Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi

(1)

i

ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN DI

KABUPATEN SUKABUMI

TAOFIEK ADAM PERMANA

A156130224

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015 Taofiek Adam Permana NRP A156130224


(4)

(5)

iii

RINGKASAN

TAOFIEK ADAM PERMANA. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS dan WIDIATMAKA.

Kabupaten Sukabumi termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, dan memiliki luas wilayah ± 416,111 hektar. Secara administrasi terdiri atas 47 kecamatan dan 386 desa. Menurut data potensi desa, wilayah yang dikategorikan masuk perkotaan sebanyak 67 desa dan sisanya 319 desa merupakan katagori perdesaan. Kabupaten Sukabumi memiliki berbagai komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, dengan didukung oleh kondisi lahan yang luas serta produksi yang cukup tinggi. Potensi lahan pertaniannya yang begitu luas menjadikan pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sangatlah penting. Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu kebutuhan untuk mengatasi permasalahan rendahnya pendapatan petani, produktivitas tanaman, harga produk, teknologi dan kelembagaan petani yang kurang berkembang. Oleh karena itu, dalam pengembangan kawasan pertanian, pemilihan komoditas yang dikembangkan pada kawasan perlu mendapat perhatian. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah atau hirarki wilayah dalam mendukung pengembangan Kabupaten Sukabumi; 2) Mengidentifikasi komoditas unggulan, 3) mengkaji kelayakan usahatani masing-masing komoditas unggulan 4) Menganalisis sumberdaya lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan, dan 5) Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis, yaitu : Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA), analisis finansial, kesesuaian lahan dan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan SWOT. Hasil analisis menunjukkan wilayah terbagi menjadi 3 hirarki; hirarki 1 terdiri atas 7 kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi, hirarki 2 terdiri atas 16 kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang sedang, dan hirarki 3 Terdiri atas 24 kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang rendah. Komoditas unggulan yang teridentifikasi untuk komoditas tanaman pangan berupa padi, ubi jalar, ubi kayu, jagung, kedelai dan kacang tanah; untuk komoditas perkebunan terdiri atas karet, teh, cengkeh, kelapa dan kopi; serta komoditas peternakan berupa kerbau, sapi potong, sapi perah, kambing, domba, ayam dan itik. Secara ekonomi semua komoditas unggulan yang teridentifikasi memiliki kelayakan untuk diusahakan. Komoditas yang dipilih untuk dikembangkan adalah yang secara ekonomi memiliki nilai keuntungan terbesar yaitu komoditas padi, ubi kayu, kelapa dan sapi perah. Kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas unggulan mencakup lahan yang sesuai untuk padi sebesar 27,618 hektar atau 6.6 persen dari luas wilayah, lahan yang sesuai untuk komoditas ubi kayu sebesar 20,052 hektar atau 4.8 persen, untuk komoditas kelapa sebesar 109,534 hektar atau 26.3 persen dan kesesuaian ekologis untuk ternak sapi perah sebesar 146,695 hektar atau 35.3 persen.

Arahan pengembangannya adalah menentukan wilayah-wilayah pengembangan untuk masing-masing komoditas unggulan. Wilayah pengembangan untuk tanaman pangan padi meliputi Palabuhanratu, Cikidang


(6)

iv

Bantargadung, Simpenan dan Cikembar, dengan wilayah pengembangan utama adalah Palabuhanratu. Wilayah pengembangan untuk tanaman pangan ubi kayu meliputi Cisaat, Warungkiara, Jampangtengah, Purabaya, Gegerbitung dan Cikembar, dengan wilayah pengembangan utama adalah Cisaat. Strategi yang dilakukan untuk komoditas tanaman pangan berupa pengembangan dan penggunaan teknologi budidaya yang tepat guna, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian, sosialisasi program lahan pertanian pangan yang berkelanjutan dan pendampingan terhadap kelompok tani. Wilayah pengembangan perkebunan kelapa meliputi Ciemas, Ciracap, Waluran, Surade, Cibitung, Jampangkulon, Kalibuner, Tegalbuleud, Cidolog, Cidadap, Curugkembar, Palabuhanratu, Cikembar, Gegerbitung, Sukabumi, Kadudampit, Cisaat, Cibadak, Cicantayan, Caringin, Nagrak, Cidahu, Parakansalak, Bojonggenteng dan Cikidang. Wilayah pengembangan utamanya adalah Cisaat, Cibadak, Palabuhanratu dan Jampangkulon-Surade-Cibitung. Strategi yang dilakukan adalah mendorong terjadinya pengembangan industri hilir, diversifikasi usahatani kelapa dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak, revitalisasi lahan-lahan perkebunan, penerapan dan pengembangan teknologi budidaya dan pasca panen, pendampingan dan fasilitasi bagi kelompok tani dalam upaya mengakses sumber permodalan. Wilayah pengembangan peternakan sapi perah meliputi Cicurug, Parakansalak, Bantargadung, Sukabumi, Gegerbitung, Nyalindung dan Cireunghas, dengan wilayah pengembangan utamanya adalah kecamatan Cicurug, Sukabumi dan Bantargadung. Strategi yang dilakukan berupa pengembangan teknologi budidaya ternak yang tepat guna, mendorong kemitraan usaha antara peternak skala kecil dengan usaha skala menengah dan besar, pembentukan unit reaksi cepat penanganan penyakit hewan menular strategis (URC-PHMS), meningkatkan kualitas dan fasilitas rumah pemotongan hewan (RPH) dan memfungsikannya sebagai sentra distribusi dan pengolahan ternak, dan menjaga daya saing ternak domestik sehingga mampu bersaing dengan produk ternak impor.


(7)

v SUMMARY

TAOFIEK ADAM PERMANA. Analysis of regional development and development direction of primary commodities in Sukabumi regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and WIDIATMAKA.

Sukabumi regency is included in the region of West Java Province, and has an area of ± 416.111 hectares. The administration is composed of 47 districts and 386 villages. According to data from the potential of villages, urban areas are categorized enter as many as 67 villages and the remaining 319 villages are rural categories. Sukabumi have a wide range of agricultural commodities that have the potential to be developed, supported by a vast land and high productivity. Potential agricultural land so vast that makes the development of the agricultural sector and rural areas is very important. The development of agriculture-based region is a need to overcome the problems of the low income of farmers, crop productivity, product pricing, technological and institutional farmers less developed. Therefore, in the development of the agricultural area, the selection of commodities that are developed need of concern. The aim of this study were: 1) to identify the level of development of the region or the hierarchy of region in supporting the development of Sukabumi regency; 2) to identify the primary commodities; 3) to assess the feasibility of each primary commodities; 4) to analyze the potency of land resources for each primary commodities; and 5) to formulate the direction of the development of primary commodities in Sukabumi regency.

The analytical method used in this study were : schallogram, Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA), financial analysis, land suitability analysis and Analytic Hierarchy Process (AHP) and SWOT. Based on the analysis, the region is divided into 3 hierarchical. The hierarchy 1 has 7 subdistricts with high level of development, the hierarchy 2 has 16 subdistricts with moderate levels of development, and the hierarchy 3 has 24 subdistricts that have low level of development. Primary commodities were identified: food crops such as rice, yams, cassava, maize, soybean and peanuts; plantation commodities consisting of rubber, tea, cloves, coconut and coffee; as well as livestock commodities such as buffalo, beef cattle, dairy cattle, goats, sheep, chickens and ducks. Economically all primary commodities identified as having eligibility for cultivated. Commodities are chosen to be developed is the economically has a value that is the biggest advantage of rice, cassava, coconut and dairy cattle. Land suitability for each primary commodities are: rice of 27.618 hectares or 6.6 percent of the total area, cassava of 20.052 hectares or 4.8 percent, coconut 109.534 hectares or 26.3 percent and ecological suitability for dairy cattle amounted to 146.695 hectares or 35.3 percent.

The direction of development is to determine the areas of development for each of the primary commodity. Region for the development of rice include Palabuhanratu, Cikidang Bantargadung, Simpenan and Cikembar, with the main development region is Palabuhanratu. Cassava include Cisaat, Warungkiara, Jampangtengah, Purabaya, Gegerbitung and Cikembar, with the main development region is Cisaat. Strategies undertaken is the development and use of appropriate farming technologies, the development of agro-processing industries,


(8)

vi

socialization farmland sustainable food and assistance to farmer groups. Coconut development areas includes: Ciemas, Ciracap, Waluran, Surade, Cibitung, Jampangkulon, Kalibuner, Tegalbuleud, Cidolog, Cidadap, Curugkembar, Palabuhanratu, Cikembar, Gegerbitung, Sukabumi, Kadudampit, Cisaat, Cibadak, Cicantayan, Caringin, Nagrak, Cidahu, Parakansalak, Bojonggenteng and Cikidang. The main development region is Cisaat, Cibadak, Palabuhanratu and Jampangkulon-Surade-Cibitung. Strategies undertaken is encourage the development of downstream industries, coconut farm diversification with food crops as intercrops and livestock, farm land revitalization, application and development of cultivation and post harvest technology, mentoring and facilitation of farmer groups in an attempt to access capital sources. Dairy farm development areas: Cicurug, Parakansalak, Bantargadung, Sukabumi, Gegerbitung, Nyalindung and Cireunghas, with its main development area is subdistrict Cicurug, Sukabumi and Bantargadung. Strategies undertaken is the development of livestock farming technologies appropriate, encourage business partnerships between small-scale farmers with medium and large-scale enterprises, the establishment of a rapid response unit strategic handling of infectious animal diseases (URC-PHMS), improving the quality and facilities of slaughterhouses (RPH ) and enable it as the center of the distribution and processing of livestock, and maintaining the competitiveness of domestic livestock so as to compete with imported animal products.


(9)

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN DI

KABUPATEN SUKABUMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(12)

ii


(13)

iii Judul Tesis : Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Arahan

Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi Nama : Taofiek Adam Permana

NIM : A156130224

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr Ir Widiatmaka DAA. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(14)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

 Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah serta Dr Ir Widiatmaka DAA sebagai Anggota Komisi Pembimbing dan Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini.

 Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro MSc Agr selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

 Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

 Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

 Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

 Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Bogor, Mei 2015 Taofiek Adam Permana


(15)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Hirarki Wilayah 6

Komoditas Unggulan 6

Tanah (Soil): Kualitas dan Karakteristik 7

Zonasi dan Delineasi 8

Evaluasi Kesesuaian Lahan Sistem FAO 8

Penelitian Sejenis Sebelumnya 9

3 BAHAN DAN METODE 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Jenis dan Sumber Data 11

Bahan dan Alat 12

Metode Pengumpulan Data 12

Metode Analisis Data 13

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI 26

Geografis dan Administrasi 26

Kependudukan 27

Karakteristik Wilayah 28

Rencana Tata Ruang Wilayah / RTRW 30

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Hirarki Wilayah di Kabupaten Sukabumi 32

Analisis Komoditas Unggulan 35

Analisis Usaha Tani 37

Analisis Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan 43

Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan 52

6 KESIMPULAN DAN SARAN 80

Kesimpulan 80

Saran 82


(16)

vi

LAMPIRAN 86

RIWAYAT HIDUP 118

DAFTAR TABEL

1. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, teknik analisis dan keluaran 11

2. Kualitas dan Karakteristik Lahan skala tinjau 19

3. Skala Dasar Rangking Analytical Hierarchy Process (AHP) 23

4. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) 23

5. Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) 24

6. Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi Thun 2005-2012 27

7. Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi 28

8. Sebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Sukabumi 29

9. Sebaran arahan penggunaan lahan menurut RTRW Kabupaten

Sukabumi 31

10. Nilai IPK dan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Sukabumi 33

11. Wilayah komoditas unggulan tanaman pangan 36

12. Wilayah komoditas unggulan perkebunan 37

13. Wilayah komoditas unggulan peternakan 37

14. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas tanaman pangan 39

15. Hasil analisis kelayakan usaha tani komoditas pangan 39

16. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas perkebunan 40

17. Hasil analisis kelayakan usaha tani komoditas perkebunan 41

18. Asumsi perhitungan analisis usaha tani komoditas peternakan 41

19. Hasil analisis R/C ratio komoditas unggulan peternakan 42

20. Status Kawasan Hutan di Kabupaten Sukabumi 43

21. Data perijinan kawasan industri di Kabupaten Sukabumi 44

22. Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Sukabumi tahun 2013 46

23. Kualitas dan Karakteristik Lahan di Kabupaten Sukabumi 48

24. Kelas kesesuaian lahan komoditas padi 49

25. Kelas kesesuaian lahan komoditas ubi kayu 50

26. Kelas kesesuaian lahan komoditas kelapa 50

27. Kelas kesesuaian lahan ekologis ternak sapi perah 51

28. Perumusan Identifikasi Faktor Internal 53

29. Perumusan Identifikasi Faktor Eksternal 53

30. Potensi wilayah untuk pengembangan padi 54

31. Potensi produksi komoditas padi 55

32. Potensi wilayah untuk pengembangan komoditas ubi kayu 57

33. Potensi produksi komoditas ubi kayu 57

34. Hasil analisis matrik Internal Strategic Factors Analysis Summary

(IFAS) subsektor pertanian tanaman pangan 60

35. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary

(EFAS) subsektor pertanian tanaman pangan 61

36. Potensi wilayah untuk pengembangan kelapa 65


(17)

vii

38. Hasil analisis matrik Internal Strategic Factors Analysis Summary

(IFAS) subsektor perkebunan 69

39. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary

(EFAS) subsektor perkebunan 70

40. Potensi Wilayah untuk Pengembangan Ternak Sapi Perah 74

41. Hasil analisis matrik Internal Strategic Factors Analysis Summary

(IFAS) subsektor peternakan 77

42. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary

(EFAS) subsektor peternakan 77

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 5

2. Peta Lokasi Penelitian 12

3. Bagan Alir Penelitian 14

4. Matriks Internal Eksternal (IE) 24

5. Model Matriks Space 25

6. Matrik SWOT 25

7. Peta Administrasi Kabupaten Sukabumi 26

8. Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 27

9. Peta Kemiringan Lereng di Wilayah Kabupaten Sukabumi 28

10. Peta Jenis Tanah di Wilayah Kabupaten Sukabumi 30

11. Peta Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Sukabumi 30

12. Peta Pola Rung Wilayah Kabupaten Sukabumi 31

13. Hirarki Kecamatan di Kabupaten Sukabumi 34

14. Peta sebaran komoditas unggulan 38

15. Peta Kawasan Hutan dan Perairan 44

16. Peta Perijinan Kawasan Industri di Kabupaten Sukabumi 45

17. Peta Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Sukabumi 46

18. Peta ketersediaan lahan tanpa penggunaan eksisting sawah di wilayah

Kabupaten Sukabumi 47

19. Peta ketersediaan lahan meliputi penggunaan eksisting sawah di

wilayah Kabupaten Sukabumi 47

20. Peta kesesuaian lahan komoditas padi 49

21. Peta kesesuaian lahan komoditas ubi kayu 50

22. Peta kesesuaian lahan komoditas kelapa 51

23. Peta kesesuaian lahan ekologis komoditas ternak sapi perah 52

24. Lokasi wilayah pengembangan komoditas padi 56

25. Lokasi wilayah pengembangan komoditas ubi kayu 58

26. Hasil pembobotan AHP faktor internal subsektor tanaman pangan 59

27. Hasil pembobotan AHP faktor eksternal subsektor tanaman pangan 59

28. Hasil Matriks Space subsektor pertanian tanaman pangan 62

29. Hasil analisis matriks SWOT subsektor pertanian tanaman pangan 63

30. Lokasi wilayah pengembangan komoditas kelapa 67

31. Hasil Pembobotan AHP Faktor Internal Subsektor Perkebunan 68


(18)

viii

33. Hasil Matriks Space sub sektor perjkebunan 71

34. Hasil analisis matriks SWOT subsektor perkebunan 72

35. Sebaran wilayah pengembangan ternak sapi perah 75

36. Hasil pembobotan AHP faktor internal subsektor peternakan 75

37. Hasil pembobotan AHP faktor eksternal subsektor peternakan 76

38. Hasil Matriks Space subsektor peternakan 78

39. Hasil analisis matriks SWOT subsektor peternakan 79

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data fasilitas umum, pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Kabupaten

Sukabumi 86

2. Hasil Analisis Skalogram 88

3. Hasil analisis LQ 90

4. Hasil analisis Differential Shift (DS) 93

5. Hasil kombinasi LQ dan DS untuk penentuan komoditas unggulan 96

6. Analisis Usahatani Komoditas Tanaman Pangan 99

7. Analisis finansial komoditas perkebunan 103

8. Analisis R/C ratio komoditas peternakan 108

9. Kriteria Kesesuaian Lahan 111


(19)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah adalah suatu ruang tertentu yang memiliki sejumlah variabel di dalamnya, dan setiap variabel tersebut memiliki hubungan secara fungsional. Wilayah merupakan kumpulan entitas spasial yang homogen dalam hal variabel tertentu (kriteria homogenitas) dan terdapat hubungan secara intensif antara variabel yang satu dengan yang lainnya (kriteria ketergantungan fungsional) (Siebert 1987 dalam Baja 2012). Variabel utama dalam ruang tersebut adalah penggunaan lahan (land use) baik alami maupun buatan, dan secara spasial memiliki hubungan-hubungan sosial, ekonomi dan lingkungan yang intensif, baik pada ruang dengan jenis penggunaan lahan yang sama maupun berbeda dalam satu sistem (Baja 2012). Sebagai substansi pengembangan wilayah, rencana penggunaan lahan mengatur tentang struktur dan pola ruang agar pemanfaatan ruang dapat dilakukan dengan efisien, adil dan berkelanjutan.

Perkembangan wilayah yang semakin kompleks memerlukan pendekatan yang mampu menjadi strategi alternatif dalam pengembangan ruang. Menurut Baja (2012), terdapat dua strategi spasial yang bisa digunakan, strategi yang pertama adalah perencanaan pengembangan wilayah secara terpadu (integrated regional development planning atau IRDP), atau pendekatan fungsi-fungsi perkotaan pada pembangunan pedesaan (urban concentrated decentralization). Pendekatan ini lebih menekankan pada penguatan struktur ruang antar wilayah-wilayah yang hirarkinya tidak sama (pusat pertumbuhan). Hirarki regional spasial tersebut diperkuat melalui struktur hubungan-hubungan dan keterkaitan yang menurut Brohman (2001) dalam Baja (2012) terbagi atas hubungan dan keterkaitan: (1) fisik; (2) ekonomi; (3) pergerakan populasi; (4) teknologi; (5) interaksi sosial; (6) pelayanan; dan (7) politik, administrasi, dan organisasi. Di Indonesia struktur tersebut menjadi dasar perencanaan struktur ruang yang merupakan salah satu muatan perencanaan tata ruang (Pemerintah Republik Indonesia 2007). Strategi kedua adalah pendekatan pengembangan teritorial (territorial development) atau agropolitan. Pendekatan ini dilakukan dengan upaya peningkatan pertumbuhan wilayah yang efisien sesuai dengan kekuatan sumber daya lokal seperti lahan, air, energi dan sumber daya mineral, dan lain-lain. Pendekatan ini menekankan bahwa wilayah pedesaan harus mengejar bentuk pengembangan yang lebih endogen, yang berorientasi pada integrasi teritorial dan sumber daya yang ada.

Strategi pembangunan dengan pendekatan pada penguatan struktur ruang atau pusat pertumbuhan didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan dimulai pada beberapa sektor yang dinamis pada wilayah tertentu, yang mampu memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiplier effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas (Stohr 1981 dalam Mercado 2002). Strategi ini mengharapkan adanya dampak penetesan ke bawah (trickle down effect) dari hasil pembangunan tersebut ke sektor dan kawasan lainnya, terutama ke kawasan perdesaan.

Strategi pusat pertumbuhan banyak menemui ketidakberhasilan karena trickle down effect yang tidak terwujud, sehingga terjadi back wash effect yang


(20)

2

pada akhirnya mengakibatkan disparitas wilayah antara perkotaan dengan perdesaan dan disparitas sektoral antara industri dan pertanian. Kegagalan proses pembangunan dengan pusat pertumbuhan, mendorong pemerintah untuk berusaha mengubah paradigma pembangunan ekonomi dengan melakukan desentralisasi ekonomi, pemberian otonomi daerah, ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta penguatan sektor pertanian. Paradigma ini memberikan justifikasi tentang pentingnya pemerataan dan keberimbangan yang akan mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan.

Keberimbangan dan keterkaitan antar wilayah dalam proses pembangunan merupakan hubungan yang positif antara perkotaan dan perdesaan yang bersifat saling menguatkan. Pembangunan perdesaan harus mempunyai keterkaitan dengan perkotaan dan mempunyai akses terhadap pasar di perkotaan sehingga akan meningkatkan produktifitas dan penghasilan masyarakat perdesaan yang kemudian dapat digunakan untuk membeli barang hasil industri di perkotaan.

Konsep yang bisa dikembangkan adalah dengan mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri. Pembangunan pada sektor pertanian harus mengarah pada sektor yang mempunyai nilai tambah tinggi, tidak hanya pada pertanian budidaya atau on farm tetapi juga harus berorientasi pada pasar dan industri (agroindustri) sehingga sektor pertanian dapat menjadi penggerak utama bagi perekonomian wilayah. Menurut Andri (2006) proses transformasi wilayah perdesaan menjadi kawasan agroindustri merupakan tuntutan nyata dalam proses perkembangan modernisasi masyarakat pertanian.

Pengembangan kawasan potensial dengan basis perdesaan sebagai pusat pertumbuhan akan mentransformasikan perdesaan menjadi kota pertanian atau agropolitan. Pengembangan suatu wilayah pertanian dimulai dengan analisis terhadap kondisi wilayah, potensi komoditas unggulan wilayah, dan analisis permasalahan yang ada di wilayah tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah. Strategi ini harus berdasarkan pada keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, potensi sumberdaya alam, serta ketersediaan sarana dan prasarana wilayah dalam mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah. Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor dan komoditas apa saja yang diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang cepat di suatu wilayah. Sektor dan komoditas tersebut haruslah yang merupakan sektor unggulan atau mempunyai prospek untuk dipasarkan ke luar wilayah dan dapat dikembangkan secara maksimal.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah dengan menetapkan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Purabaya sebagai salah satu kawasan agribisnis dengan pola pengembangan yang berorientasi pada sistem agropolitan dan minapolitan. Pengembangan KSK Agrobisnis Purabaya diwujudkan dengan indikasi program meliputi : 1) peningkatan citra Purabaya dan wilayah sekitarnya sebagai kawasan yang berpotensi sebagai pusat pengembangan agribisnis berorientasi agropolitan di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan; 2) penyusunan dan penetapan rencana rinci kawasan; 3) penyediaan sarana dan prasarana penunjang; dan 4) penataan dan pengembangan kegiatan


(21)

3 1) meningkatkan akses jalan dari sentra produksi pertanian ke pusat pemasaran; 2) mengembangkan kawasan agrobisnis berorientasi agropolitan; 3) mempertahankan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B); dan 4) mengembangkan kawasan minapolitan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian pengembangan wilayah melalui pendekatan komoditas unggulan menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan, dengan alasan memiliki tujuan meningkatkan kapasitas produksi lokal dan nilai tambah melalui pelaksanaan pembangunan pertanian secara terpadu dengan aktivitas pendukung usaha budidaya seperti pengolahan, pemasaran, dan agrowisata.

Perumusan Masalah

Kabupaten Sukabumi memiliki luas wilayah ± 416,111 hektar dengan posisi geografis berada di bagian selatan wilayah Provinsi Jawa Barat. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah, dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2,960 m. Adanya daerah pantai dan gunung-gunung antara lain Gunung Salak dan Gunung Gede yang masing-masing mempunyai puncak ketinggian 2,211 m dan 2,958 m menyebabkan keadaan lereng sangat miring (lebih besar dari 35o) meliputi 29 persen dari luas Kabupaten Sukabumi. Sementara kemiringan antara [13o - 35o] meliputi 37 persen dan kemiringan antara [2o -13o] meliputi 21 persen dari luas kabupaten. Sisanya berupa daerah datar meliputi 13 persen dari luas kabupaten.

Lahan di Kabupaten Sukabumi berdasarkan pemanfaatannya digunakan untuk budidaya pertanian sebesar 43.6 persen, budidaya non pertanian sebesar 9.7 persen, hutan produksi sebesar 16.9 persen dan hutan lindung 29.8 persen. Untuk budidaya pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan basah hanya 51,268 hektar dan sebesar 130,306 hektar merupakan lahan kering. Hal ini disebabkan topografi wilayah Kabupaten Sukabumi hampir 68.6 persen berada pada kemiringan di atas 15 persen. Pada tahun 2010, berdasarkan RTRW, penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi yang paling besar adalah ladang/tegalan/padang rumput sebesar 124,607 hektar atau 29.94 persen. Tutupan lahan perkebunan sebesar 71,380 hektar atau 17.15 persen, lahan sawah sebesar 63,497 hektar atau 15.25 persen, hutan produksi sebesar 58,013 hektar atau 13.93 persen, dan pemukiman sebesar 30,849 hektar atau 7.41 persen. Status kepemilikan lahan berdasarkan luasan yang dikelola oleh masyarakat sangat kecil sekali dibandingkan luasan yang dikelola pemerintah dan swasta. Potensi lahan yang dimiliki masyarakat meliputi lahan basah (sawah) dan ladang sekitar 27 persen dari luas potensi lahan yang ada. Kepemilikan lahan di tingkat petani dari 591,369 orang yang bergerak di sektor pertanian hanya 15.4 persen yang memiliki lahan pertanian, sisanya merupakan buruh di sektor pertanian. Lahan yang menjadi kawasan hutan lindung dan hutan produksi, hak pengelolaannya dipegang oleh pemerintah pusat (Departemen Kehutanan dan Perkebunan), sementara lahan untuk perkebunan pengelolaannya oleh swasta dan BUMN.

Kabupaten Sukabumi memiliki berbagai komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, dengan didukung oleh kondisi lahan yang luas serta produksi yang cukup tinggi. Namun pengelolaan dan pengembangannya


(22)

4

belum optimal dan bersifat parsial karena belum ada suatu konsep yang dapat mengkoordinasikan program-program pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi yang sama dan saling terkait satu sama lain sehingga kegiatan pembangunan yang terpadu dan saling menunjang dapat diwujudkan.

Potensi lahan pertaniannya yang begitu luas menjadikan pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sangatlah penting. Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu kebutuhan untuk mengatasi permasalahan rendahnya pendapatan petani, produktivitas tanaman, harga produk, teknologi dan kelembagaan petani yang kurang berkembang. Oleh karena itu, dalam pengembangan kawasan pertanian, pemilihan komoditas yang dikembangkan pada kawasan perlu mendapat perhatian. Komoditas yang dikembangkan yaitu komoditas yang merupakan basis perekonomian masyarakat berdasarkan luas areal, produktivitasnya, memiliki potensi pasar yang luas dan memiliki industri pengolahan yang memadai.

Berdasarkan permasalahan di atas, beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah atau hirarki masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukabumi?

2. Jenis komoditas unggulan potensial apa saja yang ada pada masing-masing kecamatan?

3. Bagaimana kelayakan usaha tani untuk masing-masing komoditas unggulan?

4. Bagaimana potensi sumberdaya lahan dan wilayah bagi komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi?

5. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi?.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah atau hirarki wilayah di Kabupaten Sukabumi.

2. Mengidentifikasi komoditas unggulan.

3. Mengkaji kelayakan usahatani masing-masing komoditas unggulan.

4. Menganalisis sumberdaya lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan.

5. Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pengembangan komoditas unggulan untuk kawasan pertanian di wilayah Kabupaten Sukabumi.

Kerangka Pemikiran


(23)

5 kecamatan dann 386 desa/kelurahan. Sebagian besar wilayah administrasi yang masih berupa perdesaan menjadikan Kabupaten Sukabumi memiliki corak wilayah yang berbasis pada sektor pertanian. Pada tahap awal penelitian dilakukan identifikasi terhadap hirarki wilayah untuk melihat tingkat pertumbuhan yang terjadi dengan berdasarkan pada sarana prasarana yang dimiliki masing-masing wilayah. Analisis hirarki pusat pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram. Metode ini mengidentifikasi seluruh fasilitas umum yang dimiliki setiap unit wilayah. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah hirarki pusat pertumbuhan di wilayah Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya dilakukan analisis potensi komoditas unggulan yang ada di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat komoditas unggulan atau non unggulan pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Shift Share adalah analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah deskripsi pemusatan aktivitas komoditas pertanian utama. Tahap selanjutnya dilakukan penilaian manfaat pengembangan komoditas unggulan dengan menilai kelayakan finansialnya. Metode yang digunakan adalah analisis kelayakan usaha tani menggunakan analisis R/C ratio yang menunjukkan perbandingan antara nilai produksi dengan biaya usaha tani (Soekartawi 2005). Identifikasi potensi dan sumberdaya lahan dan wilayah untuk komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi dilakukan dengan metode Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO dan analisa deskriptif. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitan dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman. Output pada tahap ini adalah potensi lahan untuk komoditas unggulan. Setelah melakukan tahap analisis seperti di atas maka dengan menggunakan analisis AHP dan SWOT, diharapkan akan diperoleh Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sukabumi. Bagan alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kondisi Wilayah Kabupaten

Komoditas Unggulan

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah

Hirarki Wilayah

Perkembangan Wilayah

Usahatani Potensi Lahan dan Wilayah

Kelayakan Komoditas


(24)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Hirarki Wilayah

Hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan kelengkapan fasilitas kepentingan umum di wilayah tersebut. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada di suatu wilayah. Makin maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan 2004). Hirarki wilayah ditentukan oleh jumlah penduduk, jumlah dan jenis fasilitas pelayanan umum. Semakin tinggi jumlah penduduk dan semakin banyak jumlah serta jenis fasilitas pada suatu wilayah maka akan semakin tinggi hirarki yang dimiliki wilayah tersebut (Hastuti 2001).

Secara historik, pertumbuhan suatu pusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki spesifik yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan yang dimaksud adalah kapasitas sumberdaya suatu wilayah yang mencakup kapasitas sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan.

Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan berupa sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah. Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari; (1) jumlah sarana pelayanan, (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan (Rustiadi 2007 dalam Muiz 2009).

Komoditas Unggulan

Menurut Ali (1998), komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal, dan horisontal. Unggul secara komparatif, berupa keunggulan yang didukung oleh potensi sumberdaya alam (letak geografis, iklim, dan lahan) sehingga memberikan hasil yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain, serta peluang pasar lokal, nasional maupun peluang ekspor. Unggul secara kompetitif, berupa keunggulan yang diperoleh karena produk tersebut diupayakan dan dikembangkan sehingga menghasilkan produksi yang tinggi, memiliki peluang pasar yang baik serta menjadi ciri khas suatu daerah.

Pada lingkup kabupaten/kota, kriteria penetapan komoditas unggulan mengacu pada kriteria komoditas unggulan nasional dan diarahkan pada komoditas yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri. Komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi beberapa kriteria yaitu : (1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; (2) memiliki ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain atau ekspor; (4) memiliki pasar yang prospektif, merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; (5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; (6) merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi; dan (7) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten (Ali 1998).


(25)

7 Menurut Hendayana (2003), penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.

Tanah (Soil): Kualitas dan Karakteristik

Menurut Baja (2012), untuk kepentingan evaluasi lahan dalam perencanaan tata guna lahan, kualitas lahan dibedakan dari karakteristik lahan/tanah. Kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu berhubungan erat dengan kualitas lahan tempat di mana jenis penggunaan tersebut akan diusahakan. Kebanyakan kualitas lahan tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan data tentang karakteristik lahan yang berhubungan. Dengan demikian, untuk mengevaluasi potensi lahan terhadap jenis penggunaan tertentu diperlukan: 1) karakteristik yang dapat diobservasi secara langsung di lapangan atau dianalisa di labolatorium; dan 2) kualitas yang dapat diinterpretasi dari karakteristik yang diobservasi atau dianalisis.

Kualitas lahan, dalam konteks evaluasi lahan dan perencanaan tata guna lahan, didefinisikan sebagai suatu atribut kompleks yang dimiliki oleh suatu satuan lahan yang berperan secara khusus dalam hal pengaruhnya terhadap tingkat kesesuaian untuk jenis penggunaan tertentu (Baja 2012). Untuk tujuan evaluasi lahan dan perencanaan tata guna lahan, lingkup parameter biofisik internal mencakup kualitas lahan yang diperluas, sehingga mencakup juga beberapa parameter biofisik eksternal berupa:

 Kualitas ekologi, berkaitan dengan prasyarat ekologi (iklim, tanah, hidrologi, biologi dan lain-lain) untuk jenis penggunaan tertentu.

 Kualitas pengelolaan meliputi potensi lahan untuk menerima berbagai kemungkinan pengelolaan berkaitan dengan jenis penggunaan tertentu.

 Kualitas konservasi berkenaan dengan ancaman kerusakan lahan, dan ini ditekankan dalam upaya penggunaan lahan secara lestari.

 Kualitas yang berkaitan dengan kemungkinan perbaikan, yakni berkaitan dengan sifat-sifat tanah yang tidak dapat atau sulit diubah misalnya tekstur, lereng, kedalaman efektif, permeabilitas dan lain-lain.

Meskipun terdapat sejumlah kualitas lahan berkaitan dengan usaha penggunaan lahan tertentu, namun pada prinsipnya hanya beberapa macam kualitas yang berpengaruh dominan yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi lahan. Ini tergantung pada intensitas pengamatan yang akan dilakukan, level observasi, kondisi setempat, teknologi dan kemudahan perolehan informasi. FAO (1976) mendefinisikan karakteristik lahan sebagai atribut lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Misalnya rata-rata curah hujan tahunan, pH, kedalaman solum, kapasitas tukar kation (KTK), kemiringan lereng, tekstur tanah dan lain-lain. Satu jenis kualitas lahan dapat terwakili oleh beberapa karakteristik lahan, dan sebaliknya satu jenis karakteristik lahan dapat mewakili beberpa kualitas lahan.


(26)

8

Zonasi dan Delineasi Zonasi

Kata “zonasi” diserap dari Bahasa Inggris: zoning yang berarti proses membagi ruang (wilayah/kawasan) menjadi beberpa segmen atau sub-zona yang berbeda. Dalam tata guna lahan, pembagian segmen tersebut dilakukan pada penggunaan lahan yang berbeda dan tidak kompatibel. Misalnya, pada tataran wilayah, antara hutan lindung dengan areal pertanian intensif merupakan dua jenis peruntukkan dan fungsi yang tidak kompatibel sehingga diperlukan delineasi batas antara dua kawasan tersebut melalui proses zonasi (Baja 2012). Pada tataran lokal, antara kawasan pemukiman dan kawasan industri juga merupakan dua zona yang tidak kompatibel, sehingga umumnya diperlukan pemisahan zona penggunaan lahan. Syarat utama agar zonasi dapat dilakukan denganbaik dan rasional pada semua jenis dan skala ruang adalah :

 Ada hamparan lahan dengan perbedaan karakteristik lahan;

 Adan dan akan ada aktivitas yang berbeda-beda pada ruang yang dimaksud;

 Ada prinsip dan nilai yang memandu;

 Ada cara dan metodologi yang di adopsi. Delineasi

Delineasi adalah suatu proses penggambaran ruang untuk membatasi zona wilayah/kawasan tertentu sehingga tampak perbedaannya dengan zona wilayah/kawasan lain di sekitarnya (Baja 2012). Satuan delineasi adalah luasan tertentu yang dijadikan acuan dalam mendelineasi. Dalam tataran wilayah, satuan delineasi dapat terbagi atas:

 Satuan wilayah administrasi, atau satuan yuridiksi, misalnya wilayah kecamatan, wilayah desa, wilayah adat dan lain-lain;

 Satuan wilayah ekologi. Ditetapkan berdasarkan homogenitas ekologi dan atau pengaruh yang diterima oleh wilayah tersebut. Misalnya homogenitas ekologi (satuan tanah, lereng, geologi dan lain-lain), homogenitas pengaruh hidrologis (daerah aliran sungai) dan homogenitas risiko/kerawanan bencana banjir (dataran alluvial, cekungan rawa dan lain-lain);

 Satuan wilayah pengelolaan. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan perizinan atau kebijakan pengelolaan. Misalnya kawasan pertambangan, kawasan hak guna usaha perkebunan, kawaasan industri dan lain-lain.

Evaluasi Kesesuaian Lahan Sistem FAO

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu jenis lahan untuk penggunaan tertentu. Kecocokan tersebut dinilai berdasarkan analisis kualitas lahan sehubungan dengan persyaratan suatu jenis penggunaan tertentu, sehingga kualitas yang baik akan memberikan nilai lahan atau kelas yang tinggi terhadap jenis penggunaan tertentu. Penilaia yang dilakukan dapat saja mengacu pada kondisi sekarang (kesesuaian aktual) atau didasarkan pada kondisi setelah dilakukan perbaikan terhadap kualitas lahan (kesesuaian potensial) (Baja 2012). Menurut FAO (1976), ada 6 prinsip dasar evaluasi lahan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penerapan berbagai pendekatan dan metodologi, yaitu:


(27)

9 1. Kajian dan klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan sehubungan dengan

penggunaan lahan tertentu;

2. Dalam melakukan evalusi, selalu dibutuhkan adanya perbandingan antar keuntungan yang akan diperoleh dan input yang diperlukan untuk setiap jenis penggunaan lahan yang akan diuji;

3. Evaluasi lahan membutuhkan pendekatan multidisiplin;

4. Pilihan penggunaan lahan dirancang sesuai dengan kondisi fisik, ekonomi, dan sosial setempat;

5. Kesesuaian lahan mengacu kepada penggunaan yang berkelanjutan;

6. Proses evaluasi membutuhkan perbandingan antara beberapa jenis penggunaan lahan.

Penelitian Sejenis Sebelumnya

Analisis pengembangan wilayah berbasis sektor atau komoditas unggulan pernah dilakukan untuk beberapa daerah di Indonesia, diantaranya Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Blitar. Analisis pewilayahan, hirarki dan komoditas unggulan di Kabupaten Purbalingga dilakukan oleh Baskoro (2007). Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan arahan pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang, Kabupaten Purbalingga dengan tujuan khususnya adalah : 1) menentukan pewilayahan kawasan pertanian, 2) menentukan pusat pertumbuhan dan pelayanan, 3) menentukan sektor dan komoditas unggulan, dan 4) mengetahui persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang serta faktor yang mempengaruhinya. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa untuk arahan penataan ruang, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Zona I merupakan hirarki I yaitu kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan yang berada di kawasan pengembangan pertanian intensif persawahan. Zona II merupakan hirarki 2 yaitu kawasan transisi yang berada di kawasan pengembangan pertanian tegalan. Zona III merupakan hirarki 3 yaitu kawasan hinterland yang berada di kawasan pengembangan pertanian perkebunan. Sektor unggulan kawasan agropolitan Bungakondang adalah sektor pertanian dengan komoditas unggulan melati gambir, lada dan jeruk. Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan nyata antara lokasi dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi. Responden yang berada di desa pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik.

Ghufron (2008) melakukan penelitian tentang analisis pembangunan wilayah berbasis sektor unggulan di Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor unggulan Kabupaten Lamongan, dampak pengganda (multiplier) pendapatan, besarnya peranan sektor unggulan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan strategi kebijakan yang tepat untuk membangun sektor unggulan daerah. Hasil penelitian menunjukkan sektor basis terdapat pada sektor pertanian, sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan analisis SWOT, strategi kebijakan pembangunan sektor unggulan yang perlu diambil adalah meningkatkan potensi sumber daya alam khususnya di sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa.


(28)

10

Penelitian tentang arahan pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan yang dilakukan di Kabupaten Sumbawa dilakukan oleh Setiawan (2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) menentukan alternatif komoditas unggulan tanaman pangan, 2) menentukan prioritas komoditas untuk dikembangkan, 3) memetakan wilayah pengembangan, dan 4) merumuskan arah strategis pengembangannya. Metode analisis yang digunakan berupa tipologi Klassen untuk menentukan alternatif komoditas tanaman pangan unggulan, analisis hirarki analitik oleh responden pakar untuk menentukan prioritas pengembangan dan analisis sosial tematik untuk menentukan wilayah pengembangannya. Hasil dari penelitian adalah diperoleh lima komoditas yang merupakan alternatif komoditas unggulan yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar dan cabe rawit. Secara biogeofisik, karakteristik wilayah potensial untuk pengembangan komoditas unggulan menyebar hampir merata di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Pengembangan jagung dan kacang hijau lebih ditekankan pada aksesibilitas pemasaran ke luar daerah melalui kontrak kerjasama agar harga dapat lebih terjamin. Kedelai, cabe rawit dan ubi jalar pengembangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan intensifikasi dari mulai benih sampai dengan pengelolaan lembaga keuangan mikro di perdesaan.

Penelitian tentang strategi pengembangan kawasan juga dilakukan oleh Brahmanto (2013) di Kabupaten Blitar dengan pendekatan pada pengembangan kawasan agropolitan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi hirarki wilayah dalam mendukung pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar, 2) mengidentifikasi tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas unggulan yang dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan agropolitan Kabupaten Blitar, 3) mengkaji arahan lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster, 4) merumuskan arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar. Hasil dari penelitian ini adalah berupa arahan pengembangan wilayah dengan berdasarkan pada cluster masing-masing wilayah. Strategi pengembangan Cluster 1 (tanaman pangan) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian dan melakukan pendampingan kepada masyarakat tani. Strategi pengembangan Cluster 2 (perkebunan) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, diversifikasi komoditas perkebunan yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas dan menawarkan paket investasi kepada swasta untuk pengembangan agrowisata berbasis perkebunan. Strategi pengembangan Cluster 3 (pertanian lahan kering) berupa mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, diversifikasi komoditas pertanian lahan kering yang lebih ekonomis dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas serta fasilitas KUR, menawarkan paket investasi kepada swasta untuk pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (pabrik gula), dan melakukan pendampingan kepada masyarakat.


(29)

11

3

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Sukabumi yang meliputi 47 Kecamatan. Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak diantara 6o57’ - 7o25’ Lintang Selatan dan 106o49’ - 107o00’ Bujur Timur (Gambar 2). Luas daerahnya yaitu 4,128 km2 atau 14.39 persen dari luas Provinsi Jawa Barat atau 3.01 persen dari luas Pulau Jawa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat; Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan Samudera Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan dari bulan April sampai Desember 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, teknik analisis dan keluaran

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik

Analisis Keluaran

1 Mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah atau hirarki wilayah di Kabupaten Sukabumi

Data Kecamatan Dalam Angka, Data sumberdaya alam, Data SDM, Data sumberdaya buatan, Data Sumberdaya sosial, Fasilitas Ekonomi, Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum

Bappeda, BPS Skalogram Hirarki Wilayah

2 Mengidentifikasi Komoditas Unggulan

Data produksi pertanian

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, BPS, Dinas Peternakan, Dinas Hutbun LQ SSA Komoditas Unggulan

3 Mengkaji usahatani untuk masing-masing komoditas unggulan

Data Produksi pertanian, data harga komoditas

Dinas Pertanian dan tanaman pangan, Dinas Koperindag, Dinas Peternakan, Dinas Hutbun

R/C ratio

Analisis Finansial

Kelayakan Usahatani

4 Menganalisis sumberdaya lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan

Peta RTRW, Peta landuse, peta landsystem, peta administrasi, Bappeda, BIG, BBSDLP, hasil analisis 3 Analisis Kesesuaian Lahan Potensi lahan dan wilayah 5 Menyusun arahan dan

strategi pengembangan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Sukabumi

Data pusat

komoditas unggulan, potensi wilayah, kelayakan usahatani dan Data primer

Hasil analisis 3,4 dan data hasil wawancara

AHP dan SWOT Arahan dan strategi pengemban gan komoditas unggulan


(30)

12

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Citra Quickbird tahun 2013, Peta RTRW Kabupaten Sukabumi, Peta Administrasi, Peta Curah Hujan, Peta Taksonomi Tanah tahun 2010, Data Komoditas Pertanian tahun 2001 dan 2012, Data Sarana dan Prasarana Fisik, Sosial dan Ekonomi serta Data Potensi Kecamatan. Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ArcGIS, Statistica, dan Microsoft Excel.

Metode Pengumpulan Data

Data penelitian yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa data hasil wawancara. Data hasil wawancara digunakan untuk menganalisis arahan pengembangan wilayah, diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden dengan metode purposive sampling (judgement sampling). Responden yang digunakan adalah para pemangku jabatan perencanaan di instansi terkait pada Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 7 orang, yaitu : 4 orang unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), 1 orang unsur Dinas Peternakan, 1 orang unsur Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan 1 orang unsur Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Sukabumi.

Data sekunder yang digunakan meliputi data geofisik lahan, data sosial dan ekonomi yang meliputi data aksesibilitas (jarak dan waktu tempuh antara kota kecamatan dengan ibukota kabupaten, jumlah terminal), data fasilitas pendidikan


(31)

13 (jumlah SD, SLTP, SLTA), data fasilitas kesehatan (RSUD, Puskesmas/pustu/pusling, Poskesdes), data fasilitas perdagangan (pasar, bank, koperasi, toko/warung, restoran/rumah makan), data jumlah industri (industri kecil, industri rumah tangga). Selain itu juga digunakan data komoditas pertanian yang meliputi tiga subsektor pertanian yaitu data komoditas tanaman pangan, komoditas peternakan dan komoditas perkebunan. Data didapatkan dari dinas/instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kehutan dan Perkebunan (Dishutbun), Dinas Peternakan dan Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan Pasar (Diskoperindag)

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pengolahan data dengan beberapa metode analisis, yaitu : Analisis Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram), Analisis Komoditas Unggulan (Analisis LQ dan SSA), Analisis Ketersediaan Lahan dan Potensi Sumberdaya Lahan dan Wilayah (Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO), Analisis Kelayakan Usahatani (Analisis R/C Ratio dan Analisis Finansial), Analisis AHP dan SWOT. Analisis skalogram untuk mengidentifikasi indeks perkembangan kecamatan, analisis LQ dan Shift Share Analysis untuk mengetahui komoditas unggulan, dan analisis AHP dan SWOT untuk merumuskan arahan dan strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi. Bagan alir penelitian tertera pada Gambar 3.

Analisis Hirarki Wilayah (Analisis Skalogram)

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode skalogram, dimana variabel infrastruktur menjadi variabel utama. Analisis skalogram digunakan untuk menentukan peringkat permukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Fasilitas yang dapat dijumpai di semua wilayah menunjukkan bahwa fasilitas tersebut bernilai tinggi karena fasilitas tersebut dapat dijumpai dimanapun dan mudah untuk mengaksesnya. Sementara fasilitas yang hanya bisa dijumpai di wilayah tertentu memiliki bobot yang lebih rendah karena lebih sulit untuk diakses.

Pada penelitian ini digunakan data statistik di Kabupaten Sukabumi yang menggambarkan seluruh potensi sumberdaya fisik, sosial dan ekonomi wilayah. Tahapan analisis dengan metode skalogram antara lain:

1. Melakukan pemilihan (filtering) terhadap data statistik kecamatan sehingga data sesuai kebutuhan.

2. Melakukan standarisasi data.

3. Menentukan indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya. IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki dengan kriteria sebagai berikut:

a. Hirarki I dengan tingkat perkembangan tinggi, jika nilai nilai indeks perkembangan kecamatan adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata);

b. Hirarki II dengan tingkat perkembangan sedang, jika nilai nilai indeks perkembangan kecamatan adalah antara nilai rata-rata sampai dengan (2


(32)

14

x standar deviasi + nilai rata-rata);

c. Hirarki III dengan tingkat perkembangan rendah, jika nilai nilai indeks perkembangan kecamatan kurang dari nilai rata-rata.

4. Memplotkan hasil analisis pada peta dasar.

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Penetapan Komoditas Unggulan

Analisis yang digunakan adalah dengan Location Quotient (LQ). Metode LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi komoditas unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah (Rustiadi 2011). Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:

LQij=XXij⁄Xi.

.j⁄X.. Dimana :

Kondisi Wilayah Kabupaten

Analisis Komoditas Unggulan LQ, SSA

Peta RTRW

Peta Landuse

Peta

Landsystem

Peta

Administrasi

Kesesuaian lahan FAO Komoditas

Unggulan Kelayakan

Usahatani

Potensi Lahan dan Wilayah AHP dan SWOT

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah

Analisis Skalogram

Analisis Kelayakan

usaha tani

Fasilitas Umum Fasilitas Ekonomi Fasilitas Sosial

Hirarki Wilayah

Ketersediaan Lahan

Data Komoditas Pertanian


(33)

15 LQij : Indeks kuosien lokasi kecamatan ke i untuk komoditas j

Xij : Luas area masing-masing komoditas j di kecamatan i (ha) Xi. : Luas area total pertanian di kecamatan i (ha)

X.j : Luas area total komoditas j di Kabupaten Sukabumi (ha)

X. : Luas area total seluruh komoditas pertanian di Kabupaten Sukabumi (ha) Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka komoditas tersebut merupakan komoditas basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti komoditas yang dimaksud termasuk ke dalam komoditas non basis pada kegiatan pertanian di wilayah Kabupaten Sukabumi.

Setelah dilakukan analisis LQ maka selanjutnya dilakukan analisis pergeseran struktur aktivitas dengan membandingkan terhadap wilayah lain dengan menggunakan data dua titik tahun. Metode yang digunakan adalah Shift Share Analysis (SSA). Hasil analisis SSA memberikan gambaran tentang kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari tiga komponen hasil analisis, yaitu:

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen total shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain.

Persamaan SSA adalah sebagai berikut : �SA= XX..(t1)

..(t0)-1 +

X.i(t1)

X.i(t0)

-X..(t1)

X..(t0) +

Xij(t1)

Xij(t0)

-X.i(t1)

X.i(t0)

a b c

dimana:

a : Komponen share

b : Komponen proportional shift c : Komponen differentional shift

X.. : Nilai total komoditas dalam total wilayah X.i : Nilai total komoditas i dalam total wilayah Xij : Nilai komoditas i dalam kecamatan j t1 : Titik tahun akhir

t0 : Titik tahun awal

Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data luas areal panen komoditas pertanian tanaman pangan, data luas tanam pohon menghasilkan untuk


(34)

16

komoditas perkebunan dan jumlah ternak untuk komoditas peternakan yang terdapat di Kabupaten Sukabumi. Hasil SSA selanjutnya dimodifikasi dengan hasil analisis LQ untuk mendapatkan komoditas unggulan. Kriteria yang digunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat ditunjukkan melalui

nilai LQ ≥ 1 dan memiliki nilai Differential Shift > 0. Analisis Kelayakan Usaha Tani

Dalam penelitian ini, analisis kelayakan usaha tani digunakan untuk mengetahui potensi dan peluang pengembangan komoditas unggulan dari masing-masing komoditas. Variabel yang digunakan adalah jumlah produksi, harga komoditas, biaya produksi. Analisis R/C ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usaha tani komoditas setahun (tanaman pangan dan peternakan) sedangkan analisis finansial untuk menghitung kelayakan usaha tani komoditas tahunan (perkebunan).

1. Analisis R/C Ratio

Analisis input-output usaha tani yang dilakukan mengacu pada Simatupang (2002) dalam Saragih (2008) dengan menggunakan persamaan:

Rasio R/C = Total penerimaan/Total biaya produksi dimana:

Total penerimaan : merupakan perkalian dari harga dengan jumlah produksi (Rp/ha)

Total biaya produksi : Total biaya usaha tani yang terdiri dari biaya input tradeable yang merupakan jumlah total harga terhadap kuantitas dan non-tradeable yang merupakan jumlah total biaya terhadap kuantitas (Rp/ha).

Komoditas unggulan yang layak dikembangkan dan diusahakan apabila nilai R/C ratio > 1. Jika dari hasil analisis terdapat lebih dari satu komoditas unggulan yang layak untuk dikembangkan, maka selanjutnya dipilih komoditas dengan nilai R/C ratio >1 dan memberikan keuntungan yang paling besar. Khusus untuk tanaman padi, berapapun nilai R/C ratio yang diperoleh, maka tetap menjadi komoditas prioritas dalam penelitian ini sekaitan dengan usaha pemerintah daerah dalam upaya pengembangan ketahanan pangan daerah.

2. Analisis Finansial

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha komoditas tahunan secara finansial. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial digunakan beberapa kriteria, yaitu: NPV (Net Present Value), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Menurut Rustiadi (2011), NPV suatu usaha merupakan nilai sekarang dari manfaat (benefit) dikurangi dengan biaya (cost) pada discount rate tertentu. NPV menggambarkan apakah usaha budi daya komoditas akan memberikan keuntungan atau kerugian. BCR merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan, sedangkan IRR merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan. Kelayakan usaha


(35)

17 dinyatakan jika nilai NPV positif (> 1), B/C ratio lebih dari atau sama dengan satu, dan IRR lebih dari bunga bank yang ditetapkan.

Untuk menghitung NPV dilakukan dengan cara menghitung selisih antara Present Value (PV) manfaat dan PV dari biaya yang dinyatakan dengan persamaan :

NPV=∑(Manfaatt-Biayat)

(1+i)t

n

t=1 dimana :

Manfaatt : manfaat yang diperoleh sehubungan dengan usaha budi daya pada tahun ke-t,

Biayat : biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usaha budi daya pada tahun ke-t (tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal),

i : tingkat suku bunga yang relevan, t : periode (1,2,3,...n).

untuk mengukur nilai suatu usaha budi daya: NPV > 0 : usaha layak,

NPV = 0 : manfaat hanya cukup untuk menutup biaya dan investasi selama umur teknis-ekonomis usaha,

NPV < 0 : usaha tidak layak

Net Benetif cost ratio (Net BCR) menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Merupakan perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif dan dinyatakan dalam persamaan :

Net B/C= ∑t=nt=0NPV Positif

∑t=nNPV Negatif

t=0

Net B/C=∑(Manfaatt-Biayat) (1+i)⁄ t n

t=1 atau

B/C=∑t=nt=0Manfaatt⁄(1+i)t

∑t=nBiayat⁄(1+i)t

t=0 untuk mengukur nilai suatu usaha budi daya: Net BCR > 1 atau BCR > 1 : usaha layak,

Net BCR = 1 atau BCR = 0 : usaha tidak untung dan tidak rugi (marjinal), Net BCR < 1 atau BCR < 0 : usaha tidak layak

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumberdaya yang digunakan. IRR adalah nilai diskonto yang membuat NPV dari kegiatan usaha sama dengan nol. Suatu usaha akan diterima jika IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan, dan pada


(36)

18

kondisi sebaliknya maka usaha akan ditolak. Menghitung IRR dilakukan dengan trial and error dengan nilai suku bunga (i) tertentu yang dianggap mendekati nilai IRR yang benar dan selanjutnya menghitung NPV dari arus pendapatan dan biaya. Jika nilai IRR lebih kecil dengan nilai suku bunga (i) yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV usaha besarnya nol atau negatif artinya usaha sebaiknya tidak dilaksanakan.

IRR=i'+(i"-i') NPV' NPV'-NPV"

dimana :

i’ : tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif,

i” : tingkat discount rate (DR) pada saat NPV negatif,

NPV’ : nilai NPV positif,

NPV” : nilai NPV negatif.

Komoditas unggulan yang dipilih sebagai prioritas untuk dikembangkan adalah yang memiliki nilai NPV > 1, BCR > 1, IRR tinggi dan memberikan keuntungan (benefit) paling besar. Semakin tinggi nilai IRR maka akan semakin tinggi kemampuan suatu usaha untuk membayar biaya atas penggunaan sumber daya. Analisis Ketersediaan dan Sumberdaya Lahan yang Berpotensi Pengembangan

Analisis ketersediaan lahan dilakukan pada tahap awal untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan sebagai wilayah pengembangan sehingga dapat dilokalisir dan dititik beratkan hanya pada lokasi-lokasi yang telah didelineasi sebagai wilayah pengembangan (Widiatmaka 2013). Analisis dilakukan terhadap peruntukkan lahan dengan berdasarkan pada Peta Pola Ruang Kabupaten Sukabumi, Peta Perijinan Kawasan Industri baik penggunaan eksisting maupun rencana pengembangan kawasan industri di masa yang akan datang, peta status hutan dari Kementerian Kehutanan (Peta Kawasan Hutan dan Perairan) dan Peta Penggunaan Lahan (landuse) di Kabupaten Sukabumi. Delineasi ketersediaan lahan sebagai wilayah pengembangan komoditas pertanian dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Pada peta pola ruang, lahan tersebut merupakan kawasan peruntukkan perkebunan, peruntukkan pertanian lahan kering dan peruntukkan pertanian lahan basah.

2. Pada peta status kawasan hutan, lahan tersebut merupakan kawasan peruntukkan areal penggunaan lain (APL).

3. Pada peta perijinan, lahan tersebut merupakan kawasan peruntukkan pengembangan daerah non industri.

4. Pada peta penggunaan lahan, termasuk pada penggunaan lahan berupa ladang/tegalan, sawah, kebun campuran, tanah kosong/terbuka, perkebunan, padang rumput/ilalang, semak belukar dan lahan tidak teridentifikasi.

Peta-peta ini selanjutnya dianalisis menggunakan metode overlay untuk mendapatkan gambaran luasan lahan yang tersedia bagi pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Sukabumi. Tahapan proses overlay yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(37)

19 1. Melakukan georeferensi terhadap peta yang ada untuk menyamakan

referensi spasialnya, baik titik koordinat peta maupun besaran skalanya; 2. Dengan menggunakan fungsi intersect kemudian dilakukan proses overlay

secara bertahap terhadap keempat peta dasar;

3. Menambahkan atribut-atribut pada peta hasil sesuai dengan kebutuhan; 4. Menampilkan secara spasial peta ketersediaan lahan.

Selanjutnya dilakukan analisis potensi sumberdaya lahan yang lebih menekankan pada analisis kesesuaian lahan terhadap lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan yang dinyatakan layak dikembangkan dan diusahakan. Metode yang digunakan adalah Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitan dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman. Lahan yang potensial dijadikan kawasan komoditas unggulan berdasarkan kesesuaian secara spasial dan biofisik adalah lahan yang memiliki kelas Sesuai (S1, S2 dan S3) untuk komoditas unggulan diantara komoditas yang ada. Kelas tidak sesuai (N) tidak termasuk areal yang potensial dalam penelitian ini.

Kesesuaian lahan yang digunakan merupakan kesesuaian lahan aktual yang didasarkan pada karakteristik lahan eksisting. Peta tanah yang digunakan merupakan peta skala tinjau (1:250,000) dengan tingkat kedetilan data masih sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis kesesuaian lahan potensial. Selain itu data penunjang untuk melakukan analisis kesesuaian lahan potensial tidak tersedia seperti nilai ekonomi dari perbaikan terhadap faktor pembatas. Analisis kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan dan perkebunan berdasarkan pada data sumberdaya lahan yang ada dengan kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan seperti tertera pada Tabel 2 (Widiatmaka 2007).

Tabel 2. Kualitas dan Karakteristik Lahan skala tinjau

Kualitas Lahan Karakteristik Lahan Satuan

A. Persyaratan Ekologi/Tumbuhan/Tanaman

- Rejim Suhu - Suhu rata-rata tahunan 0C - Ketersediaan air - Curah hujan

- Bulan kering

mm bulan - Media perakaran - Solum Tanam

- tekstur

Kelas Kelas B. Persyaratan Pengelolaan

- Potensi mekanisasi - Kemiringan lereng %

Keterbatasan data sumberdaya lahan yang dimiliki menyebabkan kualitas dan karakteristik lahan yang dimilikipun menjadi terbatas. Data kemiringan lereng diperoleh dari atribut yang ada pada peta tanah. Berdasarkan pada jenis tanah yang ada, kemudian dilakukan interpretasi terhadap tekstur dan kedalaman (solum) tanahnya. Rejim suhu (suhu rata-rata tahunan) dihitung menggunakan rumus Braak (Ritung 2011) sebagai berikut:


(1)

113

Lampiran 10. Kualitas dan Karakteristik Lahan di Kabupaten Sukabumi

No.

SPT Tanah Pro-

porsi Landform

Bentuk

wilayah Ordo USDA

Media Perakaran

Lereng (%)

Suhu (0C)

Curah Hujan (mm)

Bulan Kering (bulan) Jabar

DKI (USDA, 2010) Tekstur

Solum (cm)

TANAH-TANAH PADA LANDFORM ALUVIAL (A)

2 Typic Endoaquepts D Dataran banjir

pada sungai Datar inceptisol liat (sangat halus) 130-500 <3 19.6-30.0 2500-4500 2-5 12 Typic Epiaquepts D Lahan

aluvio-koluvial Datar inceptisol liat (sangat halus)

130-500

<3 19.6-30.0 3000-4500 2-5 13 Typic Dystrudepts D Kipas aluvial Berombak inceptisol liat (sangat halus) 130-500 3-8 23.24-30.0 2500-3500 2 14 Typic Dystrudepts D Lahan koluvial Datar inceptisol liat (sangat halus) 130-500 <3 17.24-30.0 3000-5000 2-5 15 Typic Dystrudepts D Lahan koluvial Berombak inceptisol liat (sangat halus) 130-500 3-8 19.6-30.0 2500-4000 2 16 Typic Eutrudepts D Lahan koluvial Berombak inceptisol liat (sangat halus) 130-500 3-8 20.8-30.0 3500-4500 2

TANAH-TANAH PADA LANDFORM MARINE (M)

25 Typic Endoaquepts D Punggung &

cekungan pesisir Datar inceptisol

debu, liat berdebu,

liat (sedang) 130-500 <3 23.2-30.0 2500-3500 2-5

26 Aquic

Udipsamments D Pesisir pasir Datar entisol

pasir, pasir berliat

(kasar) 25 <3 23.2-30.0 3000-4500 5 29 Typic Endoaquepts D Dataran pasang

surut pasir Datar inceptisol

debu, liat berdebu,

liat (sedang) 130-500 <3 23.2-30.0 3000-4000 2

TANAH-TANAH PADA LANDFORM KARST (K)

44 Typic Hapludalfs D Puntuk perbukitan karst

Berbukit

kecil alfisol

liat-lempung (agak

halus) 90-200 15-25 19.6-27.6 3000-4000 2-5 45 Typic Hapludalfs D Puntuk perbukitan

karst Berbukit alfisol

liat-lempung (agak

halus) 90-200 15-25 20.8-30.0 2500-4000 2-5 46 Typic Hapludalfs D Puntuk perbukitan

karst Berbukit alfisol

liat-lempung (agak

halus) 90-200 25-40 23.2-30.0 2500-3000 2 47 Typic Hapludalfs D Pegunungan karst Bergunung alfisol liat-lempung (agak


(2)

114

Lampiran 10 (Lanjutan)

No.

SPT Tanah Pro-

porsi Landform

Bentuk

wilayah Ordo USDA

Media Perakaran

Lereng (%)

Suhu (0C)

Curah Hujan (mm)

Bulan Kering (bulan) Jabar

DKI (USDA, 2010) Tekstur

Solum (cm) 48 Typic Hapludalfs D Puntuk

pegunungan karst Bergunung alfisol

liat-lempung (agak

halus) 90-200 25-40 23.2-30.0 3000-3500 5

TANAH-TANAH PADA LANDFORM TEKTONIK/ STRUKTURAL (T)

58 Typic Eutrudepts D Punggung antiklin Bergelomba

ng inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 8-15 22.0-30.0 2500-3000 2 60 Typic Distrudepts D Punggung antiklin Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang)

130-500

15-25 19.6-30.0 2500-3500 2 62 Typic Distrudepts D Punggung antiklin Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang)

130-500

>40 22.0-30.0 2500-3500 2-5 63 Typic Dystrudepts D Punggung antiklin Bergunung inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang)

130-500

25-40 20.8-28.8 2500-3000 2 67 Typic Distrudepts D Perbukitan paralel

patahan

Berbukit

kecil inceptisol

debu, liat berdebu, liat (sedang)

130-500

15-25 23.2-30.0 3000-4500 5 68 Typic Distrudepts D Perbukitan paralel

patahan Berbukit inceptisol

debu, liat berdebu, liat (sedang)

130-500

15-25 23.2-30.0 3000-4000 5 72 Typic Hapludults D Dataran tektonik

datar Datar ultisol

pasir, pasir berlempung

(kasar) 90-180 <3 19.6-27.6 3000-3500 2 74 Typic Hapludults D Dataran tektonik

bergelombang

Bergelomba

ng ultisol

pasir, pasir berlempung

(kasar) 90-180 8-15 22.0-30.0 3000-4500 5 76 Typic Hapludults D Perbukitan

tektonik

Berbukit

kecil ultisol

pasir, pasir berlempung

(kasar) 90-180 15-25 17.2-30.0 2500-4500 2-5 78 Typic Eutrudepts P Perbukitan

tektonik Berbukit inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25 19.6-30.0 2500-4500 2-5 80 Typic Hapludalfs D Perbukitan

tektonik Berbukit alfisol

liat-lempung (agak


(3)

115

Lampiran 10 (Lanjutan)

No.

SPT Tanah Pro

porsi Landform

Bentuk wilayah

Ordo USDA

Media Perakaran

Lereng (%)

Suhu (0C)

Curah Hujan (mm)

Bulan Kering (bulan) Jabar

DKI (USDA, 2010) Tekstur

Solum (cm) 81 Typic Hapludults D Pegunungan

tektonik Bergunung ultisol

pasir, pasir berlempung

(kasar) 90-180 >40 17.1-28.8 2500-5000 2-5

TANAH-TANAH PADA LANDFOR VOLKAN (V)

86 Typic

Hapludands D

Kepundan/kawa

h Berbukit andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 25-40 13.2-17.2 3500-4500 2

91 Typic

Hapludands D

Lereng volkan

atas Berbukit kecil andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 15-25 13.2-25.2 4500-6000 2

92 Typic

Hapludands D

Lereng volkan

atas Berbukit andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 15-25 13.2-25.2 3000-5000 2

93 Typic

Hapludands D

Lereng volkan

atas Bergunung andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 >40 13.2-25.2 3500-6000 2

94 Typic

Dystrudepts D

Lereng volkan

tengah Berombak inceptisol halus- sedang 130-500 3-8 22.0-30.0 2500-3000 2

96 Typic

Dystrudepts D

Lereng volkan

tengah Berbukit kecil inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25 13.2-25.2 3000-5500 2

97 Andic

Dystrudepts D

Lereng volkan

tengah Berbukit inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25 19.6-27.6 3000-5000 2

98 Andic

Dystrudepts D

Lereng volkan

tengah Berbukit inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 25-40 13.2-27.6 3500-4500 2

99 Typic

Hapludands D

Lereng volkan

tengah Bergunung andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 25-40 13.2-27.6 3500-5500 2

100 Typic

Dystrudepts D

Lereng volkan

bawah Berombak inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 3-8 20.8-28.8 2500-3000 2

101 Typic

Dystrudepts D

Lereng volkan

bawah Bergelombang inceptisol

debu, liat berdebu, liat


(4)

116

Lampiran 10. (Lanjutan)

No.

SPT Tanah Pro-

porsi Landform

Bentuk wilayah

Ordo USDA

Media Perakaran

Lereng (%)

Suhu (0C)

Curah Hujan (mm)

Bulan Kering (bulan) Jabar

DKI (USDA, 2010) Tekstur

Solum (cm) 102 Typic Hapludands D Lereng volkan bawah Berbukit

kecil andisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 15-25

13.2-27.6 2500-4500 2 103 Typic Hapludands D Lereng volkan bawah Berbukit andisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 15-25

13.2-28.8 2500-4500 2 111 Typic Hapludans D Aliran lahar resen Berbukit andisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 25-40

19.6-27.6 2500-3500 2 136 Typic Hapludands D Kipas volkan Berbukit andisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 15-25

13.2-28.8 2500-5000 2 137 Typic Hapludands D Kipas volkan Berbukit andisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 100-250 25-40

13.2-28.8 3500-5000 2 158 Typic Hapludults D Dataran volkan tua Berbukit

kecil ultisol

liat, liat berpasir, liat

berdebu (halus) 90-180 15-25

19.6-28.8 3000-4500 2-5 160 Typic Hapludults D Dataran volkan tua Bergunung ultisol liat, liat berpasir, liat

berdebu (halus) 90-180 25-40

19.6-25.2 3500-5000 2 161 Typic Dystrudepts D Perbukitan volkan tua Bergelomb

ang inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 8-15

13.2-30.0 2500-4500 2-5 163 Typic Dystrudepts D Perbukitan volkan tua Berbukit

kecil inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25

13.2-30.0 2500-5500 2-5 164 Typic Paledults D Perbukitan volkan tua Berbukit ultisol liat, liat berpasir, liat

berdebu (halus) 90-180 15-25

13.2-30.0 2500-5000 2-5 165 Typic Paledults D Perbukitan volkan tua Berbukit ultisol liat, liat berpasir, liat

berdebu (halus) 90-180 25-40

13.2-30.0 2500-5000 2-5 166 Typic Paledults D Perbukitan volkan tua Berbukit ultisol liat, liat berpasir, liat

berdebu (halus) 90-180 25-40

19.6-30.0 3000-4000 2-5 167 Typic Dystrudepts D Perbukitan volkan tua Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 25-40


(5)

117

Lampiran 10 (Lanjutan)

No.

SPT Tanah Pro-

porsi Landform

Bentuk wilayah

Ordo USDA

Media Perakaran

Lereng (%)

Suhu (0C)

Curah Hujan (mm)

Bulan Kering (bulan) Jabar

DKI (USDA, 2010) Tekstur

Solum (cm) 171 Typic Dystrudepts D Pegunungan

volkan tua Bergunung inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 25-40 13.2-30.0 2500-5000 2-5 176 Typic Dystrudepts D Leher volkan Berbukit

kecil inceptisol

debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25 19.6-28.8 3000-4000 5 177 Typic Dystrudepts D Leher volkan Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 15-25 23.2-30.0 3500-4000 2-5 178 Typic Dystrudepts D Leher volkan Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 25-40 23.2-30.0 3500-4500 5 179 Typic Dystrudepts D Leher volkan Bergunung inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 >40 19.6-30.0 3500-4500 2 180 Typic Dystrudepts D Leher volkan Berbukit inceptisol debu, liat berdebu, liat

(sedang) 130-500 25-40 13.2-27.6 2500-3000 2 182 Typic Dystrudepts D Dyke Bergunung inceptisol debu, liat berdebu, liat


(6)

118

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 26 Mei 1978 dari pasangan

orangtua Bapak Suparman Harjanto (alm) dan

Ibu Enok Sa’adah sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Dwi Hermini Islamiyati, S.Si

dan dikaruniai seorang putri bernama Razita Jalwa Khairunissa dan dua orang

putra bernama Alaric A’tha Diyaulrahman dan Fattan Kalfani Arkananta.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Ciamis.

Penulis melanjutkan studi pada jenjang sarjana di jurusan Matematika Fakultas

MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta dan menyelesaikan studi pada tahun

2005.

Pada tahun 2006, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2013 dan diterima pada Program

Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Institut Pertanian Bogor dengan bantuan

pembiayaan dari Pusat Pe,mbinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).