Analisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN

STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TESIS

Oleh

RADO HOTRIN

087003055/PWD

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN

STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RADO HOTRIN

087003055/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN

JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

HUMBANG HASUNDUTAN Nama Mahasiswa : Rado Hotrin

Nomor Pokok : 087003055

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) Ketua

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

3. Prof. Erlina, M.Si, Ph.D, Ak 4. Ir. Jeluddin Daud, M.Eng


(5)

ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

ABSTRAK

Jalan mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah, karena jalan menghubungkan antar wilayah. Kondisi jalan akan berpengaruh terhadap kelancaran mobilitas antar wilayah, sehingga penanganan jalan perlu dilakukan secara berkala. Namun karena keterbatasan pembiayaan, dalam penanganan jalan perlu prioritas, dimana penilaian prioritas dapat dilakukan dengan metode analytic hierarchy process (AHP). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan skala prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Data primer diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang (untuk metode AHP) dan 40 orang untuk masyarakat dalam hal pengembangan wilayah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode AHP dan uji Chi-square.

Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis rasio manfaat terdapat 3 (tiga) ruas jaringan jalan strategis yang rasio manfaat – biayanya lebih besar dari satu (B/C > l) yang menjadi prioritas dalam penanganan jalan, yaitu jaringan jalan Pangungkitan – Parlilitan, Pargaulan - Bahal Imbalo, dan Gonting Bulu – Simangaronsang. Berdasarkan kriteria manfaat, maka manfaat yang diperoleh dari penanganan jaringan jalan strategis tersebut, yang paling utama adalah kelancaran transportasi barang dan orang, serta kemudahan aksesibilitas antar daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa penanganan jaringan jalan strategis secara signifikan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang dilihat dari kemudahan aksesibilitas antar daerah, peningkatan hubungan antar daerah, kelancaran transportasi barang dan orang, dan penghematan waktu tempuh.


(6)

ANALYZE THE IMPLICATIONS OF THE STRATEGIC ROAD HANDLING PRIORITY TO THE REGIONAL DEVELOPMENT

AT HUMBANG HASUNDUTAN DISTRICT

ABSTRACT

The road has an important role in regional development, because linking between regions. Road conditions will affect the mobility between regions, so that the the roads must be handling periodically. However, due to limited funding, the roads need handling priority, by analytic hierarchy process (AHP) method. The problem in this study is how to determine the scale of the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and how the implications of the strategic road handling priority to the regional development at Humbang Hasundutan district. The research objective was to determine the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and to know the implications of the strategic road handling priority to the regional development in Humbang Hasundutan District.

Primary data was collected by questionnaires to 15 people (on AHP methods), and 40 people to the community to know the regional development. The data analyse conducted with AHP method and Chi-square test.

Based on benefit ratio analysis, there are 3 (three) segment strategic roads with the ratio of benefits - cost more than 1 (B/C > l) be the handling priority road, namely Pangungkitan – Parlilitan roads, Pargaulan - Bahal Imbalo roads, and Gonting Bulu – Simangaronsang roads. Based on the benefits criteria, the most important benefits from handling the strategic roads, is the smooth transportation of goods and people, the ease of inter-regional accessibility. The analysis showed that the handling of strategic roads had significantly implications to the regional development in the Humbang Hasundutan District, as seen from the ease of inter-region accessibility, improving the inter-inter-region relationship, the smooth transportation of goods and people, and shorten the travel time.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas kasih dan cinta yang tidak terbatas, atas berkat yang dilimpahkanNya kepada penulis, sehingga penulisan tesis ini dapat rampung seluruhnya. Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Pascasarjana dan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memberoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc. (CTM) Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.


(8)

5. Ibu Prof. Erlina, Ph.D, MSi, Ak, Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng dan Drs. Rujiman, MA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD SPs-USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis selama mengikuti perkuliahan.

7. Rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2008 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

8. Para Kepala Desa dan seluruh masyarakat yang telah berkenan memberikan data dan informasi dalam proses penelitian tesis ini.

9. Isteri tercinta Endang Ellis Romei Sinaga, dan anakku tersayang Joy Vania Callista yang telah sabar dan memberikan doanya selama penulis mengikuti masa pendidikan Strata 2 (S2) ini.

10.Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

Penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan berkat atas seluruh kebaikan dan kemurahan hati sekalian kepada kita semua.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kepada penulis khususnya

Medan, Agustus 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Rado Hotrin lahir di Pematang Siantar pada tanggal 02 Januari 1976, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Muliater Simatupang dan Rafini br. Purba. Menikah dengan Endang Ellis Romei Sinaga dan dikaruniai seorang anak bernama Joy Vania Callista Simatupang.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 066042 Medan, tamat dan lulus tahun 1988. Melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 16 Medan, tamat dan lulus tahun 1991. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 11 Medan, tamat dan lulus tahun 1994. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara Medan, tamat dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2008 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

Sejak tahun 2003 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dan saat ini bertugas di Dinas Prasarana Wilayah.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Jalan ... 7

2.1.1. Pengertian dan Peranan Jalan ... 7

2.1.2. Konsep Jalan di Indonesia ... 9

2.2. Pengembangan Wilayah... 19

2.2.1. Teori Kutub Pertumbuhan ... 20

2.2.2. Teori Tempat Pusat... 22

2.3. Metode Analytic Hierarchi Process (AHP) ... 27

2.3.1. Pembentukan Hirarki Struktural ... 28

2.3.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan ... 28

2.3.3. Sintesis Prioritas dan Ukuran Konsistensi... 29


(11)

2.5. Kerangka Berpikir... 32

2.6. Hipotesis... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.3. Penentuan Ruas Jalan yang Akan Dikaji ... 36

3.4. Teknik Analisis Data... 37

3.5. Definisi Operasional... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Humbang Hasundutan... 45

4.2. Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan... 46

4.3. Prioritas Penanganan Jalan Strategis... 48

4.3.1. Penyusunan Model AHP ... 48

4.3.2. Analisis Manfaat Penanganan Jalan Strategis ... 49

4.3.3. Biaya Penanganan Jalan Strategis ... 50

4.3.4. Skala Prioritas Penanganan Jalan Strategis berdasarkan Kriteria Manfaat ... 51

4.3.5. Skala Prioritas Penanganan Jalan Strategis berdasarkan Kriteria Biaya ... 53

4.3.6. Skala Prioritas Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh 55

4.3.7. Skala Prioritas Penanganan Jalan Berdasarkan Kriteria Rasio Manfaat – Biaya ... 56

4.4. Implikasi Penanganan Jaringan Jalan Strategis Terhadap Pengembangan Wilayah ... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran... 62


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Data Panjang Jalan dan Kondisi di Kabupaten Humbang

Hasundutan ... 4

2.1. Skala Penilaian Antara Dua Elemen... 29

2.2. Indeks Konsistensi Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks ... 30

2.3. Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR ... 31

4.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan... 46

4.2. Deskripsi Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 47

4.3. Rata-rata Skor Penilaian Responden untuk Kriteria Manfaat Jaringan Jalan... 50

4.4. Rata-rata Skor Penilaian Kriteria Biaya Jaringan Jalan... 51

4.5. Rata-rata Skor Kriteria Manfaat ... 51

4.6. Kriteria Manfaat Jaringan Jalan Secara Menyeluruh... 52

4.7. Rata-rata Skor Kriteria Biaya ... 53

4.8. Kriteria Biaya Jaringan Jalan Secara Menyeluruh... 54

4.9. Kriteria Manfaat Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan ... 55

4.10. Kriteria Biaya Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan... 56

4.11. Kriteria Biaya Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan... 57


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Struktur Lapisan Perkerasan Jalan ... 10

2.2. Pengertian Umum Tentang Kondisi Jalan... 16

2.3. Cakupan Model AHP ... 27

2.4. Kerangka Berpikir Penelitian... 33

3.1. Hirarki Evaluasi Manfaat ... 39


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Contoh Konversi Skor Penilaian Responden ……….. 65

2. Kemudahan Aksesibilitas Antar Daerah ……….. 66

3. Peningkatan Hubungan Antar Daerah………... 67

4. Kelancaran Transportasi Orang dan Barang ………... 68

5. Penghematan Waktu Tempuh ……….. 69

6. Vektor Preferensi Seluruh Kriteria Manfaat ……… 70

7. Biaya Investasi ………. 71

8. Biaya Operasional dan Pemeliharaan ……… 72

9. Biaya Pengendalian Lingkungan ……….. 73

10. Vektor Preferensi Seluruh Kriteria Biaya ……… 74

11. Evaluasi Manfaat dan Biaya ………. 75

12. Kompilasi Jawaban Kuesioner Alternatif Manfaat ………. 76

13. Kompilasi Jawaban Kuesioner Alternatif Biaya ……….. 78

14. Kompilasi Jawaban Kuesioner Kriteria Manfaat dan Biaya ………... 80

15. Kompilasi Jawaban Kuesioner Pengembangan Wilayah ……… 81

16. Peta Jaringan Jalan Strategis ……… 83

17. Peta Prioritas Penanganan Jalan Strategis ……… 84


(15)

ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

ABSTRAK

Jalan mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah, karena jalan menghubungkan antar wilayah. Kondisi jalan akan berpengaruh terhadap kelancaran mobilitas antar wilayah, sehingga penanganan jalan perlu dilakukan secara berkala. Namun karena keterbatasan pembiayaan, dalam penanganan jalan perlu prioritas, dimana penilaian prioritas dapat dilakukan dengan metode analytic hierarchy process (AHP). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan skala prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Data primer diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang (untuk metode AHP) dan 40 orang untuk masyarakat dalam hal pengembangan wilayah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode AHP dan uji Chi-square.

Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis rasio manfaat terdapat 3 (tiga) ruas jaringan jalan strategis yang rasio manfaat – biayanya lebih besar dari satu (B/C > l) yang menjadi prioritas dalam penanganan jalan, yaitu jaringan jalan Pangungkitan – Parlilitan, Pargaulan - Bahal Imbalo, dan Gonting Bulu – Simangaronsang. Berdasarkan kriteria manfaat, maka manfaat yang diperoleh dari penanganan jaringan jalan strategis tersebut, yang paling utama adalah kelancaran transportasi barang dan orang, serta kemudahan aksesibilitas antar daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa penanganan jaringan jalan strategis secara signifikan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang dilihat dari kemudahan aksesibilitas antar daerah, peningkatan hubungan antar daerah, kelancaran transportasi barang dan orang, dan penghematan waktu tempuh.


(16)

ANALYZE THE IMPLICATIONS OF THE STRATEGIC ROAD HANDLING PRIORITY TO THE REGIONAL DEVELOPMENT

AT HUMBANG HASUNDUTAN DISTRICT

ABSTRACT

The road has an important role in regional development, because linking between regions. Road conditions will affect the mobility between regions, so that the the roads must be handling periodically. However, due to limited funding, the roads need handling priority, by analytic hierarchy process (AHP) method. The problem in this study is how to determine the scale of the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and how the implications of the strategic road handling priority to the regional development at Humbang Hasundutan district. The research objective was to determine the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and to know the implications of the strategic road handling priority to the regional development in Humbang Hasundutan District.

Primary data was collected by questionnaires to 15 people (on AHP methods), and 40 people to the community to know the regional development. The data analyse conducted with AHP method and Chi-square test.

Based on benefit ratio analysis, there are 3 (three) segment strategic roads with the ratio of benefits - cost more than 1 (B/C > l) be the handling priority road, namely Pangungkitan – Parlilitan roads, Pargaulan - Bahal Imbalo roads, and Gonting Bulu – Simangaronsang roads. Based on the benefits criteria, the most important benefits from handling the strategic roads, is the smooth transportation of goods and people, the ease of inter-regional accessibility. The analysis showed that the handling of strategic roads had significantly implications to the regional development in the Humbang Hasundutan District, as seen from the ease of inter-region accessibility, improving the inter-inter-region relationship, the smooth transportation of goods and people, and shorten the travel time.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan, hakekatnya merupakan unsur penting dalam usaha pengembangan kehidupan. bangsa dan pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan pancasila, seperti termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 yang hendak diwujudkan melalui serangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu serta berlangsung secara terus menerus.

Dalam kerangka itu, maka jalan mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan sasaran pembangunan nasional, seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, yang menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, serta dalam jangka panjang terciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang, serta dalam jangka panjang terciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri, menuju suatu masyarakat Indonesia yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila (Penjelasan atas UURI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan).

Terciptanya suatu sistem transportasi yang menjamin pergerakan orang dan barang secara lancar, aman, cepat, murah, nyaman, dan sesuai dengan lingkungan merupakan tujuan pembangunan dalam sektor transportasi. Sistem jaringan


(18)

transportasi yang tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan berbagai hambatan yang mengganggu pergerakan lalu lintas, memperlambat arus orang dan barang, sehingga menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari.

Transportasi berhubungan erat dengan pengembangan wilayah, karena transportasi adalah salah satu aspek yang diperlukan untukmeningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Manfaat transportasi dalam kegiatan suatu wilayah dapat dilakukan dengan memeriksa peranannya dalam hal ekonomi, yaitu memperbesar jangkauan terhadap amber yang lebih mudah dan lebih murah yang dibutuhkan suatu daerah. Sistem transportasi wilayah mempunyai hubungan yang erat dengan sistem sosial ekonomi, dimana sistem transportasi akan selalu mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan sistem ekonominya.

Keberhasilan pembangunan transportasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga akan mempercepat pengembangan suatu wilayah. Peningkatan pertumbuhan perekonomian akan meningkatkan peranan sektor transportasi dalam menunjang pencapaian sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, sebaliknya fungsi sektor transportasi akan merangsang peningkatan pembangunan ekonomi, karena antara fungsi sektor transportasi dan pembangunan ekonomi mempunyai hubungan timbal balik (Tamin, 2000). Jika pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana transportasi yang diperlukan suatu wilayah, maka wilayah tersebut mungkin akan tetap bergantung pada daerah daerah luar, dan akan mengalami pertumbuhan yang sangat terbatas.


(19)

Kelangkaan sarana dan prasarana transportasi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pemanfaatan sumber daya yang dapat menimbulkan kesenjangan pembangunan.

Permasalahan transportasi sering berhubungan dengan jaringan jalan, khususnya penanganan jaringan jalan antar daerah, dalam penelitian ini antar kecamatan dan antar desa di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebagian jalan di Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan jalan penghubung dengan daerah lain seperti Siborong-borong (Kabupaten Tapanuli Utara), Sidikalang (Kabupaten Dairi), dan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah), yang semuanya berpengaruh terhadap perkembangan Kabupaten Humbang Hasundutan. Selain itu terdapat jalan-jalan penghubung antar desa dan antar kecamatan dengan kondisi jalan yang bervariasi.

Kondisi jaringan jalan tersebut secara umum masih dapat dibagi dalam dua bagian:

1. Jalan mantap (stabil; selalu dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya sudah `baik/sedang' dan hanya memerlukan pemeliharaan.

2. Jalan tidak mantap (tidak stabil; tidak dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya `rusak/rusak berat' yang memerlukan ‘pekerjaan berat' (rehabilitasi, perbaikan, konstruksi), termasuk jalan tanah yang saat ini tidak dapat dilewati kendaraan roda-4.

Adapun data kondisi panjang jalan menurut statusnya di Kabupaten Humbang Hasundutan dapat ditunjukkan sebagai berikut:


(20)

Tabel 1.1. Data Panjang Jalan dan Kondisi di Kabupaten Humbang Hasundutan

Kondisi Jalan (Km)

No Status Jalan Baik Sedang Rusak

Ringan Rusak Berat Total 1 2 3 Jalan Negara Jalan Propinsi Jalan Kabupaten 13,51 (31,42%) 28,53 (25,66%) 424,69 (43,10%) 17,19 (39,98%) 23,42 (21,06%) 146,04 (14,82%) 10,36 (24,09%) 28,87 (25,96%) 71,99 (7,31%) 1,94 (4,51%) 30,38 (27,32%) 342,68 (34,78%) 43,00 111,20 985,40

Total 466,73

(40,96%) 186,65 (16,38%) 111,22 (9,76%) 375,00 (32,90%) 1139,60 Sumber: BPS, 2009

Pada prinsipnya semua jalan mantap setiap tahunnya harus mendapatkan prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin dan/atau berkala dan jalan tidak mantap memerlukan penanganan rehabilitasi, perbaikan ataupun pekerjaan rekonstruksi. Di kabupaten Humbang Hasundutan, masih ada 42,09% jaringan jalan yang tidak mantap dimana diperlukan dana yang besar untuk pekerjaan berat yang biasanya melebihi kebutuhan dana yang tersedia. Karenanya diperlukan suatu sistem untuk menyaring dan menyusun urutan prioritas penanganan.

Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini untuk mendorong penanganan jaringan jalan di Kabupaten Humbang Hasundutan namun masih belum optimal. Hal ini karena berbagai kendala yang muncul antara lain adalah pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalan membutuhkan modal (dana) yang sangat besar, waktu pengembalian modal yang panjang dan penggunaan lahan yang cukup luas (Bappedasu, 2001).


(21)

Pembangunan dan pengembangan infrastruktur jalan umumnya disusun berdasarkan skala kebutuhan dan kemendesakan, akan tetapi akibat terlampau dominannya para pengambil kebijakan dalam menetapkan penentuan penanganan kegiatan tanpa didasari pertimbangan-pertimbangan objektif sering membuat perubahan prioritas penanganan jalan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan ilmiah untuk dapat mengurangi subyektifitas para pengambil keputusan. Salah satu metode ilmiah dimaksud adalah metode analytic hierarchy process (AHP), suatu metode yang sudah dikenal dan banyak dipakai dalam bidang pengambilan keputusan dan manajemen.

Mengingat banyaknya ruas jalan yang harus ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan sedangkan dana penanganan jalan sangat terbatas, maka perlu ditetapkan prioritas penanganan ruas jalan agar alokasi dan penggunaan dana yang terbatas menjadi efektif bagi pembangunan dan bagaimana implikasinya terhadap pengembangan wilayah Humbang Hasundutan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian tesis ini akan mengkaji dan menganalisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:


(22)

1. Bagaimana prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut; 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Prasarana Wilayah serta Badan Perencanaan

Pembangunan (Bappeda) Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam menentukan prioritas penanganan jalan dalam penyusunan dokumen-dokumen perencanaan (RPJP,RPJMD dan Renstra SKPD).

2. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi birokrat maupun dunia pendidikan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan

2.1.1. Pengertian dan Peranan Jalan

Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara sehingga akan mendorong pengembangan semua sarana wilayah, pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu wilayah, hal ini disebabkan perannya dalam menghubungkan serta meningkatkan pergerakan manusia, dan barang.

Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri-ciri berikut: (Wikipedia Indonesia, 2011).

1. Digunakan untuk kendaraan bermotor 2. Digunakan oleh masyarakat umum 3. Dibiayai oleh perusahaan Negara


(24)

Keberadaan infrastruktur jalan yang baik serta lancar untuk dilalui penting perannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan mampu menggerakkan perkembangan peri kehidupan sosial dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat.

7

Peran dari pentingnya sarana jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa: Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga menjangkau daerah terpencil. Berdasarkan isi pasal tersebut diartikan bahwa pembangunan jalan diarahkan serta dimaksudkan untuk membebaskan daerah tertentu dari keterisoliran, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pergerakan manusia, barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya.

Kondisi jalan yang lancar merupakan ukuran yang dapat menggambarkan baik buruknya operasional lalu lintas berupa kecepatan, waktu tempuh (efisiensi waktu), kebebasan bermanuver, kenyamanan, pandangan bebas, keamanan dan keselamatan jalan.

Menurut Indonesia Higway Capacity Manual/IHCM Part-II Road, tingkat kelancaran dan keselamatan lalu lintas tersebut dipengaruhi oleh berapa faktor yaitu: (1) kondisi kegiatan penduduk dan pola penggunaan lahan sekitar ruas jalan, (2) kondisi persimpangan sepanjang jalan, (3) kondisi trase jalan, (4) kondisi volume lalu lintas, dan (5) kondisi kecepatan kenderaan (Sofyan, 2004).


(25)

Disamping itu perlu diperhatikan pengaliran air yang merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam pembangunan jalan raya. Air yang berkumpul di permukaan jalan raya setelah hujan tidak hanya membahayakan pengguna jalan raya, malahan akan mengikis dan merusakkan struktur jalan raya. Karena itu permukaan jalan raya sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya mempunyai landaian yang berarah ke selokan di pinggir jalan (kemiringan sebesar sekitar 2%). Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke selokan.

Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan suatu daerah. Artinya, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu wilayah karena perannya dalam menghubungkan antar lokasi aktivitas penduduk. Keberadaan infrastruktur jalan yang lancar penting perannya untuk mengalirkan pergerakan komoditas dan orang, selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pengadaan jalan sangat penting dilakukan untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dan perekonomian.

Pengadaan jalan tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusat produksi serta jalan jalan yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Selain upaya pembangunan jalan juga dilakukan penanganan jalan dengan pemeliharaan rutin dan berkala yang ketiga upaya penanganan tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi jalan dalam keadaan lancar dan mantap.


(26)

2.1.2. Konsep Jalan di Indonesia

Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakatnya. Transportasi darat yang didukung oleh jaringan jalan, berfungsi sebagai fasilitas fisik infrastruktur bagi kepentingan masyarakatnya.

Sumber: Departemen PU dan Japan International Cooperation Agency, 2005 Gambar 2.1. Struktur Lapisan Perkerasan Jalan

2.1.1.1. Sistem jaringan jalan

Jaringan jalan merupakan suatu sistem yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hirarki. Menurut peran pelayanan jasa distribusinya, sistem jaringan jalan terdiri dari:

1. Sistem jaringan jalan Primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa  distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul  jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. 


(27)

2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan yang menghubungkan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam Kota.

Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi: 1. Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan

rata-rata tinggi dan jumlah masuk dibatasi secara efisien.

2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayanai angkutan pengumpulan dan

pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk dibatasi.

Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas: A. Sistem Jaringan Jalan Primer:

1. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya

2. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya

3. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua


(28)

dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.

B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder:

1. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu degan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua

2. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan

sekunder kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.

3. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Klasifikasi Jalan berdasarkan peranannya ini, kewenangan pengelolaannya terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam pengelolaan sistim jaringan jalan perimer berupa jalan nasional dan jalan propinsi, sedangkan pemerintah daerah memiliki kewenangan pengelolaan sistim jaringan jalan sekunder berupa jalan kabupaten/kota.


(29)

Wewenang pengelolaan jaringan jalan dapat dikelompokkan menurut:

1. Jalan Nasional adalah Menteri Pekerjaan Umum (dulu Menteri Kimpraswil) atau pejabat yang ditunjuk;

2. Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah atau instansi yang ditunjuk;

3. Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Kabupaten atau instansi yang

ditunjuk;

4. Jalan Kota adalah Pemerintah Daerah Kota atau instansi yang ditunjuk; 5. Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan;

6. Jalan Khusus adalah pejabat atau orang yang ditunjuk.

Selain kriteria tersebut terdapat sejumlah jalan Kabupaten/kota yang berada di dalam wilayah Desa atau permukiman yang pada kenyataannya jalan tersebut umumnya lebih banyak digunakan oleh lalulintas lokal. Hal ini dapat digunakan untuk melakukan pembagian beban pendanaan jalan dengan desa/pemukiman yang lebih banyak menggunakan ruas jalan tersebut.

2.1.1.2. Konsep pengelolaan pemeliharaan jalan

Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan mudah, lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Menurut hasil studi Bank Dunia, disebutkan bahwa setiap pengurangan US$ 1 terhadap biaya pemeliharaan jalan akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional kendaraan sebesar US$ 2 sampai US$ 3 karena jalan menjadi lebih rusak.


(30)

Wewenang penyelenggaraan umum ada pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan penguasaan atas jalan ada pada Negara dan dengan tujuan agar peran jalan dalam melayani kegiatan masyarakat dapat tetap terpelihara dan keseimbangan pembangunan antar wilayah dapat terjaga, maka negara mengadakan pengaturan tentang pemberian kewenangan penyelenggaraan jalan. Negara memberi wewenang kepada pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Pada UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan juga menyebutkan bahwa masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan jalan.

Khusus untuk pemerintah kabupaten, negara memberikan wewenang penyelenggaraan jalan meliputi penyelengggaraan jalan kabupaten dan jalan desa. Selanjutnya sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia wewenang tersebut dilimpahkan kepada instansi yang ditunjuk di daerah. Wewenang penyelenggaraan jalan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang meliputi seluruh siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. Perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan di kabupaten meliputi hal-hal sebagai berikut (Departemen PU & Japan International Cooperation Agency, 2005):

1) Pemantapan kondisi jalan yang ada melalui pemeliharaan dan rehabilitasi, 2) Pembangunan ruas jalan merupakan kegiatan mewujudkan ruas jalan baru

agar jaringan jalan dapat segera berfungsi melayani angkutan sebagai salah satu sistim jaringan transportasi,


(31)

3) Penyerasian sistim jaringan jalan terkait pengembangan wilayah agar terpadu dalam membentuk struktur ruang dan memberikan pelayanan jasa distribusi dalam konteks pemberian layanan yang handal dan prima serta berpihak kepada kepentingan masyarakat,

4) Pengembangan alternatif pembiayaan melalui sistim kontribusi langsung pengguna jalan dan reformasi penyelenggaraan jalan.

5) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta dunia usaha dalam masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana jalan.

b. Manajemen Pemeliharaan Jalan

Secara fisik pemeliharaan jalan bisa berarti suatu kesatuan kegiatan langsung untuk menjaga suatu struktur agar tetap dalam kondisi mampu melayani. Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006), definisi pemeliharaan adalah semua jenis pekerjaan yang di butuhkan untuk menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang berkaitan dengan keduanya, sehingga mencegah kemunduran atau penurunan kualitas dengan laju perubahan pesat yang terjadi segera setelah konstruksi dilaksanakan.

Aktifitas pemeliharaan jalan yang diklasifikasikan terhadap frekuensi dan efeknya terhadap jalan terlihat pada Gambar 2.2.


(32)

Sumber: Dinas Bina Marga, 2003.

Gambar 2.2. Pengertian Umum Tentang Kondisi Jalan

Klasifikasi program pemeliharaan yang dipakai dalam Sistem Manajemen Pemeliharaan Jalan adalah sebagai berikut:

a) Pemeliharaan Rutin

Merupakan pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan pemeliharaan rutin, tingkat penurunan nilai kondisi struktural perkerasan diharapkan akan sesuai dengan kurva kecenderungan kondisi perkerasan yang diperkirakan pada tahap desain b) Pemeliharaan periodik

Pemeliharaan periodik dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya hanya fungsional dan tidak meningkatkan nilai struktural perkerasan. Pemeliharaan


(33)

periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan yang direncanakan selama masa layanannya.

c) Rehabilitasi atau Peningkatan

Peningkatan jalan secara umum diperlukan untuk memperbaiki integritas struktur perkerasan, yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dengan pemberian lapis tambahan struktural. Peningkatan jalan dilakukan, apakah karena masa layanannya habis, atau karena kerusakan awal yang disebabkan oleh factor-faktor luar seperti cuaca atau karena kesalahan perencanaan atau pelaksanaan rekonstruksi.

d) Rekonstruksi

Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi yang sangat jelek, maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekonstruksi biasanya diperlukan. Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud untuk penanganan jalan yang berakibat meningkatkan kelasnya.

c. Klasifikasi Jalan dan Tingkat Pelayanan

Secara objektif baik desain perkerasan maupun pemeliharaan berguna untuk menjamin atau memastikan bahwa suatu perkerasan dapat memberikan pelayanan yang cukup memuaskan bagi pengguna jalan. Untuk kerja dari perkerasan diukur dalam kaitannya dengan kualitas yang disediakan dan pelayanan yang diberikan sampai pada suatu tingkat dimana pelayanan masih bias ditolerir. Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan, ditentukan sebagai berikut (Dinas Bina Marga, 2003).


(34)

a. Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar perencanaan teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi baik dan sedang.

b. Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak ringan.

c. Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.

Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat kondisi jalan adalah sebagai berikut (Dinas Bina Marga, 2003):

a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar-benar rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.

b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan perkerasan sedang, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.

c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan.


(35)

d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan terkelupas yang cukup besar, disertai kerusakan pondasi seperti amblas, dsb.

2.2. Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut Zein (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang digunakan (Kartono,Ragardjo dan Sandy, 1989).

Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah

merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, pemerintah,

pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dengan lebih tegas Zein (1999) menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri.


(36)

Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ernan, Sunsun dan Diah, 2011).

Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Untuk itu pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Menurut PP Nomor 47 Tahun 1997 wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

2.2.1. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori kutub pertumbuhan yang terkenal dikembangkan oleh Francois Perraoux seorang ahli ekonomi Perancis yang berpendapat bahwa fakta dasar dari perkembangan spasial, sebagaimana halnya dengan perkembangan industri, adalah bahwa pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak, pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah dan perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Adisasmita, 2005).


(37)

Lebih spesifik lagi Boudeville mendefenisikan kutub pertumbuhan regional sebagai sekelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lebih lanjut keseluruh daerah pengaruhnya. Konsep-konsep yang dikemukakan di dalam teori pusat pertumbuhan antara lain:

1. Konsep leading industries dan perusahaan propulsif, menyatakan bahwa di pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan besar yang bersifat propulsif yaitu perusahaan yang relatif besar, menimbulkan dorongan dorongan pertumbuhan nyata terhadap lingkungannya, mempunyai kemampuan inovasi tinggi, dan termasuk ke dalam industri-industri yang cepat berkembang. Dalam konsep ini leading industries adalah:

a. Relatif baru, dinamis, dan mempunyai tingkat teknologi maju yang mendorong iklim pertumbuhan kondusif ke dalam suatu daerah permintaan terhadap produknya mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi dan biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.

b. Mempunyai kaitan-kaitan antara industri yang kuat dengan sektor-sektor lainnya sehingga terbentuk forward linkages dan backward linkages.

2. Konsep polarisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa pertumbuhan leading industries yang sangat cepat (propulsive growth) akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya ke kutub pertumbuhan.

3. Konsep spread effect. Konsep ini mengemukakan bahwa pada suatu waktu kualitas propulsif dinamis dari kutub pertumbuhan akan memencar dan


(38)

memasuki ruang-ruang di sekitarnya. Menurut Myrdal dan Hirschman, spread effect atau trickling down effect merupakan lawan dari back wash effect atau

polarization effect.

Dalam penerapannya, teori kutub pertumbuhan digunakan sebagai alat kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah. Banyak negara telah menerima konsep kutub pertumbuhan sebagai alat tranformasi ekonomi dan sosial pada skala regional. Namun demikian konsep ini banyak mendapat kritik para ahli, yang pada umumnya berpendapat bahwa penerapan konsep ini cenderung semakin meningkatkan disparitas wilayah negara sedang berkembang, terutama antara daerah pusat atau kutub dengan daerah pengaruhnya. Gejala ini disebabkan karena pusat pertumbuhan yang umumnya adalah kota-kota besar ternyata sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial adalah cukup kuat, sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa-desa wilayah pengaruh ke pusat pertumbuhan (kota besar), atau terjadi dampak polarisasi yaitu daerah pusat atau kutub cenderung lebih banyak menarik sumber daya dari daerah belakang daripada

spread effect yang ditimbulkannya, akibatnya daerah pusat yang lebih maju akan bertambah maju, sedangkan daerah belakang akan semakin tertinggal.

2.2.2. Teori Tempat Pusat

Teori tempat pusat (Central Place Theory) pertama kali diperkenalkan oleh Walter Christaller seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman. Teori ini timbul dari perhatian Christaller terhadap penyebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya di Jerman Selatan. Penyebaran tersebut kadang


(39)

bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang lainnya. Menurut Christaller dalam Jayadinata (1999), pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat : (1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batubara.

Menurut proses yang sama, jika perkembangan wilayah meningkat akan berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya. Karena perkembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kota-kota umumnya timbul sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian kota sebagai pusat pelayanan berperan dalam mengembangkan wilayah.

Sedangkan ide dasar yang dikemukakan oleh Losch (1954) adalah bahwa ukuran relatif wilayah pemasaran suatu perusahaan, digambarkan sebagai tempat penjualan produk perusahaan dipengaruhi oleh biaya-biaya transportasi dan skala ekonomi. Jika pengaruh skala ekonomi relatif lebih besar dari biaya transportasi maka seluruh produksi akan terkumpul pada satu tempat. Sedangkan jika pengaruh biaya transportasi relatif lebih besar dari skala ekonomi maka perusahaan akan menyebar keseluruh wilayah.


(40)

Pembagian hierarki pusat-pusat pelayanan di suatu wilayah sering tidak merata sehingga mengakibatkan ketidakmerataan di dalam pelayanan kepada masyarakat. Selain itu kadang akses untuk mencapai pusat pelayanan sulit, sehingga mengakibatkan wilayah belakang (Hinterland) menjadi terbelakang karena tidak ditunjang dengan jumlah fasilitas yang memadai untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun pelayanannya kepada masyarakat.

Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan suatu usaha untuk meningkatkan peran pusat-pusat pelayanan, termasuk dengan meningkatkan akses kemudahan pencapaian dari wilayah belakang (hinterland) menuju pusat pelayanan yang terdekat. Di dalam sistem pelayanan yang baik harus memiliki keseimbangan antara pola kebutuhan dan jasa pelayanan sehingga dalam peningkatan kebutuhan akan diikuti dengan jasa pelayanan yang semakin besar.

Apabila jumlah penduduk di suatu wilayah dengan satu pusat telah melebihi ambang batas dan terus meningkat hingga mencapai jumlah tertentu, kemungkinan penduduk yang berada jauh dari pusat telah melebihi jarak ekonomi, sehingga mereka akan mencari pelayanan di pusat-pusat lainnya yang terdekat. Dalam melakukan strategi pengembangan wilayah di pusat-pusat pelayanan memiliki beberapa keuntungan:

a) Adanya penghematan terhadap investasi yang dikeluarkan, karena strategi yang bersifat desentralisasi konsentrasi sehingga tidak semua wilayah mendapatkan investasi tetapi hanya wilayah yang berpotensi saja.


(41)

b) Adanya perkembangan pusat-pusat pelayanan hingga ke wilayah belakang (hinterland) melalui akses pencapaian yang memadai untuk mengatasi kesenjangan wilayah.

c) Terselenggaranya pengembangan antara kota dan desa dengan baik karena saling menguntungkan.

Selain itu Fisher dan Rushton menyatakan bahwa jaringan pusat-pusat pelayanan yang memiliki hierarki akan menguntungkan penduduk di sekitar pusat tersebut (Rezeki, 2007). Keuntungan tersebut adalah:

a) Membuat efisiensi bagi konsumen karena pemenuhan terhadap kebutuhan yang berbeda-beda akan didapatkan dengan sekali bepergian keluar dari desa. b) Mengurangi jumlah transportasi yang dibutuhkan untuk melayani pergerakan

antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai cara alternatif terhadap jalur hubungan sehingga jalur yang paling penting dan kemampuan pemenuhan kebutuhan fasilitas transportasi yang terbatas dapat dimanfaatkan secara optimal.

c) Mengurangi panjang jalan yang harus ditingkatkan karena sudah diketahui jalur yang paling penting bagi setiap desa sehingga dapat ditentukan prioritas dalam pengembangan jalan.

d) Mengurangi biaya untuk penyediaan berbagai kebutuhan pelayanan bagi fasilitas-fasilitas yang ada, karena biaya tersebut ditanggung secara bersamasama.


(42)

e) Pengawasan lebih efektif dan ekonomis karena berbagai aktivitas bergabung menjadi satu di pusat pelayanan.

f) Memudahkan adanya pertukaran informasi antar berbagai aktivitas yang saling berhubungan.

g) Lokasi-lokasi dengan keunggulan lokasi sumberdaya akan berkembang secara spontan sebagai respon terhadap kebutuhan di wilayah belakangnya (hinterland).

Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa wilayah dalam perkembanganya memiliki pusat dan sub pusat sebagai wilayah pengaruhnya. Pusat dapat diartikan sebagai kota yang menjadi pusat pelayanan dan terkonsentrasinya kegiatan. Besarnya wilayah kota dipengaruhi oleh jarak pelayanan bagi penduduknya, sehingga dalam satu pusat dapat memberikan pelayanan maksimalnya. Penduduk yang belum menerima pelayanan, akan dilayani oleh pusat lainnya sehingga hubungan antar pusat tersebut akan membentuk pola heksagonal dimana masing-masing wilayah pengaruh memiliki pusat sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembangunan jaringan jalan dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah dapat dilihat berdasarkan indicator:

1. Kelancaran aksesibilitas antar daerah, dimana dengan pembangunan dan

penanganan jaringan jalan maka aksesibilitas antar daerah akan semakin lancar.

2. Peningkatan hubungan antar daerah, dengan kelancaran aksesibilitas maka hubungan antar daerah juga akan semakin berkembang.


(43)

3. Kelancaran transportasi barang dan orang, infrastruktur jalan sangat dibutuhkan dalam transportasi barang dan orang, termasuk transportasi hasil-hasil pertanian ke daerah-daerah pemasaran. Kelancaran transportasi akan mengurangi biaya transportasi hasil-hasil produksi pertanian.

4. Penghematan waktu tempuh, kondisi jalan yang lancar akan menghemat

waktu tempuh, yang kemudian akan mengurangi biaya transportasi hasil-hasil produksi, khususnya produksi pertanian.

2.3. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

Proses hirarki analitis atau disingkat AHP (Saaty, 2000) adalah suatu pendekatan pengambilan keputusan yang dirancang untuk membantu pencarian solusi dari berbagai permasalahan multikriteria yang kompleks dalam sejumlah ranah aplikasi. Metoda ini telah didapati sebagai pendekatan yang praktis dan efektif yang dapat mempertimbangkan keputusan yang tidak tersusun dan rumit (Partovi, 1994). Hasil akhir AHP adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif keputusan atau disebut elemen. Secara mendasar, ada tiga langkah dalam pengambilan keputusan dengan AHP, yaitu: membangun hirarki, penilaian; dan sintesis prioritas.


(44)

Gambar 2.3. Cakupan Model AHP 2.3.1. Pembentukan Hirarki Struktural

Langkah ini bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemen-lemen yang dikelompokan dalam tingkatan-tingkatan (level). Dimulai dari suatu sasaran pada tingkatan puncak, selanjutnya dibangun tingkatan yang lebih rendah yang mencakup kriteria, sub kriteria dan seterusnya sampai pada tingkatan yang paling rendah. Sasaran atau keseluruhan tujuan keputusan merupakan puncak dari tingkat hirarki. Kriteria dan sub kriteria yang menunjang sasaran berada di tingkatan tengah. Alternatif atau pilihan yang hendak dipilih berada pada level paling bawah dari struktur hirarki yang ada.

Menurut Saaty (2000), suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan menggunakan kombinasi antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain. Karenanya, tidak ada suatu kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan absolut untuk pembentukan hirarki. Struktur hirarki tergantung pada kondisi dan kompeksitas permasalahan yang dihadapi serta detail penyelesaian yang dikehendaki.


(45)

Karenanya struktur hirarki kemungkinan berbeda antara satu kasus dengan kasus yang lainnya.

2.3.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan

Apabila hirarki telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan penilaian prioritas elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan suatu matriks perbandingan yang berisi tentang kondisi tiap elemen yang digambarkan dalam bentuk kuantitaif berupa angka-angka yang menunjukan skala penilaian (1 – 9). Tiap angka skala mempunyai arti tersendiri seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2.1. Penentuan nilai bagi tiap elemen dengan menggunakan angka skala bisa sangat subyektif, tergantung pada pengambil keputusan. Karena itu, penilaian tiap elemen hendaknya dilakukan oleh para ahli atau orang yang berpengalaman terhadap masalah yang ditinjau sehingga mengurangi tingkat subyektifitasnya dan meningkatkan unsur obyektifitasnya.

Tabel 2.1. Skala Penilaian Antara Dua Elemen

Bobot/Tingkat Signifikan

Pengertian Penjelasan 1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap

sasaran

3 Sedikit lebih penting Salah satu faktor sedikit lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya

5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya

7 Sangat lebih penting Salah satu faktor sangat lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya

9 Jauh lebih penting Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya

2,4,6,8 Antara nilai yang di atas Diantara kondisi di atas

Kebalikan Nilai kebalikan dari kondisi di atas untuk pasangan dua faktor yang sama


(46)

2.3.3. Sintesis Prioritas dan Ukuran Konsistensi

Perbandingan antar pasangan elemen membentuk suatu matriks perankingan relatif untuk tiap elemen pada tiap level dalam hirarki. Jumlah matriks akan tergantung pada jumlah tingkatan pada hirarki. Sedangkan, ukuran matriks tergantung pada jumlah elemen pada level bersangkutan. Setelah semua matriks terbentuk dan semua perbandingan tiap pasangan elemen didapat, selanjutnya dapat dihitung matriks eigen (eigenvector), pembobotan, dan nilai eigen maksimum.

Nilai eigen maksimum merupakan nilai parameter validasi yang sangat penting dalam teori AHP. Nilai ini digunakan sebagai indeks acuan (reference index) untuk memayar (screening) informasi melalui perhitungan rasio konsistensi (Consistency Ratio (CR)) dari matriks estimasi dengan tujuan untuk memvalidasi apakah matriks perbandingan telah memadai dalam memberikan penilaian secara konsisten atau belum (Saaty, 2000).

Nilai rasio konsistensi (CR) sendiri dihitung dengan urutan sebagai berikut: 1) Vektor eigen dan nilai eigen maksimum dihitung pada tiap matriks pada tiap

level hirarki

2) Selanjutnya dihitung indeks konsistensi untuk tiap matriks pada tiap level hirarki dengan menggunakan rumus: CI = (emaks – n) / (n – 1)

3) Nilai rasio konsistensi (CR) selanjutnya dihitung dengan rumus: CR = CI/RI, dimana RI merupakan indeks konsistensi acak yang didapat dari simulasi dan nilainya tergantung pada orde matriks. Untuk matriks dengan ukuran kecil,


(47)

Tabel 2.2 menampilkan nilai RI untuk berbagai ukuran matriks dari orde 1 sampai 10.

Tabel 2.2. Indeks Konsistensi Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks

Ukuran Matriks Indeks Konsistensi Acak (RI)

1 0

2 0

3 0,52

4 0,89

5 1,11

6 1,25

7 1,35

8 1,40

9 1,45

10 1,49

Sumber: Saaty, 2000

Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriks-nya, sebagai contoh, untuk ukuran matriks 3 x 3, nilai CR = 0,03; matriks 4 x 4, CR = 0,08 dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000,). Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang kembali.

Tabel 2.3. Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR

Ukuran Matriks Indeks Konsistensi Acak (RI)

≤ 3 x 3 0,03

4 x 4 0,08

> 4 x 4 0,1


(48)

2.4. Penelitian Sebelumnya

Pamoto (2004) melakukan penelitian dengan judul: Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Antarkota di Daerah Perkotaan Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan AHP, maka diperoleh rangking prioritas penanganan jalan antarkota pada daerah perkotaan Sumatera Utara secara berurutan sebagai berikut: prioritas pertama adalah ruas jalan lingkar Rantau Prapat; prioritas kedua adalah ruas jalan Panyabungan Bypass; prioritas ketiga adalah ruas jalan Pancur Batu Bypass; prioritas keempat adalah Aek Nabara Bypass; prioritas kelima adalah ruas jalan Sei Rampah; prioritas keenam adalah ruas jalan Perbaungan Bypass; dan prioritas ketujuh adalah ruas jalan Padang Sidempuan Bypass.

Lubis (2007) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh pembangunan jalan penghubung terhadap pengembangan wilayah (studi kasus Jalan Industri Kecamatan Medan Sunggal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembangunan jalan penghubung terhadap perubahan harga lahan, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pembangunan jalan dengan tenaga kerja. Dengan dibangunnya jalan penghubung maka terbukalah kesempatan berusaha masyarakat disekitarnya yang berarti pembangunan jalan penghubung mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan berusaha. Kondisi ini pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat.

Depari (2009) melakukan penelitian untuk mengkaji kebutuham jaringan jalan untuk menunjang pengembangan wilayah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ruas jalan memiliki kapasitas yang


(49)

mencukupi, namun tingkat kecepatan laju angkutan umum hanya ruas jalan Tigapanah – Sukadame yang memenuhi standard.

2.5. Kerangka Berpikir  

Proses pembangunan dipengaruhi oleh kelancaran transportasi di suatu wilayah, dimana kelancaran transportasi tersebut dipengaruhi oleh kondisi jalan-jalan yang ada di daerah dimaksud. Dari seluruh jalan yang terdapat di suatu daerah terdapat beberapa jalan strategis yang mempengaruhi secara signifikan terhadap pengembangan wilayah, baik secara ekonomi maupun sosial.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan umum, pemerintah bertanggung jawab dalam penanganan jalan-jalan tersebut, khususnya jalan-jalan yang bersifat strategis. Namun keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, menyebabkan perlunya skala prioritas penanganan jalan-jalan terutama jalan-jalan strategis. Skala prioritas ini bertujuan agar penanganan jalan-jalan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan wilayah. Dalam penelitian ini, penetapan prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan dilakukan dengan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) sebagai alat analisis dalam teknik pengambilan keputusan.

Selanjutnya penetapan prioritas penanganan jalan-jalan strategis tersebut akan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara umum kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan


(50)

pada Gambar 2.4 berikut ini.

Keterbatasan Dana Penanganan Jalan

Rencana Tata Ruang Kabupaten Ruas Jalan di Kabupaten

Humbang Hasundutan

Jaringan Jalan Strategis untuk Ditangani

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Prioritas Penanganan Jalan-jalan Strategis

Pengembangan Wilayah

Gambar 2.4. Kerangka Berpikir Penelitian 2.6. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: penanganan jaringan jalan strategis berimplikasi signifikan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juli 2011.

3.2. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer; yaitu data yang langsung dikumpulkan melalui hasil pengumpulan

kuesioner dari responden yang mempunyai informasi yang cukup dan ahli pada bidang transportasi. Pemilihan responden berdasarkan kapabilitas dan kapasitas, karena metode AHP sangat mengandalkan intuisi dan pengalaman. Oleh karena itu, maka yang menjadi responden penelitian ini ditentukan sebanyak 15 orang dari pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan yang tinggi dan kuat dengan bidang transportasi (kegiatan penanganan jalan).

Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, maka diperlukan responden dari masyarakat yang ditentukan secara langsung, yaitu sebanyak 40 orang. Sampel ini diambil dari masyarakat yang tinggal di sekitar Jaringan Jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Data sekunder; yaitu data maupun informasi yang dikumpulkan melalui kutipan


(52)

3.3. Penentuan Ruas Jalan yang Akan Dikaji

Pertimbangan dan tahapan dalam menentukan ruas jalan yang dikaji adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria Jaringan Jalan Strategis yaitu:

a. Bagian ruas jalan negara/propinsi yang berada di dalam kabupaten secara otomatis merupakan bagian dari jaringan jalan strategis, walaupun pemeliharaan atau peningkatannya tidak masuk ke dalam program jalan kabupaten.

b. Ruas jalan yang umumnya bersifat antar kota, yaitu menghubungkan kota

kabupaten dengan pusat-pusat administrasi pemerintahan seperti kota kecamatan, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti pasar utama ; ini akan meliputi jalan `kolektor' yang menghubungkan kota 'orde' kedua dan ketiga. c. Ruas jalan yang biasanya sudah menampung tingkat lalu lintas tinggi (atau

berpotensi tinggi pada wilayah yang jaringannya belum berkembang secara penuh) pada kenyataannya tingkatan ini bisa berbeda, misalnya, mulai dari di atas 500 LHR di daerah padat penduduk di Pulau Jawa sampai di atas 50 LHR di daerah kurang berkembang di pulau lain.

d. Ruas jalan yang melayani sumber-sumber penyebab meningkatnya lalu lintas selain perkotaan, seperti sumber material besar, pabrik atau daerah


(53)

perkebunan, dapat pula masuk ke dalam kriteria ini asalkan ruas jalannya terbuka bagi lalu lintas umum.

e. Ruas jalan utama antar kabupaten bisa dimasukkan apabila tidak ada jalan negara/propinsi yang memadai untuk jalur tersebut.

2. Mengeliminasi ruas jalan negara/propinsi yang berada di wilayah kabupaten

karena penanganannya tidak termasuk ke dalam program penanganan jalan kabupaten.

3. Berdasarkan kedua tahapan tersebut maka akan diperoleh ruas-ruas jalan

strategis untuk ditangani, yaitu (1) Pargaulan–Bahal Imbalo, (2) Siabaksa-Bakkara, (3) Siborboron – Bonan Dolok, (4) Onan Ganjang – Bonan Dolok, (5) Pangungkitan – Parlilitan, (6) Parbotihan – Pulo Godang, (7) Gonting Bulu - Simangaronsang

4. Kemudian ruas-ruas jalan strategis yang ditentukan tersebut di atas ditentukan prioritas penanganannya dengan menggunakan metode AHP.

3.4. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab tujuan penelitian bagaimana menentukan prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan maka dilakukan dengan metode AHP. Berdasarkan pengolahan data dengan metode AHP ini, selanjutnya diperoleh ranking (urutan) prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan.


(54)

Bentuk umum dari model AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah AHP untuk analisis rasio manfaat-biaya (benefit cost ratio). Analisis rasio manfaat - biaya dilakukan dengan membandingkan prioritas manfaat menyeluruh terhadap prioritas biaya menyeluruh (Mulyono Sri, 1996). Hasil perbandingan prioritas manfaat menyeluruh terhadap prioritas biaya menyeluruh inilah selanjutnya digunakan untuk menentukan ranking prioritas penanganan jalan. Karena dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis rasio manfaat – biaya, maka dalam penelitian ini dibentuk model 2 (dua) hirarki. Hirarki pertama adalah hirarki yang berhubungan dengan evaluasi manfaat (benefit) dari ruas jalan terpilih sesuai dengan kriteria yang digunakan dan hirarki kedua adalah hirarki yang berhubungan dengan evaluasi biaya (cost).

Kemudian, kriteria manfaat yang digunakan untuk menetapkan prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas 4 (empat) sub-kriteria, yaitu;

1. Kemudahan Aksesibilitas antar Daerah (KAD)

2. Peningkatan Hubungan antar Daerah (PHD)

3. Kelancaran Transportasi Barang dan Orang (KTBO)

4. Penghematan Waktu Tempuh (PWT)

Secara lebih jelas Hirarki Evaluasi Manfaat dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kriteria biaya yang digunakan untuk menetapkan prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas 3 (tiga) sub-kriteria, yaitu;


(55)

1. Biaya Investasi (BI)

2. Biaya Operasional dan Perawatan Jalan (BOP)

3. Biaya Penanganan Lingkungan (BPL)


(56)

Kemudahan Aksesibilias

Antar Daerah) Peningkatanantar Daerah Hubungan

Kelancaran Transportasi Barang dan Orang

Penghematan Waktu 

Tempuh

Pargaulan ‐ Bahal

Imbalo Siabaksa ‐Bakkara

Siborboron ‐Bonan Dolok

Bonan Dolok ‐Onan Ganjang

Pangungkitan ‐

Parlilitan

Parbotihan ‐ Pulogodang

Gonting Bulu ‐

Simangaronsang MANFAAT

Tingkat 1 : Fokus (Tujuan)

Tingkat 2 : Kriteria

Tingkat 3 : Alternatif


(57)

BIAYA INVESTASI BIAYA OPERSIONAL DAN PERAWATAN

BIAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pargaulan ‐Bahal

Imbalo Siabaksa‐Bakkara

Siborboron ‐Bonan Dolok

Bonan Dolok ‐ Onan Ganjang

Pangungkitan ‐

Parlilitan ParbotihanPulogodang ‐

Gonting Bulu ‐ Simangaronsang B I A Y A

Tingkat 1 : Fokus (Tujuan)

Tingkat 2 : Kriteria

Tingkat 3 : Alternatif


(58)

45

Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persiapan data yaitu pengumpulan data primer dan sekunder, kemudian dianalisis sehingga dapat menentukan kriteria dan sub kriteria dari model hirarki dengan tujuan (fokus) adalah `penentuan prioritas penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan' yang berguna untuk mengetahui urutan-urutan data yang akan dinilai. Tahapan ini merupakan tahapan Decomposition Process. 2. Untuk mendapatkan skor penilaian terhadap ruas jalan terpilih terhadap tiap sub

kriteria dan kriteria, dilakukan penyebaran kuesioner terhadap responden ahli/kapabel dengan cara angket. Angket yang diperoleh merupakan jawaban tertulis dari responden ahli atas daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disebar. Angket yang disebar kepada 15 (lima belas) responden ahli. Responden ahli pada penelitian ini adalah responden yang bekerja pada bidang perencanaan, pengawasan dan pelaksana proyek jalan.

3. Selanjutnya adalah membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise

comparation matrix) untuk seluruh kriteria dan sub-kriteria dengan angka-angka yang telah didapat dari data responden. Di dalam proses matriks perbandingan berpasangan dinilai tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Tahapan ini merupakan tahapan Comparative Judgement Process.

4. Langkah berikutnya adalah melakukan proses sintesa, dimana setiap matriks

perbandingan berpasangan untuk setiap tingkat dicari eigen vectornya untuk


(59)

46

menyeluruh. Tahapan ini merupakan tahapan Synthesis of Priority Process.

5. Selanjutnya adalah uji konsistensi yaitu hasil dari setiap local priority untuk setiap kriteria dan sub-kriteria diuji dengan cara sebagai berikut:

a. Mengalikan matriks perbandingan berpasangan dengan vektor preferensi

(local priority) untuk setiap kriteria dan sub kriteria sehingga diperoleh suatu matriks kolom.

b. Kemudian mencari max yaitu dari pembagian hasil matriks kolom dengan

matriks kolom local priority untuk setiap kriteria dan sub kriteria lalu dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.

c. Kemudian mencari Indeks Konsistensi (Consistency index, CI) yang dihitung dengan rumus seperti berikut:

CI =

1 -n

n -max

Dimana n = jumlah item yang dibandingkan.

d. Kemudian mencari Consistency Ratio (CR) dengan rumus:

CR =

(RI) Index y Consistenc Random

CI

Dimana RI adalah indeks konsistensi dari matriks komparasi pasangan yang degenerate secara acak.

CR = harganya tidak boleh lebih dari 10 %, jika perlu maka matriksnya harus direvisi. Tahapan ini merupakan logical Consistency Process


(60)

47

f ) f -f (

‡”

1 n

2 n o

k

i

strategis yang berkenaan dengan setiap kriteria dan sub-kriteria prioritas tertinggi. Kemudian dijumlahkan masing-masing baris ruas jalan tersebut untuk memperoleh urutan prioritas menyeluruh dari seluruh ruas jalan.

Untuk menjawab permasalahan kedua, yaitu untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan Jaringan Jalan Strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan berdasarkan indikator kemudahan aksesibilitas anatr daerah, peningkatan hubungan antar daerah, kelancaran transportasi barang dan orang, penghematan waktu tempuh, dilakukan analisis Chi- Square, dengan rumus:

X2 = di mana:

X2 = Chi Kuadrat

fo = Frekwensi yang diobservasi

fn = Frekwensi yang diharapkan

Nilai X2 hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan nilai X2 tabel pada α = 0.05.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Batasan operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penanganan jalan adalah kegiatan yang terdiri dari pembangunan, peningkatan

dan pemeliharaan jalan (berkala dan rutin).

2. Prioritas adalah hal- hal yang harus didahulukan ataupun yang diutamakan


(61)

48

dibandingkan dengan jalan yang lain, baik bagi masyarakat maupun bagi pemerintah berdasarkan aspek ekonomi.

4. Pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial

ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.

5. Kelancaran aksesibilitas antar daerah adalah kemudahan untuk mengakses

sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial dan antara wilayah satu dengan wilayah yang lainnya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan jaringan jalan, pola tata guna lahan dan topografi.

6. Peningkatan hubungan antar daerah adalah konsep yang didasarkan pada

pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah

7. Kelancaran transportasi barang dan orang dapat dilihat berdasarkan banyak

tidaknya gangguan samping, gangguan akibat kondisi jalan dan tindakan pengereman pada saat berkendara.

8. Penghematan waktu tempuh dapat dilihat dari kecepatan kendaraan konstan

sesuai dengan kecepatan rencana jalan.

9. Biaya Investasi meliputi biaya yang dikeluarkan mulai dari perencanaan jalan sampai dengan selesainya pekerjaan konstuksi.

10. Biaya Operasional dan Pemeliharaaan meliputi biaya pemeliharaan periodik

dan pemeliharaan rutin jalan.


(62)

49


(63)

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Humbang Hasundutan

Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada posisi 2o1’ – 2o28’ Lintang

Utara dan 98o10’ – 98o58’ Bujur Timur berada di Bagian Tengah Wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian antara 330 – 2.075m di atas permukaan laut. Kabupaten Humbang Hasundutan berada diantara empat kabupaten:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Samosir Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat.

Luas wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan adalah 251.765,93 Ha yang terdiri dari luas daratan sebesar 250.271,02 Ha dan luas danau sebesar 1.494,91 Ha. Kemiringan tanah yang tergolong datar hanya 11%, landai 20%, dan miring/terjal sebesar 69%.

Sesuai dengan letaknya yang berada di garis khatulistiwa, Kabupaten Humbang Hasundutan tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17oC – 29oC. Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan per bulan berdasarkan data pada tiga stasiun pengamatan adalah 211,19 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 11 hari. Curah hujan tertinggi pada bulan


(64)

51

Desember, sedangkan curah hujan terendah adalah pada bulan Mei. Berdasarkan data curah hujan per kecamatan, Kecamatan Parlilitan merupakan daerah dengan curah hujan tertinggi, yaitu 263 mm per tahun.

Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 Kecamatan, dengan luas wilayah masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut (Tabel 4.1)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan

No. Kecamatan Luas (Km2)

Rasio terhadap Luas Kabupaten

(%)

01. Pakkat 38,168.00 15.16

02. Onan Ganjang 22,256.27 8.84

03. Sijama Polang 14,018.07 5.57

04. Lintong Nihuta 18,126.03 7.20

05. Paranganinan 4,778.06 1.90

06. Dolok Sanggul 20,929.53 8.31

07. Pollung 32,736.46 13.00

08. Parlilitan 72,774.71 28.91

09. Tarabintang 24,251.98 9.63

10. Bakti Raja 2,231.91 0.89

Jumlah 250,271.02 99.41

Danau 1,494.91 0.59

Jumlah 251,765.93 100.00

Sumber: Kabupaten Humbang Hasundutan Dalam Angka, 2010 4.2. Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan

Ruas jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan terdapat sebanyak 7 (tujuh) ruas, yaitu: (1) Pargaulan–Bahal Imbalo, (2) Siabaksa-Bakkara, (3) Siborboron


(65)

52

– Bonan Dolok, (4) Onan Ganjang – Bonan Dolok, (5) Pangungkitan – Parlilitan, (6) Parbotihan – Pulo Godang, (7) Gonting Bulu – Simangaronsang.


(66)

53

Tabel 4.2. Deskripsi Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan

Kondisi (km)

No. Ruas Panjang

(km)

Lebar

(m) Mantap Tdk Mantap

Jenis Permukaan

Daerah yang

Dihubungkan Potensi Daerah 1. Onan Ganjang – Bonan

Dolok

11.5 3 4.5 7 Aspal Kec. Sijamapolang – Kec.

Onan Ganjang

Pertanian 2. Pargaulan–Bahal

Imbalo

12.9 3.5 8.9 4 Aspal Kec. Lintong Nihuta – Kec. Muara

Pertanian 3. Siborboron – Bonan

Dolok

18.3 3.5 12.1 6.3 Aspal Kec. Dolok Sanggul – Kec. Sijamapolang

Pertanian

4. Siabaksa-Bakkara 13.6 4 9.6 4 Aspal Kec. Dolok Sanggul –

Kec. Baktiraja

Periwisata, perikanan, pertanian

5. Pangungkitan – Parlilitan

40 3.5 18.2 21.8 Aspal Kec. Dolok Sanggul – Kec. Parlilitan

Pertanian, perdagangan, pertambangan

6. Gonting Bulu – Simangaronsang

8.3 5.5 0.5 7.8 Aspal dan

kerikil

By pass Kota Dolok Sanggul

Pertanian, perdagangan, pertambangan

7. Parbotihan – Pulo Godang

22 3 8.2 13.8 Aspal Kec. Onan Ganjang – Kec. Pakkat

Pertanian

Total 126.6 - 62 64.6 - - -


(67)

65

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui deskripsi masing-masing ruas jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan. Panjang ke tujuan ruas jalan strategis adalah 126.6 km, dimana sepanjang 62 km (48.9%) dalam kondisi mantap, selebihnya sepanjang 64.6 km (51.1%) dalam kondisi tidak mantap. Sebagai daerah pertanian, maka penanganan jaringan jalan strategis tersebut akan meningkatkan aktivitas perekonomi dalam bidang pertanian di Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.3. Prioritas Penanganan Jalan Strategis

4.3.1. Penyusunan Model AHP (Analitical Hierarchi Process)

Bentuk umum model AHlP yang digunakan pada penelitian ini adalah AHP untuk Analisis Manfaat (Benefit Analysis) Berdasarkan Analisis Manfaat tersebut, maka model AHP yang digunakan adalah AHP dengan 2 (dua) hirarki, yaitu hirarki Manfaat dan hirarki biaya jalan strategis berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. jalan strategis yang akan dibuat prioritas penanganannya adalah sebagai berikut:

1. Pargaulan–Bahal Imbalo,

2. Siabaksa-Bakkara,

3. Siborboron – Bonan Dolok,

4. Onan Ganjang – Bonan Dolok,

5. Pangungkitan – Parlilitan, 6. Parbotihan – Pulo Godang,

7. Gonting Bulu - Simangaronsang,


(1)

(2)

LAMPIRAN 18. KUESIONER PENELITIAN AHP

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (

) pada nilai kolom yang disediakan sesuai dengan jawaban

Bapak/Ibu

Kriteria

jawaban:

9

Sangat tinggi

8

Tinggi hingga sangat tinggi

7

Tinggi

6

Sedang hingga tinggi

5

Sedang

4

Rendah hingga sedang

3

Rendah

2

Sangat rendah hingga

rendah

1

Sangat

rendah

I. EVALUASI KRITERIA MANFAAT

1. Kemudahan Aksesibilitas antar Daerah (KAD) 

Bagaimanakah  potensi  peningkatan  aksesibilitas  antar  daerah  jika  dilakukan 

penanganan jaringan jalan ini?   

Nilai Manfaat No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok 4. Siabaksa-Bakkara

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang

2. Peningkatan Hubungan antar Daerah (PHD) 

Bagaimanakah potensi peningkatan hubungan  antar daerah jika dilakukan  penanganan jaringan jalan ini? 

 

Nilai Manfaat No. Ruas Jalan


(3)

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang

3. Kelancaran Transportasi Barang dan Orang (KTBO) 

Bagaimanakah potensi kelancaran transportasi barang dan orang jika dilakukan 

penanganan jaringan jalan ini?   

Nilai Manfaat No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok 4. Siabaksa-Bakkara

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang

4. Penghematan Waktu Tempuh (PWT) 

Bagaimanakan pengaruh penanganan jaringan jalan ini terhadap penghematan  waktu tempuh? 

 

Nilai Manfaat No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok 4. Siabaksa-Bakkara

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang


(4)

II. EVALUASI KRITERIA BIAYA

1. Biaya Investasi (BI) 

Bagaimanakah biaya investasi pembangunan masing‐masing ruas jalan ini?   

Nilai Biaya No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok 4. Siabaksa-Bakkara

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang

2. Biaya Operasional dan Perawatan (BOP) 

Bagaimanakah biaya operasional dan perawatan jaringan jalan ini?   

Nilai Biaya No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok 4. Siabaksa-Bakkara

5. Pangungkitan – Parlilitan 6. Gonting Bulu - Simangaronsang 7. Parbotihan – Pulo Godang

3. Biaya Penanganan Lingkungan (BPL) 

Bagaimanakah biaya penanganan lingkungan jaringan jalan ini?   

Nilai Biaya No. Ruas Jalan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Onan Ganjang – Bonan Dolok 2. Pargaulan–Bahal Imbalo 3. Siborboron – Bonan Dolok


(5)

KUESIONER PENELITIAN UJI CHI SQUARE

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (

) pada nilai kolom yang disediakan sesuai dengan jawaban

Bapak/Ibu

Kriteria

jawaban:

5 Sangat

setuju

4

Setuju

3

Cukup

setuju

3

Tidak

setuju

1

Sangat tidak setuju

Pilihan Jawaban

No. Pertanyaan

1 2 3 4 5

1.

Apakah bapak/ibu setuju bahwa

penanganan jalan Pangungkitan – Parlilitan

dapat memudahan aksesibilitas antar

daerah

2.

Apakah bapak/ibu setuju bahwa

penanganan jalan Pangungkitan – Parlilitan

dapat meningkatan hubungan antar daerah

3.

Apakah bapak/ibu setuju bahwa

penanganan jalan Pangungkitan – Parlilitan

dapat memperlancar pengangkutan barang

dan orang

4.

Apakah bapak/ibu setuju bahwa

penanganan jalan Pangungkitan – Parlilitan

mempersingkat waktu tempuh antar lokasi

tersebut

Karakteristik Responden:

1. Jenis Kelamin  : a. Laki‐laki  b. Perempuan 

2. Umur  : ……… tahun   

3. Pendidikan terakhir  : ……….. 

4. Pekerjaan  : ……….. 


(6)