commit to user 37
ialah Suwandi Martosewoyo dari PKI. Pelantikan dilakukan pada tanggal 8 Pebruari 1958.
31
Sebutan Kota Kecil bagi Salatiga ini mengakibatkan jabatan walikota atau Kepala Daerah digolongkan dalam golongan F III, setingkat dengan patih. Dan
status Kota Kecil Salatiga ini dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten Semarang. Akhirnya demi untuk kesempurnaan administrasi dan keseragaman,
maka dikeluarkan UU No. 6 tahun 1957 tidak diadakan perbedaan lagi antar Kota Kecil dan Kota Besar dan diganti dengan istilah Kotamadya. Oleh karena menurut
UU No. 1 tahun 1957 Walikota Kepala Daerah harus dipilih oleh DPRD, maka Walikota lama Sudiyono pada tanggal 8 Februari 1958 diganti oleh Suwandi
Martosewoyo dari PKI. Sedangkan Sudiyono kemudian diangkat menjadi Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Tengah di Semarang. Hingga akhirnya
dilantiknya Sudiyono sebagai walikota baru. Dibawah kepemimpinannya, Salatiga banyak melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yakni pasar, terminal bus,
kebun binatang, kompleks perumahan, reservoir dan sekolah-sekolah baru.
32
D. Sistem Pendidikan Di Salatiga
Politik etis yang terdiri dari irigasi, edukasi dan emigrasi yang diterapkan oleh Belanda pada dasarnya membawa pengaruh yang luar biasa bagi Indonesia.
Perkebunan yang menghendaki irigasi yang intensif. Pabrik-pabrik yang bertambah banyak jumlahnya, kantor dagang dan cabang-cabang perusahaan
lainnya menyebabkan timbulnya kebutuhan manusia dan tenaga kerja yang murah
31
Ibid, hal 68
32
Eddy Supangkat, Op .Cit, hal 44
commit to user 38
dibutuhkan di propinsi – propinsi luar Jawa, sebagai daerah-daerah baru yang di buka untuk perkebunan modern.
33
Perhatian lainnya juga tertuju pada perkembangan sistem pendidikan di Indonesia agar kebutuhan akan tenaga kerja
yang berpendidikan dapat tercapai. Dalam hal pendidikan pemerintah mendirikan dua macam sekolah yaitu
sekolah untuk anak Belanda atau yang sederajat dan sekolah untuk pribumi. Di kalangan pejabat pemerintahan Hindia Belanda, ada perbedaan pendapat untuk
menentukan sifat dan cara pemerintah untuk menangani pendidikan dan pengajaran bagi pribumi. Demi kepentingan politiknya, pemerintah berpendapat
bahwa pendidikan hanya diberikan kepada lapisan atas pribumi, untuk melakukan tugas-tugas administrasi pemerintahan dalam negeri. Dilain pihak demi
kepentingan ekonomi pendidikan harus diberikan sampai pada lapisan bawah.
34
Kemajuan pendidikan sejak pemerintahan Belanda melalui politik etisnya itu membawa perubahan yang sangat besar. Sekarang pemerintah meneruskan
program dari pemerintah Hindia – Belanda.
35
Untuk menunjang sistem pendidikan yang bagus, pemerintah Gemeente mendirikan Eerste Europeesche Lagere School yang biasa diucapkan dengan “
eropis” oleh orang pribumi di Toentangscheweg sekarang Jl. Diponegoro. Holland Chinese School HCS yang diperuntukkan khusus bagi murid-murid
33
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta: Gramedia,1993; Hal 32
34
Taufiq Adhi Prasangka, “Pertumbuhan dan Perkembangan Arsitektur Indis di Surakarta Awal Abad XX “, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Surakarta: FSSR UNS, 2005; Hal 7
35
Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1984;
Bab II Hal 75
commit to user 39
Tionghoa di Margosari, Twede Europeesche Lagere School di Blauran bagian selatan dan selain itu juga dibangun Normaalschool dan Kweekschool dan lima
buah Sekolah Dasar dengan satu gedung Vervolgschool lanjutan Sekolah Dasar di Sinoman Tempel.
36
Sedangkan untuk bumiputra disediakan sekolah SD angka dua ongko loro . Selain itu ada pula sekolah untuk umum yaitu Hollands
Inlandse School HIS di Jl Diponegoro dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO di Jl Kartini, untuk masuk dalam sekolah ini paling rendah harus putra
seorang asisten Wedana atau ditanggung oleh seorang Wedana. Sejak bulan Agustus 1950, penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
menggunakan UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Penjenjangan pendidikan terdiri
dari Sekolah Rakyat 6 selama 6 tahun, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama selama 3 tahun, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas selama 3 tahun. Selain it terdapat
pula sekolah untuk pendidikan guru yaitu 1 Sekolah Guru B selama 4 tahun dan SGPD Sekolah Guru Pendidikan Djasmani khusus untuk guru SD, 2 Sekolah
Guru A dan PGSLP Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama khusus untuk guru SMPSGBST, dan 3 kursus B1 dan B2 untuk guru SMASGASGPD.
37
Menurut buku peringatan ulang tahun satu tahun berdirinya kembali Kotapraja Salatiga diungkapkan bahwa pada tahun 1951 terdapat 26 Sekolah
Dasar SD dan 9 sekolah lanjutan diantaranya : SMP Negeri, SMP Kanisius, SMP Kristen, SGAI, SGB Negeri, SMI, Taman Dewasa, SMP Tentara, serta
36
Eddy Supangkat, Op.Cit, hal 26
37
Wardiman Joyonegoro, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta: Depdikbud,1996; hal 105
commit to user 40
SMAK dan SKP yang dibuka oleh Yayasan Kristen pada tanggal 1 Agustus 1951.
38
Sesuai dengan pencapaian program pemerintah Kotamadya Salatiga pada tahun 1957 maka dapat diperoleh bahwa pemkot telah mulai merintis dan
mensponsori berdirinya SMA Negeri dan Universitas Kristen Satya Wacana UKSW.
E. Sistem Transportasi Di Salatiga