Hubungan Faktor Pendukung. Hubungan kemampuan berkomunikasi dan berfikir kritis dalam mengambil

277 3. Hubungan kepemimpinan dengan tindakan perawat dalam melaksanakan patient safety . Hasil analisa bivariat diperoleh nilai p=0,008, =0,05 dan OR=16,00 memperlihatkan ada hubungan antara desain kerja dengan pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang Kepemimpinan merupakan elemen yang penting dalam suatu organisasi baik formal maupun informal. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses membujuk inducing orang-orang lain untuk mangambil langkah menuju sasaran bersama, peran kepemimpinan sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. 13 Membangun budaya yang aman dalam bekerja sangat tergantung dari kepemimpinan yang kuat dan kemampuan organisasi untuk mendengarkan dan mendukung seluruh anggota tim pemberi pelayanan kesehatan. Pimpinan perlu menggerakkan staf untuk mendesain sistem kerja yang baik berdasarkan pada bukti ilmu kesehatan melalui mengembangkan dan mendukung pelaksanaan pelayanan dalam meningkatkan kemampuan kerja tim dan manajemen resiko, membangun budaya patient safety dan belajar berkesinambungan, memastikan tugas dilaksanakan berdasarkan bukti, pasien dan sistem, guna meminimalkan angka kejadian tidak diharapkan KTD. 4. Hubungan imbalan dengan tindakan perawat dalam melaksanakan patient safety . Hasil analisa bivariat diperoleh nilai p=0,000, =0,05 dan OR=0,375 memperlihatkan ada hubungan antara imbalan dengan pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang. Imbalankompensasi mengandung arti pembayaran atau imbalan baik langsung maupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai hasil dari kinerja. Pemberian imbalan tidak selalu dalam bentuk uang, sebab bentuk materiil dalam suatu waktu akan mencapai titik jenuh. 14 Imbalan diberikan bukan karena jasa atau prestasi semata, tetapi justru mengharap agar orang yang bersangkutan dapat berprestasi atau berjasa lebih baik dari yang sebelumnya. 13 Perolehan seperti upah, promosi, teguran untuk bekerja yang lebih baik mempunyai nilai yang berbeda bagi tiap orang. Manajer keperawatan harus memperhatikan imbalan non materiil seperti suasana kerja yang kondusif, kesempatan pengembangan kreativitas, syarat kerja yang tidak terlalu ketat dan kondisi kerja yang lebih manusiawi. 5. Hubungan sarana prasarana dengan tindakan perawat dalam melaksanakan patient safety . Hasil analisa bivariat diperoleh nilai p=0,000, =0,05 dan OR=86,00, memperlihatkan ada hubungan antara sarana prasarana dengan pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang. RS dalam kegiatannya telah menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung. Guna mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan peralatan lainnya telah dikelola secara efektif dan perawatan kontinue. Manajemen berusaha mengurangi dan mengendalikan bahayaresiko, mencegah kecelakaancidera, memelihara kondisi aman, melalui: 1 perencanaan ruang, peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan guna menunjang pelayanan klinis yang diberikan, 2 pelatihan kepada seluruh staf tentang fasilitas, cara mengurangi resiko dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang menimbulkan 278 resiko, 3 pemantauan sistem dan kinerja secara multidisiplin guna mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. Menyediakan alat perlindungan diri yang diwajibkan bagi pekerja yang berada di bawah organisasinya dan menyediakan bagi orang lain, setiap akan memasuki tempat kerja tersebut. Disertai dengan petunjuk yang diperlukan menurut pengawasan dan ahli keselamatan kerja sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 pasal 14 butir c tentang keselamatan kerja. 15 Perawat di kamar bedah juga sudah mempunyai kemampuan untuk melindungi diri dalam pekerjaan dengan menggunakan APD sesuai fungsi dan mengisolasi dari bahaya di tempat kerja. Perlindungan efektif dicapai melalui kecocokan, kesesuaian, perawatan dan ketepatan kegunaan alat. Kompetensi dan pengetahuan saja belum cukup, sehingga perawat mendukung dengan peduliberperilaku aman dalam bekerja sehari-hari sebagai landasan membentuk budaya keselamatan safety culture . C. Hubungan Faktor Pendorong 1. Hubungan kebijakan rumah sakit dengan tindakan perawat dalam melaksanakan patient safety . Hasil analisa bivariat diperoleh nilai p = 0,008, =0,05 dan OR = 16,00. memperlihatkan ada hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang. Kebijakan adalah suatu komitmen sebagai kecenderungan mengikat dalam garis dan aktivitas yang konsisten guna mencapai kualitas yang diinginkan, proses berkesinambungan dan harus dipelihara di kalangan staf dalam suatu organisasi. Depkes menjelaskan bahwa kebijakan rumah sakit merupakan bentuk komitmen stake holder rumah sakit untuk mencapai aspek peningkatan pelayanan kesehatan termasuk keselamatan pasien yang menjadi prioritas utama dan telah menjadi isu global. Terkait dengan mutu layanan dan peningkatan jaminan mutu Quality Assurance . 1,8 RS menciptakan budaya patient safety . Prinsip perancangan sistem keselamatan meliputi: 1 Cara mendesain sistem agar setiap kesalahan dapat dilihat making errors visible , 2 Merancang sistem agar suatu kesalahan dapat dikurangi mitigating the effects of errors , 3. Merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan error prevention . 2. Hubungan sikap tim medis dengan tindakan perawat dalam melaksanakan patient safety . Hasil analisa bivariat nilai p = 0,000, =0,05 dan OR = 0,375 memperlihatkan ada hubungan antara tim medis dengan pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang Kamar bedah dengan tim yang multidisiplin, menjadikan perawat-dokter harus bekerja sesuai dengan harapan, kebutuhan, standar praktek, standar kerja secara individu maupun peergroup . Lingkup praktek perawat-dokter sangat jelas berbeda. Dimana dokter bertindak untuk cure dan perawat bertindak untuk care . Perawat-dokter merupakan tenaga kesehatan berdasar PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, dalam pasal 2 ayat 1. Tenaga kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Kolaborasi perawat-dokter dalam melaksanakan patient safety terjalin dengan baik karena adanya komunikasi efektif, saling memiliki respect dan kepercayaan, 279 memberi dan menerima umpan balik yang jelas, kesepakatan mengambil keputusan yang tepat, mampu mengelola konflik. Sehingga perawat merasa nyaman dalam melakukan tugasnya dengan optimal dan dokter merasa puas dengan perawat sebagai mitra kerjanya.

D. Faktor yang Paling Berhubungan dengan Tindakan Perawat dalam

Melaksanakan Patient Safety di Kamar Bedah RS Telogorejo Semarang. Patient Safety merupakan suatu sistem nilai, proses, hasil rumah sakit menerapkan pengelolaan dan asuhan pasien lebih aman untuk mencegah terjadinya cidera, disebabkan kesalahan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Berdasarkan pengertian tersebut, untuk mencapai keselamatan safety di rumah sakit baik bagi pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit diperlukan upaya mencegah terjadinya kesalahan. Terdapat 3 komponen utama dalam penerapan patient safety di rumah sakit yaitu: manajemen risiko risk management, clinical governance dan quality assurance . 1,8 Aspek patient safety menjadi indikator akreditasi rumah sakit, termasuk lingkup patient safety di kamar bedah yang meliputi 6 IPSG yaitu: 18,19,20,21 1. Mengidentifikasi pasien secara benar, 2. Meningkatkan komunikasi efektif, 3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai dengan obat yang rupa dan nama sama, 4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar, 5. Pengurangan Resiko Infeksi terkait Pelayanan Kesehatan, 6. Mengurangi resiko jatuh. Berdasarkan teori Preced Proceed Model Lawrence Green,1991 menjelaskan bahwa pelaksanaan patient safety sebagai perilakutindakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor predisposing , faktor enabling pendukung dan faktor reinforcing pendorong. 11,12 Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan patient safety adalah pelatihan dengan nilai p value = 0.024 p 0.05 dan Exp B = 30.793 dan pengetahuan dengan nilai p value = 0.055 p0.05 dan Exp B=18.940. Kemampuan RS Telogorejo dalam meningkatkan mutu patient safety dilakukan melalui optimalisasi perkembangan individuperawat dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan sebagai proses sistematik, terorganisir untuk mempengaruhi produktifitas, kinerja, efektifitas serta penguasaan materi khusus sasaran 6 IPSG yang menjadi kewajiban dan harus dimiliki staf. Dampaknya adalah proses pengambilan keputusan yang semakin baik sehingga seseorang akan terhindar melakukan kesalahan. Keterampilan dalam pelatihan patient safety meliputi physical skill, intelectual skill, social skill dan managerial skill. Pelatihan yang diberikan dapat menjadi upaya antisipasi faktor kekuatan tekanan driving force yang dihadapi individu, kelompok dan organisasi sekaligus dapat meminimalisir faktor keengganan resistances yang dapat menghambat perubahan. SIMPULAN Variabel yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan patient safety di kamar bedah RS Telogorejo Semarang adalah pelatihan dengan kekuatan hubungan nilai koefisien  = 3,427 dan nilai Exp B=30.793. Masih diperlukan penelitian lebih 280 lanjut tentang penerapan patient safety di RS Telogorejo dari faktor motivasi perawat dan sikap pasien sebagai subyek penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. DepKes-RI. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Patient Safety. Jakarta. 2006. 2. WHO Collaborating Centre for Patient safety Solution. Patient safety Solution. Vol.1. 2007. 3. Reiling, J.G. Creating aculture of patient safety through innovative hospital design. Journal Advance in Patient Safety. Maret 22, 2010. http:www.ahrq.gov. 4. Komite Keselamatan Rumah Sakit KKP-RS PERSI. Pedoman Insiden Keselamatan Pasien IKP Patient Safety Incident Report. ed-2. Jakarta. 2008. 5. Lumenta, N.A. Perkembangan tujuh program gerakan moral nasional keselamatan pasien di rumah sakit. Paper presented at Seminar Forum Mutu Pelayanan Kesehatan- Implementaasi Patient Safety di Indonesia, Bali. July, 2006. 6. Cahyono, B., S., B., J. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktek Kedokteran. Cetakan ke-5. Kanisius. 2008. 7. International Council of Nursing. Position Statement of Patient Safety. 2002.http:www.cn.chPS_D05_Patient20 Safety.pdf. 8. Amsale Cherie., Ato Berhane G. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Imperium. 2013. 9. Anwar Kurniadi. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. 10. Pangabean, M.S. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan kedua. Jakarta : Galia Indonesia. 2004. 11. Notoadmojo. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2010 12. Notoadmojo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007. 13. Nursalam. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika. 2011. 14. Hasibuan, M.S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Jakarta : EGC. 2008. 15. Soehatman Ramli. Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja. Jakarta : Dian Rakyat. 2010. 16. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI. Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan Klinik di Sarana Kesehatan. Jakarta. 2008. 17. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan di Rumah sakit. Jakarta. 2011. 18. National Patient Safety Agency. Seven Steps to Patients Safety a Guide for NHS Staff. 2003. 19. WHO. The Second Global Patient Safety Chalengge : safe Surgery Save Lives. First International Consultation Meeting WHO Headquarters, Geneva, Switzerland. 2007. 20. WHO. Surgical Safety Check List Reinforces Accepted safety Practices and Foster Better Commnication and Teamwork. 2009.