t ips 0706403 chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar dari pengalaman negara-negara maju di dunia ini, tidak dapat dipungkiri bahwa masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan peradaban manusia. Pendidikan berperan dalam membentuk pribadi manusia yang baik menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, sejalan dengan reformasi nasional saat ini pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan nasional yang baik dan ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu bersaing dalam era globalisasi (Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008:1)

Salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa ini adalah rendahnya mutu pendidikan, yang bermuara pada lemahnya daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) dan rendahnya produktifitas manusia Indonesia pada umumnya. Kualitas pendidikan Indonesia yang oleh banyak kalangan masih dianggap rendah ini diperlihatkan dengan indikator Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah pada Tabel 1.1 (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108). Bandingkan dengan negara Cina yang memiliki peringkat 111 pada tahun 1995 tetapi pada


(2)

tahun 2005 sudah mencapai peringkat 85, suatu kemajuan yang memiliki prestasi tersendiri.

Tabel 1.1 Ranking Indonesia berdasarkan HDI dibandingkan beberapa negara tahun 1995, 2000, 2003, 2004, 2005

No Negara Peringkat Pada Tahun

1995 2000 2003 2004 2005

1 2 3 4 5 6 Thailand Malaysia Philipina Indonesia Cina Vietnam 58 59 100 104 111 120 76 61 77 109 99 108 74 58 85 112 104 109 76 59 83 111 94 112 73 61 84 110 85 108 Sumber : Kunandar 2007

Dibandingkan dengan kualitas sistem pendidikan dikaitkan dengan daya saing tenaga kerja pada 12 negara Asia, peringkatnya sangat jauh dengan rasio 6,59 menempati posisi akhir paling bawah, bahkan di bawah negara Malaysia dan Vietnam (Tabel 1.2). Ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia tidak mampu bersaing di tingkat Internasional khususnya di kawasan Asia.

Tabel 1.2. Kualitas Sistem Pendidikan Dikaitkan dengan Daya Saing Tenaga Kerja pada 12 Negara Asia

No Negara Skor

... 7 8 9 10 11 12 Malaysia Hongkong Philipina Thailand Vietnam Indonesia 4,41 4,72 5,47 5,96 6,21 6,59

Sumber : PERC dalam Kunandar 2007

Persoalan yang dihadapi sektor pendidikan amatlah kompleks, salah satunya adalah masalah yang berkaitan dengan aspek substansial seperti kelayakan mengajar dan sulitnya mengimplementasikan kurikulum yang memiliki basis kompetensi. Tabel 1.3 tampak jelas pada semua jenjang pendidikan (SD,


(3)

SMP, SMA dan SMK) persentase guru yang tidak layak mengajar masih cukup besar, terlebih pada jenjang Sekolah Dasar.

Tabel 1.3 Guru menurut Kelayakan Mengajar Tahun 2002/2003

No Jenjang Pendidikan Negeri % Swasta % Jumlah % 1 2 3 4 SD Jumlah SMP Jumlah SMA Jumlah SMK Jumlah Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak 584.395 558.675 1.143.070 202.720 108.811 311.531 87.379 35.424 122.803 27.967 20.678 48.645 47,3 45,2 92,6 43,4 23,3 66,7 38,0 15,4 53,4 19,0 14,0 33,0 41.315 50.542 91.857 96.385 58.832 155.217 67.051 40.260 107.311 55.631 43.283 98.914 3,3 4,1 7,4 20,7 12,6 33,3 29,1 17,5 46,6 37,7 29,3 67,0 625.710 609.217 1.234.927 299.105 167.643 466.748 154.430 75.648 230.114 83.598 63.961 147.559 50,7 49,3 100 64,1 35,9 100 67,1 32,9 100 56,7 43,3 100 Sumber : Balitbang Depdiknas dalam Kunandar 2007

Dalam konteks reformasi pendidikan, guru adalah unsur utama dalam proses pendidikan. Tugas guru sangat kompleks, selain bertugas menstransfer pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, guru juga mempunyai tugas mendidik membantu perkembangan semua potensi peserta didik agar mereka menjadi matang dan dewasa sehingga mampu berkiprah di masa yang akan datang. Sangat disadari bahwa semua harapan itu, salah satu kata kuncinya adalah pendidikan, dan kata kunci di dalam pendidikan itu adalah guru. Guru adalah unsur terdepan dalam keseluruhan proses pendidikan. Oleh karena itu sangatlah wajar jika saat ini pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap berbagai aspek kehidupan guru (Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008:1).

Bermula dari rendahnya kompetensi guru, kurang memadainya fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan, lemahnya unsur manajemen di tingkat satuan pendidikan, hingga kurangnya partisipasi dari unsur-unsur masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Semua itu merupakan rangkaian masalah yang


(4)

membutuhkan penanganan serius dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengatasinya. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan, dibutuhkan upaya-upaya yang sistematis, komprehensif dan konsisten serta menyentuh pada aspek-aspek yang spesifik dalam sistem pendidikan itu sendiri.

Guru adalah garda depan dari sistem pendidikan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu maka harus dipastikan juga guru-guru yang menyelenggarakan kegiatan pembelajaran bagi siswa di sekolah, juga sudah bermutu. Terlepas dari atmosfer politik yang tidak begitu menguntungkan bagi guru, secara jujur juga harus diakui, guru masih belum mampu tampil optimal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya. Kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial yang harus dimiliki oleh guru sebagai agen pembelajaran sebagaimana diamanatkan PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), pasal 28 ayat 3 masih dipertanyakan banyak kalangan (Sawali Tuhusetya, 2008:1, dalam http://sawali.info/2008/06/09/mampukah-pemberdayaan-mgmp-menjadi/).

Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru, menurut Sawali Tuhusetya (2008:1) dua di antaranya dinilai masih menjadi problem serius dan krusial di kalangan guru terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Dari aspek kompetensi pedagogik, guru dinilai belum mampu mengelola pembelajaran secara maksimal, baik dalam hal pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, maupun pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dari aspek kompetensi profesional, banyak guru yang dianggap


(5)

masih gagap dalam menguasai materi ajar secara luas dan mendalam sehingga gagal menyajikan kegiatan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi siswa.

Dengan melihat keadaan guru di lapangan yang sangat bervariasi dilihat dari latar belakang pendidikan, pangkat dan golongan, masa kerja, pengalaman mengajar, serta keadaan wilayah, keberadaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas mata pelajaran. Terutama untuk menyamakan persepsi, substansi materi, pemilihan metode, serta penentuan pola evaluasi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kondisi yang ada. Mengingat setiap mata pelajaran bersifat dinamis dan melibatkan manusia.

Kompetensi guru yang dinilai masih lemah kini tengah diupayakan secara serius oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), dan P4TK dalam bentuk program pemberdayaan Musyawatah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (SMP dan SMA).

Kegiatan-kegiatan MGMP pada umumnya bertujuan memotivasi para guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam membuat perencanaan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program pembelajaran, sehingga terwujud proses pembelajaran yang bermutu di kelas. Selain itu kegiatan MGMP juga dapat menjadi ajang untuk mendiskusikan dan mencari solusi bagi persoalan-persoalan yang dihadapi para guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, menjadi sumber informasi yang memungkinkan para guru memperoleh berbagai pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan yang terjadi, inovasi-inovasi


(6)

di bidang pendidikan dan kebijakan-kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum sejak anggaran tahun 2001 telah merintis revitalisasi MGMP dan telah disosialisasikan di daerah. Sejalan dengan amanah otonomi daerah, peran dan fungsi MGMP untuk meningkatkan profesionalisme dalam upaya menyelenggarakan class reform dan perubahan paradigma reorientasi pembelajaran di kelas (Dikmenum, 2004:2)

Karena itu cukup beralasan jika pemerintah memandang bahwa keberadaan MGMP amat potensial sebagai salah satu leading sector dalam upaya peningkatan kompetensi profesional guru.. Hal ini diwujudkan oleh pemerintah dengan pemberian dana block grant bagi pemberdayaan MGMP yang disalurkan melalui LPMP di seluruh Indonesia.

Apabila melihat fenomena di lapangan menunjukkan bahwa sesungguhnya peran dan eksistensi MGMP khususnya di Kabupaten Bandung masih dipertanyakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas kinerjanya sesuai dengan tujuan keberadaan MGMP. Hal ini tercermin dari hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2008 rayon Kabupaten Bandung tingkat SMA pada jurusan IPS (Tabel 1.4) yang perlu dicermati lebih jauh, dimana mata pelajaran Geografi menempati nilai rata-rata terendah dibandingkan mata pelajaran yang lain. Guru yang memiliki kompetensi dan kemampuan profesional yang tinggi dapat membawa siswa pada prestasi hasil belajar yang tinggi. Salah satu tolak ukur keberhasilan siswa adalah nilai UN, disamping faktor-faktor keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi yang lain. Melihat hal tersebut di atas tampaknya


(7)

cukup menjadi bahan yang perlu dikaji dan menjadi pokok permasalahan pendidikan yang ada di daerah Kabupaten Bandung.

Tabel 1.4 Hasil Ujian Nasional 2008

Propinsi : Jawa Barat Jumlah Sekolah : 94 Kabupaten : Bandung Jumlah Peserta : 6007

Jenis Sekolah : SMA Negeri/Swasta Jur : IPS Jumlah Lulus : 5959 (99,20%) Statistik

Nilai

Bahasa Indonesia

Bahasa

Inggris Matematika Ekonomi Sosiologi Geografi

Jumlah Nilai

Klasifikasi B B A A A B A

Rata-rata 7,47 7,27 7,47 7,99 8,03 6,66 45,16 Terendah 4,00 1,80 1,00 2,25 4,25 3,00 30,45 Tertinggi 9,60 9,40 10,00 10,00 10,00 9,00 53,90 St.Deviasi 0,92 0,93 0,98 0,83 0,75 0,83 3,19 Sumber : Publikasi Hasil Ujian Nasional 2008 oleh PUSPENDIK

Untuk itu agar dapat memahami fenomena ini secara lebih akurat dan mendalam, perlu dilakukan suatu penelitian tentang “ Peran Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Terhadap Kompetensi Guru di MGMP Geografi Tingkat SMA Kabupaten Bandung ”.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah guru-guru geografi yang tergabung dalam MGMP Geografi SMA di Kabupaten Bandung. Aspek yang akan diteliti yaitu persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP, partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP, kompetensi profesional geografi guru, hubungan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru, dan hubungan persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru.


(8)

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP tingkat SMA di Kabupaten Bandung ?

2. Bagimana partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP di Kabupaten Bandung ?

3. Bagaimana kompetensi profesional geografi guru di Kabupaten Bandung ? 4. Bagaimana hubungan antara partisipasi guru geografi dalam kegiatan

MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru ?

5. Bagaimana hubungan persepsi guru geografi terhadap eksistensi dengan kompetensi profesional geografi guru ?

6. Bagaimana hubungan antara partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dan persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru ?

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dari permasalahan pokok di atas maka terdapat variabel pokok yang terbagi ke dalam variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP (X1), partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP (X2), sedangkan variabel terikat (dependen) adalah kompetensi profesional geografi guru(Y).

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini, dapat didefinisikan dan dijelaskan sebagai berikut :


(9)

1. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) adalah suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA, yang berada disuatu sanggar, kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/pelaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2004:1).

2. Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP merupakan proses pemahaman guru geografi terhadap sesuatu yang diterimanya dalam hal ini dalam forum MGMP, berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang ada pada diri guru geografi. Pada intinya persepsi merupakan suatu ekspresi sikap individu (guru geografi) terhadap obyek atau lingkungan tertentu (MGMP) sehingga menjadi suatu keyakinan bagi dirinya.

3. Eksistensi adalah hal berada, keberadaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Dalam konteks penelitian ini keberadaan yang dimaksud adalah keberadaan MGMP sebagai wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA.


(10)

4. Partisipasi adalah : perihal turut berperan serta di suatu kegiatan ; keikutsertaan; peran serta; berpartisipasi : melakukan partisipasi: berperan serta dalam kegiatan. Sedangkan Partisipan adalah orang yang ikut berperan serta di suatu kegiatan (pertemuan, konferensi, seminar, dan sebagainya). (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Sumber lain mengatakan bahwa Partisipasi adalah suatu gejala demokratis dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggungjawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya (Poerbawakatja 1982, dalam Nyni Makaliwe, 2003:48). Partisipasi guru geografi dalam MGMP diartikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang (guru geografi) didalam situasi kelompok (forum MGMP geografi) yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

5. Kompetensi Profesional Guru adalah merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya (PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 tentang Standar Nasional Pendidikan).


(11)

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi dan memberi gambaran yang kongkrit bagaimana peran MGMP Geografi SMA di Kabupaten Bandung dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru. Kondisi yang akan diteliti adalah persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP, partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP, dan kompetensi profesional geografi guru.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi teoritis dan praktis, sehingga dapat diharapkan :

1. Secara teoritis-akademis, penelitian ini memberikan peluang bagi perluasan kajian akademik berkaitan dengan peran forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Geografi SMA dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru serta sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Secara praktis menjadi referensi yang dapat dipakai untuk mengembangkan program-program pemberdayaan MGMP ke depan, baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, LPMP, P4TK, maupun pihak-pihak terkait.


(12)

G. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

1. H0 : Tidak terdapat hubungan antara persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara persepsi guru

geografi terhadap eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru

2. H0 : Tidak terdapat hubungan antara partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara partisipasi dalam

kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. 3. H0 : Tidak terdapat hubungan antara persepsi guru geografi terhadap

eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru.

H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research) dengan pendekatan kuantitatif yang bermaksud untuk mengungkap, menguji dan


(13)

menyajikan pemahaman tentang fenomena yang sementara ini baru sedikit diketahui. Fenomena yang akan diungkap adalah persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru. Data yang dikumpulkan diperoleh melalui alat ukur berupa instrumen tes dan instrumen kuesioner untuk dianalisis secara kuantitatif dengan statistika korelasioal.

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Bandung (Gambar 1.1), sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “ Peran Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Terhadap Kompetensi Guru di MGMP Geografi Tingkat SMA Kabupaten Bandung ”. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru geografi SMA Negeri/Swasta yang tergabung di MGMP geografi di Kabupaten Bandung, sedangkan sampel yang diambil adalah guru-guru geografi tingkat SMA yang terlibat sebagai pengurus dan anggota MGMP geografi dengan teknik simple random sampling (pengambilan sampel secara acak).


(14)

7º19' LS 7º19' LS

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT

PETA LOKASI PENELITIAN

KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

SKALA 1 : 389.000

0 3,89 7,78 11,67 KM

Batas kecamatan Batas kabupaten Lokasi Penelitian

LEGENDA :


(1)

1. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) adalah suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA, yang berada disuatu sanggar, kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/pelaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2004:1).

2. Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP merupakan proses pemahaman guru geografi terhadap sesuatu yang diterimanya dalam hal ini dalam forum MGMP, berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang ada pada diri guru geografi. Pada intinya persepsi merupakan suatu ekspresi sikap individu (guru geografi) terhadap obyek atau lingkungan tertentu (MGMP) sehingga menjadi suatu keyakinan bagi dirinya.

3. Eksistensi adalah hal berada, keberadaan(Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Dalam konteks penelitian ini keberadaan yang dimaksud adalah keberadaan MGMP sebagai wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA.


(2)

4. Partisipasi adalah : perihal turut berperan serta di suatu kegiatan ; keikutsertaan; peran serta; berpartisipasi : melakukan partisipasi: berperan serta dalam kegiatan. Sedangkan Partisipan adalah orang yang ikut berperan serta di suatu kegiatan (pertemuan, konferensi, seminar, dan sebagainya). (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Sumber lain mengatakan bahwa Partisipasi adalah suatu gejala demokratis dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggungjawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya (Poerbawakatja 1982, dalam Nyni Makaliwe, 2003:48). Partisipasi guru geografi dalam MGMP diartikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang (guru geografi) didalam situasi kelompok (forum MGMP geografi) yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

5. Kompetensi Profesional Guru adalah merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya (PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 tentang Standar


(3)

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi dan memberi gambaran yang kongkrit bagaimana peran MGMP Geografi SMA di Kabupaten Bandung dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru. Kondisi yang akan diteliti adalah persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP, partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP, dan kompetensi profesional geografi guru.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi teoritis dan praktis, sehingga dapat diharapkan :

1. Secara teoritis-akademis, penelitian ini memberikan peluang bagi perluasan kajian akademik berkaitan dengan peran forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Geografi SMA dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru serta sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Secara praktis menjadi referensi yang dapat dipakai untuk mengembangkan program-program pemberdayaan MGMP ke depan, baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, LPMP, P4TK, maupun pihak-pihak terkait.


(4)

G. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

1. H0 : Tidak terdapat hubungan antara persepsi guru geografi terhadap

eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara persepsi guru

geografi terhadap eksistensi MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru

2. H0 : Tidak terdapat hubungan antara partisipasi guru geografi dalam

kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara partisipasi dalam

kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru. 3. H0 : Tidak terdapat hubungan antara persepsi guru geografi terhadap

eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru.

H1 : Terdapat hubungan yang positif/signifikan antara persepsi guru

geografi terhadap eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dengan kompetensi profesional geografi guru.


(5)

menyajikan pemahaman tentang fenomena yang sementara ini baru sedikit diketahui. Fenomena yang akan diungkap adalah persepsi guru geografi terhadap eksistensi MGMP dan partisipasi guru geografi dalam kegiatan MGMP dalam meningkatkan kompetensi profesional geografi guru. Data yang dikumpulkan diperoleh melalui alat ukur berupa instrumen tes dan instrumen kuesioner untuk dianalisis secara kuantitatif dengan statistika korelasioal.

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Bandung (Gambar 1.1), sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “ Peran Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Terhadap Kompetensi Guru di MGMP Geografi Tingkat SMA Kabupaten Bandung ”. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru geografi SMA Negeri/Swasta yang tergabung di MGMP geografi di Kabupaten Bandung, sedangkan sampel yang diambil adalah guru-guru geografi tingkat SMA yang terlibat sebagai pengurus dan anggota MGMP geografi dengan teknik simple random sampling


(6)

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT

PETA LOKASI PENELITIAN KABUPATEN BANDUNG

JAWA BARAT

SKALA 1 : 389.000

0 3,89 7,78 11,67 KM

LEGENDA :