PENDAHULUAN Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang terletak di sebelah utara ibukota Jakarta yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah perairan. Selain itu, Kepulauan Seribu merupakan salah satu tujuan wisata bagi para wisatawan yang tertarik pada wisata bahari. Berbagai kegiatan wisata bahari yang ditawarkan di Kepulauan Seribu, antara lain: wisata selam, snorkeling, memancing, banana boat, serta wisata pendidikan penanaman lamun dan rehabilitasi karang. Kelurahan Pulau Panggang menjadi salah satu primadoma dan daerah tujuan wisata bahari khususnya bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek karena akses yang mudah, biaya yang terjangkau, serta menawarkan berbagai obyek wisata yang menarik. Menurut Tomascik et al. 1997, dampak perkembangan pariwisata di daerah Kepulauan Seribu menjadi masalah penting, untuk itu perlu dipelajari dan dipahami. Terkait hal tersebut, maka diperlukan suatu penelitian terkait potensi dampak kegiatan wisata bahari melalui pendekatan perilaku wisatawan sebagai dasar untuk pengelolaan wisata bahari. Perumusan Masalah Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu mempunyai potensi besar untuk pengembangan wisata bahari. Selain letaknya yang dekat dengan ibu kota negara Jakarta, keindahan alam laut yang ditawarkan juga menarik minat wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2003. Bahkan pada tahun 2012 jumlah wisatawan mencapai 659.659 orang dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 1.498.470 orang Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014. Angka tersebut menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap wisata bahari semakin meningkat. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Meningkatnya jumlah wisatawan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang. Oleh karena itu, pengelolaan wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang perlu memperhatikan aspek ekologi seperti daya dukung kawasan, tutupan terumbu karang serta kebutuhan ruang untuk wisatawan. Apabila terumbu karang rusak atau mengalami penurunan tutupan karang, maka akan menurunkan nilai jual obyek wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Peningkatan jumlah wisatawan berpotensi mempengaruhi kondisi terumbu karang 2. Perilaku wisatawan saat wisata selam dan snorkeling berpotensi merusak terumbu karang 3. Perlu adanga strategi yang dapat dilakukan dalam rangka meminimalisasi dampak wisata bahari terhadap kerusakan terumbu karang Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan wisata bahari melalui pendekatan strategi minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang agar kegiatan wisata dapat berkelanjutan. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang 2. Mengkaji potensi tingkat kerusakan terumbu karang akibat wisata bahari. 3. Menyusun strategi untuk meminimalisasi dampak kegiatan wisata bahari terhadap terumbu karang. Ruang Lingkup Penelitian Pokok kajian dalam penelitian ini adalah mengkaji dampak wisata bahari yaitu wisata wisata selam dan snorkeling. Fokus penelitian dilakukan melalui pengamatan terhadap tutupan terumbu karang, karakteristik wisatawan dan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang di lokasi penelitian. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dengan pengembangan wisata bahari khususnya di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, wisatawanpengunjung, masyarakat lokal, dan penyedia jasa wisata dalam rangka meminimalisasi dampak wisata bahari. Melalui pengelolaan wisata bahari diharapkan terumbu karang terjaga kelestariannya dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. Kerangka Pemikiran Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya pesisir dan lautan yang menjadi obyek wisata bahari. Dalam pemanfaatannya, terumbu karang dapat mengalami penurunan kualitas seperti menurunnya persentase tutupan, dan tingginya indeks mortalitas. Agar pengelolaan wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang dapat berkelanjutan, maka kondisi terumbu karang harus tetap dijaga. Pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pengelolaan terhadap wisatawan dan sumberdaya terumbu karang. Pengelolaan terhadap wisatawan dilakukan melalui pemberian pendidikan dan pemahaman tentang ekowisata. Sedangkan pendekatan terhadap sumberdaya terumbu karang dilakukan dengan mengurangi tekanan dan gangguan serta menjaga kelestariannya. Berdasarkan penelitian kondisi terumbu yang dilakukan oleh Estradivari dkk. 2007 beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu antara lain: kegiatan wisata bahari, perikanan yang merusak serta aktivitas masyarakat lokal. Hal ini menjadi dasar dalam membangun kerangka pikir pada penelitian ini sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Beberapa aktifitas masyarakat nelayan di sekitar Kelurahan Pulau Panggang yang bersifat merusak ekosistem terumbu karang masih berlangsung hingga saat ini. Aktifitas merusak tersebut adalah penangkapan ikan dengan bom, penggunaan alat tangkap muroami, dan penangkapan ikan hias di ekosistem terumbu karang. Kebiasaan masyarakat lokal seperti membuang limbah rumah tangga, penambangan karang merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang. Meningkatnya kegiatan wisata bahari juga mempengaruhi kondisi terumbu karang. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Untuk itu perlu dilakukan penelitian melalui pendekatan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang. Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengamatan kegiatan wisata bahari melalui: identifikasi kondisi terumbu karang, identifikasi perilaku dan karakteristik wisatawan, serta identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan wisata bahari. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat dihasilkan strategi dalam rangka mengurangi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Alur penelitian Wisata bahari Fasilitas wisata Diving dan snorkeling Limbah wisatawan Perikanan yang merusak Masyarakat lokal Limbah Masyarakat lokal Penambangan karang Berpotensi merusak terumbu karang Strategi Minimalisasi Kerusakan Terumbu Karang Pengelolaan Terumbu Karang dapat Berkelanjutan Wisata Bahari di Kelurahan Panggang 1.   Snorkling 2.   Diving Observasi dan pengamatan kegiatan wisata bahari di Kelurahan Panggang 1. Kondisi terumbu karang 2. Identifikasi profil wisatawan 3. Identifikasi perilaku wisatawan 1.   Indeks Dampak Wisata Bahari terhadap Potensi Ekologis Terumbu 2.   Analisis SWOT Strategi Minimalisasi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang 2METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Pulau Panggang sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu. Stasiun pengamatan dilakukan di perairan yang memiliki hamparan terumbu karang dan telah dijadikan obyek wisata. Penelitian dilakukan padabulan April s.d Juni 2013. Gambar 3Lokasi penelitian Penentuan stasiun pengamatan dilakukan melalui survei pendahuluan berdasarkan informasi dari para pelaku wisata bahari dan masyarakat lokal.Penelitian dilakukan pada 5 stasiun pengamatan pada 2 dua kedalaman yaitu 3 tiga dan 10 sepuluh metersebagaimana disajikan pada Tabel 1. Terumbu karang hidup antara kedalaman 0 sampai dengan 25 meter dari permukaan laut.Posisi dan letak stasiun pengamatan secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel1 Posisi stasiun pengamatan Stasiun Kedalaman m Koordinat 1 3 106° 34 32.916 E, 5° 44 5.1 S 10 106° 34 32.916 E, 5° 44 6.756 S 2 3 106° 34 33.204 E, 5° 44 6.4674 S 10 106° 34 43.7874 E ; 5° 45 37.404 S 3 3 106° 36 47.304 E, 5° 44 35.844 S 10 106° 36 46.5834 E, 5° 44 37.5714 S 4 3 106° 36 43.7034 E; 5° 44 3.0114 S 10 106° 36 40.068 E; 5° 44 4.8474 S 5 3 106° 35 18.672 E, 5° 44 42.324 S 10 106° 35 9.1314 E, 5° 44 40.128 S Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer pada penelitian ini antara lain: GPS Geographic Position System, peralatan menyelam scuba set, kamera bawah air, roll meter, current meter, deep gauge, thermometer, dan seichi disk.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi kawasan Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan buku identifikasi karang. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian secara lengkap disajikan dalan Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan penelitian Alat dan bahan Fungsi alat dan bahan Kapalperahu Alat transportasi ke lokasi penyelaman Scuba set Alat bantu penyelaman Underwater camera Pengambilan foto didalam air GPS Penentuan titik koordinat stasiunlokasi pengamatan Rollmeter Garis transek Sabak dan pensil Alat tulis untuk mencatat Kertas gambar biota Identifikasi jenis biota Current meter Mengukur kecepatan arus Deep gauge Mengukur kedalaman perairan Thermometer Mengukur suhu Seichi disk Mengukur kecerahan Buku karang Indonesia Identifikasi jenis karang Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari kegiatan observasi, wawancara, diskusi, dan pengukuran di lapang. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai institusi terkait dan penelusuran berbagai pustaka yang ada. Data yang dikumpulkan antara lain: parameter fisika, biofisik terumbu karang, identifikasi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang, serta karakteristik wisatawan yang berkunjung. Parameter fisika yang diukur yaitu suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Databiofisik terumbu karang yang dikumpulkan antara lain: persentase tutupan, jenis life form dan indeks mortalitasnya. Data sosial meliputi karakteristik wisatawan dan persepsiterhadap terumbu karang. Data karakteristik wisatawan meliputi jumlah wisatawan, asal daerah, umur, mata pencaharian, pendidikan, tujuan berwisata, frekuensi kunjungan persepsi terhadap terumbu karang, dan data-data lainnya terkait dengan wisata bahari.Data perilaku wisatawan meliputi frekuensi dan waktu perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang dalam satu kali wisata selam dan snorkeling. Kondisi biofisik komunitas terumbu karang yang dikumpulkan adalah keanekaragaman lifeform dan luas penutupan karang kelimpahan. Data biofisik didapatkan dengan pengamatan langsung menggunakan metode Line Intercept TransectEnglish etal.1997.Line Intercept Transectmerupakan metode yang menitikberatkan pada data lifeform benthos komunitas karang dan makrobenthos serta substrat yang bersinggungan dengan transek yang digunakan. Transek digunakan dengan menarik garis pita yang panjangnya 50 meter, sejajar garis pantai dengan pengulangan 3 kali per stasiun pengamatan. Tutupan lifeform diukur dengan menghitung panjang rollmeter dari yang menyinggung masing- masing lifeformyang disinggungnya dengan ketelitian mendekati sentimeter. Identifikasi lifeform dan jenis karang dilakukan dengan mencocokan gambar lifeform dan jenis karang yang ditemukan di stasiun pengamatan dengan gambar lifeform dan jenis karang pada buku jenis karang IndonesiaSuharsono,etal.2004 sebagaimana disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Daftar lifeform komunitas karang dan biota benthos lainnya serta substrat Kategori Kode Keterangan Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih sampai kotor Dead Coral Algae DCA Karang mati yang sudah ditumbuhi alga Acropora Branching ACB Sedikitnya 2 cabang Encrusting ACE Pada umumnya berupa pelat dasar dari bentuk Acropora yang baru tumbuh Submassive ACS Kokoh berbentuk bonggolbaji Digitate ACD Percabangan soliter Tabular ACT Pelat datar seperti meja Non-Acropora Branching CB Percabangan 20 Encrusting CE Sebagaian besar menempel pada substrat sebagai plat laminar Subbmasive CS Membentuk kolom kecil, baji atau bonggol Foliase CF Bentuk menyerupai daun atau kipas Mushromm CMR Soliter Benthos lain OF Soft coral SC Karang lunak Sponges SP Zoanthids ZO Others OT Ascidians, Anemon, Gorgonian, dll Alga Coraline CA Halimeda HA Turf Alga TA Alga filament yang lembut Abiotik Sand S Pasir Rubble R Pecahan karang tak beraturan Silt SI Lumpur Water WA Kolam air lebih dari 50 cm Rock RCK Tapakan karang termasuk kapur, batu Sumber. Suharsono et al. 2004 Identifikasi dan pengumpulan data perilaku wisatawan dilakukan dengan mengikuti dan melakukan wawancara kepada wisatawan dan pemandu wisatawan. Untuk mengetahui informasi awal serta mempermudah dalam pengumpulan data, sebelum mengamati perilaku wisatawan terlebih dahulu dilakukan wawancara dengan pemandu wisata. Pemandu wisata mencatat perilaku wisatawan dengan cara menghitung frekuensi dan waktu wisatawan melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang selama 60 menit. Wisatawan yang menjadi target pengamatan dipilih secara acak oleh pemandu wisata, dan pemandu wisata tersebut sebelumnya telah diwawancarai oleh peneliti sebagai bagian dari pengamatan. Setelah selesai pendataan, selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan wisatawan dan pemandu wisata untuk validasi data yang telah dicatat. Hasil dari wawancara tersebut dikelompokkkandan diolah oleh peneliti sebagai hasil pengamatan. Pengumpulan data primer terkait karakteristik wisatawan dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner. Wisatawan yang menjadi responden adalah mereka yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode purposive samplingatau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah orang yang mampu memberikan informasi terkait dengan penelitian.Responden tersebut berasal dari beragam kelompok umur, pendidikan dan mata pencaharian yang mewakili masing-masing kategori di atas. Jumlah responden yang dipilih untuk mengetahui karateristik wisatawan sebesar 100 orang, sedangkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang adalah sebesar 536 orang per minggu. Menurut Dale, 1998 pengambilan contoh untuk jumlah populasi antara 300 sampai 1.000 adalah sebesar 70 sampai 90 unit contoh. Penentuan strategi dilakukan menggunakan analisis SWOT. Model analisis ini membandingkan faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dengan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan. Penentuan strategi minimalisasi dampak wisata bahari dengan analisis SWOTdiawali denganpengumpulan data. Pada dasarnya tahap ini, tidak hanya sekedar pengumpulan data tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dikumpulkan dari responden melalui wawancara dan kuisioner. Data tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Setelah faktor internal dan eksternal diklasifikasikan, selanjutnya faktor-faktor tersebut diidentifikasi menjadi 4 faktor, yaitu faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Keempat faktor tersebut, selanjutnya diberi bobot yang nilai kumulatifnya dimulai dari 1 paling penting sampai dengan 0 tidak penting, faktor-faktor tersebut sebagai pedoman dalam menyusunstrategi minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1. Kemudian faktor-faktor tersebut diberi skala peringkatrangking yaitu mulai dari skala empat sampai dengan satu berdasarkan pengaruh setiap faktor terhadap terhadap upaya minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang. Pemberian nilai peringkatrangking peluang yang paling besar diberi nilai 4 empat, tetapi jika peluangnya kecil terhadap upaya pengembangan menjadi destinasi wisata bahari diberi nilai1satu, sedangkan pemberian nilai ancaman adalah sebaliknya. Jika ancaman kecil diberi nilai 4 empat dan sebaliknya. Pemberian nilai peringkatrangkingterhadap faktor internal adalah sebagai berikut:kekuatan yang paling besar diberi nilai 4 empat, tetapi jika kekuatannya kecil diberi nilai 1 satu, sedangkan pemberian nilai kelemahan adalah sebaliknya, Jika kelemahan besar diberi nilai 1 satu, tetapi jika kelemahanya kecil diberi nilai 4 empat. Pengumpulan data untuk analisis strategi dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner kepada masyarakat lokal, wisatawan, pelaku wisata. Responden yang dipilih sebanyak 5 lima orang yang terdiri dari berbagai kalangan yaitu: Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, AKKI Asosiasi Koral Karang Indonesia, serta pelaku usaha di bidang wisata bahari. Responden tersebut dipilih karena dianggap mewakili semua pihak yang bergerak di bidang wisata bahari yaitu mulai dari pemerintah, pelaku usaha dan asosiasi pemerhati terumbu karang, sehingga mampu menghasilkan strategi meminimalisasikan dampak wisata bahari di Kepulauan Pulau Panggang. Tabel 4Jenis dan sumber data penelitian Data Jenis Data Sumber Data Data geografi dan kondisi umum Sekunder Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu BTNKS dan Kelurahan Pulau Panggang Parameter fisika perairan suhu, salinitas, kecepatan arus, dan kecerahan Primer Pengukuran langsung Data biofisik tutupan karang dan jenis lifeform Primer Pengukuran langsung Data jumlah wisatawan Sekunder Paguyuban pengelola penginapan dan Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Seribu Jumlah wisatawan wisata selamdan snorkeling Primer Pengusaha penyewaan alat selam dan perahu Peta lokasi penelitian Sekunder Bakorsurtanal Frekuensi dan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang Primer Pengamatan langsung, wawancara dengan wisatawan dan pemandu wisata Analisis Data Analisis Persentase Tutupan Karang Analisiskondisi terumbu karang dilakukan dengan menggunakan persentase tutupan karang. Persentase tutupan karang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut English et al. 1997 : Keterangan : Ni = Persentase penutupan karang ke-i li = Panjang lifeform karang jenis ke-i L = Panjang total transek garis pengamatan ke-i Berdasarkan English et al.1997,persentase penutupan karang hidup menggambarkan kondisi kerusakan terumbu karang. Kriteria baku kerusakan terumbu karang dikelompokkan menjadi 4 empat, yaitu kondisi buruk, sedang baik dan sangat baik sebagaimana disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang Persentase luas tutupan terumbu karang yang hidup Rusak Buruk 0 – 24,9 Sedang 25 – 49,9 Baik Baik 50 – 74,9 Baik Sekali 75 – 100 Sumber. English et al. 1997 Analisis Indeks Mortalitas Untuk melengkapi penilaian kondisi kesehatan terumbu karang, selain penghitungan persentase tutupan karang juga dilakukan penghitungan indeks mortalitas. Indeks mortalitas adalah penilaian suatu kondisi atau kerusakan ekosistem terumbu karang berdasarkan perbandingan persentase penutupan karang karang mati terhadap karang hidup. Persentase penutupan karang disuatu wilayah dapat sama, namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui melalui indeks kematian karang dengan perhitungan sebagai berikut: English et al. 1997. IM = Keterangan : IM : Indek mortalitas KM : Persentase penutupan karang mati KH : Persentase penutupan karang hidup Nilai indeks kematian yang mendekati nol menunjukan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup. Nilai indeks kematian yang mendekati satu menunjukan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Uji Chi Kudrat Uji chi kuadrat x 2 adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas. Rumus dasar chi kuadrat adalah sebagai berikut Sugiyono, 2010 : x 2 = Keterangan : x 2 : Chi kuadrat f o : Frekuensi yang diobservasi f h : Frekuensi yang diharapkan ∑ fo − fh. fo − fh fh IM IM+ KH Sesuai dengan ketentuan,apabila chi kuadrat hitung lebih besar dari tabel chi kuadrat, maka hipotesa nol ditolak. Analisis Dampak Wisata Bahari Analisis dampak wisata bahari dilakukan untuk mengetahui seberapa besar wisata bahari berpotensi merusak terumbu karang melalui pendekatan luasan ekologis terumbu karang, kebutuhan ruang yang dibutuhkan untuk setiap kategori wisata bahari dan jumlah pengunjung. Analisis dampak ini akan menghasilkan persentase potensi kerusakan terumbu karang pertahun. Dengan angka tersebut akan memberikan gambaran tentang prediksi tingkat kerusakan terumbu karang akibat wisata bahari sehingga perlu dilakukan strategi pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan. Perhitungan persentase dampak wisata bahari dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut modifikasi dari Yulianda, 2007: Analisis SWOT Analisis SWOTbertujuan untuk menghasilkan strategi pengelolaan dampak wisata bahari melalui pendekatan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan wisata bahari.Tahap yang dilakukan diantaranya dengan identifikasi faktor internal kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal peluang dan ancaman secara sistematis untuk menghasilkan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threats. Menurut Marimin 2011, proses yang harus dilakukan dalam analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat adalah sebagai berikut: a. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal . Tahap pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman untuk meminimalisasi dampak Keterangan : DWB : Persentase dampak wisata bahari K : Potensi ekologis pengunjung per satuan area untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 orang Lp : Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 Lt : Luas area yang dibutuhkan untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 P : Jumlah wisatawan untuk kategori wisata bahari tertentu orangtahun ΣwiFi : Jumlah waktu dan frekuensi perilaku pengunjung yang berpotensi merusak terumbu karang untuk kategori wisata tertentu menit Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk kategori wisata bahari tertentu menit wisata bahari dilakukan melalui wawancara terhadap responden.Setelah mengetahui berbagai faktor dalam minimalisasi dampak wisata bahari maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal dan eksternal. Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah sebagai berikut : 1. Kekuatan Kekuatan yang diidentifikasi meliputi semua aspek yang berada dalam sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdan snorkeling dan yang memberikan nilai positif. 2. Kelemahan Kelemahan yang diidentifkasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdan snorkelingdi Kelurahan Pulau Panggang yang memberikan nilai negatif 3. Peluang Peluang yang diidentifikasi adalah peluang dari sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdansnorkeling dan di Kelurahan Panggang yang dapat diambil. 4. Ancaman Ancaman yang diidentifikasi adalah ancaman dari luar sistem rencana pengelolaan di Kelurahan Panggang yang mungkin dihadapi. b. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matrik SWOT. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan dalam rangka meminimalisasi dampak wisata bahari. c. Tahap pengambilan keputusan dilakukan melalui QSPM Quantitatic Strategic Planning Matrix. Teknik ini secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan input dari analisis tahap 1 dan 2 untuk menentukan secara obyektif alternatif strategi, yaitu matrik eksternal dan internal.Tahap pembuatan matriks QSPM adalah : 1. Identifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan . 2. Pembobotan sesuai matriks eksternal dan internal. 3. Identifikasi alternatif strategi yang dievaluasi 4. Berikan nilai nilai daya tarik, yaitu pengaruh terhadap alternatif strategi dengan ketentuan sebagai berikut: nilai 1: tidak dapat diterima, 2:mungkin dapat diterima, 3: kemungkinan besar dapat diterima, 4: dapat diterima 5. Hitung nilai daya tarik terbobot 6. Hitung total daya tarik 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum di Kelurahan Pulau Panggang Kelurahan Pulau Panggang memiliki luas wilayah 62,10 hektar. Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari dua pulau pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan yang memiliki luas wilayah paling kecil dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kondisi perairan laut sangat dipengaruhi oleh dua musim setiap tahunnya yaitu musim barat pada bulan November sampai Maret dan musim timur pada bulan Mei sampai September. Jumlah penduduk di Kelurahan Pulau Panggang mencapai 5.886 orang. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Pada umumnya pendidikan sebagian besar masyarakat lokal umumnya lulusan sekolah dasar Laporan Tahunan Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013. Beberapa pulau di Kelurahan Pulau Panggang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi lokasi tujuan wisata bahari, mengingat letaknya yang dekat dengan ibukota Negara Jakarta serta mempunyai keindahan alam pesisir. Kegiatan wisata bahari yang berkembang antara lain: wisata selam, snorkeling, wisata pendidikan penanaman lamun, mangrove serta rehabilitasi terumbu karang, dan memancing. Jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukan dengan data kunjungan wisatawan yang meningkat sebesar 659.659 orang pada tahun 2012 menjadi sebesar 1.498.470 orang pada tahun 2013 Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak masyarakat yang berminat menikmati wisata bahari. Parameter Fisika di Kelurahan Pulau Panggang Kondisi lingkungan suatu perairan akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan yang ada pada perairan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah parameter lingkungan perairan yang mempengaruhi berkembangnya terumbu karang di perairan seperti suhu, salinitas, kecerahan, dan kecepatan arus. Tabel 6 Parameter fisika perairan No Parameter Satuan Stasiun 1 2 3 4 5 1 Suhu C 30 30 25 30 35,10 2 Kecerahan M 5 6 8 7,5 8 3 Kecepatan arus cmdetik 5,05 6,12 6,02 5,17 3,12 4 Salinitas 00 30 30 25 30 35,10 Berdasarkan hasil penelitian atas parameter fisika perairan suhu, kecerahan, kecepatan arus dan salinitas, kondisi parameter tersebut berada pada kondisi yang dapat ditolerir untuk berkembangnya ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian. Suhu perairan di 5 stasiun pengamatan sekitar antara 25 sampai 30 C atau berada pada kondisi kisaran suhu, dimana terumbu karang dapat tumbuh dengan subur dan mendekati suhu ekstrim yang masih dapat ditolerir untuk berkembangnya terumbu karang. Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan dengan suhu antara 23 C sampai 25 C, sedangkan suhu ekstrim yang masih dapat ditolerasi berkisar antara 36 C dan 40 C Nybakken, 1992. Nilai kecerahan di 5 lima stasiun penelitian berada pada kisaran 5 sampai 8 meter. Cahaya merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan terumbu karang. Cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Laju fotosintesis akan berkurang tanpa adanya cahaya. Kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat CaCO 3 dan membentuk terumbu akan berkurang tanpa adanya cahaya. Terumbu karang dapat tumbuh pada kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang antara 15 sampai 20 dari intensitas di permukaan Nybakken, 1992. Ekosistem terumbu karang pada umumnya hidup diantara kedalaman 0 sampai 25 meter di permukaan laut. Terumbu karang banyak ditemukan di pinggiran benuaatau pulau Nybakken, 1992. Kecepatan arus di 5 lima stasiun pengamatan lokasi penelitian berada pada kisaran antara 3,12 dan 6,12 cmdetik. Kecepatan arus tersebut berada pada kisaran tolerir terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang. Arus laut merupakan gerakan suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang Nontji, 2007. Faktor arus dapat bersifat positif dan negatif bagi pertumbuhan karang. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan organik yang diperlukan oleh karang, sedangkan berdampak negatif apabila menyebabkan sedimentasi dan menutupi permukaan karang. Sedimentasi dapat menyebabkan kematian karang Nybakken, 1992. Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang ini memberi sumber air yang segar dan menghalangi pengendapan pada koloni karang Nybakken, 1992. Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk penempelan planula larva karang yang akan membentuk koloni baru Nontji, 2007. Pertumbuhan terumbu karang ke arah atas dibatasi oleh udara. Sebagian besar karang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka. Pertumbuhan karang ke atas terbatas sampai tingkat pasang surut terendah Nybbaken, 1992. Salinitas di 5 lima lokasi pengamatan berada pada kisaran antara 25 sampai 35 00 . Nilai salinitas tersebut berada pada kisaran angka yang dapat ditolerir untuk tumbuh dan berkembangnya terumbu karang. Salinitas penting untuk mempertahankan tekanan osmosis di perairan. Salinitas dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan kisaran salinitas antar 32 00 sampai 35 00. Umumnya terumbu karang tidak dapat hidup di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai sehingga menyebabkan rendahnya salinitas Nybakken, 1992. Apabila salinitas lebih rendah dari kisaran 32 sampai 35 00, terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga nutrien tidak dapat masuk. Salinitas yang tinggi akan menyebabkan cairan didalam terumbu karang akan keluar sehingga tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat Supriharyono, 2007. Karakteristik Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang Terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang umumnya merupakan terumbu karang tepi fringing reef. Terumbu karang tepi tumbuh mulai dari tepian pantai dan tidak dipisahkan oleh gobah besar yang membentuk paparan terumbu reef flat. Karang tepi adalah karang yang tumbuh menuju permukaan laut ke arah laut lepas dan melindungi daratan pulau dari gempuran ombak. Pulau- pulau di Kelurahan Pulau Panggang umumnya dikelilingi oleh hamparan terumbu karang yang terbentang pada kedalaman 1 satu hingga 20 dua puluh meter. Kerapatan tertinggi ditemukan di kedalaman 3 tiga hingga 10 sepuluh meter. Persentase tutupan terumbu karang menggambarkan kondisi kerusakan terumbu karang. Menurut English et al. 2007, persentase tutupan terumbu karang terbagi menjadi empat yaitu buruk, sedang, baik dan baik sekali. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Estradivari dkk. 2009 menyatakan bahwa persentase tutupan karang di Kepulauan Seribu mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Penelitian terhadap kondisi terumbu karang yang dilakukan pada tahun 2003 sampai 2007 di Kepulauan Seribu menunjukan adanya penurunan kondisi terumbu karang. Penyebabnya antara lain pencemaran minyak yang terjadi pada tahun 2003 sampai 2004, eksploitasi berlebihan terhadap terumbu karang dan penggunaan sianida Estradivari dkk. 2009. Penyebab lain adalah telah ditemukan penyakit pada sebagian besar karang genus Acropora tabulate dan branching, Pocillopora, Galaxea dan Porites. Berdasarkan hasil penelitian, persentase tutupan karang di Kelurahan Panggang pada kedalaman 3 tiga meter berkisar antara 30,20 dan 62,20 atau termasuk dalam kategori sedang dan baik. Pada 5 lima stasiun pengamatan di kedalaman 3 tiga meter, ditemukan 3 tiga stasiun kategori sedang, dan 2 dua stasiun kategori baik. Pada kedalaman 10 sepuluh meter persentase tutupan karang berkisar antara 19,60 sampai 49,00 atau termasuk dalam kategori buruk dan sedang. Pada 5 lima stasiun pengamatan di kedalaman 10 sepuluh meter, ditemukan 2 dua stasiun kategori buruk dan 3 tiga stasiun kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis persentase tutupan karang menunjukan bahwa kondisi penutupan karang hidup di kedalaman tiga meter lebih baik daripada di kedalaman sepuluh meter. Penyebabnya antara lain pada kedalam 3 meter intensitas cahaya dapat masuk ke perairan. Cahaya merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan karang. Cahaya dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk proses fotosintesis. Laju fotosintesis akan berkurang tanpa adanya cahaya. Kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat CaCO 3 dan membentuk terumbu akan berkurang tanpa adanya cahaya Nybakken, 1992. Secara lengkap kondisi tutupan karang di 5 lima stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Persentase tutupan karang Jumlah jenis lifeform merupakan salah satu parameter analisis kesesuaian wisata bahari wisata selam dan snorkeling Yulianda, 2007. Semakin banyak jenis lifeform, maka semakin sesuai kawasan tersebut untuk dijadikan lokasi pengembangan wisata bahari. Pada kedalaman 3 tiga meter, bentuk pertumbuhan lifeform tertinggi berada di stasiun 3 tiga dengan 9 sembilan jenis bentuk pertumbuhan lifeform yaitu ACB Acropora branching, CM coral massive, CMR Coral mushroom, CS Coral submassive, ACT Acropora Tabulate, CB Coral branching, CE Coral encrusting, CME Coral millepora, CF Coral foliosa. Jenis lifeform yang mendominasi di stasiun 3 tiga pada kedalaman 3 tiga meter yaitu CM coral submassive sebesar 20,37. Rata-rata setiap stasiun pengamatan pada kedalaman 3 tiga meter memiliki jenis lifeform sebanyak 7 tujuh jenis lifeform. Pada kedalaman 10 sepuluh meter, stasiun pengamatan yang memiliki jenis lifeform tertinggi terletak di stasiun 4 empat terdiri dari CM Coral massive, CE Coral encrusting, ACB Acropora branching, CMR Coral mushroom, CF Coral foliosa, CS Coral submassive, CME Coral millepora, CB Coral branching. Secara lebih lengkap jumlah dan jenis pertumbuhan karang lifeform di 5 lima stasiun pengamatan disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Bentuk pertumbuhan karang lifeform di stasiun pengamatan Stasiun Pengamatan Kedalaman m Jumlah lifeform Jenis Lifeform 1 3 4 CM, SC, CF, CMR 10 5 CM, CS, CE, CMR, CE 2 3 7 CF, CS, CMR, CE, ACB, CM, CB 10 7 CF, CMR, CM, CE, ACB, CB, CS 3 3 9 ACB, CM, CMR, CS, ACT, CB, CE, CME, CF 10 7 CB, CE, ACB, CS, CM, CF, CMR 4 3 7 ACB, ACT, CF, CM, CE, CB, CS 10 8 CM, CE, ACB, CMR, CF, CS, CME, CB 5 3 6 ACB, CM, CE, CF, CS, CMR 10 5 CS, CM, ACB, CE, CF Indeks mortalitas merupakan penilaian suatu kondisi atau kesehatan dari ekosistem terumbu karang. Nilai indeks kematian yang mendekati nol menunjukan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup. Sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Nilai indek mortalitas pada 30.20 62.20 38.60 39.40 55.50 19.60 49.00 49.00 35.20 22.00 10 20 30 40 50 60 70 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 kedalaman 3 meter kedalaman 10 meter persen tutupan karang kedalaman 3 tiga meter berkisar antara 0,000 dan 0,150. Nilai indeks mortalitas terendah terdapat di stasiun pengamatan 5 lima dengan nilai indek mortalitas sebesar 0,00. Nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di stasiun pengamatan 2 dua dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,150. Berdasarkan hasil perhitungan indeks mortalitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa stasiun 5 lima mempunyai tingkat kesehatan karang yang lebih baik, dibandingkan lokasi stasiun pengamatan lainnya pada kedalaman 3 tiga meter. Nilai indeks mortalitas pada kedalaman 10 sepuluh meter berkisar antara 0,040 dan 0,280. Nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di lokasi stasiun pengamatan 5 lima dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,280. Nilai indek mortalitas terendah terdapat di stasiun pengamatan 2 dua dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,040. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stasiun pengamatan 2 dua mempunyai tingkat kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya. Pada stasiun 5 lima kedalaman 10 sepuluh meter ditemukan nilai indeks mortalitas tertinggi dengan nilai 0,280. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemandu wisata dan masyarakat lokal setempat, pada kedalaman 10 meter di stasiun 5 lima banyak ditemukan nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bom ataupun alat tangkap muroami. Hal ini menjadi penyebab tingginya indeks mortalitas di lokasi tersebut. Nilai indeks mortalitas pada masing-masing stasiun disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Indek mortalitas IM di lokasi penelitian Karakteristik Wisatawan di Kelurahan Pulau Panggang Karateristik wisatawan menggambarkan informasi tentang struktur wisatawan berdasarkan jenis kelamin, umur, profesi, tingkat pendidikan, asal daerah, tempat menginap, motivasi kunjungan dan lama berkunjung. Berdasarkan data yang diperoleh, wisatawan yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden wisatawan yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang didapatkan bahwa sebagian wisatawan berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 68. Profil wisatawan yang berkunjung berdasarkan jenis kelamin secara lengkap disajikan pada Gambar 6. Hal ini dimungkinkan karena aktivitas wisata selam dan snorkeling tergolong olahraga yang membutuhkan kekuatan fisik, keberanian, sehingga banyak diminati oleh kaum laki-laki. 0.045 0.155 0.100 0.125 0.000 0.115 0.043 0.060 0.130 0.282 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 i n d e k s m o r a t l t a s IM 3 m IM 10 m Gambar 6 Profil wisatawan berdasarkan jenis kelamin Umumnya wisata bahari banyak diminati oleh kaum muda karena membutuhkan kekuatan fisik dan keberanian yang cukup tinggi. Usia wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang beragam mulai dari usia kurang dari 21 tahun sampai lebih dari 50 tahun. Wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang terbanyak berusia antara 21 dan 30 tahun dengan persentase sebesar 54. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan wisata bahari yang berkelanjutan, karena mudah menerima pemahaman tentang perilaku yang dapat merusak terumbu karang. Karakteristik wisatawan berdasarkan umur secara lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Profil wisatawan berdasarkan umur wisatawan Pemahaman yang diberikan kepada pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang, diantaranya adalah larangan mengambil biota laut, larangan membuang limbah, tidak memakai sarung tangan, dan tidak menambatkan jaring kapal di terumbu karang. Hal ini sebagaimana yang disosialisasikan oleh green fins, sebuah organisasi pencinta wisata selam dan snorkeling yang bergerak mensosialisasikan kelestarian terumbu karang. Berdasarkan tingkat pendidikan, wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang didominasi oleh wisatawan dengan pendidikan sarjana yakni sebesar 66. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi potensi untuk memberikan pengarahan dan penyadaran kepada para wisatawan agar ikut serta menjaga kelestarian terumbu karang saat berwisata bahari. Secara lebih lengkap profil wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan dapat disajikan pada Gambar 8. Laki‐Laki 68 Perempuan 32 21 tahun 30 21‐30 tahun 54 31‐40 tahun 10 41‐50 tahun 4 50 tahun 2 Gambar 8 Profil wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan Menurut Davis and Tisdell 1995 menyatakan bahwa pendidikan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengurangi dampak kerusakan yang diakibatkan oleh pengguna. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kematangan berpikir dan pemahaman akan fungsi ekologis, ekonomi dan sosial terhadap sumber daya alam. Hasil wawancara dengan para pengunjung menyatakan bahwa, beberapa alasan penyebab mereka tertarik berkunjung ke Kepulauan Seribu diantaranya adalah kemudahan akses, biaya yang relatif murah serta tersedianya fasilitas sarana dan prasarana wisata seperti penginapan, rumah makan dan fasilitas kesehatan. Sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang, mempunyai tujuan yang bervariasi tergantung dari motivasi setiap individu. Berdasarkan hasil kuisioner terhadap 100 responden wisatawan didapatkan bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung bertujuan untuk melakukan wisata selam dan snorkeling dengan persentase sebesar 64. Motivasi lainnya antara lain untuk menikmati panorama pulau, kebudayaan masyarakat lokal, penelitian dan mengunjungi kerabatteman. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian sangat diminati oleh sebagian besar wisatawan, meskipun sesuai hasil pengamatan di beberapa lokasi spot wisata selam dan snorkeling presentasi tutupan karangnya tergolong dalam kondisi sedang dengan kisaran persentase tutupan karang berkisar antara 30,80 sampai 38,15. Minat wisatawan yang tinggi disebabkan juga karena Kepulauan Seribu merupakan salah satu spot wisata selam dan snorkeling yang mudah dijangkau oleh wisatawan. Secara lengkap profil wisatawan berdasarkan motivasi berkunjung dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 9. Sarjana 66 S‐2 8 SMA 14 D3 12 Gambar 9 Profil wisatawan berdasarkan motivasi berkunjung Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan, hampir semua wisatawan yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang menginap di penginapanhomestay yang banyak disediakan oleh masyarakat setempat dan pengusaha wisata dengan persentase sebesar 74 dan sisanya menginap di rumah penduduk serta berkemah. Profil wisatawan berdasarkan tempat menginap secara lengkap disajikan pada Gambar 10. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar wisatawan mengunjungi lokasi wisata untuk menikmati suasana dan pemandangan pulau atau sengaja datang ke Kelurahan Pulau Panggang untuk berwisata. Hal tersebut menjadi potensi untuk meningkatkan komitmen para pengelola homestay agar turut serta menjaga kelestarian terumbu karang. Gambar 10 Profil wisatawan berdasarkan tempat menginap Karateristik wisatawan terkait lamanya berwisata di Kelurahan Pulau Panggang bervariasi mulai dari yang berwisata hanya 1 satu hari sampai lebih dari 4 empat hari. Sebagian besar wisatawan berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, maka umumnya wisatawan berwisata selama 2 hari khususnya di akhir pekan yaitu Sabtu sampai Minggu, dengan persentase sebesar 16. Hal ini merupakan potensi untuk memberikan pemahaman bagi para wisatawan tentang pentingnya kelestarian ekosistem terumbu karang. Profil wisatawan berdasarkan lama berkunjung secara lengkap disajikan pada Gambar 11. Menikmati pemandangan pulau 16 Snorkling dan diving 64 Mengunjungi temen 4 Menikmati kebudayaan masyarakat lokal 10 Penelitian 6 Rumah penduduk 16 Penginapan homestay 74 Berkemah 10 Gambar 11 Profil pengunjung berdasarkan lama berkunjung Berdasarkan data yang diperoleh dari pelaku usaha wisata yang ada di Kelurahan Pulau Panggang hampir 70 wisatawan tidak memiliki sertifikat keahlian selam lisensi. Umumnya wisatawan yang memiliki sertifikat selam bertindak sebagai instruktur bagi wisatawan lain. Kondisi tersebut menunjukan bahwa tingkat profesionalitas wisatawan penyelam belum cukup baik. Keahlian selam bukan hanya mengambarkan keahlian dalam teknik menyelam tapi juga pengetahuan dasar lingkungan dan etika menyelam. Kepemilikan sertifikat selam diharapkan dapat mengurangi kecelakaan dan kerusakan lingkungan. Beberapa wisatawan yang ada di Kelurahan Pulau Panggang, sedang menjalani pelatihan dan sertifikasi selam. Hal ini merupakan potensi penyebab kerusakan terumbu karang, karena keahlian menyelam yang kurang. Profil wisatawan berdasarkan tingkat keahlian menyelam disajikan secara lengkap pada Gambar 12. Gambar 12 Profil Wisatawan berdasarkan tingkat keahlian selam Persepsi Wisatawan Terhadap Terumbu Karang Persepsi berhubungan dengan kecerdasan emosial yaitu bagaimana individu menggunakan emosinya atas dasar pilihan informasi yang bersedia untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap suatu objek Wijayanti, 2008. Persepsi individu merupakan dasar bagaimana individu tersebut bersikap dan berperilaku, sehingga untuk memahami sikap dan perilaku terhadap lingkungannya sangat perlu untuk mengetahui persepsi individu terhadap lingkungannya. Berkes et al. 2000 menyatakan bahwa usaha konservasi membutuhkan banyak pemahaman alam dari banyak orang, masyarakat, kelembagaan dan interaksi antar semuanya pada berbagai level. 1 hari 16 2 hari 64 3 hari 10 4 hari 4 4 hari 6 tidak bersetiLikat 70 bersertiLikat 30 Analisis persepsi wisatawan dilakukan untuk mengetahui tanggapan dan pendapat para wisatawan tentang variabel-variabel terkait wisata bahari pengelolaan dan dampaknya terhadap terumbu karang. Analisis persepsi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden. Pertanyaan tersebut antara lain pengetahuan wisatawan terhadap ekosistem terumbu karang, aktivitas wisatawan saat wisata selam dan snorkeling serta strategi pengelolaan dampak wisata bahari. Berdasarkan Estradivari dkk 2009, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti kegiatan perikanan, wisata bahari, pembuangan limbah serta penambangan karang. Dilihat dari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerusakan terumbu karang, 32 responden menyatakan bahwa kegiatan perikanan seperti penggunaan bom, dan sianida berkontribusi terhadap kondisi ekosistem terumbu karang. Secara rinci persepsi wisatawan terhadap kegiatan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Persepsi wisatawan terhadap kegiatan yang mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang Berdasarkan informasi dari petugas Kelurahan Panggang, faktor ekonomi yang sulit menyebabkan beberapa nelayan dan masyarakat lokal masih melakukan kegiatan perikanan yang bersifat merusak dengan menggunakan bom, sianida dan alat tangkap muroami. Meskipun pengarahan dan pengertian telah diberikan oleh pemerintah lokal, namun masih banyak ditemukan nelayan yang secara sembunyi- sembunyi melakukan praktek perikanan yang bersifat merusak. Kondisi ekosistem terumbu karang merupakan daya tarik utama bagi kegiatan wisata bahari terutama wisata selam dan snorkeling. Meskipun beberapa wisatawan tidak mengetahui secara pasti kondisi terumbu karang, namun hampir sebagian besar wisatawan yang berkunjung menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang termasuk kategori cukup baik dan layak untuk dijadikan obyek wisata. Hasil kuisioner menunjukan bahwa 40 wisatawan menyatakan kondisi terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang mempunyai kondisi cukup baik sampai sedang. Persepsi wisatawan terhadap kondisi terumbu karang secara lengkap disajikan pada Gambar 14. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap persentase tutupan karang yang dilakukan di 5 lima stasiun pengamatan yaitu dalam kondisi sedangcukup baik. Untuk itu perlu dilakukan upaya yang intensif agar kondisi terumbu karang dapat dipertahankan kondisinya atau bahkan lebih ditingkatkan menjadi baik. Perikanan dengan menggunakan bom dan sianida 32 Sampah 20 Penggunaan alat tangkap muroami 18 Limbah dari pemukiman penduduk 12 Jangkar kapal 8 Kegiatan wisatawan diving dan snorkeling 6 Kegiatan perikanan lainnya ikan hias, mancing, dan lainnya 4 Gambar 14 Pengetahuan wisatawan tentang kondisi ekosistem terumbu karang Perilaku Wisatawan yang Berpotensi Merusak Terumbu Karang Wisata selam dan snorkeling merupakan salah satu kegiatan wisata bahari yang memanfaatkan keindahan terumbu karang. Meningkatnya peminat wisata bahari wisata selam dan snorkeling, dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang. Penelitian di beberapa negara menunjukan bahwa kegiatan wisata bahari wisata selam dan snorkeling memberikan kontribusi terhadap kerusakan terumbu karang Woodland and Hooper, 1997; Liddle and Kay, 1987; Hawkins and Robert, 1992. Kegiatan wisata bahari wisata selam dan snorkeling dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung diakibatkan oleh aktivitas wisata penyelaman itu sendiri seperti penambatan jangkar kapal di karang dan perilaku wisatawan yang merusak terumbu karang. Penyebab tidak langsung disebabkan oleh pembangunan infrastruktur penunjang wisata seperti penginapan, restoran dan lain-lain Hawkins and Roberts, 1992 dan 1994; Dixon et al. 1993; Sladek et al.1997; Walter and Samways, 2001; Milazzo et al. 2002; Anthony et al. 2004. Menurut Rouphael Inglis 1997, kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang baik disengaja maupun tidak disengaja merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu karang. Kontak fisik tersebut diantaranya menendang karang, memegang karangbiota lainnya, menginjak karang, mengambil karangbiota lainnya, peralatan wisata selam yang menyentuh karang, serta penambatan jangkar kapal di karang. Tabel 8 Potensi perilaku wisatawan wisata selam yang berpotensi merusak No Perilaku yang Berpotensi Merusak Wisata selam rataan waktu menit rataan frekuensi kali Total Frek x Waktu Peluang Persentase 1 Menendang karang 0.149 5.800 0.8661 0.014 1.40 2 Memegang karang 0.428 0.833 0.3569 0.006 0.60 3 Menginjak karang 0.397 0.500 0.1983 0.003 0.30 4 Mengambil karang 0.155 0.233 0.0362 0.001 0.10 Hasil identifikasi terhadap wisatawan yang melakukan wisata selam dan snorkeling di Kelurahan Pulau Panggang, didapatkan 4 empat perilaku wisatawan yang paling sering dilakukan dan berpotensi merusak terumbu karang diantaranya menendang karang, memegang karang, menginjak karang, serta mengambil karang. Rata-rata perilaku tersebut dilakukan oleh wisatawan pada Baik 38 Cukup Baik sedang 40 Rusak 14 Tidak tahu 8 menit pertama mereka wisata selam dan snorkeling. Penyebabnya adalah belum beradaptasinya wisatawan dengan peralatan yang dipakai dan lingkungan perairan. Menurut Barker 2003 kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang biasanya terjadi pada saat 10 sepuluh menit pertama menyelam. Peluang wisatawan melakukan perilaku yang berpotensi merusak saat wisata selam yaitu menendang karang adalah sebesar 1,40 dengan frekuensi rata-rata 5,800 kali dan rata-rata waktu 0,149 menit. Perilaku lainnya yang berpotensi merusak terumbu karang saat wisata selam secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Dampak kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang sangatlah kecil, namun secara kumulatif dapat memberikan tekanan terhadap terumbu karang dan mempengaruhi persentase tutupan terumbu karang Hawkins et al, 2005. Talge 1991 menyatakan bahwa meskipun 90 penyelam di Florida Key melakukan kontak fisik dengan terumbu karang, namun hanya 2 terumbu karang yang mengalami kerusakan. Beberapa kerusakan terumbu karang akibat wisata selam dan snorkeling antara lain patahnya terumbu karang sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah tujuan wisata selam seperti Carribbean, Red Sea dan Australia Hawkins et al. 1992; Muthiga dan Mc Clanaham, 1997; Tratalos dan Austin, 2001; Zakai dan Chadwick-Furman, 2002. Kontribusi wisatawan terhadap kerusakan terumbu karang bervariasi tergantung jenis terumbu karang. Tipe terumbu karang bercabang sangatlah rentan dan mudah patah Rouphel dan Inglis, 1997: Garraou et al, 1998. Hasil uji chi kuadrat terhadap 4 empat perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang menunjukkan bahwa keempat perilaku tersebut memberikan dampak yang sama terhadap terumbu karang. Hasil analisis uji khi kuadrat disajikan pada Tabel 9. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 tidak terdapat perbedaan yang nyata antara menendang karang, memegang karang, menginjak karang, dan mengambil karang yang dilakukan oleh wisatawan saat wisata selam terhadap terumbu karang. Tabel 9. Hasil analisis uji chi kuadrat kegiatan wisata selam No Perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang saat wisata selam Total Frekuensi x Waktu menit 1. Menendang karang 0,866 2. Memegang karang 0,356 3. Menginjak karang 0,198 4. Mengambil karang 0,036 Total 1,458 x 2 khi kuadrat hitung 1,062 x 2 khi kuadrat tabel 7,815 df = 3 ; α = 0,05 Perilaku menginjak karang saat wisata selam terjadi tanpa disengaja. Penyebabnya antara lain gerakan kaki katak yang tidak terkendali, sehingga menyebabkan terinjaknya karang dan substrat dasar. Perilaku menginjak karang juga dapat terjadi disaat wisatawan merapikan kelengkapan wisata selam bahkan saat wisatawan mengambil gambarvideo atau ketika mengamati biota yang unik Hawkins Robert, 1997. Frekuensi dan lama waktu wisatawan menginjak karang, akan mengakibatkan patahnya karang. Hasil perhitungan menunjukan bahwa 90 n=27 wisatawan melakukan kegiatan menendang karang. Secara lebih rinci frekuensi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik perilaku wisatawan wisata selam yang berpotensi merusak terumbu karang Hasil wawancara terhadap wisatawan menunjukan bahwa wisatawan sering menginjak karang, karena kurang menguasai teknik penyelaman, seperti keseimbangan saat menyelam. Klasifikasi perilaku wisatawan dibagi menjadi 3 tiga macam yaitu perilaku berdampak rendah, sedang dan tinggi. Hasil perhitungan menunjukan bahwa sebesar 13,33 perilaku menendang karang yang dilakukan wisatawan saat wisata selam mempunyai potensi yang tinggi terhadap kerusakan terumbu karang. Secara lengkap dampak perilaku yang dilakukan wisatawan saat wisata selam berdasarkan sebaran frekuensi dan waktu disajikan secara lengkap pada Gambar 16. Gambar 16. Grafik klasifikasi potensi dampak perilaku wisatawan saat wisata selam Perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang saat snorkeling antara lain: menginjak karang, menendang karang, memegang karang dan mengambil karang. Perilaku menginjak mempunyai peluang paling besar dilakukan oleh wisatawan saat snorkeling dengan peluang sebesar 4,30. Secara lengkap peluang wisatawan melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang secara lengkap disajikan pada Tabel 10. 90 53 46 20 10 47 54 80 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Menendang karang Memegang karang Menginjak karang Mengambil karangbiota lainnya persentase perilaku wisatawan Ya Tidak 13.33 6.67 40.00 20.00 43.33 36.67 10.00 0.00 43.33 56.67 50.00 80.00 20 40 60 80 100 Menendang karang Memegang karang Menginjak karang Mengambil karangbiota lainnya persentase dampak wisata Dampak tinggi Dampak sedang Dampak rendah Tabel 10. Perilaku yang berpotensi merusak saat snorkeling No Perilaku yang Berpotensi Merusak Snorkeling rataan waktu menit rataan frekuensi kali Total Frek x Waktu Peluang Persentase 1 Menginjak karang 1.09 2.37 2.58 0.0430 4.30 2 Menendang karang 0.19 2.33 0.45 0.0075 0.75 3 Memegang karang 0.24 1.03 0.25 0.0042 0.42 4 Mengambil karang 0.03 0.10 0.00 0.0001 0.01 Untuk mengetahui perbedaan dampak terhadap keempat perilaku yang berpotensi terhadap terumbu karang saat snorkeling, maka dilakukan analisis statistik melalui uji chi kuadrat. Hasil uji chi kuadrat pada tingkat kepercayaan 95 menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara keempat perilaku tersebut terhadap terumbu karang sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil analisis uji chi kuadrat kegiatan snorkeling No Perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang saat snorkeling Total Frekuensi x Waktu menit 1. Menginjak karang 2,58 2. Menendang karang 0,45 3. Memegang karang 0,25 4. Mengambil karang 0,00 Total 3,28 x 2 hitung chi kuadrat hitung 4,23 x 2 tabel chi kuadrat tabel 7,81 df = 3 ; α = 0,05 Berdasarkan gambar 17 dapat dijelaskan bahwa hampir semua wisatawan snorkeling yang diamati menginjak karang n=30. Persentase wisatawan snorkeling melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan wisatawan wisata selam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wisatawan snorkeling yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang tidak memiliki kemampuan berenang yang baik, serta masih pertama atau kedua kali melakukan snorkeling. Hal tersebut merupakan potensi penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang. Secara lengkap persentase wisatawan yang melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Persentase perilaku wisatawan yang berpotensi merusak saat snorkeling 100.00 96.67 93.33 86.67 0.00 3.33 6.67 13.33 20 40 60 80 100 Menginjak karang Menendang karang Mengambil karangbiota lainnya Memegang karang persentase perilaku wisatawan Ya Tidak Sebaran rata-rata frekuensi dan waktu wisatawan snorkeling melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang diklasifikasikan menjadi 3 tiga kategori yaitu berdampak tinggi, sedang dan rendah. Perilaku menginjak karang saat snorkeling memberikan dampak yang tinggi yaitu sebesar 40. Perilaku menendang karang yang dilakukan saat snorkeling memberikan dampak yang tinggi sebesar 3,30. Secara lebih lengkap klasifikasi perilaku yang dilakukan wisatawan snorkeling disajikan pada Gambar 18. Gambar 18. Grafik klasifikasi potensi dampak perilaku wisatawan saat snorkeling Potensi tingkat kerusakan terumbu karang merupakan peluang terjadinya kerusakan terumbu karang karena wisatawan melakukan kontak fisik dengan terumbu karang. Peluang tersebut dibandingkan dengan luasan potensi ekologis terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata bahari dan jumlah wisatawan yang berkunjung tiap tahun. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan berpotensi menurunkan kondisi terumbu karang. Tabel 12. Potensi kerusakan terumbu karang Jenis Wisata Porang K orang Lp m 2 Lt m 2 Wp menit ∑���� menit Peluang DWB Wisata selam 1.250 2 429.100 2.000 60 3,25 0,03 7,60 Snorkeling 9.250 1 3.052.600 500 60 1,57 0,03 8,20 Yulianda dan Purwita, 2010 Keterangan : DWB : Persentase Dampak Wisata Bahari K : Potensi ekologis pengunjung per satuan area untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 orang Lp : Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 Lt : Luas area yang dibutuhkan untuk kategori wisata bahari tertentu m 2 P : Jumlah wisatawan untuk kategori wisata bahari tertentu orangtahun ΣwiFi : Jumlah waktu dan frekuensi perilaku pengunjung yang berpotensi merusak terumbu karang untuk kategori wisata tertentu menit 40.00 3.30 6.67 3.33 0.00 80.00 0.00 20.00 60.00 16.67 93.33 76.67 20 40 60 80 100 Menginjak karang Menendang karang Mengambil karangbiota lainnya Memegang karang Dampak tinggi Dampak sedang Dampak rendah Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk kategori wisata bahari tertentu menit Berdasarkan Tabel 12, menujukan bahwa kegiatan wisata selam berpotensi merusak terumbu karang sebesar 7,600. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun, wisata selam berpotensi memberikan dampak terhadap terumbu karang sebesar 7,600 terhadap luasan potensi ekologis terumbu karang. Luas potensi ekologis terumbu karang yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan untuk wisata selam adalah sebesar 429.100 hektar. Dengan asumsi jumlah pengunjung per tahunnya sebesar 1.250.000 pengunjung per tahun. Kegiatan snorkeling berpeluang merusak terumbu karang sebesar 8,200. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan snorkeling berpotensi merusak terumbu karang sebesar 8,200 terhadap luasan potensi ekologis terumbu karang. Luas potensi ekologis terumbu karang di Kelurahan Panggang yang dapat dimanfaatkan untuk snorkeling adalah 3.050.000 m 2 , dengan asumsi jumlah pengunjung per tahun sebesar 9.250 pengunjung. Persentase tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh snorkeling cenderung lebih besar dikarenakan jumlah wisatawan snorkeling lebih banyak dibandingkan dengan wisata selam. Secara lengkap persentase dampak wisata bahari akibat wisata selam dan snorkeling disajikan dalam Tabel 12. Strategi Minimalisasi Dampak Wisata Bahari Strategi minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang didapatkan melalui analisis SWOT. Analisis SWOT disusun berdasarkan pada potensi, isu permasalahan, dan peluang pengembangan. Tahapan yang dilakukan adalah identifikasi, yang kemudian dilakukan pemberian bobot nilai terhadap tiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan dan kondisi kawasan. Model analisis ini membandingkan faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman dengan faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan Rangkuti, 2005. Tahapan analisis SWOT dalam menentukan strategi minimalisasi adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Faktor-faktor Strategis Internal a. Kekuatan Strengths

Faktor kekuatan dalam pengembangan wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang antara lain: potensi sumberdaya alam yang ada di Kelurahan Pulau Panggang, dukungan masyarakat, dukungan kebijakan dari pemangku kepentingan, dan program Daerah Perlindungan Laut DPL di kawasan ini. Secara lengkap faktor kekuatan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Potensi sumberdaya alam dan lingkungan Kelurahan Pulau Panggang S1 Kelurahan Pulau Panggang memiliki 13 pulau yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup baik. Kondisi terumbu karang merupakan modal dasar pengembangan wisata bahari, khususnya snorkeling dan wisata selam. Kondisi lingkungan dan pemandangan yang berbasis kepulauan menjadi daya tarik dalam pengembangan wisata bahari. Gugusan pulau di Kepulauan Seribu termasuk di Kelurahan Pulau Panggang dikelilingi oleh hamparan terumbu karang. Terumbu karang terbentang dari kedalaman 1 sampai 20 meter, namun kerapatan tertinggi ditemukan di kedalaman 3 hingga 10 meter Estradivari dkk, 2007. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Panggang, rata-rata masih dalam kondisi baik sampai sedang. Hal ini merupakan potensi untuk pengembangan wisata bahari. Pengelolaan wisata bahari perlu dilakukan melalui minimalisasi dampak wisata bahari agar wisata bahari dapat berkelanjutan. 2. Dukungan masyarakat Kelurahan Pulau Panggang S2 Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang mendukung pengembangan wisata bahari. Hasil wawancara kepada masyarakat, menyatakan bahwa sebagian masyarakat setuju pengembangan wisata bahari yang tidak merusak ekosistem terumbu karang. Dukungan masyarakat terlihat melalui partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan pengembangan wisata bahari berkelanjutan. Kegiatan tersebut diantaranya penyuluhan gerakan ramah lingkungan, pelatihan transplantasi karang, gerakan bersih pantai, pengembangan mata pencaharian alternatif serta kegiatan lain yang bersifat melestarikan lingkungan. Sebagian besar masyarakat dengan alasan kepentingan ekonomi masih melakukan kegiatan merusak terumbu karang seperti penangkapan dengan bom, serta mengambil dan menjual karang secara bebas. Namun, sejak adanya larangan dari pemerintah, serta adanya pelatihan terkait mata pencaharian alternatif bagi nelayan dan masyarakat lokal, secara perlahan sebagian masyarakat mulai sadar akan pentingnya terumbu karang dalam menyokong kehidupan masyarakat. 3. Dukungan Kebijakan Pemangku Kepentingan S3 Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu TNKpS merupakan salah satu dari 6 enam taman nasional laut di Indonesia. TNKpS merupakan satu- satunya Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional yang terletak di ibukota negara. Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu BTNKpS sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : PM.03MENHUT-II2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis UPT Taman Nasional. Dalam pengelolaannya, kawasan TNKpS dibagi menjadi 3 tiga wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional SPTN, yaitu : SPTN Wilayah I Pulau Kelapa, SPTN Wilayah II Pulau Harapan dan SPTN Wilayah III Pulau Pramuka. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6310Kpts-II2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan Kawasan Pelestarian Alam Perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 Seratus tujuh empat Ratus delapan puluh sembilan hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta mengamanatkan beberapa ketentuan sebagai berikut :