TINJAUAN PUSTAKA Analisis Perkembangan Wilayah Dan Arahan Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Di Kabupaten Bogor
Anwar 2005 mengemukakan bahwa pendekatan analisis pembangunan wilayah yang lebih tepat harus mampu mencerminkan adanya kerangka berfikir
yang menyangkut interaksi antara aktivitas-aktivitas ekonomi spasial dan mengarah pada pemanfaatan sumberdaya secara optimal antara kegiatan di
kawasan kota-kota dan wilayah-wilayah belakangnya hinterland, di samping interaksi tersebut berlangsung dengan wilayah-wilayah lainnya yang lebih jauh.
Kawasan kota dan wilayah belakangnya dapat terjadi hubungan fungsional yang tumbuh secara interaktif yang dapat saling mendorong atau saling menghambat
dalam mencapai tingkat kemajuan optimum bagi keseluruhannya.
Menurut Panuju dan Rustiadi 2013, berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat maupun hinterland suatu wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur
proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan hinterland mendukung keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti.
Jika suatu wilayah dianalogikan sebagai satu sel, maka dalam wilayah kota utama yang menjadi inti dari wilayah memiliki fungsi penting yang berperan besar
dalam mempengaruhi jalannya interaksi antar berbagai hinterland. Pusat memiliki daya tarik kuat bagi elemen di hinterland. Daya tarik tersebut secara harfiah
berupa berbagai layanan yang didukung fasilitas dan infrastruktur yang lengkap. Hinterland mendukung berjalannya proses penting yang dilakukan di pusat.
Proses-proses penting tersebut terdiri dari proses-proses transaksi dan peningkatan nilai tambah produksi. Industri dan jasa sebagai aktifitas yang berperan besar
dalam peningkatan nilai tambah akan berkembang pesat di inti kota dengan fasilitas yang lengkap tersebut. Sebaliknya, hinterland sebagai pendukung
berlangsungnya proses di pusat memiliki keunggulan sumberdaya dasar untuk mendukung proses peningkatan nilai tambah di pusat.
Secara teknis identifikasi pusat dan hinterland dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah
penduduknya. Pusat yang memiliki daya tarik kuat karena lengkapnya fasilitas dicirikan dengan jumlah unit dan jumlah jenis fasilitas yang lebih lengkap
dibandingkan dengan hinterland. Disamping fasilitas umum, pusat juga berpotensi memiliki industri dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas
yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain. Selanjutnya wilayah pusat tersebut disebut sebagai wilayah berhirarki lebih tinggi
Hirarki – I dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pengaruh manfaat dari layanan semakin kecil, maka akan cenderung memiliki hirarki lebih rendah.
Dengan demikian, wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri serta jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah
merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain.
Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu
menggerakan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat inti dan wilayah yang
menjadi pendukung hinterland. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi dengan
kondisi fisik, sosial dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk komunitasnya. wilayah dengan fasilitas umum terlengkap memiliki kecenderungan sebagai pusat
bagi wilayah di sekitarnya Panuju dan Rustiadi, 2013.
13
Pembangunan Ekonomi
Rustiadi et al. 2009 mengemukakan bahwa aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Di
antara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator terpenting. Untuk itu diperlukan pemahaman
mengenai konsep – konsep dan cara mengukur pendapatan masyarakat di suatu wilayah.
Dalam beberapa varian pemikiran, pembangunan diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan modal. Oleh karena itu, setelah
Perang Dunia II, strategi pembangunan yang ditempuh di beberapa negara adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan
melakukan industrialisasi. Pengalokasian sumberdaya termasuk sumberdaya finansial modal merupakan jembatan yang dapat menciptakan jalannya roda
perekonomian yang lebih mengarah pada tujuan – tujuan yang paling mendasar dari pembangunan itu sendiri misalnya : pengentasan kemiskinan, semakin
meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat, dan menurunnya tingkat ketidakmerataan pendapatan. Dalam situasi serba terbatas, maka pengalokasian
sumberdaya anggaran pembangunan pada suatu sektor pembangunan misalnya : industri bisa mengurangi ketersediaan anggaran pembangunan bagi sektor lain
misalnya : pertanian. Oleh karena itu, untuk mengelola arah pembangunan pada satu tujuan misalnya: distribusi pendapatan yang lebih baik dan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan lainnya misalnya ; pertumbuhan ekonomi yang cepat diperlukan kebijakan – kebijakan terbaik dalam alokasi sumberdaya
anggaran pembangunan.
Pendapatan wilayah merupakan gambaran pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah ukuran produktivitas
wilayah yang paling umum diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. PDRB pada dasarnya adalah total produksi
kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu Negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Artinya PDRB
menunjukkan nilai tambah dari aktivitas manusia.
PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk akan menunjukkan pendapatan per kapita masyarakat di suatu wilayah Rustiadi et al., 2009. Pendapatan per
kapita yang tinggi di suatu wilayah akan menjadi daya tarik penduduk untuk berimigrasi ke wilayah tersebut. Tingkat imigrasi yang tinggi akan menyebabkan
tingginya pertumbuhan penduduk social increase, faktor kelahiran dan kematian natural increase, sehingga pembangunan ekonomi wilayah yang tinggi menjadi
penyebab meningkatnya pertumbuhan penduduk di wilayah tersebut.
Prasetyo dan Firdaus 2009 mengemukakan bahwa pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai
mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi negaranya. Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa
yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif
menunjukkan adanya penurunan.
Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antara
sektor-sektor pembangunan,
sehingga setiap
program-program pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka
pembangunan wilayah. Keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antarlembaga pemerintahan tetapi juga antara pelaku- pelaku ekonomi secara luas
dengan latar sektor yang berbeda. Dalam hal ini wilayah yang berkembang ditunjukkan dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, sehingga
terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis. Keterpaduan spasial membutuhkan interaksi spasial yang optimal yang
ditunjukkan dengan adanya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis Rustiadi et al., 2009.
Upaya pengembangan keunggulan komparatif suatu sub-sektor dilakukan melalui pendekatan pada potensi sumberdaya lokal. Sektor yang dikembangkan
harus mampu menyerap tenaga kerja lokal dengan didukung oleh kesesuaian lingkungan sumberdaya lokal. Untuk memetakan sektor unggulan di suatu
wilayah, salah satunya bisa didekati dengan menggunakan data nilai tambah PDRB yang dicapai masing-masing sektor. Analisis capaian PDRB merupakan
salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan berdasarkan kapasitas aktual masing-masing sektor Rustiadi et al.,
2009.
Untuk menentukan prioritas wilayah pembangunan tingkat kecamatan, salah satunya bisa didekati berdasarkan tingkat efisiensi pembangunan wilayah.
Menurut Spurgeon 1999, dalam meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya, pemerintah menghadapi tantangan bagaimana memaksimumkan pendapatan
ekonomi melalui penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki dalam bentuk tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam. Berdasarkan pendapat tersebut
maka untuk mengukur efisiensi perkembangan ekonomi kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, dilakukan pendekatan analisis efisiensi penggunaan
sumberdaya- sumberdaya yang dimiliki wilayah terhadap peningkatan ekonomi wilayah. Untuk melakukan pendekatan terhadap pendapat Spurgeon 1999,
dalam penelitian ini dilakukan salah satu analisis efisiensi wilayah yaitu analisis efisiensi modal dalam bentuk ketersediaan sarana prasarana jalan.
Dalam menetapkan prioritas penanganan jaringan jalan, salah satunya bisa didekati
berdasarkan tingkat
efisiensi pembangunan
wilayah dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis DEA. Sejak diperkenalkan pada Tahun 1978, metode DEA mendapatkan perhatian komprehensif baik secara
teori maupun aplikasi. Saat ini DEA menjadi alat analisis penting dalam riset terkait ilmu manajemen, penelitian operasional, sistem enjinering, analisis
keputusan dan sebagainya Wen dan Li, 2009.
Menurut Vazhayil dan Balasubramaniam 2013, analisis DEA banyak digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan berdasarkan efisiensi suatu
unit dalam berbagai bidang analisis. Salah satunya dapat digunakan untuk melakukan analisis efisiensi dalam mengoptimasi kekuatan sektor strategis.
Output yang digunakan yaitu adalah tingkat pertumbuhan growth, keberimbangan equity dan input yang digunakan bisa berupa biaya yang
dikeluarkan cost dan hambatanbatasan barrier dari sektor tersebut.
15
Data Envelopment Analysis DEA merupakan linier programming berbasis metode non-parametrik untuk menduga efisiensi relatif dari unit pengambilan
keputusan. DEA membuat batasan fungsi frontier dengan membandingkan antara rasio multi input dengan multi output dari unit sejenis yang diambil dari hasil
pendugaan. DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada Tahun 1978 Bayyurt dan Yilmaz, 2012.
Infrastruktur Jaringan Jalan
Prasetyo dan Firdaus 2009 mengemukakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia mengeluarkan
sejumlah kebijakan untuk meringankan beban dunia usaha. Prioritas pertama, pemerintah meminta pemda memberikan fasilitas dan kemudahan agar usaha bisa
tetap berjalan baik. Prioritas kedua adalah peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia untuk mengatasi gelombang pengangguran,
seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, energi, perhubungan dan perumahan. Selain akan menyerap tenaga kerja, proyek infrastruktur juga membuat
perekonomian akan bergerak. Untuk ini anggaran infrastruktur akan diprioritaskan pengalokasiannya dalam APBN dan APBD. Diharapkan dengan cara tersebut
pengangguran dapat teratasi dan dikurangi, serta infrastruktur perekonomian yang diperlukan untuk menggerakkan sektor riil bisa ditingkatkan lebih baik lagi.
Prioritas ketiga adalah upaya pemerintah pusat dan daerah melindungi dan membantu meringankan beban golongan menengah kebawah yang mengalami
kesulitan di bidang perekonomian.
Kodoatie dalam Prasetyo dan Firdaus 2009 mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-
agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk
memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Sistem Infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas- fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat.
The World Bank 1994 membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk
menunjang aktivitas
ekonomi, meliputi
public utilities
tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas, public work jalan, bendungan, kanal,
irigasi dan drainase dan sektor transportasi jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya.
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi
dan koordinasi. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur
transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan
infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya
yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga perlu diatur oleh pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, menyebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam
bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Sistem Jaringan Jalan adalah suatu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. jalan diklasifikasikan berdasarkan status kewenangannya Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2006 tentang Jalan, yaitu Klasifikasi jalan berdasarkan status kewenangan terdiri atas :
1. Jalan Nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya berada pada pemerintah pusat. Ruas jalan yang
termasuk dalam klasifikasi ini adalah : i. Jalan arteri primer ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi iii. Jalan
lainnya
yang mempunyai
nilai strategis
terhadap kepentingan
nasionalPeraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan . 2. Jalan Propinsi, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan
kewenangan pembinaannya diserahkan pada Pemerintah Daerah Propinsi. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : i. Jalan kolektor
primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten, propinsi dengan ibukota kabupatenkota. ii. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis
ditinjau dari segi kepentingan propinsi. iii. Jalan yang ada di dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali yang ditetapkan sebagai jalan nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
3. Jalan KotaKabupaten, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah KabupatenKota. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : Jalan kolektor primer yang tidak masuk ke dalam baik jalan
nasional maupun jalan propinsi, Jalan lokal primer, Jalan sekunder yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi, Jalan
sekunder yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan Pusat
Kegiatan Lokal PKL, atau antar PKL, Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan kabupatenkota. Serta Jalan khusus,
yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya bersifat khusus, maka kewenangannya diserahkan kepada instansibadan hukumperseorangan
yang membangun dan mengelola jalan tersebut.
4. Jalan Desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan yang wewenangnya
diserahkan kepada pemerintah desa Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
17
Dalam menetapkan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Bogor perlu dilakukan pemilihan alternatif kecamatan berdasarkan perkembangan
wilayah masing-masing kecamatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi, et al. 2009 mengenai konsep pembangunan berimbang yaitu pembangunan yang
tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah equally developed, juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayahdaerah
yang seragam, juga bentuk-bentuk keragaman pola dan struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar self sufficiency setiap
wilayahdaerah. Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi- potensi
pembangunan sesuai
dengan kapasitas
pembangunan setiap
wilayahdaerah yang jelas-jelas beragam. Untuk memilih alternatif penanganan jaringan jalan di Kabupaten
Bogor digunakan metode Multi Criteria Decisian Making MCDM AHP – TOPSIS.
AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu: 1. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian- bagian secara hirarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus.
Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi
lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu
elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir
sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.
2. Perbandingan penilaianpertimbangan comparative judgements. Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua
elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka.
Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas.
Penyusunan skala penilaian ini memakai pedoman yang dapat dilihat pada Tabel 3.
3. Sintesis Prioritas Sintesis prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas
dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau
dikenal dengan prioritas
global yang kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan
kriterianya.
Tabel 3. Skala Dasar Ranking Analytical Hierarchy Process AHP Tingkat
Kepentingan Definisi
1 3
5 7
9 2,4,6,8
Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain
Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Sumber : Saaty 1980 Menurut Simanaviciene dan Ustinovichius 2010, MCDM secara praktis
digunakan dalam sistem pendukung keputusan kuantitatif. Metode ini sangat berbasis matematis. Metode MCDM berbasis kuantitatif yang umumnya
digunakan yaitu adalah Metode Linear Assignment, Metode Simple Additive Weighting, Metode Hierarchical Additive Weighting, Metode ELECTRE dan
metode TOPSIS.
Menurut Shih, et al. 2007, TOPSIS Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution merupakan teknik yang sangat berguna dalam
kaitannya dengan permasalahan pengambilan keputusan multi-atribut atau multi- kriteria di dunia nyata. TOPSIS membantu para pengambil keputusan untuk
mengelola
permasalahan-permasalahan untuk
dipecahkan, menganalisis,
membandingkan serta mengurutkan banyak alternatif sehingga dapat diseleksi mana alternatif yang layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan pendapat Shih, ada
empat kelebihan dari metode TOPSIS dibandingkan dengan metode lainnya yaitu:
1. Logis dalam merepresentasikan pilihan-pilihan secara rasional; 2. Sebuah nilai skalar yang dapat menghitung alternatif-alternatif terburuk dan
terbaik secara simultan; 3. Proses komputasi yang sederhana dan dapat diprogram secara mudah;
4. Penilaian kinerja dari semua alternatif atau atribut dapat divisualisasikan dalam polihedron dan dua dimensi.
19