Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan SUmber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat

(1)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Konsep pembangunan yang dipraktekkan sejak 1966 di Jawa Barat mendasarkan pertumbuhan ekonomi pada beberapa sektor utama, terutama minyak dan sumberdaya mineral. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi sejak itu melesat hingga berkisar pada 7 persen per tahun. Dari salah satu provinsi termiskin di Indonesia, pendapatan per kapita Jawa Barat meningkat hingga di atas $500 per tahun, bahkan sekitar $1,000 menjelang terjadinya krisis ekonomi.

Krisis ini mempertanyakan kembali sendi-sendi pembangunan di Jawa Barat. Jawaban singkat "karena oil boom" ternyata tumbuh negatif atau dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah. Dengan demikian, timbul pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini.

Sementara itu, sejak tahun 1972 Jawa Barat telah ikut serta dalam proses pendefinisian kembali hubungan antara lingkungan dan pembangunan. Menteri Lingkungan Jawa Barat pertama, Prof. Emil Salim, bahkan ikut serta sebagai anggota Komisi Brundtland yang menyusun buku putih pembangunan berkelanjutan Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future). Buku ini sampai sekarang masih menjadi acuan utama diskursus pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat.


(2)

Pada tahun 1992, Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) - dikenal juga dengan KTT Bumi - menelurkan beberapa dokumen penting mengenai pembangunan berkelanjutan, yaitu Piagam Bumi (Earth Charter) dan Agenda 21 yang merekomendasikan kegiatan-kegiatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pada bulan September 2002, tahun depan, hasil-hasil dari Agenda 21 selama satu dekade akan dievaluasi, sementara pelajaran yang dapat ditarik darinya akan dipergunakan untuk menuntun kerangka perencanaan pembangunan masa depan yang lebih berkelanjutan. Pengembangan pembangunan di sektor energi dan sumberdaya mineral terhadap berkelanjutannya pembangunan di Jawa Barat.

Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi di mana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi seperti mesin-mesin (capital), pekerja (labor, atau human resources), dan lain-lain. Pada prosesnya, pembangunan membawa dampak kepada lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan saat ini yang tidak mengurangi kesempatan dari generasi mendatang untuk membangun. Secara statik pembangunan berkelanjutan adalah sebuah pembangunan


(3)

yang secara serentak membangun ekonomi, sosial, serta lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak boleh berdampak pada pengrusakan pranata sosial dan lingkungan.

Dampak sosial dari ekstraksi pengembangan pembangunan energi seperti minyak, gas, dan mineral akhir-akhir ini semakin banyak disoroti Indonesia. Pertama, kegiatan ekstraksi ini biasanya memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar, tetapi tidak kepada masyarakat yang tinggal di sekitar tempat ekstraksi. Kegiatan ekstraksi ini biasanya dilakukan dalam bentuk enclave, tanpa ada upaya mengintegrasikan dengan kegiatan sosial-ekonomi di sekitarnya. Sumbangan sektor energi dan sumberdaya mineral terhadap kerekatan sosial di Jawa Barat dapat diukur melalui indikator-indikator berikut ini.

Energi dan sumberdaya mineral memiliki dampak lingkungan dalam bentuk polusi dan penipisan sumberdaya alam. Pada proses di mana pertambangan terjadi di tempat-tempat yang ekosistemnya rentan (misalnya pertambangan di wilayah hutan lindung), maka eksploitasi sumberdaya energi dan mineral akan berdampak pada ekosistem tersebut. Dampak lingkungan ini terjadi baik pada saat penambangan (minyak, gas bumi, dan mineral), pengolahannya, pengangkutannya, transformasinya dari energi primer menjadi energi sekunder, serta penggunaannya oleh konsumen di berbagai sektor. Dampak lingkungan dari proses ekstraksi di antaranya adalah masalah tailing, pencemaran hidrokarbon, merkuri, dan bahan


(4)

beracun dan berbahaya (B3) lainnya di laut dan sungai, serta masalah lainnya.

Selain peranannya yang penting sebagai penghasil devisa melalui ekspor, sektor minyak dan gas memiliki peran yang penting sebagai sumber energi, di mana ketersediaannya masih bergantung kepada sumber-sumber yang tidak terbarukan energi seperti minyak, gas, dan batu-bara. Sumber-sumber terbarukan seperti panas bumi, biomasa, air, angin, dan tenaga matahari belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian, pasokan energi domestik akan terancam dengan terancamnya keberlanjutan produksi energi primer yang tidak terbarukan ini. Sebagai sumber energi yang dibutuhkan pembangunan, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menjadi panduan dalam evaluasinya.

Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan dari pembangunan yang ada, pendapatan dari sumber-sumber tak-terbarukan seperti minyak, gas, dan mineral harus ditanam kembali untuk memperbesar modal pembangunan dari sumber-sumber terbarukan seperti panas bumi, angin, air, serta sumber daya manusia.

Bidang Listrik Pemanfaatan Energi khusunya di jawa barat peningkatannya sangat dipengaruhi oleh kinerja aparatur dinas energi dan sumber daya mineral di Jawa Barat. Kemampuan menunjukkan potensi seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dan merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk bekerja giat dan mengerjakan pekerjaannya.


(5)

Persyaratan yang sangat mendasar bagi aparatur adalah kemampuan intelektual dengan motivasi kerja yang tinggi sehingga tercipta kinerja aparatur yang kondusif untuk merealisasikan potensi kerja yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan organisasi. Peran yang begitu besar dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pelaku utama dan merupakan input dari proses produksi dalam pembangunan akan tercapai apabila faktor-faktor penunjang optimalisasi peran tersebut tercapai. Salah satu faktor yang menentukan peran SDM adalah kinerja. Aparatur dalam organisasi atau perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik diharapkan akan mempunyai kontribusi positif terhadap organisasi. Kinerja aparatur sangat ditentukan oleh seberapa baik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki aparatur dan memfasilitasi pencapaian kinerja mereka.

Tuntutan masyarakat terhadap transparasi penyelenggaraan pembangunan semakin tinggi, terlebih lagi pascareformasi sejak tahun 1997. Akuntabilitas dan transparasi memang harus dimiliki oleh setiap penyelenggara pembangunan. Bentuk tuntutan tentang akuntabilitas dan transparasi dalam organisasi adalah kualitas kinerja pelayanan publik karena misi organisasi pemerintah adalah memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Semakin tingginya tuntutan transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan tersebut, pemerintah telah meresponnya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang


(6)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip). Lakip merupakan sistem pengukuran dan penilaian kinerja berdasarkan self-assesment. Setiap instansi pemerintah harus melakukan pengukuran dan penilaian sendiri terhadap kinerja instansinya. Keakuratan dan standarisasi pengukuran menjadi hal mutlak diperlukan agar ada jaminan terhadap kebenaran dan keakuratan hasil penilaian itu. Kinerja organisasi tidak akan terpacu untuk berkembang jika sistem tidak akurat dan standar pengukuran tidak tepat atau lemah.

Masyarakat menyikapi tuntutan dari pemerintah menggeser paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari konsep sentralisasi ke konsep desentralisasi yang diwujudkan oleh penggantian UU Nomor 5 Tahun 1974 oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 diganti lagi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang yang terbaru di keluarkan oleh pemerintah UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Implikasi dari perubahan kebijakan itu, antara lain adanya perubahan format dan struktur kelembagaan daerah. Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan potensi yang dimiliki daerah baik dari sumber daya manusia maupun sumber daya alam khususnya Bidang Listrik Pemanfaatan Energi.

Guna dalam pengembangan pembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berada di dinas ESDM Jawa Barat, penulis sangat tertarik untuk membahas mengenai kinerja aparatur ESDM Jawa Barat. Untuk itu penulis


(7)

mengambil judul “Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mempermudah proses pembahasan penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keluaran Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimana hasil Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi

Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana Kaitan Usaha dengan Pencapaian Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat?

4. Bagaimana Informasi Penjelas Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat?

1.3 Maksud dan Tujuan KKL

Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.


(8)

Adapun tujuan penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui keluaran yang dilaksanakan yang dapat menentukan keberhasilan Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui hasil Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui Kaitan Usaha dengan Pencapaian dalam menjalankan

Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

4. Untuk mengetahui Informasi Penjelas yang mempengaruhi Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

1.4 Kegunaan KKL

Kegunaan dari penulisan ini adalah :

1. Guna teoritis, dalam rangka mengembangkan konsep-konsep atau teori-teori melalui penulisan ke lapangan. Dimana dalam penulisan ini, diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu serta dapat dijadikan bahan tinjauan awal untuk melakukan penulisan serupa dimasa yang akan datang.


(9)

2. Guna praktis, untuk memberikan masukan dan kritikan yang membangun bagi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral dalam bidang listrik dan pemanfaatan energi.

1.5 Kerangka Pemikiran

Menurut Baban Sobandi dan kawan-kawan Kinerja merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact. (Sobandi dkk, 2006:176). Hasil kerja yang dicapai oleh aparatur suatu instansi dalam menjalankan tugasnya dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact dengan tanggung jawab dapat mempermudah arah penataan organisasi pemerintahan. Adanya hasil kerja yang dicapai oleh aparatur dengan penuh tanggung jawab akan tercapai peningkatan kinerja yang efektif dan efisien.

Pegawai adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah. Unsur manusia sebagai pegawai maka tujuan badan (wadah yang telah ditentukan) kemungkinan besar akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Pegawai inilah yang mengerjakan segala pekerjaan atau kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Definisi kinerja diatas menjelaskan gambaran mengenai tingkat


(10)

pencapaian pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh seluruh pegawai yang ada disuatu organisasi atau instansi pemerintah. Meningkatkan kinerja dalam sebuah organisasi atau instansi pemerintah merupakan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh organisasi dan instansi pemerintah dalam memaksimalkan suatu kegiatan.

Organisasi pemerintahan menggunakan alat untuk mengukur suatu kinerja birokrasi publik, yaitu teori kinerja dari Baban Sobandi dan para ahli lainnya dalam bukunya yang berjudul Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah sebagai berikut:

1. Keluaran 2. Hasil

3. Kaitan Usaha dengan Pencapaian 4. Informasi Penjelas

(Sobandi dkk, 2006 : 179-181)

Pertama, output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun non fisik. Suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik yang diharapkan oleh suatu organisasi atau instansi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Kedua, hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan.segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Maka segala sesuatu kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan pada jangka menengah


(11)

oleh suatu organisasi atau instansi harus dapat memberikan efek langsung dari kegiatan tersebut.

Ketiga, kaitan usaha dengan pencapaian adalah ukuran efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran pelayanan. Berdasarkan pengertian diatas, maka Mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, dan 15 memberi informasi tentang keluaran di tingkat tertentu dari penggunaan sumber daya, menunjukan efisiensi relatif suatu unit jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya, tujuan yang ditetapkan secara internal, norma atau standar yang bisa diterima atau hasil yang bisa dicapai oleh organisasi yang setara.

Keempat, informasi penjelas adalah suatu informasi yang harus disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup informasi kuantitatif dan naratif. Membantu pengguna untuk memahami ukuran kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja organisasi, dan mengevaluasi signifikansi faktor yang akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Pendapat lain tentang kinerja, seperti yang dikemukakan oleh Widodo (2006:78) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang di harapkan. Dari definisi diatas maka dalam melakukan dan menyempurnakan suatu kegiatan harus didasari dengan rasa tanggung jawab agar tercapai hasil seperti yang diharapkan.


(12)

Peningkatan pelayanan kinerja aparatur Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Aparatur suatu instansi pemerintahan dalam menjalankan tugasnya harus dilandasi dengan rasa penuh tanggung jawab, agar terciptanya kualitas suatu kinerja yang optimal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pada umunya.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam penulisan laporan KKL ini adalah :

1. Kinerja adalah merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact.

1. Output adalah sesuatu hasil yang dihasilkan langsung dirasakan dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun non fisik. Suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik Output Meliputi:

a) Kualitas Pelayanan yang diberikan adalah bagaimana kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur

b) Kuantitas pelayanan yang diberikan adalah bagaimana kuantitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur

2. Hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang diberikan dalam pemberian layanan. Segala sesuatu kegiatan yang dilakukan atau


(13)

dilaksanakan pada jangka menengah harus dapat memberikan efek langsung

dari kegiatan tersebut.

3. Kaitan Usaha dengan Pencapaian adalah mengukur sumber daya yang digunakan oleh aparatur dan memberi informasi dari hasil penggunaan sumber daya tersebut yang membandingkan hasil yang dicapai sekarang dengan hasil yang sebelumnya secara internal, norma atau standar yang bias diterima atau hasil yang bisa dicapai oleh organisasi yang setara. Kaitan usaha dengan pencapaian meliputi:

a) Efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran pelayanan adalah mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, dan memberi informasi tentang keluaran ditingkat tertentu dari penggunaan sumber daya, menunjukan efisiensi relatif suatu unit jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya, tujuan yang ditetapkan secara internal, norma atau standar yang bisa diterima, atau hasil yang bias dicapai oleh organisasi yang setara.

b) Biaya yaitu hasil yang menghubungkan usaha dan hasil pelayanan. Ukuran ini melaporkan biaya per unit hasil, dan mengaitkan biaya dengan hasil sehingga manajemen publik dan masyarakat bias mengukur nilai pelayanan yang telah diberikan.


(14)

4. Informasi Penjelas adalah suatu hasil berupa informasi yang ada dan disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup informasi kuantitatif dan naratif yang bisa membantu pengguna untuk memahami ukuran kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja organisasi, dan mengevaluasi faktor yang akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Informasi penjelas meliputi :

a. Faktor Subtansial adalah faktor yang ada diluar kontrol, seperti karateristik lingkungan dan demografi.

b. Faktor yang dapat dikontrol adalah faktor yang dapat dikontrol seperti pengadaan staf.

2. Aparatur adalah seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada, sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian untuk mencapai tujuan.


(15)

Gambar 1.1

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penulisan

1.6.1 Metode Laporan KKL

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai berikut :

“Penyelidikan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, suatu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak, tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing”. (Surakhmad, 1998 : 139)

Dengan demikian metode deskiptif, mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentuk suatu bidang persoalan yang

Keluaran Hasil Kaitan Usaha

Dan Pencapaian

Informasi Penjelas

Terciptanya Kinerja Aparatur Yang Optimal Dalam Pengembangan Pembangunan Energi

Dan Sumber Daya Mineral Kinerja Aparatur Dinas Energi Dan


(16)

ada. Informasi deskriptif dalam kegiatan ilmiah akan memperlihatkan bahwa jalan dari suatu fakta menuju suatu fakta ilmiah adalah sebuah jalan yang sadar.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

1. Observasi, melakukan pengamatan atas perilaku seseorang dengan mendengarkan berbagai ucapan mengenai berbagai ragam soal pada aparatur pemerintahan. Pengamatan dilakukan terhadap Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral di Jawa Barat, mengenai bagaimana kewenangan kewenangan yang diberikan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi baik dalam pengumpulan data dari tiap SKPD atau dalam mengoperasionalkan sistem.

2. Studi Pustaka, mencari, memilah dan membaca buku-buku, majalah, surat kabar yang berhubungan dengan usaha-usaha dalam pengelolaan data sumber-sumber pendapatan daerah.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang sesuai dengan penulisan ini adalah analisa deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai strategi penyelidikan yang naturalistis dan induktif dalam mendekati suatu suasana (Setting) tanpa hipotesis-hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya. Teori muncul dari


(17)

pengalaman kerja lapangan dan berakar (grounded) dalam data (Bagong Suyanto,2005:183).

Analisis data yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penulisan kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna sesuatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu. Secara operasional teknik analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana model analisis data.

Pertama, reduksi data didapat di lapangan langsung di ketik atau ditulis langsung dengan rapi, terperinci secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Laporan itu harus dianalisis sejak dimulainya penulisan, laporan perlu di reduksi. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari jika sewaktu-waktu diperlukan.

Kedua, display data data yang semakin bertumpuk itu kurang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh. Oleh sebab itu diperlukan display

data. Display data ialah menyajikan data dalam bentuk matrik, atau grafik, dan sebagainya. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak terbenam dengan setumpuk data.


(18)

Ketiga, pengambilan keputusan dan verifikasi berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul dan hipotes. Jadi dari data yang didapat mencoba untuk mengambil kesimpulan.

Laporan penulisan kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas, reliabilitas, dan objektivitasnya sudah terpenuhi. Oleh sebab itu, selama proses analisis hal-hal tersebut selalu mendapat perhatian.

1.7 Lokasi dan Jadwal Penulisan

Lokasi penulisan ini dilaksanakan di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral di Jawa Barat Jln. Soekarno-Hatta No. 576 Telepon (022) 7562049, Fax (022) 7562048.

Jadwal penulisan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1 Jadwal Penulisan WAKTU

KEGIATAN

Tahun 2011

Juni Juli Agust Sept Nov Pemilihan Lokasi KKL

Bimbingan UP Laporan KKL Pelaksanan KKL

Bimbingan Laporan KKL dengan dosen pembimbing masing-masing


(19)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut (Bastian,2001:329). Pegawai adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah. Unsur manusia sebagai pegawai maka tujuan badan (wadah yang telah ditentukan) kemungkinan besar akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Pegawai inilah yang mengerjakan segala pekerjaan atau kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi.

Definisi kinerja diatas menjelaskan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh seluruh pegawai yang ada disuatu organisasi atau instansi pemerintah. Meningkatkan kinerja dalam sebuah organisasi atau instansi pemerintah merupakan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh organisasi dan instansi pemerintah dalam memaksimalkan suatu kegiatan.


(20)

Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat, tercapainya tujuan organisasi. Kinerja pegawai tidak dapat dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, sumber daya yang digerakan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. penerapan Pemanfaatan Energi Bidang Listrik Pemanfaatan Energi di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dapat terlaksana dengan baik apabila memperhatikan kinerja aparaturnya. Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan. Wibowo mengatakan bahwa :

”Pengertian performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja/prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi” ( Wibowo, 2007:7).

Berdasarkan pengertian di atas bahwa hasil yang dicapai oleh seorang aparatur menurut ukuran profesionalisme dalam pekerjaannya diaplikasikan dalam prilaku, kecerdasan dan kemampuan sesuai dengan peranan, kegiatan dan tugas yang telah ditentukan. Aparatur Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dalam memberdayakan dan


(21)

memaksimalkan suatu kinerja dalam mengimplikasikan Pemanfaatan Energi Bidang Listrik Pemanfaatan Energi, diperlukan pemahaman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga menghasilkan apa yang menjadi tujuan utama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dapat tercapai. Pengertian lain menurut Maluyu S.P. Hasibuan bahwa :

“Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu” (Hasibuan, 2001:34)

Pengertian kinerja menurut Hasibuan diatas bahwa untuk mencapai sebuah kinerja, seorang aparatur harus memiliki kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu agar dapat barjalan seperti yang diharapkan. Pendapat lain tentang kinerja, seperti yang dikemukakan oleh Widodo (2006:78) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang di harapkan. Dari definisi diatas maka dalam melakukan dan menyempurnakan suatu kegiatan harus didasari dengan rasa tanggung jawab agar tercapai hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Baban Sobandi dan kawan-kawan “Kinerja merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact.” (Sobandi dkk, 2006:176). Hasil kerja yang dicapai oleh aparatur suatu instansi dalam menjalankan tugasnya dalam kurun waktu tertentu, baik yang


(22)

terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact dengan tanggung jawab dapat mempermudah arah penataan organisasi pemerintahan. Adanya hasil kerja yang dicapai oleh aparatur dengan penuh tanggung jawab akan tercapai peningkatan kinerja yang efektif dan efisien.

Organisasi pemerintahan menggunakan alat untuk mengukur suatu kinerja birokrasi publik, indikator yang digunakan menurut Baban Sobandi dan para ahli lainnya dalam bukunya yang berjudul Desentralisasi dan Tuntutan PenataanKelembagaan Daerah sebagai berikut :

1. Keluaran 2. Hasil

3. Kaitan Usaha dengan Pencapaian 4. Informasi Penjelas

(Sobandi dkk, 2006 : 179-181)

Pertama, output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik (sarana dan prasarana) atau pun non fisik (pelatihan). Suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik yang diharapkan oleh suatu organisasi atau instansi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Ukuran output disini dapat dilihat dari dua sub indikator yaitu kualitas sumber daya aparatur yang ada di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, kuantitas merupakan suatu hasil pelayanan dari Pemanfaatan Energi Bidang Listrik Pemanfaatan Energi yang dapat memenuhi uji kualitas.

Kedua, hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan. segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya


(23)

keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Maka segala sesuatu kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan pada jangka menengah oleh suatu organisasi atau instansi harus dapat memberikan efek langsung dari kegiatan tersebut.

Ketiga, kaitan usaha dengan pencapaian adalah usaha yang dilakukan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat bisa tercapai sesuai dengan pembangunan kesehatan. Ukuran kaitan usaha disini dapat dilihat dari dua sub indikator yaitu ukuran efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran pelayanan. Berdasarkan pengertian diatas, maka Mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, dan memberi informasi tentang keluaran di tingkat tertentu dari penggunaan sumber daya, menunjukan efisiensi relatif suatu unit jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya, tujuan yang ditetapkan secara internal, norma atau standar yang bisa diterima atau hasil yang bisa dicapai oleh organisasi yang setara. Biaya merupakan laporan biaya per unit hasil dan kaitan biaya dengan hasil sehingga manajemen publik dan masyarakat bisa mengukur pelayanan yang telah diberikan.

Keempat, informasi penjelas adalah suatu informasi yang harus disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup informasi kuantitatif dan naratif. Membantu pengguna untuk memahami ukuran kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja organisasi, dan mengevaluasi signifikansi faktor


(24)

yang akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Ukuran informasi penjelas disini dapat dilihat dari dua sub indikator yaitu faktor substansial merupakan faktor yang ada diluar kontrol organisasi dan faktor yang dapat dikontrol oleh organisasi seperti pengadaan staf.

Ruky (2001:7) mengidentifikasi faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :

1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk mengahasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.

4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.

5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan lainnya.

(Ruky, 2001:7)

Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja berasal dari bahasa job performance atau actual perpormance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau suatu institusi). Kamus bahasa Indonesia. Berikut pengertian kinerja menurut A. A Anwar Prabu Mangkunegara mengatakan bahwa :


(25)

“Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2007: 9).

Kinerja dalam lingkup Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang aparatur dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerjanya. Kinerja aparatur dalam memberdayakan Pemanfaatan Energi Bidang Listrik Pemanfaatan Energi harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita dalam organisasi pemerinthan tergantung bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. kinerja tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Keith Davis dalam buku Anwar Prabu Mangkunegara.

1. Faktor Kemampuan Ability

Secara psikologis, kemampuan ability terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge+skill. Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatan dan terampil dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari maka akan mudah menjalankan kinerja maksimal.

2. Faktor motivasi Motivation

Motivasi diartiakan sebagai suatu sikap attitude piminan dan karyawan terhadap situasi kerja situation dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif fro terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka berpikir negatif kontra terhadap situasi kerjanya akan menunjukan pada motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. (Mangkunegara, 2000:13)


(26)

Berdasarkan pengertian diatas bahwa suatu kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat berjalannya suatu pencapaian kinerja yang maksimal faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari intern

maunpun ekstern. Menilai suatu kinerja apakah sudah berjalan dengan yang direncanakan perlu diadakan suatu evaluasi kinerja sebagai mana yang dikemukakan oleh Andrew E. Sikula dalam buku Anwar Prabu Mangkunegara.

“Evaluasi kinerja atau penilaian merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penapsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu barang.”

(Mangkunegara 2006:69)

Dari beberapa pendapat tentang penilaian atau evaluasi kinerja dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk menilai kinerja pegawai dan organisasi. Disamping itu juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja dengan tepat dan memberikan tanggung jawab kepada pegawai atau organisasi sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang.

Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period”. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

(Bernardin dan Russel dalam Ruky, 2002:15)

Job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. (Gibson, dkk 2003: 355)


(27)

Kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

(Ilyas 1999: 99)

Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

(Payaman Simanjuntak 2005:1)

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai.

(Irawan 2002:11)

Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.

(Dessler 2000:87)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinrja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang


(28)

erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

2.1.2 Faktor-Faktor Kinerja

Aparatur sebagai pelayan masyarakat, harus memberikan pelayanan terbaik untuk mencapai suatu kinerja. Kenyataannya untuk mencapai kinerja yang diinginkan tidaklah mudah, banyak hambatan-hambatan yang harus dilewati. Menurut Keith Davis dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapain kinerja, faktor tersebut berasal dari factor kemampuan dan motivasi aparatur. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut :

“Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah factor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang dirumuskan sebagai berikut: “Human Performance= Ability+Motivation, Motivation= Atitude+Situation, Ability= Knowledge+Skill”

(Mangkunegara, 2005:13-14)

Berdasarkan pengertian diatas, aparatur dalam pencapaian kinerja harus memiliki kemampuan dan motivasi kerja. Kemampuan yang dimiliki aparatur dapat berupa kecerdasan ataupun bakat. Motivasi yang dimiliki aparatur dilihat melalui sikap dan situasi kerja yang kondusif, karena hal ini akan berhubungan dengan pencapaian prestasi kerja atau kinerja aparatur pada lingkungan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.


(29)

2.1.2.1 Kemampuan

Kemampuan seorang aparatur berbeda-beda, kemampuan didapat dari kecerdasan ataupun bakat dari aparatur tersebut. Pengertian kemampuan menurut Moenir bahwa :

“Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan” (Moenir, 2002:116).

Layanan merupakan salah satu subsistem Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga teknis daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam bidang Kesehatan. Maka, kemampuan yang dimiliki aparatur dalam memberikan pelayanan merupakan ujung tombak dan sekaligus gambaran kualitas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Menurut Miftah Thoha sebagaimana dikutip oleh Nayono dalam buku Mengenal Kehidupan Berorganisasi bahwa :

“Kemampuan adalah salah satu unsur dari kematangan, berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengalaman”

(Nayono,1998:19 )

Berdasarkan teori di atas, kemampuan sebagai keadaan yang dimiliki seseorang sehingga memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu berdasarkan keahlian dan ketarampilannya. Kaitannya dengan memberdayakan Pemanfaatan Energi Bidang Listrik Pemanfaatan Energi pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, kemampuan aparatur merupakan salah satu faktor penunjang kemampuan


(30)

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat untuk dapat meningkatkan kinerja aparaturnya. Setiap organisasi membutuhkan pengelola, dan pengelola tersebut tidak lain adalah aparatur yang terdapat didalamnya. Berkenaan dengan hal tersebut, E. Koswara dalam buku Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, Tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan aparatur adalah :

1. Ratio jumlah pegawai dengan jumlah penduduk 2. Masa kerja pegawai

3. Golongan kepegawaian 4. Pendidikan formal

5. Pendidikan teknis fungsional” (Koswara E, 2001:259).

Berdasarakan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan aparatur adalah ratio jumlah aparatur Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk, masa kerja aparatur, golongan kepegawaian, pendidikan dan pendidikan teknis fungsional yang dimiliki oleh aparatur. Pendapat lain hampir sama juga dikemukakan pleh J. B Kristiadi yang dikutip oleh B. Hestu Cipto Handoyo dalam buku Otonomi Daerah dan Urusan Rumah Tangganya, bahwa :

Untuk mengetahui kemampuan aparat, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yakni :

1. Ratio jumlah pegawai dengan jumlah penduduk 2. Pengalaman kerja pegawai

3. Golongan kepegawaian


(31)

5. Pendidikan non formal

6. Kesesuaian antara pendidikan dengan jabatan (Handoyo, 1998:102).

Berdasarkan pendapat diatas bahwa untuk mengetahui kemampuan aparatur ratio jumlah aparatur dengan jumlah penduduk, masa kerja aparatur, golongan kepegawaian, pendidikan formal, pendidikan teknis fungsional menjadi faktor dalam meningkatkan kinerja. Kemampuan (ability) aparatur terdiri dari dua indikator yaitu:

Pertama, kemampuan potensi (IQ), merupakan aspek kemampuan yang ada dalam diri aparatur dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kemampuan potensi kemudian dibagi ke dalam dua bagian yaitu :

a. Kemampuan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan). Inteligensi

atau kecerdasan menurut C.P. Chaplin (1975) bahwa:

Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif” (Dalam Syamsu, 2003:9). Inteligensi

atau kecerdasan harus dimiliki oleh setiap aparatur Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat agar dalam menjalankan segala tugasnya dapat berjalan dengan efektif.

b. Kemampuan dasar khusus (aptitudes atau bakat). Aptitudes atau bakat adalah kondisi seseorang yang dengan suatu pendidikan dan latihan yang memungkinkannya mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Aptitudes atau bakat merupakan faktor bawaan yang dimiliki oleh aparatur ataupun pengaruh dari


(32)

lingkungan. Maka apabila seseorang terlahir dengan suatu bakat khusus dididik dan dilatih, bakat tersebut dapat berkembang dan dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya apabila dibiarkan tanpa pengarahan dan penguatan, bakat itu akan hilang dan tak berguna.

Kedua, kemampuan reality (actual ability) yaitu kemampuan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi). Pengembangan kemampuan sangatlah diperlukan baik melalui pendidikan ataupun melaui pelatihan-pelatihan. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari sumberdaya aparatur, semakin lama waktu yang digunakan seorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan melakukan pekerjaan akan semakin tinggi kinerjanya. Oleh karena itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang berorientasikan terhadap pelayanan perlu mengadakan pelatihan dan menempatkan aparatur pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya masing-masing (the right man in the right place, the right man on the right job).

2.1.2.2 Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitue) aparatur dalam menghadapi situasi (situation) kerja di lingkungan pekerjaannya. Pengertian motivasi dikatakan oleh Chung dan Megginson bahwa :

motivation is definied as goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal…it is closely related to employee satisfaction and job performance”, (motivasi dirumuskan sebagai


(33)

perilaku yang ditunjukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan…motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pegawai dan performansi pekerjaan)

(Dalam Gomes, 1995:177-178)

Motivasi aparatur untuk bekerja biasanya ditunjukkan oleh aktivitas yang terus-menerus, dan berorientasikan tujuan. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri aparatur secara terarah untuk mencapai tujuan kerja. Pengertian lain dikatakan oleh Keith Davis yang dikutip A.A Anwar Mangkunegara, bahwa :

Motivasi diartikan suatu sikap (attiude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerja akan menunjukan kerja yang rendah, situsi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2006:14).

Motivasi dalam arti bagaimana aparatur menafsirkan lingkungan kerja mereka. Kemampuan kerja yang ditunjukan aparatur didasari atas faktor-faktor apa yang memberi andil dan berkaitan dengan efek negatif terhadap kemampuan aparatur serta apa yang menimbulkan kegairahan dalam bekerja. Faktor motivasi terdiri dari dua indikator yaitu:

Pertama, sikap, dapat diartikan sebagai status mental seseorang dan sikap dapat diekspresikan dengan berbagai cara, dengan kata-kata yang berbeda dan tingkat intensitas yang berbeda. Gibbson memberikan pengertian sikap bahwa :


(34)

“Sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan yang positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, objek-objek dan keadaan” (Gibson, 1996:144).

Sikap mental aparatur yang positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Sikap mental aparatur haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, aparatur dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Kedua, situasi, dapat diartikan sebagai suasana yang dapat menentukan sikap aparatur tersebut. Perilaku manusia banyak dipengaruhi definisi situasi, apabila manusia mendefinisikan sesuatu sebagai hal nyata, maka konsekuensinya menjadi nyata. Maka, sikap seseorang kerap ditentukan oleh bagaimana cara aparatur memahami situasi yang dihadapinya. Situasi dikatakan oleh Keith Davis bahwa “Suatu keadaan atau kondisi dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang” (Davis, 1998:7). Situasi kerja yang dimaksud antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Mangkunegara mengatakan terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja aparatur, yaitu :


(35)

a. Prinsip partisipasi yaitu upaya memotivasi kerja, aparatur perlu diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

b. Prinsip komunikasi yaitu pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas dengan informasi yang jelas, sehingga aparatur akan lebih mudah termotivasi dalam kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan yaitu pemimpin mengakui bahwa bawahan aparatur mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan

d. Prinsip pendelegasian wewenang yaitu pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada aparatur bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat aparatur yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin

e. Prinsip memberi perhatian yaitu pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan aparatur, sehingga memotivasi aparatur untuk bekerja seperti yang diharapkan oleh pemimpin (Mangkunegara, 2005:61).

Aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah bagaimana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja aparaturnya agar mereka mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Mangkunegara mengatakan, bahwa “ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja” (Mangkunegara, 2005:62). maka pimpinan dan aparatur yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai kinerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya rendah.

Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah Sangat tergantung pada kinerja aparatur, karena merupakan unsur aparatur yang langsung bertugas melayani masyarakat. Pemanfaatan Energi


(36)

Bidang Listrik Pemanfaatan Energi merupakan salah satu upaya yang dilaksanakan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, dalam meningkatkan kinerja aparatur.

2.2 Pengertian Aparatur

Pengertian mengenai aparatur pemerintahan disebutkan oleh Dharma Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia yang menjelaskan bahwa ”Aparat Pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan, 2004:169). Berdasarkan pengertian di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada.

Peningkatan pelayanan kinerja aparatur Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Aparatur suatu instansi pemerintahan dalam menjalankan tugasnya harus dilandasi dengan rasa penuh tanggung jawab, agar terciptanya kualitas suatu kinerja yang optimal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pada umunya. Suatu instansi pemerintah tidak akan lepas dari aparatur sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan,


(37)

sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerwono Handayaningrat yang mengatakan bahwa :

“Aparatur ialah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian” (Soewarno,1982:154).

Aparatur pemerintahan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara. Maka diperlukan aspek-aspek administrasi terutama kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian. Maka dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara dibutuhkan suatu alat untuk mencapai tujuan organisasi, maksud alat disini adalah seorang aparatur atau pegawai yang ada dalam suatu pemerintahan atau negara.

Aparatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu lembaga pemerintahan disamping faktor lain seperti uang, alat-alat yang berbasis teknologi misalnya komputer dan internet. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional pegawai dalam melakukan pekerjaan.

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa aparatur merupakan aspek-aspek administrasi yang diperlukaan oleh pemerintah dalam penyelenggaran pemerintahan atau Negara. Sedangkan Sarwono mengemukakan lebih jauh tentang aparatur pemerintahan bahwa yang dimaksud tentang aparatur


(38)

pemerintahan ialah orang-orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan pemerintahan (Soewarno,1982:154).

Kinerja aparatur tidak lepas dari apa yang dinamakan dengan sumber daya manusia. SDM Merupakan salah satu faktor penunjang dalam menjalankan tugas kepegawaian bagi aparatur. Setiap aparatur mempunyai tugas menjalankan fungsi organisasi dan pemerintahan dengan baik dan terarah, berikut pengertian tentang sumberdaya aparatur.

Era globlaisasi saat ini ditandai dengan arus informasi yang mengalir begitu pesat sejalan dengan perkembangan teknologi yang tinggi. Perkembanga yang pesat dari teknologi informasi seperti perangkat keras komputer

(hardware), perangkat lunak (software), dan teknologi komunikasi lainnya telah membuat tujuan suatu institusi tersebut dapat dicapai secara maksimal.


(39)

39 3.1 Gambaran Umum Jawa Barat

Kronologis sejarah menonjolkan bahwa Provinsi jawa Barat dibentuk pertama kali tanggal 14 Agustus berdasarkan penetapan Pemerintah Hindia Belanda melalui staatblad 1924 Nomor : 378 tanggal 14 Agustus 1926, pada masa pra kemerdekaan dan pada tanggal 19 Agustus 1945 berdasarkan penetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membagi kembali Daerah Negara Republik Indonesia menjadi delapan provinsi yang salah satunya Provinsi Jawa Barat. Pembentukan Provinsi Jawa barat ini kemudian ditetapkan kembali oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 1950. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah No 26 Tahun 2010 bahwa tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5o50’ - 7o50’ Lintang Selatan dan 104o48’ - 108o48’ Bujur Timur, dengan batas wilayah : sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.


(40)

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3.710.061,32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10 - 1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22,89 % dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan perkebunan (17,41%), sementara hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15,93% dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

Iklim di Jawa Barat yaitu tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara17,4 – 30,7°C dan kelembaban udara antara 73–84%. Data BMKG menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2008, turun hujan selama 1-26 hari setiap bulannya dengan curah hujan antara 3,6 hingga 332,8 mm.

Jawa Barat dialiri 40 sungai dengan wilayah seluas 32.075,15 km2. Jawa Barat juga memiliki 1.267waduk/situdengan potensi air permukaan lebih dari 10.000juta m3.Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, pertanian, dan air minum.Terdapat peningkatan jumlah


(41)

perusahaan yang aktif memanfaatkan air permukaan menjadi 625 perusahaan dari 606 perusahaan pada tahun 2007.

3.2 Gambaran Umum Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat yang saat ini berlokasi di Jalan Sukarno-Hatta Nomor 576 Bandung, pertama kali dibentuk pada tahun 1978 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4/DP/040/DP/1978 dan kelembagaannya diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 5/DP/040/DP/1978. Awalnya dinas ini bernama ”Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Barat”. Peraturan Daerah ini baru dapat dilaksanakan pada tahun 1986 setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I, mengingat makin sulitnya mengontrol kegiatan usaha penambangan di daerah terutama untuk jenis bahan galian golongan C yang dianggap telah banyak menyebabkan kerusakan serta mengganggu daya dukung dan fungsi lingkungan, sehingga peran Pemerintah Daerah perlu lebih dipertegas dalam pengaturan dan pengendaliannya, melalui penyerahan urusan.

Karena Peraturan Daerah yang ditetapkan pada tahun 1978 tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi pada saat pengesahan PP tersebut, maka pada tahun 1988 dilakukan pencabutan Peraturan Daerah Nomor


(42)

5/DP/040/DP/1978 yang diganti dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1988 tentang perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja, dengan susunan organisasi.

Pada tahun 2000, seiring bergulirnya Otonomi Daerah dan makin bertambahnya peran yang menjadi tanggungjawab oleh lembaga ini, maka dilakukan perubahan Struktur Oraganisasi dan Tata Kerja (SOTK) Dinas Pertambangan, sehingga nomenklatur dinas pun disesuaikan menjadi ”Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat” sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah No.15 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, termasuk penyesuaian struktur organisasi dan perangkat yang ada di bawahnya. Adapun penyesuaian nama perangkat dinas tersebut, meliputi : 1 (satu) Bagian Tata Usaha dan 5 (lima) Sub Dinas yaitu Sub Dinas Bina Program, Sub Dinas Eksplorasi dan Pemetaan, Sub Dinas Bina Usaha, Sub Dinas Bina Teknik, Sub Dinas Konservasi dan

Pengendalian.

Selain perangkat tersebut di atas, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat juga dilengkapi dengan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002. UPTD bidang Pertambangan dan Energi tersebut terdiri dari 5 (lima) balai yaitu : Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah I Cianjur, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya


(43)

Pertambangan dan Energi Wilayah II Purwakarta, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah III Tasikmalaya, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah IV Cirebon, serta Balai Penelitian Pertambangan dan Energi. Selain itu, keberadaan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat merupakan konsekuensi dari 10 diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Di akhir tahun 2008 bersamaan dengan masa pergantian Gubernur dilakukan reorganisasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Atas kebijakan tersebut, maka nomenklatur Dinas Pertambangan dan Energi berubah menjadi ”Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat”.

Perubahan nomenklatur dinas tersebut turut merubah struktur organisasi yang ada di lingkungan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang awalnya terdiri dari 1 (satu) Bagian Tata Usaha dan 5 (lima) Sub Dinas


(44)

menjadi 1(satu) Sekretariat dan 4 (empat) Bidang yaitu : Bidang Listrik dan Pemanfaatan Energi, Bidang Mineral Geologi dan Air, Bidang Panas Bumi dan Migas dan Bidang Bina Usaha dan Kerjasama sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat.

3.2.1 Visi dan Misi

Dalam mendukung visi Jawa Barat, Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Jawa Barat sebagai perangkat daerah menetapkan visi yang berkaitan dengan pengelolaan energi, sebagai berikut:

Visi:

“ Terwujudnya Kemandirian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Jawa Barat Sebagai Provinsi Termaju ”

Misi:

Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2103 adalah :

1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengelola energi dan sumberdaya mineral yang profesional, berkapasitas moral dan intelektual.

2. Meningkatkan investasi, kesempatan kerja dan pendapatan daerah dari sektor energi dan sumberdaya mineral.


(45)

3. Meningkatkan peran para pelaku bidang energi dan sumberdaya mineral terhadap kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

4. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan energi dan sumberdaya mineral.

5. Meningkatkan upaya konservasi lingkungan dan perlindungan masyarakat dari kejadian bencana alam.

Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat yang saat ini berlokasi di Jalan Soekarno Hatta No. 576 Bandung, pertama kali dibentuk pada Tahun 1978 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4/DP/040/DP1978 dan kelembagaannya diatur denganPeraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5/DP/040/DP1978. Awalnya Dinas ini berdiri dengan nama“ Dinas Pertambangan Daerah Propinsi Jawa Barat”. Peraturan Daerah ini baru dapat dilakukan pada Tahun 1986 setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1986 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.

Salah satu faktor yang mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1986 tersebut adalah kenyataan semakin meluasnya penambangan di daerah terutama untuk jenis bahan galian golongan C yang telah menyebabkan peningkatan intensitas kerusakan serta gangguan


(46)

terhadap kemampuan dan fungsi lingkungan, sehingga peran Pemerintah Daerah perlu lebih dipertegas dalam pengaturan dan pengendaliannya, melalui penyerahan urusan.

Karena Peraturan Daerah yang ditetapkan pada Tahun 1978 tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi pada saat pengesahan PP Tersebut, maka pada Tahun 1988 dilakukan pencabutan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5/DP/040/DP1978 yang diganti dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 1988 Tentang Perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja, dengan susunan organisasi terdiri dari : 1 (Satu) Bagian Tata Usaha; 4 (Empat) Sub Dinas Yaitu Sub Dinas Konservasi, Sub Dinas Pengusahaan Pertambangan, Sub Dinas Bina Program, Sub Dinas Teknik Pertambangan serta ditambah dengan pembentukan 7 (Tujuh) cabang dinas yang meliputi : cabang Dinas I/ Serang, cabang Dinas II/ Bogor, cabang Dinas III/ Sukabumi, cabang Dinas IV/ Cirebon, cabang Dinas V/ Purwakarta, cabang Dinas VI/ Bandung, cabang Dinas VII/ Tasikmalaya.

Pada Tahun 2000 Seiring Dengan Bergulirnya Otonomi Daerah dilakukan perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) Dinas Pertambangan, dengan nama dinasnya berubah menjadi “Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat” dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, yang meliputi : 1 (Satu) Bagian Tata Usaha; 5


(47)

(Lima) Sub Dinas yaitu Sub Dinas Bina Program, Sub Dinas Eksplorasi dan Pemetaan, Sub Dinas Bina Usaha, Sub Dinas Bina dan Sub Dinas Konservasi dan Pengendalian.

Selain perangkat tersebut diatas, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat mempunyai perangkat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2002 yang terdiri dari 5 (Lima) Balai Yaitu : Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah I Cianjur, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah II Purwakarta, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah III Tasikmalaya, Balai Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pertambangan dan Energi Wilayah IV Cirebon serta Balai Penelitian Pertambangan dan Energi. Selain itu keberadaan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat merupakan konsekuensi dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002Tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom.

Seiring dengan bergulirnya Otonomi Daerah dan meluasnya bidang pekerjaan serta mengikuti Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) pusat yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral maka pada Tahun 2009


(48)

dilakukan kembali perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat, dengan nama dinasnya berubah menjadi “Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat” Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 42 Tahun 2009 tentangTugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit Dan Tata Kerja Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, yang meliputi :

A. 1 (Satu) Jabatan Fungsional (Japung)/ Arsiparis; B. yang terdiri dari 3 (Tiga) Sub Bagian yaitu :

1. Sub Bagian Perencanaan dan Program; 2. Sub Bagian Keuangan;

3. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum;

C. 4 (Empat) Bidang yang terdiri dari :

1. Bidang Listrik dan Pemanfaatan Energi dengan membawahi 3 (Tiga) seksi Yaitu:

a. Seksi Sumberdaya Energi dan Pemanfaatan ABT; b. Seksi Pengembangan Infrastruktur;

c. Seksi Konservasi dan Pengendalian Energi.

2. Bidang Mineral, Geologi dan Air Tanah dengan membawahi 3 (Tiga) seksi Yaitu:


(49)

a. Seksi Kegeologian;

b. Seksi Eksplorasi dan Eksploitasi; c. Seksi Konservasi dan Pengendalian.

3. Bidang Panas Bumi dan Migas dengan membawahi 3 (Tiga) seksi yaitu :

a. Seksi Pengelolaan Hulu; b. Seksi Teknik dan Lingkungan; c. Seksi Pengelolaan Hilir.

4. Bidang Bina Usaha dan Kerjasama dengan membawahi 3 (Tiga) seksi yaitu :

a. Seksi Bina Usaha dan Produksi; b. Seksi Data dan Informasi;

c. Seksi Kerjasama dan Promosi.

Dengan dilakukannya kembali perubahan Struktur Organisasi Tata Kerja Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat” maka perangkat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT), yang terdiri dari : UPT I Cianjur, UPT II Purwakarta, UPT III Bandung, UPT IV Tasikmalaya, UPT V Cirebon dan UPT Pengujian Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.


(50)

3.2.2 Gambaran Organisasi dan Struktur Organisasi 3.2.2.1 Gambaran Organisasi

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat di bentuk pada tahun 1974 dengan peraturan daerah provinsi Jawa Barat 4/DP/040/PD/78 dan kelembagaannya di atur oleh Peraturan Daerah Nomor 5/DP/040/PD/78, yang kemudian di sempurnakan dengan peraturan Daerah nomor 1988, dengan dasar pertimbangan strategis sebagai berikut :

1. bahan galian C sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan fisik, baik di wilayah Jawa Barat sendiri maupun di wilayah DKI Jakarta. Kebutuhan ini setiap tahun terus meningkat, sehingga mengakibatkan usaha penambangan semakin meluas, baik dalam skala kecil maupun besar.

2. akibat dari meluasnya usaha penambangan, maka pengaruh terjadinya perubahan terhadap kondisi lingkungan dan gangguan kemampuan fungsi lingkungan terasa semakin membesar.

3. Retribusi pertambangan bahan galian C, dapat dijadikan sumber pendapatan daerah yang potensial.

Pengesahan peraturan Daerah nomor 4/DP/040/PD/78 dan nomor 5/DP/040/PD/78 baru dapat dilakukan pada tahun 1986 setelah


(51)

ditetapkannya Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1986 tentang penyerahan sebagian urusan

Pemerintah di bidang pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat 1. Salah satu factor yang mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 37 tersebut adalah kenyataan semakin meluasnya usaha pertambangan dan meningkatnya kerusakan serta gangguan terhadap fungsi lingkungan, sehingga peran Pemerintah Daerah perlu lebih dipertegas dalampengaturan dan pengendaliannya melalui penyerahan urusan.

Peraturan Daerah yang ditetapkan pada tahun 1978 ternyata sudah tidak sesuai lagi pada saat pengesahannya, sehingga pada tahun 1988 dilakukan pencabutan peraturan Daerah nomor 5/DP/040/PD/78 yang diganti dengan peraturan daerah nomor 12 tahun 1988. Peraturan daerah ini menjadi pedoman bagi Dinas Pertambangan dalam melakukan tugasnya dibidang perencanaan, pengelolaan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan.

Sejalan dengan nafas reformasi dan memenuhi aspirasi masyarakat untuk memberdayakan daerah, maka dikeluarkan UU nomor : 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU nomor : 25 tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom yang ditopang dengan


(52)

peraturan pemerintah nomor : 84 tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, membawa konsekuensi logis berubahnya pula struktur organisasi perangkat daerah baik yang berada di Provinsi maupun yang berada di Kabupaten/Kota.

Sesuai dengan peraturan daerah nomor : 15 tahun 2000 tentang Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, maka Dinas Pertambangan sesuai dengan peraturan daerah termaksud berubah menjadi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral.

Susunan organisasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat di tetapkan dalam peraturan Daerah nomor 12, tanggal 5 September 1988 dan surat keputusan mentri dalam Negri Daerah Tingkat I Jawa Barat.

1. Tugas Pokok

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang energi dan sumber daya mineral berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.


(53)

2. Fungsi

Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat mempunyai fungsi :

a. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis di bidang energi dan Sumber daya mineral;

b. Penyelenggaraan urusan bidang Energi dan Sumber Daya Mineral meliputi kesekretariatan, bidang listrik dan pemanfaatan energi, mineral, geologi dan air tanah, panas bumi dan migas, serta bidang bina usaha dan kerjasama;

c. Penyelenggaraan fasilitasi urusan bidang energi dan sumber daya mineral meliputi bidang listrik dan pemanfaatan energi, mineral, geologi dan air tanah, panas bumi dan migas, serta bidang bina usaha dan kerjasama;

d. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTD; e. Penyelenggaraan tugas-tugas kesekretariatan;

f. Penyelenggaraan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

Adapun unsur–unsur organisasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat terdiri dari :


(54)

A. Unsur Pimpinan adalah Kepala Dinas B. Kepala Bagian Tata Usaha, terdiri dari :

a. Sub Bagian Kepegawaian b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Hukum dan Organisasi Tatalaksana d. Sub Bagian Umum

C. Sub Dinas Pengusahaan Pertambangan, terdiri dari : a. Seksi Perizinan

b. Seksi Retribusi

c. Seksi Pengembangan Usaha Pertambangan D. Sub Dinas Tekhnik Pertambangan, terdiri dari :

a. Seksi Sarana dan Prasarana Pertambangan b. Seksi Tekhnik Pertambangan

c. Seksi Tekhnik Pengolahan dan Pemurnian E. Sub Dinas Konservasi, terdiri dari :

a. Seksi Penyiapan dan Pemetaan b. Seksi Tata Lingkungan

c. Seksi Reklamasi

F. Sub Dinas Pengawasan, terdiri dari :

a. Seksi Pengawasan Pengusahaan Pertambangan b. Seksi Pengawasan Produksi Pertambangan


(55)

c. Seksi Pengawasan Dampak Lingkungan dan Keselamatan Kerja

G. Sub Dinas Bina Program, terdiri dari : a. Seksi Data dan Statistik

b. Seksi Penyusunan Program c. Seksi Evaluasi dan Program

3.2.2.2 Uraian Tugas

Adapun bidang tugas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :

A. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Membantu Gubernur Kepala Daerah dalam rangka perencanaan, perumusan dan penentuan kebijaksanaan dalam rangka bidang Pertambangan dan Energi.

2. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi serta mengendalikan semua kegiatan Dinas.

3. Memberikan informasi, saran dan pertimbangan di bidang pertambangan kepada Gubernur Kepala Daerah sebagai bahan untuk menetapkan kebijakasanaan atau membuat keputusan.


(56)

4. Menyiapkan bahan bagi penetapan di bidang kepegawaian berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

5. Mempertanggungjawabkan tugas – tugas Dinas secara tekhnis operasional dan administrasi kepada Gubernur Kepala Daerah dan secara tekhnis fungsional kepada Departemen Pertambangan dan Energi melalui Gubernur Kepala Daerah.

6. Mengadakan hubungan kerja sama dengan semua instasi, baik Pemerintah maupun Swasta untuk kepetingan pelaksanaan tugas. 7. Mengangkat dan menunjuk pegawai – pegawai Dinas dalam

jabatan tertentu di lingkungan Dinas berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku .

8. Melaksanakan pengawasan dibidang Pertambangan dan Energi. 9. Menyusun dan menetapkan program kerja dalam rangka

pelaksanaan tugas.

10. Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan Gubernur Kepala Daerah.

B. Kepala Bagian Tata Usaha

Kepala bagian tata usaha mempunya tugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas dalam hal :

1. Mengelola rumah tangga Dinas 2. Mengelola administrasi umum. 3. Mengelola administrasi keuangan.


(57)

4. Mengelola administrasi kepegawaian.

Dalam melaksanakan tugas – tugas tersebut, bagian tata usaha diabantu oleh :

a. Sub bagian keuangan

Sub bagian keuangan dipimpin oleh Kepala sub bagian mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian tata usaha, dalam hal :

1. Mengelola admistrasi keuangan

2. Mengelola penyusunan usulan kegiatan dan daftar kegiatan isian kegiatan

3. Mengelola belanja rutin dan pembukuannya b. Sub bagian kepegawaian

Sub kepala kepegawaian dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian tata usaha, dalam hal :

1. Mengelola data kepegawaian

2. Menyusun kebutuhan pegawai, formasi, usulan kepangkatan dan mutasi pegawai

3. Menyusun rencana dan program pengembangan pegawai 4. Memproses usul kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala


(58)

5. Mengolah pensiun pegawai 6. Mengolah usul pengenaan sanksi

c. Sub bagian hukum dan organisasi tatalaksana

Sub kepala hukum dan organisasi tatalaksana dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian tata usaha, dalam hal :

1. Mengelola data peraturan perundang–undangan yang berkaitan dengan tugas Dinas

2. Mengelola bahan untuk penerbitan produk Hukum Daerah yang berkaitan dengan ketatalaksanaan

3. Mengelola kehumasan dan publikasi 4. Mengelola perpustakaan dinas 5. Mengelola sengketa hokum d. Sub bagian umum

Sub bagian umum dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian tata usaha, dalam hal :

1. Mengolah urusan ketatausahaan Dinas, yang meliputi : a. Pengelolaan surat–surat/ naskah–naskah Dinas. b. Pengadaan, perbanyakan surat/ naskah Dinas. c. Mengelola arsip Dinas.


(59)

2. Mengelola barang–barang Dinas 3. Mengelola rumah tangga dinas

C. Sub Dinas Pengusahaan Pertambangan

Sub Dinas pengusahaan pertambangan mempunya tugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas dalam hal :

1. Mengelola perizinan, produksi usaha Pertambangan bahan galian golongan C dan cebit pengambilan air bawah tanah.

2. Pengembangan usaha pertambangan dan air bawah tanah. 3. Menyelenggarakan sidang komisi tekhnik

Dalam melaksanakan tugas – tugas tersebut, Sub Dinas pengusahaan diabantu oleh :

a. Seksi Perizinan

Sub perizinan dipimpin oleh seorang kepala seksi, yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian penusahaan pertambangan, dalam hal :

1. Mengelola permohonan izin baru, perpanjang dan daftar ulang (SIPD) dan SIP/SIPA

2. Meneliti dan mengkoordinasi kelengkapan persyaratan izin baru, perpanjang dan daftar ulang SIPD dan SIP/SIPA


(60)

3. Mempersiapkan dan memproses penandatanganan naskah perizinan.

4. Mempersiapkan penyelenggaraan sidang komisi tekhnik 5. Menyelenggarakan ketatausahaan perizinan

b. Seksi Retribusi

Sub retribusi dipimpin oleh seorang kepala seksi, yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian penusahaan pertambangan, dalam hal :

1. Mengelola laporan produksi usaha pertambangan bahan galian golongan C dan volume pengambilan air bawah tanah

2. Mempersiapkan penetapan produksi bahan galian golongan C dan volume pengambilan air bawah tanah

3. Membuat kondite pelaksanaan pelaporan

4. Menyelenggarakan ketatausahaan produksi bahan galian golongan C dan volume pengambilan air bawah tanah.

c. Seksi Pengembangan Usaha Pertambangan

Sub pengembangan usaha pertambangan dipimpin oleh seorang kepala seksi, yang mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala bagian penusahaan pertambangan, dalam hal : 1. Kemitraan pertambangan dan pengambilan volume air bawah


(1)

99

Islamy, M. Irfan. 1995. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:Sinar Grafika.

2004. Prinsip-Prinsip Perumusan KebiJaksanan Negara. Jakarta:Bumi Aksara

Jogiyanto. (2009). Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: ANDI.

Jones, G.R. 1995. Organizational Theory: Structure, Take and Case. New York: Addison-Wasley Pub;ishing Company.

Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta:Andi.

Kroenke, David M. 1992. Management Information Systems.Watsonville: Metchell McGraw.Inc

Kountur, Ronny. 2004. Metode Penelitian. Jakarta:PPM.

Lesie A. Pal. 1987. Public Policy Analysis: An Introduction. Toronto: Methuen Nelson

Mamduh M.Hanafi.1997. Manajemen. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Mangkuprawira, Sjafri. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor:Ghalia Indonesia.

Mazmania Daniel. Paul Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy, London: Scott, Foressman and Company

Mcleod, Raymond. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta:PT.Prenbalindo.

Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Nainggolan. 1988. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta:PT. Bumi

Aksara.

Nasir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta:Gadjah Mada University.


(2)

100

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo

O’Brein, James. 2005. Pengantar Sistem Informasi Prspektif Bisnis dan Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Richard Heeks, 2001,Understanding e-Governance for Development,Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Precinct Centre, Manchester, United Kingdom

Robinson, S.P. 1995. Organization Theory: Structure, Design, and Applications. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Sadarmayanti. 2003. Good Governance Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktifitas. Bandung: Mandar Maju.

Siagian, Sondang. P. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahtraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Azhar. (2004). Sistem Informasi Manajemen. Bandung:Lingga Jaya. Sutanta, Edhy. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta:PT.Graha Ilmu.

Suyatno, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial:Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:Prenada Media.

Tangkilisan, Hessel Nogi S 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:Yayasan Pembaruan Aministrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman Offset.


(3)

101

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijaksanaan:Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.

2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Penerbit Media Pressindo (Anggota IKAPI).


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta petunjuk-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan segala keterbatasannya.

Atas berkat rahmat dan kehadirat Allah SWT, peneliti telah dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan KKL dengan judul “Kinerja Aparatur Bidang Listrik Dan Pemanfaatan Energi Di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat”.

Laporan KKL ini, dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kerja Lapangan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

Peneliti menyadari bahwa dalam meneliti laporan ini masih terdapat kekurangannya. Peneliti akan sangat menghargai dan berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dan memberikan kritik dan saran yang berguna bagi penelitian ini, terutama kepada :

1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Nia Karniawati, S.IP., M.Si, selaku Ketua Program Studi, dosen wali Ilmu Pemerintahan, dan selaku dosen Mata Kuliah Kerja Lapangan sekaligus pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, dan saran-saran serta motivasinya kepada peneliti. 2008 di Universitas Komputer Indonesia.

3. Staf-staf dosen Ilmu Pemerintahan.

4. Rekan-rekan Ilmu Pemerintahan angkatan 2008. 5. Instansi-instansi terkait

6. Mba Ai, selaku staf sekretaris jurusan Ilmu Pemerintahan.

7. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksanakannya penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga menjadi amal baik di hari nanti.


(5)

iii

Akhirnya dengan tulus hati peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besranya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan Laporan KKL ini, terutama kepada pihak yang telah mendorong semangat dan memberikan motivasi lebih kepada peneliti.

Bandung, November 2011


(6)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Diri

Nama Lengkap : Hendra Irawan

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 31 Agustus 1989

Agama : Islam

Alamat Lengkap : Komplek gading Tutuka 1 E3 No.15 Soreang, Kabupaten Bandung

Email : hendrairawan182@ymail.com

Handphone : +6285659223432

Nama Ayah : Asyari

Pekerjaan Ayah : Arsitek/Mandor Nama Ibu : Yulia Suparwati

Pekerjaan Ibu : PNS

Alamat Lengkap : Komplek gading Tutuka 1 E3 No.15 Soreang, Kabupaten Bandung

II. Pendidikan Formal

1. SDN Cingcin 2 1995-2001 2. SMPN 1 Soreang 2001-2004 3. SMAN 1 Katapang 2004-2007

4. Universitas Komputer Indonesia 2008-sekarang

Bandung, November 2011

Hendra Irawan