Aspek Hidro Oseanografi STUDI PUSTAKA

6. Perubahan perlindungan alami pantai Pengerukan di sekitar daerah pantai dapat mengubah pola pemecahan energi gelombang alami pantai, sehingga mempercepat terjadinya erosi. Penguranganpengambilan bukit pasir dunes dan kerusakan vegetasi pantai juga dapat mempercepat erosi. 7. Pemindahan material dari pantai Pengambilan material pantai untuk keperluan konstruksi, pengurukan atau untuk di ambil mineral di dalamnya seperti timah dapat mengakibatkan berkurangnya cadangan sedimen di pantai sehingga menggangu transpor sedimen.

2.3 Aspek Hidro Oseanografi

2.3.1 Angin Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur di atmosfir. Saat udara dipanasi, rapat massanya berkurang, sehingga udara tersebut naik dan kemudian digantikan oleh udara yang lebih dingin disekitarnya sehingga terjadi pergerakan udara yang disebut angin. Perubahan temperatur di atmosfer disebabkan adanya perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan lembah, atau perubahan yang disebabkan oleh siang dan malam, atau perbedaan suhu pada belahan bumi utara dan selatan karena adanya perbedaan musim dingin dan musim panas. Daratan lebih cepat menerima panas daripada lautan dan daratan juga lebih cepat melepaskan panas sehingga pada waktu siang hari daratan lebih panas dari pada laut. Pada siang hari udara di atas daratan akan naik dan diganti oleh udara dari laut, sehingga terjadi angin laut, pada waktu malam hari daratan lebih dingin daripada laut, udara di atas laut akan naik dan diganti oleh udara dari daratan sehingga terjadi angin darat. Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh persamaan berikut ini SPM, 1984: R L = U w U L Dengan : U L : Kecepatan angin yang diukur di darat mdt. U w : Kecepatan angin di laut mdt. R L : Tabel koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan di laut. Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin wind stress factor dengan persamaan sebagai berikut SPM, 1984: U A = 0,71 U 1,23 Dengan U adalah kecepatan angin dalam mdt. Data angin yang didapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram yang disebut dengan diagram mawar angin wind rose. SPM, 1984 Grafik 2.1 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat 2.3.2 Gelombang Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada daya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin, gelombang pasang surut dan gelombang tsunami. Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidaklinieran, tiga dimensi dan bentuknya yang acak random. Ada beberapa teori yang menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linear. Menurut teori gelombang linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga yaitu deep water gelombang di laut dangkal, transitional water gelombang di gin Gambar 2.3 Diagram Mawar Angin laut transisi, shallow water gelombang di laut dalam. Klasifikasi dari gelombang tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier Klasifikasi dL 2 π dL tan h 2 π dL Deep water ½ π ≈ 1 Transitional 125 sd ½ 14 sd π tan h 2 π dL Shallow Water 125 14 ≈ 2π dL SPM, 1984 Masing-masing penggunaan rumus harus disesuaikan dengan kriteria gelombang tersebut apakah termasuk deep water gelombang di laut dalam, transitional gelombang di laut transisi, shallow water gelombang di laut dangkal. 2.3.2.1 Deformasi Gelombang Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran tersebut, gelombang mengalami perubahan-perubahan atau disebut deformasi gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang rintangan seperti struktur di perairan. 1. Gelombang Laut Dalam Ekivalen Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam ekivalen yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam persamaan SPM,1984: H’ = K’ x K r x H Dengan : H’ : Tinggi gelombang laut dalam ekivalen m. H : Tinggi gelombang laut dalam m. K’ : Koefisien difraksi. K r : Koefisien refraksi. 2. Wave Shoaling dan Refraksi Akibat dari pendangkalan shoaling dan refraksi berbeloknya gelombang akibat perubahan kedalaman persamaan gelombang laut dalam menjadi sebagai berikut SPM,1984: H = K s x K r x H K s = , H H H H = , H H K r , H H = K r sehingga H’ = K r H Dengan : K s : Koefisien pendangkalan K s bisa didapat langsung dari tabel fungsi dL untuk pertambahan nilai dL . K r : Koefisien refraksi. : α α cos cos α : Sudut antara garis puncak gelombang dengan dasar di mana gelombang melintas. α : Sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintas kontur dasar berikutnya. 3. Gelombang pecah Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Perubahan tersebut ditandai dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya pecah pada kedalaman tertentu. Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam, kemiringan gelombang maksimum, di mana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh persamaan berikut ini SPM,1984: L H = 0,142 ≈ 7 1 Kedalaman gelombang pecah diberi notasi d b dan tinggi gelombang pecah H b . Rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah diberikan dalam persaman berikut ini SPM,1984: H H = 3 1 3 , 3 1 L H b b H d = 1,28 Parameter H b H ’ disebut dengan indek tinggi gelombang pecah. Pada Grafik 2.2 menunjukkan hubungan antara H b H ’ dan H b L ’ untuk berbagai kemiringan dasar laut. Pada Grafik 2.3 menunjukkan hubungan antara d b H b dan H b gT 2 untuk berbagai kemiringan dasar. Grafik 2.3 dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut SPM,1984: b b H d = 1 2 gT aH b b − Di mana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut SPM,1984: a = 43,75 1-e -19m b = 1 56 , 1 5 , 19 m e − + SPM,1984 Grafik 2.3 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah d b SPM,1984 Grafik 2.2 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah H b 2.3.2.2 Fetch Fetch adalah panjang daerah di mana angin berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Dalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin dalam Triatmodjo ,1999. F eff = ∑ ∑ α α cos cos Xi Dengan : F eff : Fetch rerata efektif km. Xi : Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch km. α : Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6 o sampai sudut sebesar 42 o pada kedua sisi dari arah angin. 2.3.2.3 Design Water Level DWL Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan d s maka perlu dipilih suatu kondisi muka air yang memberikan gelombang terbesar, atau run-up tertinggi. Kedalaman rencana bangunan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut dalam Triatmodjo, 1999: d s = HHWL – BL + storm surge wind set-up + SLR Dengan : d s : Kedalaman rencana bangunan pantai m. HHWL : Highest high water level muka air pasang tertinggi. BL : Bottom level elevasi dasar pantai di depan bangunan. SLR : Sea level rise kenaikan muka air laut. Sea level rise adalah kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh perubahan cuaca, misal efek rumah kaca atau pemanasan global. 2.3.2.4 Run Up Gelombang Run up sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Nilai run up dapat diketahui dari grafik setelah terlebih dahulu menentukan Bilangan Irribaren sebagai berikut dalam Triatmodjo, 1999: Ir = 5 . Lo H tg θ Dengan : Ir : Bilangan Irribaren θ : Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang . H : Tinggi gelombang di lokasi bangunan m. Lo : Panjang gelombang di laut dalam m. Grafik tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan run down R d . dalam Triatmodjo, 1999 Grafik 2.4 Grafik Run-up Gelombang Run up digunakan untuk menentukan elevasi mercu bangunan pantai, sedangkan run down digunakan untuk menghitung stabilitas rip-rap atau revetment. Besarnya elevasi mercu dapat dihitung dengan persamaan dalam Triatmodjo, 1999: EL mercu = DWL + R u + F b Dengan: EL mercu : Elevasi mercu bangunan pantai m. R u : Run-up gelombang m. F b : Tinggi jagaan m. DWL : Design water level m. 2.3.2.5 Periode Ulang Gelombang Frekuensi gelombang-gelombang besar merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan bangunan pantai. Untuk menetapkan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran yang cukup panjang. Data tersebut dapat berupa data pengukuran gelombang atau data hasil prediksi peramalan berdasar data angin. Apabila data yang tersedia adalah data angin maka analisis frekuensi dilakukan terhadap data angin tersebut yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi gelombang. Untuk memprediksi gelombang dengan periode tertentu dapat digunakan metode distribusi Gumbel Fisher-Tippett Type I dan distribusi Weibull CERC,1992. 1. Fisher-Tippett Type I Dalam Metode Fisher-Tippet Type I data probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi gelombang sebagai berikut : 12 . 44 . 1 + − − = ≤ T sm s N m H H P Dengan : PH s ≤ H sm : Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke-m yang tidak dilampaui H sm : Tinggi gelombang urutan ke-m m : Nomor urut tinggi gelombang signifikan : 1,2,…..N N T : Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan. Analisis regresi linear dari hubungan berikut ini dalam Triatmodjo, 1999: H m = Aˆ y m + Bˆ Dalam Metode Fisher-Tippet Type I data probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi gelombang sebagai berikut dalam Triatmodjo, 1999: 12 . 44 . 1 + − − = ≤ T sm s N m H H P Dengan : PH s ≤ H sm : probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke- m yang tidak dilampaui. H sm : tinggi gelombang urutan ke-m m : nomor urut tinggi gelombang signifikan : 1,2,…..N N T : Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan. Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi probabilitas dengan rumus sebagai berikut dengan Aˆ dan Bˆ adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis regresi linear : H sr = Aˆ y r + Bˆ ⇒ Aˆ = 2 2 ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − m m m sm sm sm y y n y H y H n ⇒ Bˆ = H m - Aˆ y m ⇒ y r = -ln { - ln r T L. 1 1 − } ⇒ y m = -ln { - ln P H s ≤ H sm } Dengan : H sr : Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang T r m. T r : Periode ulang tahun. K : Panjang data tahun. L : Rerata jumlah kejadian per tahun = N T K 2. Weibull Hitungan perkiraan tinggi gelombang ekstrim dilakukan dengan cara yang sama seperti Metode Fisher-Tippet Type I, hanya persamaan dan koefisien yang digunakan disesuaikan untuk Metode Weibull. Rumus-rumus probabilitas yang digunakan untuk Metode Weibull adalah sebagai berikut : k N k m H H P T sm s 23 . 2 . 27 . 22 . 1 + + − − − = ≤ Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi probabilitas dengan rumus sebagai berikut di bawah ini, dengan Aˆ dan Bˆ adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis regresi linear : H sr = Aˆ y r + Bˆ ⇒ y m = [-ln {1 - P H s ≤ H sm }] 1k ⇒ { } k r r LT y 1 ln = Dengan : H sr : Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang T r m. T r : Periode ulang tahun. K : Panjang data tahun. L : Rerata jumlah kejadian per tahun = N T K 2.3.3 Fluktuasi Muka Air Laut Fluktuasi muka air laut disebabkan oleh pasang surut, wave set-up dan wind set-up. 2.3.3.1 Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi muka air tertinggi pasang dan muka air terendah surut sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL, MHWL, MLWL, MSL. Selama pengamatan 15 hari tersebut telah tercakup satu siklus pasang surut yang meliputi pasang purnama dan pasang perbani. Pengamatan yang lebih lama akan memberikan data yang lebih lengkap. Secara umum pasang surut diberbagai daerah di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 jenis dalam Triatmodjo, 1999, yaitu: 1. Pasang surut harian ganda Semi Diurnal Tide, yaitu pasang yang memiliki sifat dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan juga dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi berurutan secara teratur. 2. Pasang surut harian tunggal Diurnal Tide, yaitu tipe pasang surut yang apabila dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda Mixed Tide Prevailling Semidiurnal, yaitu pasang surut yang dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal Mixed Tide Prevealling Diurnal, yaitu dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pada diurnal tide dan semi diurnal tide, muka air tertinggi harian disebut dengan high water dan muka air terendah disebut dengan low water. Sedangkan pada mixed tide, muka air tertinggi harian disebut dengan higher high water dan muka air tertinggi harian yang lebih rendah disebut dengan lower high water. Dan muka air terendah harian disebut dengan lower low water, sedangkan muka air terendah yang lebih tinggi disebut higher low water dalamTriatmodjo, 1999. Gambar 2.4 menunjukkan tipe-tipe pasang surut di Indonesia. Gambar 2. 4 Tipe pasang surut yang terjadi di Indonesia. 2.3.3.2 Wave set-up Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Turunnya muka air dikenal dengan wave set down, sedang naiknya muka air laut disebut wave set up. Triatmodjo,1999 Besar wave set down di daerah gelombang pecah diberikan oleh persamaan dalam Triatmodjo, 1999: S b = - T g H b 2 1 3 2 536 , Dengan : S b : Set down di daerah gelombang pecah m T : Periode gelombang detik H ’ : Tinggi gelombang laut dalam ekivalen m d b : Kedalaman gelombang pecah m g : Percepatan gravitasi mdetik 2 Wave set up di pantai dihitung dengan rumus : S w = ∆S - S b Jika ∆S = 0,15 db dan dianggap bahwa db = 1,28 H maka dalam Triatmodjo,1999: S w = 0,19 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − 2 82 , 2 1 gT H b H b 2.3.3.3 Wind set up Angin dengan kecepatan besar badai yang terjadi di atas permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut dalam Triatmodjo, 1999: ∆h = 2 F ∆h = F c gd V 2 2 Dengan : ∆h : Kenaikan elevasi muka air karena badai m F : Panjang fetch m I : Kemiringan muka air c : Konstanta = 3,5x10 -6 V : Kecepatan angin mdt d : Kedalaman air m g : Percepatan gravitasi mdt 2

2.4 Teori Mekanika Tanah