TINJAUAN PUSTAKA Analisis Perkembangan Wilayah Dan Arahan Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Di Kabupaten Bogor

Anwar 2005 mengemukakan bahwa pendekatan analisis pembangunan wilayah yang lebih tepat harus mampu mencerminkan adanya kerangka berfikir yang menyangkut interaksi antara aktivitas-aktivitas ekonomi spasial dan mengarah pada pemanfaatan sumberdaya secara optimal antara kegiatan di kawasan kota-kota dan wilayah-wilayah belakangnya hinterland, di samping interaksi tersebut berlangsung dengan wilayah-wilayah lainnya yang lebih jauh. Kawasan kota dan wilayah belakangnya dapat terjadi hubungan fungsional yang tumbuh secara interaktif yang dapat saling mendorong atau saling menghambat dalam mencapai tingkat kemajuan optimum bagi keseluruhannya. Menurut Panuju dan Rustiadi 2013, berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat maupun hinterland suatu wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan hinterland mendukung keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Jika suatu wilayah dianalogikan sebagai satu sel, maka dalam wilayah kota utama yang menjadi inti dari wilayah memiliki fungsi penting yang berperan besar dalam mempengaruhi jalannya interaksi antar berbagai hinterland. Pusat memiliki daya tarik kuat bagi elemen di hinterland. Daya tarik tersebut secara harfiah berupa berbagai layanan yang didukung fasilitas dan infrastruktur yang lengkap. Hinterland mendukung berjalannya proses penting yang dilakukan di pusat. Proses-proses penting tersebut terdiri dari proses-proses transaksi dan peningkatan nilai tambah produksi. Industri dan jasa sebagai aktifitas yang berperan besar dalam peningkatan nilai tambah akan berkembang pesat di inti kota dengan fasilitas yang lengkap tersebut. Sebaliknya, hinterland sebagai pendukung berlangsungnya proses di pusat memiliki keunggulan sumberdaya dasar untuk mendukung proses peningkatan nilai tambah di pusat. Secara teknis identifikasi pusat dan hinterland dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya. Pusat yang memiliki daya tarik kuat karena lengkapnya fasilitas dicirikan dengan jumlah unit dan jumlah jenis fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan hinterland. Disamping fasilitas umum, pusat juga berpotensi memiliki industri dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain. Selanjutnya wilayah pusat tersebut disebut sebagai wilayah berhirarki lebih tinggi Hirarki – I dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pengaruh manfaat dari layanan semakin kecil, maka akan cenderung memiliki hirarki lebih rendah. Dengan demikian, wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri serta jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menggerakan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat inti dan wilayah yang menjadi pendukung hinterland. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk komunitasnya. wilayah dengan fasilitas umum terlengkap memiliki kecenderungan sebagai pusat bagi wilayah di sekitarnya Panuju dan Rustiadi, 2013. 13 Pembangunan Ekonomi Rustiadi et al. 2009 mengemukakan bahwa aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Di antara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator terpenting. Untuk itu diperlukan pemahaman mengenai konsep – konsep dan cara mengukur pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Dalam beberapa varian pemikiran, pembangunan diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan modal. Oleh karena itu, setelah Perang Dunia II, strategi pembangunan yang ditempuh di beberapa negara adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Pengalokasian sumberdaya termasuk sumberdaya finansial modal merupakan jembatan yang dapat menciptakan jalannya roda perekonomian yang lebih mengarah pada tujuan – tujuan yang paling mendasar dari pembangunan itu sendiri misalnya : pengentasan kemiskinan, semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat, dan menurunnya tingkat ketidakmerataan pendapatan. Dalam situasi serba terbatas, maka pengalokasian sumberdaya anggaran pembangunan pada suatu sektor pembangunan misalnya : industri bisa mengurangi ketersediaan anggaran pembangunan bagi sektor lain misalnya : pertanian. Oleh karena itu, untuk mengelola arah pembangunan pada satu tujuan misalnya: distribusi pendapatan yang lebih baik dan tidak mengorbankan tujuan pembangunan lainnya misalnya ; pertumbuhan ekonomi yang cepat diperlukan kebijakan – kebijakan terbaik dalam alokasi sumberdaya anggaran pembangunan. Pendapatan wilayah merupakan gambaran pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah ukuran produktivitas wilayah yang paling umum diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. PDRB pada dasarnya adalah total produksi kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu Negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Artinya PDRB menunjukkan nilai tambah dari aktivitas manusia. PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk akan menunjukkan pendapatan per kapita masyarakat di suatu wilayah Rustiadi et al., 2009. Pendapatan per kapita yang tinggi di suatu wilayah akan menjadi daya tarik penduduk untuk berimigrasi ke wilayah tersebut. Tingkat imigrasi yang tinggi akan menyebabkan tingginya pertumbuhan penduduk social increase, faktor kelahiran dan kematian natural increase, sehingga pembangunan ekonomi wilayah yang tinggi menjadi penyebab meningkatnya pertumbuhan penduduk di wilayah tersebut. Prasetyo dan Firdaus 2009 mengemukakan bahwa pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi negaranya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antara sektor-sektor pembangunan, sehingga setiap program-program pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antarlembaga pemerintahan tetapi juga antara pelaku- pelaku ekonomi secara luas dengan latar sektor yang berbeda. Dalam hal ini wilayah yang berkembang ditunjukkan dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, sehingga terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis. Keterpaduan spasial membutuhkan interaksi spasial yang optimal yang ditunjukkan dengan adanya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis Rustiadi et al., 2009. Upaya pengembangan keunggulan komparatif suatu sub-sektor dilakukan melalui pendekatan pada potensi sumberdaya lokal. Sektor yang dikembangkan harus mampu menyerap tenaga kerja lokal dengan didukung oleh kesesuaian lingkungan sumberdaya lokal. Untuk memetakan sektor unggulan di suatu wilayah, salah satunya bisa didekati dengan menggunakan data nilai tambah PDRB yang dicapai masing-masing sektor. Analisis capaian PDRB merupakan salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan berdasarkan kapasitas aktual masing-masing sektor Rustiadi et al., 2009. Untuk menentukan prioritas wilayah pembangunan tingkat kecamatan, salah satunya bisa didekati berdasarkan tingkat efisiensi pembangunan wilayah. Menurut Spurgeon 1999, dalam meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya, pemerintah menghadapi tantangan bagaimana memaksimumkan pendapatan ekonomi melalui penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki dalam bentuk tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam. Berdasarkan pendapat tersebut maka untuk mengukur efisiensi perkembangan ekonomi kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, dilakukan pendekatan analisis efisiensi penggunaan sumberdaya- sumberdaya yang dimiliki wilayah terhadap peningkatan ekonomi wilayah. Untuk melakukan pendekatan terhadap pendapat Spurgeon 1999, dalam penelitian ini dilakukan salah satu analisis efisiensi wilayah yaitu analisis efisiensi modal dalam bentuk ketersediaan sarana prasarana jalan. Dalam menetapkan prioritas penanganan jaringan jalan, salah satunya bisa didekati berdasarkan tingkat efisiensi pembangunan wilayah dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis DEA. Sejak diperkenalkan pada Tahun 1978, metode DEA mendapatkan perhatian komprehensif baik secara teori maupun aplikasi. Saat ini DEA menjadi alat analisis penting dalam riset terkait ilmu manajemen, penelitian operasional, sistem enjinering, analisis keputusan dan sebagainya Wen dan Li, 2009. Menurut Vazhayil dan Balasubramaniam 2013, analisis DEA banyak digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan berdasarkan efisiensi suatu unit dalam berbagai bidang analisis. Salah satunya dapat digunakan untuk melakukan analisis efisiensi dalam mengoptimasi kekuatan sektor strategis. Output yang digunakan yaitu adalah tingkat pertumbuhan growth, keberimbangan equity dan input yang digunakan bisa berupa biaya yang dikeluarkan cost dan hambatanbatasan barrier dari sektor tersebut. 15 Data Envelopment Analysis DEA merupakan linier programming berbasis metode non-parametrik untuk menduga efisiensi relatif dari unit pengambilan keputusan. DEA membuat batasan fungsi frontier dengan membandingkan antara rasio multi input dengan multi output dari unit sejenis yang diambil dari hasil pendugaan. DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada Tahun 1978 Bayyurt dan Yilmaz, 2012. Infrastruktur Jaringan Jalan Prasetyo dan Firdaus 2009 mengemukakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meringankan beban dunia usaha. Prioritas pertama, pemerintah meminta pemda memberikan fasilitas dan kemudahan agar usaha bisa tetap berjalan baik. Prioritas kedua adalah peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia untuk mengatasi gelombang pengangguran, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, energi, perhubungan dan perumahan. Selain akan menyerap tenaga kerja, proyek infrastruktur juga membuat perekonomian akan bergerak. Untuk ini anggaran infrastruktur akan diprioritaskan pengalokasiannya dalam APBN dan APBD. Diharapkan dengan cara tersebut pengangguran dapat teratasi dan dikurangi, serta infrastruktur perekonomian yang diperlukan untuk menggerakkan sektor riil bisa ditingkatkan lebih baik lagi. Prioritas ketiga adalah upaya pemerintah pusat dan daerah melindungi dan membantu meringankan beban golongan menengah kebawah yang mengalami kesulitan di bidang perekonomian. Kodoatie dalam Prasetyo dan Firdaus 2009 mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen- agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Sistem Infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas- fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. The World Bank 1994 membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas, public work jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase dan sektor transportasi jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya. 2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga perlu diatur oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, menyebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sistem Jaringan Jalan adalah suatu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. jalan diklasifikasikan berdasarkan status kewenangannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, yaitu Klasifikasi jalan berdasarkan status kewenangan terdiri atas : 1. Jalan Nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya berada pada pemerintah pusat. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : i. Jalan arteri primer ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi iii. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasionalPeraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan . 2. Jalan Propinsi, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya diserahkan pada Pemerintah Daerah Propinsi. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : i. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten, propinsi dengan ibukota kabupatenkota. ii. Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan propinsi. iii. Jalan yang ada di dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali yang ditetapkan sebagai jalan nasional Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. 3. Jalan KotaKabupaten, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : Jalan kolektor primer yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi, Jalan lokal primer, Jalan sekunder yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi, Jalan sekunder yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal PKL, atau antar PKL, Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan kabupatenkota. Serta Jalan khusus, yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya bersifat khusus, maka kewenangannya diserahkan kepada instansibadan hukumperseorangan yang membangun dan mengelola jalan tersebut. 4. Jalan Desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan yang wewenangnya diserahkan kepada pemerintah desa Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. 17 Dalam menetapkan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Bogor perlu dilakukan pemilihan alternatif kecamatan berdasarkan perkembangan wilayah masing-masing kecamatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi, et al. 2009 mengenai konsep pembangunan berimbang yaitu pembangunan yang tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah equally developed, juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayahdaerah yang seragam, juga bentuk-bentuk keragaman pola dan struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar self sufficiency setiap wilayahdaerah. Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi- potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayahdaerah yang jelas-jelas beragam. Untuk memilih alternatif penanganan jaringan jalan di Kabupaten Bogor digunakan metode Multi Criteria Decisian Making MCDM AHP – TOPSIS. AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu: 1. Dekomposisi Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian- bagian secara hirarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru. 2. Perbandingan penilaianpertimbangan comparative judgements. Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka. Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas. Penyusunan skala penilaian ini memakai pedoman yang dapat dilihat pada Tabel 3. 3. Sintesis Prioritas Sintesis prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya. Tabel 3. Skala Dasar Ranking Analytical Hierarchy Process AHP Tingkat Kepentingan Definisi 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty 1980 Menurut Simanaviciene dan Ustinovichius 2010, MCDM secara praktis digunakan dalam sistem pendukung keputusan kuantitatif. Metode ini sangat berbasis matematis. Metode MCDM berbasis kuantitatif yang umumnya digunakan yaitu adalah Metode Linear Assignment, Metode Simple Additive Weighting, Metode Hierarchical Additive Weighting, Metode ELECTRE dan metode TOPSIS. Menurut Shih, et al. 2007, TOPSIS Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution merupakan teknik yang sangat berguna dalam kaitannya dengan permasalahan pengambilan keputusan multi-atribut atau multi- kriteria di dunia nyata. TOPSIS membantu para pengambil keputusan untuk mengelola permasalahan-permasalahan untuk dipecahkan, menganalisis, membandingkan serta mengurutkan banyak alternatif sehingga dapat diseleksi mana alternatif yang layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan pendapat Shih, ada empat kelebihan dari metode TOPSIS dibandingkan dengan metode lainnya yaitu: 1. Logis dalam merepresentasikan pilihan-pilihan secara rasional; 2. Sebuah nilai skalar yang dapat menghitung alternatif-alternatif terburuk dan terbaik secara simultan; 3. Proses komputasi yang sederhana dan dapat diprogram secara mudah; 4. Penilaian kinerja dari semua alternatif atau atribut dapat divisualisasikan dalam polihedron dan dua dimensi. 19

3. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas ± 298.838,304 ha dan secara geografis terletak diantara 6º180 – 6º4710 Lintang Selatan dan 106º2345 – 107º1330 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, KabupatenKota Bekasi; Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak; Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta; Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Lokasi penelitian mencakup semua kecamatan yang ada yaitu 40 kecamatan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April - September 2015. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi: 1. Data diperoleh dari BPS Kabupaten Bogor berupa data Kabupaten Dalam Angka Tahun 2014, yaitu : a data jarak wilayah ke pusat pelayanan, b data jumlah dan jenis sarana kesehatan, c data jumlah dan jenis sarana pendidikan, d data sarana transportasi, e data jumlah dan jenis sarana komunikasi, f data jumlah dan jenis industri, g data jumlah dan jenis sarana perdagangan, h data jumlah dan jenis koperasi serta i data jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kreditperbankan. 2. Data indikator perkembangan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data PDRB Kabupaten Bogor dan tiap kecamatan Tahun 2013 yang merupakan data paling baru berdasarkan laporan BPS . 3. Data indikator perkembangan sektor-sektor pertanian kecamatan di Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data hasil produksi sektor pertanian tanaman pangan, sayuran, buah – buahan, tanaman pangan, anaman perkebunan, peternakan, dan perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 dan 2013. 4. Peta dasar meliputi peta batas administrasi wilayah, peta jaringan jalan. Peta diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor. Data primer yang digunakan adalah data preferensi responden. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner untuk mengetahui pendapat responden terkait pembobotan arahan penanganan jaringan jalan yang perlu di prioritaskan. Responden yang dimaksud adalah stakeholder yang terdiri dari unsur PDRB, jumlah penduduk, jumlah dan jenis fasilitas sarana dan prasarana Tingkat efisiensi pembangunan tingkat hirarki wilayah pemerintahan. Pengambilan data responden dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Alat analisis yang digunakan adalah software pengolah data Excell, SANNA dan Win4DEAP serta software pengolah peta ArcGIS. Jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Bagan Alir Penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Bagan Alir Penelitian PDRB per sektor tiap kecamatan tahun 2013 PDRB per sektor tiap kecamatan tahun 2013 dan hasil produksi sub sektor pertanian 2008 dan 2013 Analisis Entropy Perkemba ngan aktifitas ekonomi Analisis LQ SSA Keunggulan komparatif dan kompetitif Analisis MCDM AHP‐TOPSIS Arahan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Bogor Analisis Skalogram DEA 21 Output keluaran Tingkat perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Bogor dan Peta tingkat perkembangan aktifitas ekonomi wilayah Informasi Sektor Basis dan Komoditas Unggulan Pertanian Efisiensi Pembangunan Wilayah Tingkat Hirarki Wilayah dan Peta hirarki wilayah Arahan pembangunan jaringan jalan, Peta prioritas penanganan jalan Teknik Analisis Data Entropy dan ArcGis Pemetaan LQ dan SSA DEA Skalogram dan ArcGis Pemetaan AHP- TOPSIS dan ArcGis Pemetaan Teknik Pengumpulan Data Survey data sekunder Survey data sekunder Survey data sekunder Survey data sekunder Perhitungan analisis Tabel 4. Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran Sumber Data BPS, BAPPEDA BPS, BAPPEDA BPS, BAPPEDA BPS, BAPPEDA Hasil analisis, Jenis Data PDRB per sektor tiap kecamatan tahun 2013, peta dasar administrasi Kabupaten Bogor PDRB per sektor tiap kecamatan tahun 2013 dan Hasil Produksi Sub Sektor Pertanian tahun 2008 dan 2013 PDRB per sektor tiap kecamatan tahun 2013 dan Jumlah SaranaPrasarana Jalan Data jumlah penduduk, jumlah dan jenis fasilitas sarana dan prasarana, peta dasar administrasi Kabupaten Bogor Hasil Analisis, peta dasar administrasi Kabupaten Bogor Tujuan Mengetahui perkembangan aktifitas ekonomi wilayah berdasarkan sebaran Diversitastiap sektor dan melakukan pemetaan wilayah tingkat perkembangan aktifitas ekonominya Mengetahui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Mengetahui efisiensi pembangunan Wilayah Pemanfaatan Sarana Prasarana jalan Mengetahui Tingkat Hirarki Wilayah dan melakukan pemetaan hirarki wilayah Menentukan arahan prioritas penanganan jaringan jalan dan melakukan pemetaan prioritas penanganan jalan No 1 2 3 4 5 Metode Analisis Data Analisis Perkembangan Aktifitas Ekonomi Wilayah Perkembangan suatu wilayah dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen sistem serta penyebaran jangkauan spasial komponen sistem tersebut. Kedua hal tersebut pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas komponen serta perluasan hubungan spasial dari komponen di dalam sistem maupun dengan sistem luar. Suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah dari komponenaktifitas sistem tersebut bertambah atau aktifitas dari komponen sistem tersebar lebih luas. Perkembangan suatu wilayah dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya komponen wilayah, misalnya alternatif sumber pendapatan wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut, semakin luasnya hubungan yang dapat dijalin antara subwilayah-subwilayah dalam sistem tersebut maupun dengan sistem sekitarnya. Perluasan jumlah komponen aktifitas ini dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entrophy Panuju dan Rustiadi, 2013. Prinsip pengertian indeks Entropi adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi Entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Semakin tinggi entropi semakin berkembang suatu sistem. Entropi selalu lebih besar dari 0 dengan pola hubungan antara peluang komponen dengan nilai entropinya berbentuk kurva kuadratik dengan nilai maksimum 1n. Artinya entropi akan maksimum pada saat peluang di seluruh komponen sama dengan 1n. Nilai entropi maksimumnya adalah sebesar ln n. Persamaan umum Entropi adalah sebagai berikut: S = - ∑ P i Ln P i Dimana : P i adalah peluang yang dihitung dari persamaan : x i ∑X, dan ∑P i = 1 x 1 x 2 x 3 x 4 = X x 1 X x 2 X = 1 Jika matrix terdiri dari baris dan kolom yang cukup banyak, maka persamaan untuk menghitung peluang titik pada kolom ke-i dan baris kej adalah : Pij=xijXij, dimana: i = 1,2,...,p ; j = 1,2,...,q ; Pij = Peluang titik satu kecamatan ; xij = nilai PDRB Satu kecamatan ; Xij = nilai PDRB Total Kabupaten Bogor. Dalam identifikasi tingkat perkembangan sistem dengan konsep entropi ini berlaku bahwa semakin tinggi nilai entropi maka tingkat perkembangan suatu sistem akan semakin tinggi. Nilai entropi selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan 0 S ≥ 0. Nilai maksimum entropi diperoleh pada saat nilai peluangnya sama dengan 1n, dimana n adalah jumlah seluruh titik sektor komponen jangkauan spasial. Nilai entropi maksimum tersebut akan sama dengan ln n. Nilai lnn maksimum terjadi dalam kondisi seluruh lokasi dan atau aktifitas memiliki nilai sama. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa seluruh aktifitas berkembang dengan peluang perkembangan yang sama. Sementara itu nilai minimum sama dengan 0 yang terjadi pada saat seluruh aktifitas dan atau seluruh lokasi sama dengan 0.