Penggunaan Indirect Enzyme Linked Immunosorbent Assay (Ind-Elisa) dalam Memantau Tingkat Infeksi Pseudomonas pseudomallei Subklinik pada Peternakan Babi

(1)

Media

Veteriner 1995. Vol. II (1) * Artikel Asli

PENGGUNAAN INDIRECT ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (IND-ELISA) DALAM MEMANTAU TINGKAT INFEKSI Pscudomona.

p ~ u t d o ~ ~ SUBKLINIK PADA PETERNAKAN BABI')

TEHI USE OF INDILRECT ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (IND-ELISA)

FOR

MONITORING OF SUBCLINICAL INFECTION OF

& s u b n a s p s e u d d e i IN T H E PIGGERIES

B e r d a g a r k a s h a s i l d u a m e t o d e ~ y a l m r p e m e r i k s a a n k ~ ~ d i n u n a h p o t o n g ~ ( R P N ) d a n p a s l ~ ~ d i ~ u m , b a b i - b i a b i y ~ terdapat di tiga

penrsahaas

pele;lmakafi di Ayrs, Queeasiand UtaTa, Australia,

dinyatakan terinfeksi scam subklidc oteh kumyr Pseudomonas peudomallei. Oleh

karentrpenyakittersebutdianggapdapatmenularkepadaatanusia,makabeberapa t d d c a n pengamanan telah

dilakukan

di

antmwya: (1) pelararrgan meqkonsumsi

dagbg atau bahan pangan asal babi

dari peternakan tertular,

(2) peargisolasian dan pembatasan kontak petemaka~ tertular deqan wilayah sekitar, serta (3) pemaotauan hngkat infeksi sxara serologik deagan mengguoakan indirect enzyme-linked immunosorbent ussay (IND-ELISA) tertiadap hewan-hwan rentan temrasuk kambing yang terdapat di wilayah sekitar. Selama kurang Mih satu tahun, semua samptl sem yang akan diuji diambil setiap 16 m i q p dan

dilakukan

secara simultan denm pemeriksaan kesehatan secara patologi anatomik (pa) pada babi-babi yang dikirim oleh peternakan tertular ke RPH. Hasil pemeriksaan semlogik menunjukkan hubungan yang nyata @<0,09) antara kelainan patologi aaatomik (abses) clan seroreaktivitas terhadap antigen P. pseudorndlei. Selanjutnya juga diketahui bahwa kejadian infkksi melioidosis hanya terbatas pada hewan-hewan yang terdapat di ketiga petemakau yang dilaporb tertular; sedan@ Pak satupun sampel serum baik dari petemakm babi ataupun kambing yang terdapat di &I& sekitar yang terditeksi sebagai seropositif. Hal yang

1

) Makalah ctsampaikan pada Kongns Narional VI Perhimpuuan Mikrobiologi Indonesia, Surabaya 2

-

4 Descmber 1 993.

*

) Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

) Department of Biomedical and Tropical Veterinary Science, James Cook University of Narth Queemland, Townsville AuPtrolia.


(2)

a m a d c

.

.

daa

pJtut dicatat dari hasil penelirian ini yakni tingkat prevaleasi dari S k s i m e h d o k pgd. mush penghujan

di

ketiga pdernakan

tertular

awknmg

lebih tiaggi @,01) bila d i b d h g h den- yaog tenkeki pada msbn kering.

ABSTRACT

Based

orf tPoth routine ab- inspection methods h pig carcams and bacterial culture three piggeries in Ayrs, northern Queensland Australia, were declared as being subclinically

infected

with Pseudomonas pseudomallei, and on the ground of the animal camasses derived fiom the '@ve rllFarms were c x d e m d

anmmption. In attempts to safbguard surrounding areas h m contamina-

!he a f h t d fbms were isolated and the infedion rates either in pigs among the a&&d piseries or in any susceptibte ahinids existing in the areas, such as goats, were regularly moditored by employing an immunosorbent assay (ITW-EtfSA). Over a period of olte year, were collected at an M

df

16

6

shltamously with aWbk ispWhm on slaughtered animals spplisd by tkrespective piggeries. On the basis of semm&vity determined by the IM)-EtISA, p s patbkgical c b g e s depicted by abscesses were fiwnd to be

strangty

associated (p4.05) with serological e d e n a . It was also showed that cases of

the

disease

appear

to be localized in the three piggeries with previous history of the

subchid-. However, neither goat herds nor pig h n s

with

no history of

s u W C a t ~ i d o s i s i n t h e a r e a s w e r e d c a c t e d t o b e ~ t i v e .

F u r t h e m i t w a s noad

that

a number of xmmcbm in the @kded

farms

indicated during matsoon


(3)

Melioidosis atau diked juga sebagai ngianders-li diseasen merupakan peayakit hMcsius ymg

dkb#hn

oleh Pseuhmonas pseudomallei. Organisme penyebab tersebut adalah kuman berbentuk batang, Gram-negatif, mod, ti* ,brspom

dag memiliki bentuk yang berkesan bipolar jika diwamai

secara

GraqC$enyakit

melioidosis dapat terjadi pada babi, domba, kambing, sapi, ku& dan b* pada manusia (zoonosis). Sampai saat ini, melioidosis dianggap sebagiu penyakit

ykg

umumnya bexjangkit baik secara endemik maupun sporadik di daerah t r o w dan subtropika seperti halnya di wilayah utara benua Australia (Quemsiand utara).

Kejadian penyalut melioidosis pada babi di Queesland utara pertama kali drlaporkan oleh Olds dan Lewis pada tahun 1955. Hal tersebut teiadi pa& seekor babi di sebuah petemakan yang sekitar lima minggu sebelumnya diberi pakan asal dagmg k a m b i i (swill feeding) yang diduga tertular infeksi P. pseudomallei. Meskipun demikian penularan penyaktt tersebut terbukti tidak bertalian dengan tindakan swill feeding tadi yang pernah dilakukan l irninggu sebelum kejadian penyakit teramati.

Oleh h e m itu, penularan penyakit pada kasus tersebut diduga melalui mekanisme lain, seperti kontak antara hewan rentan dengan tarratr tercemar kuman danlatau dengan air yang terkon taminasi. Lebih fanjut dugaan-dugkin demikian &pat dibuktikan dengan temuan-temuan men-transmisi 'idkksi melioidosis

‘pads

babi-babi yang diternakkan

szab

ekstensif aejadi melalui

tanah

yang tercemar kuman P.

pseudomarIei

Crr#Hnas,

1981); sedangkan p a h hewgn yaag dipelihara secara intensif, meiioidosis umutmya wadi akibat kontmhsi kuman pada suplai air mi- (Thomas et al., 1981).

Pemeriksaan terhadap infeksi P. pseudomallei pada hewan dapat didasarkan pada kelainan pasca mati, pengisolasian kurnan clan pemeriksaan antibodi di &lam serum. Uji serologik yang pernab dicoba antara lain serum aglutinasi (Lmns and Olds, 1952; Olds and Lewis, 1954), fluorecent antibody staining technique (FAT) (Ashdown, 1981), uji fiksasi kornplemen (Nigg and Johnson, 1961; Thomas et al., 1988) dan hemaglutinasi tak langsung (Thomas et al., 1988); sedangkan pemeriksaan antibodi pada manusia metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) telah dikembangkan (Ashdown et al., 1980; Ashdown, 1982). Metode uji ELISA pada

pemeriksaan melioidosis pada manusia selanjutnya disarankan dapat menj rnatif uji hemaglutinasi talc langsuag. Selain itu metode

ELISA

belakangan k&$bnggap sebagai piranti seroepidemiologik yang cukup layak dan sangat berrnanf'aat, terutama dalam mesigetahui keadaan infeksi pada trngkat subklinik di dalam anggota popuhsi yang cukup besar jumlahnya. Untuk itu, pada penelitian kali ini metade pengujian secara indired-ELISA W E L I S A ) digunakm sebagai piranti analisis serologdc pada

hewan, khususnya babi clan karnbing, yang sejauh pengetahuan kami penggunaan metode tersebut belum per& dilaporkan sebeiumnya.


(4)

MATERIAL DAN METODA

Kuarur Psardomonas p s u r e e i dm Rwudomorurs ~ ~ ~ u g i n o s a

&%erapa gdur

P.

pseudomallei asal isolat m u s i a (AN) telah didapat dari Dr. L. Ashdown (TowwvilIe General Hospital, Queenslid, Australia); sedangkan mztsing-masing asal isolat

tanah

(C2), domba (353), lcambing (X1003) dan babi (132.8) diperoleh dari Dr. A. Thomas ("Oonoonba'' Veterinary Laboratory, the Queensland Department of Primary Industry, Townsville, Australia). Kuman P. aeruginosa yang selanjutnya digunakan sebagai

bahan

penyiapan antigen kontrol juga didapat dari Dr.

A. Thomas.

Metode pembuatan antigen ELISA pada percobaan Mi ini mgikuti prosedur yang diguaakan oleh jlshdown (1982). Searua galur kuman dibiakkan di atas medium agar brain-heart fnjicslon (BHI) (Difco Laboratories, USA) dengan cara mencurahkan pupukan primer (starter) h i 1 pengeminan dams empat jam di dalam medium cair

BM.

Medium

agar BHI yang teridwlasi kemudian dieramkan pada temperatur 37OC sampai didapat biakan kuman yang konfluen. Setehh i t . biakan tersebut dipanen dm cEisuspensikan di &am air suling steril sebanyak lima ml per cawan petri medium agar BHI. S u e kuman damdisimpan

di

dalam paangas air bertemperatur 70°C selama satu jam. Selanjutnya kum;ur dipecaht<an dengan sonikasi selama 10 menit dan pecahaa sel kuman hasil perlakukan tersebut dipisahkan dengan sentrihgasi pada

Icecepatan IOMH) xg s e h 30 menit. Supematan dapatan diambil dan disaring secara bertahap pada filter (Sartorius GambH, Gemmy) yang berukuran masing-rnasing 0,45 clan Q2 yn. Kandungan protein terlarut di dalam filtrat dapatan didcur dengan metode

Lowry

(Lo-

et al., 1951), kemudian didistribusikan secara aseptik ke daiarn vial &tar dua ml per alikuot, dan disimpan di dalam lemari pembeku pada suhu -20°C sampai dengan saat digunakan sebagai antigen

ELISA.

Serum Keeri dam Sermn IYormrd

Unadr kmtrol pasitlfsenun kebd telah &&pat baik dsiri babi yang dihunisasi dcngan antigca kuman mati galur babi (1328), maupun dari kambing yang diinokulasi dengan antigen kuman rnati galur kambing (X1003). Sedgngkan untuk kontrol negatif serum n o d telah diperoleh dari masing-masing babi dan kambing yang terbukti tidak m e h b h n aglu-i kttika diteaksikan dmgan antigen homolog.


(5)

Serum sampel dikumpulkan dari lima petemakan babi clan satu petemdm kamb'ig perah, dengan rincian sebagai berikut: tiga peternakan babi yang dinyatakan tertular melioidosis setelah ditemukan kelainan pasca mati berupa abses yaag menyeluruh terutama pada limpa (Gambar 1) dan kelenjar l i d e bronkhial pada pemeriksaan kesehatan daging di

RPH,

serta pengisolasian kurnan P. pseudomaIlei dari

, sediaan yang diambil dari sekitar abses; dua peternakan babi lainya dan satu

peternakan karnbing perah yang terdapat di sekitar wilayah tertular dengan '&&us l e b i kurang 10 b. Tata cara pengambilan sampel darah di petemakan meakcu pada metode sampling yang disarankan'oleh Cannon dan Roe (1986) rnengenai tatacara

penarikan "penduga populasi" dari kelompok ternak yang terkena penyakit menular. Metode tersebut rnerupakan pedoman dalam menetapkan banyaknya sampel penduga yang hams diarnbil sehingga memberikan keyakinan paling tidak satu diantarmya positif jika asurnsi tingkat prevalensi penyakit serendah-rendahnya 5% pada seiang kepercayaan 90%. Pengambilan damh dimutai pads musim penghujan dengan interval 16 rninggu dalam tempo sekitar satu tahun. Pemeriksaan serolog& dengan IND- ELISA juga dilaksanakan sebagai tindakan praobservasi terhadap kelainan karkas di

RPH

dan h i 1 pengisolasian k u m b dari jaringan h i b i d hewan yang dipotong. Unnik itu pengambilan darah di RPH dilalcufran pada 36 babi yang dikirim oleh tiga petemakan tertular. Tanda-tanda kelainan patologi anatomik (pa), terutama abses pada limpa dan kelenjar I M k bronkhial, dari semua karkas tersebut dicatat sebagai data yang berpadanan dengan menganalisis hubungan antara kelainan PA dan tingkat seroredtivitas terhadap antigen kuman P. pseudomallei secara uji IND-ELISA.

Optimasi Reagen dan Diluen

Standardisasi metode ELISA yang digunakan dilakukan melalui titrasi checkerbmrd konvensional terhadap masing-masing pereaksi yakni antigen ELISA, serum reaktor dan nonreaktor, konjugat serta diluen serum dan konjugat yang berupa larutan bufer Tris-(Hydroxymethyl) aminomethane- EDTA-NaCl (TEN) pH 9,6 mengandung solid-phase blocker kasei 0,0296 (w/v) dan dite jen Tween 20 0,05% (v/v) (TI%-TC). Blocker tersebut digunakan sebagai komponen pencegah reaksi nonspesifik antara konjugat dengan solid-phase matrix (cawan ELISA mikrotiter dari bahan polyvinylchloride (PVC)).

*-

Penggunaan Indirect Enzyme-linked immunosorbent assay (IND-ELISA) pada Pemeriksaan Serum Sampel

Sebanyak 5pg per mi antigen di dalam buffer karbonat-bikarbonat pH 9,6 dilebtkan pada masing-masing lubang cawan ELISA mikrotiter dengan dasar lubang berbentuk U melalui pengeraman semalam pada suhu 4OC. Setelah itu cawan ELISA


(6)

dicuci tiga.kali denganphosphate buflered saline (PBS) mengandung Tween-20 0,05% (PBS-T). Sebanyak 50 )IS larutan serum sampel 1:100 di dalam diluen TEN-T mengandmg kasein 0,02% (TEN-TC) dimasukkan ke dalam masing-masing lubang cawan ELISA tadi; kemudian dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selaqjufnya penctlcian dengan menggmbu PBS-T serupa di atas kembali dilalarkan. Dua jenis konjugat masing-rnasing anti IgG babi untuk pengujian sampel

asal

babi dan anti IgG kambing untuk yang

asal

kambing telah dig&. Kedua konjugat tersebut dininut d e q p enzim horse radish pt"roxi&se,

HRP

((Bio Rad Laboratories USA), dan

diiarutkan di &lam diluen TEN-TC. Kern& h y a k 50 pl d i mke dalam masing-masmg lubang lempeng ELISA, dm dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selanjutnya, cawan ELISA dicuci seperti perlakuan serupa di atas. Sebaayak 100 pl larutan substrat 0,l M bufer sitrat-fosfht pH 4,2 mengandung 1,04

m M

ABTS @oehmger Mannheh GmbH, Germany) ditambahkan ke d a b m mas&-masing lubang cawan ELISA dan die& pada suhu kamar selama satu jam. densitas optikal (OD) dari perubahan warna diukur dengan ELISA-plate reader Titertek Multiskan

MCC

(Flow Laboratories, Finland) pada panjang gelombang ganda 414 nm clan 492 nm. Pada setiap cawan ELISA selalu diikutsertakan kontrol serum reaktor dan

ao~weaktor, korltrol antigen negatif asal kuman P. aeruginosa, serta kontrol konjugat. Sedangkan untuk menentukan batas reaktivitas sampel yang diuji cutofpoint yang ditururjran dari nilai'rataan OD serum n o d (kontrol nonreaktor) ditambah tiga kali standar deviasi (Cousins dan Robertson, 1986) digunakan pada penelitian ini.

Perbedaan tingkat infeksi di antara petemakan tertular dan talc tertular serta antara mush kering dan penghujan diuji dengan metode anaZysis of variance (ANOVA) dua arah. Oleh karena data yang digunakan dalam analisis tersebut terdiri dari bilangan presentase (prevalensi) yang juga beranggotakan nilai nol, maka trausfonnasi logaritma log @+I) telab dilakukan sebagai upaya nonnalisasi (Steel and Torrie, 1987). Selanjutnya uji

2

digunakan untuk me$analisis hubungan antara k e h PA (abses) dengan tingkat seroreaktivitas. Semua analisis statistik tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan paket program STATISTIX versi 3.1 (Analytical Software, Minnesota, USA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penclitian

ini

menunjukkan bahwa melode IND-ELISA &pat dijadikan sebagai


(7)

ini terbukti karena asosiasi antara kelainan PA (keberadaan abses) dan seror&vibs

terhdap kuman culnrp ayata

(XZ

= 4,l; p<0,05). Meskipun demikian dari 36 sampel yang diperha%m&mt 19,456 (7) reaktor mebidosis yang berasal dari 19 hewan yang tidak meamjukkitn --tan& abses.

Hal

ird kemungkmn besar karena sifht ahmiah dari ELISA yang sangat peka, sehingga antibodi sebagai tanggap kebd terhadap infeksi akan dapat terdbkd jauh sebdum kelaiaan PA dapat tenmati. Gambaran mengenai kelainan PA dan mktivitas pada DID-ELISA dari jumlah imtwan yang diperiksa disajikan pada Tabel I.

Tabel 1. G a m h menpai kelainau padologi aaatomik (abses)

dan

d -

ti&

s e d ~ @ ~ IND-ELSA pa& 36 babi ad tiga pederaakan tcrtular melioidosis.

DID-ELISA Abses

Total

h y a k empat kali pemeriksaaa sefologik dalam kurun lebih kurang satu tahun elah dilakukan pada dua kelompok petemakan tertular dan yang dikhawatirkm tertular melioidosis.

Hubungm Abm dengan Isollrsi Kuman

Qaya pngisolasian kuman P. pseudomalki pada ke-36 babi tersebut

di

atas juga

dilakukan

dan magbasilkan 12 isolat. Sepulub di anbnmya didapat daii

hewan

yang mamjukkm tan&-hda abses. Hal ini menggambahn hubungan yang nya&

(X3

= 9,41; p<0,01) aotara k e h

PA

(orbses) dm-tigglcet

kontamiaaSi

kumm

P.

ps&mallei pada Mi. Akan tetapi dari 24 salllpei yang negatif

P.

p e u d o d l d ,

terdapat tujuh

di

yang memiliki tandaanda h. Tidak terisobhya P. pseudomalfei &ri sediaan tersebut mungkm m ~ b a h a bahwa jumlah bakteri di &lam hiwan tertular

tacfi,

temmk dengan yang terichhsasi sekitar daerae

abses,

sudah mencapai thgkat minimal dagai &bat dari proms

infeksi

rcurg stidah melewati f b bakteriemia.


(8)

&#&an oleh &iti terdawlu (Lows dac~

W,

1%3) tingkat

&enls

yasg disebabkan oleh kuman lain seperti Skrcptococcus spp., Cogmhi%mum spp., S a l m l l a spp., Brucella suis dan Etysiplotthrix insidiosa. Di Wain Tabel 2 cSisa;jikan gambam mcngenai hubungan antara frekuensi k&bn

PA dengan tingkat isolasi kuman dari 36 sampel yang diperiksa.

Tabel 2. Garnbarag nmgenai hubuagan aatara kelainaa p a t o b anabmik (abses) dengan tingkat recowry kuman (imbi) dari 36 sarnpel yang diperiksa.

Isolasi kuman A b m T d

Negatif Positif

Negatif 17 7 24

Positif 2 10 12

Sampling pertama dilakukan pada musim penghujan sedangkan yang terakhir dilakukaa pada musim kering. Rincian hasil panantauan serologik secara IND-ELISA sefaajutaya disajikan di dalam Tabel 3. 5bclan- gambaran p d e n s i penyal<lt di tiga petemakan tertular diilustrasikan d a h Gambar 2.

Dari hasil pemeriksaan serologik dapat dilihat bahwa tingkat &ksi melioidosis pada musim penghujan di tiga peternakan tertular cenQerung lebih tin& (p<0,01) Qripada tingkat infeksi yang tedetelcsi pada musim kering. Pola sempa itu sesuai dargan h i 1 yang pemah ditaporkan 01th peneliti sebelumnya (KeAferer st al., 1986). Peniagkatan an& cur& hujan di daerah hdkksi s e a mengakibatkan banjir dan pcluapan air permukaaa. Hal

idi

mmgkin merupakan salah satu mata rantai dari penyebab kenakm tingkat i d i b i , karena pencemaran tanah oleh kuman semacam P.

pseudomarlei dapat terjadi pada kondisi sernacam itu. Meskipun demikian jenis transmisi penyakit masih sulit dibuktikan, bila peternakan dilcelola secant intensif. Dalam keadaan demibn km- terjadinya kontak antara hewan dengan tanah yang ~~i kuman akan sangat minimal. Demikian balnya dengan babi-babi di tiga peternacan tertular dalam penelitian kali ini, diduga tidak terinfeksi melalui tanah sacars 1-m akan tetapi melalui suplai air minum petemakan tersebut yang


(9)

&dcontamksi dengan lumpur yang mengandung kurnan yaag pada akhirnya menjadi sumber kontarnhsi (Thomas et al. 198 1).

Dugaan mengenai pola penularan penyakit meldui suplai air minum tersebut di atas selanjutnya tersubstansiasi dengan bukti bahwa ketiga petemakan babi yang terinfkksi mendapatkan suplai air minurn dari sumber yang sama yakni sebuah kubangan yang menyerupai "empang tadah air hujan". Berbeda dengan dua peternakan babi dao satu peternakan kambiig yang juga dipantau dalam penelitian ini. Masing-masing dari peternakan yang tidak tertular memiliki sumber air sendiri yang b e r a s a d a r i s r r r a n r r ~ " ~ ~ ~ U d i d s l i ; r m "dad'maupundi &lam bejana penaglpting air. '

selama pamntmm dilak;ukan, h&at htfeksi melioidosis hanya terdeteksi pada babi-babi dari p e t m d a yaag sudah dilaporkan tertular. Hal ini mungkm

metnbukthn thgkat efkktivitas garis " W k a s i " yang &a dibuat untuk menasgkal penyebaran penyakit dari daerah tertular. Disamping itu terdapat tingkat kesadaraa yarig ctr)nrp 'hggi dari para petemak dalarn mematuhi "larangan sementaran untuk

tidak

meld&m mobilisasi hewan rentan meliodosis dari dan ke daerah tertular; meskipun garis batas yang dinyatah

tersebut

secara

fisik masih dapat dikategorikan "imajinern.


(10)

Garbar

1. Abses (anak panah) pada limpa seekor babi yang diperiksa di rumah potong- hewan (RPH) merupakan salah satu tanda kelainan patologi anatomik dari melioidosis


(11)

Gambar 2. Prevalensi serologik yang dipantau pada tiga petenrakan babi (A, B dan


(12)

(n)

1 A 35 21 60.0

. 3 42 27 64.3

C

40 32 80.0

D 30 0 0


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Ashdown L. R 1981. Demomtdon of human antibodies to Pseudomnas pseudomallei by indirect fluorescent antibody staining. Pathol. 13: 597-601. Ashdown L.R. 1982. Studies of the immunology, epidemiology and pathogenesis of

melioidosis in northern Queensland. PhD Thesis. James Cook University of North Queensland, Australia.

Ashdown L.R., V.A. D u e and R.A.Douglas. 1980. Melioidosis. Med. J. Aust. 1 :

3 14-3 16.

Cannon

R.M.

and R.T. Roe. 1982. Livestock disease surveys, a field manual for veterinarians. Australian Government Publishtng Service, Canberra.

Cousins D.V. and G. M. Robertson. 1986. Use of enzyme imrnunoassay in a serological survey of leptospirosis in sheep. Aust. Vet. J. 63: 36-39.

Ketterer P.J., W.R. Webster., Shield J., R.J. Arthur., P.J. Blackall. and A.D. Thomas. 1986. Melioidosis in intensive piggeries in south eastern Queensland. Aust. Vet. J. 63: 146-149.

Laws L. and

W.T.K.

Hall. 1963. Meliodosis in animals in north Queensland. 1. Incidence and pathology, with special reference to central nervous system lesions. Q. J. Agric. Sci. 20: 499-5 13.

Lowry O.H., N.J. Roseburgh., A.L. Farr. and R.J. Randall. 195 1. Protein measure- ment with the Folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275.

Lewis F.A. and R.J. Olds. 1952. Melioidosis in sheep and a pig in north Queensland. Aust. Vet. J. 28: 145-150.

Nigg C. and M.M. Johnson. 1961. Complement fixation test in experimental clinical and subclinical melioidosis. J. Bact. 82: 15 9-1 68.

Olds R.J. and F.A. Lewis. 1954. Melioidosis in goats. The use of agglutination and melioidii tests in dignosis. Aust. Vet. J. 30: 253-261.

Olds R.J. and F.A. LEWIS. 1955. Melioidosis in a pig. Aust. Vet. J. 3 1:273-274. Steel R.G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedures of Statistics. A

Biometrical Approach (second end.). McGraw-Hill

Bod<

Company, Sydney. Thomas A.D. 1981. Prevalence of melioidosis in animals in northern Queensland. Aust.

Vet. J. 57: 146-147

Thomas A.D., J.H. Norton., J.C. Forbes-Faulhr and G. Woodland. 1981. Melioidosis in an intensive piggery. Aust. Vet. J. 57: 144-145


(14)

Tbamas

A.D., G.A.

Spkrks.,

T.L.

D'arcy-, J.H.

N-

and

K.F.

Trueman. 1988. EVatuation of h r serdogical tests for the diagnosis of caprine melioidosis.


(15)

Media

Veteriner 1995. Vol. II (1) * Artikel Asli

PENGGUNAAN INDIRECT ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (IND-ELISA) DALAM MEMANTAU TINGKAT INFEKSI Pscudomona.

p ~ u t d o ~ ~ SUBKLINIK PADA PETERNAKAN BABI')

TEHI USE OF INDILRECT ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (IND-ELISA)

FOR

MONITORING OF SUBCLINICAL INFECTION OF

& s u b n a s p s e u d d e i IN T H E PIGGERIES

B e r d a g a r k a s h a s i l d u a m e t o d e ~ y a l m r p e m e r i k s a a n k ~ ~ d i n u n a h p o t o n g ~ ( R P N ) d a n p a s l ~ ~ d i ~ u m , b a b i - b i a b i y ~ terdapat di tiga

penrsahaas

pele;lmakafi di Ayrs, Queeasiand UtaTa, Australia,

dinyatakan terinfeksi scam subklidc oteh kumyr Pseudomonas peudomallei. Oleh

karentrpenyakittersebutdianggapdapatmenularkepadaatanusia,makabeberapa t d d c a n pengamanan telah

dilakukan

di

antmwya: (1) pelararrgan meqkonsumsi

dagbg atau bahan pangan asal babi

dari peternakan tertular,

(2) peargisolasian dan pembatasan kontak petemaka~ tertular deqan wilayah sekitar, serta (3) pemaotauan hngkat infeksi sxara serologik deagan mengguoakan indirect enzyme-linked immunosorbent ussay (IND-ELISA) tertiadap hewan-hwan rentan temrasuk kambing yang terdapat di wilayah sekitar. Selama kurang Mih satu tahun, semua samptl sem yang akan diuji diambil setiap 16 m i q p dan

dilakukan

secara simultan denm pemeriksaan kesehatan secara patologi anatomik (pa) pada babi-babi yang dikirim oleh peternakan tertular ke RPH. Hasil pemeriksaan semlogik menunjukkan hubungan yang nyata @<0,09) antara kelainan patologi aaatomik (abses) clan seroreaktivitas terhadap antigen P. pseudorndlei. Selanjutnya juga diketahui bahwa kejadian infkksi melioidosis hanya terbatas pada hewan-hewan yang terdapat di ketiga petemakau yang dilaporb tertular; sedan@ Pak satupun sampel serum baik dari petemakm babi ataupun kambing yang terdapat di &I& sekitar yang terditeksi sebagai seropositif. Hal yang

1

) Makalah ctsampaikan pada Kongns Narional VI Perhimpuuan Mikrobiologi Indonesia, Surabaya 2

-

4 Descmber 1 993.

*

) Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

) Department of Biomedical and Tropical Veterinary Science, James Cook University of Narth Queemland, Townsville AuPtrolia.


(16)

a m a d c

.

.

daa

pJtut dicatat dari hasil penelirian ini yakni tingkat prevaleasi dari S k s i m e h d o k pgd. mush penghujan

di

ketiga pdernakan

tertular

awknmg

lebih tiaggi @,01) bila d i b d h g h den- yaog tenkeki pada msbn kering.

ABSTRACT

Based

orf tPoth routine ab- inspection methods h pig carcams and bacterial culture three piggeries in Ayrs, northern Queensland Australia, were declared as being subclinically

infected

with Pseudomonas pseudomallei, and on the ground of the animal camasses derived fiom the '@ve rllFarms were c x d e m d

anmmption. In attempts to safbguard surrounding areas h m contamina-

!he a f h t d fbms were isolated and the infedion rates either in pigs among the a&&d piseries or in any susceptibte ahinids existing in the areas, such as goats, were regularly moditored by employing an immunosorbent assay (ITW-EtfSA). Over a period of olte year, were collected at an M

df

16

6

shltamously with aWbk ispWhm on slaughtered animals spplisd by tkrespective piggeries. On the basis of semm&vity determined by the IM)-EtISA, p s patbkgical c b g e s depicted by abscesses were fiwnd to be

strangty

associated (p4.05) with serological e d e n a . It was also showed that cases of

the

disease

appear

to be localized in the three piggeries with previous history of the

subchid-. However, neither goat herds nor pig h n s

with

no history of

s u W C a t ~ i d o s i s i n t h e a r e a s w e r e d c a c t e d t o b e ~ t i v e .

F u r t h e m i t w a s noad

that

a number of xmmcbm in the @kded

farms

indicated during matsoon


(17)

Melioidosis atau diked juga sebagai ngianders-li diseasen merupakan peayakit hMcsius ymg

dkb#hn

oleh Pseuhmonas pseudomallei. Organisme penyebab tersebut adalah kuman berbentuk batang, Gram-negatif, mod, ti* ,brspom

dag memiliki bentuk yang berkesan bipolar jika diwamai

secara

GraqC$enyakit

melioidosis dapat terjadi pada babi, domba, kambing, sapi, ku& dan b* pada manusia (zoonosis). Sampai saat ini, melioidosis dianggap sebagiu penyakit

ykg

umumnya bexjangkit baik secara endemik maupun sporadik di daerah t r o w dan subtropika seperti halnya di wilayah utara benua Australia (Quemsiand utara).

Kejadian penyalut melioidosis pada babi di Queesland utara pertama kali drlaporkan oleh Olds dan Lewis pada tahun 1955. Hal tersebut teiadi pa& seekor babi di sebuah petemakan yang sekitar lima minggu sebelumnya diberi pakan asal dagmg k a m b i i (swill feeding) yang diduga tertular infeksi P. pseudomallei. Meskipun demikian penularan penyaktt tersebut terbukti tidak bertalian dengan tindakan swill feeding tadi yang pernah dilakukan l irninggu sebelum kejadian penyakit teramati.

Oleh h e m itu, penularan penyakit pada kasus tersebut diduga melalui mekanisme lain, seperti kontak antara hewan rentan dengan tarratr tercemar kuman danlatau dengan air yang terkon taminasi. Lebih fanjut dugaan-dugkin demikian &pat dibuktikan dengan temuan-temuan men-transmisi 'idkksi melioidosis

‘pads

babi-babi yang diternakkan

szab

ekstensif aejadi melalui

tanah

yang tercemar kuman P.

pseudomarIei

Crr#Hnas,

1981); sedangkan p a h hewgn yaag dipelihara secara intensif, meiioidosis umutmya wadi akibat kontmhsi kuman pada suplai air mi- (Thomas et al., 1981).

Pemeriksaan terhadap infeksi P. pseudomallei pada hewan dapat didasarkan pada kelainan pasca mati, pengisolasian kurnan clan pemeriksaan antibodi di &lam serum. Uji serologik yang pernab dicoba antara lain serum aglutinasi (Lmns and Olds, 1952; Olds and Lewis, 1954), fluorecent antibody staining technique (FAT) (Ashdown, 1981), uji fiksasi kornplemen (Nigg and Johnson, 1961; Thomas et al., 1988) dan hemaglutinasi tak langsung (Thomas et al., 1988); sedangkan pemeriksaan antibodi pada manusia metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) telah dikembangkan (Ashdown et al., 1980; Ashdown, 1982). Metode uji ELISA pada

pemeriksaan melioidosis pada manusia selanjutnya disarankan dapat menj rnatif uji hemaglutinasi talc langsuag. Selain itu metode

ELISA

belakangan k&$bnggap sebagai piranti seroepidemiologik yang cukup layak dan sangat berrnanf'aat, terutama dalam mesigetahui keadaan infeksi pada trngkat subklinik di dalam anggota popuhsi yang cukup besar jumlahnya. Untuk itu, pada penelitian kali ini metade pengujian secara indired-ELISA W E L I S A ) digunakm sebagai piranti analisis serologdc pada

hewan, khususnya babi clan karnbing, yang sejauh pengetahuan kami penggunaan metode tersebut belum per& dilaporkan sebeiumnya.


(18)

MATERIAL DAN METODA

Kuarur Psardomonas p s u r e e i dm Rwudomorurs ~ ~ ~ u g i n o s a

&%erapa gdur

P.

pseudomallei asal isolat m u s i a (AN) telah didapat dari Dr. L. Ashdown (TowwvilIe General Hospital, Queenslid, Australia); sedangkan mztsing-masing asal isolat

tanah

(C2), domba (353), lcambing (X1003) dan babi (132.8) diperoleh dari Dr. A. Thomas ("Oonoonba'' Veterinary Laboratory, the Queensland Department of Primary Industry, Townsville, Australia). Kuman P. aeruginosa yang selanjutnya digunakan sebagai

bahan

penyiapan antigen kontrol juga didapat dari Dr.

A. Thomas.

Metode pembuatan antigen ELISA pada percobaan Mi ini mgikuti prosedur yang diguaakan oleh jlshdown (1982). Searua galur kuman dibiakkan di atas medium agar brain-heart fnjicslon (BHI) (Difco Laboratories, USA) dengan cara mencurahkan pupukan primer (starter) h i 1 pengeminan dams empat jam di dalam medium cair

BM.

Medium

agar BHI yang teridwlasi kemudian dieramkan pada temperatur 37OC sampai didapat biakan kuman yang konfluen. Setehh i t . biakan tersebut dipanen dm cEisuspensikan di &am air suling steril sebanyak lima ml per cawan petri medium agar BHI. S u e kuman damdisimpan

di

dalam paangas air bertemperatur 70°C selama satu jam. Selanjutnya kum;ur dipecaht<an dengan sonikasi selama 10 menit dan pecahaa sel kuman hasil perlakukan tersebut dipisahkan dengan sentrihgasi pada

Icecepatan IOMH) xg s e h 30 menit. Supematan dapatan diambil dan disaring secara bertahap pada filter (Sartorius GambH, Gemmy) yang berukuran masing-rnasing 0,45 clan Q2 yn. Kandungan protein terlarut di dalam filtrat dapatan didcur dengan metode

Lowry

(Lo-

et al., 1951), kemudian didistribusikan secara aseptik ke daiarn vial &tar dua ml per alikuot, dan disimpan di dalam lemari pembeku pada suhu -20°C sampai dengan saat digunakan sebagai antigen

ELISA.

Serum Keeri dam Sermn IYormrd

Unadr kmtrol pasitlfsenun kebd telah &&pat baik dsiri babi yang dihunisasi dcngan antigca kuman mati galur babi (1328), maupun dari kambing yang diinokulasi dengan antigen kuman rnati galur kambing (X1003). Sedgngkan untuk kontrol negatif serum n o d telah diperoleh dari masing-masing babi dan kambing yang terbukti tidak m e h b h n aglu-i kttika diteaksikan dmgan antigen homolog.


(19)

Serum sampel dikumpulkan dari lima petemakan babi clan satu petemdm kamb'ig perah, dengan rincian sebagai berikut: tiga peternakan babi yang dinyatakan tertular melioidosis setelah ditemukan kelainan pasca mati berupa abses yaag menyeluruh terutama pada limpa (Gambar 1) dan kelenjar l i d e bronkhial pada pemeriksaan kesehatan daging di

RPH,

serta pengisolasian kurnan P. pseudomaIlei dari

, sediaan yang diambil dari sekitar abses; dua peternakan babi lainya dan satu

peternakan karnbing perah yang terdapat di sekitar wilayah tertular dengan '&&us l e b i kurang 10 b. Tata cara pengambilan sampel darah di petemakan meakcu pada metode sampling yang disarankan'oleh Cannon dan Roe (1986) rnengenai tatacara

penarikan "penduga populasi" dari kelompok ternak yang terkena penyakit menular. Metode tersebut rnerupakan pedoman dalam menetapkan banyaknya sampel penduga yang hams diarnbil sehingga memberikan keyakinan paling tidak satu diantarmya positif jika asurnsi tingkat prevalensi penyakit serendah-rendahnya 5% pada seiang kepercayaan 90%. Pengambilan damh dimutai pads musim penghujan dengan interval 16 rninggu dalam tempo sekitar satu tahun. Pemeriksaan serolog& dengan IND- ELISA juga dilaksanakan sebagai tindakan praobservasi terhadap kelainan karkas di

RPH

dan h i 1 pengisolasian k u m b dari jaringan h i b i d hewan yang dipotong. Unnik itu pengambilan darah di RPH dilalcufran pada 36 babi yang dikirim oleh tiga petemakan tertular. Tanda-tanda kelainan patologi anatomik (pa), terutama abses pada limpa dan kelenjar I M k bronkhial, dari semua karkas tersebut dicatat sebagai data yang berpadanan dengan menganalisis hubungan antara kelainan PA dan tingkat seroredtivitas terhadap antigen kuman P. pseudomallei secara uji IND-ELISA.

Optimasi Reagen dan Diluen

Standardisasi metode ELISA yang digunakan dilakukan melalui titrasi checkerbmrd konvensional terhadap masing-masing pereaksi yakni antigen ELISA, serum reaktor dan nonreaktor, konjugat serta diluen serum dan konjugat yang berupa larutan bufer Tris-(Hydroxymethyl) aminomethane- EDTA-NaCl (TEN) pH 9,6 mengandung solid-phase blocker kasei 0,0296 (w/v) dan dite jen Tween 20 0,05% (v/v) (TI%-TC). Blocker tersebut digunakan sebagai komponen pencegah reaksi nonspesifik antara konjugat dengan solid-phase matrix (cawan ELISA mikrotiter dari bahan polyvinylchloride (PVC)).

*-

Penggunaan Indirect Enzyme-linked immunosorbent assay (IND-ELISA) pada Pemeriksaan Serum Sampel

Sebanyak 5pg per mi antigen di dalam buffer karbonat-bikarbonat pH 9,6 dilebtkan pada masing-masing lubang cawan ELISA mikrotiter dengan dasar lubang berbentuk U melalui pengeraman semalam pada suhu 4OC. Setelah itu cawan ELISA


(20)

dicuci tiga.kali denganphosphate buflered saline (PBS) mengandung Tween-20 0,05% (PBS-T). Sebanyak 50 )IS larutan serum sampel 1:100 di dalam diluen TEN-T mengandmg kasein 0,02% (TEN-TC) dimasukkan ke dalam masing-masing lubang cawan ELISA tadi; kemudian dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selaqjufnya penctlcian dengan menggmbu PBS-T serupa di atas kembali dilalarkan. Dua jenis konjugat masing-rnasing anti IgG babi untuk pengujian sampel

asal

babi dan anti IgG kambing untuk yang

asal

kambing telah dig&. Kedua konjugat tersebut dininut d e q p enzim horse radish pt"roxi&se,

HRP

((Bio Rad Laboratories USA), dan

diiarutkan di &lam diluen TEN-TC. Kern& h y a k 50 pl d i mke dalam masing-masmg lubang lempeng ELISA, dm dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selanjutnya, cawan ELISA dicuci seperti perlakuan serupa di atas. Sebaayak 100 pl larutan substrat 0,l M bufer sitrat-fosfht pH 4,2 mengandung 1,04

m M

ABTS @oehmger Mannheh GmbH, Germany) ditambahkan ke d a b m mas&-masing lubang cawan ELISA dan die& pada suhu kamar selama satu jam. densitas optikal (OD) dari perubahan warna diukur dengan ELISA-plate reader Titertek Multiskan

MCC

(Flow Laboratories, Finland) pada panjang gelombang ganda 414 nm clan 492 nm. Pada setiap cawan ELISA selalu diikutsertakan kontrol serum reaktor dan

ao~weaktor, korltrol antigen negatif asal kuman P. aeruginosa, serta kontrol konjugat. Sedangkan untuk menentukan batas reaktivitas sampel yang diuji cutofpoint yang ditururjran dari nilai'rataan OD serum n o d (kontrol nonreaktor) ditambah tiga kali standar deviasi (Cousins dan Robertson, 1986) digunakan pada penelitian ini.

Perbedaan tingkat infeksi di antara petemakan tertular dan talc tertular serta antara mush kering dan penghujan diuji dengan metode anaZysis of variance (ANOVA) dua arah. Oleh karena data yang digunakan dalam analisis tersebut terdiri dari bilangan presentase (prevalensi) yang juga beranggotakan nilai nol, maka trausfonnasi logaritma log @+I) telab dilakukan sebagai upaya nonnalisasi (Steel and Torrie, 1987). Selanjutnya uji

2

digunakan untuk me$analisis hubungan antara k e h PA (abses) dengan tingkat seroreaktivitas. Semua analisis statistik tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan paket program STATISTIX versi 3.1 (Analytical Software, Minnesota, USA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penclitian

ini

menunjukkan bahwa melode IND-ELISA &pat dijadikan sebagai


(21)

ini terbukti karena asosiasi antara kelainan PA (keberadaan abses) dan seror&vibs

terhdap kuman culnrp ayata

(XZ

= 4,l; p<0,05). Meskipun demikian dari 36 sampel yang diperha%m&mt 19,456 (7) reaktor mebidosis yang berasal dari 19 hewan yang tidak meamjukkitn --tan& abses.

Hal

ird kemungkmn besar karena sifht ahmiah dari ELISA yang sangat peka, sehingga antibodi sebagai tanggap kebd terhadap infeksi akan dapat terdbkd jauh sebdum kelaiaan PA dapat tenmati. Gambaran mengenai kelainan PA dan mktivitas pada DID-ELISA dari jumlah imtwan yang diperiksa disajikan pada Tabel I.

Tabel 1. G a m h menpai kelainau padologi aaatomik (abses)

dan

d -

ti&

s e d ~ @ ~ IND-ELSA pa& 36 babi ad tiga pederaakan tcrtular melioidosis.

DID-ELISA Abses

Total

h y a k empat kali pemeriksaaa sefologik dalam kurun lebih kurang satu tahun elah dilakukan pada dua kelompok petemakan tertular dan yang dikhawatirkm tertular melioidosis.

Hubungm Abm dengan Isollrsi Kuman

Qaya pngisolasian kuman P. pseudomalki pada ke-36 babi tersebut

di

atas juga

dilakukan

dan magbasilkan 12 isolat. Sepulub di anbnmya didapat daii

hewan

yang mamjukkm tan&-hda abses. Hal ini menggambahn hubungan yang nya&

(X3

= 9,41; p<0,01) aotara k e h

PA

(orbses) dm-tigglcet

kontamiaaSi

kumm

P.

ps&mallei pada Mi. Akan tetapi dari 24 salllpei yang negatif

P.

p e u d o d l d ,

terdapat tujuh

di

yang memiliki tandaanda h. Tidak terisobhya P. pseudomalfei &ri sediaan tersebut mungkm m ~ b a h a bahwa jumlah bakteri di &lam hiwan tertular

tacfi,

temmk dengan yang terichhsasi sekitar daerae

abses,

sudah mencapai thgkat minimal dagai &bat dari proms

infeksi

rcurg stidah melewati f b bakteriemia.


(22)

&#&an oleh &iti terdawlu (Lows dac~

W,

1%3) tingkat

&enls

yasg disebabkan oleh kuman lain seperti Skrcptococcus spp., Cogmhi%mum spp., S a l m l l a spp., Brucella suis dan Etysiplotthrix insidiosa. Di Wain Tabel 2 cSisa;jikan gambam mcngenai hubungan antara frekuensi k&bn

PA dengan tingkat isolasi kuman dari 36 sampel yang diperiksa.

Tabel 2. Garnbarag nmgenai hubuagan aatara kelainaa p a t o b anabmik (abses) dengan tingkat recowry kuman (imbi) dari 36 sarnpel yang diperiksa.

Isolasi kuman A b m T d

Negatif Positif

Negatif 17 7 24

Positif 2 10 12

Sampling pertama dilakukan pada musim penghujan sedangkan yang terakhir dilakukaa pada musim kering. Rincian hasil panantauan serologik secara IND-ELISA sefaajutaya disajikan di dalam Tabel 3. 5bclan- gambaran p d e n s i penyal<lt di tiga petemakan tertular diilustrasikan d a h Gambar 2.

Dari hasil pemeriksaan serologik dapat dilihat bahwa tingkat &ksi melioidosis pada musim penghujan di tiga peternakan tertular cenQerung lebih tin& (p<0,01) Qripada tingkat infeksi yang tedetelcsi pada musim kering. Pola sempa itu sesuai dargan h i 1 yang pemah ditaporkan 01th peneliti sebelumnya (KeAferer st al., 1986). Peniagkatan an& cur& hujan di daerah hdkksi s e a mengakibatkan banjir dan pcluapan air permukaaa. Hal

idi

mmgkin merupakan salah satu mata rantai dari penyebab kenakm tingkat i d i b i , karena pencemaran tanah oleh kuman semacam P.

pseudomarlei dapat terjadi pada kondisi sernacam itu. Meskipun demikian jenis transmisi penyakit masih sulit dibuktikan, bila peternakan dilcelola secant intensif. Dalam keadaan demibn km- terjadinya kontak antara hewan dengan tanah yang ~~i kuman akan sangat minimal. Demikian balnya dengan babi-babi di tiga peternacan tertular dalam penelitian kali ini, diduga tidak terinfeksi melalui tanah sacars 1-m akan tetapi melalui suplai air minum petemakan tersebut yang


(23)

&dcontamksi dengan lumpur yang mengandung kurnan yaag pada akhirnya menjadi sumber kontarnhsi (Thomas et al. 198 1).

Dugaan mengenai pola penularan penyakit meldui suplai air minum tersebut di atas selanjutnya tersubstansiasi dengan bukti bahwa ketiga petemakan babi yang terinfkksi mendapatkan suplai air minurn dari sumber yang sama yakni sebuah kubangan yang menyerupai "empang tadah air hujan". Berbeda dengan dua peternakan babi dao satu peternakan kambiig yang juga dipantau dalam penelitian ini. Masing-masing dari peternakan yang tidak tertular memiliki sumber air sendiri yang b e r a s a d a r i s r r r a n r r ~ " ~ ~ ~ U d i d s l i ; r m "dad'maupundi &lam bejana penaglpting air. '

selama pamntmm dilak;ukan, h&at htfeksi melioidosis hanya terdeteksi pada babi-babi dari p e t m d a yaag sudah dilaporkan tertular. Hal ini mungkm

metnbukthn thgkat efkktivitas garis " W k a s i " yang &a dibuat untuk menasgkal penyebaran penyakit dari daerah tertular. Disamping itu terdapat tingkat kesadaraa yarig ctr)nrp 'hggi dari para petemak dalarn mematuhi "larangan sementaran untuk

tidak

meld&m mobilisasi hewan rentan meliodosis dari dan ke daerah tertular; meskipun garis batas yang dinyatah

tersebut

secara

fisik masih dapat dikategorikan "imajinern.


(24)

Garbar

1. Abses (anak panah) pada limpa seekor babi yang diperiksa di rumah potong- hewan (RPH) merupakan salah satu tanda kelainan patologi anatomik dari melioidosis


(1)

Serum sampel dikumpulkan dari lima petemakan babi clan satu petemdm kamb'ig perah, dengan rincian sebagai berikut: tiga peternakan babi yang dinyatakan tertular melioidosis setelah ditemukan kelainan pasca mati berupa abses yaag menyeluruh terutama pada limpa (Gambar 1) dan kelenjar l i d e bronkhial pada pemeriksaan kesehatan daging di

RPH,

serta pengisolasian kurnan P. pseudomaIlei dari , sediaan yang diambil dari sekitar abses; dua peternakan babi lainya dan satu peternakan karnbing perah yang terdapat di sekitar wilayah tertular dengan '&&us l e b i kurang 10 b. Tata cara pengambilan sampel darah di petemakan meakcu pada metode sampling yang disarankan'oleh Cannon dan Roe (1986) rnengenai tatacara penarikan "penduga populasi" dari kelompok ternak yang terkena penyakit menular. Metode tersebut rnerupakan pedoman dalam menetapkan banyaknya sampel penduga yang hams diarnbil sehingga memberikan keyakinan paling tidak satu diantarmya positif jika asurnsi tingkat prevalensi penyakit serendah-rendahnya 5% pada seiang kepercayaan 90%. Pengambilan damh dimutai pads musim penghujan dengan interval 16 rninggu dalam tempo sekitar satu tahun. Pemeriksaan serolog& dengan IND- ELISA juga dilaksanakan sebagai tindakan praobservasi terhadap kelainan karkas di

RPH

dan h i 1 pengisolasian k u m b dari jaringan h i b i d hewan yang dipotong. Unnik itu pengambilan darah di RPH dilalcufran pada 36 babi yang dikirim oleh tiga petemakan tertular. Tanda-tanda kelainan patologi anatomik (pa), terutama abses pada limpa dan kelenjar I M k bronkhial, dari semua karkas tersebut dicatat sebagai data yang berpadanan dengan menganalisis hubungan antara kelainan PA dan tingkat seroredtivitas terhadap antigen kuman P. pseudomallei secara uji IND-ELISA.

Optimasi Reagen dan Diluen

Standardisasi metode ELISA yang digunakan dilakukan melalui titrasi checkerbmrd konvensional terhadap masing-masing pereaksi yakni antigen ELISA, serum reaktor dan nonreaktor, konjugat serta diluen serum dan konjugat yang berupa larutan bufer Tris-(Hydroxymethyl) aminomethane- EDTA-NaCl

(TEN)

pH 9,6 mengandung solid-phase blocker kasei 0,0296 (w/v) dan dite jen Tween 20 0,05% (v/v) (TI%-TC). Blocker tersebut digunakan sebagai komponen pencegah reaksi nonspesifik antara konjugat dengan solid-phase matrix (cawan ELISA mikrotiter dari bahan polyvinylchloride (PVC)).

*-

Penggunaan Indirect Enzyme-linked immunosorbent assay (IND-ELISA) pada Pemeriksaan Serum Sampel

Sebanyak 5pg per mi antigen di dalam buffer karbonat-bikarbonat pH 9,6 dilebtkan pada masing-masing lubang cawan ELISA mikrotiter dengan dasar lubang


(2)

dicuci tiga.kali denganphosphate buflered saline (PBS) mengandung Tween-20 0,05% (PBS-T). Sebanyak 50 )IS larutan serum sampel 1:100 di dalam diluen TEN-T mengandmg kasein 0,02% (TEN-TC) dimasukkan ke dalam masing-masing lubang cawan ELISA tadi; kemudian dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selaqjufnya penctlcian dengan menggmbu PBS-T serupa di atas kembali dilalarkan. Dua jenis konjugat masing-rnasing anti IgG babi untuk pengujian sampel

asal

babi dan anti IgG kambing untuk yang

asal

kambing telah dig&. Kedua konjugat tersebut dininut d e q p enzim horse radish pt"roxi&se,

HRP

((Bio Rad Laboratories USA), dan diiarutkan di &lam diluen TEN-TC. Kern& h y a k 50 pl d i mke dalam masing-masmg lubang lempeng ELISA, dm dieramkan pada suhu kamar selama satu jam. Selanjutnya, cawan ELISA dicuci seperti perlakuan serupa di atas. Sebaayak 100

pl larutan substrat 0,l M bufer sitrat-fosfht pH 4,2 mengandung 1,04

m M

ABTS @oehmger Mannheh GmbH, Germany) ditambahkan ke d a b m mas&-masing lubang cawan ELISA dan die& pada suhu kamar selama satu jam. densitas optikal (OD) dari perubahan warna diukur dengan ELISA-plate reader Titertek Multiskan

MCC

(Flow Laboratories, Finland) pada panjang gelombang ganda 414 nm clan 492 nm. Pada setiap cawan ELISA selalu diikutsertakan kontrol serum reaktor dan ao~weaktor, korltrol antigen negatif asal kuman P. aeruginosa, serta kontrol konjugat. Sedangkan untuk menentukan batas reaktivitas sampel yang diuji cutofpoint yang ditururjran dari nilai'rataan OD serum n o d (kontrol nonreaktor) ditambah tiga kali standar deviasi (Cousins dan Robertson, 1986) digunakan pada penelitian ini.

Perbedaan tingkat infeksi di antara petemakan tertular dan talc tertular serta antara mush kering dan penghujan diuji dengan metode anaZysis of variance (ANOVA) dua arah. Oleh karena data yang digunakan dalam analisis tersebut terdiri dari bilangan presentase (prevalensi) yang juga beranggotakan nilai nol, maka trausfonnasi logaritma log @+I) telab dilakukan sebagai upaya nonnalisasi (Steel and Torrie, 1987). Selanjutnya uji

2

digunakan untuk me$analisis hubungan antara k e h PA (abses) dengan tingkat seroreaktivitas. Semua analisis statistik tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan paket program STATISTIX versi 3.1 (Analytical Software, Minnesota, USA).

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

Penclitian

ini

menunjukkan bahwa melode IND-ELISA &pat dijadikan sebagai pirrurti b p o s t h m peaduga yang layak bagi infeksi P. pseudomallei pada babi. Hal


(3)

ini terbukti karena asosiasi antara kelainan

PA

(keberadaan abses) dan seror&vibs terhdap kuman culnrp ayata

(XZ

= 4,l; p<0,05). Meskipun demikian dari 36 sampel yang diperha%m&mt 19,456 (7) reaktor mebidosis yang berasal dari 19 hewan yang tidak meamjukkitn --tan& abses.

Hal

ird kemungkmn besar karena sifht ahmiah

dari ELISA yang sangat peka, sehingga antibodi sebagai tanggap kebd terhadap infeksi akan dapat terdbkd jauh sebdum kelaiaan PA dapat tenmati. Gambaran

mengenai kelainan PA dan mktivitas pada DID-ELISA dari jumlah imtwan yang diperiksa disajikan pada Tabel I.

Tabel 1. G a m h menpai kelainau padologi aaatomik (abses)

dan

d -

ti&

s e d ~ @ ~ IND-ELSA pa& 36 babi ad tiga pederaakan tcrtular melioidosis.

DID-ELISA Abses

Total

h y a k empat kali pemeriksaaa sefologik dalam kurun lebih kurang satu

tahun elah dilakukan pada dua kelompok petemakan tertular dan yang dikhawatirkm tertular melioidosis.

Hubungm Abm dengan Isollrsi Kuman

Qaya pngisolasian kuman P. pseudomalki pada ke-36 babi tersebut

di

atas juga

dilakukan

dan magbasilkan 12 isolat. Sepulub

di

anbnmya didapat daii

hewan

yang mamjukkm tan&-hda abses. Hal ini menggambahn hubungan yang nya&

(X3

= 9,41; p<0,01) aotara k e h

PA

(orbses) dm-tigglcet

kontamiaaSi

kumm

P.

ps&mallei pada Mi. Akan tetapi dari 24 salllpei yang negatif

P.

p e u d o d l d ,

terdapat tujuh

di

yang memiliki tandaanda h. Tidak terisobhya P. pseudomalfei &ri sediaan tersebut mungkm m ~ b a h a bahwa jumlah bakteri di &lam hiwan tertular

tacfi,

temmk dengan yang terichhsasi sekitar

daerae

abses,

sudah mencapai thgkat minimal dagai &bat dari proms

infeksi

rcurg stidah melewati

f b

bakteriemia.


(4)

&#&an oleh &iti terdawlu (Lows dac~

W,

1%3) tingkat

&enls

yasg disebabkan oleh kuman lain seperti Skrcptococcus spp., Cogmhi%mum spp., S a l m l l a spp., Brucella suis dan Etysiplotthrix insidiosa. Di Wain Tabel 2 cSisa;jikan gambam mcngenai hubungan antara frekuensi k&bn PA dengan tingkat isolasi kuman dari 36 sampel yang diperiksa.

Tabel 2. Garnbarag nmgenai hubuagan aatara kelainaa p a t o b anabmik (abses) dengan tingkat recowry

kuman

(imbi) dari 36 sarnpel yang diperiksa.

Isolasi kuman A b m T d

Negatif Positif

Negatif 17 7 24

Positif 2 10 12

Sampling pertama dilakukan pada musim penghujan sedangkan yang terakhir dilakukaa pada musim kering. Rincian hasil panantauan serologik secara

IND-ELISA

sefaajutaya disajikan di dalam Tabel 3. 5bclan- gambaran p d e n s i penyal<lt di

tiga petemakan tertular diilustrasikan d a h Gambar 2.

Dari hasil pemeriksaan serologik dapat dilihat bahwa tingkat &ksi melioidosis pada musim penghujan di tiga peternakan tertular cenQerung lebih tin& (p<0,01) Qripada tingkat infeksi yang tedetelcsi pada musim kering. Pola sempa itu sesuai dargan h i 1 yang pemah ditaporkan 01th peneliti sebelumnya (KeAferer st al.,

1986). Peniagkatan an& cur& hujan di daerah hdkksi s e a mengakibatkan banjir dan pcluapan air permukaaa. Hal

idi

mmgkin merupakan salah satu mata rantai dari penyebab kenakm tingkat i d i b i , karena pencemaran tanah oleh kuman semacam P. pseudomarlei dapat terjadi pada kondisi sernacam itu. Meskipun demikian jenis transmisi penyakit masih sulit dibuktikan, bila peternakan dilcelola secant intensif. Dalam keadaan demibn km- terjadinya kontak antara hewan dengan tanah

yang ~~i kuman akan sangat minimal. Demikian balnya dengan babi-babi di tiga peternacan tertular dalam penelitian kali ini, diduga tidak terinfeksi melalui tanah


(5)

&dcontamksi dengan lumpur yang mengandung kurnan yaag pada akhirnya menjadi sumber kontarnhsi (Thomas et al. 198 1).

Dugaan mengenai pola penularan penyakit meldui suplai air minum tersebut di atas selanjutnya tersubstansiasi dengan bukti bahwa ketiga petemakan babi yang terinfkksi mendapatkan suplai air minurn dari sumber yang sama yakni sebuah kubangan yang menyerupai "empang tadah air hujan". Berbeda dengan dua peternakan babi dao satu peternakan kambiig yang juga dipantau dalam penelitian ini. Masing-masing dari peternakan yang tidak tertular memiliki sumber air sendiri yang b e r a s a d a r i s r r r a n r r ~ " ~ ~ ~ U d i d s l i ; r m "dad'maupundi &lam bejana penaglpting air. '

selama pamntmm dilak;ukan, h&at htfeksi melioidosis hanya terdeteksi

pada babi-babi dari p e t m d a yaag sudah dilaporkan tertular. Hal ini mungkm metnbukthn thgkat efkktivitas garis " W k a s i " yang &a dibuat untuk menasgkal penyebaran penyakit dari daerah tertular. Disamping itu terdapat tingkat kesadaraa yarig ctr)nrp 'hggi dari para petemak dalarn mematuhi "larangan sementaran untuk

tidak

meld&m mobilisasi hewan rentan meliodosis dari dan ke daerah tertular; meskipun garis batas yang dinyatah

tersebut

secara

fisik masih dapat dikategorikan "imajinern.


(6)

Garbar

1. Abses (anak panah) pada limpa seekor babi yang diperiksa di rumah potong- hewan (RPH) merupakan salah satu tanda kelainan patologi anatomik dari melioidosis


Dokumen yang terkait

DETEKSI SUGARCANE MOSAIC VIRUS (SCMV) PADA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) MENGGUNAKAN METODE ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

4 30 55

Kemungkinan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dalam Diagnosa Serologis Brucellosis

1 12 52

Penggunaan Indirect Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Ind-Elisa) Dalam Memantau Tingkat Infeksi Pseudomonas pseudomallei Subklinik Pada Peternakan Babi

0 10 14

Deteksi Xanthomonas campestris py. glycines (Nakano) Dye. pada KEdelai dengan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Elisa)

0 13 132

Deteksi antibodi human immunodeficiency virus type=1(HIV-1) pada macaca nemestrina yang diimunisasi dengan vaksin DNA HIV-1 menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

0 16 60

Produksi antibodi poliklonal oleh toksin insektisida Photorhabdus spp. dan deteksinya dengan teknik Nitrocellulose Membrane Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (NCM-ELISA)

0 33 27

Pelacakan perlekatan bakteri escherichia Coli K99 pada zona pelusida embrio mencit dengan metode enzym linked immunosorbent assay (ELISA) dan scanning electron microscope (SEM)

0 12 10

Validitas Kidney Injury Molecule-1 Urin Metode Mikro Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Sebagai Penanda Dini Gangguan Ginjal Akut pada Sepsis | Balqis | Majalah Kedokteran Bandung 729 2754 1 PB

0 0 7

KIT ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY UNTUK DETEKSI WSSV PADA UDANG

0 0 7

DETEKSI PROTEIN CIRCUMSPOROZOITE PADA SPESIES NYAMUK Anopheles vagus TERSANGKA VEKTOR MALARIA DI KECAMATAN KOKAP, KABUPATEN KULON PROGO DENGAN UJI ENZYME- LINKED IMMUNOSORBENT ASSA Y (ELISA)

0 0 6