Latar Belakang Masalah POLICE DISCRETION TO ARRANGEMENT TRAFFIC ACCIDENT CASE WHICH CAUSE VICTIM DIE.

POLICE DISCRETION TO ARRANGEMENT TRAFFIC ACCIDENT CASE WHICH CAUSE VICTIM DIE BY REFLI ABSTRACT This research to describe Poltabes Padang discretion form and base discretion to the arragement traffic accident case which cause victim die. This research is about socio legal research which is done in Poltabes Padang. The sample in this research are investigator police, presecutor, and judge who ever handle traffic accident case which case victim die. Collecting data including primary data and secundary data. Data analysis to determine discretion form and basic discretion is done whit qualitative descriptive method. The result of research show that discretion form which is done is birocracy discretion which deviate and hanging over corruptive. Eventhough basic discretion including yuridic discretion are UU No. 2 year 2002 about Policement chapter 18 1, 2, and chapter 19 1 and also explanation chapter 5 verse 1 letter j UU No. 8 year 1981 about “Hukum Acara Pidana” and non yuridic discretion are peaceful, a letter to not insist and material discretion from investigator side. I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas semakin meningkat terutama di Kota Padang. Sebagai faktor penyebabnya diduga karena bertambah ramainya pengguna jalan raya, kontruksi jalan yang kurang baik, kendaraan yang tidak memenuhi syarat, rambu-rambu jalan yang tidak jelas dan sebagainya. Selain itu mungkin penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusianya. Dalam sebuah perkara pidana, sanksi dijatuhkan dalam sebuah proses peradilan, sedangkan yang berwenang untuk itu adalah hakim. Tapi ada perkembangan hukum yang meminta perhatian, tidak sama dengan pelanggaran hukum pidana lain yang harus dijatuhkan sanksi, tapi ada cara lain misalnya dengan berdamai. Hal ini terjadi terhadap perkara kecelakaan lalu lintas, yang mana ada kewenangan diskresi oleh polisi sebagai penyidik perkara tersebut. Menurut pandangan teori utilitarisme atau konsekuensialisme dalam Teori Etika tentang Hukuman Legal, suatu tindakan dapat dibenarkan secara moral hanya sejauh konsekuensi-konsekuensinya positif untuk sebanyak mungkin orang. Hukuman sebagai suatu tindakan terhadap seseorang yang melanggar hukum dapat dibenarkan secara moral bukan terutama karena si pelaku kajahatan atau pelanggaran telah terbukti bersalah melawan hukum, melainkan karena hukuman itu mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terhukum, korban dan juga orang-orang lain dalam masyarakat. 1 1 Yong Ohoitimur, Teori Etika Tentang Hukuman Legal, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 1997, hal 24 Sebaliknya, berdasarkan pandangan umum masyarakat, bila terjadi pelanggaran, maka hukuman bukan syarat mutlak yang harus dikenakan kepada si pelaku, karena ada cara penyelesaian pelanggaran yang hidup di dalam masyarakat yakni upaya damai, tapi apakah upaya damai yang ada di luar peraturan bisa dipakai oleh aparat penegak hukum terutama polisi dalam penyelesaian sengketa pelanggaran lalu lintas Polisi dalam melaksanakan tugasnya harus selalu berpedoman pada hukum dan mengenakan saksi hukum kepada pelanggar hukum tetapi juga dimungkinkan melakukan tindakan pembebasan seseorang pelanggar dari proses hukum, seperti adanya kewenangan diskresi kepolisian yang tertuang pada Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, jo pasal 71 KUHAP, yang bunyi pasalnya adalah, bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang- undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI. 2 Kewenangan diskresi tersebut adalah merupakan kewajiban umum kepolisian untuk kepentingan umum, keadilan, pengayoman dan bimbingan serta mendidik kepada si pelanggar atau tersangka agar tidak mengulangi perbuatannya, tindakan tersebut bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, karena tujuan dari hukum bukan hanya untuk menindak dengan memberikan hukuman atau merupakan suatu pembalasan kepada pelaku melainkan juga untuk mendidik dan demi keadilan. 2 Syaefurrahman Al-Banjary, Hitam Putih Polisi, Jakarta : Restu Agung, 2005, hal. 211 Kenyataan yang terlihat di Poltabes Padang banyak terdapat perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia atau luka-luka tidak diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Padang sebagai lembaga resmi. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perkara di Poltabes Padang dengan jumlah perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Padang, lalu diapakan atau dikemanakan perkara-perkara yang tidak dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Padang tersebut sebagai lembaga yang berwenang pada tahap berikutnya. Apakah dihilangkan saja atau dihentikan penyidikannya, atau dilaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu oleh polisi. Atas dasar persoalan-persoalan di atas maka Penulis ingin meneliti lebih jauh untuk mengungkap kebenaran secara teoritis dan praktek dilapangan yang dituangkan dalam sebuah tesis dengan judul “Diskresi Polisi Terhadap Penyelesaian Kecelakaan Lalu Lintas yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia”.

1.2 Rumusan Masalah.