commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Transportasi merupakan proses pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi dengan menggunakan alat angkut, selain itu transportasi juga diartikan
sebagai proses mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat lain. Sarana transportasi baik berupa transportasi darat, air dan udara sangat dibutuhkan oleh
setiap orang, apalagi untuk masyarakat perkotaan. Transportasi memungkinkan orang atau barang bergerak atau berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain.
Maka dari itu dengan sistem transportasi yang baik maka akan menunjang perkembangan suatu daerah terutama kota.
Salatiga merupakan kota yang sudah mempunyai jaringan transportasi yang baik sejak tahun 1917. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1917 Salatiga
ditetapkan menjadi sebuah Gemeente Kotapraja. Penetapan Gemeente ini, disebabkan karena banyaknya orang kulit putih yang tinggal di Salatiga. Maka
dari itu kebutuhan akan jaringan transportasi yang baik bagi warga kulit putih menjadi perhatian bagi pemerintah. Pada tahun 1917 orang kulit putih yang ada di
Salatiga adalah 2.681 jiwa.
1
Pada tahun 1930 jumlah orang asing yang tinggal di Salatiga mencapai 4.338 jiwa terdiri dari orang Eropa campuran 2.035,orang
1
Eddy Supangkat, Salatiga : Sketsa Kota Lama, Salatiga: Griya Media ,2007, hal 13
1
commit to user 2
China 1.837 dan Timur Asing 117 orang, dari total penduduk sebanyak 55.355 jiwa.
2
Pembangunan kota Salatiga memang lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kenyamanan orang-orang kulit putih, namun tak bisa dipungkiri
bahwa orang-orang pribumi pun ikut merasakan manfaatnya baik secara langsung maupun tidak. Misalnya saja pada waktu itu masyarakat Salatiga sudah bisa
menikmati jalan yang beraspal dan sudah mengenal trotoar untuk para pejalan kaki. Fasilitas seperti itu tentunya bukan hanya orang kulit putih saja, melainkan
juga warga seluruh Salatiga pada waktu itu. Dilihat dari banyaknya orang Eropa yang tinggal di Salatiga kala itu maka
kota ini ditata secara apik mengikuti pola kota-kota di Eropa. Jalan menuju ke arah Semarang diberi papan nama Toentangscheweg. Jalan menuju ke arah
Bringin diberi papan nama Bringinscheweg, jalan kearah Solo diberi papan nama Soloscheweg. Sementara jalan - jalan baru menuju Kalitaman diberi nama
Wilhelminalaan.
3
Pemakaian nama jalan di Gemeente Salatiga menggunakan nama-nama Belanda . Beberapa diantaranya untuk mengabadikan nama-nama keluarga
Kerajaan Belanda, termasuk nama Wilhelminalaan yang dimaksudkan untuk mengabadikan nama Ratu Wilhelmina. Beberapa nama jalan lain yang
menggunakan nama Belanda misalnya: Prins Hendriklaan dan Emmalaan,.
4
2
Ibid
3
Wilhelminalaan, setelah kemerdekaan diubah menjadi Jl Tamansari, hingga sekarang, lihat dalam Wahyuningsih, ”Jejak-jejak Arsitektur Bangunan Indis Di Salatiga awal abad XX”,
Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, 2006, hal 72
4
Prins Hendriklaan, sekarang menjadi Jl. Yos Sudarso dan Emmalaan, sekarang menjadi Jl. Adi Sucipto, Ibid , hal 73
commit to user 3
Sebelum kendaraan bermesin banyak masuk ke Salatiga, dokar memegang peranan sangat penting dalam urusan transportasi karena menjadi satu-satunya
angkutan umum bagi masyarakat Salatiga. Jarak tempuhnya pun bukan hanya sebatas dalam kota seperti sekarang melainkan juga di sekitas Salatiga seperti
Boyolali, Tuntang, Suruh atau Bringin.
5
Pada waktu itu bila seseorang mau bepergian ke Solo maka dia harus naik dokar dulu sampai Boyolali. Sesampainya
di Boyolali dia harus pindah ke dokar lain yang melayani rute Solo – Boyolali. Sementara itu dokar yang dari Salatiga beristirahat sebentar sebelum kembali ke
kota asalnya. Khusus untuk orang-orang Belanda yang punya banyak uang dan akan bepergian, sering kali mereka menggunakan jasa dokar dengan cara
menyewa. Dengan model seperti ini maka perjalanan akan lebih nyaman, karena tidak berbaur dengan penduduk pribumi. Selain itu perjalanan pun menjadi lebih
cepat karena beban kuda tidak terlalu banyak. Masuknya kendaraan mesin pada tahun 1920-an di Salatiga, menjadikan
dokar tidak lagi menjadi satu-satunya alat transportasi umum bagi warga Salatiga. Walau penggunaan kendaraan mesin hanya digunakan oleh sebagian besar
kalangan atas namun tetap saja intensitas penggunaan dokar mulai menurun. Kendaraan mesin yang kemudian digunakan sebagai sarana transportasi massal
darat di Salatiga ini di pelopori oleh Perusahaan Otobus ESTO Eerste Salatigasche Transport Onderneming.
Perusahaan Otobus ESTO merupakan perusahaan transportasi pertama di kota Salatiga. Perusahaan ini diawali pada tahun 1921 oleh seorang Cina bernama
Kwa Tjwan Ing yang awalnya membeli beberapa mobil kecil yang terbuat dari
5
Eddy Supangkat,Op.cit, hal 58
commit to user 4
kayu sebagai sarana transportasi. Setiap hari mobil-mobil itu berderet disepanjang Soloscheweg. Mobil-mobil ini berfungsi semacam taksi di Salatiga. Jarak
tempuhnya tidak terbatas di dalam kota saja tetapi juga sampai di kota-kota lain sekitar Salatiga sesuai tujuan penumpangnya. Pada masa ini mobil ini jelas
merupakan kendaraan yang terbilang mewah, sehingga penumpangnya pun mayoritas adalah orang-orang Belanda dan para priyayi. Kwa Tjwan Ing juga
mempunyai truk yang setiap hari melakukan perjalanan ke Semarang sebanyak dua kali
Pada tahun 1923 Kwa Tjwan Ing mulai meluaskan usahanya dengan membeli beberapa bus kecil. Perusahaan busnya ini diberi nama ESTO Eerste
Salatigasche Transport Onderneming. Awalnya ESTO hanya melayani rute Salatiga – Tuntang, kemudian juga Beringin. Rute ini dipilih karena di dua tempat
itu ada stasiun kereta api yang selalu menjadi tujuan bagi orang-orang Salatiga yang mau bepergian dari dan ke Semarang.
6
Pada tahun 1929 Kwa Tjwan Ing mendirikan bengkel yang bertujuan untuk memperbaiki mesin-mesin kendaraan yang rusak. Pada tahun 1930 Kwa
Tjwan Ing mewariskan perusahaan ESTO ini kepada putranya Kwa Hong Po dan pada masa ini ESTO makin jaya. Jarak tempuhnya tidak lagi Salatiga-Beringin-
Tuntang tetapi meliputi sebagian besar wilayah Jawa Tengah mulai dari Bringin, Suruh, Ambarawa, Semarang, Solo, Magelang , Sragen, Purworejo, Kutoarjo,
Kendal, Kudus dan Pati.
7
Ketika perekonomian dunia ambruk sekitar tahun 1930-an perusahaan ESTO pun ikut jatuh. Kebangkrutan tersebut membuat sebagian bus ESTO
6
Ibid, Hal 50
7
Ibid, hal 52
commit to user 5
diambil alih BPM Bataafsche Petroleum Mij, karena ESTO memiliki banyak hutang bensin kepada BPM. Selain itu sebagian bus ESTO jatuh ke perusahaan
bus ADAM, sehingga bus yang tersisa di Salatiga saat itu tinggal beberapa buah saja. Sebagai konsekuensinya maka rute yang dilayani pun kembali hanya sebatas
Bringin, Suruh dan Ambarawa. Menjelang Jepang masuk ke Indonesia, sebagian bus ESTO beserta
awaknya diambil tentara Belanda untuk menghadapi Jepang di beberapa front pertempuran. Sebagai kompensasinya pemilik ESTO bisa membeli baru dengan
harga murah. Pada jaman Jepang bus ESTO kembali menjadi barang rampasan. Bahkan truk dan mobil jenazah yang dimiliki Kwa Hong Biauw pun tidak luput
dari incaran Jepang. Pada tahun 1948 dengan menggunakan “ surat sakti” dari pemerintah Belanda, Hong Biauw membeli bus-bus baru lagi dengan harga yang
relative murah. Sebelumnya pada tahun 1930 ESTO mengalami puncak kejayaan dengan
mempunyai banyak armada bus sehingga bisa melayani trayek dihampir seluruh daerah di Jawa Tengah. Pada tahun 1950, mulailah kebangkitan ESTO tumbuh
kembali setelah mengalami keterpurukan selama masa penjajahan. Dengan membeli armada bus baru, trayek bus ESTO diawali lagi dengan mengambil jalur
trayek Salatiga – Bringin, Salatiga – Suruh dan Salatiga – Ambarawa. Kebangkitan perusahaan otobus ESTO pada tahun 1950 setelah
mengalami keterpurukan hingga mengalami perubahan trayek dari stasiun ke pasar pada tahun 1960 ini berimbas pula pada perkembangan sosial ekonomi
masyarakat Salatiga pada periode 1950-1960 karena perkembangan usaha transportasi tetap akan berimbas pada perkembangan suatu kota. Peralihan
commit to user 6
penggunaan transportasi darat di Salatiga dari dokar ke bus ini tentu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu waktu tempuh yang semakin cepat dengan jarak
tempuh yang semakin jauh dengan menggunakan bus tentu lebih dipilih karena lebih efisien dan barang yang diangkut pun semakin banyak. Maka dari itu
penelitian mengenai Dinamika Kehidupan Perusahaan Otobus ESTO di Salatiga Tahun 1950 – 1960 penting untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah