1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar dari pengalaman negara-negara maju di dunia ini, tidak dapat dipungkiri bahwa masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan peradaban manusia. Pendidikan berperan dalam membentuk pribadi manusia yang baik menurut
ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, sejalan dengan reformasi nasional saat ini pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, karena dengan
menerapkan sistem pendidikan nasional yang baik dan ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang
berkualitas dan mampu bersaing dalam era globalisasi Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008:1
Salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa ini adalah rendahnya mutu pendidikan, yang bermuara pada lemahnya daya saing Sumber Daya
Manusia SDM dan rendahnya produktifitas manusia Indonesia pada umumnya. Kualitas pendidikan Indonesia yang oleh banyak kalangan masih dianggap rendah
ini diperlihatkan dengan indikator Human Development Index HDI Indonesia yang masih rendah pada Tabel 1.1 tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan
tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108. Bandingkan dengan negara Cina yang memiliki peringkat 111 pada tahun 1995 tetapi pada
2
tahun 2005 sudah mencapai peringkat 85, suatu kemajuan yang memiliki prestasi tersendiri.
Tabel 1.1 Ranking Indonesia berdasarkan HDI dibandingkan beberapa negara tahun 1995, 2000, 2003, 2004, 2005
No Negara
Peringkat Pada Tahun 1995
2000 2003
2004 2005
1 2
3 4
5 6
Thailand Malaysia
Philipina Indonesia
Cina Vietnam
58 59
100 104
111 120
76 61
77
109
99 108
74 58
85 112
104 109
76 59
83
111
94 112
73 61
84
110
85 108
Sumber : Kunandar 2007
Dibandingkan dengan kualitas sistem pendidikan dikaitkan dengan daya saing tenaga kerja pada 12 negara Asia, peringkatnya sangat jauh dengan rasio
6,59 menempati posisi akhir paling bawah, bahkan di bawah negara Malaysia dan Vietnam Tabel 1.2. Ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia
tidak mampu bersaing di tingkat Internasional khususnya di kawasan Asia.
Tabel 1.2. Kualitas Sistem Pendidikan Dikaitkan dengan Daya Saing Tenaga Kerja pada 12 Negara Asia
No Negara
Skor ...
7 8
9 10
11 12
Malaysia Hongkong
Philipina Thailand
Vietnam Indonesia
4,41 4,72
5,47 5,96
6,21 6,59
Sumber : PERC dalam Kunandar 2007
Persoalan yang dihadapi sektor pendidikan amatlah kompleks, salah satunya adalah masalah yang berkaitan dengan aspek substansial seperti
kelayakan mengajar dan sulitnya mengimplementasikan kurikulum yang memiliki basis kompetensi. Tabel 1.3 tampak jelas pada semua jenjang pendidikan SD,
3
SMP, SMA dan SMK persentase guru yang tidak layak mengajar masih cukup besar, terlebih pada jenjang Sekolah Dasar.
Tabel 1.3 Guru menurut Kelayakan Mengajar Tahun 20022003
No Jenjang
Pendidikan Negeri
Swasta Jumlah
1 2
3 4
SD Jumlah
SMP Jumlah
SMA Jumlah
SMK Jumlah
Layak Tidak
Layak Tidak
Layak Tidak
Layak Tidak
584.395 558.675
1.143.070 202.720
108.811 311.531
87.379 35.424
122.803 27.967
20.678 48.645
47,3 45,2
92,6 43,4
23,3 66,7
38,0 15,4
53,4 19,0
14,0 33,0
41.315 50.542
91.857 96.385
58.832
155.217
67.051 40.260
107.311 55.631
43.283 98.914
3,3 4,1
7,4 20,7
12,6 33,3
29,1 17,5
46,6 37,7
29,3 67,0
625.710 609.217
1.234.927 299.105
167.643 466.748
154.430
75.648
230.114 83.598
63.961 147.559
50,7 49,3
100 64,1
35,9 100
67,1 32,9
100 56,7
43,3 100
Sumber : Balitbang Depdiknas dalam Kunandar 2007
Dalam konteks reformasi pendidikan, guru adalah unsur utama dalam
proses pendidikan. Tugas guru sangat kompleks, selain bertugas menstransfer pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, guru juga mempunyai tugas
mendidik membantu perkembangan semua potensi peserta didik agar mereka menjadi matang dan dewasa sehingga mampu berkiprah di masa yang akan
datang. Sangat disadari bahwa semua harapan itu, salah satu kata kuncinya adalah pendidikan, dan kata kunci di dalam pendidikan itu adalah guru. Guru adalah
unsur terdepan dalam keseluruhan proses pendidikan. Oleh karena itu sangatlah wajar jika saat ini pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap
berbagai aspek kehidupan guru Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008:1. Bermula dari rendahnya kompetensi guru, kurang memadainya fasilitas,
sarana dan prasarana pendidikan, lemahnya unsur manajemen di tingkat satuan pendidikan, hingga kurangnya partisipasi dari unsur-unsur masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Semua itu merupakan rangkaian masalah yang
4
membutuhkan penanganan serius dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengatasinya. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan,
dibutuhkan upaya-upaya yang sistematis, komprehensif dan konsisten serta menyentuh pada aspek-aspek yang spesifik dalam sistem pendidikan itu sendiri.
Guru adalah garda depan dari sistem pendidikan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu maka harus dipastikan juga guru-guru yang
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran bagi siswa di sekolah, juga sudah bermutu. Terlepas dari atmosfer politik yang tidak begitu menguntungkan bagi
guru, secara jujur juga harus diakui, guru masih belum mampu tampil optimal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya. Kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial yang harus dimiliki oleh guru sebagai agen pembelajaran sebagaimana diamanatkan PP Nomor 192005 tentang Standar
Nasional Pendidikan SNP, pasal 28 ayat 3 masih dipertanyakan banyak kalangan Sawali Tuhusetya, 2008:1, dalam http:sawali.info20080609mampukah-
pemberdayaan-mgmp-menjadi. Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru, menurut Sawali
Tuhusetya 2008:1 dua di antaranya dinilai masih menjadi problem serius dan krusial di kalangan guru terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional. Dari aspek kompetensi pedagogik, guru dinilai belum mampu mengelola pembelajaran secara maksimal, baik dalam hal pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, maupun pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya. Dari aspek kompetensi profesional, banyak guru yang dianggap
5
masih gagap dalam menguasai materi ajar secara luas dan mendalam sehingga gagal menyajikan kegiatan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi
siswa. Dengan melihat keadaan guru di lapangan yang sangat bervariasi dilihat
dari latar belakang pendidikan, pangkat dan golongan, masa kerja, pengalaman mengajar, serta keadaan wilayah, keberadaan MGMP Musyawarah Guru Mata
Pelajaran sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas mata pelajaran. Terutama untuk menyamakan persepsi, substansi materi, pemilihan metode, serta
penentuan pola evaluasi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kondisi yang ada. Mengingat setiap mata pelajaran bersifat dinamis dan melibatkan manusia.
Kompetensi guru yang dinilai masih lemah kini tengah diupayakan secara serius oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan, Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan LPMP, dan P4TK dalam bentuk program pemberdayaan Musyawatah Guru Mata Pelajaran MGMP di jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah SMP dan SMA. Kegiatan-kegiatan MGMP pada umumnya bertujuan memotivasi para guru
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam membuat perencanaan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program pembelajaran, sehingga terwujud
proses pembelajaran yang bermutu di kelas. Selain itu kegiatan MGMP juga dapat menjadi ajang untuk mendiskusikan dan mencari solusi bagi persoalan-persoalan
yang dihadapi para guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, menjadi sumber informasi yang memungkinkan para guru memperoleh berbagai
pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan yang terjadi, inovasi-inovasi
6
di bidang pendidikan dan kebijakan-kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum sejak anggaran tahun 2001 telah merintis revitalisasi MGMP dan telah disosialisasikan di daerah. Sejalan dengan
amanah otonomi daerah, peran dan fungsi MGMP untuk meningkatkan profesionalisme dalam upaya menyelenggarakan class reform dan perubahan
paradigma reorientasi pembelajaran di kelas Dikmenum, 2004:2 Karena itu cukup beralasan jika pemerintah memandang bahwa
keberadaan MGMP amat potensial sebagai salah satu leading sector dalam upaya peningkatan kompetensi profesional guru.. Hal ini diwujudkan oleh pemerintah
dengan pemberian dana block grant bagi pemberdayaan MGMP yang disalurkan melalui LPMP di seluruh Indonesia.
Apabila melihat fenomena di lapangan menunjukkan bahwa sesungguhnya peran dan eksistensi MGMP khususnya di Kabupaten Bandung
masih dipertanyakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas kinerjanya sesuai dengan tujuan keberadaan MGMP. Hal ini tercermin dari hasil Ujian Nasional
UN tahun 2008 rayon Kabupaten Bandung tingkat SMA pada jurusan IPS Tabel 1.4 yang perlu dicermati lebih jauh, dimana mata pelajaran Geografi
menempati nilai rata-rata terendah dibandingkan mata pelajaran yang lain. Guru yang memiliki kompetensi dan kemampuan profesional yang tinggi dapat
membawa siswa pada prestasi hasil belajar yang tinggi. Salah satu tolak ukur keberhasilan siswa adalah nilai UN, disamping faktor-faktor keberhasilan
pembelajaran dilihat dari sisi yang lain. Melihat hal tersebut di atas tampaknya
7
cukup menjadi bahan yang perlu dikaji dan menjadi pokok permasalahan pendidikan yang ada di daerah Kabupaten Bandung.
Tabel 1.4 Hasil Ujian Nasional 2008
Propinsi : Jawa Barat
Jumlah Sekolah : 94
Kabupaten : Bandung
Jumlah Peserta : 6007
Jenis Sekolah : SMA NegeriSwasta Jur : IPS
Jumlah Lulus : 5959 99,20
Statistik Nilai
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika Ekonomi
Sosiologi
Geografi
Jumlah Nilai
Klasifikasi B
B A
A A
B A
Rata-rata 7,47
7,27 7,47
7,99 8,03
6,66 45,16
Terendah 4,00
1,80 1,00
2,25 4,25
3,00 30,45
Tertinggi 9,60
9,40 10,00
10,00 10,00
9,00 53,90
St.Deviasi 0,92
0,93 0,98
0,83 0,75
0,83 3,19
Sumber : Publikasi Hasil Ujian Nasional 2008 oleh PUSPENDIK
Untuk itu agar dapat memahami fenomena ini secara lebih akurat dan mendalam, perlu dilakukan suatu penelitian tentang “ Peran Forum Musyawarah
Guru Mata Pelajaran Terhadap Kompetensi Guru di MGMP Geografi Tingkat SMA Kabupaten Bandung ”.
B. Fokus Penelitian