The Effects of Shrinkage to Thin Layer Drying Characteristics of Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Pengaruh Penyusutan Terhadap
Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg)
Roscoe)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
Inge Scorpi Tulliza
F151080031

ABSTRACT
INGE SCORPI TULLIZA. The Effects of Shrinkage to Thin Layer Drying
Characteristics of Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) of
ARMANSYAH H. TAMBUNAN and USMAN AHMAD.
In this study, the shrinkage effects on the thin layer drying model of temu
putih herb slices was investigated. Numerous of thin layer drying have been
suggested by researchers, either theoretical or empirical, but the role of shrinkage
in the model is not clearly defined. The objective of this study is to observe the

occurrence of shrinkage during thin layer drying of temu putih (Curcuma
zedoaria (Berg) Roscoe) and analize its effects to the thin layer drying model.
The experiments were conducted using a laboratory scale dryer equipped data
acquisition and machine vision system. The drying condition was controlled at a
combination of temperature and relative humidity, i.e at temperature 50 °C, 60 °C,
70 °C for 40% relative humidity (RH), and RH 20%, 30%, 40%, 50% for
temperature 50ºC. The drying air velocity was set at range 0.78 m/s – 0.95 m/s
The changes in products geometry was recorded with a camera during the
process and analyzed with image processing system to obtain the surface area
ratio of the product (AR). The drying data was used to determine the constans of
the models, i.e Henderson and Pabis, Lewis, and Page model. It was found that
Page model is the best model to describe the drying data.
Inclusion of the
surface area ratio to the models by modifying the k constant gave no positive
effect to the improvement of the models performance.

Keywords : shrinkage; thin layer drying; drying characteristics

RINGKASAN
INGE SCORPI TULLIZA.

Pengaruh Penyusutan Terhadap Karakteristik
Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).
Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN dan USMAN AHMAD.
Proses pengeringan lapisan tipis temu putih dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal diantaranya meliputi sifat termofisik bahan,
sedangkan faktor eksternal adalah suhu, kelembaban udara dan kecepatan
pengering. Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara serta semakin rendah
kelembaban udara, maka laju pengeringan semakin cepat dan menyebabkan
proses penurunan kadar air serta penyusutan bahan semakin cepat.
Penyusutan pada permukaan bahan menyebabkan pengerutan, keretakan dan
pembengkokan serta case hardening. Hal ini dapat dapat diminimalkan dengan
penurunan laju pengeringan, sehingga pengkerutan pada permukaan bahan
berkurang. Perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi selama pengeringan perlu
diamati lebih lanjut, karena selama ini dalam berbagai model pengeringan
penyusutan yang terjadi selalu diabaikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari penyusutan bahan pada proses pengeringan lapisan tipis temu putih
dengan image processing dan menentukan pengaruh penyusutan temu putih
terhadap karakteristik pengeringan.
Untuk mengetahui seberapa besar penyusutan bahan yang terjadi selama
proses pengeringan digunakan bantuan pengolah citra (image processing) dengan

menggunakan web camera. Pengolahan citra merupakan proses mengolah pikselpiksel dalam citra digital untuk memperoleh citra dengan karakteristik tertentu.
Dengan menggunakan sistem standar pengambilan citra berupa web camera,
komputer (hardware dan software) semua parameter yang berhubungan dengan
bentuk (area) dianalisa. Sehingga perubahan area pada bahan selama pengeringan
berlangsung dengan interval waktu 8-13 jam akan diketahui.
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah irisan temu putih
yang berumur ±9 bulan dan diperoleh dari Kebun Petak Pamer Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik Cimanggu Bogor.
Alat yang digunakan adalah mesin pengering berakuisisi dengan prinsip
kerja berdasarkan pada udara panas yang berasal dari elemen listrik berkapasitas
2000 W yang dihembuskan ke bahan. Sedangkan untuk kontrol RH digunakan
humidifier. Udara panas yang basah yang berasal dari ruang air heater akan
didorong oleh kipas ke dalam ruang pengering. Kecepatan udara yang masuk
dalam ruang pengering dapat diatur dengan menarik atau mendorong tuas pada
bagian flow controller. Apabila suhu dan RH yang dicapai melebihi set point,
maka dilakukan pembuangan uap air melalui dehumidifier yang memiliki efek
pendinginan dan pengembunan.
Perlakuan pada proses pengeringan temu putih ini terdiri dari tiga faktor,
yaitu faktor suhu, kelembaban relatif (RH) dan kecepatan udara. Dimana
dilakukan pengeringan pada suhu 50 °C dengan RH 20%, 30%, 40%, dan 50%

serta pada RH 40% dengan suhu 50 °C, 60 °C, dan 70 °C dengan kecepatan aliran
udara 0.78 m/s – 0.95 m/s. Pengeringan berlangsung dari kadar air ±90%bb
hingga mencapai kadar air keseimbangan.

Hasil dari pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa area ratio (AR)
akibat dari penyusutan yang terjadi memperlihatkan hubungan yang linier dengan
moisture ratio (MR). Perhitungan pengeringan lapisan tipis temu putih dilakukan
dengan menggunakan model Lewis, Henderson dan Pabis, dan Page. Model
Page mampu menggambarkan karakteristik pengeringan temu putih karena
memiliki nilai error terendah dan efisiensi tertinggi dengan rata-rata persentase
pada semua perlakuan berkisar antara 99.43% - 99.70%. Nilai konstanta
pengeringan (k) model Page bervariasi antara 0.0032 mnt-1 – 0.0067 mnt-1.
Modifikasi model dilakukan dengan memodifikasi konstanta laju (k)
menjadi fungsi AR. Akan tetapi pengujian model termodifikasi tersebut baik
Henderson dan Pabis serta Lewis, menunjukkan kesalahan (error) yang lebih
tinggi dibandingkan model tanpa modifikasi. Dengan demikian, peranan
penyusutan terhadap model-model pengeringan tersebut masih memerlukan
penelusuran lebih lanjut.
Kata kunci : Model pengeringan lapisan tipis, penyusutan, temu putih


© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGARUH PENYUSUTAN TERHADAP
KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS
TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)

INGE SCORPI TULLIZA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Leopold O. Nelwan, STP, MSi.

Judul Tesis
Nama
NRP
Mayor

: Pengaruh Penyusutan Terhadap Karakteristik Pengeringan
Lapisan Tipis Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)
: INGE SCORPI TULLIZA
: F151080031
: Teknik Mesin Pertanian dan Pangan


Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan
Ketua

Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi/Mayor
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Radite P. Agus Setiawan, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: 16 Agustus 2010


Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya penulisan karya ilmiah dengan judul
”Pengaruh Penyusutan Terhadap Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Temu
Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)” ini sesuai dengan rencana yang
diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sedalamdalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, sebagai ketua komisi pembimbing
yang selalu memberi masukan dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr., sebagai anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan masukan dalam menyusun karya ilmiah penelitian ini.
3. Dr.

Leopold O. Nelwan, STP, MSi., sebagai penguji luar komisi atas

pertanyaan, saran dan masukan dalam karya ilmiah penelitian ini.
4. Dr. Ir. Radite P.E. Setiawan, M.Agr., sebagai ketua Mayor TMP yang telah

memberikan arahan selama penulis menyelesaikan studi.
5. Hibah Kompetisi 2009, yang telah mensponsori penelitian ini.
6. Teman-teman TMP angkatan tahun 2008 yang selalu memberikan semangat
7. Akhirnya suamiku tercinta Andi Fajar Lapatau dan putra-putri kesayanganku
Andi Sya Fritzie P.Lapatau, Andi Muhammad Abhiraj P. Lapatau dan Andi
Muhammad Algebra P. Lapatau serta saudara-saudara yang selalu
memberikan inspirasi, dorongan dan semangat untuk penulis dalam
menyelesaikan studi ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
hasil penelitian ini. Oleh karena itu dengan segala keterbukaan, saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penelitian ini sangat diharapkan.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Bogor, Agustus 2010
Penyusun

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Padang pada 05 November 1977. Anak ke-empat dari
lima bersaudara pasangan Udjang Tulis Simabua (alm) dan Ernawaty Isa (alm).
Menamatkan pendidikan Dasar di Sekolah Dasar Negeri Gurun Lawas Padang

pada Tahun 1986. Kemudian melanjutkan ke pendidikan Menengah Pertama
Negeri IV Padang dan Lulus di tahun 1989.

Pada tahun 1995 menamatkan

pendidikan Sekolah menengah Atas Negeri II Ujungpandang dan lalu masuk ke
Universitas Hasanuddin pada tahun yang sama. Sejak menjadi mahasiswa, aktif
pada kegiatan-kegiatan organisasi dan sosial. Menjadi Mahasiswa Berprestasi
Utama Fakultas Pertanian dan Kehutanan pada Tahun 1999 dan menyelesaikan
studi pada Tahun 2000 dengan predikat memuaskan dan menjadi wisudawan
Terbaik.
Pada akhir tahun 2000 penulis bekerja di bidang Perbankan lebih kurang
selama 5 tahun. Pada Tahun 2005 penulis bergabung menjadi salah satu tenaga
pengajar pada almamater Universitas Hasanuddin dan tercacat sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Penulis melanjutkan pendidikan Magister di SPS-IPB tahun 2008
dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2010 dengan predikat cum-laude.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... vii
DAFTAR SIMBOL .......................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
Komposisi Kimia Temu Putih .......................................................................... 5
Perkembangan Biofarmaka .............................................................................. 5
Pengolahan Simplisia Biofarmaka Rimpang..................................................... 6
Pengeringan ..................................................................................................... 7
Pengeringan Lapisan Tebal ........................................................................ 12
Pengeringan Lapisan Tipis ......................................................................... 12
Model Semi Teoritis Pengeringan Lapisan Tipis ........................................ 14
Penyusutan dan Model Pengeringan .......................................................... 16
Pengolahan Citra............................................................................................ 18
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 21
Waktu dan Tempat......................................................................................... 21
Bahan dan Alat .............................................................................................. 21
Bahan......................................................................................................... 21
Alat............................................................................................................ 21
Prinsip Kerja Mesin Pengering Berakuisisi................................................. 21
Prosedur Percobaan........................................................................................ 22
Pengambilan Data ...................................................................................... 23
Suhu dan RH.................................................................................................. 23
Kecepatan Aliran Udara ............................................................................. 23
Massa Bahan.............................................................................................. 23
Kadar Air ................................................................................................... 24
Perekaman Citra......................................................................................... 24

iv

Perlakuan dan Pengulangan............................................................................ 25
Analisis Data.................................................................................................. 25
Perhitungan Perubahan Kadar Air .............................................................. 25
Pemodelan Pengeringan Lapisan Tipis dan MR.......................................... 26
Pengujian Keabsahan Model ...................................................................... 27
Modifikasi model ....................................................................................... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 28
Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis ........................................................ 28
Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu ....................................................... 28
Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Waktu ........................................... 31
Perubahan Laju Pengeringan terhadap Kadar Air ....................................... 32
Nilai k, A dan n dari Model Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih........... 34
Pengujian Model Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih........................... 35
Penyusutan Selama Pengeringan .................................................................... 38
Perubahan Area Bahan terhadap Waktu...................................................... 39
Hubungan AR dan MR............................................................................... 40
Koefisien Pengeringan Sebagai Fungsi Rasio Penyusutan Area .................. 42
Modifikasi Model Henderson dan Pabis ..................................................... 42
Modifikasi Model Lewis ............................................................................ 45
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 49
Kesimpulan.................................................................................................... 49
Saran.............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 50
LAMPIRAN ...................................................................................................... 53

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perlakuan suhu dan kelembaban relatif (RH) ........................................ 25
Tabel 2. Model Matematika pengeringan lapisan tipis....................................... 26
Tabel 3. Data kadar air dan waktu pengeringan pada suhu 50 °C........................ 28
Tabel 4. Data kadar air dan waktu pengeringan pada RH 40% ........................... 29
Tabel 5. Nilai konstanta pengeringan pada RH 40%......................................... 35
Tabel 6. Nilai konstanta pengeringan pada T 50 ºC ........................................... 35
Tabel 7. Analisa error model pada semua perlakuan ......................................... 36
Tabel 8. Analisa EF model pada semua perlakuan............................................. 37
Tabel 9. Nilai konstanta pengeringan model hasil modifikasi ............................. 48

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).......................... 4
Gambar 2. Rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).......................... 7
Gambar 3. Kurva pengeringan (Brooker et al. 1992) .................................................. 9
Gambar 4. Kurva karakteristik pengeringan (Bala, 1997) ......................................... 11
Gambar 5. Diagram Alir Mesin Pengering Berakuisisi ............................................. 22
Gambar 6. Skematik perekaman citra........................................................................ 24
Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada suhu 50 oC .................... 30
Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada RH 40%....................... 31
Gambar 9. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada suhu 50 oC ........................ 32
Gambar 10. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada RH 40%.......................... 32
Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada suhu 50 oC ................... 33
Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada RH 40% ...................... 33
Gambar 13. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu 50 ºC :................ 37
Gambar 14. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada RH 40% : ................... 38
Gambar 15. Kurva AR selama pengeringan pada RH 40% ....................................... 39
Gambar 16. Kurva AR selama pengeringan pada T 50 ºC ........................................ 40
Gambar 17. Kurva hubungan rasio perubahan kadar air (MR) dengan rasio area
penyusutan (AR) yang terjadi selama pengeringan (RH 40%)............... 41
Gambar 18. Kurva Kurva hubungan rasio perubahan kadar air (MR) dengan rasio
area penyusutan (AR) yang terjadi selama pengeringan (T=50°C) ........ 42
Gambar 19. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada T 50 °C ........ 43
Gambar 20. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada RH 40% ........ 44
Gambar 21. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada T 50 ºC....................... 44
Gambar 22. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada RH 40% ..................... 45
Gambar 23. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada suhu 50°C ..... 46
Gambar 24. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada RH 40% ........ 46
Gambar 25. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu 50 C................... 47
Gambar 26. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu RH 40% .............. 47

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar alat yang digunakan dalam penelitian...................................54
Lampiran 2. Skema Proses Penelitian.....................................................................56
Lampiran 3. Data pengeringan pada RH 40% dengan T 70 ºC................................ 57
Lampiran 4. Data pengolahan citra pada suhu 50 ºC dengan RH 40% ....................58
Lampiran 5. Data MR model dan eksperimen pada RH 40% dengan suhu 70 ºC ....59
Lampiran 6. Analisa EF model modifikasi pada semua perlakuan .......................... 60
Lampiran 7. Tampilan program citra ......................................................................61
Lampiran 8. Tampilan hasil citra biner pada RH 40% dengan T berbeda................62

DAFTAR SIMBOL
Simbol

Latin

Satuan

A
A (pers 8)
B (pers 8)
AR
bb
bk
D
Do
Ea
h
h (pers 1)
hfg
k
k11 k12 k13
k21 k22 k23
k31 k32 k33
LP
LPi
m
mA
mAi
mB
mi
mP
M
Mi
MR
MRpre
MRexp
M0
Me
N
n
Pa
Ps
R
RH
t
T
twb
t∞
Tabs
θ (pers 2)


Luas (kontak) permukaan
konstanta pengeringan
konstanta pengeringan
Rasio penyusustan area
Basis basah
Basis kering
Divusivitas efektif
koefisien difusi
aktifitas energi
ketebalan bahan
koefisien konveksi
Panas laten penguapan
koefisien pengeringan

m2

%
%

kJ/mol
m2
W/mºK
kJ/kg
mnt-1

konstanta
Laju pengeringan
Laju pengeringan saat (i)
kadar air basis basah
massa air
massa air saat (i)
massa bahan
massa (i)
massa padatan
Kadar air basis kering
Kadar air bk (i)
Moisture Ratio
Moisture Ratio model
Moisture Ratio percobaan
kadar air awal
kadar air keseimbangan
jumlah data
konstanta pengeringan
tekanan atmosfir
Tekanan uap jenuh
konstanta gas
kelembaban relatif
waktu
Suhu
suhu bola basah
suhu bola kering
suhu udara abs
waktu
operasi vektor

%bk/menit
%bk/menit
%bb
gram
gram
gram
gram
gram
%bk
%bk

%bk
%bk
N/m2 - Pascal
N/m 2 - Pascal
J/mol K
%
menit
ºC
ºC
ºC
ºC
mnt/detik

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perhatian masyarakat terhadap tanaman obat semakin meningkat dengan
berkembangnya keyakinan masyarakat bahwa tanaman obat-obatan dapat
digunakan dalam penyembuhan berbagai macam penyakit dan mudah ditemukan
serta tidak membutuhkan biaya yang mahal. Salah satu tanaman obat yang mulai
diperhatikan adalah temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe). Tanaman ini
dapat digunakan dalam pengobatan kanker dan sebagai food suplement. Saat ini
tingkat permintaan akan temu putih semakin meningkat, sedangkan temu putih
belum banyak dibudidayakan, sehingga di pasaran harga temu putih cukup tinggi
(Gusmaini et al. 2004).
Pengolahan temu putih di Indonesia masih dilakukan secara tradisional dan
belum memperhatikan syarat mutu. Sebagian besar petani dan pedagang
pengumpul biasanya mengeringkan temu putih dengan cara menjemur secara
langsung setelah dipanen tanpa terlebih dahulu melalui proses pembersihan
dengan dicuci dan perlakuan lainnya. Pengeringan dengan cara konvensional ini
memang murah dan praktis, namun memiliki beberapa kelemahan yang terkait
dengan mutu simplisia.
Proses pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi sifat termofisik bahan, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu,
kelembaban udara dan kecepatan udara pengering. Semakin tinggi suhu dan
kecepatan udara serta semakin rendah kelembaban udara, maka laju pengeringan
semakin cepat. Disamping itu, perubahan kadar air dan geometri bahan selama
proses pengeringan juga berpengaruh terhadap pelepasan air dalam bahan.
Pengeringan untuk bahan-bahan pertanian dengan kadar air awal bahan yang
tinggi biasanya menggunakan pengeringan lapisan tipis.
Henderson dan Perry (1976) mendefinisikan pengeringan lapisan tipis
sebagai pengeringan dimana seluruh bagian bahan menerima secara langsung
aliran udara dengan kelembaban dan suhu udara yang konstan dimana suhu dan
kadar air bahan seragam. Beragam penelitian pengeringan lapisan tipis telah

2

dilakukan untuk mendapatkan model matematis yang sesuai pada kondisi
pengeringan. Model yang digunakan didasarkan pada model difusi, perpindahan
massa dan panas, empiris dan semi teoritis. Distribusi air dalam padatan dapat
terjadi secara difusi.

Model difusi yang berawal dari hukum II Fick

dikembangkan untuk berbagai bentuk geometris padatan, dengan asumsi koefisien
difusi konstan, distribusi kadar air awal seragam, serta mengabaikan tahanan luar,
gradien suhu dan penyusutan volume padatan.
Penelitian eksperimental umumnya menggunakan model semi teoritis untuk
mendapatkan model pengeringannya. Dari model-model semi teoritis yang ada
kemudian dibandingkan untuk mendapatkan salah satu model yang paling sesuai
dengan error paling minimum. Disamping model-model semi teoritis yang telah
ada,

model

matematis

untuk

pengeringan

dapat

diperoleh

dengan

mengembangkan persamaan difusi yang berawal dari hukum II Fick dengan
kondisi batas dan asumsi yang berbeda-beda pada setiap penelitian.
Selain mendapatkan model yang cocok untuk pengeringan, banyak
penelitian percobaan pengeringan yang bertujuan mendapatkan difusivitas efektif,
dan sering mengabaikan penyusutan sebagai salah satu parameter yang
mempengaruhi model tersebut. Penyusutan yang terjadi selama pengeringan
perlu diamati lebih lanjut, karena selama ini dalam berbagai model pengeringan
penyusutan selalu diabaikan. Beberapa peneliti (Boyce 1966; Nellist 1974 dan
Spencer 1972) mengatakan bahwa penyusutan sangat tergantung pada perubahan
kadar air, sedangkan Bala (1983) memprediksi penyusutan pada butiran dengan
dasar data eksperimen untuk gandum tanpa menggunakan tools untuk melihat
penyusutan tersebut (Bala 1997).
Untuk mengetahui seberapa besar penyusutan bahan selama pengeringan
digunakan bantuan pengolah citra (image processing) dengan menggunakan web
camera. Pengolahan citra merupakan proses mengolah piksel-piksel dalam citra
digital untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukannya pengolahan
citra antara lain untuk memperoleh citra dengan karakteristik tertentu dan cocok
secara visual yang dibutuhkan untuk tahap pemrosesan analisis citra, yang
kemudian akan ditransformasikan dalam suatu representasi numerik.

3

Penelitian ini mencoba memasukkan hasil penyusutan bahan yang diperoleh
dengan bantuan pengolah citra sebagai suatu parameter untuk melihat pengaruh
penyusutan terhadap model pengeringan.
Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyusutan
terhadap karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih. Sedangakan secara
spesifik penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mempelajari bentuk fisik penyusutan bahan pada proses pengeringan
lapisan tipis temu putih dengan image processing.
2. Menentukan pengaruh penyusutan temu putih terhadap karakteristik
pengeringan.

5

Menurut Syukur (2003), temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)
dapat mengatasi beberapa jenis penyakit dan gangguan kesehatan antara lain
kanker dan tumor, peradangan dalam seperti maag, menurunkan kolesterol,
penurun demam dan peluruh keringat. Pemanfaatan temu putih dapat digunakan
dalam bentuk segar, simplisia, kapsul serbuk, dan kapsul ekstrak.
Menurut Depkes RI dalam SP. NO 383/12.01/1999, sejak lama temu putih
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk terapi penyakit diare, muntah dan disentri.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa temu putih sangat baik untuk penyakit yang
diakibatkan oleh gangguan paru-paru, diantaranya asma, TBC, dan sinusitis. Saat
ini temu putih telah banyak diolah secara modern sehingga menghasilkan rasa
enak dan bermanfaat untuk pengobatan alternatif.
Komposisi Kimia Temu Putih
Temu putih berbentuk rimpang mengandung komponen minyak atsiri,
cineole, resin, camphene, zingeberene, borneol, camhor, tepung, curcumin, dan
zedoarin. Minyak atsiri yang mudah menguap (volatil oil) merupakan komponen
pemberi aroma yang khas.
Menurut Rukmana (1994)

kandungan minyak atsiri dalam temu putih

sekitar 0.85%. Komponen utama minyak atsiri temu putih yang menyebabkan
bau harum adalah zingiberene. Kadar pati pada temu putih sekitar 55.54%, kadar
serat 3.83%, dan kadar abu sekitar 5.87%. Indeks bias dan bobot jenis masingmasing bernilai 1.49% dan 0.98%.

Sedangkan warna minyak dari ekstraksi

rimpang temu putih ini berwarna putih jernih.
Perkembangan Biofarmaka
Perkembangan perdagangan biofarmaka dunia mencatat penjualan obatobatan tahunan dunia sekitar USD 300 milyar, dengan pertumbuhan 6% pertahun.
Total nilai pasar Eropa tahun 2002 mencapai USD 7 Milyar, dimana Jerman dan
Perancis merupakan konsumen terbesar yaitu masing-masing 37 dan 21%.
Sebagai gambaran, di Amerika Serikat sekitar 25% bahan farmasi diperoleh dari
ekstrak tumbuhan, sedangkan di Jerman sekitar 70% dokter yang berpraktrek
memberikan resep obat dari ekstrak tumbuhan kepada para pasiennya. Pada 2005

6

nilai ekspor biofarmaka Indonesia mencapai US $ 30-40 juta. Sementara itu
pangsa pasar biofarmaka dalam negeri berkisar USD 210 juta pertahun (Ditjen
Hortikultura 2006).
Susenas tahun 2001 menunjukkan bahwa penduduk yang meminum dan
memakai jamu/obat tradisional cukup tinggi, yaitu total 31.7%. Dari jumlah itu,
pengguna di lapisan ekonomi menengah ke bawah dan masyarakat pedesaan
jumlahnya jauh lebih besar yaitu 70%. Hal ini didukung oleh data omzet
penjualan industri jamu nasional yang mencapai Rp 4 triliun dari sekitar 900
pengusaha. Pelaku usaha industri biofarmaka tahun 1981 sebanyak 165 pelaku,
tumbuh menjadi 443 pelaku pada tahun 1990, dan meningkat lagi menjadi 997
pelaku pada tahun 2001. Nilai jual produk farmaka Indonesia terus meningkat,
pada tahun 1991 sebanyak Rp 95.5 miliar menjadi Rp 600 miliar pada tahun 1999,
dan total agribisnis biofarmaka diperkirakan mencapai Rp 4 triliun pada tahun
2013 (Sumarno 2004).
Pengolahan Simplisia Biofarmaka Rimpang
Dalam proses pengolahan biofarmaka rimpang (jahe, kunyit, kencur, temutemuan dan lain sebagainya), pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah
jadi

harus

memperhatikan

kandungan

senyawa

yang

berperan

dalam

performansinya, karena berkaitan dengan mutu hasil akhir olahan. Bahan baku
biofarmaka rimpang dapat diproses menjadi

berbagai produk yang sangat

bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan
pangan (makanan/minuman).

Ragam bentuk hasil olahannya antara lain berupa

simplisia, tepung hasil penggilingan, oleoresin, minyak atsiri dan tepung kristal
(Paramawati 2006).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali pengeringan. Simplisia
dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia plikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh atau bagian tanaman.
Tahapan

pengolahan

temu

putih

meliputi

penyortiran,

pencucian,

pengirisan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Setelah panen, rimpang
harus secepatnya dibersihkan untuk menghindari kotoran yang tidak diinginkan.

7

Gambar 2. Rimpa
pang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Rosc
scoe).
Setelah pencucian
ian, rimpang diangin-anginkan untuk mengeri
eringkan air
pencucian. Pengupasan
an kulit rimpang merupakan tahap terpenting bil
bila rimpang
akan dikeringkan. Peng
ngupasan rimpang dimaksudkan untuk memperce
rcepat proses
pengeringan dan mening
ingkatkan kualitas karena penampakannya akann lebih baik
atau bersih.

Pengupas
asan kulit rimpang dapat menggunakan jarii aatau pisau

(Syukur 2003).
Rimpang yang sudah
su
dikupas, selanjutnya diiris.

Ketebalann pengirisan

untuk temulawak dan jahe
ja sekitar 7-8 mm, sedangkan untuk kunyitt ddan kencur
adalah 3-5 mm (Sembir
biring 2007). Ketebalan pengirisan untuk temuu putih 3-5
mm.

Setelah itu temu
mu putih dikeringkan dengan energi surya ata
atau dengan

pengering buatan/oven.. Umumnya
Um
suhu pengeringan 36 ºC - 46 °C. Bil
ila kadar air
telah mencapai sekitarr 8 - 10%, yaitu bila rimpang bisa dipatahkan, pe
pengeringan
telah dianggap cukup.. Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, ka
karung atau
plastik yang kedap udara
ara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila ka
kadar airnya
rendah.
Pengeringan
Menurut Bala (19
1997) penelitian pertama pada teori pengeringan
an dilakukan
oleh Lewis pada tahun
un 1921 dan Sherwood

pada 1929, dimanaa Sherwood

ekanisme dasar yang terjadi selama proses pe
mengklasifikasikan mek
pengeringan
dalam tiga bagian :

8

1. Penguapan air pada permukaan bahan dan internal resistance dari difusi
cairan sangat kecil dibandingkan daya tahan menguapnya air dari
permukaan bahan.
2. Penguapan air pada permukaan bahan dan internal resistance dari difusi
cairan lebih besar dibandingkan daya tahan menguapnya air dari
permukaan bahan.
3. Penguapan air pada bagian dalam padatan dan internal resistance dari
difusi cairan lebih besar dibandingkan jumlah daya tahan menguapnya
keseluruhan air
Proses pengeringan menyangkut perpindahan massa uap dari bahan dan
energi panas ke bahan secara simultan Proses pengeringan merupakan proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat
menghambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia
(Henderson dan Perry (1989); Brooker et al. (1992). Mujumdar dan Devahastin
(2001) dalam Mulyantara (2008) menyebutkan bahwa pengeringan adalah operasi
yang rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transien serta beberapa
laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada akhirnya dapat
menyebabkan perubahan mutu.
Pengeringan biasanya menggambarkan proses thermal dimana panas
dipindahkan dari medium fluida menjadi partikel cairan solid yang mudah
menguap. Pindah panas dapat terjadi dalam bentuk konduksi, konveksi dan
radiasi.
Pengeringan yang umum digunakan untuk bahan temu-temuan adalah
pengeringan lapisan tipis, dimana tiap permukaan bahan menerima panas dari
udara pengering. Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan bahan pertanian
terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan
pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a)
difusi antara cairan dan uap, b) gaya kapilaritas, c) gradien penyusutan dan
tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan kadar air.
Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang
diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat pada permukaan

9

bahan dan yang pertama-tama mengalami penguapan. Laju penguapan air bebas
sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap tekanan
uap pengering. Bila konsentrasi air permukaan cukup besar, maka akan terjadi
laju penguapan yang konstan.
Kandungan air dalam bahan merupakan indikator dari kualitas dan kunci
untuk proses penyimpanan (Bala 1997). Air dalam bahan terdiri dari air bebas
dan air terikat. Air bebas adalah bagian air yang terdapat pada permukaan bahan
dan mudah menguap pada proses pengeringan. Air bebas dapat digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya serta dijadikan sebagai media reaksi-reaksi kimia.
Untuk menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih kecil daripada
menguapkan air terikat.
Air terikat dibagi menjadi dua, yaitu air yang terikat secara fisik dan air
yang terikat secara kimiawi. Air yang terikat secara fisik merupakan bagian air
yang terdapat dalam jaringan matriks bahan karena adanya ikatan-ikatan fisik.
Apabila kandungan ini diuapkan maka pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan
(browning), hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi.

Gambar 3. Kurva pengeringan (Brooker et al. 1992)
Proses pelepasan air dan uap dari bahan ke permukaan terdiri dari beberapa
proses, yaitu pelepasan ikatan air dari bahan, difusi air dan uap air ke permukaan
bahan, perubahan fase menjadi uap, transfer uap dari permukaan bahan ke udara

10

sekitar. Semua proses terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada
bagian dalam dengan bagian luar bahan.
Sherwood (1929) dalam Bala (1997) menyebutkan bahwa pada proses
pengeringan terdapat laju pengeringan konstan (constant rate period) dan laju
pengeringan menurun (first falling rate period) dan laju pengeringan menurun
kedua (second falling rate period).

Umumnya laju pengeringan konstan

merupakan periode yang singkat sehingga dapat diabaikan dalam proses
pengeringan (Henderson dan Perry 1976).
Besarnya laju pengeringan pada laju pengeringan konstan tergantung pada
(1) luas hamparan produk yang dikeringkan, (2) perbedaan kelembaban antara
udara yang mengalir dan permukaan yang masih basah, (3) koefisien pindah
massa, dan (4) kecepatan udara pengering. Hal ini seperti yang digambarkan pada
persamaan (Brooker et al. 1992; Bala 1997) :

∂M
∂t

h=

A
(T ∞− Twb )
h fg

….............................................................(1)

Nilai h dipengaruhi oleh kecepatan udara pengering. Persamaan tersebut di
atas belum dapat digunakan untuk menentukan laju pengeringan konstan secara
teliti, karena nilai-nilai h, hfg dan A (luas permukaan pindah panas) sulit
ditentukan secara teliti (Brooker et al. 1992) .
Laju pengeringan menurun pertama terjadi pada saat berkurangnya
permukaan bahan yang basah karena kecepatan pergerakan air dari dalam lebih
kecil dibandingkan kecepatan penguapan di permukaan (Heldman dan Singh
1981). Sedangkan laju pengeringan menurun kedua terjadi pada saat air dari
bagian dalam bahan menguap dan uap air berdifusi ke permukaan.
Grafik laju pengeringan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Brooker
et al. (1992), laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan pada
produk dengan kadar air lebih besar dari 70% bb dan merupakan fungsi dari suhu,
kelembaban udara, dan kecepatan udara pengering.
Laju pengeringan menurun terjadi setelah akhir laju pengeringan konstan,
dimana kadar air bahan pada perubahan laju pengeringan ini disebut kadar air
kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry 1976).

11

Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam
bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada periode laju pengeringan menurun
terjadi penurunan tekanan uap dari permukaan produk di bawah tekanan uap
jenuh. Karena uap air secara terus menerus meninggalkan bahan, maka tekanan
uap dalam bahan semakin kecil, yang berarti perbedaan tekanan uap antara bahan
dengan udara disekitarnya semakin kecil. Kondisi tersebut akan menghasilkan
penurunan pada laju pengeringan produk, sehingga disebut dengan laju
pengeringan menurun (Gambar 4).
Laju pengeringan menurun

Laju pengeringan tetap

C

B
A

D
E

M
Gambar 4. Kurva karakteristik pengeringan (Bala, 1997)
dimana:
A-B : adalah periode pemanasan
B-C : adalah laju pengeringan konstan
C

: adalah kadar air kritis

C-D : adalah periode penurunan laju pengeringan pertama
D-E : adalah periode penurunan laju pengeringan kedua
Besarnya laju pengeringan berbeda-beda pada setiap bahan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah:
1. Bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan.

12

2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik,
konduktifitas termal dan emisivitas termal.
3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal
4. Keadaan diluar bahan, seperti suhu, kelembaban udara

Pengeringan Lapisan Tebal
Pengeringan lapisan tebal dapat dianggap sebagai pengeringan lapisan tipis
yang berlapis-lapis, atau biasa dikenal dengan pengeringan tumpukan.

Pada

pengeringan ini terjadi proses dimana difusi internal pergerakan air dari dalam
bahan (bagian bawah tumpukan) lebih besar jika dibandingkan difusi eksternal
pergerakan air dari permukaan (bagian atas tumpukan) ke udara luar.
Pengeringan lapisan tebal adalah pengeringan yang di dalam prosesnya
terdapat gradien kadar air pada lapisan pengeringan untuk setiap waktu
(Henderson dan Perry 1976).
Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan bijibijian, dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara pengering
bergerak dari bawah tumpukan ke bagian atas melewati bahan akan dikeringkan.
Pengeringan ini tidak cocok jika digunakan untuk bahan-bahan pertanian dengan
kadar air awal bahan yang tinggi.
Pengeringan Lapisan Tipis
Pada proses pengeringan lapisan tipis pergerakan air yang terjadi pada
bagian permukaan ke udara lebih cepat dibandingkan pergerakan air dari bagian
dalam bahan ke permukaan bahan.
Pengembangan model pengeringan memberikan perhatian yang lebih pada
laju pengeringan menurun. Brooker et al. (1992), mengemukakan untuk
memprediksi pengeringan lapisan tipis telah dikembangkan berbagai model
pendekatan, diantaranya adalah model teoritis, model semi-teoritis dan model
empiris. Persamaan teoritis dinyatakan dalam persamaan Luikov, dalam Brooker
et al. (1992), yang dinyatakan sebagai berikut :

13

∂M
∂
∂T
∂
∂P
∂

=2∇K 11 M

+∇2 K 12T +∇ 2 K 13 P

=2∇K 21 M

+∇2 K 22T +∇ 2 K 23 P

=2∇K 31 M

+∇2 K 32T +∇ 2 K 33 P

....................... (2)

Dengan pendekatan teoritis, Luikov mengembangkan persamaan penduga
pengeringan lapisan tipis dalam bentuk persamaan diferensial berdasarkan
karakteristik fisik air atau uap air pada bahan berpori, dimana migrasi uap yang
terjadi disebabkan : perbedaan konsentrasi air, gaya kapiler, perbedaan tekanan,
perbedaan suhu, perbedaan konsentrasi uap dan difusi. Koefisien yang ada dalam
persamaan diferensial merupakan perpaduan dari keadaan suhu, uap air, gradient
tekanan uap air, energi dan total perpindahan massa.
Pada prakteknya menurut Brooker et al. (1992), pengaruh suhu dan tekanan
yang terdapat dalam model Luikov dapat diabaikan, sehingga menjadi :
∂M
∂
∂M
∂

=∇ 2 K 11 M , atau

.............................................. (3)
=∇ DM
2

Untuk menduga laju perubahan kadar air bahan pada pengeringan lapisan
tipis, parameter yang dianggap paling berpengaruh adalah parameter geometri dan
parameter difusi bahan.

Distribusi air pada bahan diasumsikan seragam dan

pindah massa terjadi secara simetris pada bagian tengah, dimana kadar air
permukaan bahan mencapai kadar air keseimbangan jika penyusutan bahan
diabaikan maka MR (moisture ratio) untuk lapisan tipis menjadi :
MR =

M − Me
8
= 2
M 0 − Me




1

∑ (2 n + 1)
n=0

2

 − ( 2 n + 1) 2  2 D .t 
 .............. (4)
exp 
4h 2



Untuk periode dehidrasi yang lama (MR

Dokumen yang terkait

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

1 34 73

Mempelajari karakteristik pengeringan lapisan tipis rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)

3 21 126

Pengaruh pemberian temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terhadap produksi susu sapi perah penderita mastitis subklinis

0 9 86

The Effects of Shrinkage to Thin Layer Drying Characteristics of Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)

0 2 79

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) DAN KULIT Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Dan Kulit Kayu Lawang Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan

0 3 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) DAN KULIT KAYU Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Dan Kulit Kayu Lawang Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus

0 1 15

EFEK ANTIINFLAMASI INFUSA RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) PADA TIKUS PUTIH JANTAN.

0 1 15

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) PADA TIKUS EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) PADA TIKUS PUTIH JANTAN.

0 0 14

PENDAHULUAN EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) PADA TIKUS PUTIH JANTAN.

0 0 11

EFEK ANTIINFLAMASI INFUSA RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KARAGENIN

0 0 8