Pengaruh pemberian temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terhadap produksi susu sapi perah penderita mastitis subklinis
PENGARUH PEMBERIAN TEMU PUTIH
(Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) TERHADAP PRODUKSI SUSU
SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUBKLINIS
SKRIPSI
AGUS TRI NUGROHO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
AGUS TRI NUGROHO. D14086001. Pengaruh Pemberian Temu Putih
(Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Penderita Mastitis Subklinis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si
Susu merupakan salah satu jenis pangan sumber protein hewani yang sangat
penting karena memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Namun, konsumsi
susu nasional belum mampu terpenuhi dari produksi susu dalam negeri. Beberapa
permasalahan dari terbatasnya produksi susu segar dalam negeri adalah mutu bibit
yang ada dan rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan
ternak. Sapi perah di Indonesia banyak yang terserang penyakit yang mampu
menurunkan dan merusak produksi susu sapi tersebut, salah satunya adalah mastitis
subklinis. Pengobatan pada penyakit ini adalah dengan penyuntikan antibiotik intra
mamary, akan tetapi hal ini akan mempengaruhi kualitas susu dan berbahaya bagi
yang meminumnya.
Temu putih (Curcuma zedoria (Berg.) Roscoe) merupakan tanaman herbal
yang mengandung senyawa antibakteri, antioksidan dan antiinflamasi. Pemberian
temu putih berupa tepung dan dicampurkan pada pakan sapi diharapkan mampu
memberikan efek positif terhadap jumlah produksi susu harian dan intensitas mastitis
subklinis.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penambahan temu putih ke dalam
ransum sapi perah sebagai antibakteri alami dengan memperhatikan produksi
susunya. Tujuan lainnya adalah memperoleh angka penggunaan optimum dalam
penggunaan temu putih sebagai antibakteri herbal, sehingga sapi perah mampu
memproduksi susu secara optimum.
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2010.
Pelaksanaan dilakukan di Peternakan Barokah milik Pak H. Mahfuddin Kelurahan
Kebon Pedes, Kota Bogor, Laboratorium Mikrobiologi Program Diploma dan
Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sapi
perah yang digunakan adalah sapi perah peranakan Friesian Holstein sebanyak
sembilan ekor dengan dua perlakuan dan satu kontrol. Tepung temu putih diberikan
pada sapi perah pada bulan ke 3-5 masa laktasi yang terjangkit mastitis subklinis.
Model rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
perlakuan kontrol (A.0), perlakuan pemberian tepung temu putih sebanyak 0,2
gram/kg bobot badan (A.1) dan perlakuan pemberian tepung temu putih sebanyak 0,4
gram/kg bobot badan (A.2). Peubah yang diamati adalah produksi susu per ekor,
produksi susu per puting dan kadar lemak susu. Data tersebut kemudian di analisis
berdasarkan Analisis Sidik Ragam dan di uji lanjut Tukey jika berbeda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi susu per ekor dan per puting
berbeda nyata (P
(Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) TERHADAP PRODUKSI SUSU
SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUBKLINIS
SKRIPSI
AGUS TRI NUGROHO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
AGUS TRI NUGROHO. D14086001. Pengaruh Pemberian Temu Putih
(Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Penderita Mastitis Subklinis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si
Susu merupakan salah satu jenis pangan sumber protein hewani yang sangat
penting karena memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Namun, konsumsi
susu nasional belum mampu terpenuhi dari produksi susu dalam negeri. Beberapa
permasalahan dari terbatasnya produksi susu segar dalam negeri adalah mutu bibit
yang ada dan rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan
ternak. Sapi perah di Indonesia banyak yang terserang penyakit yang mampu
menurunkan dan merusak produksi susu sapi tersebut, salah satunya adalah mastitis
subklinis. Pengobatan pada penyakit ini adalah dengan penyuntikan antibiotik intra
mamary, akan tetapi hal ini akan mempengaruhi kualitas susu dan berbahaya bagi
yang meminumnya.
Temu putih (Curcuma zedoria (Berg.) Roscoe) merupakan tanaman herbal
yang mengandung senyawa antibakteri, antioksidan dan antiinflamasi. Pemberian
temu putih berupa tepung dan dicampurkan pada pakan sapi diharapkan mampu
memberikan efek positif terhadap jumlah produksi susu harian dan intensitas mastitis
subklinis.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penambahan temu putih ke dalam
ransum sapi perah sebagai antibakteri alami dengan memperhatikan produksi
susunya. Tujuan lainnya adalah memperoleh angka penggunaan optimum dalam
penggunaan temu putih sebagai antibakteri herbal, sehingga sapi perah mampu
memproduksi susu secara optimum.
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2010.
Pelaksanaan dilakukan di Peternakan Barokah milik Pak H. Mahfuddin Kelurahan
Kebon Pedes, Kota Bogor, Laboratorium Mikrobiologi Program Diploma dan
Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sapi
perah yang digunakan adalah sapi perah peranakan Friesian Holstein sebanyak
sembilan ekor dengan dua perlakuan dan satu kontrol. Tepung temu putih diberikan
pada sapi perah pada bulan ke 3-5 masa laktasi yang terjangkit mastitis subklinis.
Model rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
perlakuan kontrol (A.0), perlakuan pemberian tepung temu putih sebanyak 0,2
gram/kg bobot badan (A.1) dan perlakuan pemberian tepung temu putih sebanyak 0,4
gram/kg bobot badan (A.2). Peubah yang diamati adalah produksi susu per ekor,
produksi susu per puting dan kadar lemak susu. Data tersebut kemudian di analisis
berdasarkan Analisis Sidik Ragam dan di uji lanjut Tukey jika berbeda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi susu per ekor dan per puting
berbeda nyata (P