Detection and Identification of Plant Viruses and Mites from Import and Local Shallot

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI VIRUS DAN TUNGAU PADA
BIBIT BAWANG MERAH IMPOR DAN LOKAL

ARIF KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

xii

xiii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Deteksi dan Identifikasi Virus
dan Tungau pada Bibit Bawang Merah Impor dan Lokal” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Arif Kurniawan
NRP A352100194

xiv

i

ABSTRACT

ARIF KURNIAWAN. Detection and Identification of Plant Viruses and Mites
from Import and Local Shallot. Supervised by GEDE SUASTIKA and SUGENG
SANTOSO
Every year, Indonesia imports large amount of shallots from several countries.
This hight importation may increase the risk of entrance of quarantine pests and diseases.
Laboratory study was conducted in order to detect and identify viruses and mites

associating import and local shallots. Observations were conducted using shallots
imported from Thailand, Philippines, and China; whereas for local varieties, observations
were done using several varieties of shallots (varieties Jawa, Biru, Nganjuk, Brebes
and Tuk Tuk) collected from farmers in Bantul Districs Yogyakarta. Based on RT-PCR
and sequencing of the nucleotide, no viruses were found on imported shallots, but Shallot
yellow stripe virus (SYSV) was found from local varieties Jawa and Brebes, with diseases
incidence of 60% and 53.3% respectively. Morphological-based identification found 12
genus of 11 families of non quarantine pest mites were found on import and local
shallots. The most frequent species found were Caloglyphus berlesei, Cheyletus
mallacensis, Proctolaelaps sp and Leiodynichus sp.
Key words: shallot, detection, identification, mites, viruses

ii

iii

RINGKASAN

ARIF KURNIAWAN. Deteksi dan Identifikasi Virus dan Tungau pada Bibit
Bawang Merah Impor dan Lokal. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan

SUGENG SANTOSO
Bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum Backer) merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia,
sehingga lalu lintas komoditas ini cukup tinggi, baik impor maupun antar daerah.
Dari sisi perlindungan tanaman, tingginya laju impor bawang merah beresiko
memperbesar peluang masuknya berbagai organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) dari luar negeri ke Indonesia, diantaranya virus dan tungau. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus dan
tungau yang terbawa pada umbi bawang merah impor dan lokal.
Penelitian dimulai sejak Oktober 2011 sampai dengan Maret 2012 di
Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Balai Besar Karantina
Pertanian Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, serta Balai Uji Terap Teknik dan
Metode Karantina Pertanian. Penelitian dilakukan dengan pemeriksaan sampel
bawang merah impor asal Thailand, Filipina, China, varietas lokal (varietas Jawa,
Biru, Nganjuk, Brebes dan Tuk Tuk) yang didapatkan dari Kabupaten Bantul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Primary sample diambil secara
acak pada tiga titik (bagian depan bawah, tengah dan bagian belakang atas) di
dalam kontainer atau gudang penyimpanan bawang merah. Primary sample
dicampur sampai homogen sehingga didapatkan composite sample. Sebanyak 2

kg submitted sample diambil dari composite sample dan dipisahkan menjadi dua
bagian, yaitu archive sample sebagai cadangan dan working sample untuk
pemeriksaan virus dan tungau.
Pemeriksaan virus dilakukan dengan mengambil 30 umbi bawang merah
dari working sample dan ditumbuhkan pada tanah steril di rumah kasa. Setelah
tanaman berumur 20 hari, sampel daun diambil secara komposit yang masingmasing mewakili 5 tanaman. Selanjutnya dilakukan deteksi dengan metode twostep RT-PCR menggunakan primer spesifik untuk Onion yellow dwarf virus
(OYDV), Shallot yellow stripe virus (SYSV), Shallot latent virus (SLV), dan
Shallot virus X (ShVX). Hasil amplifikasi dilanjutkan dengan sikuen yaitu
dengan mengirimkan sampel ke First Base Genetica Science (Singapura).
Pemeriksaan tungau dilakukan pada 15 g bagian umbi dan 4 g bagian daun
dari working sample. Sampel diekstraksi dengan metode Berlese-Tullgren yang
dimodifikasi. Tungau hasil ekstraksi dibuat preparat slide menggunakan media
Heinze Polyvinyl Alcohol (PVA) dan dipanaskan pada suhu 43–45 oC selama 14
hari kemudian identifikasi dilakukan dengan pengamatan morfologi di bawah
mikroskop.
Berdasarkan RT-PCR, pada penelitian ini tidak terdeteksi adanya OYDV,
SYSV, SLV, maupun ShVX pada sampel bawang merah impor, namun pada
sampel bawang merah lokal terdeteksi adanya SYSV dengan kejadian penyakit
60% dan 53.3% berturut-turut pada varietas Jawa dan Brebes. Hasil sikuen dan
analisis menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada


iv
National Center for Biotechnology Information (NCBI) dan berdasarkan data
GenBank menunjukkan bahwa tingkat kemiripan isolat SYSV pada varietas Jawa
dan Brebes dengan SYSV isolat lain berkisar 91–94%. Berdasarkan analisis
homologi terhadap sikuen nukleotida protein selubung menunjukkan bahwa
SYSV isolat Jawa dan Brebes merupakan satu strain (nilai homologi kedua isolat
100%). SYSV isolat Jawa dan Brebes merupakan spesies yang sama dengan
isolat SYSV dari China, Jepang, Korea Selatan dan Vietnam (nilai homologi
kedua isolat dengan SYSV isolat lain lebih dari 90% yaitu berkisar 91.8–94.9%).
Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa nilai homologi sikuen nukleotida SYSV
isolat Jawa dan Brebes hanya 72% bila dibandingkan dengan spesies lain
(misalnya OYDV) di dalam genus Potyvirus. SYSV isolat Jawa dan Brebes
paling dekat dengan SYSV isolat Hangzhou China dan SSan Korea Selatan
dengan nilai homologi 94.9%. Analisis filogenetik memperlihatkan dengan jelas
bahwa isolat SYSV isolat Jawa dan Brebes berada pada cluster yang sama dengan
SYSV dari China, Korea selatan, Jepang dan Vietnam dan berbeda cluster dengan
OYDV yang merupakan genus Potyvirus.
Berdasarkan identifikasi secara morfologi, pada bawang merah impor dan
lokal ditemukan 12 genus dari 11 famili tungau yang bukan merupakan OPT

Karantina. Tungau yang paling banyak ditemukan adalah Caloglyphus berlesei,
Cheyletus mallacensis, Proctolaelaps sp. dan Leiodynichus sp. C. berlesei dan
C. mallacensis merupakan tungau yang ditemukan pada semua jenis sampel
bawang merah impor dan lokal. Proctolaelaps sp. ditemukan pada 3 dari 4 jenis
sampel bawang merah impor dan semua jenis sampel bawang merah lokal.
Leiodynichus sp. ditemukan pada semua jenis sampel bawang merah impor dan 3
dari 4 jenis sampel bawang merah lokal.
Kata kunci: bawang merah, deteksi, identifikasi, tungau, virus

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


vi

vii

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI VIRUS DAN TUNGAU PADA
BIBIT BAWANG MERAH IMPOR DAN LOKAL

ARIF KURNIAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dhamayanti Adidharma

ix
Judul Tesis : Deteksi dan Identifikasi Virus dan Tungau pada Bibit Bawang
Merah Impor dan Lokal
Nama
: Arif Kurniawan
NRP
: A352100194

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr
Anggota


Diketahui
Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 16 Mei 2012

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis yang berjudul “Deteksi dan Identifikasi Virus dan
Tungau pada Bibit Bawang Merah Impor dan Lokal” ini dapat diselesaikan
sebagai salah satu prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan pascasarjana pada
Program Studi Fitopatologi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc dan
Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan arahan, pengkayaan wawasan, saran, kritik serta dukungan
dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dhamayanti Adidharma
selaku Penguji luar komisi, Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc.Agr dan Dr. Ir. Sri
Hendrastuti Hidayat, M.Sc sebagai perwakilan dari Program Studi Fitopatologi
yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam penulisan tesis ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Trisnasari, Ibu Iyar, Ibu Umu
Salamah, Ibu Cucu, Pak Agusman, Pak Dedy, Pak Achrom, Ibu Kresnamurti, Pak
Jati Adiputra, Ibu Isti, Ibu Wiwik Endarsih, Pak Agus Suparto, rekan-rekan di
Bidang Benih Tumbuhan Badan Karantina Pertanian, Mbak Tuti, Mbak Miftah,
Mbak Melinda di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi IPB,
Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Balai Besar Karantina Pertanian
Tanjung Perak, Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian yang
telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam melaksanakan penelitian

serta Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa Program
Khusus Karantina.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada orang tua tercinta Bapak Paidjan dan Ibu Sutiyem di
Yogyakarta, Bapak Suparmin dan Ibu Tutik di Klaten, mas Antok serta adikadikku (Bayu, Nugraha, Danang, Rindha) yang banyak memberikan dukungan,
dorongan, kasih sayang, do’a serta semangatnya kepada penulis selama ini.
Teruntuk istri tercinta Yuli Fitriati juga ananda tersayang Anindha Naazih
Ramadhani, bapak ucapkan terima kasih atas semua yang telah kalian berikan
untuk bapak selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Aprida Cristin, Selamet,
Ratih Rahayu, Erna Maryana, Dwi Wahidati Oktarima, Aulia Nusantara, Rahma
Susila, Joni Hidayat, Nur Fitriawati, Sri Setiyawati, Nurul Dwi Handayani, Lulu
Sugiharto, Catur Yogo Hendro atas dukungan, persahabatan dan kerjasamanya
selama ini. Semoga ini menjadi awal yang baik dan sukses selalu untuk kita
semua.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

Arif Kurniawan

xii

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Desember 1980 dari
pasangan Bapak Paijan dan Ibu Sutiyem. Penulis menyelesaikan studi S1 di
Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
dan mendapatkan gelar sarjana tahun 2003.
Penulis bekerja di Badan Karantina Pertanian sejak tahun 2005 sebagai
petugas fungsional calon Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT)
di Stasiun Karantina Tumbuhan kelas II Adisucipto (sekarang Balai Karantina
Pertanian kelas II Yogyakarta). Tahun 2006 penulis dimutasikan ke Balai
Karantina Tumbuhan kelas I Soekarno-Hatta (sekarang Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno-Hatta) dan diangkat menjadi POPT pada tahun 2007. Tahun
2009 sampai saat ini penulis bertugas di Pusat Karantina Tumbuhan dan
Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian.
Tahun 2010 penulis mendapatkan beasiswa Program Khusus Karantina dan
melanjutkan studi di Program Studi Fitopatologi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuli Fitriati dan
dikaruniai seorang putri bernama Anindha Naazih Ramadhani.

xiv

xv

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………….…………………….

xvii

DAFTAR GAMBAR …..……………………………….…………….….

xix

PENDAHULUAN ……………………………………………………….
Latar Belakang ……………………………………..………………
Tujuan Penelitian ………………………………..…………………

1
1
3

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………....
Bawang Merah …………………………………………………….
Virus pada Bawang Merah ………………………………………...
Onion yellow dwarf virus (OYDV) …………………………
Mite-borne filamentous viruses (MbFV) .…………………...
Shallot latent virus (SLV) …………………………………..
Shallot yellow stripe virus (SYSV) …………………………
Tungau pada Bawang Merah ………………………………………
Aceria tulipae ………………………………………………..
Rhizoglyphus spp. ……………………………………………
Caloglyphus spp. ……………………………………………

5
5
6
6
7
8
9
9
9
10
11

BAHAN DAN METODE …..………….………………………………..
Waktu dan Tempat Penelitian ……...………………………………
Bahan Penelitian ……..…………………………...………………..
Metode Pengambilan Sampel .…………………….....…………….
Metode Pemeriksaan Virus ………………………………………...
Penularan pada tanaman indikator …………………………..
Deteksi secara molekuler ……………………………………
Metode Pemeriksaan Tungau …………………..…………………..
Ekstraksi tungau ……………………………………………..
Pembuatan preparat ………………………………………….

13
13
13
14
15
15
16
19
19
20

HASIL DAN PEMBAHASAN .…………………………………………
Pengamatan Pertumbuhan Bawang Merah ……………………..….
Deteksi Virus ….…………………………..………...……………..
Penularan pada tanaman indikator …………………………..
Deteksi secara molekuler (RT-PCR) …..…………………….
Pengamatan kejadian penyakit ………………………………
Identifikasi Tungau ………………………………………………...
Jenis-jenis tungau yang ditemukan ….……………….………
Frekuensi spesies tungau yang ditemukan ………………..…

23
23
25
27
27
30
32
31
46

KESIMPULAN ………………………………………………………..…

51

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………........

53

LAMPIRAN …………………………………………………………......

57

xvi

xvii

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3

Sampel bawang merah yang digunakan untuk pemeriksaan virus dan
tungau ……………………………………………………………….
Komponen sintesis cDNA menggunakan First-Strand cDNA
Synthesis Kit (GE Healthcare) ………………………………………

13
17

Primer yang digunakan untuk reaksi PCR terhadap virus pada
bawang merah ……………………………………………………….

18

Komposisi reaksi PCR menggunakan MasterMix (Qiagen) untuk
volume satu reaksi 25 µl …………………………………………….

18

5

Siklus PCR yang digunakan untuk amplifikasi DNA ………………

18

6

Data sikuen virus pada GenBank yang dibandingkan dengan isolat
SYSV Jawa dan Brebes ……………………………………………..

29

Homologi sikuen nukleotida gen protein selubung isolat SYSV pada
bawang merah varietas Jawa dan Brebes dengan isolat virus pada
bawang-bawangan dari negara lain …………………………………..

29

4

7

8
9

Jenis tungau yang diperoleh dari ekstraksi umbi bawang merah
impor dan lokal dengan metode Berlese-Tullgren yang dimodifikasi

.
33

Populasi tungau pada sampel bawang merah impor ………………...

48

10 Populasi tungau pada sampel bawang merah lokal ………………….

49

xviii

xix

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Sampel bawang merah yang digunakan untuk pemeriksaan virus dan
tungau. Sampel bibit bawang merah impor asal Thailand (T1, T2),
Filipina (F) dan China (C). Bibit lokal varietas Biru (Bi), Jawa (J),
Nganjuk (Ng), Brebes (B) dan Tuk Tuk (Bj) …….…………………

14

2

Skema Berlese-Tullgren yang dimodifikasi untuk ekstraksi tungau ..

20

3

Persentase daya tumbuh sampel umbi bawang merah yang diuji pada
hari ke 14 setelah tanam: bawang merah impor asal Filipina (F), asal
Thailand (T1 dan T2), asal China (C). Bawang merah lokal varietas
Biru (Bi), Jawa (J), Nganjuk (Ng), Brebes (B), dan Tuk Tuk (Bj).
Nilai rataan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata berdasarkan analisis sidik ragam yang
dilanjutkan dengan uji Tukey ….………...…………………………..

23

Jumlah anakan maksimum sampel bawang merah yang diamati
sampai hari ke 20 setelah tanam: bawang merah impor asal Filipina
(F), asal Thailand (T1 dan T2), asal China (C). Bawang merah lokal
varietas Biru (Bi), Jawa (J), Nganjuk (Ng), dan Brebes (B). Nilai
rataan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada
beda nyata berdasarkan analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan
uji Tukey ………………………….………………………….………

24

Tinggi tanaman bawang merah impor (a) dan lokal (b). Bawang
merah impor: asal Thailand (── T1 dan ▲ T2), asal Filipina
(── F), asal China (── C). Bawang merah lokal: varietas Biru
(── Bi), Jawa (── J), Nganjuk ( ▲ Ng), Brebes (── B),
Tuk Tuk (── Bj) ………………………………………………….

25

Sampel bawang merah yang telah ditumbuhkan di rumah kasa untuk
pengujian virus ……………………………………………...……….

26

Gejala garis-garis pendek berwarna kuning pada daun abnormal
yang diperoleh dari pertanaman bawang merah (a), gejala garis-garis
kuning yang muncul pada sebagian bawang merah yang
ditumbuhkan di rumah kasa (b) ………………...……………...……

26

Penentuan 6 komposit dari 30 umbi bawang merah yang
ditumbuhkan ………………………………………..……...………..

27

Gejala lesio lokal pada tanaman C. amaranticolor pada hari ke 20
setelah inokulasi dengan sap daun bawang merah varietas Jawa (a),
varietas Brebes (b) ……………...…………………………..……….

27

4

5

6
7

8
9

xx
Halaman
10 Hasil PCR menggunakan primer spesifik OYDV (a), ShVX (b) dan
SLV (c) terhadap sampel bibit bawang merah impor asal Filipina (F),
Thailand (T1, T2), dan China (C). Bibit lokal varietas Biru (Bi),
Jawa (J), Nganjuk (Ng), Brebes (B) dan Tuk Tuk (Bj). M = 100 bp
DNA Ladder (Fermentas) dan N = kontrol negatif .…...……………

28

11 Hasil PCR menggunakan primer spesifik SYSV terhadap komposit
(1–6) sampel bibit bawang merah asal Thailand (T1, T2), Filipina
(F) dan China (C). Bibit lokal varietas Jawa (J) dan Brebes (B). M =
50 bp DNA Ladder (Fermentas) dan N = kontrol negatif .…….……

28

12 Pohon filogenetik SYSV pada umbi bawang merah varietas Jawa
dan Brebes …………………………………………………………...

30

13 Hasil amplifikasi untuk deteksi SYSV pada setiap individu (1–5)
sampel bibit bawang merah lokal varietas Jawa (a) dan varietas
Brebes (b) pada komposit (K.1, 2, 3, 4, 5 dan 6), M = 50 bp DNA
Ladder (Fermentas), P = kontrol positif dan N = kontrol negatif …..

31

14 Persentase daya tumbuh () dan persentase infeksi SYSV () pada
sampel bibit bawang merah yang diimpor dari Thailand (T1, T2),
Filipina (F) dan China (C), dan bibit lokal varietas Jawa (J) dan
Brebes (B) …………………………………………………………...

31

15 Morfologi C. berlesei yang ditemukan pada umbi bawang merah (a–
g) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (h–k).
tungau betina (a), tungau jantan (b), jantan heteromorfik (c),
hypopus (d), cakar pada pretarsus (e), seta berbentuk daun pada
pretarsus (f), ujung seta d4 bergerigi (g), ilustrasi tungau betina (h),
cakar pada pretarsus (i), seta berbentuk daun pada pretarsus tungkai
I pada pemampang dorsal (j) dan penampang ventral (k) ……………

35

16 Morfologi Hystiostoma sp. yang ditemukan pada umbi bawang
merah (a–b) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961)
(c–d). Tungau betina dewasa (a), Hypopus (b), ilustrasi bagian
dorsal (c) dan bagian ventral (d) …………………………………….

36

17 Morfologi Polyphagotarsonemus sp. yang ditemukan pada umbi
bawang merah (a) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes
(1961) (b–c). Tungau betina dewasa (a), ilustrasi bagian dorsal (b)
dan bagian ventral (c) ……………………….……………………....

38

18 Morfologi Klemania sp. yang ditemukan pada umbi bawang merah
(a–d) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (e–f).
Tungau dewasa (a), susunan seta dorsal (b), bentuk seta dorsal (c),
penebalan sternal (d), ilustrasi susunan seta dorsal (e) dan penebalan
sterna (f) …………………………………………………...………...

39

xxi
Halaman
19 Morfologi Bdella sp. yang ditemukan pada umbi bawang merah (a–
b) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (c–g).
Tungau dewasa (a), gnatosoma (b), ilustrasi bagian dorsal (c), bagian
ventral (d), palpus (e), ujung palpus (f), chelicera (g) ….…………...
20 Morfologi Cheyletus mallacensis yang ditemukan pada umbi bawang
merah (a–b) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961)
(c–e). Tungau dewasa (a), gnatosoma (b), ilustrasi tungau dewasa
(c), gnatosoma (d), tungkai pertama (e) …….………………………
21 Morfologi Cunaxa sp. yang ditemukan pada umbi bawang merah (a–
b) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (c).
Tungau dewasa (a), bagian anterior (gnatosoma dan propodosoma)
(b), ilustrasi gnatosoma (c) .……….………………………………...
22 Morfologi Tydeus sp. yang ditemukan pada umbi bawang merah (a)
dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (b–c).
Tungau dewasa (a), ilustrasi bagian dorsal (b), bagian ventral (c) .....
23 Morfologi Typhlodromus sp. yang ditemukan pada umbi bawang
merah (a–b) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961)
(c–d). Tungau dewasa (a), susunan seta pada dorsal (b), ilustrasi
susunan seta dorsal (c) dan penampang bagian ventral (d) ...………..

40

42

43
44

45

24 Morfologi Proctolaelaps sp. yang ditemukan pada umbi bawang
merah (a–c) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961)
(c–g). Tungau dewasa (a), susunan seta dorsal (b), gnatosoma (c),
ilustrasi bagian dorsal (d), bagian ventral (e), gnatosoma (f), bentuk
chelicera (g) …………………………………………………….…...

46

25 Morfologi Leiodynichus sp. yang ditemukan pada umbi bawang
merah (a) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (b–
d). Tungau dewasa (a), ilustrasi penampang idiosoma dari arah
lateral (b), bagian dorsal (c), bagian ventral (d) …..…………………

47

26 Morfologi Trematura sp. yang ditemukan pada umbi bawang merah
(a) dibandingkan dengan kunci identifikasi Hughes (1961) (b).
Tungau dewasa (a), ilustrasi bagian ventral (b) …………………….

47

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum Backer) merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh sebagian besar
penduduk Indonesia. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia pada tahun
2004 mencapai 725 000 ton, dan konsumsi bawang merah ini meningkat sekitar
5% setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya industri olahan. Dengan demikian secara ekonomi, usaha bawang
merah cukup menguntungkan serta mempunyai pasar yang cukup luas (Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2006).
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) kebutuhan
domestik bawang merah pada tahun 2010 adalah 976 284 ton dengan perincian
824 284 ton untuk konsumsi, 97 000 ton untuk benih, 20 000 ton untuk kebutuhan
industri dan 35 000 ton untuk ekspor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(2012) produksi bawang merah pada tahun 2010 mencapai 1 048 934 ton.
Meskipun produksi bawang merah sudah bisa melampaui kebutuhan dalam
negeri, pada tahun 2010 Indonesia masih melakukan impor bawang merah sebesar
76 173.68 ton (165.16 ton untuk bibit dan 76 008.52 ton untuk konsumsi);
sementara volume ekspor bawang merah pada tahun 2010 sebesar 1 237.55 ton.
Pada tahun 2011 impor bawang merah mengalami peningkatan nyata menjadi 158
288.60 ton (3 841.66 ton untuk bibit dan 154 446.94 ton untuk konsumsi), sedang
volume ekspornya sebesar 11 589.62 ton (Badan Karantina Pertanian 2012).
Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
(2006) dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2005), Indonesia
mempunyai daerah-daerah yang memiliki lahan potensial untuk pengembangan
dan produksi bawang merah. Daerah tersebut diantaranya adalah: Nangroe Aceh
Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat (NTB), Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara
dan Papua. Berdasarkan Kondisi agroklimat, daerah di Indonesia yang cocok dan
disarankan untuk pengembangan bawang merah pada tahun 2005–2025

2
diperkirakan seluas 116 900 hektar.

Daerah tersebut adalah NAD (Pidie),

Sumatera Utara (Tapanuli Utara, Tobasa dan Padang Sidempuan), Jawa Barat
(Majalengka, Cirebon dan Bandung), Jawa Tengah (Kendal, Pemalang, Tegal dan
Brebes), DIY (Kulon Progo dan Bantul), Jawa Timur (Probolinggo, Nganjuk,
Pamekasan dan Kediri), NTB (Lombok Timur dan Lombok Barat), Nusa
Tenggara Timur (Rote Ndau), Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Donggala),
Sulawesi Utara (Sangihe Talaud), Sulawesi Selatan (Enrekang).
Sehubungan dengan era perdagangan global, arus perdagangan komoditas
pertanian antar negara semakin meningkat. Kebutuhan dan konsumsi bawang
merah di Indonesia mendorong tingginya arus lalu lintas bawang merah baik
impor maupun antar daerah di wilayah Indonesia, baik sebagai bahan perbanyakan
untuk budidaya maupun untuk konsumsi.

Dari sisi perlindungan tanaman,

tingginya laju impor bawang merah beresiko memperbesar peluang masuknya
berbagai Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dari luar negeri ke Indonesia.
Oleh karena itu Indonesia harus melakukan berbagai upaya pencegahan terhadap
masuknya OPT, khususnya OPT Karantina (OPTK) yang dapat terbawa pada
bawang merah.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memperketat

pengawasan terhadap bawang merah impor agar bebas dari berbagai OPTK.
Beberapa OPTK yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan kelompok
virus dan tungau. Virus penting pada bawang merah antara lain Onion yellow
dwarf virus (OYDV), Mite-borne filamentous virus (MbFV), Shallot latent virus
(SLV), dan Shallot yellow stripe virus (SYSV) sedangkan tungau penting pada
bawang merah adalah Aceria tulipae, Rhizoglyphus spp. dan Caloglypus spp.
(Diekmann 1997; EPPO 2007; CABI 2007).

Menurut Peraturan Menteri

Pertanian nomor 93 tahun 2011, virus dan tungau yang merupakan OPTK adalah
OYDV dan Rhizoglyphus echinopus.
Saat ini usaha mitigasi introduksi dan penyebaran OPTK melalui bawang
merah yang dilalulintaskan dilakukan dengan peraturan-peraturan, antara lain
adalah Undang-undang nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina hewan, ikan dan
tumbuhan, Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2002 tentang Karantina
tumbuhan, Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011
tahun 2011 tentang Jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina dan

3
Peraturan Menteri Pertanian nomor : 18/Permentan/OT.140/2/2008 jo. nomor
90/Permentan/OT.140/12/2011 tahun 2011 tentang Persyaratan dan tindakan
karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi
lapis segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mitigasi terhadap introduksi dan penyebaran OPTK bawang
merah, peraturan-peraturan yang ditetapkan perlu didukung dengan informasi dan
kajian ilmiah sebagai dasar untuk penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi peraturan
yang telah ditetapkan.

Disamping itu informasi dan kajian ilmiah tersebut

digunakan sebagai bahan penyusunan informasi teknis yang diperlukan untuk
mendukung akselerasi ekspor produk pertanian, khususnya bawang merah.
Data mengenai beberapa OPT bawang merah di Indonesia sudah ada namun
masih perlu dilengkapi, terutama untuk kelompok virus dan tungau yang dapat
terbawa pada umbi bawang merah yang dilalulintaskan. Oleh karena itu perlu
penelitian untuk melakukan deteksi dan identifikasi virus dan tungau baik pada
bibit bawang merah impor maupun lokal.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus dan
tungau yang terbawa pada umbi bawang merah impor dan lokal.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah
Bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum Backer) merupakan
anggota famili Lilyceae yang dapat dikembangbiakkan secara vegetatif melalui
umbi dan juga secara generatif melalui biji. Bawang merah banyak diusahakan di
daerah tropis pada dataran rendah (10–250 m dpl), tetapi juga dapat tumbuh di
dataran tinggi (800–1200 m dpl). Tanaman ini tumbuh baik pada lingkungan
dengan suhu udara 25–32

o

C, kelembaban udara rendah, dengan panjang

penyinaran lebih dari 12 jam. Jenis tanah yang sesuai adalah lempung berpasir,
tanah aluvial atau latosol berpasir dengan struktur bergumpal yang kaya bahan
organik, drainase baik dan pH tanah 5.5 sampai dengan 6.5 (Schwartz & Mohan
1999; Karno 2011). Sentra pertanaman bawang merah di Indonesia meliputi:
Cirebon, Majalengka, Majalaya, Ciwidey, Brebes, Bantul, Nganjuk dan BatuMalang (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2006;
Basuki & Kurniawan 2009).
Pada umumnya bahan perbanyakan bawang merah berupa umbi. Umbi
yang digunakan untuk bahan perbanyakan biasanya diperoleh dari tanaman yang
sudah cukup tua (berumur 70–80 hari setelah tanam), berukuran sedang (5–10
gram per umbi), segar dan sehat (padat dan tidak keriput), serta berwarna cerah
(tidak kusam). Sebelum ditanam umbi harus disimpan 2–4 bulan setelah panen
atau panjang tunasnya sudah mencapai setengah panjang umbi atau lebih (Karno
2011).
Bawang merah di daerah tropis umunya sulit menghasilkan biji, sehingga
budidaya bawang merah umumnya dilakukan dengan penanaman umbi bibit.
Umbi bibit dihasilkan dengan memperpanjang waktu panen menjadi 60–80 hari.
Sementara untuk tujuan konsumsi bawang merah dipanen setelah 55 hari
(Schwartz & Mohan 1999; Karno 2011).

Waktu panen ini lebih cepat

dibandingkan waktu panen bawang merah dari biji yang baru dapat dipanen 85
hari setelah tanam.
Dari sisi perlindungan tanaman, budidaya bawang merah dengan umbi
mempunyai resiko lebih tinggi terhadap penularan dan penyebaran hama dan

6
penyakit. Sebagian besar OPT bawang merah ditularkan dan disebarkan melalui
umbi sebagai bahan perbanyakan diantaranya adalah kelompok virus dan tungau.

Virus pada Bawang Merah
Beberapa jenis virus yang menyerang bawang-bawangan, antara lain adalah
Garlic common latent virus (GCLV), Garlic dwarf virus, Leek yellow stripe virus
(LYSV), OYDV, SLV, dan SYSV. Virus-virus tersebut dapat ditularkan oleh
Myzus ascallonicus, Aphis fabae dan beberapa famili Aphididae lainnya secara
non persisten. Virus lain yang menyerang bawang-bawangan adalah MbFV yang
dapat ditularkan oleh tungau (Diekmann 1997; EPPO 2007). Empat jenis virus
yang dianggap penting pada bawang merah adalah OYDV, MbFV, SLV, dan
SYSV (Diekmann 1997; EPPO 2007; CABI 2007).

Onion yellow dwarf virus (OYDV)
Virus ini termasuk genus Potyvirus, partikel virus berbentuk filamen, tidak
terbungkus, umumnya berlekuk-lekuk (flexuous), panjang sekitar 772–823 nm
dengan berat protein selubung sekitar 34 kDa (Takaichi et al. 2001). Virus ini
ditularkan oleh M. persicae dan beberapa famili dari Aphididae secara non
persisten serta dapat ditularkan secara mekanis. Virus tidak ditularkan secara
kontak antara tanaman terinfeksi dan tanaman sehat, tidak ditularkan melalui biji
maupun polen.

Penyebaran virus secara alami dibantu serangga vektor dan

melalui bahan perbanyakan vegetatif dari bawang yang terinfeksi (Brunt et al.
1996; Diekmann 1997).
Gejala OYDV pada daun bawang merah berupa garis-garis tidak beraturan
berwarna kuning atau terlihat hampir seluruhnya menguning. Daun melengkung
ke bawah, memipih dan mengeriting. Pertumbuhan tanaman terganggu sehingga
menjadi kerdil dan ukuran umbi lebih kecil dibandingkan umbi normal. Jika
infeksi OYDV disertai infeksi virus lain, akan menimbulkan gejala yang lebih
parah (Bos et al. 1978; Diekmann 1997).
Virus ini sudah tersebar luas dan menimbulkan kerusakan pada bawang
bombai, bawang merah, maupun bawang putih namun tidak menunjukkan

7
pengaruh pada bawang daun. OYDV dapat menyebabkan gejala lesio lokal pada
Chenopodium murale (Diekmann 1997; CABI 2007).
Virus

dapat

dideteksi

secara

serologi

dengan

Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay (ELISA), namun pada awal pertumbuhan tanaman sulit
dideteksi karena konsentrasi virus sangat sedikit (Van Dijk 1993; Brunt et al.
1996).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/
2011 tahun 2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina,
OYDV merupakan OPTK kategori A2 yaitu sudah ada di Indonesia, namun
penyebarannya masih terbatas dan merupakan golongan I yaitu tidak dapat
dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan.

Mite-borne filamentous viruses (MbFV)
Virus ini termasuk genus Alexivirus dengan sifat filogenetik antara
Potyvirus dan Carlavirus.

Bentuk partikel virus berupa filament berlekuk

(flexuous crossbanded) dengan panjang 700–800 nm (Diekmann 1997; Antoniw
& Adams 2012). Beberapa virus yang termasuk dalam MbFV adalah Onion miteborne latent dan Shallot mite-borne latent viruses (Van Dijk et al. 1991), Shallot
virus X (ShVX) (Kanyuka et al. 1992; Vishnichenko et al. 1993), Garlic viruses
A, B, C, D (Sumi et al. 1993) dan Garlic mite-borne mosaic virus (Yamashita et
al. 1996). Sampai saat ini pembeda virus-virus tersebut masih belum jelas
(Diekmann 1997).
Virus ditularkan oleh Aceria tulipae (Eriophyid Wheat Curl Mite). Virus ini
juga dapat ditularkan secara mekanis tetapi tidak ditularkan melalui benih.
Sehingga selain melalui vektor, penyebaran MbFV lebih banyak melalui bahan
perbanyakan vegetatif (Van Dijk et al. 1991; Diekmann 1997).
Infeksi MbFV bersifat laten, sehingga umumnya tidak menimbulkan gejala
atau jika timbul gejala hanya berupa garis-garis pendek yang tipis (Diekmann
1997). Virus ini dapat menginfeksi bawang merah, bawang putih, bawang
bombai,
(A.

bawang

ampeloprasum

daun,

rakkyo,

complex).

dan

beberapa

Penularan

pada

spesies

bawang

tanaman

liar

indikator

8
C. amaranticolor, C. murale, C. quinoa dan Atriplex hortensis menunjukkan
terjadinya lesio lokal (Van Dijk et al. 1991; Van Dijk & Van der Vlugt 1994).
Virus ini sudah tersebar luas, namun arti penting secara ekonomi dan
kerugian yang ditimbulkan belum banyak dilaporkan (Diekmann 1997).
Tingginya variabilitas protein selubung MbFV, menyebabkan virus ini sulit
dideteksi dengan metode serologi (Diekmann 1997).

Shallot latent virus (SLV)
Virus ini termasuk genus Carlavirus, partikel virus berbentuk filamen
sedikit berlekuk (flexuous) dengan panjang sekitar 650 nm (Diekmann 1997;
Antoniw & Adams 2012). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis maupun
melalui vektor kutu daun secara non persisten. Namun demikian, penularan SLV
melalui kutu daun kurang efisien dibandingkan Potyvirus, sehingga penyebaran
virus ini lebih banyak melalui bahan perbanyakan vegetatif.

Penularan SLV

melalui benih khususnya pada bawang merah dan bawang putih belum dilaporkan
(Van Dijk 1993; Diekmann 1997).
Infeksi tunggal SLV pada bawang merah, bawang putih, bawang bombai
dan bawang daun tidak menunjukkan gejala dan kurang mempunyai arti penting.
Tetapi jika infeksinya menyertai infeksi virus lain (dari genus Potyvirus), virus ini
dapat memperparah kerusakan dan menyebabkan kehilangan hasil yang serius.
Pada tanaman indikator Chenopodium spp., Celosia argentea dan Vicia faba, SLV
menimbulkan gejala lesio lokal (Van Dijk 1993) serta gejala sistemik pada
Nicotiana occidentalis dan N. hesperis.
Selain pada bawang merah dan bawang putih, SLV mempunyai kisaran
inang yang luas dalam famili Alliaceae dan ditemukan pada lebih dari 80 Allium
spp. Virus ini tersebar luas di Asia dan Eropa, serta pernah dilaporkan di Mexico
(Van Dijk 1993; Barg et al. 1997).
Metode serologi (ELISA) dapat digunakan untuk deteksi SLV. Namun
untuk deteksi sampai tingkat strain agak sulit, karena adanya keragaman antar
strain SLV (Barg et al. 1994, 1997; Diekmann 1997).

9
Shallot yellow stripe virus (SYSV)
Virus ini termasuk genus Potyvirus, bentuk partikel virus berlekuk-lekuk
(flexuous) dengan panjang sekitar 700–800 nm. Virus ini ditularkan oleh kutu
daun secara non persisten, dapat ditularkan secara mekanis namun tidak ditularkan
melalui biji. Selain melalui vektor, penyebaran virus ini lebih banyak melalui
bahan tanaman yang terinfeksi (Van Dijk 1993; Van der Vlugt et al. 1999).
Gejala pada daun bawang merah berupa garis-garis mosaik berwarna kuning
tipis dan merupakan gejala ringan. Isolat SYSV yang virulen dapat menyebabkan
malformasi, hambatan pertumbuhan tanaman, dan nekrosis. Inokulasi pada
tanaman indikator C. quinoa dan C. amaranticolor menyebabkan terjadinya lesio
lokal (Diekmann 1997).
Virus ini telah dilaporkan tersebar luas di Asia (Diekmann 1997) termasuk
di Indonesia, China, dan Thailand (Van der Vlugt et al. 1999), namun arti penting
secara ekonomi belum dilaporkan. Inang SYSV adalah bawang merah, bawang
multiplier, chinese chive, bawang putih, bawang bombai dan rakkyo. SYSV dapat
dideteksi dengan Triple Antibody Sandwich (TAS)-ELISA menggunakan antibodi
monoklonal (Barg et al. 1997).
Selain empat jenis virus tersebut, virus lain yang dapat menyerang bawang
merah adalah Arabis mosaic virus (pernah dilaporkan di Jerman dan Belanda),
Tobacco necrosis virus (pernah dilaporkan di Belanda), serta Tomato black ring
virus (pernah dilaporkan di Irlandia Utara, Jerman dan Belanda), namun statusnya
bukan merupakan virus penting pada bawang merah (Diekmann 1997).

Tungau pada Bawang Merah
Tungau yang dianggap penting pada bawang merah adalah A. tulipae,
R. echinopus, R. setosus dan Caloglypus spp. (Diekmann 1997; CABI 2007).

Aceria tulipae
A. tulipae (Keifer) merupakan anggota famili Eriophyidae (gall mites).
Tubuh memanjang (panjang antara 0.1–0.25 mm) dan mempunyai dua pasang
tungkai pada ujung anterior tubuh (Diekmann 1997).

Telur berbentuk bulat,

bening, dengan diameter  0.06 mm, dan diletakkan oleh tungau betina pada

10
umbi. Bentuk nimfa menyerupai dewasa dan terbagi menjadi dua stadia. Tungau
dapat ditemukan di sepanjang lipatan rongga pada daun, dan setelah dewasa,
tungau bergerak menuju umbi. Pada kondisi yang tidak mendukung, tungau
memasuki fase diapause. Penyebaran tungau dapat melalui bahan tanaman dan
angin (Diekmann 1997).
Kerusakan yang ditimbulkan tungau ini mirip dengan gejala virus.
Tanaman mengalami hambatan pertumbuhan, pada daun terjadi goresan-goresan
mosaik berwarna kuning, mengalami distorsi, saling melilit dan terlipat sehingga
sulit dipisahkan. Tungau ini juga dapat menyebabkan kerusakan sekunder pada
umbi yang disimpan berupa pembusukan umbi (Diekmann 1997).
Tungau bersifat kosmopolit dan merupakan hama penting pada bawang
putih, bawang merah dan bawang bombai. Selain menyebabkan kerusakan secara
langsung, tungau ini juga merupakan vektor MbFV (Diekmann 1997).

Rhizoglyphus spp.
Tungau ini termasuk famili Acaridae (bulb mites). Tubuh berbentuk bulat,
berwarna putih kekuningan sampai kecoklatan dengan panjang tubuh 0.3–0.9 mm.
Tungau dewasa mempunyai empat pasang kaki gemuk, pendek berwarna putih
sampai kecoklatan dan pergerakannya lambat (Diekmann 1997).
Telur berbentuk bulat dengan diameter 0.2 mm dan diletakkan pada umbi.
Pada kondisi yang sesuai, tungau betina dapat meletakkan telur sampai 100 butir
dan siklus hidupnya kurang dari 15 hari. Pada suhu 27 oC tungau ini memerlukan
waktu 12 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya, sementara pada suhu 16 oC
siklus hidupnya berlangsung selama 40 hari. Pada kondisi yang tidak mendukung
tungau ini membentuk tahap pradewasa khusus yang berwarna coklat mengkilap.
Penyebaran tungau melalui serangga, vertebrata, atau bahan tanaman yang
terserang tungau ini (Diekmann 1997; Biobest 2011).
Rhizoglyphus sp bersifat kosmopolit, polifag dan menimbulkan kerusakan
umbi, corm dan tuber pada beberapa spesies bawang-bawangan seperti bawang
merah, bawang bombai dan bawang putih, namun bukan merupakan vektor virus.
Tungau ini menimbulkan kerusakan sekunder atau memperparah kerusakan umbi
dalam penyimpanan yang telah rusak terlebih dahulu karena serangan hama,

11
penyakit, atau karena luka mekanis. Infestasi berat di penyimpanan menyebabkan
pelunakan dan pembusukan umbi secara masal (Diekmann 1997).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/
2011 tentang Jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina. R. echinopus
(bulb mite) merupakan OPTK kategori A1 yaitu OPTK yang dinyatakan belum
ada di Indonesia dan merupakan golongan II atau dapat dibebaskan dari media
pembawanya dengan cara perlakuan.

Caloglyphus spp.
Tungau ini termasuk famili Acaridae, tubuh gemuk membulat berukuran
0.6–0.9 mm. Siklus hidupnya dipengaruhi suhu dan kelembaban. Pada suhu
lingkungan 22 oC dengan kondisi kelembaban dan ketersediaan sumber pakan
yang mendukung, siklus hidup berlangsung antara 8–9 hari. Perkembangbiakan
akan semakin meningkat pada kelembaban relatif yang tinggi. Sehingga dalam
waktu 39 hari, satu ekor tungau betina dapat menghasilkan telur sebanyak 1034
butir.

Tungau ini menyukai tempat lembab, bercendawan dan tempat yang

mengandung lapisan film air tipis (Hughes 1961).

12

13
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Oktober 2011 sampai dengan Maret 2012 di
Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian
Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, serta Balai Uji Terap Teknik dan Metode
Karantina Pertanian.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel umbi bawang
merah impor asal Thailand, Filipina dan China; dan sampel umbi bawang merah
lokal varietas Jawa, Biru, Brebes dan Nganjuk, serta sampel bawang merah
bentuk biji varietas Tuk-Tuk (PT. East West Seed Indonesia).

Jenis sampel

bawang merah impor dan lokal yang didapatkan untuk penelitian sebagian besar
berupa umbi (Tabel 1 dan Gambar 1). Sampel tanaman bawang merah bergejala
virus digunakan sebagai kontrol positif untuk pemeriksaan virus. Pemeriksaan
virus menggunakan tanaman indikator C. amaranticolor, bufer fosfat, Xprep Plant
RNA Mini Kit (Philakorea Technology), First-Strand cDNA Synthesis Kit (GE
Healthcare), MasterMix (Qiagen) dan primer spesifik untuk OYDV, SYSV, SLV,
dan ShVX. Alkohol 70% dan media Heinze Polyvinyl Alcohol (PVA) diperlukan
untuk pemeriksaan tungau.
Tabel 1 Sampel bawang merah yang digunakan untuk pemeriksaan virus dan
tungau
Keterangan
Asal
Negara asal / varietas
Bentuk
(peruntukan)
Impor
Asal Filipina
Umbi
Bibit
Asal Thailand
Umbi
Bibit
Asal Thailand
Umbi
Konsumsi
Asal China
Umbi
Konsumsi
Lokal
Varietas Biru
Umbi
Bibit
Varietas Nganjuk
Umbi
Bibit
Varietas Jawa
Umbi
Bibit
Varietas Brebes
Umbi
Konsumsi
Varietas Tuk Tuk
Biji
Bibit

14

Gambar 1 Sampel bawang merah yang digunakan untuk pemeriksaan virus dan
tungau. Sampel bibit bawang merah impor asal Thailand (T1, T2),
Filipina (F) dan China (C). Bibit lokal varietas Biru (Bi), Jawa (J),
Nganjuk (Ng), Brebes (B) dan Tuk Tuk (Bj).

Metode Pengambilan Sampel
Sampel bawang merah impor diambil dari pelabuhan laut Tanjung Priok
Jakarta dan pelabuhan laut Tanjung Perak Surabaya.

Pengambilan sampel

bawang merah impor dilakukan pada saat bawang merah diturunkan dari alat
angkut di gudang pemilik.

Pengambilan sampel bawang lokal dilakukan di

gudang penyimpanan bawang merah di kabupaten Bantul Provinsi DIY dan
sampel tanaman bawang merah bergejala virus yang digunakan sebagai kontrol
positif diambil di kabupaten Bantul Provinsi DIY.
Pengambilan sampel dilakukan di dalam kontainer (sampel bawang merah
impor) dan gudang penyimpanan (sampel bawang merah lokal) dengan cara
mengambil bawang merah secara acak pada tiga titik di dalam kontainer atau
gudang yaitu di bagian depan bawah, tengah dan bagian belakang atas untuk
mendapatkan primary sample.

Primary sample dicampur hingga homogen

sehingga didapatkan composite sample. Dari composite sample diambil  2 kg
submitted sample untuk dibawa ke laboratorium.
Submitted sample tersebut dimasukkan ke dalam plastik, diberi label yang
memuat informasi tanggal pangambilan, jenis dan tempat pengambilan, kemudian
dimasukkan ke dalam kotak pendingin dan dihindarkan dari sinar matahari

15
langsung untuk menekan pengaruh fluktuasi suhu saat pengangkutan ke
laboratorium.
Di laboratorium, submitted sample dipisahkan menjadi dua bagian yaitu
archive sample sebagai sampel cadangan dan working sample digunakan untuk
pemeriksaan virus dan tungau.

Pengambilan sampel tanaman bawang merah

bergejala dilakukan dengan mengamati pertanaman bawang merah milik petani,
kemudian memotong sampel daun dari tanaman yang menunjukkan gejala
serangan virus berupa garis-garis mosaik berwarna kuning pada daun dan tanaman
yang mengalami hambatan pertumbuhan.

Metode Pemeriksaan Virus
Pemeriksaan virus pada bibit bawang merah dilakukan dengan mengambil
secara acak 30 umbi bawang merah dari working sample, kemudian ditumbuhkan
pada tanah steril di rumah kasa. Sterilisasi tanah menggunakan otoklaf pada suhu
121 oC tekanan 1 atm selama 15 menit. Sebelum ditanam, umbi dipotong 25%
(atau  1.5 cm) bagian ujung umbi untuk mempercepat pertumbuhan. Setelah
bawang merah berumur 20 hari, diambil sampel daun komposit yang masingmasing mewakili 5 tanaman.
Sampel yang telah diambil digunakan untuk penularan pada tanaman
indikator (C. amaranticolor), pemeriksaan secara molekuler dengan metode
reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dan untuk penentuan
kejadian penyakit (virus) pada sampel bawang merah tersebut.

Penularan pada tanaman indikator
Penularan pada tanaman indikator dilakukan dengan mengoleskan sap daun
bawang merah ke daun tanaman indikator C. amaranticolor yang telah ditaburi
carborundum menggunakan cotton bud steril. Pembuatan sap dilakukan dengan
cara menggerus 0.1 g sampel daun bawang merah dengan penambahan bufer
fosfat yang mengandung 1% β-merkaptoetanol sebanyak 5 bagian sampel (0.5
ml).

Selanjutnya C. amaranticolor tersebut dipelihara pada kurungan kedap

serangga dan diamati sampai muncul gejala.

16
Deteksi secara molekuler
Deteksi virus secara molekuler dilakukan dengan metode two-step RT-PCR,
dengan tahapan meliputi ekstraksi RNA, sintesis complementary DNA (cDNA),
PCR, visualisasi hasil PCR dan dokumentasi.

Ekstraksi RNA.

Ekstraksi RNA total dari 0.1 g daun bawang merah

dilakukan dengan menggunakan Xprep Plant RNA Mini Kit (Philakorea
Technology).

XPRB buffer disiapkan dalam tabung bebas RNase dan

ditambahkan 10 µl β-merkaptoetanol (β-ME) per 1 ml XPRP buffer, serta
ditambahkan etanol (96–100%) sebanyak 60 ml ke dalam Wash buffer 2 sebelum
digunakan untuk pertama kali.
Sebanyak 0.1 g sampel tanaman digerus dengan bantuan nitrogen cair,
kemudian ditambahkan 450 µl XPRB buffer (yang telah ditambahkan β-ME) dan
divortex. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke filter column yang telah
ditempatkan pada collection tube dan disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm
atau 10 000 xg selama 2 menit. Supernatan dipindahkan dari collection tube ke
tabung microcentrifuge baru, kemudian ditambahkan 0.5 volume etanol (96–
100%) dan diaduk dengan cara dipipet hingga tercampur. Sampel dipindahkan ke
XPPLR mini column, disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm atau 10 000 xg
selama 1 menit, selanjutnya cairan yang tertampung pada collection tube dibuang.
Wash buffer 1 sebanyak 500 µl ditambahkan ke dalam XPPLR mini column dan
disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm atau 10 000 xg selama 1 menit.
Selanjutnya cairan yang tertampung pada collection tube dibuang. Wash buffer 2
sebanyak 750 µl ditambahkan ke dalam XPPLR mini column, disentrifugasi pada
kecepatan 14 000 rpm atau 10 000 xg selama 1 menit dan cairan yang tertampung
pada collection tube selanjutnya dibuang. Sentrifugasi dilakukan kembali pada
kecepatan 14 000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan column. XPPLR mini
column ditempatkan pada ependorf baru, kemudian sebanyak 50 µl RNase-free
water diteteskan tepat di bagian tengah membran XPPLR mini column, didiamkan
selama 1 menit kemudian disentrifugasi pada kecepatan 14 000 rpm atau 10 000
xg selama 2 menit. Cairan yang tertampung pada ependorf mengandung RNA

17
hasil ekstraksi. RNA ini dapat langsung digunakan atau disimpan pada suhu
-20 oC.

Sintesis cDNA. Sintesis cDNA menggunakan First-Strand cDNA Synthesis
Kit (GE Healthcare). Sintesis cDNA dilakukan dengan mengambil sebanyak 8 µl
RNA hasil ekstraksi dipindahkan ke tabung ependorf ukuran 1.5 ml dan
diinkubasi pada suhu 65 oC selama 10 menit pada penangas air. Selanjutnya
dicampurkan dengan komponen reaksinya (Tabel 2).

Tabel 2 Komponen sintesis cDNA menggunakan First-Strand cDNA Synthesis
Kit (GE Healthcare)
Komponen
Volume (µl)
First-strand reaction mix
5.0
Primer pd(N)6
1.0
DTT solution
1.0
RNA template
8.0
Volume tota