TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PAD (1)

TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN
PADA HAMA LALAT BUAH

I. Pendahuluan
Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman
hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran dan

saat ini menjadi isu

nasional juga menjadi faktor pembatas perdagangan (trade barrier). Jenis tanaman buah
dan sayur yang sangat riskan terserang lalat buah adalah jambu biji, belimbing, mangga,
melon, apel, cabai merah dan tomat. Saat ini lalat dari famili Tephritidae ini sudah
tersebar hampir diseluruh kawasan Asia Pasifik dan memiliki lebih dari 26 jenis tanaman
inang. Hama ini menimbulkan kerugian, baik secara kuantitas maupun kualitas. Lalat
familia Tephritidae dikenal sebagai hama lalat buah karena larvanya hidup, berada dan
makan dalam daging buah berbagai jenis tumbuhan dan sayuran. Buah yang diserang
akan rusak, lalu gugur sebelum dipanen dan membusuk. Membusuknya buah terjadi
karena kerusakan jaringan akibat dimakan larva lalat dan aktifitas bakteri pembusuk yang
bersimbiose dengan larva tersebut.
Dari beberapa jenis lalat buah, Bactrocera dorsalis Complex adalah yang paling
banyak (White dan Elson-Harris, 1992; Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; Robacker et al.,

2005). Bahkan akibat serangan lalat buah ini, beberapa jenis buah-buahan yang diekspor
ke Jepang pada tahun 1981 semuanya ditolak karena terinfestasi hama ini (Priyono,
2002). Lalat buah juga merupakan vektor bakteri Escherichia coli, penyebab penyakit
pada manusia sehingga dapat dijadikan alasan untuk menghambat perdagangan.
Berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2002, lalat buah termasuk Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina (OPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dicegah
masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah Negara Republik Indonesia (Iwantoro,
2005; Suwanda, 2005). Permentan No.37/ KPTS/HK.060/172006 yang menetapkan
hanya tujuh pintu masuk buah segar ke Indonesia, yaitu Batu Ampar, Batam; Ngurah Rai,
Bali; Makassar; Belawan, Medan; Tj. Priok, Jakarta; Tj. Perak, Surabaya, dan
Cengkareng, Jakarta. Intensitas serangan lalat buah di beberapa daerah di Jawa Timur
dan Bali menunjukkan variasi yang cukup besar, berkisar antara 6,4-70%.

Intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8-23%. Namun tidak
jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah, khususnya pada belimbing dan jambu biji,
dapat mencapai 100%. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk mengendalikan hama
ini. Pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida tidak dianjurkan karena
selain meninggalkan residu dalam daging buah yang berbahaya bagi konsumen, juga
menimbulkan resisitensi pada hama, membunuh makhluk bukan sasaran dan
menimbulkan polusi pada lingkungan (Kuswadi, 2011).

II. Jenis Lalat Buah di Indonesia
Lalat buah (fruit flies) termasuk kedalam ordo Diptera, famili Tephritidae, subfamili
Dacinae, tribe Dacini. Di dunia, kelompok Tephritidae berjumlah kurang lebih 4000
spesies dan dikelompokan ke dalam 500 genera. Jumlah tersebut termasuk yang terbesar
di antara jenis lalat Diptera yang secara ekonomi penting (Siwi dan Hidayat, 2004).
Secara morfologi tribe Dacini dibagi ke dalam tiga genera, yaitu genus Bactrocera,
Dacus, dan Monacrostichus (White dan Elson-Harris, 1992). Lalat buah genus Batrocera
merupakan spesies lalat buah dari daerah tropis.

Lalat buah dari daerah tropika

sebelumnya diidentifikasi sebagai genus Dacus, kemudian diketahui merupakan
kekeliruan identifikasi dari Genus Batrocera. Genus Dacus merupakan spesies asli dari
afrika, dan biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman Cucurbitaceae
dan kulit buah tanaman kacang-kacangan (White dan Harris, 1992).
Famili Tephritidae mudah dikenal dari bentuk imago dengan ciri karakteristik
pembuluh sayap yang mempunyai pola berwarna warni indah. Lalat buah tephritid sering
ditemui hinggap pada daun atau bunga pada siang hari. Serangga dewasa (imago) dapat
dikoleksi dengan menggunakan lure trap atau dengan cara pembiakan dari buah yang
terinfeksi (Siwi dkk., 2006). Hasil pemantauan lalat buah yang dilakukan oleh Pusat

Karantina Pertanian sejak tahun 1979/1980 menunjukkan bahwa lalat buah ditemukan
hampir di semua wilayah di Indonesia. Saat ini terdapat 66 spesies lalat buah, tetapi baru
beberapa spesies yang sudah diketahui tanaman inangnya, yaitu B. dorsalis Hendel yang
menyerang lebih dari 20 jenis buah antara lain belimbing, mangga, jeruk, jambu, pisang
susu, pisang raja sere, cabai merah, B. cucurbitae Coq. yang menyerang mentimun, melon
serta beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae, B. umbrosus F. yang menyerang
nangka dan beberapa tanaman dari famili Moraceae, dan B. caudatus F. yang menyerang
beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae. Sasaran utama serangan lalat buah ini,

antara lain belimbing manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon
dan cabai (Deptan, 2002). Tidak semua spesies lalat buah secara ekonomi merugikan,
hanya kira-kira 10% yang merupakan hama. Pengetahuan untuk mengenal spesies yang
mempunyai potensi sebagai hama, baik spesies endemik atau eksotik dari luar harus
dikuasai. Sebagai contoh di daerah Indo-Pasifik dilaporkan terdapat 800 spesies lalat buah
tetapi hanya 60 spesies yang merupakan hama penting (White dan Elson-Harris, 1992).
Lebih lanjut dikatakan di Indonesia bagian barat, terdapat 89 spesies lalat buah yang
termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi hanya 8 jenis yang termasuk hama penting yaitu
B. albistrigata (Meijere), B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew dan Hancock, B.
Papayae Drew dan Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. caudata (Fabricius), B. tau
(Walker), B. cucurbitaceae (Coquillet) dan Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann)

(Hasyim et al, 2006).
III. Gejala Serangan Lalat Buah
Gejala pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah
kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala
awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina
saat meletakkan telur ke dalam buah, periode telur 1-20 hari. Larva (ulat) berwarna putih
ke kuningan menggali daging buah dan sering di ikuti dengan masuknya bakteri dan
jamur sehingga buah cabai mengalami pembusukan dengan cepat dan buah yang telah
terserang akan berjatuhan di tanah. Periode ulat 6-35 hari, selanjutnya larva (ulat) akan
jatuh ke tanah dan masuk pada periode pupa (10-12 hari). Imago (Serangga Dewasa)
dapat bermigrasi sejauh 5-100 km, Lalat buah aktif terbang pada jam 06.00-09.00 pagi
atau sore hari jam 15.00-18.00 (Fletcher,1989). Kerugian yang disebabkan oleh hama ini
mencapai 30-60%.
IV. Bioekologi
Dalam siklus hidupnya lalat buah mempunyai 4 stadium hidup yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur kedalam kulit buah secara
berkelompok. Lalat buah betina bertelur sekitar 15 butir. Telur berwarna putih transparan
berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva lalat buah hidup dan
berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Larva mengorek daging buah sambil
mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah


sehingga mudah diisap dan dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat
pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah.
Jika aktivitas pembusukan sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah,
bersamaan dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa, larva
masuk dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna kecoklatan berbentuk oval dengan
panjang 5 mm. Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan, dada berwarna gelap dengan 2
garis kuning membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang. Lalat betina ujung
perutnya lebih runcing dibandingkan lalat jantan. Siklus hidup dari telur menjadi dewasa
berlangsung selama 16 hari. Fase kritis tanaman yaitu pada saat tanaman mulai berbuah
terutama pada saat buah menjelang masak. Lalat buah yang mempunyai ukuran tubuh
relatif kecil dan siklus hidup yang pendek peka terhadap lingkungan yang kurang baik.
Suhu optimal untuk perkembangan lalat buah 26oC, sedangkan kelembaban relatif sekitar
70%. Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa. Kelembaban
tanah yang sesuai untuk stadia pupa adalah 0-9%. Cahaya mempunyai pengaruh langsung
terhadap perkembangan lalat buah. Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat
dalam kondisi yang terang, sebaliknya pupa lalat buah tidak akan menetas apabila terkena
sinar.
IV. Pengendalian Lalat Buah yang Ramah Lingkungan
Telah banyak usaha untuk mengatasi serangan lalat buah diantaranya dengan

teknnik jantan mandul (SIT), umpan protein (BAT), atraktan dan insektisida. Alternatif
pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah
penggunaan atraktan (Epsky dan Heath, 1998; Manrakhan dan Price, 1999; Bueno dan
Jones, 2002; Gopaul dan Price, 2002; Rouse et al., 2005). Atraktan merupakan salah satu
alat untuk memantau populasi hama dan sekaligus dapat digunakan untuk menekan
populasi Bactrocera spp. (Bueno dan Jones, 2002; Michaud, 2003). Zat pemikat yang
mengandung komponen tunggal (males lure) disebut para-feromone yang hanya efektif
untuk memikat lalat buah jantan. Senyawa methyl eugenol mempunyai sifat yang sama
dengan para-feromon yang dapat menarik serangga jantan (Iwahashi dan Subahar, 1996;
Manrakhan dan Price, 1999). Menurut Nurdijati et al. (1996); Kardinan dkk. (1999);
Miele et al. (2001) dan Kothari et al. (2005) selasih mempunyai prospek yang baik
sebagai sumber methyl eugenol. Atraktan lainnya bersifat umpan makan yang dapat
memikat terutama lalat buah betina, yang berupa umpan protein Sumber protein yang

masih banyak digunakan di dunia sebagai pemikat lalat buah adalah protein hidrolisat
yang harganya sangat mahal (Gopaul dan Price, 2002).
a. Pembungkusan.
Pembungkusan dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam
meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak.
Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan

berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis.
Namun apabila upah kerja murah dan banyak tersedia, maka upaya tersebut dapat
dilakukan. Keuntungan dari cara ini adalah buah-buahan terhindar dari serangan lalat
buah, bersih, mulus, tanpa pencemaran bahan kimia. Cara pembungkusan yang biasa
dilakukan petani adalah menggunakan kertas, kertas karbon, plastik hitam, daun pisang,
daun jati, ataupun kain untuk buah-buahan yang tidak terlalu besar seperti belimbing,
jambu batu, dll.
Pencacahan (pembongkaran) tanah di sekitar tanaman agar kepompong yang berada
di dalam tanah terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati. Tumpang
sari tanaman cabai dengan kubis atau tomat dapat menekan populasi lalat buah dan
pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.
b. Pemerangkapan
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau
populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah.
Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila
perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang
digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma
makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau wewangian berahi lalat betina.
Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik
lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat

buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan
lalat buah mati karena karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam
perangkap yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati
karena menempel pada perangkap tersebut. Perangkap yang digunakan sebaiknya terbuat
dari bahan yang ringan dan mudah didapat seperti plastik, seng tipis, alumunium atau
kertas manila tahan air dengan bermacam-macam bentuk yang sudah dimodifikasi

menjadi jenis perangkap dengan umpan kering ataupun perangkap dengan umpan cair.
Perangkap berumpan dipasang atau digantungkan pada ranting atau cabang pohon dengan
ketinggian 1,5–2 meter di atas permukaan tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari
tanaman. Hasyim et al (2006) mengatakan ketinggian perangkap yang paling baik
digunakan untuk menangkap lalat lalat buah baik pada pertanaman monokultur maupun
polikultur adalah sama-sama 1,5 m. Hasil penelitian di luar negeri menyatakan bahwa
ketinggian perangkap 1-2 m cukup efektif untuk menangkap hama lalat buah B. dorsalis
jantan pada perkebunan jeruk (Howarth dan Howarth, 2000).
c. Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga
perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi
kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur
maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau

dibenamkan dalam tanah. Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di dalam
buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi kepompong dalam tanah.
Buah-buah gugur yang dibiarkan di bawah pohon, juga berpeluang untuk diteluri lagi
oleh lalat buah. Hal ini sesuai dengan pengamatan pemeliharaan (rearing) bahwa buah
jambu batu, jambu air dan belimbing yang gugur sangat potensial sebagai sumber infeksi
lalat buah. Namun demikian sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah-buah
yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Untuk mengganggu daur
hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan (pembongkaran) tanah yang agak
dalam dibawah tajuk pohon (tetapi harus hati-hati agar tidak melukai akar) merata dan
sering. Pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari, terganggu
hidupnya dan akhirnya mati. Semak-semak atau gulma dapat digunakan sebagai inang
alternatif, terutama pada saat tidak musim, sehingga perlu dibersihkan sampai radius 1,5–
3,0 km di sekitar areal pertanaman. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya
akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup
luas dan secara bersamaan.
d. Pemanfaatan Musuh Alami.
Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati)
menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi
lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia telah


banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi
sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi
di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp) dan Opius sp (family Braconidae), Fopius sp
dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji
dengan parasitasi 5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah
yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii
(Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah Bactrocera
tryoni (Froggatt), B.neohumeralis, B cacuminata, B. Jarvisi, B. Kraussi, B. Halforgiae
dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah endemic lainnya di Australia.
e. Attraktan :
Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu
: (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk
kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam melakukan
perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Metcalf and Luckmann, 1982). Di
alam, lalat jantan mengkonsumsi metil eugenol untuk kemudian setelah diproses dalam
tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik (sex pheromone)
bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses perkawinan (Nishida, 1996).
Atraktan berbahan aktif metil eugenol ini tergolong kepada ”Food lure” artinya lalat
jantan akan datang tertarik untuk keperluan makan (Food), bukan untuk keperluan sexual
secara langsung. Lalat jantan akan berusaha keras untuk mendapatkan metil eugenol

sebelum melakukan perkawinan Dari sifat atraktan inilah pengendalian lalat buah
dilakukan dengan cara menekan populasi lalat jantan, sehingga diharapkan seiring dengan
waktu populasi lalat buah di alam akan menurun, karena betina tidak dapat dibuahi oleh
jantan.
Pengkajian penerapan pengendalian dengan perangkap atraktan (Methyl Eugenol)
yang di kombinasikan perbaikan teknologi budidaya yang meliputi : Sanitasi, Pemberian
pupuk organik dan anorganik yang berimbang ternyata dapat menekan populasi lalat
buah. Jumlah lalat buah dewasa yang tertangkap dengan perangkap atraktan (Methyl
Eugenol) sejak penempatan awal Agustus-Desember masing-masing 41, 60, 82, 264, 140
ekor atau rata-rata perbulan adalah 119,4 ekor sehingga bisa menekan kehilangan hasil
dan meningkatkan produksi cabai (Daud, 2008).

Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada
Pertanaman Mangga
Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada
tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya
B. dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam
perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah ditetesi
atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan
periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang
berputar-putar dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan,
1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Pada perlakuan
kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan saja, hal ini
menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung
dalam air suling selasih. Sesuai dengan pernyataan Kardinan (1998) ; Knipling (1998);
Subahar (1999) bahwa selasih Ocimum sanctum hanya dapat menarik B. dorsalis jantan.
Wee et al., (2002) menyatakan bahwa lalat buah jantan dewasa yang belum melakukan
perkawinan lebih sensitif dan lebih merespon terhadap metil eugenol. Pada perlakuan
yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa
perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini menunjukan bahwa ragi
mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan maupun betina sebagai
makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein dibutuhkan lalat buah untuk
kematangan seksual dan produksi telurnya.
Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Bunga
Spathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu
pemakaian air suling selasih secara tunggal lebih baik untuk dipakai sebagai
atraktan lalat buah daripada dipakai dengan cara dicampur menggunakan air suling bunga
Spathiphyllum sp. Selain itu, pemakaian air suling bunga Spathiphyllum sp. sebagai bahan
campuran untuk air suling selasih yang digunakan untuk atraktan lalat buah menimbulkan
efek antagonis terhadap tangkapan lalat buah. Campuran ragi dengan air suling selasih
berpengaruh terhadap jumlah tangkapan B. dorsalis pada pertanaman mangga dan mampu
menangkap B. dorsalis betina. Sedang pada pertanaman jambu pencampuran air suling
selasih dengan bunga Spathiphyllum sp. pada perangkap lalat buah ternyata tidak
menghasilkan jumlah tangkapan lalat buah B. dorsalis yang lebih baik daripada
pemakaian air suling selasih, tapi mampu menarik lalat buah B. dorsalis betina.

IV. Penutup
Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman
hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran. Jenis tanaman buah dan sayur
yang sangat riskan terserang lalat buah adalah jambu biji, belimbing, mangga, melon,
apel, cabai merah dan tomat. Hama ini menimbulkan kerugian, baik secara kuantitas
maupun kualitas. Buah yang diserang akan rusak, lalu gugur sebelum dipanen dan
membusuk. Membusuknya buah terjadi karena kerusakan jaringan akibat dimakan larva
lalat dan aktifitas bakteri pembusuk yang bersimbiose dengan larva tersebut.
Teknik Pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama lalat buah dan
bersifat ramah lingkungan adalah teknnik jantan mandul (SIT), umpan protein (BAT),
pembungkusan, pemerangkapan, sanitasi, pemanfaatan musuh alami, atraktan (campuran
air suling selasih dan ragi serta Campuran Air Suling Selasih dan Bunga Spathiphyllum
sp.)

DAFTAR PUSTAKA
Bueno AM. and O. Jones. 2002. Alternative Methods for Controlling the
Olive Fly, Bactrocera oleae, Involving Semiochemical. 2002. IOBC
wprs Bulletin. Vol. 25 : 1-11 (2002).
Copeland RS., RA. Wharton, Q. Luke, MD. Meyer, S. Lux, N. Zenz, P.
Machera and M. Okumu. 2006. Geographic Distribution, Host Fruit,
and Parasitoids of African Fruit Fly Pest Ceratitis anonae, Ceratitis
cosyra, Ceratitis fasciventris, and Ceratitis rosa (Diptera : Tephritidae)
in Kenya. Ann. Entomol. Soc. Am. 99(2) : 261-278 (2006).

Daud, D., 2008. Pengkajian Pengendalian Terpadu Lalat Buah Pada Tanaman Cabai
Rawit. Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX
Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008.
Deptan.
2002.
Panduan
http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/makalah
Diakses 26 Mei 2014.

Lalat
Buah.
/lalat_buah.htm.

Fletcher, B. S. 1989. Ekologi, Live History Stategies Of Teshritid Fruit Flies World Crop
Pests Amsterdam, Holland.
Gopaul S. and NS. Price. 2002. Local Production of Protein Bait for Use in
Fruit Fly Monitoring and Control. Indian Ocean Regional Fruit Fly
Programme.

Hasyim, A., Muryati dan W.J. de Kogel, 2006. Efektivitas Model dan Ketinggian
Perangkap Dalam Menangkap Hama Lalat Buah Jantan, Batrocera spp. J. Hort.
16 (4):314-320.
Howarth, V.M.C. dan F.G. Howarth, 2000. Attractiveness oh methyl eugenol baited traps
to oriental fruit fly (Diptera;Tephiritidae): Effect of dosage, Placement and Color.
Hawaii Entomol.Soc. 34:187-198.
Kardinan, A., M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi Daun
Selasih (Ocimum sanctum) sebagai Atraktan Nabati untuk Pengendali
Hama Lalat Buah Bactrocera dorsalis. Makalah Forum Komunikasi
Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999.

Kardinan. A. 2003. Mengenal Lebih Dekat Selasih Tanaman Keramat Multi Manfaat.
Agromedia. Jakarta.
Kothari, S K, Bhattacharya, A K, Ramesh, S, Garg, S N, Khanuja, S P S.
2005. Volatile Constituents in Oil from Different Plant Parts of Methyl
Eugenol-Rich Ocimum tenuiflorum L.f. (syn. O. sanctum L.) Grown in
South India. Journal of Essential Oil Research: JEOR, Nov/Dec 2005.

Kuswadi, A.N., Kerusakan Morfologis dan Histologis Organ Reproduksi Lalat Buah
Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera;Tephritidae) Jantan yang
Dimandulkan dengan Iradiasi Gamma. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A
Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 7 No. 1 Juni
2011.
Manrakhan A., and NS. Price. 1999. Seasonal Profiles in Production, Fruit
Fly Populations and Fly Damage on Mangoes in Mauratius. AMAS,
Food and Agriculture Research Council, Reduit, Mauratius. 107-115.
Michaud, JP. 2003. Toxicity of Fruit Fly Baits to Beneficial Insects in Citrus. J.
of Insect Science. Available online : insectscience.org/3.8.
Nurdijati S, KH Tan and YC Toong, 1996. Basil Plant (Ocimum spp.) and
Their Prospect in. the Management of Fruit Flies. Proceedings of the
Second Symposium on Tropical Fruit Fllies 1995, Kuala Lumpur
Malaysia

Patty,J.A.2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah
(Bractocera dorsalis) Pada Pertanaman Cabai. Jurnal, Agrologia, Vol.1, April
2012, Hal.69-75.
Priyono, J. 2002. Pengembangan Peramalan Lalat Buah, Bactrocera spp. Di
Tingkat Wilayah, Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan,
Jatisari.
Putra, N.S. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Robacker D.C. and D. Czokajlo. 2005. Efficacy of Two Synthetic Food-Odor
Lures for Mexican Fruit flies (Diptera : Tephritidae) Is Determined by
Trap Type. 2005. J. Econ. Entomol. 98(5): 1517-1523 (2005).
Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field
Cage Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies
(Diptera : Tephritidae). Ann. Entomol. Soc. Am. 98(3) : 402-408
(2005).
Siwi SS., P. Hidayat, dan Suputa, 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat
Buah Penting, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) di Indonesia.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik, Bogor.
Sodiq, M. 1993. Aspek Biologi dan Sebaran Populasi Lalat Buah Pada
Tanaman Mangga dalam Kaitan dengan Pengembangan Model
Pengendalian Hama Terpadu. Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga.
Soesilohadi, RCH, 2002. Dinamika Populasi Lalat Buah, Bactrocera
carambolae Drew and Handcock (Diptera : Tephritidae). Disertasi,

Program Pascasarjana, ITB. Suwanda, 2005. Karantina Pertanian
Negara Kepulauan. Sosialisasi Karantina, Cirebon 29 Nopember 2005.

Susanto,
A.
Pengendalian
Lalat
buah
yang
Ramah
Lingkungan.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/pengendalian_lalat_buah_y
ang_ramah_lingkungan1.pdf. Diakses tanggal 26 Mei 2014.
White IM and MM Elson-Harris, 1992. Fruit Flies of Economic Significance :
Their Identification and Bionomics. CABI and ACIAR, UK

TUGAS ENTOMOLOGI : ORDO DIPTERA

TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN
PADA HAMA LALAT BUAH
OLEH :

ST. KHAIRIYAH
NIM G2A113002

PROGRAM STUDI AGRONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2014