14 Hasil penelitian Devilana 2005 pada tanaman nenas cv.  Queen  yang
ditumbuhkan pada media  MS + 0.1 mgl  NAA, dan  MS + 0.01 mgl NAA dapat meningkatkan jumlah akar pada 15 dan 17 MST. Hasil penelitian Murtini 2005
pada tanaman nenas cv.  Smooth Cayenne  yang ditumbuhkan pada media MS dengan penambahan 1.0  mgl dan 2.0  mgl  NAA  dapat meningkatkan rata-rata
eksplan bertunas berakar pada 7 MST.
2.7 Zat pengatur tumbuh ZPT
Hormon merupakan senyawa organik yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman pada konsentrasi rendah. Hormon tanaman mempengaruhi proses
pertumbuhan, difrensiasi, dan perkembangan tanaman. Selain itu, hormon juga mengontrol proses pembukaan stomata Devies 1995;  Bidwell 1974. Secara
umum,  hormon disintesis di suatu tempat, kemudian  ditransportasikan ke jaringan target, dan mempengaruhi proses fisiologi jaringan tersebut pada konsentrasi
tertentu. Sitokonin merupakan hormon turunan adenin.  Golongan ini berperan
penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis Gunawan 1988. Sitokinin dan turunannya, banyak terdapat pada bagian ujung akar dan meristem
yang mengalami pembelahan sel secara cepat, serta bagian tanaman  yang sedang berkembang. Fungsi fisiologis sitokinin antara lain,  berkaitan erat dengan
pembelahan sel, pembesaran sel, pertumbuhan tunas lateral, pembentukan kloroplas, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan
pembentukan buah partenokarpi selain itu sitokinin juga berperan dalam penghambatan tumbuhan.  Pembelahan mitosis tidak aka n terjadi tanpa siokinin.
Sitokinin  memiliki peran  utama dalam pembentukan benang gelondong pada fase metaphase mitosis
Salah satu hormon yang dikenal mendorong perpanjangan sel pucuk adalah auksin. Seperti halnya dengan fitohormon lain, auksin  juga aktif dalam kadar
rendah. Hubungan antara pertumbuhan dan kadar auksin adalah sama pada akar, batang dan tunas. Auksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya
menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi Kusumo 1990. Kandungan auksin yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya dominasi apikal. Auksin mengalir satu
15 arah yaitu dari pucuk ke pangkal melalui batang. Pada jaringan yang tua, biasanya
batang atau tangkai daun, aliran hormon berlangsung melalui floem. Tidak semua auksin ditranslokasikan secara  basepetal,  tetapi ada juga  auksin  yang
ditranslokasikan secara acropetal Bidwell 1974. Dalam menginduksi tunas adventif,  sitokinin dan auksin memiliki peran
penting. Nisbah  auksin  dan  sitokinin  menentukan apakah suatu kalus akan membetuk tunas  adventif  atau  akar.  Sitokinin bersinergi dengan auksin dalam
menstimulasi pembelahan sel secara kontiniu dalam kultur jaringan  pith tembakau, tetapi bersifat antagonis dengan auksin dalam mengontrol inisiasi tunas
dan akar dan juga dalam proses dominasi apikal Binns 1994 .
Pada konsentrasi tinggi,  sitokinin mendorong proliferasi,  sebaliknya menghambat pembentukan akar.  Penggunaan sitokinin pada konsentrasi tinggi
pada Cymbidium sinensis willd menghambat pemanjangan tunas dan inisiasi akar Chang dan Chang 2000, pada tanaman  ubi kayu menghasilkan tunas hiperhidrik
Konan  et al. 1997, dapat menyebabkan fitrifikasi atau suatu kondisi fisiologis in vitro yang menyebabkan disorganisasi seluler Ziv 1991. Membentuk kalus pada
bagian dasar eksplan Lakshamana  et al.  1997, pembengkakan akar dan pembentukan  akar terhenti Fratini dan Ruiz  2002 dan meningkatkan produksi
etilen Kevers dan Gasper 1985. Berdasarkan stuktur kimia ada dua kelompok sitokinin yaitu turunan
adenin BA, zeatin dan kinetin dan turunan  fenilurea  TDZ.  TDZ N-phenyl- N’1,2,3-thidiazol-5-ylurea adalah jenis herbisida yang mempunyai aktivitas
sama dengan sitokinin. TDZ dapat mengsubstitusi sitokinin jenis adenin dalam beberapa sistem kultur sel, meliputi kultur kalus dan perbanya kan pada jenis
tanaman berkayu.  TDZ dilaporkan memiliki efektivitas yang tinggi pada konsentrasi rendah nM-
µ M  Thomas dan  Katterman, 1986; Murthy  et al. 1995
dan telah banyak digunakan untuk menstimulasi regenerasi dan proliferasi tunas aksilar, Gribaudo dan Fronda 1991; Henny dan Fooshe, 1990; Kerns dan Martin
1986; kenyand et al. 1994;  Mondal et al. 1998; Prathanturarug et al. 2005 kultur kalus Thomas dan Katterman 1986, somatik embriogenesis Victor et al. 1999
pada beberapa spesies tanaman.
16 TDZ telah banyak digunakan untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi
diantaranya pada tanaman  Arachis hypogaea  Kanyand  et al.  1994; Victor  et al. 1999,  Curcuma longa  Prathanturarug  et al.  2005, hibrid  Acer x  freemanii
Kerns dan Meyer 1986, hibrid Alocasia x Chantrieri Henny dan Fooshee 1990, grape Gribaudo dan  Fronda 1991.
Efektivitas TDZ dan BA dalam menginduksi multiplikasi tunas berbeda- beda, tergantung pada jenis tanamannya. Pada tanaman angrek  phalaenopsis
konsentrasi optimal untuk pambentukan tunas adventif adalah 5-10 µ
M TDZ, dan jika sitokinin yang digunakan BA konsentrasi optimal 40
µ M Chen dan Piluek,
1995. Pada tanaman ubi kayu perlakuan 10 mgl BAP menghasilkan jumlah tunaseksplan lebih banyak dibandingkan perlakuan  10  mgl TDZ, tetapi
persentase eksplan membentuk tunas pada perlakuan TDZ lebih tinggi dibandingkan perlakuan BAP Konan et al. 1997.
Efektivitas sitokinin berbeda-beda, pada tanaman lentil Lensculinaris medik dilaporkan efektivitas TDZ lebih tinggi dari BA, BA lebih tinggi  dari
kinetin dan efektivitas kinetin lebih tinggi dibanding zeatin dalam menginduksi tunas, sedangkan  untuk  pemanjangan tunas berlaku sebaliknya yaitu zeatin
kinetin  BA  TDZ Fratini dan Ruiz 2002. Beberapa keuntungan pada mekanisme kerja TDZ seperti,  dilaporkan pada
kacang tanah  tidak memerlukan jenis ZPT lain untuk menginduksi somatik embriogenesis, Victor  et al.  1999,  meningkatkan biosintesis atau akumulasi
sitokinin dan auksin endogen, menginduksi embrio somatik tanpa dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh lainnya Murthy  et al. 1995, merangsang proliferasi
tunas dan regenerasi organ adventif pada tanaman berkayu Huetteman dan Preece1993, menginduksi dan meningkatkan proliferasi  protocorm like body
PLB pada tanaman angrek Ernst 1994,
memiliki  efektivitas yang tinggi pada konsentrasi rendah  Thomas dan  Katterman 1986.
Konsentrasi yang dibutuhkan dari masing-masing ZPT auksin dan sitokinin sangat tergantung dari jenis eksplan, genotipe, kondisi kultur serta jenis auksin
dan jenis sitokinin yang digunakan, sehingga untuk mengetahui konsentrasi sitokinin dan auksin yang tepat untuk masing-masing tanaman perlu dilakukan
studi tersendiri.  Hal lain yang penting diperhatikan dalam perbanyakan in vitro
17 yaitu hilangnya beberapa aktivitas komponen media kultur yang disebabkan
proses sterilisasi, seperti autoklaf, penggunaan antibiotik, serta pencampuran antibiotik dan fungisida untuk  menghilangkan kontaminan dari bagian vegetatif
Gonzalez-olmedo et al. 2005.
3. BAHAN DAN METODE