Evaluasi Produktivitas Beberapa Varietas Padi
EVALUASI PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI
ASEP HAMBALI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi
Produktivitas Beberapa Varietas Padi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Asep Hambali
NIM A24100179
ABSTRAK
ASEP HAMBALI. Evaluasi Produktivitas Beberapa Varietas Padi. Dibimbing
oleh ISKANDAR LUBIS.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari sampai Juni 2014 dan
dilaksanakan di Balai Penelitian Padi Muara, Bogor. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mempelajari faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi
produktivitas beberapa varietas padi. Rancangan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu varietas
yang terdiri dari 6 varietas. Varietas yang digunakan adalah varietas unggul baru
(Inpari 13, Ciherang, Mekongga), padi tipe baru (IPB 4S), varietas lokal (Mentik
Wangi), dan varietas hibrida (Hipa Jatim 2). Masing-masing varietas diulang
sebanyak tiga kali sehingga terbentuk 18 satuan percobaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara umum varietas unggul (VUB) Inpari 13, Ciherang dan
Mekongga memiliki produktivitas lebih tinggi dari varietas yang lain (lokal, PTB,
hibrida). Produktivitas VUB berkisar antara 4.59 hingga 5.62 ton ha-1. Hasil
produktivitas ketiga VUB ini dipengaruhi oleh komponen hasilnya yaitu anakan
produktif, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan ketahanan terhadap hama
penyakit.
Kata kunci : varietas padi, komponen hasil, produktivitas.
ABSTRACT
ASEP HAMBALI. Evaluation of Productivity on Several Rice Varieties.
Supervised by ISKANDAR LUBIS
The research was conducted during February to June 2014 in Muara Rice
Research Institute, Bogor. The purpose of this study was to determine the factors
that affect the productivity of some rices varieties The design used was a
randomized complete design group with one factor consists of 6 varieties. The
varieties used were high yielding varieties (Inpari 13, Ciherang, Mekongga), a
new plant type of rice (IPB 4S), local variety (Mentik Wangi), and hybrid variety
(Hipa Jatim 2). Each variety was replicated of three. The results showed that in
general, high yielding varieties (VUB) Inpari 13, Ciherang and Mekongga have
higher productivity than other varieties (local, PTB, hybrid). VUB Productivity
ranged from 4.59 to 5.62 tons per hectare. The results of the three VUB
productivity was influenced by yield components such as number of productive
tillers, 1000 grain weight, percentage of filled grain and resistance to pests and
diseases.
Keywords: rice varieties, yield component, productivity
EVALUASI PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI
ASEP HAMBALI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berjudul “Evaluasi Produktivitas Beberapa Varietas Padi” yang dilaksanakan pada
bulan Februari sampai Juni 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi produktivitas beberapa varietas dan
tipe padi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Iskandar Lubis, MS
selaku dosen pembimbing dan pengarah untuk penelitian ini. Penghargaan dan
terimakasih penulis sampaikan kepada Balai Besar Padi Kebun Percobaan Muara
beserta staf yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, kakak serta seluruh keluarga, Rizal Ali Akbar,
Radhiya, Gery, Uci, AGH 47, Paguyuban Bidik Misi IPB, Sospol, dan Senior
Resident atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Asep Hambali
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Botani dan Morfologi Padi
2
Varietas Unggul Baru (VUB)
2
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
3
Faktor yang Mempengaruhi Daya Hasil Padi
3
METODE PENELITIAN
4
Waktu dan Tempat
4
Bahan dan Alat
4
Rancangan Percobaan Penelitian
4
Pelaksanaan Penelitian
5
Pengamatan
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Penelitian
6
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam
8
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman
2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas terhadap peubah
pengamatan
3 Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST- 8MST
4 Nilai rataan jumlah anakan padi pada 3 MST- 8MST
5 Nilai rataan intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll
meter minolta SPAD pada 5 MST, dan 8 MST
6 Bobot kering rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST, dan
Panen
7 Nilai rataan komponen hasil padi
8 Hasil dan indeks panen padi
7
9
10
11
12
13
16
17
DAFTAR GAMBAR
9 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan, (a) Walang
Sangit, (b) Kepik, (c) Wereng Cokelat, (d) Blas Leher, (e) Hawar Daun
Bakteri
10 Perbandingan tinggi tanaman hasil penelitian dengan tinggi tanaman
deskripsi setiap varietas
11 Kondisi tanaman pada umur 8 MST , (a) IPB 4S ulangan 1, (b) Inpari
13 ulangan 2, (c) Ciherang ulangan 3
12 Grafik rata-rata biomassa tajuk padi (gram) pada 6 MST, 8 MST dan
Panen
13 Jumlah anakan maksimal dan anakan produktif
14 Perbandingan jumlah anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas
dengan jumlah anakan produktif hasil penelitian
15 Panjang malai varietas yang diamati, (a) Inpari 13, (b) Ciherang, (c)
Mekongga, (d) IPB 4S, (e) Mentik Wangi, (f) Hipa Jatim 2
8
10
11
13
14
14
15
DAFTAR LAMPIRAN
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Deskripsi Varietas Inpari 13
Deskripsi Varietas Ciherang
Deskripsi Varietas Mekongga
Deskripsi Varietas IPB 4S
Deskripsi Varietas Mentik Wangi
Deskripsi Varietas Hipa Jatim 2
Dokumentasi Selama Penelitian
Tabel hasil uji korelasi antar peubah terhadap komponen produksi
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Inpari 13
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Ciherang
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Mekongga
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas IPB 4S
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Mentik Wangi
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Hipa Jatim 2
22
23
24
25
26
27
28
31
32
33
34
35
36
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penduduk Indonesia merupakan penduduk dengan konsumsi beras yang
cukup tinggi. Menurut Deptan (2011) konsumsi beras Indonesia lebih besar
dibandingkan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65 kg dan 70 kg
perkapita pertahun. Deptan (2013) menyatakan bahwa konsumsi beras di
Indonesia mencapai 139 kg kapita-1 tahun-1 jauh melebihi rata-rata tingkat
konsumsi dunia yaitu 60 kg kapita-1 tahun-1. Berdasarkan data BPS (2013)
produksi padi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 71 279 709 ton dengan luas
panen 13 835 252 ha dan produktivitas nasional 5.152 ton ha-1. Angka impor
beras Indonesia masih tinggi, pada tahun 2011 sebesar 2 750 476 ton, tahun 2012
sebesar 1 810 372 ton dan tahun 2013 sebesar 472 664 ton (BPS 2014).
Strategi yang ditempuh dalam rangka peningkatan produksi adalah
peningkatan produktivitas padi, perluasan areal padi sawah, dan pengelolaan lahan.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan diantaranya dengan mengunakan bibit
dari varietas unggul. Selama kurun waktu 30 tahun sejak 1970-an, kontribusi
peningkatan produktivitas padi dengan penanaman varietas unggul terhadap
produksi padi nasional mencapai 56.1%, lebih besar dibanding kontribusi
perluasan areal lahan yang hanya 26.3% (Las et al. 2004). Penanaman varietas
unggul berdaya hasil tinggi sangat diandalkan dalam peningkatan produktivitas.
Varietas unggul padi memiliki sifat yaitu berdaya hasil tinggi, tahan terhadap
hama dan penyakit, umur genjah, dan rasa pulen (Suprihatno et al. 2009).
Varietas merupakan salah satu komponen penting yang berkontribusi dalam
peningkatkan produksi dan produktivitas padi. Banyaknya varietas unggul yang
dilepas, dapat dijadikan alternatif pilihan bagi petani memilih varietas yang sesuai
dengan kondisi agroklimatnya (Minarsih et al 2013). Sejak penelitian padi tahun
1943 hingga 2006 telah dilepas 189 varietas padi. Dalam periode 2000 – 2006,
Badan Litbang Pertanian telah melepas 59 varietas unggul padi, 43 varietas untuk
lahan sawah irigasi, 5 varietas padi gogo, dan 9 varietas padi pasang surut
(Sembiring 2007). Oleh karena itu, perlu upaya intensif mensosialisasikan
varietas-varietas tersebut secara lebih luas kepada masyarakat.
Indonesia memiliki beragam tipe-tipe padi dan masing-masing memiliki
karakter serta produktivitas yang berbeda. Menurut Zein (2000) faktor yang
menuntukan produktivitas padi adalah faktor vegetatif dan generatif, karakter
agronomi serta komponen hasil yang mempengaruhinya. Perbedaan hasil pada
padi dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan asimilat
selama pengisian biji dan mengakumulasi bahan kering sebelum heading (Miah et
al. 1996). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengkajian beberapa varietas
padi terhadap pertumbuhan dan produksi dengan tujuan untuk mendapatkan
varietas yang dapat beradaptasi baik dan dapat dipelajari faktor-faktor tanaman
yang mempengaruhi produktivitasnya.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor tanaman yang
mempengaruhi produktivitas beberapa varietas padi.
Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor
tanaman yang mempengaruhi produktivitas padi.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban
manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk
dunia. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae). Spesies
padi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima L.
Oryza sativa L. terdiri atas dua sub spesies, yaitu japonica dan indica. Oryza
sativa sub spesies japonica memiliki ciri biji yang berbentuk bulat, lebar dan tebal,
berdaun warna hijau tua dan sempit serta ada yang memiliki bulu panjang dan ada
yang tidak berbulu sedangkan Oryza sativa sub spesies indica memiliki daun
sempit dan biji tipis dan ramping, umumnya tidak berbulu (Matsuo dan
Hoshikawa 1993).
Menurut Makarim dan Suhartatik (2009), pertumbuhan tanaman padi dibagi
ke dalam tiga fase : (1) vegetatif, yaitu awal pertumbuhan sampai pembentukan
bakal malai/primordia; (2) refroduktif, yaitu fase tanaman memasuki primordia
sampai pembungaan; (3) pematangan, yaitu fase tanaman berbunga sampai gabah
matang atau siap panen. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ
vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas
daun. Lama fase ini beragam yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman.
Fase reproduktif adalah fase dimana tanaman mengalamai pemanjangan beberapa
ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak
produktif), munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan. Inisiasi primordia
malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan
dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai tanaman padi
berbunga. Di daerah tropik, untuk beberapa varietas padi, lama fase refroduktif
umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Fase pematangan terdiri
atas pemasakan susu, masak tepung, menguning, dan masak panen.
3
Varietas Unggul Baru (VUB)
Penggunaan benih varietas unggul berkontribusi cukup besar dalam
peningkatan produksi tanaman padi nasional. Keberhasilan pencapaian
swasembada beras pada tahun 1984 merupakan salah satu bukti bahwa
penggunaan benih dari varietas unggul disertai teknik budidaya yang baik dapat
meningkatkan hasil yang jauh lebih tinggi. Balai Besar Penelitian Padi telah
menghasilkan banyak varietas unggul yang mempunyai potensi hasil dan sifat lain
yang lebih baik dari varietas sebelumnya. Potensi hasil varietas unggul lama
hanya berkisar 3-4 ton ha-1, sedangkan potensi hasil varietas unggul baru (VUB)
dan varietas unggul hibrida (VUH) dapat mencapai 7-8 ton ha-1 dan 8-10 ton ha-1.
Perkembangan keunggulan VUB padi ditentukan oleh produktivitas, ketahanan
terhadap hama dan penyakit, adaptabilitas luas, umur relatif genjah, dan kualitas
nasi yang lebih baik (Samaullah 2007).
Berdasarkan hasil sidang pelepasan varietas yang diselenggarakan di
Puslitbang Tanaman Pangan Bogor, pada Desember 2010 dan keluarnya SK
Mentan No. 2015-2017/Kpts/SR.120/4/2011, secara resmi telah dilepas varietas
unggul baru, varietas itu adalah Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan dan
Inpari 16 Pasundan. Ketiga varietas tersebut cocok ditanam di ekosistem sawah
tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 mdpl. Inpari 13 termasuk
varietas yang dilepas untuk menambah ketersediaan benih yang dipakai oleh
petani. Karakteristik varietas Inpari-13 adalah mempunyai bentuk tanaman tegak,
tinggi tanaman 102 cm, anakan produktif 17 batang, warna kaki hijau, warna daun
hijau, permukaan daun kasar, posisi daun agak tegak, posisi daun bendera tegak,
warna batang hijau, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih.
Pelepasan varietas tersebut, diharapkan akan meningkatkan produksi dan
pendapatan petani padi di Jawa Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya
(Balitpa 2010).
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
Optimalisasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu
peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila
dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem yang masih beragam antar lokasi
dan belum optimal. Rata-rata hasil 4.7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat
mencapai 6 – 7 ton/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah,
antara lain disebabkan oleh : a) rendahnya efisiensi pemupukan, b) belum
efektifnya pengendalian hama penyakit, c) penggunaan benih kurang bermutu dan
varietas yang dipilih kurang adaptif, d) sedikit hara K dan unsur mikro, e) sifat
fisik tanah tidak optimal, f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al.
2000).
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan jika petani menerapkan lima
panca usahatani diantaranya penggunaan bibit unggul dan pemupukan yang tepat.
Penggunaan bibit unggul menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan
produktivitas padi. Bibit unggul bisa dari varietas unggul baru (VUB), padi tipe
baru (PTB), dan varietas unggul hibrida (VUH).
4
Faktor yang Mempengaruhi Daya Hasil Padi
Komponen hasil seperti jumlah anakan, panjang malai, jumlah bulir per
malai dan bobot bulir per malai dapat menunjukkan angka produktivitas padi.
Menurut Suprayogi dan Ismangil (2004) daya hasil suatu genotipe tanaman
dapat dideterminasi dengan melihat kemampuan fotosintesis dan metabolisme
tanaman. Laju asimilasi erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Investasi hasil
asimilasi dalam pertumbuhan tanaman selama periode vegetatif menentukan
produktivitas tanaman.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan percobaan Balai Penelitian Padi Muara, Bogor,
Jawa Barat. Lokasi tersebut terletak pada ketinggian 250 mdpl dengan jenis tanah
latosol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 3 varietas padi sawah unggul baru (VUB), 1
varietas tipe baru (PTB), 1 varietas hibrida, dan 1 varietas lokal. Benih padi VUB
dan Hibrida didapatkan dari BB Padi Sukamandi, Subang. Benih PTB dan Lokal
didapatkan dari Departemen AGH, IPB. Varietas yang digunakan adalah Inpari 13,
Ciherang, Mekongga (Varietas Unggul Baru), IPB 4S (Padi Tipe Baru), Mentik
Wangi (Varietas Lokal), Hipa Jatim (Varietas Hibrida). Pupuk yang digunakan
yaitu pupuk urea (250 kg/ha), pupuk SP-36 (150 kg/ha), pupuk KCl (150 kg/ha),
Phonska (300 kg/ha) dan pestisida jika terjadi serangan hama dan penyakit. Alat
yang akan digunakan adalah hand tractor, cangkul, garu, sabit, meteran, soil plant
analysis development (SPAD), moisture tester, knapshake sprayer, alat panen dan
mesin perontok padi.
Rancangan Percobaan Penelitian
Penilitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT).
Perlakuan dalam percobaan ini terdiri atas satu faktor tunggal, yaitu varietas padi
sawah. Faktor ini terdiri atas enam taraf varietas padi sawah, yaitu Inpari 13 (V1),
Ciherang (V2), Mekongga (V3), IPB 4S (V4), Mentik Wangi (V5), HIPA Jatim 2
(V6). Setiap taraf perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga didapatkan 18
satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam petakan yang
berukuran 5 m × 5 m dengan jarak tanam 25 cm × 25 cm.
Model aditif linier yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan
Gomez 2007) :
Yij = µ + αi + βj + εij
5
keterangan:
Yij
:
respon/nilai pengamatan pada varietas ke-i, ulangan ke-j
µ
:
rataan umum
αi
:
pengaruh varietas ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6)
βj
:
pengaruh ulangan ke-j (1, 2, 3)
εij
:
pengaruh galat percobaan pada varietas ke-i, ulangan ke-j
Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil
padi dianalisis menggunakan uji F (analisis ragam), jika hasil analisis ragam
menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui
keeratan hubungan antar karakter yang diuji dan mengetahui ada tidaknya
hubungan antar variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan atau pengaruh
pada variabel yang lain.
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor. Sebagian lahan digunakan
sebagai tempat persemaian dengan beberapa varietas. Pemupukan dilakukan pada
saat bibit berumur 5 hari setelah semai (HSS) dengan pupuk urea 10 g/m2. Bibit
siap dipindahkan dan ditanam setelah berumur 21 HSS pada petak berukuran 5 m
× 5 m. Jumlah bibit per lubang tanam yaitu tiga bibit dengan jarak tanam 25 cm ×
25 cm. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7-10 hari setelah tanam
(HST).
Pemupukan tanaman dilakukan sebanyak tiga kali. Pemupukan pertama
dilakukan saat tanaman berumur 7 HST, pemupukan kedua saat tanaman berumur
4 minggu setelah tanam (MST), dan pemupukan ketiga saat tanaman berumur 7
MST. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada pemupukan pertama
sedangkan pupuk Urea diberikan tiga kali, yaitu 30 % pada pemupukan pertama,
40 % pada 4 MST dan 30 % pada 7 MST.
Pemeliharaan meliputi pengambilan keong mas, penyiangan gulma,
pengaturan air, dan pengendalian hama penyakit tanaman. Pemanenan dimulai
ketika malai telah menguning kurang lebih 90 %. Pemanenan dilakukan dengan
cara memotong pangkal batang menggunakan arit/sabit. Padi yang telah dipanen
kemudian dirontok dengan cara dibanting dan menggunakan perontok sederhana.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada sepuluh tanaman contoh per petak dengan
komponen yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
yang diamati mulai 3 MST hingga 8 MST dengan menggunakan meteran.
2. Jumlah anakan yang diamati mulai 3 MST sampai 8 MST.
3. Jumlah anakan total dan anakan produktif yang dihitung pada saat panen.
4. Bobot kering tajuk diamati pada saat tanaman berumur 6 MST, 8 MST,
dan saat panen. Pengamatan dilakukan pada 2 tanaman per petak. Bobot
kering diamati dengan menimbang bagian batang dan daun setelah
dikeringkan dengan oven pada suhu 80o C selama 3 hari.
6
5. Warna daun dan pendugaan kandungan klorofil diamati pada 5 MST, dan
8 MST dengan menggunakan SPAD pada daun teratas yang telah
membuka sempurna.
6. Pengamatan komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif per rumpun,
panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah isi dengan
kadar air 14 %, persentase gabah isi dan gabah hampa pada setiap malai
sampel.
7. Dugaan hasil per hektar dengan menghitung produktivitas ubinan (1.5 m x
1.5 m) dikonversikan ke hektar.
8. Indeks panen diperoleh dari perbandingan antara bobot gabah kering
dengan bobot biomas total.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan percobaan Balai Penelitian Padi Muara,
Bogor. Kondisi lahan berjenis tanah Latosol dengan ketinggian 250 mdpl, dan
beririgasi teknis. Curah hujan selama percobaan berkisar antara 337-511
mm/bulan, suhu minimum (23.1o-23.6o C) dan maksimum (29.7o-31.5o C) dari
bulan Februari 2014 sampai April 2014 (Stasion Klimatologi Dramaga Bogor
2014). Kisaran suhu dan kelembaban yang tinggi mendukung perkembangan
hama dan penyakit seperti hawar daun terutama pada saat tanaman dalam fase
vegetatif (3 MST- 8 MST). Serangan Blas leher, penggerek batang, walang sangit,
kepik hijau, dan hama burung muncul di awal fase reproduktif hingga fase
pematangan ( 9 MST-Panen). Suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi
hasil padi secara langsung yang melibatkan produksi gabah bernas, dan tidak
langsung mendukung hama dan penyakit ( Yoshida 1981)
Hama yang menyerang tanaman adalah keong mas, penggerek batang, kepik
hijau, wereng cokelat, walang sangit dan burung. Hama keong mas (Pomacea
canaliculata L.) menyerang tanaman padi pada 1-2 MST. Hama keong mas
dikendalikan dengan cara mengeringkan lahan, mengambil secara manual dan
membuat parit disekeliling petakan.
Pengendalian gulma dilakukan ketika gulma sudah cukup besar dan sebelum
melakukan pemupukan (4 MST dan 6 MST). Pengendalian gulma dilakukan
dengan mencabut secara manual. Gulma yang paling dominan tumbuh di lahan
adalah gulma berdaun lebar. Gulma yang mengganggu tanaman tidak terlalu
tinggi karena lahan tergenangi secara teratur. Lahan yang paling banyak
ditumbuhi gulma adalah lahan V4 (IPB 4S). Hal ini diduga karena pertanaman
pada lahan varietas IPB 4S tidak terlalu rimbun.
Gejala dan serangan hama dan penyakit mulai terlihat ketika tanaman
berumur 5-6 MST. Daun-daun tanaman mengalami bercak-bercak kuning
kecoklatan dan mengering pada ujungnya. Kerusakan pada daun-daun ini
disebabkan oleh hawar daun bakteri (HBD) karena serangan bakteri Xanthomonas
7
campestris pv. oryzae. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi serangan
hawar daun bakteri adalah penyemprotan bakterisida. Hampir semua petakan dan
varietas terserang hawar dan bakteri. Serangan cukup tingi terjadi pada varietas
Inpari 13 dan Hipa Jatim 2. Ganguan hama wereng cokelat juga terjadi pada
rumpun-rumpun padi IPB 4S dan Hipa Jatim 2 namun dapat segera dikendalilan
dengan insektisida.
Hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang tanaman padi
dengan merusak biji padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan
susu dari biji padi pada waktu fase awal pembentukan biji (setelah padi berbunga).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini adalah menyebabkan beras berubah
warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa. Hama ini dapat dikendalikan
dengan penyemprotan insektisida. Varietas yang terserang adalah Inpari 13,
Ciherang, dan Mentik Wangi dimana varietas ini termasuk varietas yang paling
cepat berbunga di banding varietas yang lain. Pada fase ini ditemukan juga
pengerek batang namun bisa dikendalikan dengan insektisida.
Gangguan Blas leher terlihat ketika padi berumur 11 MST dimana semua
malai memasuki fase gabah ½ matang. Serangan penyakit blas leher diduga terjadi
ketika tanaman mengalami fase pembungaan. Gangguan ini ditandai dengan
bercak coklat kehitaman pada pangkal leher yang mengakibatkan leher malai
tidak mampu menopang malai dan patah serta mengakibatkan beberapa malai
mengalami kehampaan. Penyakit blas leher disebabkan oleh cendawan
Pyricularia grise. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida.
Varietas yang terserang penyakit ini adalah Inpari 13 dan IPB 4S, namun IPB 4S
adalah varietas yang paling tinggi terserang.
Hama Burung menyerang tanaman padi pada fase pemasakan bulir 12-13
MST. Hama ini menyerang padi dengan cara memakan gabah padi di lahan.
Pengendalian dilakukan secara manual dengan mengusirnya. Semua varietas
mengalami gangguan hama ini, namun varietas Inpari 13 dan Mentik Wangi yang
mengalami serangan paling tinggi. Pada fase pemasakan bulir ini terjadi
kerebahan pada varietas Mentik Wangi pada setiap ulangan karena angin dan
hujan dan pengaruh tinggi tanaman.
Tabel 1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman
Hama
Varietas Burung Penggerek Walang Wereng
Batang
Sangit Cokelat
Inpari 13
√√
√
√
Ciherang
√
√
Mekongga
√
IPB 4S
√
√
Mentik
√√
√
Wangi
Hipa
√
√
√
Jatim 2
Penyakit
Hawar
Blas
Daun
Leher
√
√
√
√
√
√
Kerebahan
-
√
-
√√
√√
-
-
Keterangan : Pengamatan Kualitatif : √) Terserang ; √√) Serangan cukup tinggi ; -) Tidak terserang
8
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan, (a) Walang
Sangit, (b) Kepik, (c) Wereng Cokelat, (d) Blas Leher, (e) Hawar Daun Bakteri
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam
Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh
nyata dan sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 3 MST, 4 MST, 7
MST, dan 8 MST, jumlah anakan pada umur 3 MST hingga 8 MST, intensitas
warna daun dengan SPAD pada 5 MST dan 8 MST, serta jumlah anakan produktif
sedangkan bobot kering tajuk menunjukkan hasil sidik ragam yang tidak nyata.
Hasil sidik ragam komponen hasil menunjukkan pengaruh nyata dan sangat nyata
untuk peubah panjang malai, jumlah gabah permalai, gabah isi, dan gabah hampa,
namun tidak nyata untuk bobot seribu butir. Faktor varietas menunjukkan
pengaruh nyata terhadap bobot ubinan dan konversi bobot ubinan terhadap gabah
kering perhektar sedangkan indeks panen menunjukkan hasil sidik ragam yang
tidak berpengaruh nyata.
Besar nilai koefisien keragaman (KK) pada hasil pengamatan berkisar
1.55–21.60%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) nilai KK menunjukkan
derajat ketepatan dalam suatu percobaan tertentu. Koefisien keragaman
merupakan indeks keterandalan yang baik bagi suatu percobaan. Jika nilai KK
semakin kecil, maka menunjukkan keterandalan suatu percobaan semakin tinggi.
Nilai KK dari pertumbuhan dan komponen hasil dikatakan kecil apabila nilainya
tidak lebih dari 20% pada percobaan lapang (Gomez dan Gomez 2007)
9
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas terhadap peubah pengamatan
Peubah
Tinggi Tanaman (cm)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
Jumlah Anakan
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
SPAD
5 MST
8 MST
Bobot Kering Tajuk (gr)
6 MST
8 MST
Panen
Jumlah Anakan Produktif
Komponen Hasil
Panjang Malai (cm)
Jumlah Gabah/Malai
Gabah Isi (%)
Gabah Hampa (%)
Bobot 1000 butir (gr)
Bobot Kering Ubinan (kg)
Bobot Gabah Kering Ha-1 (Ton)
Indeks Panen (gram)
Varitas
Koefisien Keragaman (%)
**
*
tn
tn
**
**
2.10
5.44
4.48
4.52
3.78
3.31
**
**
**
**
**
**
5.13
6.77
5.30
4.75
5.74
11.76
**
**
1.55
1.93
tn
tn
tn
**
13.11
17.59
13.16
6.45
**
*
**
**
tn
*
*
tn
4.41
11.94
5.96
21.60
5.42
18.98
18.98
7.29
Keterangan : *) nyata pada taraf 5% ; **) nyata pada taraf 1% ; tn) tidak nyata
Tinggi Tanaman
Hasil rataan tinggi tanaman antar varietas pada saat 8 MST menunjukkan
bahwa varietas IPB 4S dan Mentik Wangi adalah varietas yang paling tinggi
dengan tinggi tanaman masing-masing 102.88 cm dan 102.78 cm dan varietas
dengan tinggi tanaman paling rendah adalah varietas Mekongga dengan tinggi
tanaman 85.66 cm. Rataan tinggi tanaman yang dihasilkan setiap varietas
mendakati hasil deskripsi masing-masing varietas (Gambar 2).
10
Tabel 3 Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST- 8MST
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
3 MST
52.36d
51.80d
52.26d
62.16a
54.50c
59.43b
Tinggi Tanaman (cm)a
4 MST
5 MST 6 MST
c
56.73
63.10b
76.11ab
58.26bc 65.93ab 74.65b
59.20bc 65.91ab 74.13b
67.56a
71.86a
82.21a
62.20abc 67.26ab 80.86ab
64.70ab 69.93a
78.08ab
7 MST
82.99b
79.42b
79.47b
90.07a
90.08a
82.43b
8 MST
93.72b
86.97c
85.66c
102.78a
102.88a
90.65bc
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Tinggi tanaman (cm)
Menurut Siregar (1981) tinggi tananaman padi dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu tinggi tanaman pendek ( kurang dari 115 cm), sedang (115-125
cm), dan tinggi (lebih dari 125 cm). Berdasarkan hasil penelitian semua varietas
termasuk kedalam varietas dengan tinggi tanaman pendek karena kurang dari 115
cm, namun jika melihat deskripsi tanaman varietas dengan tinggi tanaman pendek
adalah varietas Inpari 13, Ciherang, Mekongga. Vareietas IPB 4S, Mentik Wangi,
Hipa Jatim 2 dapat dikategorikan tanaman dengan tinggi tanaman sedang dengan
tinggi tanaman 114-116 cm.
120
100
102
114
102.78
107
93.72
86.97
91 85.66
Ciherang
Mekongga
114
102.88
116
90.65
80
60
40
20
0
Inpari 13
Tinggi Tanaman Deskripsi
IPB 4S
Mentik
Wangi
Hipa Jatim
2
Tinggi Tanaman Penelitian
Gambar 2 Perbandingan tinggi tanaman hasil penelitian dengan tinggi tanaman
deskripsi setiap varietas
Jumlah Anakan
Hasil rataan jumlah anakan setiap varietas pada umur tanaman 8 MST
menunjukkan bahwa varietas Mekongga merupakan varietas yang memiliki
anakan tertinggi dengan jumlah anakan 28.30 anakan dan varietas IPB 4S
merupakan varietas terendah dengan jumlah anakan 14.93 anakan. Varietas Inpari
13 dan Ciherang menunjukkan nilai rataan yang tidak berbeda nyata dengan
varietas Mekongga, Mentik Wangi, dan Hipa Jatim 2 namun berbeda nyata
12
Intensitas Warna Daun
Warna daun adalah suatu indikator yang berguna bagi kebutuhan pupuk
nitrogen (N) tanaman padi. Petani umumnya menggunakan warna daun sebagai
suatu indikator visual dan subjektif bagi kebutuhan tanaman padi akan pupuk N.
Jika daun-daun pucat atau hijau kekuningan, para petani menganggap bahwa
tanaman memerlukan lebih banyak N. Alat sederhana yang dapat menentukan
jumlah khlorofil dalam daun tanaman disebut SPAD-502. Alat ini secara digital
mencatat jumlah relatif dari molekul khlorofil, jadi sangat sensitif dan akurat
(Gani 2006).
Dobermann and Fairhurst (2000) melaporkan nilai SPAD sebesar 35 bagi
daun paling atas yang telah mengembang sempurna digunakan sebagai suatu nilai
batas bagi kekurangan N (perlu diberi N) pada padi unggul yang pindah tanam.
Berdasarkan pengamatan menggunakan SPAD semua varietas tidak mengalami
kekurangan hara N.
Tabel 5 Nilai rataan intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll
meter minolta SPAD pada 5 MST, dan 8 MST
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Nilai SPAD
5 MST
39.20bc
39.90b
38.40cd
41.13a
37.67d
41.36a
8 MST
41.80b
40.76b
40.30b
44.66a
37.80c
41.66b
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Tabel 5 menunjukkan intensitas warna daun pada pengamatan 5 MST dan
8 MST berbeda sangat nyata pada setiap varietas. Pada umur tanaman 5 MST
varietas dengan nilai SPAD tertinggi adalah IPB 4S dan Hipa Jatim 2 dengan nilai
masing-masing 41.13 dan 41.36, sedangkan untuk nilai terendah adalah vareitas
Mentik Wangi (37.67). Nilai SPAD menunjukkan bahwa semua varietas sudah
tercukupi untuk kebutuhan hara N.
Nilai rataan intensitas daun pada 8 MST menunjukkan bahwa IPB 4S
adalah varietas dengan nilai SPAD tertinggi ( 44.66 ) dan berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Varietas Inpari 13 (41.80), Ciherang (40.76), Mekongga (40.30),
dam Hipa Jatim 2 (41.66) tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata
dengan Mentik Wangi yang menempati nilai SPAD terendah (37.80). Nilai SPAD
tidak berkorelasi positif terhadap produktivitas. Hal ini di dijelaskan pula dalam
penelitian Gunarsih dan Daradjat (2007) bahwa penggunaan Chlorophyll meter
Minolta SPAD untuk menduga hubungan antara intensitas warna hijau daun
dengan kandungan klorofil dan kaitannya dengan produktivitas tanaman kurang
tepat, terutama pada penelitian yang menggunakan bahan tanaman yang secara
genetik memiliki warna daun yang relatif berbeda.
13
Bobot Kering Tajuk
Varietas padi memiliki bobot kering tajuk pada 6 MST, 8 MST dan Panen
tidak berbeda nyata namun nilai rataan menujukan bahwa terjadi penurunan bobot
kering tajuk setelah 8 MST. Penelitian Simangunsong (2013) menjelaskan bahwa
bobot kering tajuk antar varietas IPB 3S, Mentik Wangi, Inpari 13 dan Hipa 8
tidak berbeda nyata dari umur tanaman 4 MST hingga tanaman berbunga, namun
terjadi penumpukan asimilat pada anthesis dan terjadi penurunan setelahnya
hingga tanaman panen.
Pada Gambar 4 ditunjukkan bahwa varietas Inpari 13, Ciherang,
Mekongga, dan Mentik Wangi mengalami penurunan bobot kering tajuk pada saat
panen, berbeda dengan varietas IPB 4S dan Hipa Jatim 2 yang tidak mengalami
penurunan bobot kering tajuk pada saat panen. Data bobot kering tajuk akan lebih
baik jika dilengkapi dengan hasil pengamatan bobot kering tajuk ketika berbunga
dan 2 MST setelah berbunga. Hal ini ditegaskan oleh Makarim dan Suhartatik
(2006) bahwa sejak inisiasi malai, terjadi penumpukan asimilat yang mencapai
puncaknya pada antesis (pembungaan) dan setelah itu simpanan tersebut
berkurang drastis dan berbanding terbalik dengan bobot gabah yang terus
bertambah sejak antesis.
Tabel 6 Bobot kering rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST, dan
Panen
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Bobot Kering Tajuk (gram)
6 MST
8 MST
23.96
47.21
24.65
47.63
26.04
53.43
26.51
46.78
26.23
57.83
24.92
39.65
Panen
46.38
40.14
49.46
50.95
47.04
52.58
a
Bobot kering tajuk (g)
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
60
55
50
45
40
35
30
25
20
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
6 MST
8 MST
Waktu
Panen
Gambar 4 Grafik rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST dan Panen
14
Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif
Kemampuan setiap varietas untuk membentuk anakan padi berbeda.
Varietas unggul baru (VUB) seperti Inpari 13, Ciherang, Mekongga mampu
membentuk anakan yang banyak dengan rataan anakan total masing-masing 17.23
anakan, 16.70 anakan dan 19.40 anakan. Padi tipe baru IPB 4S memiliki
kemampuan membentuk anakan yang relatif sedikit (14.76 anakan) dibanding
varietas lokal Mentik Wangi (15.60 anakan) namun keduanya tidak berbeda nyata.
Padi Hibrida Hipa Jatim 2 memiliki anakan yang cukup tinggi (18.23 anakan)
yang tidak berbeda nyata denagn varietas Mekongga dengan jumlah anakan paling
tinggi sebanyak 19.40 anakan.
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
19.40a
17.23abc
17.60a
14.43b
18.23ab
16.70bc
14.76c
14.80b
15.60c
13.93b
15.26b
12.20c
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
Anakan Total
IPB 4S
Mentik
Wangi
Anakan Produktif
Hipa Jatim
2
Gambar 5 Jumlah anakan maksimal dan anakan produktif
Gambar 5 menunjukkan bahwa Mekongga adalah varietas dengan anakan
produktif tertinggi (17.60 anakan). Jumlah anakan produktif beberapa varietas
tidak berbeda nyata seperti Inpari 13 (14.43 anakan), Ciherang (14.80 anakan),
Mentik Wangi (13.93 anakan), dan Hipa Jatim 2 (15.26 anakan). IPB 4S adalah
varietas dengan anakan produktif yang paling rendah (12.20 anakan). Data
menunjukkan kesesuaian dengan deskripsi masing-masing varietas.
20
17
16
15
15
10
17,6
14,43
14,8
Inpari 13
Ciherang
16
14
12
12,2
13,93
15,26
5
0
Mekongga
Anakan Produktif Deskripsi
IPB 4S
Mentik Hipa Jatim
Wangi
2
Anakan Produktif Penelitian
Gambar 6 Perbandingan jumlah anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas
dengan jumlah anakan produktif hasil penelitian
16
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah gabah per malai varietas IPB 4S
(132.89 gabah malai-1), Hipa Jatim 2 (131.63 gabah malai-1), Ciherang (119.70
gabah malai-1), dan Inpari 13 (115.09 gabah malai-1) tidak berbeda nyata. Jumlah
gabah per malai terendah ditunjukkan oleh varietas Mekongga ( 92.01 gabah
malai-1 ) dan Mentik wangi (95.34 gabah malai-1). Gabah per malai berkolerasi
postif dengan panjang malai (r = 0.562) namun berkolerasi negatif dengan anakan
produktif (r = -0.573) dan persentasi gabah isi (r = -0.523). Suatu varietas dengan
gabah per malai tinggi disertai dengan panjang malai tinggi akan memiliki hasil
gabah kering rendah jika jumlah malai per rumpunnya rendah atau gabah isinya
rendah (Abdullah 2009).
Tabel 7 Nilai rataan komponen hasil padi
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Panjang
Malai
(cm)
26.28b
24.33bc
22.99c
29.16a
25.94b
26.50b
Jumlah
Gabah/Malai
115.09abc
119.70ab
92.01c
132.89a
95.34bc
131.63a
Gabah
Isi
(%)
72.33b
83.05a
88.73a
70.33b
82.77a
73.00b
Gabah
Hampa
(%)
27.67a
16.94b
11.26b
29.66a
17.23b
26.99a
Bobot
1000 butir
(gram)
26.54
28.06
27.93
26.26
27.08
26.06
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Nilai rataan gabah isi dan gabah hampa menunjukkan bahwa varietas
Mekongga, Ciherang, dan Mentik Wangi tidak berbeda nyata dan merupakan
varietas dengan jumlah gabah isi tinggi diatas 80%. Varietas IPB 4S,Inpari 13
dan Hipa Jatim 2 tidak berbeda nyata dan termasuk varietas dengan gabah isi
rendah dibawah 75% dan gabah hampa tinggi dengan persentase 26.99%-29.66%.
ketiga varietas ini berbeda nyata dengan varietas Mekongga, Ciherang dan Mentik
Wangi. Kehampaan yang tinggi (lebih dari 20%) disebabkan karena kemampuan
tanaman menyediakan asimilat sangat terbatas, sinks yang banyak tidak terisi atau
tidak termanfaatkan karena sources yang terbatas (Makarim et all 2004).
Persentase gabah isi berkorelasi negatif dengan panjang malai (r = -0.672) namun
berkolerasi dengan bobot 1000 butir (r = 0.515). pada tabel 7 ditunjukkan bobot
1000 butir setiap varietas tidak berbeda nyata, dan berkisar 26.06 g- 28.06 g.
Hasil dan Indeks Panen Padi
Hasil ubinan (ubinan 1.5 m x 1.5 m) dan produktivitas tertinggi dihasilkan
oleh Inpari 13 (1.05 kg/4.68 ton), Ciherangadar ar 14 % (1.15 kg/5.12 ton) dan
Mekongga (1.29 kg/5.73 ton), ketiga varietas ini tidak berbeda nyata. Hasil yang
tinggi pada varietas Inpari 13 diduga karena varietas ini memiliki jumlah anakan
produktif yang cukup tinggi (14.43 anakan) dan gabah per malai yang cukup
17
banyak (115.09 gabah malai-1). Tabel korelasi Inpari 13 (lampiran 9)
menunjukkan adanya korelasi positif antara anakan produktif dengan bobot gabah
ubinan serta konversi produktivitasnya (r = 1.000 ). Hasil yang tinggi pada
varietas Ciherang diduga karena varietas ini memiliki anakan produktif yang
cukup tinggi (14.80 anakan) dan bobot 1000 butir yang tinggi (28.06 gram) dan
cukup tahan hama dan penyakit, tabel korelasi Ciherang menunjukkan adanya
korelasi postif antara anakan produktif dengan bobot 1000 butir (r = 0.998). hasil
yang tinggi pada varietas Mekongga diduga karena varietas ini memiliki anakan
produktif tinggi (17.60 anakan), persentase gabah isi tinggi (88.73%) dan hasil
ubinan yang tinggi (1.26 kg) serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
IPB 4S merupakan varietas dengan hasil ubinan dan produktivitas
terendah (0.67 kg/3.00 ton) namun tidak berbeda nyata dengan Mentik Wangi
(0.86 kg/3.84 ton) dan Hipa Jatim 2 (0.84 kg/3.72 ton). Hasil yang rendah pada
IPB 4S diduga karena varietas ini memiliki jumlah anakan produktif rendah
(12.20 anakan), kehampaan yang cukup tinggi (29.66%) dan terserang hama dan
penyakit seperti blas leher, hawar daun, wereng cokelat, dan burung. Hasil panen
Mentik Wangi rendah diduga karena varietas ini mengalami kerebahan cukup
tinggi pada fase pematangan pada seluruh petakannya. Menurut Yoshida (1981)
tanaman rebah meyebabkan pembuluh-pembuluh xylem dan floem menjadi rusak
sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan fotosintat sehingga banyak
menghasilkan gabah hampa atau kerusakan pada malai yang mengakibatkan hasil
pada padi rendah. Varietas Hipa Jatim 2 adalah varietas yang mempunyai
deskripsi varietas dengan hasil yang tinggi dengan rata-rata hasil 9.3 ton ha-1 dan
potensi hasil 10.7 ton ha-1 namun hasil pada penelitian rendah (3.64 ton ha-1), hal
ini diduga karena varietas ini memiliki persentase gabah isi rendah (73.00 %) dan
serangan penyakit hawar daun, hama pengegerek batang dan hama burung.
Indeks panen merupakan rasio bobot gabah dengan total biomas. Hasil
dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan indeks hasil atau meningkatkan
produksi bahan kering total (Zapata 1983). Tabel 8 menunjukkan Indeks panen
semua varietas tidak berbeda nyata (berada pada kisaran 0.420 – 0.476). hasil
indeks panen semua varietas mendekati nilai rataan indeks hasil varietas-varietas
unggul. indeks hasil rata-rata untuk varietas-varietas unggul adalah 0.5 (Makarim
dam suhartatik 2009). Indeks panen ini sangat dipengaruhi oleh bobot gabah
dengan total biomas yang diperoleh oleh masing-masing varietas.
Tabel 8 Hasil dan indeks panen padi
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
a
Hasil Ubinan
(kg)
1.05ab
1.15ab
1.29a
0.67c
0.86bc
0.84bc
Hasil
(Ton GKG ha-1)
4.68ab
5.12ab
5.73a
3.00c
3.84bc
3.72bc
Indeks Panen
0.456
0.476
0.470
0.423
0.420
0.453
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas varietas unggul baru
(VUB) Inpari 13, Ciherang dan Mekongga berkisar antara 4.68 hingga 5.73 ton
ha-1. Secara umum produktivitas pada setiap varietas lebih rendah dari deskripsi
varietasnya, hal ini diduga karena adanya pengaruh dari curah hujan yang cukup
tinggi sehingga mempengaruhi proses fotosintesis karena penyinaran cahaya
matahari yang tidak optimal dan terjadinya serangan hama dan penyakit.
Berdasarkan tabel korelasi faktor-faktor tanaman yang berpengaruh terhadap
produktivitas adalah jumlah anakan per rumpun, anakan produktif dan persentasi
gabah isi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa untuk berbagai varietas unggul baru,
padi tipe baru, lokal, dan hibrida, terutama varietas yang baru dilepas untuk
mengetahui potensi hasil dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitasnya
sebagai sarana untuk mengevalusi varietas-varietas tersebut. Penelitian lanjutan
seperti pengujian mutu beras (mutu fisik beras, mutu nasi, dan mutu tanak) bisa
dilakukan sehingga dihasilkan penelitian yang lebih lengkap.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek Padi
Tipe Baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 (1):1-8
Abdullah B. 2009. Perakitan dan Pengembangan Varietas Padi Tipe Baru
[Internet]. [diunduh pada 2014 september 23]. Tersedia pada:
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_03.pdf
Atman, Yardha. 2008. Pengaruh Jumlah Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi Sawah Varietas Batang Lembang. [Internet]. [diunduh pada 2014
Oktober 22]. Tersedia pada : http: // digilib.litbang.deptan.go.id/~jambi/
getiptan. php?src=2008/pros53r.pdf&format=application/pdf
[Balitpa] Balai Penelitian Padi. 2010. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan
Tanaman Pangan Indonesia 2010. [Internet]. [diunduh 2013 November 26].
Tersedia pada : http://www.litbang.deptan.go.id/inpari13.BBPadi10028.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel Luas Panen Produktivitas Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. [Internet]. [diunduh 2013 November 26]. Terseda pada :
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian
Tahun 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan
Direktorat Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian.[diunduh 2013
November 26]:296-299. Tersedia pada : http://www.litbang. deptan.go.id/
special/padi/bbpadi_2009_itkp_11.pdf
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Kebijakan Dan Rekomendasi
Pengembangan Diversifikasi Pangan (Suatu Program Aksi). [Internet].
[diunduh 2014 Oktober 21]. Tersedia pada : http: // pascapanen. litbang.
Deptan .go.id/assets/media/berita/KEBIJAKAN_DAN_REKOMENDASI_P
ENGEMBANGAN_DIVERSIFIKASI_PANGAN.pdf
Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice : Nutrient Disordes and Nutrient
Management. Canada (US): Potash and Phospate Institute
Fauziah A. 2014. Pengembangan Benih dan Varietas Unggul Padi Sawah
[Internet]. [diunduh pada 2014 September 23]. Tersedia pada:
http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pengembangan-benih-dan-varietasunggulpadi-sawah-oleh-ir-hj-fauziah
Gani A. 2006. Bagan Warna Daun. [internet]. [diunduh 2014 September 21].
Tersediapada :http://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0008/1994
57/Ses3-Leaf-colour-chart.pdf
Gomez KA, Gomez AA. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Edisi II. Sjamsuddin E, Baharsjah JS. Penerjemah. Jakarta (ID). UI pr.
Terjemahan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research.
Gunarsih A, Daradjat AA. 2007. Viabilitas kecepatan senesens pada sejumlah
genotipe padi sawah serta korelasinya dengan hasil dan komponen hasil.
Apresiasi Hasil Penelitian [internet]. [diunduh 2014 September 21].
Tersediapada :http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2
bn2_03.pdf.
20
Hoshikawa,K. 1993. Rice Seed, Germination and Seedlings. Di dalam: Matsuo T,
Hoshikawa K.1993 Science of The Rice Plant Volume One Morphology.
Tokyo (JP): Food and Agriculture Policy Research Center. hlm 91-132.
Las I, Widiarta IN, dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam
perpadian nasional. Di dalam : Makarim AK, editor. Inovasi Pertanian
Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor. hlm 1-25.
Makarim AK, Las AM, Fagi, Widiarta IN, Pasaribu D. 2004. Padi Tipe Baru:
Budidaya dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Subang (ID).
Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Makarim AK, Suhartik E. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi.[Internet].
Makarim, AK, U.S. Nugraha, U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor.
Mattjik AA, Sumertajaya MI. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Miah, MNH, Yoshida T, Yamamoto Y, Nitta Y. 1996. Characteristics of dry
matter production and partitioning of dry matter in yielding semi dwarf
indica and japonica-indica hybrid rice varieties. J.Crop Sci. 65:672-685
Minarsih A, Prayudi B, Warsito. 2013. Keragaan beberapa varietas unggul baru
padi sawah irigasi dengan menerapkan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
di kabupaten Klaten. Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura; 2013 Juni [tanggal tidak jelas]; Madura,
Indonesia. Madura (ID). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
hlm 582-587
Samaullah MY. 2007. Pengembangan varietas unggul dan komersialisasi benih
sumber padi.[Internet]. [diunduh 2013 Desember 3]: 870-872. Tersedia
pada :http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn2_27.
pdf
Sembiring H. 2007. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian BB Padi
dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional. Apresiasi Hasil
Penelitian Padi. [Internet]. [diunduh 2014 Oktober 22] : 39-59 . tersedia
pada :www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn1_03.pdf
Simangunsong M. 2013. Analisis produktivitas beberapa tipe padi [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Sastra
Hudaya.
Suprayogi dan Ismangil. 2004. Laju akumulasi bahan kering, kemampuan serapan
N, P, dan Na beberapa varietas padi pada cekaman garam, perlakuan
nitrogen, dan phosphat. Agronomika (4)1:11-17.
Suprihatno B, Dradjat A A, Satoto, Baehaki, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari
SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi varietas padi. Subang (ID).
Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi.
Suprihatno B. 2009. Peta jalan perakitan dan pengembangan varietas unggul
hibrida tipe baru menuju sistem produksi padi berkelanjutan.
Pengembangan inovasi pertanian. 2(1):1-13.
Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. Los Banos (PH):
International Rice Research Institute
21
Zapata FJ. 1983. Rice Anther Culture at IRRI. In Cell and Tissue Culture
Techniques for Cereal Crop Improvement. Science Press. Beijing (CH). P.
27-46
Zen S, Zarwan, Bahar H. 2002. Parameter genetik karakter agronomi padi gogo.
Stigma. 10(3):208-213.
22
Lampiran 1 Deskripsi Varietas Inpari 13
INPARI 13
Nomor seleksi
Golongan
Umur tanaman
Bentuk tanaman
Tinggi tanaman
Anakan produktif
Warna kaki
Warna batang
Warna telinga daun
Warna lidah daun
Warna daun
Muka daun
Posisi daun
Daun bendera
Bentuk gabah
Warna gabah
Kerontokan
Kerebahan
Tekstur nasi
Kadar amilosa
Rata-rata hasil
Potensi hasil
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
OM 1490
Cere
103 hari
Tegak
101 cm
17 malai
Hijau
Hijau
Putih
Hijau
Hijau
Kasar
Tegak
Agak terkulai
Panjang ramping
Kuning bersih
Sedang
Sedang
Pulen
2.40%
6.59 ton ha-1
8.0 ton ha-1
:
-Tahan terhadap hama wereng batang coklat
Biotipe 1,2, dan 3
- Agak tahan terhadap penyakit Hawar Daun
Bakteri starin III, IV dan VII, tahan terhadap
penyakit Blas ras 033 dan agak tahan terhadap
ras 133, 073, dan 173
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Peneliti
:
Teknisi
:
Dilepas tahun
:
Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah
hujan dataran rendah sampai ketinggian 600
m dpl
Nafisah,
Cucu
Gunarsih,
Bambang
Suprihatno, Aan A. Daradjat, Trias Sitaresmi,
M. Yamin Samaullah
Baehaki SE, Triny SK, Suprihatno, Prihardi
Wibowo, Anggia Nasution, Rina Dirgahayu,
AA Kamandalu, Akmal, Ali Imron, Zairin
Thoyib S, Maman S, Uan DS, Karmita, Meru,
Suwarsa, Dede Munawar
2010
Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
23
Lampiran 2 Deskripsi Varietas Ciherang
CIHERANG
Nomor seleksi
Asal persilangan
:
:
Golongan
Umur tanaman
Bentu
ASEP HAMBALI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi
Produktivitas Beberapa Varietas Padi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Asep Hambali
NIM A24100179
ABSTRAK
ASEP HAMBALI. Evaluasi Produktivitas Beberapa Varietas Padi. Dibimbing
oleh ISKANDAR LUBIS.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari sampai Juni 2014 dan
dilaksanakan di Balai Penelitian Padi Muara, Bogor. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mempelajari faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi
produktivitas beberapa varietas padi. Rancangan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu varietas
yang terdiri dari 6 varietas. Varietas yang digunakan adalah varietas unggul baru
(Inpari 13, Ciherang, Mekongga), padi tipe baru (IPB 4S), varietas lokal (Mentik
Wangi), dan varietas hibrida (Hipa Jatim 2). Masing-masing varietas diulang
sebanyak tiga kali sehingga terbentuk 18 satuan percobaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara umum varietas unggul (VUB) Inpari 13, Ciherang dan
Mekongga memiliki produktivitas lebih tinggi dari varietas yang lain (lokal, PTB,
hibrida). Produktivitas VUB berkisar antara 4.59 hingga 5.62 ton ha-1. Hasil
produktivitas ketiga VUB ini dipengaruhi oleh komponen hasilnya yaitu anakan
produktif, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan ketahanan terhadap hama
penyakit.
Kata kunci : varietas padi, komponen hasil, produktivitas.
ABSTRACT
ASEP HAMBALI. Evaluation of Productivity on Several Rice Varieties.
Supervised by ISKANDAR LUBIS
The research was conducted during February to June 2014 in Muara Rice
Research Institute, Bogor. The purpose of this study was to determine the factors
that affect the productivity of some rices varieties The design used was a
randomized complete design group with one factor consists of 6 varieties. The
varieties used were high yielding varieties (Inpari 13, Ciherang, Mekongga), a
new plant type of rice (IPB 4S), local variety (Mentik Wangi), and hybrid variety
(Hipa Jatim 2). Each variety was replicated of three. The results showed that in
general, high yielding varieties (VUB) Inpari 13, Ciherang and Mekongga have
higher productivity than other varieties (local, PTB, hybrid). VUB Productivity
ranged from 4.59 to 5.62 tons per hectare. The results of the three VUB
productivity was influenced by yield components such as number of productive
tillers, 1000 grain weight, percentage of filled grain and resistance to pests and
diseases.
Keywords: rice varieties, yield component, productivity
EVALUASI PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI
ASEP HAMBALI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berjudul “Evaluasi Produktivitas Beberapa Varietas Padi” yang dilaksanakan pada
bulan Februari sampai Juni 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi produktivitas beberapa varietas dan
tipe padi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Iskandar Lubis, MS
selaku dosen pembimbing dan pengarah untuk penelitian ini. Penghargaan dan
terimakasih penulis sampaikan kepada Balai Besar Padi Kebun Percobaan Muara
beserta staf yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, kakak serta seluruh keluarga, Rizal Ali Akbar,
Radhiya, Gery, Uci, AGH 47, Paguyuban Bidik Misi IPB, Sospol, dan Senior
Resident atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Asep Hambali
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Botani dan Morfologi Padi
2
Varietas Unggul Baru (VUB)
2
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
3
Faktor yang Mempengaruhi Daya Hasil Padi
3
METODE PENELITIAN
4
Waktu dan Tempat
4
Bahan dan Alat
4
Rancangan Percobaan Penelitian
4
Pelaksanaan Penelitian
5
Pengamatan
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Penelitian
6
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam
8
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman
2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas terhadap peubah
pengamatan
3 Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST- 8MST
4 Nilai rataan jumlah anakan padi pada 3 MST- 8MST
5 Nilai rataan intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll
meter minolta SPAD pada 5 MST, dan 8 MST
6 Bobot kering rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST, dan
Panen
7 Nilai rataan komponen hasil padi
8 Hasil dan indeks panen padi
7
9
10
11
12
13
16
17
DAFTAR GAMBAR
9 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan, (a) Walang
Sangit, (b) Kepik, (c) Wereng Cokelat, (d) Blas Leher, (e) Hawar Daun
Bakteri
10 Perbandingan tinggi tanaman hasil penelitian dengan tinggi tanaman
deskripsi setiap varietas
11 Kondisi tanaman pada umur 8 MST , (a) IPB 4S ulangan 1, (b) Inpari
13 ulangan 2, (c) Ciherang ulangan 3
12 Grafik rata-rata biomassa tajuk padi (gram) pada 6 MST, 8 MST dan
Panen
13 Jumlah anakan maksimal dan anakan produktif
14 Perbandingan jumlah anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas
dengan jumlah anakan produktif hasil penelitian
15 Panjang malai varietas yang diamati, (a) Inpari 13, (b) Ciherang, (c)
Mekongga, (d) IPB 4S, (e) Mentik Wangi, (f) Hipa Jatim 2
8
10
11
13
14
14
15
DAFTAR LAMPIRAN
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Deskripsi Varietas Inpari 13
Deskripsi Varietas Ciherang
Deskripsi Varietas Mekongga
Deskripsi Varietas IPB 4S
Deskripsi Varietas Mentik Wangi
Deskripsi Varietas Hipa Jatim 2
Dokumentasi Selama Penelitian
Tabel hasil uji korelasi antar peubah terhadap komponen produksi
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Inpari 13
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Ciherang
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Mekongga
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas IPB 4S
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Mentik Wangi
Tabel hasil uji korelasi antar peubah pada varietas Hipa Jatim 2
22
23
24
25
26
27
28
31
32
33
34
35
36
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penduduk Indonesia merupakan penduduk dengan konsumsi beras yang
cukup tinggi. Menurut Deptan (2011) konsumsi beras Indonesia lebih besar
dibandingkan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65 kg dan 70 kg
perkapita pertahun. Deptan (2013) menyatakan bahwa konsumsi beras di
Indonesia mencapai 139 kg kapita-1 tahun-1 jauh melebihi rata-rata tingkat
konsumsi dunia yaitu 60 kg kapita-1 tahun-1. Berdasarkan data BPS (2013)
produksi padi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 71 279 709 ton dengan luas
panen 13 835 252 ha dan produktivitas nasional 5.152 ton ha-1. Angka impor
beras Indonesia masih tinggi, pada tahun 2011 sebesar 2 750 476 ton, tahun 2012
sebesar 1 810 372 ton dan tahun 2013 sebesar 472 664 ton (BPS 2014).
Strategi yang ditempuh dalam rangka peningkatan produksi adalah
peningkatan produktivitas padi, perluasan areal padi sawah, dan pengelolaan lahan.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan diantaranya dengan mengunakan bibit
dari varietas unggul. Selama kurun waktu 30 tahun sejak 1970-an, kontribusi
peningkatan produktivitas padi dengan penanaman varietas unggul terhadap
produksi padi nasional mencapai 56.1%, lebih besar dibanding kontribusi
perluasan areal lahan yang hanya 26.3% (Las et al. 2004). Penanaman varietas
unggul berdaya hasil tinggi sangat diandalkan dalam peningkatan produktivitas.
Varietas unggul padi memiliki sifat yaitu berdaya hasil tinggi, tahan terhadap
hama dan penyakit, umur genjah, dan rasa pulen (Suprihatno et al. 2009).
Varietas merupakan salah satu komponen penting yang berkontribusi dalam
peningkatkan produksi dan produktivitas padi. Banyaknya varietas unggul yang
dilepas, dapat dijadikan alternatif pilihan bagi petani memilih varietas yang sesuai
dengan kondisi agroklimatnya (Minarsih et al 2013). Sejak penelitian padi tahun
1943 hingga 2006 telah dilepas 189 varietas padi. Dalam periode 2000 – 2006,
Badan Litbang Pertanian telah melepas 59 varietas unggul padi, 43 varietas untuk
lahan sawah irigasi, 5 varietas padi gogo, dan 9 varietas padi pasang surut
(Sembiring 2007). Oleh karena itu, perlu upaya intensif mensosialisasikan
varietas-varietas tersebut secara lebih luas kepada masyarakat.
Indonesia memiliki beragam tipe-tipe padi dan masing-masing memiliki
karakter serta produktivitas yang berbeda. Menurut Zein (2000) faktor yang
menuntukan produktivitas padi adalah faktor vegetatif dan generatif, karakter
agronomi serta komponen hasil yang mempengaruhinya. Perbedaan hasil pada
padi dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan asimilat
selama pengisian biji dan mengakumulasi bahan kering sebelum heading (Miah et
al. 1996). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengkajian beberapa varietas
padi terhadap pertumbuhan dan produksi dengan tujuan untuk mendapatkan
varietas yang dapat beradaptasi baik dan dapat dipelajari faktor-faktor tanaman
yang mempengaruhi produktivitasnya.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor tanaman yang
mempengaruhi produktivitas beberapa varietas padi.
Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor
tanaman yang mempengaruhi produktivitas padi.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban
manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk
dunia. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae). Spesies
padi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima L.
Oryza sativa L. terdiri atas dua sub spesies, yaitu japonica dan indica. Oryza
sativa sub spesies japonica memiliki ciri biji yang berbentuk bulat, lebar dan tebal,
berdaun warna hijau tua dan sempit serta ada yang memiliki bulu panjang dan ada
yang tidak berbulu sedangkan Oryza sativa sub spesies indica memiliki daun
sempit dan biji tipis dan ramping, umumnya tidak berbulu (Matsuo dan
Hoshikawa 1993).
Menurut Makarim dan Suhartatik (2009), pertumbuhan tanaman padi dibagi
ke dalam tiga fase : (1) vegetatif, yaitu awal pertumbuhan sampai pembentukan
bakal malai/primordia; (2) refroduktif, yaitu fase tanaman memasuki primordia
sampai pembungaan; (3) pematangan, yaitu fase tanaman berbunga sampai gabah
matang atau siap panen. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ
vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas
daun. Lama fase ini beragam yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman.
Fase reproduktif adalah fase dimana tanaman mengalamai pemanjangan beberapa
ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak
produktif), munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan. Inisiasi primordia
malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan
dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai tanaman padi
berbunga. Di daerah tropik, untuk beberapa varietas padi, lama fase refroduktif
umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Fase pematangan terdiri
atas pemasakan susu, masak tepung, menguning, dan masak panen.
3
Varietas Unggul Baru (VUB)
Penggunaan benih varietas unggul berkontribusi cukup besar dalam
peningkatan produksi tanaman padi nasional. Keberhasilan pencapaian
swasembada beras pada tahun 1984 merupakan salah satu bukti bahwa
penggunaan benih dari varietas unggul disertai teknik budidaya yang baik dapat
meningkatkan hasil yang jauh lebih tinggi. Balai Besar Penelitian Padi telah
menghasilkan banyak varietas unggul yang mempunyai potensi hasil dan sifat lain
yang lebih baik dari varietas sebelumnya. Potensi hasil varietas unggul lama
hanya berkisar 3-4 ton ha-1, sedangkan potensi hasil varietas unggul baru (VUB)
dan varietas unggul hibrida (VUH) dapat mencapai 7-8 ton ha-1 dan 8-10 ton ha-1.
Perkembangan keunggulan VUB padi ditentukan oleh produktivitas, ketahanan
terhadap hama dan penyakit, adaptabilitas luas, umur relatif genjah, dan kualitas
nasi yang lebih baik (Samaullah 2007).
Berdasarkan hasil sidang pelepasan varietas yang diselenggarakan di
Puslitbang Tanaman Pangan Bogor, pada Desember 2010 dan keluarnya SK
Mentan No. 2015-2017/Kpts/SR.120/4/2011, secara resmi telah dilepas varietas
unggul baru, varietas itu adalah Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan dan
Inpari 16 Pasundan. Ketiga varietas tersebut cocok ditanam di ekosistem sawah
tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 mdpl. Inpari 13 termasuk
varietas yang dilepas untuk menambah ketersediaan benih yang dipakai oleh
petani. Karakteristik varietas Inpari-13 adalah mempunyai bentuk tanaman tegak,
tinggi tanaman 102 cm, anakan produktif 17 batang, warna kaki hijau, warna daun
hijau, permukaan daun kasar, posisi daun agak tegak, posisi daun bendera tegak,
warna batang hijau, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih.
Pelepasan varietas tersebut, diharapkan akan meningkatkan produksi dan
pendapatan petani padi di Jawa Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya
(Balitpa 2010).
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
Optimalisasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu
peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila
dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem yang masih beragam antar lokasi
dan belum optimal. Rata-rata hasil 4.7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat
mencapai 6 – 7 ton/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah,
antara lain disebabkan oleh : a) rendahnya efisiensi pemupukan, b) belum
efektifnya pengendalian hama penyakit, c) penggunaan benih kurang bermutu dan
varietas yang dipilih kurang adaptif, d) sedikit hara K dan unsur mikro, e) sifat
fisik tanah tidak optimal, f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al.
2000).
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan jika petani menerapkan lima
panca usahatani diantaranya penggunaan bibit unggul dan pemupukan yang tepat.
Penggunaan bibit unggul menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan
produktivitas padi. Bibit unggul bisa dari varietas unggul baru (VUB), padi tipe
baru (PTB), dan varietas unggul hibrida (VUH).
4
Faktor yang Mempengaruhi Daya Hasil Padi
Komponen hasil seperti jumlah anakan, panjang malai, jumlah bulir per
malai dan bobot bulir per malai dapat menunjukkan angka produktivitas padi.
Menurut Suprayogi dan Ismangil (2004) daya hasil suatu genotipe tanaman
dapat dideterminasi dengan melihat kemampuan fotosintesis dan metabolisme
tanaman. Laju asimilasi erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Investasi hasil
asimilasi dalam pertumbuhan tanaman selama periode vegetatif menentukan
produktivitas tanaman.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan percobaan Balai Penelitian Padi Muara, Bogor,
Jawa Barat. Lokasi tersebut terletak pada ketinggian 250 mdpl dengan jenis tanah
latosol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 3 varietas padi sawah unggul baru (VUB), 1
varietas tipe baru (PTB), 1 varietas hibrida, dan 1 varietas lokal. Benih padi VUB
dan Hibrida didapatkan dari BB Padi Sukamandi, Subang. Benih PTB dan Lokal
didapatkan dari Departemen AGH, IPB. Varietas yang digunakan adalah Inpari 13,
Ciherang, Mekongga (Varietas Unggul Baru), IPB 4S (Padi Tipe Baru), Mentik
Wangi (Varietas Lokal), Hipa Jatim (Varietas Hibrida). Pupuk yang digunakan
yaitu pupuk urea (250 kg/ha), pupuk SP-36 (150 kg/ha), pupuk KCl (150 kg/ha),
Phonska (300 kg/ha) dan pestisida jika terjadi serangan hama dan penyakit. Alat
yang akan digunakan adalah hand tractor, cangkul, garu, sabit, meteran, soil plant
analysis development (SPAD), moisture tester, knapshake sprayer, alat panen dan
mesin perontok padi.
Rancangan Percobaan Penelitian
Penilitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT).
Perlakuan dalam percobaan ini terdiri atas satu faktor tunggal, yaitu varietas padi
sawah. Faktor ini terdiri atas enam taraf varietas padi sawah, yaitu Inpari 13 (V1),
Ciherang (V2), Mekongga (V3), IPB 4S (V4), Mentik Wangi (V5), HIPA Jatim 2
(V6). Setiap taraf perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga didapatkan 18
satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam petakan yang
berukuran 5 m × 5 m dengan jarak tanam 25 cm × 25 cm.
Model aditif linier yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan
Gomez 2007) :
Yij = µ + αi + βj + εij
5
keterangan:
Yij
:
respon/nilai pengamatan pada varietas ke-i, ulangan ke-j
µ
:
rataan umum
αi
:
pengaruh varietas ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6)
βj
:
pengaruh ulangan ke-j (1, 2, 3)
εij
:
pengaruh galat percobaan pada varietas ke-i, ulangan ke-j
Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil
padi dianalisis menggunakan uji F (analisis ragam), jika hasil analisis ragam
menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui
keeratan hubungan antar karakter yang diuji dan mengetahui ada tidaknya
hubungan antar variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan atau pengaruh
pada variabel yang lain.
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor. Sebagian lahan digunakan
sebagai tempat persemaian dengan beberapa varietas. Pemupukan dilakukan pada
saat bibit berumur 5 hari setelah semai (HSS) dengan pupuk urea 10 g/m2. Bibit
siap dipindahkan dan ditanam setelah berumur 21 HSS pada petak berukuran 5 m
× 5 m. Jumlah bibit per lubang tanam yaitu tiga bibit dengan jarak tanam 25 cm ×
25 cm. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7-10 hari setelah tanam
(HST).
Pemupukan tanaman dilakukan sebanyak tiga kali. Pemupukan pertama
dilakukan saat tanaman berumur 7 HST, pemupukan kedua saat tanaman berumur
4 minggu setelah tanam (MST), dan pemupukan ketiga saat tanaman berumur 7
MST. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada pemupukan pertama
sedangkan pupuk Urea diberikan tiga kali, yaitu 30 % pada pemupukan pertama,
40 % pada 4 MST dan 30 % pada 7 MST.
Pemeliharaan meliputi pengambilan keong mas, penyiangan gulma,
pengaturan air, dan pengendalian hama penyakit tanaman. Pemanenan dimulai
ketika malai telah menguning kurang lebih 90 %. Pemanenan dilakukan dengan
cara memotong pangkal batang menggunakan arit/sabit. Padi yang telah dipanen
kemudian dirontok dengan cara dibanting dan menggunakan perontok sederhana.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada sepuluh tanaman contoh per petak dengan
komponen yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
yang diamati mulai 3 MST hingga 8 MST dengan menggunakan meteran.
2. Jumlah anakan yang diamati mulai 3 MST sampai 8 MST.
3. Jumlah anakan total dan anakan produktif yang dihitung pada saat panen.
4. Bobot kering tajuk diamati pada saat tanaman berumur 6 MST, 8 MST,
dan saat panen. Pengamatan dilakukan pada 2 tanaman per petak. Bobot
kering diamati dengan menimbang bagian batang dan daun setelah
dikeringkan dengan oven pada suhu 80o C selama 3 hari.
6
5. Warna daun dan pendugaan kandungan klorofil diamati pada 5 MST, dan
8 MST dengan menggunakan SPAD pada daun teratas yang telah
membuka sempurna.
6. Pengamatan komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif per rumpun,
panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah isi dengan
kadar air 14 %, persentase gabah isi dan gabah hampa pada setiap malai
sampel.
7. Dugaan hasil per hektar dengan menghitung produktivitas ubinan (1.5 m x
1.5 m) dikonversikan ke hektar.
8. Indeks panen diperoleh dari perbandingan antara bobot gabah kering
dengan bobot biomas total.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan percobaan Balai Penelitian Padi Muara,
Bogor. Kondisi lahan berjenis tanah Latosol dengan ketinggian 250 mdpl, dan
beririgasi teknis. Curah hujan selama percobaan berkisar antara 337-511
mm/bulan, suhu minimum (23.1o-23.6o C) dan maksimum (29.7o-31.5o C) dari
bulan Februari 2014 sampai April 2014 (Stasion Klimatologi Dramaga Bogor
2014). Kisaran suhu dan kelembaban yang tinggi mendukung perkembangan
hama dan penyakit seperti hawar daun terutama pada saat tanaman dalam fase
vegetatif (3 MST- 8 MST). Serangan Blas leher, penggerek batang, walang sangit,
kepik hijau, dan hama burung muncul di awal fase reproduktif hingga fase
pematangan ( 9 MST-Panen). Suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi
hasil padi secara langsung yang melibatkan produksi gabah bernas, dan tidak
langsung mendukung hama dan penyakit ( Yoshida 1981)
Hama yang menyerang tanaman adalah keong mas, penggerek batang, kepik
hijau, wereng cokelat, walang sangit dan burung. Hama keong mas (Pomacea
canaliculata L.) menyerang tanaman padi pada 1-2 MST. Hama keong mas
dikendalikan dengan cara mengeringkan lahan, mengambil secara manual dan
membuat parit disekeliling petakan.
Pengendalian gulma dilakukan ketika gulma sudah cukup besar dan sebelum
melakukan pemupukan (4 MST dan 6 MST). Pengendalian gulma dilakukan
dengan mencabut secara manual. Gulma yang paling dominan tumbuh di lahan
adalah gulma berdaun lebar. Gulma yang mengganggu tanaman tidak terlalu
tinggi karena lahan tergenangi secara teratur. Lahan yang paling banyak
ditumbuhi gulma adalah lahan V4 (IPB 4S). Hal ini diduga karena pertanaman
pada lahan varietas IPB 4S tidak terlalu rimbun.
Gejala dan serangan hama dan penyakit mulai terlihat ketika tanaman
berumur 5-6 MST. Daun-daun tanaman mengalami bercak-bercak kuning
kecoklatan dan mengering pada ujungnya. Kerusakan pada daun-daun ini
disebabkan oleh hawar daun bakteri (HBD) karena serangan bakteri Xanthomonas
7
campestris pv. oryzae. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi serangan
hawar daun bakteri adalah penyemprotan bakterisida. Hampir semua petakan dan
varietas terserang hawar dan bakteri. Serangan cukup tingi terjadi pada varietas
Inpari 13 dan Hipa Jatim 2. Ganguan hama wereng cokelat juga terjadi pada
rumpun-rumpun padi IPB 4S dan Hipa Jatim 2 namun dapat segera dikendalilan
dengan insektisida.
Hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang tanaman padi
dengan merusak biji padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan
susu dari biji padi pada waktu fase awal pembentukan biji (setelah padi berbunga).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini adalah menyebabkan beras berubah
warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa. Hama ini dapat dikendalikan
dengan penyemprotan insektisida. Varietas yang terserang adalah Inpari 13,
Ciherang, dan Mentik Wangi dimana varietas ini termasuk varietas yang paling
cepat berbunga di banding varietas yang lain. Pada fase ini ditemukan juga
pengerek batang namun bisa dikendalikan dengan insektisida.
Gangguan Blas leher terlihat ketika padi berumur 11 MST dimana semua
malai memasuki fase gabah ½ matang. Serangan penyakit blas leher diduga terjadi
ketika tanaman mengalami fase pembungaan. Gangguan ini ditandai dengan
bercak coklat kehitaman pada pangkal leher yang mengakibatkan leher malai
tidak mampu menopang malai dan patah serta mengakibatkan beberapa malai
mengalami kehampaan. Penyakit blas leher disebabkan oleh cendawan
Pyricularia grise. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida.
Varietas yang terserang penyakit ini adalah Inpari 13 dan IPB 4S, namun IPB 4S
adalah varietas yang paling tinggi terserang.
Hama Burung menyerang tanaman padi pada fase pemasakan bulir 12-13
MST. Hama ini menyerang padi dengan cara memakan gabah padi di lahan.
Pengendalian dilakukan secara manual dengan mengusirnya. Semua varietas
mengalami gangguan hama ini, namun varietas Inpari 13 dan Mentik Wangi yang
mengalami serangan paling tinggi. Pada fase pemasakan bulir ini terjadi
kerebahan pada varietas Mentik Wangi pada setiap ulangan karena angin dan
hujan dan pengaruh tinggi tanaman.
Tabel 1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman
Hama
Varietas Burung Penggerek Walang Wereng
Batang
Sangit Cokelat
Inpari 13
√√
√
√
Ciherang
√
√
Mekongga
√
IPB 4S
√
√
Mentik
√√
√
Wangi
Hipa
√
√
√
Jatim 2
Penyakit
Hawar
Blas
Daun
Leher
√
√
√
√
√
√
Kerebahan
-
√
-
√√
√√
-
-
Keterangan : Pengamatan Kualitatif : √) Terserang ; √√) Serangan cukup tinggi ; -) Tidak terserang
8
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan, (a) Walang
Sangit, (b) Kepik, (c) Wereng Cokelat, (d) Blas Leher, (e) Hawar Daun Bakteri
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam
Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh
nyata dan sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 3 MST, 4 MST, 7
MST, dan 8 MST, jumlah anakan pada umur 3 MST hingga 8 MST, intensitas
warna daun dengan SPAD pada 5 MST dan 8 MST, serta jumlah anakan produktif
sedangkan bobot kering tajuk menunjukkan hasil sidik ragam yang tidak nyata.
Hasil sidik ragam komponen hasil menunjukkan pengaruh nyata dan sangat nyata
untuk peubah panjang malai, jumlah gabah permalai, gabah isi, dan gabah hampa,
namun tidak nyata untuk bobot seribu butir. Faktor varietas menunjukkan
pengaruh nyata terhadap bobot ubinan dan konversi bobot ubinan terhadap gabah
kering perhektar sedangkan indeks panen menunjukkan hasil sidik ragam yang
tidak berpengaruh nyata.
Besar nilai koefisien keragaman (KK) pada hasil pengamatan berkisar
1.55–21.60%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) nilai KK menunjukkan
derajat ketepatan dalam suatu percobaan tertentu. Koefisien keragaman
merupakan indeks keterandalan yang baik bagi suatu percobaan. Jika nilai KK
semakin kecil, maka menunjukkan keterandalan suatu percobaan semakin tinggi.
Nilai KK dari pertumbuhan dan komponen hasil dikatakan kecil apabila nilainya
tidak lebih dari 20% pada percobaan lapang (Gomez dan Gomez 2007)
9
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas terhadap peubah pengamatan
Peubah
Tinggi Tanaman (cm)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
Jumlah Anakan
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
SPAD
5 MST
8 MST
Bobot Kering Tajuk (gr)
6 MST
8 MST
Panen
Jumlah Anakan Produktif
Komponen Hasil
Panjang Malai (cm)
Jumlah Gabah/Malai
Gabah Isi (%)
Gabah Hampa (%)
Bobot 1000 butir (gr)
Bobot Kering Ubinan (kg)
Bobot Gabah Kering Ha-1 (Ton)
Indeks Panen (gram)
Varitas
Koefisien Keragaman (%)
**
*
tn
tn
**
**
2.10
5.44
4.48
4.52
3.78
3.31
**
**
**
**
**
**
5.13
6.77
5.30
4.75
5.74
11.76
**
**
1.55
1.93
tn
tn
tn
**
13.11
17.59
13.16
6.45
**
*
**
**
tn
*
*
tn
4.41
11.94
5.96
21.60
5.42
18.98
18.98
7.29
Keterangan : *) nyata pada taraf 5% ; **) nyata pada taraf 1% ; tn) tidak nyata
Tinggi Tanaman
Hasil rataan tinggi tanaman antar varietas pada saat 8 MST menunjukkan
bahwa varietas IPB 4S dan Mentik Wangi adalah varietas yang paling tinggi
dengan tinggi tanaman masing-masing 102.88 cm dan 102.78 cm dan varietas
dengan tinggi tanaman paling rendah adalah varietas Mekongga dengan tinggi
tanaman 85.66 cm. Rataan tinggi tanaman yang dihasilkan setiap varietas
mendakati hasil deskripsi masing-masing varietas (Gambar 2).
10
Tabel 3 Nilai rataan tinggi tanaman padi pada 3 MST- 8MST
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
3 MST
52.36d
51.80d
52.26d
62.16a
54.50c
59.43b
Tinggi Tanaman (cm)a
4 MST
5 MST 6 MST
c
56.73
63.10b
76.11ab
58.26bc 65.93ab 74.65b
59.20bc 65.91ab 74.13b
67.56a
71.86a
82.21a
62.20abc 67.26ab 80.86ab
64.70ab 69.93a
78.08ab
7 MST
82.99b
79.42b
79.47b
90.07a
90.08a
82.43b
8 MST
93.72b
86.97c
85.66c
102.78a
102.88a
90.65bc
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Tinggi tanaman (cm)
Menurut Siregar (1981) tinggi tananaman padi dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu tinggi tanaman pendek ( kurang dari 115 cm), sedang (115-125
cm), dan tinggi (lebih dari 125 cm). Berdasarkan hasil penelitian semua varietas
termasuk kedalam varietas dengan tinggi tanaman pendek karena kurang dari 115
cm, namun jika melihat deskripsi tanaman varietas dengan tinggi tanaman pendek
adalah varietas Inpari 13, Ciherang, Mekongga. Vareietas IPB 4S, Mentik Wangi,
Hipa Jatim 2 dapat dikategorikan tanaman dengan tinggi tanaman sedang dengan
tinggi tanaman 114-116 cm.
120
100
102
114
102.78
107
93.72
86.97
91 85.66
Ciherang
Mekongga
114
102.88
116
90.65
80
60
40
20
0
Inpari 13
Tinggi Tanaman Deskripsi
IPB 4S
Mentik
Wangi
Hipa Jatim
2
Tinggi Tanaman Penelitian
Gambar 2 Perbandingan tinggi tanaman hasil penelitian dengan tinggi tanaman
deskripsi setiap varietas
Jumlah Anakan
Hasil rataan jumlah anakan setiap varietas pada umur tanaman 8 MST
menunjukkan bahwa varietas Mekongga merupakan varietas yang memiliki
anakan tertinggi dengan jumlah anakan 28.30 anakan dan varietas IPB 4S
merupakan varietas terendah dengan jumlah anakan 14.93 anakan. Varietas Inpari
13 dan Ciherang menunjukkan nilai rataan yang tidak berbeda nyata dengan
varietas Mekongga, Mentik Wangi, dan Hipa Jatim 2 namun berbeda nyata
12
Intensitas Warna Daun
Warna daun adalah suatu indikator yang berguna bagi kebutuhan pupuk
nitrogen (N) tanaman padi. Petani umumnya menggunakan warna daun sebagai
suatu indikator visual dan subjektif bagi kebutuhan tanaman padi akan pupuk N.
Jika daun-daun pucat atau hijau kekuningan, para petani menganggap bahwa
tanaman memerlukan lebih banyak N. Alat sederhana yang dapat menentukan
jumlah khlorofil dalam daun tanaman disebut SPAD-502. Alat ini secara digital
mencatat jumlah relatif dari molekul khlorofil, jadi sangat sensitif dan akurat
(Gani 2006).
Dobermann and Fairhurst (2000) melaporkan nilai SPAD sebesar 35 bagi
daun paling atas yang telah mengembang sempurna digunakan sebagai suatu nilai
batas bagi kekurangan N (perlu diberi N) pada padi unggul yang pindah tanam.
Berdasarkan pengamatan menggunakan SPAD semua varietas tidak mengalami
kekurangan hara N.
Tabel 5 Nilai rataan intensitas warna daun padi berdasarkan skala chlorophyll
meter minolta SPAD pada 5 MST, dan 8 MST
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Nilai SPAD
5 MST
39.20bc
39.90b
38.40cd
41.13a
37.67d
41.36a
8 MST
41.80b
40.76b
40.30b
44.66a
37.80c
41.66b
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Tabel 5 menunjukkan intensitas warna daun pada pengamatan 5 MST dan
8 MST berbeda sangat nyata pada setiap varietas. Pada umur tanaman 5 MST
varietas dengan nilai SPAD tertinggi adalah IPB 4S dan Hipa Jatim 2 dengan nilai
masing-masing 41.13 dan 41.36, sedangkan untuk nilai terendah adalah vareitas
Mentik Wangi (37.67). Nilai SPAD menunjukkan bahwa semua varietas sudah
tercukupi untuk kebutuhan hara N.
Nilai rataan intensitas daun pada 8 MST menunjukkan bahwa IPB 4S
adalah varietas dengan nilai SPAD tertinggi ( 44.66 ) dan berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Varietas Inpari 13 (41.80), Ciherang (40.76), Mekongga (40.30),
dam Hipa Jatim 2 (41.66) tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata
dengan Mentik Wangi yang menempati nilai SPAD terendah (37.80). Nilai SPAD
tidak berkorelasi positif terhadap produktivitas. Hal ini di dijelaskan pula dalam
penelitian Gunarsih dan Daradjat (2007) bahwa penggunaan Chlorophyll meter
Minolta SPAD untuk menduga hubungan antara intensitas warna hijau daun
dengan kandungan klorofil dan kaitannya dengan produktivitas tanaman kurang
tepat, terutama pada penelitian yang menggunakan bahan tanaman yang secara
genetik memiliki warna daun yang relatif berbeda.
13
Bobot Kering Tajuk
Varietas padi memiliki bobot kering tajuk pada 6 MST, 8 MST dan Panen
tidak berbeda nyata namun nilai rataan menujukan bahwa terjadi penurunan bobot
kering tajuk setelah 8 MST. Penelitian Simangunsong (2013) menjelaskan bahwa
bobot kering tajuk antar varietas IPB 3S, Mentik Wangi, Inpari 13 dan Hipa 8
tidak berbeda nyata dari umur tanaman 4 MST hingga tanaman berbunga, namun
terjadi penumpukan asimilat pada anthesis dan terjadi penurunan setelahnya
hingga tanaman panen.
Pada Gambar 4 ditunjukkan bahwa varietas Inpari 13, Ciherang,
Mekongga, dan Mentik Wangi mengalami penurunan bobot kering tajuk pada saat
panen, berbeda dengan varietas IPB 4S dan Hipa Jatim 2 yang tidak mengalami
penurunan bobot kering tajuk pada saat panen. Data bobot kering tajuk akan lebih
baik jika dilengkapi dengan hasil pengamatan bobot kering tajuk ketika berbunga
dan 2 MST setelah berbunga. Hal ini ditegaskan oleh Makarim dan Suhartatik
(2006) bahwa sejak inisiasi malai, terjadi penumpukan asimilat yang mencapai
puncaknya pada antesis (pembungaan) dan setelah itu simpanan tersebut
berkurang drastis dan berbanding terbalik dengan bobot gabah yang terus
bertambah sejak antesis.
Tabel 6 Bobot kering rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST, dan
Panen
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Bobot Kering Tajuk (gram)
6 MST
8 MST
23.96
47.21
24.65
47.63
26.04
53.43
26.51
46.78
26.23
57.83
24.92
39.65
Panen
46.38
40.14
49.46
50.95
47.04
52.58
a
Bobot kering tajuk (g)
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
60
55
50
45
40
35
30
25
20
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
6 MST
8 MST
Waktu
Panen
Gambar 4 Grafik rata-rata biomassa tajuk padi pada 6 MST, 8 MST dan Panen
14
Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif
Kemampuan setiap varietas untuk membentuk anakan padi berbeda.
Varietas unggul baru (VUB) seperti Inpari 13, Ciherang, Mekongga mampu
membentuk anakan yang banyak dengan rataan anakan total masing-masing 17.23
anakan, 16.70 anakan dan 19.40 anakan. Padi tipe baru IPB 4S memiliki
kemampuan membentuk anakan yang relatif sedikit (14.76 anakan) dibanding
varietas lokal Mentik Wangi (15.60 anakan) namun keduanya tidak berbeda nyata.
Padi Hibrida Hipa Jatim 2 memiliki anakan yang cukup tinggi (18.23 anakan)
yang tidak berbeda nyata denagn varietas Mekongga dengan jumlah anakan paling
tinggi sebanyak 19.40 anakan.
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
19.40a
17.23abc
17.60a
14.43b
18.23ab
16.70bc
14.76c
14.80b
15.60c
13.93b
15.26b
12.20c
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
Anakan Total
IPB 4S
Mentik
Wangi
Anakan Produktif
Hipa Jatim
2
Gambar 5 Jumlah anakan maksimal dan anakan produktif
Gambar 5 menunjukkan bahwa Mekongga adalah varietas dengan anakan
produktif tertinggi (17.60 anakan). Jumlah anakan produktif beberapa varietas
tidak berbeda nyata seperti Inpari 13 (14.43 anakan), Ciherang (14.80 anakan),
Mentik Wangi (13.93 anakan), dan Hipa Jatim 2 (15.26 anakan). IPB 4S adalah
varietas dengan anakan produktif yang paling rendah (12.20 anakan). Data
menunjukkan kesesuaian dengan deskripsi masing-masing varietas.
20
17
16
15
15
10
17,6
14,43
14,8
Inpari 13
Ciherang
16
14
12
12,2
13,93
15,26
5
0
Mekongga
Anakan Produktif Deskripsi
IPB 4S
Mentik Hipa Jatim
Wangi
2
Anakan Produktif Penelitian
Gambar 6 Perbandingan jumlah anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas
dengan jumlah anakan produktif hasil penelitian
16
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah gabah per malai varietas IPB 4S
(132.89 gabah malai-1), Hipa Jatim 2 (131.63 gabah malai-1), Ciherang (119.70
gabah malai-1), dan Inpari 13 (115.09 gabah malai-1) tidak berbeda nyata. Jumlah
gabah per malai terendah ditunjukkan oleh varietas Mekongga ( 92.01 gabah
malai-1 ) dan Mentik wangi (95.34 gabah malai-1). Gabah per malai berkolerasi
postif dengan panjang malai (r = 0.562) namun berkolerasi negatif dengan anakan
produktif (r = -0.573) dan persentasi gabah isi (r = -0.523). Suatu varietas dengan
gabah per malai tinggi disertai dengan panjang malai tinggi akan memiliki hasil
gabah kering rendah jika jumlah malai per rumpunnya rendah atau gabah isinya
rendah (Abdullah 2009).
Tabel 7 Nilai rataan komponen hasil padi
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
Panjang
Malai
(cm)
26.28b
24.33bc
22.99c
29.16a
25.94b
26.50b
Jumlah
Gabah/Malai
115.09abc
119.70ab
92.01c
132.89a
95.34bc
131.63a
Gabah
Isi
(%)
72.33b
83.05a
88.73a
70.33b
82.77a
73.00b
Gabah
Hampa
(%)
27.67a
16.94b
11.26b
29.66a
17.23b
26.99a
Bobot
1000 butir
(gram)
26.54
28.06
27.93
26.26
27.08
26.06
a
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
Nilai rataan gabah isi dan gabah hampa menunjukkan bahwa varietas
Mekongga, Ciherang, dan Mentik Wangi tidak berbeda nyata dan merupakan
varietas dengan jumlah gabah isi tinggi diatas 80%. Varietas IPB 4S,Inpari 13
dan Hipa Jatim 2 tidak berbeda nyata dan termasuk varietas dengan gabah isi
rendah dibawah 75% dan gabah hampa tinggi dengan persentase 26.99%-29.66%.
ketiga varietas ini berbeda nyata dengan varietas Mekongga, Ciherang dan Mentik
Wangi. Kehampaan yang tinggi (lebih dari 20%) disebabkan karena kemampuan
tanaman menyediakan asimilat sangat terbatas, sinks yang banyak tidak terisi atau
tidak termanfaatkan karena sources yang terbatas (Makarim et all 2004).
Persentase gabah isi berkorelasi negatif dengan panjang malai (r = -0.672) namun
berkolerasi dengan bobot 1000 butir (r = 0.515). pada tabel 7 ditunjukkan bobot
1000 butir setiap varietas tidak berbeda nyata, dan berkisar 26.06 g- 28.06 g.
Hasil dan Indeks Panen Padi
Hasil ubinan (ubinan 1.5 m x 1.5 m) dan produktivitas tertinggi dihasilkan
oleh Inpari 13 (1.05 kg/4.68 ton), Ciherangadar ar 14 % (1.15 kg/5.12 ton) dan
Mekongga (1.29 kg/5.73 ton), ketiga varietas ini tidak berbeda nyata. Hasil yang
tinggi pada varietas Inpari 13 diduga karena varietas ini memiliki jumlah anakan
produktif yang cukup tinggi (14.43 anakan) dan gabah per malai yang cukup
17
banyak (115.09 gabah malai-1). Tabel korelasi Inpari 13 (lampiran 9)
menunjukkan adanya korelasi positif antara anakan produktif dengan bobot gabah
ubinan serta konversi produktivitasnya (r = 1.000 ). Hasil yang tinggi pada
varietas Ciherang diduga karena varietas ini memiliki anakan produktif yang
cukup tinggi (14.80 anakan) dan bobot 1000 butir yang tinggi (28.06 gram) dan
cukup tahan hama dan penyakit, tabel korelasi Ciherang menunjukkan adanya
korelasi postif antara anakan produktif dengan bobot 1000 butir (r = 0.998). hasil
yang tinggi pada varietas Mekongga diduga karena varietas ini memiliki anakan
produktif tinggi (17.60 anakan), persentase gabah isi tinggi (88.73%) dan hasil
ubinan yang tinggi (1.26 kg) serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
IPB 4S merupakan varietas dengan hasil ubinan dan produktivitas
terendah (0.67 kg/3.00 ton) namun tidak berbeda nyata dengan Mentik Wangi
(0.86 kg/3.84 ton) dan Hipa Jatim 2 (0.84 kg/3.72 ton). Hasil yang rendah pada
IPB 4S diduga karena varietas ini memiliki jumlah anakan produktif rendah
(12.20 anakan), kehampaan yang cukup tinggi (29.66%) dan terserang hama dan
penyakit seperti blas leher, hawar daun, wereng cokelat, dan burung. Hasil panen
Mentik Wangi rendah diduga karena varietas ini mengalami kerebahan cukup
tinggi pada fase pematangan pada seluruh petakannya. Menurut Yoshida (1981)
tanaman rebah meyebabkan pembuluh-pembuluh xylem dan floem menjadi rusak
sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan fotosintat sehingga banyak
menghasilkan gabah hampa atau kerusakan pada malai yang mengakibatkan hasil
pada padi rendah. Varietas Hipa Jatim 2 adalah varietas yang mempunyai
deskripsi varietas dengan hasil yang tinggi dengan rata-rata hasil 9.3 ton ha-1 dan
potensi hasil 10.7 ton ha-1 namun hasil pada penelitian rendah (3.64 ton ha-1), hal
ini diduga karena varietas ini memiliki persentase gabah isi rendah (73.00 %) dan
serangan penyakit hawar daun, hama pengegerek batang dan hama burung.
Indeks panen merupakan rasio bobot gabah dengan total biomas. Hasil
dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan indeks hasil atau meningkatkan
produksi bahan kering total (Zapata 1983). Tabel 8 menunjukkan Indeks panen
semua varietas tidak berbeda nyata (berada pada kisaran 0.420 – 0.476). hasil
indeks panen semua varietas mendekati nilai rataan indeks hasil varietas-varietas
unggul. indeks hasil rata-rata untuk varietas-varietas unggul adalah 0.5 (Makarim
dam suhartatik 2009). Indeks panen ini sangat dipengaruhi oleh bobot gabah
dengan total biomas yang diperoleh oleh masing-masing varietas.
Tabel 8 Hasil dan indeks panen padi
Varietas
Inpari 13
Ciherang
Mekongga
IPB 4S
Mentik Wangi
Hipa Jatim 2
a
Hasil Ubinan
(kg)
1.05ab
1.15ab
1.29a
0.67c
0.86bc
0.84bc
Hasil
(Ton GKG ha-1)
4.68ab
5.12ab
5.73a
3.00c
3.84bc
3.72bc
Indeks Panen
0.456
0.476
0.470
0.423
0.420
0.453
Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji
DMRT taraf 5 %
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas varietas unggul baru
(VUB) Inpari 13, Ciherang dan Mekongga berkisar antara 4.68 hingga 5.73 ton
ha-1. Secara umum produktivitas pada setiap varietas lebih rendah dari deskripsi
varietasnya, hal ini diduga karena adanya pengaruh dari curah hujan yang cukup
tinggi sehingga mempengaruhi proses fotosintesis karena penyinaran cahaya
matahari yang tidak optimal dan terjadinya serangan hama dan penyakit.
Berdasarkan tabel korelasi faktor-faktor tanaman yang berpengaruh terhadap
produktivitas adalah jumlah anakan per rumpun, anakan produktif dan persentasi
gabah isi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa untuk berbagai varietas unggul baru,
padi tipe baru, lokal, dan hibrida, terutama varietas yang baru dilepas untuk
mengetahui potensi hasil dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitasnya
sebagai sarana untuk mengevalusi varietas-varietas tersebut. Penelitian lanjutan
seperti pengujian mutu beras (mutu fisik beras, mutu nasi, dan mutu tanak) bisa
dilakukan sehingga dihasilkan penelitian yang lebih lengkap.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek Padi
Tipe Baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 (1):1-8
Abdullah B. 2009. Perakitan dan Pengembangan Varietas Padi Tipe Baru
[Internet]. [diunduh pada 2014 september 23]. Tersedia pada:
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_03.pdf
Atman, Yardha. 2008. Pengaruh Jumlah Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi Sawah Varietas Batang Lembang. [Internet]. [diunduh pada 2014
Oktober 22]. Tersedia pada : http: // digilib.litbang.deptan.go.id/~jambi/
getiptan. php?src=2008/pros53r.pdf&format=application/pdf
[Balitpa] Balai Penelitian Padi. 2010. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan
Tanaman Pangan Indonesia 2010. [Internet]. [diunduh 2013 November 26].
Tersedia pada : http://www.litbang.deptan.go.id/inpari13.BBPadi10028.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel Luas Panen Produktivitas Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. [Internet]. [diunduh 2013 November 26]. Terseda pada :
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian
Tahun 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan
Direktorat Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian.[diunduh 2013
November 26]:296-299. Tersedia pada : http://www.litbang. deptan.go.id/
special/padi/bbpadi_2009_itkp_11.pdf
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Kebijakan Dan Rekomendasi
Pengembangan Diversifikasi Pangan (Suatu Program Aksi). [Internet].
[diunduh 2014 Oktober 21]. Tersedia pada : http: // pascapanen. litbang.
Deptan .go.id/assets/media/berita/KEBIJAKAN_DAN_REKOMENDASI_P
ENGEMBANGAN_DIVERSIFIKASI_PANGAN.pdf
Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice : Nutrient Disordes and Nutrient
Management. Canada (US): Potash and Phospate Institute
Fauziah A. 2014. Pengembangan Benih dan Varietas Unggul Padi Sawah
[Internet]. [diunduh pada 2014 September 23]. Tersedia pada:
http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pengembangan-benih-dan-varietasunggulpadi-sawah-oleh-ir-hj-fauziah
Gani A. 2006. Bagan Warna Daun. [internet]. [diunduh 2014 September 21].
Tersediapada :http://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0008/1994
57/Ses3-Leaf-colour-chart.pdf
Gomez KA, Gomez AA. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Edisi II. Sjamsuddin E, Baharsjah JS. Penerjemah. Jakarta (ID). UI pr.
Terjemahan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research.
Gunarsih A, Daradjat AA. 2007. Viabilitas kecepatan senesens pada sejumlah
genotipe padi sawah serta korelasinya dengan hasil dan komponen hasil.
Apresiasi Hasil Penelitian [internet]. [diunduh 2014 September 21].
Tersediapada :http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2
bn2_03.pdf.
20
Hoshikawa,K. 1993. Rice Seed, Germination and Seedlings. Di dalam: Matsuo T,
Hoshikawa K.1993 Science of The Rice Plant Volume One Morphology.
Tokyo (JP): Food and Agriculture Policy Research Center. hlm 91-132.
Las I, Widiarta IN, dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam
perpadian nasional. Di dalam : Makarim AK, editor. Inovasi Pertanian
Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor. hlm 1-25.
Makarim AK, Las AM, Fagi, Widiarta IN, Pasaribu D. 2004. Padi Tipe Baru:
Budidaya dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Subang (ID).
Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Makarim AK, Suhartik E. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi.[Internet].
Makarim, AK, U.S. Nugraha, U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor.
Mattjik AA, Sumertajaya MI. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Miah, MNH, Yoshida T, Yamamoto Y, Nitta Y. 1996. Characteristics of dry
matter production and partitioning of dry matter in yielding semi dwarf
indica and japonica-indica hybrid rice varieties. J.Crop Sci. 65:672-685
Minarsih A, Prayudi B, Warsito. 2013. Keragaan beberapa varietas unggul baru
padi sawah irigasi dengan menerapkan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
di kabupaten Klaten. Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura; 2013 Juni [tanggal tidak jelas]; Madura,
Indonesia. Madura (ID). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
hlm 582-587
Samaullah MY. 2007. Pengembangan varietas unggul dan komersialisasi benih
sumber padi.[Internet]. [diunduh 2013 Desember 3]: 870-872. Tersedia
pada :http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn2_27.
Sembiring H. 2007. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian BB Padi
dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional. Apresiasi Hasil
Penelitian Padi. [Internet]. [diunduh 2014 Oktober 22] : 39-59 . tersedia
pada :www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn1_03.pdf
Simangunsong M. 2013. Analisis produktivitas beberapa tipe padi [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Sastra
Hudaya.
Suprayogi dan Ismangil. 2004. Laju akumulasi bahan kering, kemampuan serapan
N, P, dan Na beberapa varietas padi pada cekaman garam, perlakuan
nitrogen, dan phosphat. Agronomika (4)1:11-17.
Suprihatno B, Dradjat A A, Satoto, Baehaki, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari
SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi varietas padi. Subang (ID).
Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi.
Suprihatno B. 2009. Peta jalan perakitan dan pengembangan varietas unggul
hibrida tipe baru menuju sistem produksi padi berkelanjutan.
Pengembangan inovasi pertanian. 2(1):1-13.
Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. Los Banos (PH):
International Rice Research Institute
21
Zapata FJ. 1983. Rice Anther Culture at IRRI. In Cell and Tissue Culture
Techniques for Cereal Crop Improvement. Science Press. Beijing (CH). P.
27-46
Zen S, Zarwan, Bahar H. 2002. Parameter genetik karakter agronomi padi gogo.
Stigma. 10(3):208-213.
22
Lampiran 1 Deskripsi Varietas Inpari 13
INPARI 13
Nomor seleksi
Golongan
Umur tanaman
Bentuk tanaman
Tinggi tanaman
Anakan produktif
Warna kaki
Warna batang
Warna telinga daun
Warna lidah daun
Warna daun
Muka daun
Posisi daun
Daun bendera
Bentuk gabah
Warna gabah
Kerontokan
Kerebahan
Tekstur nasi
Kadar amilosa
Rata-rata hasil
Potensi hasil
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
OM 1490
Cere
103 hari
Tegak
101 cm
17 malai
Hijau
Hijau
Putih
Hijau
Hijau
Kasar
Tegak
Agak terkulai
Panjang ramping
Kuning bersih
Sedang
Sedang
Pulen
2.40%
6.59 ton ha-1
8.0 ton ha-1
:
-Tahan terhadap hama wereng batang coklat
Biotipe 1,2, dan 3
- Agak tahan terhadap penyakit Hawar Daun
Bakteri starin III, IV dan VII, tahan terhadap
penyakit Blas ras 033 dan agak tahan terhadap
ras 133, 073, dan 173
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Peneliti
:
Teknisi
:
Dilepas tahun
:
Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah
hujan dataran rendah sampai ketinggian 600
m dpl
Nafisah,
Cucu
Gunarsih,
Bambang
Suprihatno, Aan A. Daradjat, Trias Sitaresmi,
M. Yamin Samaullah
Baehaki SE, Triny SK, Suprihatno, Prihardi
Wibowo, Anggia Nasution, Rina Dirgahayu,
AA Kamandalu, Akmal, Ali Imron, Zairin
Thoyib S, Maman S, Uan DS, Karmita, Meru,
Suwarsa, Dede Munawar
2010
Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
23
Lampiran 2 Deskripsi Varietas Ciherang
CIHERANG
Nomor seleksi
Asal persilangan
:
:
Golongan
Umur tanaman
Bentu