan
bahwa pengguna siwak memiliki relatifitas yang rendah dijangkiti kerusakan dan
penyakit gigi meskipun mereka memakan bahan makanan yang kaya akan
karbohidrat. (Khoory, 1983).

Klasifikasi Tanaman Siwak (Salvadora persica)
Gambar rumpun kayu siwak terpapar pada Gambar 4 di bawah ini.

8

Gambar 4. Tanaman Siwak
(Sumber : http://rifafreedom.wordpress.com/2008/09/15/pohon-siwak)

Taksonomi tanaman siwak (Salvadora persica) menurut Tjitrosoepomo
(1998) adalah sebagai berikut :
Divisio

: Embryophyta

Sub Divisio

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledons

Sub Class

: Eudicotiledons

Ordo

: Brassicales

Family

: Salvadoraceae

Genus

: Salvadora

Spesies

: Salvadora persica

Morfologi dan Habitat Tanaman Siwak (Salvadora persica)
Siwak atau Miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau ranting
tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah,
Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari tanaman arak
(Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak
adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang,
berdiameter lebih dari satu kaki. Jika kulitnya dikelupas, kulitnya berwarna agak
keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna cokelat dan
bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak
pedas (Al-Khateeb et al., 1991).
Gambar batang kayu siwak terpapar pada Gambar 5 di bawah ini.

9

Gambar 5. Batang kayu Siwak
(Sumber : http://ndaruto.files.wordpress.com/2008/03/siwak1.jpg)

Manfaat dan Kandungan Aktif
Dahulu siwak banyak digunakan sebagai alat untuk membersihkan mulut.
Saat ini pun masih ada masyarakat yang menggunakan siwak sebagai alat untuk
membersihkan mulut. Siwak dapat digunakan untuk tujuan terapi. Penerapan
terapi dari siwak dapat berupa pasta gigi, obat kumur, dan larutan irigasi
endodontik.
Zat antimikrobial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroorganisme (Boyd dan Marr, 1980). Al-Lafi dan Ababneh
(1995) telah melakukan pengujian terhadap aktifitas antibakterial dari kayu siwak
untuk menghambat beberapa bakteri mulut yang bersifat aerob dan anaerob. Hasil
penelitian dari Gazi et al. (1987) menunjukkan bahwa ekstrak kasar kayu siwak
yang dijadikan cairan kumur dan dikaji sifat-sifat antiplaknya beserta efeknya
terhadap bakteri penyusun plak dapat menyebabkan penurunan drastis bakteri
yang berbentuk batang dan bersifat negatif Gram. Selanjutnya Almas (2002)
melakukan penelitian terhadap efektifitas ekstrak siwak 50% dibandingkan
dengan CHX (Chlorhexidine Gluconate) 0,2% pada dentin manusia secara SEM
(Scanning Electrony Microscopy) menunjukkan bahwa ekstrak siwak 50%
memiliki hasil yang sama dengan CHX 0,2% dalam perlindungan dentin. Akan
tetapi, ekstrak siwak 50% lebih dapat menghilangkan smear layer pada dentin
dibandingkan CHX 0,2%.
Penelitian tentang analisis kandungan batang kayu siwak kering
(Salvadora persica) dengan ekstraksi menggunakan etanol 80% kemudian

10

dilanjutkan dengan eter lalu diuji kandungannya melalui prosedur kimia ECP
(Exhaustive Chemical Procedure) menunjukkan bahwa siwak mengandung zat-zat
kimia, seperti trimetilamin, alkaloida yang diduga sebagai salvadorin, klorida,
sejumlah besar fluorida dan silika, sulfur, vitamin C, serta sejumlah kecil tannin,
saponin, flavanoida dan sterol (El-Mostehy et al., 1995). Ekstrak siwak juga
menunjukkan adanya sifat-sifat antimikrobial, terutama antibakterial yang sangat
efektif dalam membunuh dan menghambat beberapa pertumbuhan bakteri dan
antifungal (Al-Lafi dan Ababneh, 1995; Darout, 2000).
Darout (2000) melaporkan bahwa kandungan kimiawi ekstrak kayu siwak
sangat

ampuh

menghilangkan

plak

dan

mengurangi

virulensi

bakteri

periodontopatogenik. Kandungan anionik alami dalam siwak dipercaya sebagai
antimikrobial yang efektif untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme.
Sebagai contoh, nitrat yang dapat mempengaruhi pengangkutan aktif porline pada
Eschericia coli serta terbukti ampuh dalam menghambat fosforilasi oksidatif dan
pengambilan oksigen Pseudomonas aureginosa dan S. aureus.

11

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 – April 2010.
Penggilingan kayu dilaksanakan di Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Ekstraksi bubuk kayu siwak
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penelitian in
vitro dilaksanakan di Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian
Media dan Reagen. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kaldu/agar Brain Heart Infusion (BHI B/A). Beberapa reagen digunakan untuk
pewarnaan Gram, diantaranya larutan kristal violet, larutan ioidin, dan larutan
safranin.
Bubuk Kayu Siwak. Kayu siwak diperoleh dari salah satu daerah di Arab
Saudi dan Libya. Kayu siwak diperoleh dengan cara membeli melalui perantara.
Kayu siwak yang diperoleh berbentuk potongan akar atau batang. Kayu siwak
yang diperoleh dipotong-potong menjadi bagian yang kecil dan dihancurkan untuk
mendapatkan bubuk kayu siwak seperti yang dilakukan oleh AbdElRahman et al.
(2002). Kayu siwak yang ada dibersihkan terlebih dahulu dan dipotong-potong
menjadi bagian yang kecil lalu di jemur atau di oven sehingga menjadi kering
sehingga memperoleh bubuk kayu siwak. Setelah itu, digiling agar menjadi serbuk
kayu siwak yang siap digunakan untuk proses ekstraksi. Ekstraksi kayu siwak
dilakukan dengan menggunakan etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan dengan
cara mencampurkan 50 g bubuk kayu siwak dengan 250 ml larutan pengekstrak
dalam keadaan sucihama di dalam botol kering berpenutup yang juga sucihama.
Botol disimpan selama sembilan hari pada suhu kamar (25-27 oC). Selama
penyimpanan botol digoyang-goyang menggunakan penggoyang (shaker) dengan
kecepatan 400 rpm. Larutan diganti setiap 24 jam dan supernatant yang ada

12

disimpan dalam botol terpisah pada suhu 4-6

o

C. Volume masing-masing

ekstraksi dikurangi dengan cara penguapan pada suhu 35-38 oC dan pelarut yang
tertinggal dibiarkan menguap oleh pengeringan selama 2-4 hari pada suhu kamar
(25-27 oC). Hasil ekstrak akhir berupa larutan sebanyak 5-10 ml. Larutan terakhir
disimpan di tempat kering pada suhu 4 oC hingga digunakan saat pengujian.
Ketika digunakan untuk pengujian, masing-masing ekstrak kasar ditambah
0,5% Tween 80 untuk dijadikan dua larutan siap pakai dengan kandungan masingmasing 300 mg/ml dan 200 mg/ml. Larutan yang digunakan untuk pengujian
adalah yang memiliki kandungan sebesar 300 mg/ml. Larutan-larutan ini
disentrifugasi 15800 g selama 20 menit pada suhu 10

o

C. Supernatan

disucihamakan menggunakan kertas penyaring 0,2 µm. Masing-masing larutan
diencerkan dengan pola pengenceran serial. Sebanyak 1 ml larutan yang diuji
dimasukkan ke dalam 10 ml BHIB pada pengenceran pertama. Untuk
pengenceran kedua, diambil 1/2 ml untuk dimasukkan ke dalam 10 ml BHIB.
Demikian selanjutnya hingga terjadi sembilan kali pengenceran secara seri.
Larutan Kumur yang Diuji. Beberapa larutan kumur komersil diperoleh
dari tempat penjualan. Setelah dicatat secara rinci informasi yang tertera di atas
label, label dilepaskan dan larutan kumur tersebut diberi identitas baru. Larutan
kumur yang diperiksa diencerkan secara serial dari pengenceran 1:10, 1:20, 1:40
sampai 1:2560 (v/v) menggunakan media tumbuh yang digunakan. Antibiotika
streptomisin digunakan sebagai kontrol positif. Sedangkan media tumbuh yang
tidak diimbuhi larutan kumur dan ekstrak kayu siwak digunakan sebagai kontrol
negatif (placebo).
Mikroba yang Diuji. Bakteri uji diperoleh dari hasil kumur-kumur yang
dilakukan oleh lima orang sukarelawan yang berumur 22-23 tahun dengan
memakai larutan NaCl 0,9%. Pengambilan larutan hasil kumur dilakukan pada
pagi hari sebelum melakukan aktifitas gosok gigi. Hasil kumur dimasukkan ke
dalam plastik yang selanjutnya disimpan dalam kotak pendingin (coolbox).
Sebanyak satu öse dari setiap plastik yang berisi cairan kumur diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terdapat larutan NaCl sucihama. Tabung
reaksi diputar dengan menggunakan pemutar mixer vortex dengan tujuan agar
mikroba tercampur merata. Sebanyak satu mililiter cairan kumur dari tabung

13

reaksi diisolasi ke atas permukaan media Agar Darah (diimbuhi darah domba 510%) untuk bakteri. Masing-masing cairan kumur dari tabung reaksi tersebut
diisolasi pada media Agar Darah yang berbeda. Seluruh media diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 24-27 jam. Identifikasi bakteri yang tumbuh dilakukan setelah
masa inkubasi dicapai.

Rancangan Penelitian
Rancangan pengujian untuk melihat efek antimikroba dari ekstrak kayu
siwak dan larutan kumur mengikuti Sutter et al. (1979), AbdElRahman et al.
(2002), Koselac et al. (2005), Pires et al. (2007), dan Al-Bayati dan Sulaiman
(2008) yang dimodifikasi. Larutan suspensi dibuat dengan cara memindahkan
sejumlah inokulum bakteri ke dalam media BHIB. Kekeruhan suspensi bakteri
disetarakan dengan kekeruhan larutan McFarland #1 yang baru dibuat.
Larutan ekstrak kayu siwak, larutan kumur komersil yang terdiri dari
betadine (disingkat BET) dan total care (disingkat TC), larutan yang digunakan
sebagai kontrol positif dan negatif diencerkan dengan cara menambahkan satu
milliliter larutan yang diperiksa ke dalam 10 ml kaldu BHI dan agar BHI yang
siap padat untuk media pertumbuhan bakteri. Penambahan ini membuat
pengenceran 1:10 (v/v). Demikian selanjutnya dilakukan sehingga didapatkan
campuran media tumbuh dan larutan yang diperiksa dengan pengenceran 1:20
sampai 1:2560 (v/v).
Sebanyak 10 µl larutan inokulum bakteri, dari masing-masing spesies yang
diperiksa, dipindahkan masing-masing ke dalam tabung reaksi dan cawan berisi
media tumbuh BHI untuk bakteri seperti yang sudah disiapkan di atas. Setelah
agar di cawan memadat, seluruh media yang telah diinokulasi bakteri diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 24-72 jam sesuai dengan pertumbuhan mikroba yang
ditanam. Pengujian ini dilakukan secara duplo.
Setelah masa inkubasi dicapai, maka dilakukan penghitungan koloni
secara visual pada media agar padat. Sedangkan untuk melihat pertumbuhan di
media kaldu, dilakukan pengamatan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 630-650 nm. Penentuan kadar minimum penghambatan
(minimum inhibition concentration, MIC) untuk bakteri didefinisikan sebagai

14

kadar terendah dari larutan yang diperiksa yang tidak membolehkan tumbuh satu
koloni pun pada media agar padat, dan kekeruhan lebih rendah dari absorbans
0,05 pada panjang gelombang (650 nm) (Cai dan Wu, 1996). Hasil yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan obat baku antibakteri dan bahan baku utama
larutan kumur.

Analisis Statistika
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis
sidik ragam (analisis of varian, ANOVA). Keragaman total dapat diuraikan
dengan analisis sidik ragam menjadi komponen-komponen yang mengukur
berbagai sumber keragaman. Diasumsikan bahwa contoh acak yang dipilih berasal
dari populasi yang normal dengan ragam yang sama, kecuali bila contoh yang
dipilih cukup besar, asumsi tentang distribusi normal tidak diperlukan lagi
(Wibisono, 2005). Pada pengujian dengan menggunakan analisis ini, akan mudah
diketahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak dari beberapa nilai
rata-rata contoh yang diselidiki, sehingga diperoleh suatu kesimpulan menerima
hipotesis nol atau menerima hipotesis alternatifnya. Untuk uji lanjutan digunakan
uji Duncan. Uji Duncan didasarkan pada sekumpulan nilai beda nyata yang
ukurannya semakin besar, tergantung pada jarak di antara pangkat-pangkat dari
dua nilai tengah yang dibandingkan. Dapat digunakan untuk menguji perbedaan
diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah
perlakuan.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bakteri dari probandus berhasil diperoleh setelah air kumur-kumur mereka
dibiakkan ke atas media Agar Darah. Koloni-koloni mikroorganisme tersebut
kemudian ditanam pada media umum yaitu BHIA untuk memperbanyak bakteri.
Selanjutnya dilakukan penanaman kembali pada Agar Darah untuk melihat jenis
hemolisis yang terjadi. Koloni bakteri yang ada diwarnai dengan pewarnaan Gram
dan dari hasil pewarnaan ini diperoleh bahwa koloni-koloni yang didapat
merupakan koloni bakteri Positif Gram.
Selanjutnya dilakukan uji katalase menggunakan H2O2 3% untuk
mengetahui apakah bakteri-bakteri yang diperoleh menghasilkan enzim katalase
atau tidak. Enzim katalase yang menguraikan H2O2 sehingga H2O2 yang diberikan
dapat dipecah oleh bakteri dan menghasilkan oksigen. Bakteri yang memiliki
enzim katalase adalah S. aureus, sedangkan yang tidak memiliki diantaranya
Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Clostridium. Bakteri katalase
positif dapat menghasilkan enzim katalase dan dapat mengubah H2O2 menjadi
oksigen.
Koloni bakteri yang tumbuh pada media BHIA dan memiliki sifat katalase
positif ditanam pada media Baird Parker Agar (BPA) yang mengandung lithium
chloride dan tellurite untuk menumbuhkan mikroba yang bersifat koagulase
positif. S. aureus mempunyai koloni spesifik berwarna hitam akibat endapan hasil
tellurite dan media disekitarnya menjadi jernih. Endapan tersebut berwarna hitam
dikarenakan Staphylococcus mereduksi tellurite menjadi telluride dan di sekitar
warna hitam dikelilingi oleh zona yang jernih (Biokar-diagnostics, 2010).
Bila bakteri sudah murni maka dapat dilakukan uji biokimia selanjutnya
untuk menentukan genus dan spesies dari masing-masing bakteri (Cowan, 1974).
Uji biokimia yang dilakukan antara lain uji fermentasi mannitol dan glukosa. Uji
ini ditujukan untuk menentukan bakteri yang mampu memfermentasikan manitol
maupun glukosa. Pada uji gula-gula hanya terjadi perubahan warna pada media
glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam
dan gas dari fermentasi glukosa. Untuk memeriksa hasil fermentasi manitol pada

16

uji yang telah dilakukan, koloni bakteri ditanam juga pada media MSA (Manitol
Salt Agar).
Dari seluruh rangkaian uji tersebut di atas, maka didapatkan hasil bahwa
bakteri yang diisolasi dari air kumur probandus adalah S. aureus, Bacillus sp, dan
Streptococcus sp. Bakteri-bakteri tersebut termasuk ke dalam kelompok bakteri
positif Gram. Bakteri positif Gram mempunyai membran plasma tunggal yang
dikelilingi dinding sel tebal berupa peptidoglikan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan bakteri-bakteri tersebut di atas ada pada hasil kumur-kumur. Halhal tersebut antara lain bakteri tersebut merupakan mikroflora normal pada mulut
manusia seperti S. aureus. Bakteri S. aureus juga merupakan patogen yang umum
pada manusia. Hal lain yang menjadi penyebab keberadaan bakteri-bakteri
tersebut adalah masuknya makanan atau air minum yang kurang bersih ke dalam
rongga mulut. Di dalam makanan atau minuman yang kurang bersih tersebut bisa
terdapat bakteri-bakteri tersebut.

Gambar 6 Kurva regresi linier bakteri

Dari kurva regresi linier terlihat bahwa pada ketiga bakteri tersebut yakni
S. aureus, Bacillus, dan Streptococcus mengalami peningkatan jumlah bakteri
sebanding dengan nilai OD (Optical Density) yang semakin besar.

17

Hasil reaksi hambatan dari ekstrak kayu siwak dan larutan kumur komersil
terhadap suspense campuran ketiga bakteri tercantum dalam Tabel 1 dan Gambar
1 di bawah ini.

Tabel 1 Pengaruh ekstrak kayu Siwak dan larutan kumur komersil terhadap
pertumbuhan campuran bakteri

Pengenceran (1/x)
10
20
40
80
160
320
640
1280
2560

Siwak
2,54425z
2,16201y
1,97088x
1,87532w
1,82754v
1,80364 u
1,79169 u
1,78572 u
1,78274 u

Larutan Uji (log)
BET
2,42199 b
2,25135 c
2,16603 d
2,12337 e
2,10204 f
2,09138 f
2,08605 f
2,08338 f
2,08205 f

TC
-0,72403 q
0,44475 p
1,02915 o
1,32134 n
1,46744 m
1,54049 l
1,57702 k
1,59528 k
1,60441 k

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama, menandakan adanya perbedaan nyata
pada tingkat kepercayaan 95%.

Gambar 7

Pengaruh ekstrak kayu Siwak dan larutan kumur komersil terhadap
pertumbuhan campuran bakteri

Efek antimikroba terlihat nyata pada pengenceran 1/160 untuk ekstrak
kayu siwak, pengenceran 1/80 untuk BET, dan pengenceran 1/320 untuk TC. Bila
membandingkan ketiga bahan yang diuji, efek antimikroba ketiga bahan tersebut
sudah memperlihatkan perbedaan yang nyata pada semua pengenceran. Dari

18

ketiga jenis bahan uji tersebut terlihat bahwa TC merupakan bahan uji yang paling
efektif.
Pengamatan selanjutnya dilakukan untuk efek antimikroba ekstrak kayu
siwak, larutan kumur komersil BET dan TC masing-masing terhadap bakteri S.
aureus, Bacillus dan Streptococcus. Hasil percobaan yang melihat pengaruh
ekstrak kayu siwak terhadap pertumbuhan bakteri terpapar pada Tabel 2 dan
Gambar 2 di bawah ini.
Tabel 2 Pengaruh ekstrak kayu Siwak terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus
sp., dan Streptococcus sp.

Jenis bakteri (log kandungan bakteri)
S. aureus
Bacillus
Streptococcus
1,52914 wh
1,603528 wi
1,51432 yd
1,53150 wh
1,604218 wi
1,51520 yd
1,51695 yd
1,53623 wh
1,605596 wi
yd
wh
1,54569
1,608359 wi
1,52048
1,52752 yd
1,56462 wh
1,613884 wi
1,60246 wh
1,624929 wi
1,54161 yd
vc
ug
1,67814
1,647020 uj
1,56978
1,82950 tf
1,691201 tk
1,62613 sb
2,13221 pl
1,779564 re
1,73882 pa

Kandungan Ekstrak (mg/ml)
0,12
0,23
0,47
0,94
1,88
3,75
7,50
15,00
30,00

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama, menandakan adanya perbedaan nyata
pada tingkat kepercayaan 95%.

Siwak
2.2
2.1
2
1.9
Log Jumlah 
1.8
Bakteri
1.7
1.6
1.5
1.4

S. aureus
Bacillus
Streptococcus

0.12

0.47

1.88

7.50

30.00

Kadar Bahan  (mg/ml)

Gambar 8 Pengaruh ekstrak kayu Siwak terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus,
Bacillus sp., dan Streptococcus sp.

19

Dari tabel maupun gambar terlihat bahwa ekstrak siwak tidak efektif untuk
ketiga bakteri. Dalam percobaan ini terlihat bahwa tidak ada efek antibakteri dari
ekstrak kayu siwak terhadap ketiga genus bakteri. Peningkatan nyata jumlah
bakteri terjadi pada kandungan siwak sebesar 3,75 (mg/ml) untuk bakteri S.
aureus dan Bacillus serta sebesar 7,50 (mg/ml) untuk bakteri Streptococcus.
Ketiga genus bakteri telah memperlihatkan reaksi pertumbuhan yang berbeda
nyata pada kadar larutan sebesar 15,00 (mg/ml).
Hasil percobaan ini sangat berlainan dengan hasil penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Menurut hasil penelitian Gazi et al. (1987) ekstrak kasar
batang kayu siwak pada pasta gigi yang dijadikan cairan kumur dan dikaji sifatsifat antiplaknya, memberikan efek terhadap komposisi bakteri yang menyusun
plak dan menyebabkan penurunan bakteri negatif Gram batang.
Menurut AbdElRahman et al. (2002), perbedaan waktu pengamatan serta
jenis bahan pengekstrak memberikan hasil yang berbeda pada bakteri yang
diamati. Pada penelitian yang dilakukan Gazi et al. (1987), bakteri yang
digunakan adalah bakteri negatif Gram. Sedang pada penelitian yang dilakukan
AbdElRahman et al. (2002), bakteri yang digunakan adalah S. mutans, A.
comitans, L. acidophilus, A. naeslundii, P. gingivalis, dan P. intermedia. Bakteri
yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda dengan dua penelitian tersebut.
Hanya satu bakteri yang genusnya sama yaitu Streptococcus, tetapi spesiesnya
tidak ditegaskan dalam penelitian ini. Dari penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak
siwak tidak memberikan efek antibakteri terhadap bakteri S. aureus, Bacillus, dan
Streptococcus. Pada penelitian yang dilakukan oleh AbdElRahman et al. (2002)
juga dilakukan perbedaan pengamatan waktu yakni 24, 48, dan 72 jam. Pada
waktu-waktu yang berbeda tersebut memberikan hasil pengamatan yang berbeda
juga.
Hasil percobaan yang melihat pengaruh larutan kumur BET terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus sp., dan Streptococcus sp. terpapar pada
Tabel 3 dan Gambar 3 di bawah ini.

20

Tabel 3 Pengaruh BET terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus sp., dan
Streptococcus sp.

Kandungan BET
(x 10-6 ml)
3,91
7,81
15,63
31,25
62,50
125,00
250,00
500,00
1000,00

Jenis bakteri (log kandungan bakteri)
S. aureus
Bacillus
Streptococcus
lg
na
1,50093
2,12956
1,798374 lh
lg
na
1,50078
2,12753
1,798602 lh
1,50047 lg
2,12346 na
1,799059 lh
1,49986 lg
2,11532 na
1,799973 lh
1,49864 g
2,09904 p
1,801801 r
g
u
2,06649
1,805457 r
1,49621
2,00137 c
1,812769 b
1,49133 f
1,87115 z
1,827393 e
1,48157 w
v
x
1,61070
1,856642 y
1,46206

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama, menandakan adanya perbedaan nyata
pada tingkat kepercayaan 95%.

Gambar 9 Pengaruh BET terhadap pertumbuhan Bakteri S. aureus, Bacillus sp., dan
Streptococcus sp.

Larutan kumur memberikan efek antibiotik pada bakteri S. aureus dan
Bacillus. Jumlah bakteri menurun secara nyata pada kandungan BET sebesar
31,25x10-6 (ml) dengan tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi, hasil yang berbeda
terjadi pada bakteri Streptococcus. Larutan kumur BET tidak memberikan efek
antibiotik pada bakteri ini karena populasi bakteri ini meningkat dengan
bertambahnya kandungan larutan kumur BET.

21

Hasil percobaan yang melihat efek antibiotik larutan kumur TC terhadap
bakteri S. aureus, Bacillus sp. dan Streptococcus sp. terpapar pada Tabel 4 dan
Gambar 4 di bawah ini.
Tabel 4 Pengaruh TC terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus sp., dan
Streptococcus sp.

Kandungan TC
(x 10-4 mg/ml)
6,0
12,0
23,0
47,0
94,0
188,0
375,0
750,0
1500,0

Jenis bakteri (log kandungan bakteri)
S. aureus
Bacillus
Streptococcus
g
c
1,41077
2,01485
1,746747 e
1,40340 g
2,00169 c
1,740689 e
1,97537 c
1,728574 e
1,38865 h
1,92273 d
1,704343 b
1,35916 h
i
f
1,81746
1,655882 j
1,30018
1,60691 u
1,558959 v
1,18222 t
1,18581 r
1,365114 s
0,94630 q
n
o
0,34362
0,977424 p
0,47446
-1,34078 k
0,202043 l
-0,46921 m

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama, menandakan adanya perbedaan nyata
pada tingkat kepercayaan 95%.

Gambar 10 Pengaruh TC terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus sp., dan
Streptococcus sp.

Larutan kumur TC ternyata memiliki efek antibiotik yang baik. Larutan ini
mampu menekan pertumbuhan bakteri secara nyata pada tingkat kepercayaan 95%

22

dengan kadar bahan aktif sebesar 23,0x10-4 (mg/ml) untuk bakteri S. aureus dan
47,0x10-4 (mg/ml) untuk bakteri Bacillus dan Streptococcus. Ketiga genus bakteri
telah memperlihatkan reaksi pertumbuhan yang berbeda nyata pada kadar larutan
sebesar 188,0x10-4, 375,0x10-4, dan 750,0x10-4 (mg/ml). Dari Gambar terlihat
bahwa semakin tinggi kadar bahan maka jumlah bakteri semakin menurun.
El-Mostehy et al (1995) melaporkan bahwa tanaman siwak mengandung
zat-zat antibakterial. Efek ini dipercaya berhubungan dengan tingginya kandungan
natrium klorida dan kalium klorida, salvadourea dan salvadorine, saponin, tanin,
vitamin C, silika dan resin, juga cyanogenic glycoside dan benzylsothio-cyanate.
Kandungan kimiawi yang ada berfungsi untuk membersihkan, memutihkan dan
menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstraksi untuk dijadikan
bahan penyusun pasta gigi. Trimetilamin dan vitamin C membantu penyembuhan
dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat untuk menghilangkan noda pada
gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok. Fluorida mencegah
terbentuknya karies dengan memperkuat lapisan email dan mengurangi suasana
asam yang dihasilkan oleh bakteri. Nitrat (NO3-) dilaporkan mempengaruhi
pengangkutan aktif porline pada E. coli, seperti juga pada aldosa dari E. coli dan
S. faecalis. Nitrat juga mempengaruhi pengangkutan aktif oksidasi fosforilasi dan
pengambilan oksigen oleh Pseudomonas aeruginosa dan S. aureus sehingga
proses penggunaan dalam metabolisme bakteri menjadi terhambat.
Penelitian tentang efek antimikroba ekstrak kayu siwak secara in vitro juga
telah dilakukan oleh Shibl et al. (1985), dengan menggunakan beberapa pelarut
ekstraksi, yaitu petroleum eter, kloroform, dan metanol terhadap bakteri negatif
Gram dan positif Gram serta cendawan. Hasil yang diperoleh menunjukkan semua
jenis ekstraksi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba tersebut. Hasil
yang berbeda dilaporkan oleh Al Bayati dan Sulaiman (2008), dengan
menggunakan pelarut ekstraksi air dan metanol yang menunjukkan adanya
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri dengan efektifitas yang bermacammacam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak siwak tidak memberikan
daya hambat pada bakteri yang diuji. Hal ini berbeda dengan penelitian ElMostehy et al (1995) dan Al Bayati dan Sulaiman (2007). Pada penelitian yang

23

dilakukan El Mostehy et al (1995), bahan pengekstraksi yang digunakan adalah
alkohol dan eter. Sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Al Bayati dan
Sulaiman (2007), bahan pengekstraksi yang digunakan adalah air dan methanol.
Sedang pada penelitian yang dilakukan oleh AbdElRahman et al (2002), bahan
pengekstraksi etanol digunakan. Akan tetapi, bakteri yang diuji berbeda dengan
bakteri yang duji dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, bahan pengekstraksi
yang digunakan adalah ethanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
siwak tidak memberikan daya hambat pada bakteri yang diamati.
Obat kumur memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai zat antibakteri.
Obat kumur BET memiliki bahan aktif povidone iodine dan obat kumur TC
memiliki bahan aktif fluor. Secara umum, kerja dari bahan aktif adalah
berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas,
termasuk menghambat biosintesis (pembuatan) makromolekul dan persipitasi
protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA).
Fluor bekerja menginaktifkan enzim yang berperan dalam proses
pembentukan energi bagi bakteri. Fluor juga menghambat proses glikolisis dan
menghalangi pengangkutan glukosa ke dalam sel (Satari, 1990). Iodine berfungsi
untuk mempresipitasi protein. Iodine juga telah dikenal luas sebagai antibiotika
spektrum luas.

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak
kayu siwak tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri yang diamati. Efek
antibakteri larutan kumur komersil BET dan TC masih lebih baik dibandingkan
dengan ekstrak kayu siwak dan TC memberikan efek antibakteri yang lebih baik
dibandingkan BET.

Saran
Untuk memperbaiki penelitian-penelitian sejenis agar dapat melengkapi
hasil yang sudah dicapai, maka disampaikan beberapa saran di antaranya :
1. Penambahan ragam waktu pengamatan terhadap bakteri yang diinkubasi
dengan tujuan untuk memaksimalkan aktifitas antibakteri.
2. Penelitian lanjutan dengan menggunakan metode pengekstraksi dan jenis
bakteri yang sama dengan pene

Dokumen yang terkait

Manfaat Berkumur dengan Larutan Ekstrak Siwak (Salvadora Persica)

0 25 9

EFEK ANTIBAKTERIAL EKSTRAK ETANOL SIWAK Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis

0 3 8

PEMANFAATAN EKSTRAK BATANG SIWAK (Salvadora persica) SEBAGAI LARUTAN KUMUR DENGAN PENAMBAHAN Pemanfaatan Ekstrak Batang Siwak (Salvadora persica) sebagai Larutan Kumur dengan Penambahan Ekstrak Jeruk Nipis dan Stroberi.

0 3 19

PEMANFAATAN EKSTRAK BATANG SIWAK (Salvadora persica) SEBAGAI LARUTAN KUMUR DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK JERUK NIPIS Pemanfaatan Ekstrak Batang Siwak (Salvadora persica) sebagai Larutan Kumur dengan Penambahan Ekstrak Jeruk Nipis dan Stroberi.

0 2 15

PENDAHULUAN Pemanfaatan Ekstrak Batang Siwak (Salvadora persica) sebagai Larutan Kumur dengan Penambahan Ekstrak Jeruk Nipis dan Stroberi.

0 2 6

KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN KADAR KALSIUM LARUTAN KUMUR EKSTRAK SIWAK (Salvadora persica) DENGAN Kualitas Organoleptik dan Kadar Kalsium Larutan Kumur Ekstrak Siwak (Salvadora persica) dengan Penambahan Ekstrak Jeruk Purut dan Stroberi.

0 4 15

KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN KADAR KALSIUM LARUTAN KUMUR EKSTRAK SIWAK (Salvadora persica) DENGAN Kualitas Organoleptik dan Kadar Kalsium Larutan Kumur Ekstrak Siwak (Salvadora persica) dengan Penambahan Ekstrak Jeruk Purut dan Stroberi.

0 2 16

UJI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora Persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas Gingivalis Penyebab Gingivitis In Vitro.

0 1 16

UJI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis PENYEBAB Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora Persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas Gingivalis Pen

0 1 11

PENGARUH BERKUMUR DENGAN LARUTAN EKSTRAK SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP pH SALIVA RONGGA MULUT.

0 1 9