Analisis Produktivitas Beberapa Tipe Padi

ANALISIS PRODUKTIVITAS BEBERAPA TIPE PADI

META SIMANGUNSONG

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Produktivitas
Beberapa Tipe Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013


Meta Simangunsong
NIM A24090138

ABSTRAK
META SIMANGUNSONG. Analisis Produktivitas Beberapa Tipe Padi.
Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS
Penelitian ini berlangsung pada bulan November 2012 – April 2013.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil beberapa tipe padi serta
faktor – faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan empat
varietas yaitu, Mentik Wangi yang merupakan varietas lokal, IPB 3S yang
merupakan Padi Tipe Baru, Inpari 13 yang merupakan varietas unggul baru, dan
Hipa 8 yang merupakan tipe hibrida. Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
dengan tiga ulangan digunakan dalam percobaan ini. Penelitian ini dilaksanakan
di Balai Besar Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 merupakan varietas dengan produktivitas
tertinggi, yaitu 6 ton/ha. Varietas ini kemungkinan menggunakan asimilat di
batang secara efektif dan juga mampu mengalokasikan bahan kering selama
pengisian biji. Selain itu, ketahanan varietas Inpari 13 terhadap hawar daun
bakteri yang menyerang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

produktivitasnya tinggi.
Kata kunci: asimilat, bahan kering, pengisian biji

ABSTRACT
META SIMANGUNSONG. Productivity Analysis of Some Types of Rice.
Supervised by ISKANDAR LUBIS.
This research was carried out in November 2012 until April 2013. The
objective of this research was to study the productivity of some types of rice and
some factors that influence it. Four varieties of rice were used. The varieties are
Mentik Wangi as a local variety, IPB 3S as a new plant type of rice, Inpari 13 as a
new variety of rice and Hipa 8 as a hybrid type. A Randomized Complete Blocked
Design with three replications using for this experiment. This research was
conducted at Muara Experiment station. The result showed that Inpari 13 had a
high productivity, 6 ton ha-1. The variety may use the assimilates in stems and
alocate the dry matter during grain filling effectively. In addition, the resistance of
Inpari 13 against bacterial leaf blight attack is one of the factors that cause the
high productivity.
Keywords: assimilates, dry matter, grain filling

ANALISIS PRODUKTIVITAS BEBERAPA TIPE PADI


META SIMANGUNSONG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Produktivitas Beberapa Tipe Padi
Nama
: Meta Simangunsong
NIM
: A24090138


Disetujui oleh

Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilakukan ini diberi judul
Analisis Produktivitas Beberapa Tipe Padi dan dilaksanakan mulai bulan
November 2012 sampai April 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama

kegiatan penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Besar Padi Kebun Percobaan Muara beserta staf yang telah
membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir.
Megayani Sri Rahayu, MS selaku dosen pembimbing akademik, bapak, mamak,
adik-adik, serta seluruh keluarga, Mazmur, AGH 46, diaspora, Asistensi Amos,
dan PMK IPB atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Meta Simangunsong

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

1

Hipotesis Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Botani Padi

2

Varietas Unggul Baru

2

Varietas Padi Tipe Baru

3

Padi Hibrida

3

Faktor yang mempengaruhi daya hasil padi

3


BAHAN DAN METODE

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Penelitian

5

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13


Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3

4

Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST-8 MST
Nilai rataan jumlah anakan padi pada 3 MST-8 MST
Nilai rataan lingkar batang pada 4 MST sampai panen
Intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll meter
Minolta SPAD pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST serta Luas 3 daun
teratas pada saat berbunga
5 Kandungan gula dan pati (gram) dalam batang padi pada waktu
berbunga dan panen
6 Nilai rataan komponen hasil padi
7 Hasil dan indeks panen padi

7
7
8

9
10
11

13

DAFTAR GAMBAR
1 Hama dan penyakit yang menyerang lahan percobaan, (a) Keong
Mas, (b) Hawar Daun Bakteri, (c) Beluk
2 Grafik rata - rata biomassa tajuk padi (gram) mulai 4 MST sampai
panen
3 Jumlah anakan produktif dan anakan tidak produktif padi

6
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Deskripsi Varietas Mentik Wangi
Deskripsi Varietas IPB 3S
Deskripsi Inpari 13
Deskripsi Hipa 8
Dokumentasi selama penelitian
Hasil uji korelasi antar peubah terhadap komponen produksi
Hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Mentik Wangi
Hasil uji korelasi antar peubah pada varietas IPB 3S
Hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Inpari 13

16
17
19
21
23
25
26
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi
hampir seluruh penduduk Indonesia. Kebutuhan pangan terutama beras yang
harus dipenuhi menjadi tantangan yang harus dihadapi seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk dan tekanan terhadap lahan yang cukup besar.
Program peningkatan produksi padi saat ini dititikberatkan pada upaya
pelaksanaan intensifikasi, karena pelaksanaan ekstensifikasi kurang
memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan lahan dan infrastruktur,
disamping banyaknya konversi lahan pertanian. Upaya pemerintah tersebut
berhasil dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 melalui revolusi
hijau.
Pengembangan penggunaan varietas unggul baru merupakan salah satu
bentuk peningkatan mutu intensifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas. Penggunaan varietas unggul sangat berperan dalam peningkatan
produksi dan produktivitas padi nasional. Perakitan varietas padi sawah selain
bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan
kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Varietas
unggul merupakan varietas yang memiliki sifat–sifat unggul seperti hasil yang
tinggi, tahan hama penyakit, respon terhadap pemupukan, serta rasa nasi yang
enak.
Kultivar–kultivar padi yang dibudidayakan di Indonesia mempunyai
produktivitas yang beragam. Menurut Badan Pusat Stastistik (2012),
produktivitas padi sawah di Indonesia pada tahun 2012 adalah 5.308 ton ha-1
dengan luas lahan panen padi sawah sebesar 12 281 000 ha. Miah et al. (1996)
melaporkan bahwa, kemampuan tanaman dalam mengakumulasi bahan kering
sebelum heading pada padi dan translokasi asimilat selama pengisian biji
merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan hasil pada padi. Mapegau
(2006) menyatakan bahwa potensi hasil tanaman jagung ditentukan oleh
fotosintat yang tersedia selama fase pengisian biji sehingga distribusi bahan
kering selama fase pengisian biji perlu mendapat perhatian untuk mengetahui
seberapa jauh bahan kering hasil fotosintesis dapat direalisasikan menjadi hasil
akhir melalui pengorbanan organ-organ penyimpanan (tongkol, kelobot, batang,
dan daun).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil beberapa tipe padi.

Hipotesis Penelitian
Terdapat tipe padi yang memiliki daya hasil lebih tinggi dari tipe padi
yang lain dan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi daya hasil padi

2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza,
yang termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae). Chang (1965) menyatakan
bahwa Oryza sativa dan Oryza glabberina berasal dari leluhur yang sama, yaitu
Oryza parennis Moench, dengan Gondwanaland sebagai habitat asal. Saat ini
tanaman padi berdasarkan ekogeografinya diklasifikasikan dalam tiga jenis,
yaitu indica, japonica, dan javanica (tropical japonica). Tipe indica cocok
ditanam pada daerah kontinental seperti di daerah Cina Selatan, Taiwan, India,
dan Ceylon (Sri Lanka). Tipe japonica cocok ditanam pada daerah beriklim
sedang dan tipe javanica cocok ditanam di daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia.
Pertumbuhan padi dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primoridia), reproduktif
(primordia sampai pembungaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah
matang) (De Datta 1981). Perbedaan masa pertumbuhan pada padi hanya
ditentukan oleh masa vegetatif . Sebagai contoh, IR 64 yang matang dalam 130
hari fase vegatatifnya 65 hari (Makarim dan Suhartatik 2009).

Varietas Unggul Baru
Daradjat et al. (2003) menggolongkan varietas padi sawah ke dalam
empat tipe, yaitu Tipe Bengawan, Tipe PB 5, Tipe IRxx, serta Tipe IR 64 yang
tahan hama dan penyakit utama serta bermutu baik. Varietas padi yang pertama
dihasilkan adalah Bengawan pada tahun 1943 yang berumur 140-155 hari,
memiliki tinggi 145-165 cm, rasa nasi enak, dan berdaya hasiI 3.5-4.0 ton ha-1.
Beberapa varietas lain tipe Bengawan, seperti Sigadis, Remaja, Jelita, Dara,
Sinta, Dewi Tara, Arimbi, Bathara, dan Dewi Ratih. Varietas PB5 yang memiliki
rasa nasi kurang enak tetapi umurnya yang lebih genjah dan memiliki
produktivitas yang tinggi disilangkan dengan Shinta yang memiliki rasa nasi
yang enak sehingga menghasilkan Pelita I. Varietas tipe PB5 memiliki
karakteristik antara lain umur sedang (135-145 hari), postur tanaman sedang
(100-130 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan
produktif sedang (15-20), responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil
sedang, rasa nasi pera sampai pulen. Varietas tipe IRxx memiliki karakteristik
umur sedang (115-120 hari), postur tanaman pendek (95-115 cm), bentuk
tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang dengan jumlah bulir per
malai 75-125, responsif terhadap pemupukan, daya hasil sedang (4-5 ton ha-1),
tahan terhadap hama dan penyakit utama serta cekaman abiotik. Varietas IR64
dilepas pada tahun 1986, varietas ini sangat digemari oleh para petani dan
konsumen. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2004), sampai tahun
2003 IR-64 masih mendominasi pertanaman padi di 12 propinsi penghasil utama
padi dengan porsi 45.4% dari luas panen 9.2 juta hektar.

3
Varietas Padi Tipe Baru (PTB)
Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995. Empat varietas
telah dilepas, yaitu Cimelati, Gilirang, Ciapus, dan Fatmawati. PTB merupakan
hasil persilangan antara padi jenis indica dengan japonica. Dari uji multilokasi
pada tahun 2001−2003, beberapa galur harapan PTB mempunyai potensi hasil
tinggi, salah satunya adalah Fatmawati, yaitu mencapai 9 ton GKG ha-1.
Perkembangan varietas PTB tersebut cukup menggembirakan. Pada saat dilepas,
banyak petani yang antusias menanam varietas Fatmawati karena
penampilannya kekar, daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, serta malai
panjang dan lebat. Namun, varietas ini banyak menghasilkan gabah yang tidak
berisi penuh dan dianggap hampa, serta susah dirontok sehingga kurang
mendukung dalam pengembangannya. Jumlah gabah hampa yang tinggi
merupakan sifat utama yang menyebabkan daya hasil PTB tidak seperti yang
diharapkan (Abdullah et al. 2008).

Padi Hibrida
Padi hibrida diperoleh dari persilangan antara dua galur murni. Penelitian
tentang padi hibrida semakin intensif dilaksanakan sejak tahun 1998 untuk
memperoleh padi hibrida yang adaptif dan berpotensi hasil 15 – 20% lebih tinggi
daripada varietas inbrida. Menurut Hairmansis, et al. (2005), usaha pemuliaan
padi hibrida selain untuk mendapatkan kombinasi-kombinasi hibrida yang
berdaya hasil tinggi, juga diarahkan untuk memperoleh hibrida-hibrida yang
memiliki sifat ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik, serta
memiliki mutu beras yang baik. Menurut Satoto et al. (2012), delapan varietas
padi hibrida telah dilepas Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) pada
kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2009, seperti Maro dan Rokan pada tahun
2002, Hipa 3 dan Hipa 4 pada tahun 2004, Hipa 5 Ceva dan Hipa 6 Jete pada
tahun 2007, serta Hipa 7 dan Hipa 8 tahun 2009. Satoto dan Suprihanto (2008)
menyatakan bahwa dalam demonstrasi dan uji coba pengembangan padi hibrida
yang dilepas Badan Litbang Pertanian melalui Program P3T (Peningkatan
Produktivitas Padi Terpadu) di 13 kabupaten pada tahun 2002-2003 memberikan
hasil rata-rata 7.35 ton GKG ha-1 atau 16% lebih tinggi dibanding varietas
pembanding inbrida. Varietas Maro dan Rokan mampu menghasilkan 1.0-1.5
ton ha-1gabah lebih tinggi dibandingkan varietas IR64 pada kondisi yang cocok.
Faktor yang mempengaruhi daya hasil padi
Menurut Kumudini et al. (2008), produktivitas tanaman (yield) ditentukan
oleh kemampuan tanaman berfotosintesis dan pengalokasian sebagian besar
hasil fotosintesis ke bagian yang bernilai ekonomi. Keberhasilan peningkatan
produktivitas sangat berkorelasi dengan inovasi teknologi, strategi, dan
pendekatan program
intensifikasi. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2005), kontribusi varietas unggul dalam peningkatan
produktivitas padi mencapai 75% jika diintegrasikan dengan teknologi pengairan
dan pemupukan. Dengan dihasilkan dan dikembangkannya beragam VUB

4
dengan sifat yang beragam pula dapat memecahkan masalah lingkungan biotik
dan abiotik serta memenuhi keinginan petani dan preferensi konsumen yang juga
berbeda antar daerah. Selain itu menurut Sugiarto (2008), upaya peningkatan
produksi dilakukan
melalui peningkatan produktivitas didukung oleh
pengembangan teknologi seperti penggunaan bibit unggul bermutu, perbaikan
teknik budaya, penggunaan alat dan mesin pertanian, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, penanganan pasca panen, peningkatan luas tanam, dan
pemanfaatan lahan tidur dan pekarangan.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Padi Kebun
Percobaan Muara, Bogor dengan jenis tanah latosol pada ketinggian 250 mdpl.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai April 2013.
Pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB dan analisis gula dan pati dilakukan di Balai
Besar Industri Agro, Bogor.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari seperangkat alat
budidaya, SPAD (Soil Plant Analysis Development), Multi Auto Counter, Seed
Sorter, Grain Moisture Meter, Leaf Area Meter LI – 3000C, gunting, tali rafia,
meja kemurnian, meteran, oven, timbangan, alat tulis, kantong plastik, amplop
coklat, dan karung. Bahan yang digunakan adalah 4 varietas padi yaitu, Mentik
Wangi, Inpari 13, IPB 3S, dan Hipa 8. Pupuk yang digunakan adalah pupuk
Urea 300 kg ha-1, SP-36 100 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, dan Phonska 300 kg
ha-1, bakterisida berbahan aktif Tembaga Oksida, dan insektisida berbahan aktif
fipronil.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan tiga ulangan. Jumlah plot percobaan yang dibutuhkan sebanyak
12 satuan percobaan, dengan luas masing-masing petak adalah 25m2.
Model aditif linier dari rancangan percobaan ini adalah :
Yij = μ + αi + βj+ εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada varietas ke-i dan ulangan ke-j,
μ = nilai tengah umum
αi = pengaruh perlakuan varietas ke-i (1,2,3,...,10)
βj = pengaruh kelompok ke-j (1,2,3)
εij = pengaruh galat percobaan pada varietas ke i dan kelompok ke-j
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F).
Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, analisis dilanjutkan
dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 %.
Bibit hasil persemaian dipindah (transplanting) setelah berumur 21 hari.
Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam legowo 2:1, yaitu 50
cm x 25 cm x 12.5 cm dengan menggunakan 3 bibit/lubang. Pupuk urea
diberikan pada 1 MST, 4 MST, dan 6 MST, masing masing 1/3 dosis, pupuk SP-

5
36 diberikan pada 1 MST dan 4 MST, masing-masing 1/2 dosis, dan pupuk KCl
diberikan pada 1 MST dan 6 MST, masing-masing 1/2 dosis.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman dan pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengendalian OPT dilakukan secara
manual dan kimiawi. Pemanenan dilakukan 30 hari setelah heading.
Pengamatan dilakukan pada sepuluh tanaman contoh per petak dengan
komponen yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
yang diamati mulai 3 MST sampai keluar malai dengan menggunakan
meteran.
2. Jumlah anakan diamati mulai 3 MST sampai dengan anakan maksimum
3. Lingkar batang diamati pada batang padi yang diukur 10 cm dari
permukaan tanah dengan menggunakan meteran
4. Bobot kering tajuk diamati pada saat tanaman berumur 4 MST, 6 MST,
berbunga, 2 minggu setelah berbunga, dan saat panen. Pengamatan
dilakukan pada 2 tanaman per petak. Bobot kering diamati dengan
menimbang bagian batang dan daun setelah dikeringkan dengan oven
pada suhu 800C selama 3 hari.
5. Warna Daun diamati pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST dengan
menggunakan SPAD pada daun teratas yang telah membuka sempurna.
6. Luas 3 daun teratas dilakukan pada 5 tanaman per petak pada saat
tanaman berbunga dengan menggunakan Leaf Area Meter LI – 3000C
7. Pengamatan komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif/rumpun,
panjang malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir gabah isi dengan
kadar air 14%, persentase gabah isi, gabah tidak berisi penuh dan hampa
pada setiap malai sampel.
8. Dugaan hasil per hektar dengan menghitung produktivitas ubinan yang
dikonversikan ke hektar
9. Indeks panen diperoleh dari perbandingan antara bobot gabah kering
dengan bobot biomas total

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian
Varietas Inpari 13 merupakan varietas pengganti varietas IR 64. Varietas
IR 64 tidak tumbuh selama di persemaian sehingga dilakukan penggantian
varietas, yaitu varietas Inpari 13 sehingga terdapat perbedaan umur 2 minggu
antara Varietas Inpari 13 dengan ketiga varietas yang lain.
Hama keong (Pomace canaliculata) menyerang tanaman padi (Gambar
1(a)) pada umur 1-3 MST, terutama pada tanaman pinggir. Hama ini menyerang
anakan padi dengan memarut jaringan tanaman pada perbatasan permukaan air
sehingga tanaman patah dan kemudian dimakan. Populasi keong ini semakin
meningkat terutama pada saat lahan tergenang sehingga penyulaman harus terus

6
dilakukan sampai tanaman berumur 3 MST. Upaya untuk mengatasi serangan
ini dilakukan dengan mengeringkan petakan, pemungutan keong, serta
pemberian furadan bersamaan dengan pemupukan.
Tanaman mulai terserang hawar daun bakteri (Gambar 1(b)) yang
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada umur 6 MST.
Serangan ini disebabkan oleh iklim mikro dimana pada saat anakan maksimum
memungkinkan berkembangnya bakteri ini. Gejala yang ditimbulkan, yaitu
warna coklat seperti terbakar pada ujung daun dan kering. Upaya untuk
mengendalikan serangan ini adalah dengan pengeringan lahan untuk mengurangi
penyebaran bakteri, serta aplikasi bakterisida berbahan aktif Cu yang diberikan
bersamaan dengan pupuk KCl yang berguna untuk memperkuat jaringan
tanaman terutama saat terkena serangan hawar daun bakteri. Varietas yang
terkena serangan hawar daun bakteri ini adalah Mentik Wangi, IPB 3S, dan Hipa
8.
Serangan penggerek batang padi pada stadia generatif atau yang dikenal
dengan beluk (Gambar 1(c)) menyerang malai pada padi. Hama ini menyerang
batang padi sehingga terjadi hambatan saat pengisian biji yang menyebabkan
kehampaan yang cukup tinggi pada malai.
Rebah batang padi terjadi pada varietas Mentik Wangi, IPB 3S, dan Hipa
8 pada saat 2 hari menjelang panen. Hal ini disebabkan oleh hujan deras dan
angin kencang. Dokumentasi selama penelitian berlangsung dapat dilihat dalam
Lampiran 5.

(a)
(b)
(c)
Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang lahan percobaan, (a) Keong
Mas, (b) Hawar Daun Bakteri, (c) Beluk

Vegetatif Tanaman Padi
Tinggi Tanaman
Rata-rata tinggi tanaman varietas Mentik Wangi, IPB 3S, Inpari 13, dan
Hipa 8 dapat dilihat dalam Tabel 1. Terdapat perbedaaan tinggi tanaman antar
varietas pada 8 MST. Varietas Hipa 8 merupakan varietas dengan rata-rata tinggi
tanaman paling tinggi, yaitu 122.64 cm dan varietas Inpari 13 merupakan
varietas dengan tinggi tanaman paling rendah, yaitu 98.25 cm.
Siregar (1981) membagi tinggi tanaman padi menjadi tiga kelompok
yaitu tinggi tanaman pendek (< 115 cm), sedang (115 - 125 cm) dan tinggi (>
125 cm). Berdasarkan tinggi tanaman tersebut, varietas Inpari 13 dan IPB 3S
termasuk dalam kelompok tinggi tanaman pendek sedangkan varietas Mentik

7
Wangi dan Hipa 8 termasuk dalam kelompok tinggi tanaman sedang. Hal ini
sesuai dengan deskripsi varietas yang terdapat dalam Lampiran 1 – Lampiran 4.
Tabel 1 Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST-8 MST
Varietas
Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

3 MST
52.21b
49.89b
50.94b
56.93a

4 MST
70.35b
70.39b
60.52c
74.13a

Tinggi Tanaman (cm)
5 MST
6 MST
7 MST
a
b
85.65
98.38
105.25b
a
c
87.34
94.48
101.88b
74.13b
82.82d
93.01c
90.62a
102.55a 111.37a

8 MST
117.49b
110.78c
98.25d
122.64a

a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam

Jumlah Anakan
Hasil pengukuran pada Tabel 2 menunjukkan rata-rata jumlah anakan
untuk varietas Mentik Wangi, IPB 3S, Inpari 13, dan Hipa 8. Pada 8 MST,
jumlah anakan Mentik Wangi, IPB 3S, dam Hipa 8 tidak berbeda nyata namun
berbeda nyata dengan varietas Inpari 13.
Jumlah anakan total per rumpun varietas padi dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok (Las et al. 2004) yaitu jumlah anakan sedikit (20). Berdasarkan pengelompokan
tersebut, varietas IPB 3S termasuk ke dalam kelompok tanaman dengan jumlah
anakan sedikit, varietas Mentik Wangi dan Hipa 8 termasuk ke dalam kelompok
dengan jumlah anakan sedang, dan Inpari 13 termasuk ke dalam kelompok
dengan jumlah anakan banyak. Kemampuan membentuk anakan yang banyak
pada varietas yang diuji dapat berpengaruh terhadap hasil.
Tabel 2 Nilai rataan jumlah anakan padi pada 3 MST-8 MST
Varietas
Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

3 MST
11.30a
9.77a
9.80a
10.23a

4 MST
14.43b
9.90c
18.60a
13.70b

Jumlah Anakan
5 MST
6 MST
b
13.83
14.90b
c
9.53
10.33c
22.37a
21.23a
12.93b
12.67bc

7 MST
14.77b
10.53b
19.47a
12.87b

8 MST
13.20b
10.20b
16.87a
11.87b

a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5 %; MST = Minggu Setelah Tanam

Lingkar Batang
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa pada 4 MST tidak ada perbedaan
yang nyata pada lingkar batang antar varietas. Lingkar batang varietas Mentik
Wangi, IPB 3S, dan Hipa 8 tidak berbeda nyata pada 6 MST dan pada saat
panen. Pada saat berbunga, lingkar batang mulai mengalami penurunan. Hal ini
terjadi karena tanaman sudah berkonsentrasi terhadap pertumbuhan generatif,
yaitu adanya translokasi asimilat yang diperoleh selama fotosintesis menuju
bagian generatif. Persentase penurunan lingkar batang terbesar dari berbunga

8
sampai panen ditunjukkan oleh varietas IPB 3S yaitu 21.43% dan varietas Inpari
13 merupakan varietas dengan persentase penurunan lingkar batang terkecil,
yaitu 11.76%.
Tabel 3 Nilai rataan lingkar batang pada 4 MST sampai panen
Varietas
Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

4 MST
2.19a
2.52a
2.20a
2.44a

Lingkar Batang (cm)
6 MST Berbunga
2 MSB
a
a
3.61
3.06
2.99a
a
a
3.69
3.22
2.85b
2.20b
2.55a
2.17d
3.46a
3.12a
2.62c

∆*

Panen
2.52a
2.53a
2.25b
2.54a

(%)
17.65
21.43
11.76
18.59

a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5 %; MST = Minggu Setelah Tanam; MSB = Minggu Setelah Berbunga; ∆* = persentase
penurunan lingkar batang pada waktu berbunga dengan panen

Intensitas warna daun dan luas 3 daun teratas
Nilai SPAD yang dihasilkan diperhitungkan berdasarkan jumlah cahaya
yang ditransmisikan oleh daun dalam dua berkas panjang gelombang dimana
absorbansi klorofil berbeda (Gani 2006). Menurut Dobermann dan Fairust
(2000), nilai kritis SPAD yang menunjukkan tanaman kekurangan hara N adalah
sebesar 35. Berdasarkan pengamatan menggunakan SPAD, keempat varietas
tidak mengalami kekurangan hara N.
Berdasarkan Tabel 4, intensitas warna daun pada 4 MST berbeda antara
varietas Inpari 13 dan Hipa 8. Pada 6 MST, intensitas warna daun berbeda antara
varietas Mentik Wangi dan IPB 3S. Bila keragaan nilai skala SPAD tersebut
dihubungkan dengan produktivitasnya, maka tidak terlihat adanya korelasi
antara tingginya nilai SPAD dengan produktivitas masing-masing varietas. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunarsih dan Daradjat (2007),
bahwa penggunaan SPAD untuk menduga hubungan antara intensitas warna
daun dengan kandungan klorofil dan kaitannya dengan produktivitas tanaman
kurang tepat. Kadar klorofil total yang diukur menggunakan spektrofotometer
dengan nilai yang tinggi saat anthesis berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman.
Pertambahan jumlah total luas daun merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan produksi padi karena total luas daun pada saat pembungaan
berpengaruh sangat besar pada jumlah fotosintat yang tersedia untuk malai (De
Datta 1981). Pada Tabel 4, Varietas Mentik Wangi , IPB 3S, dan Hipa 8
memiliki luas daun daun yang tidak berbeda nyata. Varietas Inpari 13 memiliki
ukuran daun yang lebih kecil dibanding ketiga varietas lainnya. Adanya klorofil
pada daun menyebabkan tanaman dapat mengolah radiasi surya menjadi
karbohidrat/energi untuk tumbuh-kembangnya organ tanaman lainnya atau
disebut sebagai sources. Menurut Yoshida (1981), pada keadaan ILD yang sama,
tanaman yang memiliki tajuk yang besar, tetapi berdaun kecil akan memiliki
fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk
yang kecil walaupun daunnya lebar.

9
Tabel 4 Intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll meter Minolta
SPAD pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST serta Luas 3 daun teratas pada
saat berbunga
Varietas

4 MST
38.333ab
39.167ab
37.690b
40.833a

Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

Nilai SPAD
6 MST

8 MST

Luas 3 daun
teratas (cm2)

37.973b
40.973a
40.303ab
39.497ab

39.603a
42.173a
40.837a
41.757a

76.284a
76.206a
53.958b
68.273ab

a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5 %; MST = Minggu Setelah Tanam

Bobot Kering Tajuk
Sejak inisiasi malai, terjadi penumpukan asimilat yang mencapai
puncaknya pada anthesis dan setelah itu simpanan tersebut berkurang cukup
signifikan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan padi sudah mulai terfokus pada
pengisian biji. Pada 4 MST sampai berbunga bobot kering tajuk tidak berbeda
nyata antar varietas. Pada saat pengisian biji, bobot kering tajuk varietas Inpari
13 berbeda nyata dengan varietas Hipa 8. Varietas Hipa 8 menunjukkan rata-rata
akumulasi bahan kering paling tinggi pada saat pengisian biji dan terus
mengalami penurunan sampai panen. Varietas Mentik Wangi dan IPB 3S masih
mengalami pertambahan bobot kering tajuk saat fase pengisian biji dan
mengalami penurunan saat panen. Varietas Inpari 13 mengalami penurunan
bobot kering tajuk yang signifikan mulai fase pengisian biji sampai panen.
Varietas ini banyak mentranslokasikan bahan kering yang ada di tajuk untuk
pengisian biji.

Bobot kering tajuk (gr)

25
20
15
10
5
0
4 MST

6 MST

Berbunga

2 MST setelah
berbunga

Panen

Waktu
Mentik Wangi

IPB 3S

Inpari 13

Hipa 8

Gambar 2 Grafik rata - rata biomassa tajuk padi (gram) mulai 4 MST sampai
panen

10
Kandungan Gula dan Pati pada Batang
Simpanan asimilat selama pra berbunga oleh Murata dan Matshushima
(1978) disebut sebagai simpanan asimilat temporer, yang pada umumnya terdiri
atas pati dan gula, yang tersimpan di pelepah daun dan pangkal batang.
Yoshida (1981) melaporkan bahwa sumbangan terhadap gabah, yang
berasal dari simpanan sementara tersebut berkisar dari 0-90%, namun pada
umumnya hanya 20-40%. Varietas Inpari 13 menggunakan gula dan pati terbesar
selama proses pengisian biji, yaitu 2.821 gram dan 0.516 gram. Varietas Mentik
Wangi, masih mengalami peningkatan kandungan gula dan pati selama
pengisian biji di dalam batang. Varietas ini kemungkinan besar tidak
menggunakan asimilat dari batang selama fase pengisian biji, karena adanya
keterbatasan kapasitas sink atau adanya hambatan translokasi asimilat ke biji.
Varietas IPB 3S menggunakan pati sebesar 2.437 gram selama pengisian biji.
Varietas Inpari 13 memiliki produktivitas tertinggi dari keempat varietas yang
diuji. Varietas Inpari 13 diduga mendapat aliran asimilat dari batang secara
efektif selama pengisian biji.
Tabel 5 Kandungan gula dan pati (gram) dalam batang padi pada waktu
berbunga dan panen
Varietas
Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

Berbunga
Pati
Gula
5.115
0.981
5.254
0.828
6.042
1.296
6.359
1.416

Panen
Pati
Gula
5.266 1.696
2.817 0.916
3.221 0.780
5.083 1.271

Pati yang
digunakan
-0.151
2.437
2.821
1.276

Gula yang
digunakan
-0.715
-0.088
0.516
0.144

Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif
Kemampuan membentuk anakan yang banyak pada varietas yang diuji
dapat berpengaruh terhadap hasil. Berdasarkan Gambar 2, varietas Inpari 13
merupakan varietas dengan rata-rata jumlah anakan produktif paling tinggi, yaitu
12.5 sedangkan varietas IPB 3S merupakan varietas dengan jumlah anakan
paling rendah, yaitu 7.5.
Jumlah anakan total varietas Mentik Wangi, IPB 3S, dan Hipa 8 tidak
memiliki perbedaan yang nyata. Penurunan jumlah anakan yang cukup tinggi
ditunjukkan oleh varietas Inpari 13 sedangkan varietas Hipa 8 hampir semua
anakan total merupakan anakan produktif.

11
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Menthik Wangi

IPB 3S

Jumlah Anakan Produktif

Inpari 13
Varietas

Hipa 8

Jumlah Anakan Tidak Produktif

Gambar 3 Jumlah anakan produktif dan anakan tidak produktif padi
Komponen Hasil Padi
Suhu, radiasi matahari, dan curah hujan merupakan faktor iklim yang
mempengaruhi fase pengisian biji. Fase pengisian biji merupakan salah satu fase
yang sangat kritis karena terjadi translokasi asimilat hasil fotosintesis ke bagian
biji (Yoshida dan Parao 1976). Hasil fotosintat (karbohidrat), translokasi, serta
akumulasinya dalam gabah sangat menentukan tingkat pengisian gabah.
Abdullah et al. (2006) menyatakan bahwa persentasi gabah isi per malai sangat
menentukan potensi hasil maksimum suatu varietas padi.
Pada Tabel 6, jumlah gabah/malai varietas Mentik Wangi tidak berbeda
nyata dengan varietas Inpari 13 namun berbeda nyata dengan varietas IPB 3S
dan Hipa 8. Jumlah gabah per malai tertinggi ditunjukkan oleh varietas Hipa 8
dan varietas Inpari 13 merupakan varietas dengan jumlah gabah per malai
terendah. Persentase gabah isi semua varietas yang diuji menunjukkan angka
65.61 sampai 70.12% dan tidak ada perbedaan nyata antar varietas yang diuji
sedangkan persentase gabah hampa genotipe yang diuji menunjukkan angka
diantara 27.25 sampai 28.26%. Persentase gabah hampa normal menurut
Jennings et al. (1979) yaitu sekitar 10.0 sampai 15.0%. Tingginya persentase
gabah hampa mungkin disebabkan karena curah hujan yang cukup tinggi
sehingga intensitas cahaya matahari rendah untuk pengisian biji.
Tabel 6 Nilai rataan komponen hasil padi
Panjang
malai
(cm)

Jumlah
Gabah/Malai

Gabah
Isi
(%)

Mentik
Wangi
IPB 3S

26.91b

176.99c

67.86a

28.80a

217.81b

Inpari 13

24.76c
b

Varietas

Gabah
Tidak Berisi
Penuh

Gabah
Hampa
(%)

Bobot
1000
butir

3.28b

28.86a

27.45b

70.12a

5.61ab

24.27a

29.10a

160.79c

65.61a

9.66a

24.73a

27.32b

a

a

ab

a

Hipa 8
26.61
247.97
66.64
6.11
27.25
25.95c
a
Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5%

Malai yang panjang umumnya mempunyai jumlah bulir lebih banyak,
tetapi belum tentu memberikan hasil lebih tinggi, karena hal ini dipengaruhi oleh

12
persentase kehampaan (Silitonga et al. 1993). Panjang malai berkorelasi positif
dengan jumlah gabah per malai (r = 0.599). Varietas IPB 3S memiliki panjang
malai terpanjang dan varietas Inpari 13 memiliki panjang malai terpendek.
terdapat korelasi yang negatif antara tinggi tanaman (r = -0.612), panjang malai
(r = -0.588), dan jumlah gabah/malai (r = -0.760) dapat dilihat dalam Lampiran
6. Hal ini berarti semakin tinggi indeks panen, maka bobot gabah ubinan
semakin tinggisemakin tinggi tanaman padi, produktivitasnya semakin rendah.
Selain itu semakin panjang malai dan semakin tinggi jumlah gabah/malai,
produktivitasnya juga semakin rendah. Hal ini terkait dengan kehampaan yang
cukup tinggi pada keempat varietas padi yang diuji
Bobot 1 000 butir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
komponen hasil. Purohit dan Majumder (2009) menyatakan karakter-karakter
yang paling memberikan kontribusi terhadap potensi hasil adalah jumlah anakan
produktif, jumlah gabah isi per malai, dan bobot 1 000 butir. Bobot 1 000 butir
varietas Mentik Wangi tidak berbeda nyata dengan varietas Hipa 8. Varietas
IPB 3S memiliki bobot 1 000 butir tertinggi, yaitu 28.80 gram sedangkan
varietas Hipa 8 memiliki bobot 1 000 butir terendah, yaitu 26.61 gram.
Perbedaan ukuran serta bentuk gabah menjadi salah satu penyebab terjadinya
perbedaan bobot 1 000 butir masing-masing varietas. Bobot 1 000 butir keempat
varietas yang diuji disajikan dalam Tabel 6. Korelasi antara produktivitas dengan
parameter dengan komponen produksi pada varietas Inpari 13 dalam Lampiran
9, menunjukkan korelasi positif terhadap bobot 1 000 butir (r = 0.998).
Hasil dan Indeks Panen Padi
Tabel 7 menunjukkan produktivitas masing-masing varietas yang diuji.
Produktivitas Inpari 13 adalah yang tertinggi, yaitu 6 ton ha-1, tetapi secara
statistik tidak berbeda nyata dengan produktivitas IPB 3S dan Mentik Wangi.
Ketahanan varietas ini terhadap hawar daun bakteri mungkin memberikan
kontribusi terhadap tingginya hasil. Inpari 13 juga diduga memanfaatkan
asimilat hasil fotosintesis selama pengisian biji secara efektif. Varietas Mentik
Wangi merupakan varietas dengan produktivitas rata – rata 5.25 ton ha-1 . Hasil
uji korelasi dalam Lampiran 7 menunjukkan bahwa luas 3 daun teratas yang
besar (r = 0.995) mempengaruhi produktivitas varietas ini. Varietas IPB 3S
dengan produktivitas rata – rata 5.16 ton ha-1 dipengaruhi oleh faktor persentase
gabah isi (r = 0.999) dapat dilihat dalam Lampiran 8.
Varietas Hipa 8 memiliki hasil yang paling rendah, yaitu 4.65 ton ha-1.
Menurut Balai Besar Tanaman Padi (2009), varietas Hipa 8 memiliki rata-rata
hasil 7.5 ton ha-1 . Jumlah gabah total varietas Hipa 8 merupakan yang tinggi
berpotensi terhadap tingginya produktivitas yang dihasilkan namun, varietas
Hipa 8 tidak menghasilkan produktivitas yang tinggi pada penelitian ini. Hal ini
terjadi karena pada saat 6 MST, varietas Hipa 8 merupakan salah satu varietas
yang terkena serangan hawar daun bakteri. Selain itu, Daradjat dan Suprihatno
(2008) mengatakan bahwa kelemahan dari varietas hibrida yang dilepas saat ini
adalah memiliki heterosis yang kurang stabil, sehingga tidak di semua lokasi
mampu memberikan hasil yang tinggi.

13
Tabel 7 Hasil dan indeks panen padi
Varietas
Mentik Wangi
IPB 3S
Inpari 13
Hipa 8

Hasil (ton
GKG ha-1)
5.25ab
5.16ab
6.00a
4.65b

Hasil ubinan
2.63ab
2.58ab
3.00a
2.33b

Indeks Panen
0.40b
0.43ab
0.55a
0.35b

a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT
taraf 5%

Indeks panen merupakan rasio bobot gabah dengan total biomas.
Peningkatan hasil dapat dicapai dengan peningkatan produksi biomas dan
indeks panen (Yoshida 1981). Indeks hasil rata-rata untuk varietas-varietas
unggul adalah 0.5 (Makarim dan Suhartatik 2009). Indeks panen varietas Inpari
13 merupakan yang paling tinggi, yaitu 0.55 dan tidak berbeda nyata dengan
varietas IPB 3S. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
positif antara indeks panen dan produktivitas (r = 0.783). Hal ini berarti
produktivitas dapat terus meningkat dengan meningkatkan indeks panen.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas dari empat tipe padi
yang diuji berkisar antara 4.65 sampai 6 ton ha-1. Secara umum produktivitas
keempat varietas dipengaruhi oleh tinggi tanaman, panjang malai, jumlah
gabah/malai, dan indeks panen. Varietas Inpari 13 merupakan varietas unggul
baru yang memiliki produktivitas tertinggi, yaitu 6 ton ha-1 dan tidak berbeda
nyata dengan varietas Mentik Wangi dan IPB 3S. Faktor yang mempengaruhi
produktivitas pada varietas Inpari 13 adalah bobot 1 000 butir. Produktivitas
varietas IPB 3S sebesar dipengaruhi oleh faktor persentase gabah isi sedangkan
varietas Mentik Wangi dengan produktivitas dipengaruhi oleh faktor lingkar
batang dan luas 3 daun teratas yang dimiliki. Ketahanan terhadap hawar daun
bakteri dan retranslokasi asimilat dari batang pada saat pengisian biji, diduga
berkontribusi terhadap hasil yang tinggi pada varietas Inpari 13.

Saran
Analisis kandungan gula dan pati hendaknya juga dilakukan pada
varietas padi lain yang mewakili tipe lokal, hibrida, unggul baru, dan tipe baru
selain keempat varietas di atas agar diketahui jumlah asimilat yang digunakan
selama pengisian biji.

14

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, Prajitno al KS, Mudjisihono R. 2006. Keragaan Beberapa Genotipe
Padi Menuju Perbaikan Mutu Beras. Subang (ID). Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Sukamandi.
Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek Padi
Tipe Baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):1-8.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Padi Hiprida Hipa 8
Pioneer [internet]. [diunduh 2012 November 12]. Tersedia pada:
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp09014.pdf.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2004. Perjalanan Perakitan dan
Perkembangan VUB Padi [internet]. [diunduh 2012 September 13].
Tersedia
pada:
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/st140704-1.pdf.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi
Provinsi Indonesia [internet]. [diunduh 2013 Maret 18]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Padi. Jakarta(ID):Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Chang TT. 1965. The Morphology and The Varietal Characteristics of The Rice
Plant. Los Banos (PH): The International Rice Research Institute.
Daradjat AA, Susanto U, Suprihatno B. 2003. Perkembangan pemuliaan padi
sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3):125-131.
Daradjat AA, Suprihatno B. 2008. Kemajuan dan Ketersediaan Varietas Unggul
Padi [internet]. [diunduh 2013 Juni 18]. Tersedia pada:
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itkp_12.pdf.
De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. New York
(US): A Wiley Interscience Publication.
Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice : Nutrient Disorders and Nutrient
Management. Canada(US): Potash and Phospate Institute.
Gani A. 2006. Bagan Warna Daun [internet]. [diunduh 2013 Juni 2]. Tersedia
pada:http://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0008/199457/Ses
3-Leaf-colour-chart.pdf.
Gunarsih A, Daradjat AA. 2007. Viabilitas kecepatam senesens pada sejumlah
genotipe padi sawah serta korelasinya dengan hasil dan komponen hasil.
Apresiasi Hasil Penelitian [internet]. [diunduh 2013 Mei 23]. Tersedia
pada:http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn2_0
3.pdf.
Hairmansis A, Aswidinnoor H, Trikoesoemaningtyas, Suwarno. 2005. Evaluasi
daya pemulih kesuburan Padi Lokal dari Kelompok Tropical Japonica.
Buletin Agronomi 33(3)1-6.
Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. 1979. Rice Improvement. Los Banos
(PH):International Rice Research Institute.
Las I, Widiarta IN, Suprihatno B. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian
nasional. Di dalam: Makarim AK, editor. Inovasi Pertanian Tanaman
Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. hlm 1-25.

15
Kumudini S, Omielan J, Hume DJ. 2008. Soybean genetic improvement in yield
and the effect of Late-Season Shading and Nitrogen source and supply.
Agronomy Journal 1000:400-405.
Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
Publikasi Balai Besar Tanaman Padi.
Mapegau. 2006. Pengaruh salinitas tanah terhadap hasil dan distribusi bahan
kering pada tanaman Jagung Kultivar Arjuna selama fase pengisian biji.
Jurnal Agrivigor 6(1):9-17
Miah, MNH, Yoshida T, Yamamoto Y, Nitta Y. 1996. Characteristics of dry
matter production and partitioning of dry matter in yielding semi dwarf
indica and japonica-indica hybrid rice varieties. J.Crop Sci. 65:672-685.
Murata Y, Matsushima. 1978. Rice. Di dalam: Evans LT, editor. Crop
Physiology. Cambridge (GB): University Press.
Purohit S, Majumder MK. 2009. Selection of high yielding rice variety from a
cold tolerant three-way rice(Oryza sativa L.) cross involving Indica,
japonica and wide compatible variety. Middle-East Journal of Scientific
Research. 4(1):28-31.
Satoto, Suprihatno B. 2008. Perkembangan Padi Hibrida di Indonesia [internet].
[diunduh
2012
Oktober
16].
Tersedia
pada:
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/iptektp_2008_0301_3.pdf.
Satoto, Direja M, Widyastuti Y, Rumanti IA. 2012. Keragaan Hasil Padi Hibrida
Turunan Galur Mandul Jantan Baru Hasil Seleksi BB Padi [internet].
[diacu
2012
Oktober
16].
Tersedia
pada:
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/berita/hasil-hasil
penelitian/493-keragaan-hasil-padi-hibrida-turuna-galur-mandul-jantan.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta(ID):Sastra
Hudaya.
Silitonga TS, Kartowinoto S, Suardi D. l993. Penyaringan ketahanan 500
varietas galur padi terhadap kekeringan. Penelitian Pertanian 13 (2): 52-57.
Sugiarto. 2008. Analisis Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi padi
sawah di Kabupaten
Dharmasraya [tesis]. Padang(ID):Universitas
Andalas.
Yoshida S, Parao FT. 1976. Climatic influence on yoeld and yield components of
lowland rice in the tropics. Los Banos(PH):International Rice Research
Institute.
Yoshida S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. Los Banos(PH):
International Rice Research Institute.

16

Lampiran 1 Deskripsi Varietas Mentik Wangi
No. aksesi : 1754
Nama aksesi

: Mentik wangi

Provinsi asal

: Jawa Tengah

Kabupaten asal

: Magelang

Warna daun

: Hijau

Habitus

: Sedang

Warna kaki

: Kuning emas

Permukaan daun

: Tidak berambut

Posisi daun bendera

: Mendatar

Warna lidah daun

: Putih

Warna telinga daun

: Tidak berwarna

Warna leher daun

: Hijau muda

Panjang malai rata-rata

: 27.4 cm

Panjang daun bendera rata-rata

: 30.8 cm

Lebar daun bendera rata-rata

: 1.6 cm

Bobot 1000 butir

: 18 gram

Umur tanaman

: 125 hari

Jumlah anakan produktif

: 14

Jumlah anakan vegetatif

: 15

Tinggi tanaman rata-rata

: 114 cm

Sumber: koleksi plasma nutfah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi

17
Lampiran 2 Deskripsi Varietas IPB 3S
Nomor silsilah

:IIPB97-F-15-1-1

Asal persilangan

: IPB6-d-10s-1-1-1/Fatmawati

Golongan

: Cere

Umur tanaman

: 112 hari

Bentuk tanaman

: Tegak

Tinggi tanaman

: 118 cm

Anakan produktif

: 7-11 batang

Warna kaki

: Hijau

Warna Batang

: Hijau

Warna Telinga Daun

: Tidak berwarna

Warna lidah daun

: Tidak berwarna

Warna daun

: Hijau

Permukaan daun

: Kasar

Posis daun

: Tegak

Daun Bendera

: Tegak

Bentuk gabah

: Medium

Warna Gabah

: Kuning jerami

Kerontokan

: Sedang

Kerebahan

: Tahan

Jumlah gabah total per
malai

: 223 butir

Rata-rata hasil

: 7.04 ton ha-1 GKG

Potensi hasil

: 10.23 ton ha-1 GKG

Bobot 1000 butir

: 28.2 gram

Tekstur nasi

: Pulen

Kadar amilosa

: 21.6%

Ketahanan terhadap hama :
Ketahanan terhadap
penyakit
Anjuran tanam

:

Agak rentan terhadap wereng coklat Biotipe 1,2, dan
3.
Tahan terhadap Tungro, agak tahan terhadap blas ras
033, agak tahan terhadap HDB ras III.

: Lahan irigasi dan tadah hujan, 0 – 600 m dpl.

18
Pemulia

:

Hajrial Aswidinnoor, Willy Bayuardi S., Desta
Wirnas, dan Yudiwanti WE Kusumo
Toni Eka Putra, Sutardi, Titiek Ismaryati, Asep

Peneliti

: Suryana, Said Gatta, Winda Halimah, Deni Hamdan
Permana, Sumiyati, Baehaki SE, dan Triny S. Kadir.
Adang, Jaenal, Suti’ah, Jumisnan, Joko Mulyono,

Teknisi

:

Pengusul

: Institut Pertanian Bogor

Sulaeman, Rohana, Iroh, Siti Nurmah, Odah, Robiah

19
Lampiran 3 Deskripsi Inpari 13
Nomor Seleksi

: OM1490

Golongan

: Cere

Umur tanaman

: 103 hari

Bentuk tanaman

: Tegak

Tinggi tanaman

: 101 cm

Anakan produktif

: 17 malai

Warna kaki

: Hijau

Warna batang

: Hijau

Warna telinga daun

: Putih

Warna lidah daun

: Hijau

Warna daun

: Hijau

Permukaan daun

: Kasar

Posisi daun

: Tegak

Daun bendera

: Agak terkulai

Bentuk gabah

: Panjang ramping

Warna gabah

: Kuning bersih

Kerontokan

: Sedang

Tekstur nasi

: Pulen

Kadar amilosa

: 22.40%

Bobot 1000 butir

: 25.2 g

Rata-rata produksi

: 6.59 ton ha-1

Potensi hasil

: 8.0 ton ha-1

Ketahanan
Hama

terhadap : Tahan terhadap hama Wereng Batang Coklat Biotipe
1,2 dan 3

Ketahanan
penyakit

terhadap : Agak rentan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri
strain III, IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras
033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173

Anjuran

: cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran
rendah sampai ketinggian 600 m dpl

Pemulia

: Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan
A.Daradjat. Trias Sitaresmi, M.Yamin Samaullah

Peneliti

: Baehaki SE, Triny SK, Suprihanto, Prihadi Wibowo,
Anggiani Nasution, Rina Dirgahayu, AA Kamandalu,
Akmal, Ali Imran, Zairin

20
Teknisi

:Thoyib S.Maaruf,Maman Suherman,Uan DS,Karmita,
Meru. Suwarsa, Dede Munawar

Di lepas tahun

:2009

21
Lampiran 4 Deskripsi Hipa 8
Nomor seleksi

: H51

Asal persilangan

: A1/PK21

Golongan

: Cere

Umur tanaman

: 110-112 hari

Bentuk tanaman

: Tegak

Tinggi tanaman

: 120-130 cm

Anakan produktif

: 14-18 batang

Warna kaki

: Hijau

Warna batang

: Hijau

Warna telinga daun

: Hijau

Warna lidah daun

: Tidak berwarna

Warna daun

: Hijau

Permukaan daun

: Kasar

Posisi daun

: Tegak

Posisi daun bendera

: Tegak

Leher malai

:-

Bentuk gabah

: Sedang

Warna gabah

: Kuning jerami

Kerontokan mudah

: Sedang

Kerebahan

: Sedang

Tekstur nasi

: Pulen

Kadar amylosa

: 22.7%

Indeks glikemik

:73.5

Bobot 1000 butir

: 27-29 gr

Jumlah gabah bernas permalai

:-

Rata-rata hasil

: 7.5 ton ha-1

Potensi hasil

: 10.4 ton ha-1

Ketahanan terhadap hama

: Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3

Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap hawar daun bakteri
patotipe VIII , agak rentan terhadap hawar daun
bakteri patotipe IV, rentan terhadap virus tungro

22
Anjuran tanam

: Baik ditanam pada daerah dataran rendah