Kesimpulan Saran Analisis Narkotika dari sampel Rambut

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pelarut yang baik digunakan menarik senyawa metamfetamin ketika proses sonikasi adalah aseton:metanol:amonia.

5.2 Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini secara kuantitatif dengan menggunakan instrumen GC-MS agar dapat ditentukan kadar metamfetamin yang terdapat pada rambut pegguna sabu-sabu. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Narkotika dan Obat Berbahaya Narkoba

Narkotika dan obat-obat berbahaya Narkoba dan alkohol adalah obat yang termasuk berefek adiksi bila dikonsumsi. Dewasa ini bahan kimia tersebut beredar secara luas dan dikonsumsi oleh banyak orang, terutama dalam dunia orang yang melawan hukum. Bahan kimia tersebut banyak disalahgunakan drug abuse, sehingga seseorang yang mengonsuksi obat tersebut banyak melanggar aturan masyarakat yang ada. Yang termasuk dalam golongan narkotika dan obat-obat berbahaya adalah obat- obat yang berefek pada sistem saraf pusat. Ada yang bersifat depresan atau menghambat kerja sistem saraf pusat, misalnya golongan mariyuana dan golongan morfin. Ada yang bersifat stimulansia seperti kokain. Sedangkan obat yang termasuk psikotropika yang disintesis dari bahan kimiaobat adalah ekstasi yang zat aktifnya adalah metampetamin, disamping itu zat lain yang bukan termasuk narkoba tetapi juga bersifat adiktif adalah alkohol etanol. Obat tersebut dapat menyebabkan pengguna menjadi bertindak berlebihan serta meningkatkan keberanian dan menimbulkan hal- hal yang negatif dalam bertindak dan berpikir yang kadang merugikan orang lain dan masyarakat sekitarnya. Di samping itu obat yang disintesis kimiawi maupun biologik yang digunakan untuk menstimulir secara fisiologik untuk meningkatkan stamina dalam peningkatan prestasi olahraga disebut doping. Karena efeknya yang dapat mengakibatkan toksisitas bagi penggunanya maka obat ini termasuk obat terlarang Darmono, 2009. Dari hal tersebut maka narkoba dan zat adiktif lain dikelompokkan berdasarkan asalnya atau jenisnya, yaitu berasal dari ekstraksi tanaman, berasal dari sintesis dan fermentasi bijian dan obat hormonal. Universitas Sumatera Utara 1. Yang berasal dari tanaman dan produknya ialah kelompok narkotika : a Cannabis sativa: mariyuana, hashis, kanabis, ganja b Papaver somniverum: morfin, heroin c Erythroxylum coca: kokain 2. Yang disintesis kelompok psikotropika: ekstasi zat aktifnya adalah Metylen dioksi metyl amphetamine MDMA, beserta jenis produk yang dihasilkan 3. Hasil fermentasi bijian zat adiktif lainnya: alkohol etanol dan produknya 4. Obat yang diberikan atau digunakan untuk para olahragawan yang dapat memacumenstimulir stamina supaya dapat mencapai prestasi tinggi dalam suatu pertandingan olahraga doping. Misalnya obat sitesis untuk menstimulir saraf pusat, obat hormonal yang dapat memacu peningkatan pembentukan sel darah merah dan sebagainya. Dari beberapa jenis obat tersebut diatas, kelompok 1 dan 2 adalah kelompok narkoba, dimana jenis obat tersebut disintesis secara ilegal dan diedarkan sebagai obat terlarang. Efek farmakologik dari obat tersebut sangat membahayakan karena dapat mempengaruhi pikiran yang menyebabkan korban tidak sadar apa yang sedang dilakukannya. Karena efeknya yang menyebabkan adiksi maka obat tersebut akan dikonsumsi terus-menerus oleh penderita kecanduan, semakin lama semakin meningkat dosisnya, apabila hal tersebut tidak segera diobati akan menyebabkan overdosis yang berakhir dengan kematian si penderita. Darmono, 2009

2.1.1. Jenis-Jenis Narkoba

2.1.1.1.Narkotika Merujuk pada Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dari aturan tersebut maka narkotika dibagi atas 3 golongan, yaitu: Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dilarang diproduksi danatau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol. c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

2.1.1.2. Psikotropika

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa. Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok, yaitu: a. Golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi. b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin, dan metakualon. c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam. d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam BK, mogadon, dumolid dan diazepam. Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3 Zat adiktif lain

Selain norkotika dan psikotropika, kita juga mengenal zat adiktif lainnya. Zat adiktif adalah obat serta bahan – bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit untuk dihentikan. Dan sesuai dengan Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menyebutkan beberapa obat yang mengandung zat adiktif di antaranya adalah amfetamin, metamfetamin, amobarbital, flunitrazepam, diahepam, bromazepam, fenobarbital, minuman beralkohol atau miras, tembakau atau rokok, halusinogen, bahan pelarut seperti bensin, tiner, lem, cat, solvent Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 dan Undang - Undang RI No.5 Tahun 1997 . Contoh-contoh yang senada juga diungkapkan oleh Alifa, bahwa rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan serta thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan Alifa U, 2008. 2.2 Sabu-sabu 2.2.1 Sejarah Metamfetamin Metamfetamin disintesis pertama kali pada tahun 1919 oleh seorang kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan dengan efek stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya. Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan “violence” , halusinasi dan psikosis. Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk, gumpalan besar kristal atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan hidung, diminum, dihisap seperti rokok atau diinjeksikan. Pada 1950-an dan 1960-an, metamfetamin diproduksi secara legal dan dijual sebagai obat OTC over the counter dengan nama Methedrine dan dipasarkan secara rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan di Amerika. Saat ini, metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang diresepkan, untuk terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas ADHD-attention deficit hyperactivity disorder, kegemukan dan narkolepsi. Universitas Sumatera Utara Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta psikotik pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan metamfetamin sangan dibatasi oleh suatu badan “Federal Controlled Substances Act” di Amerika pada tahun 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahguna sehingga timbul produksi metamfetamin secara ilegal dan disebut sebagai clandestine industry atau clandestine laboratory. Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan konsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa gembira berlebihan euphoria, peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan hipertemia. Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya ketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan aktifitas motorik, stroke dan penurunan berat badan Mehling, 2007

2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin

Metamfetamin dikenali dengan beberapa nama kimia sebagai αS-N, α-Dimethyl- benzene ethanamine, S-+-N, α-dimethylphenethyl amine, d-N- methylamphetamine, d-deoxyephedrine, l-phenyl-2-methylaminopropane, d- phenylisopropylmethylamine, methyl- β-phenylisopropylamine, Norodin Maryadele, 2006. Rumus bangun metamfetamin dapat dilihat dari Gambar 2.1 dibawah ini : Gambar 2.1. Rumus Bangun Metamfetamin Kovar, 1989 Metamfetamin, C 10 H 15 N, memiliki berat molekul 149,23, merupakan suatu stimulan saraf pusat. Metamfetmin umumnya tersedia dalam bentuk garam HCl dan disebut speed, meth, ice. Dikenal pula dengan nama “crank dan crystal”Mehling, 2007. Universitas Sumatera Utara Pada penggunaan oral, metamfetamin diekskresikan sebagai obat tidak berubah 44 dan segaia metabolit utamanya adalah amfetamin 6-20 dan 4- hidroksimetamfetamin 10. Urin sam akan meningkatkan kecepatan ekskresi dan persen ekskresi obat yang tidak berubah United Nation Office on Drugs and Crime, 1995; Moffat, Osselton Widdop, 2004.

2.2.3 Rute Sintesis Metamfetamin

Metamfetamin dapat disintesis atau diproduksi melalui beberapa rute. Sedikitnya ada 6 enam rute sintesis metamfetamin yang seringkali digunakan dan ditemukan dalam produksi ilegalnya. Berdasarkan bahan baku dasarnya, terdapat 2 dua grup rute sintesis metamfetamin yaitu a sintesis dimulai dengan fenil-2-propanon, menghasilkan metamfetamin rasemat, seperti rute leuckart dan reductive amination dan b rute sintesis menggunakan bahan murni bersifat optis l-efedrin atau d-pseudoefedrin sebagai bahan baku awal menghasilkan d-metamfetamin yang efek stimulannya lebih baik. Rute yang digunakan adalah Nagai route, Birch reduction, Rosenmund hydrogenation dan Emde route dengan kloro efedrin sebagai produk intermediet RembergStead, 1999. Salah satu senyawa kimia yang sangat popular digunakan pada sintesis metamfetamin adalah fenil-2-propanon. Rute sintesis metamfetamin dengan senyawa ini sangat mudah yang disebabkan oleh struktur senyawa yang relatif sederhana dan juga sudah popular penggunaannya. Senyawa fenil-2-propanon ini sangat mudah disintesis dari benzil sianida, asam fenil asetat, kloroaseton ataupun benzil klorida dan asetonitril United Nations on Drug and Crime, CharacterizationImpurity Profiling of Methamfetamine Tablets In South-East Asia. Senyawabahan kimia lain yang digunakan sebagai bahan awal sintesis metamfetamin adalah efedrin serta pseudoefedrin. Senyawa ini secara ilegal telah lama digunakan dalam produksi metamfetamin. Namun larutan efedrintidak stabil terhadap sinar matahari langsungdan oksigen. Oksidasi efedrin atau pseudoefedrin menghasilkan 2-metilamino-1-fenil-1-propanon, benzaldehida atau asam benzoat Universitas Sumatera Utara United Nations on Drug and Crime, CharacterizationImpurity Profiling of Methamfetamine Tablets In South-East Asia. Pengalaman menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam sintesis dapat berpengaruh pada formasi yang dihasilkan dan tentunya mempengaruhi kompleksitas pengotornya. Hal-hal yang mempengaruhi profil pengotor dalam metamfetamin hasil akhir dari sintesis antara lain : a temperatur reaksi, b waktu reaksi, cskala reaksi dan proporsi bahan kimia awal yang digunakan dan dtingkatan dan cara pemurnian produk intermediet dan produk akhir RembergStead, 1999 .

2.2.4. Mekanisme Kerja

Metamfetamin adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung dengan aktivitas sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin endogen seperti epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik disebabkan oleh keluarnya neurotransmiter dari daerah presinap. Metampetamin juga mempunyai efek menghalangi re-uptake dari katekolamin oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas monoamin aksidase, sehingga konsentrasi dari neurotransmitter cenderung meningkat dalam sinapsis. Mekanisme kerja metampetamin pada susunan saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonis atau ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim monoamine oxidase MAO pada ujung presinaps saraf.

2.2.5 PATOFISIOLOGI

Penggunaan metampetamin kronis dan dosis tinggi menimbulkan perubahan toksik secara patofisiologi. Efek toksik penggunaan metampetamin kronis dengan dosis tinggi terhadap: a. Otak Penggunaan metampetamin secara kronis dengan dosis tinggi akan menginduksi perubahan toksik pada sistim monoaminergik pusat. Seiden dan kawan Universitas Sumatera Utara kawan melakukan penelitian pada kera dengan menyuntikkan sebanyak 8kalihari dosis 3-6,5 mgkg selama 3-6 bulan. Setelah 24 jam pemberian dosis terakhir memperlihatkan kekosongan norepinefrin pada semua bagian otak pons, medula, otak tengah, hipothalamus dan korteks frontal. Setelah 3-6 bulan suntikan terakhir, norepinefrin masih tetap rendah di otak tengah dan korteks frontal. Sedangkan pada hipothalamus dan pons kadar norepinefrin sudah meningkat. Kadar dopamin terdepresi hanya pada darah, bagian otak lain tidak terpengaruh. Kondisi toksik metampetamin ini juga mempengaruhi sistim serotoninergik, hal ini diperlihatkan dengan perubahan aktivitas triptophan hidroksilase terutama pada penggunaan fenfluramin. Rumbaugh melaporkan pada pemakaian amfetamine kronis dengan dosis tinggi mempengaruhi vaskularisasi otak. Penelitian pada kera yang diberi injeksi metamfetamin selama 1 tahun menunjukkan perubahan yang luas dari arteriola kecill dan pembuluh kapiler. b. Perifer Efek yang menonjol adalah terhadap kerja jantung. Katekolamin mempengaruhi sensitivitas miokardium pada stimulus ektopik, karena itu akan menambah resiko dari aritmia jantung yang fatal. Efek perifer yang lain adalah terhadap pengaruh suhu thermo-regulation. Amfetamine mempengaruhi pengaturan suhu secara sentral di otak oleh peningkatan aktivitas hipothalamus anterior. Penyebab kematian yang besar pada toksisitas amfetamine disebabkan oleh hiperpireksia. Mekanisme toksisitas dari amfetamine terutama melalui aktivitas sistim saraf simpatis melalui situmulasi susunan saraf pusat, pengeluaran ketekholamin perifer, inhibisi re uptake katekholamine atau inhibisi dari monoamin aksidase. Dosis toksik biasanya hanya sedikit diatas dosis biasa. Amfetamine juga merupakan obatzat yang sering disalahgunakan. Efek amfetamine yang berhubungan dengan penyalahguaan dapat dibedakan dalam 2 fase: 1. Fase awal Selama fase ini efek akut dari amfetamine ditentukan oleh efek farmakologinya pelepasan dopamin dan akan menimbulkan: a Euforia b Energi yang meningkat c Menambah kemampuan bekerja dan interaksi social Universitas Sumatera Utara Efek ini timbul sesaat setelah mengkonsumsi 2. Fase konsilidasi Konsumsi yang lama dan intermiten, membuat individu akan meningkatkan dosis untuk mendapatkan efek yang lebih besar. Pada pemakaian yang terus-menerus individu akan meningkatkan frekuensi dan dosis zat untuk merasakan flash atau rush dari penggunaan amphetamine. Selama masa transisi penggunaan dosis tinggi, individu menggunakan amfetamine yang bereaksi cepat, yaitu secara intravena atau dihisap. 2.3.Sonikasi Sonikasi termasuk kedalam ekstraksi cair-cair. Pada ektraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut meskupun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut kedalam dinding sel tanaman .Ashley, et.al ,2001. Metode ekstraksi sonikasi juga efisien dan mempersingkat waktu ekstraksi Melecchi et al.2006 Energi dalam ultrasonik merupakan intensitas gelombang ultrasonik yang merambat dan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu. Jika energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan, maka akan melepaskan energi kalor sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat dan kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan, pertumbuhan dan pecahnya gelembung didalam sebuah cairan. Ketika gelembung kavitasi akustik pecah Universitas Sumatera Utara mendekati atau pada permukaan solid, maka permukaan solid tersebut memberikan resistensi terhadap aliran cairan. Bendicho, 2000 Sedangkan kelemahan metode sonikasi yaitu harganya yang mahal dan membutuhkan proses curing Ulilalbab, 2012. Proses curing pada prinsipnya merupakan suatu proses terjadinya reaksi kimia awal jaringan ikat kolagen kulit dengan bahan curing baik dengan menggunakan bahan curing asam, basa ataupun enzim. Proses curing menyebabkan struktur ikatan intermolekuler dan intramolekuler pada protein kolagen kulit melemah ataupun terjadi proses pemutusan rantai ikatan asam amino secara parsial Kolodziejska,2007;Hidayat,2008 Gambar 2.2 menunjukkan perangkat ultrasonik yang paling umum digunakan saat ini dalam aplikasi analitis. Tidak semua perangkat berkinerja sama dan tidak semua ditujukan untuk aplikasi yang sama. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ketika mengembangkan kimia analitik dengan bantuan ultrasonikasi adalah pengetahuan tentang perbedaan antara peralatan ultrasonik yang tersedia, terutama dari keuntungan dan kerugian yang telah diperkirakan untuk masing-masing. 2009 Luis, Gambar 2.2 Teknologi ultrasonik : a probe kaca silika; b probe spiral; c probe ganda; d sonoreaktor; e dan f prob multi; g horn microplate; h horn cup

2.3.1. Kavitasi

Suara, termasuk ultrasonik, yang diteruskan melalui media fisik oleh gelombang yang mengkompresi dan meregangkan jarak molekul dari medium yang dilalui hilang. Karena ultrasound yang melalui medium pada Gambar 2.2 dimana jarak rata-rata antara molekul akan bervariasi karena mereka terombang-ambing terhadap posisi rata- Universitas Sumatera Utara rata mereka. Bila tekanan negatif yang ditimbulkan karena gelombang ultrasonik melintasi cairan cukup besar, maka jarak antara molekul cairan melebihi molekul minimum jarak yang dibutuhkan untuk menahan cairan tetap utuh, dan kemudian cairan akan pecah dan turun ke bawah dan ruang kosong dibuat. Ruang kosong itu yang disebut gelembung kavitasi. Karna cairan mengalami kompresi dan peregangan, maka gelembung kavitasi dapat berperilaku dalam dua cara. Pada bagian pertama, yang disebut kavitasi stabil, gelembung terbentuk pada ultrasonik yang cukup rendah dengan intensitas osilasi 10 –3 W cm -2 mengenai beberapa ukuran keseimbangan bagi banyak siklus akustik. Pada bagian kedua, yang disebut kavitasi sementara, gelembung terbentuk menggunakan suara intensitas lebih dari 10 W cm -2 . Luis, 2009 Gambar 2.2 a Pergeseran grafik x; b Kavitasi Sementara; c Kavitasi Sementara; d Kavitasi Stabil; d Tekanan grafik P Dari sudut pandang kimia analitik, efek yang paling menarik mengenai ultrasonikasi berhubungan erat dengan kavitasi. Kavitasi menyebabkan zat terlarut termolisis bersamaan dengan pembentukan radikal yang sangat reaktif dan reagen, seperti radikal hidroksil dan hidrogen peroksida, yang menginduksi kondisi reaktif drastis dalam media cairan. Secara umum, ultrasonikasi membantu analisis kimia dengan: 1.meningkatkan ekstraksi padat-cair suatu unsur; 2. memperpendek skema ekstraksi sekuensial untuk penentuan unsur 3. memperpendek skema spesiasi unsur Universitas Sumatera Utara 4. mempercepat ekstraksi padat-cair spesies organik 5. mempercepat pengukuran elektroanalitik dengan meningkatkan transportasi efesiensi massa 6. mempercepat reaksi enzimatik 7. mempercepat teknik ekstraksi cair-cair 8. meningkatkan kinerja dalam ekstraksi fase padat dan microekstraksi 9. meningkatkan akurasi dalam teknik dispersi matrix padat.

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kavitasi ultrasonik

Adapun faktor-faktor yang mempengarui kavitasi ultrasonik adalah sebagai berikut : 1. Frekuensi Pada frekuensi sonik yang tinggi, pada urutan MHz, produksi kavitasi gelembung menjadi lebih sulit dari pada frekuensi sonik yang rendah, dari urutan kHz . Untuk mencapai kavitasi, dengan meningkatnya frekuensi sonik, maka intensitas suara yang dipakai harus ditingkatkan, untuk memastikan bahwa kekuatan kohesif dari media cair dapat diatasi dan ruang kosong dapat diciptakan. Fenomena ini dapat dengan mudah dipahami dengan melihat Gambar 2.3, yang menunjukkan variasi frekuensi ambang terhadap intensitas aerasi air dan udara bebas air. Seperti yang bisa dilihat, kekuatan yang diperlukan sepuluh kali untuk menginduksi kavitasi dalam air pada 400 kHz daripada 10 kHz. Penjelasan fisik untuk ini terletak pada kenyataan bahwa, pada frekuensi yang sangat tinggi, siklus kompresi dan dekompresi disebabkan oleh gelombang ultrasonik menjadi begitu pendek sehingga molekul cairan tidak dapat dipisahkan untuk membentuk kekosongan dan, dengan demikian, kavitasi tidak lagi diperoleh Universitas Sumatera Utara . Luis, 2009 Gambar 2.3 Variasi intensitas sonikasi terhadap frekuensi ambang 2. Intensitas Intensitas sonikasi berbanding lurus dengan amplitudo getaran ultrasonik dan dengan demikian, kenaikan dalam amplitudo getaran akan menyebabkan peningkatan intensitas getaran dan peningkatan efek sonokimia . Untuk mencapai ambang kavitasi, intensitas minimum diperlukan. Ini berarti bahwa amplitudo yang lebih tinggi tidak selalu diperlukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Di samping itu, amplitudo tinggi sonikasi dapat menyebabkan kerusakan yang cepat dari transduser ultrasonik, mengakibatkan agitasi cairan daripada kavitasi dan transmisi yang lemah dalam ultrasonik melalui media cairan. Akan tetapi, amplitudo harus meningkat ketika bekerja dengan sampel yang memiliki viskositas tinggi, seperti darah. Hal ini karena saat viskositas sampel meningkat demikian juga hambatan dari sampel ke perpindahan perangkat ultrasonik, misalnya ujung probe ultrasonik. Oleh karena itu, intensitas tinggi yaitu, amplitudo tinggi diperlukan untuk mengatur perangkat ultrasonik untuk mendapatkan getaran mekanik yang diperlukan sehingga dapat mendorong kavitasi dalam sampel. 3. Pelarut Pelarut yang digunakan untuk melakukan penanganan sampel dengan ultrasonikasi harus hati-hati dipilih . Sebagai aturan umum, sebagian besar aplikasi dilakukan di dalam air.. Akan tetapi, cairan lain yang kurang polar, seperti beberapa pelarut Universitas Sumatera Utara organik, dapat juga digunakan, tergantung pada tujuan yang diinginkan. Kedua viskositas pelarut dan tegangan permukaan diharapkan untuk menghambat kavitasi. Semakin tinggi kekuatan kohesif alami yang bertindak dalam cairan misalnya, tinggi viskositas dan tegangan permukaan tinggi, semakin sulit adalah untuk mencapai kavitasi. 4. Temperatur Suhu pelarut memainkan dua peran dalam ultrasonikasi. Di satu sisi, suhu yang tinggi membantu untuk mengganggu interaksi zat terlarut-matrix yang kuat, yang melibatkan gaya Van der Waals, ikatan hidrogen dan atraksi dipol antara molekul zat terlarut dan situs aktif pada matriks. Selain itu, tingkat difusi lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Di sisi lain, kavitasi lebih baik dicapai pada suhu yang lebih rendah ketika kekuatan ultrasonik dari generatoris adalah konstan. Hal ini karena suhu pelarut naik sehingga untuk melakukan tekanan uap dan begitu banyak uap pelarut mengisi gelembung kavitasi, yang kemudian cenderung jatuh kurang keras, yaitu, efek sonikasi kurang intens dari yang diharapkan. Oleh karena itu kompromi antara suhu dan kavitasi harus dicapai. Misalnya, rasio ekstraksi hidrokarbon aromatik polisiklik dari sedimen yang meningkat antara 6 dan 14 saat ekstraksi ultrasonik dengan probe dilakukan di bawah kondisi non-pendinginan.

2.4 Ekstraksi cair-cair Liqud-liquid Extraction

Salah satu metode populer dari pemisahan suatu analit dalam sampel cairan yang kompleks adalah teknik yang dikenal dengan ekstraksi cair-cair atau ekstraksi cair- padat. Dalam ekstraksi cair-cair, cairan yang mengandung analit biasanya air dibawa dalam kontak dengan pelarut cair biasanya pelarut organik nonpolar yang tidak larut dengan pelarut pertama. Wadah yang digunakan adalah biasanya corong pisah. Karena dua pelarut tidak bercampur, ada dua lapisan cairan dalam corong pisah. Menggoncang corong pisah menyebabkan dua pelarut kedalak kontak yang menyatu sehingga analit kemudian berpindah dari pelarut pertama menuju pelarut kedua.Karena tidak saling bercampur, dua lapisan dapat kemudian dipisahkan dari satu sama lain dengan membiarkan kedua lapisan untuk mengeluarkan satu lapisan melalui stopcock pada bagian bawah corong. Larutan yang diinginkan selanjutnya dibawa menuju tahap selanjutnya Kenkel,J,2003 Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Kestabilan Sampel

Apabila sampel tidak dibawa selanjutnya melalui prosedur metode analitik karena analit yang tidak stabil, menjadi penting untuk melindungi sampel dari dekomposisi dalam beberapa bagian atau membuat derivat analit. Perlindungan dari dekomposisi dapat berarti menyimpan sampel seperti sampel biologik kedalam kulkas, menghindari dari cahaya , menghindari dari paparan terhadap udara atau kelembaban. Derivatisasi analit adalah secara kimia mengubah analit kedalam bentuk yang stabil sehingga kuantitas analit dapat ditentukan secara tidak langsung melalui analisis derivat Kenkel,J.2003

2.5 Analisis Narkotika dari sampel Rambut

Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat penyalahgunaan narkotika. Obat-obatan dapat terdeteksi beberapa bulan setelah konsumsi terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar rambut melalui kapiler dan akan tertanam di batang rambut, dimana rata-rata pertumbuhannya 0.9-1.2 cm per bulan. Oleh karena itu, rambut dapat digunakan sebagai “kalender” dari kegiatan masa lalu dalam obat-obatan. Kelebihan dari analisis rambut dibandingkan dengan uji darah, urin, dan saliva adalah sebagai berikut : 1. Rambut memiliki kemampuan untuk menyerap zat-zat eksogen menuju batang rambut dimana zat-zat eksogen tersebut tetap tidak berubah selama beberapa tahun berlawanan dengan matriks tradisional dimana materi dalam 24 jam akan terjadi tanda eliminasi atau dekomposisi analit. 2. Uji dengan menggunakan rambut, penarikan sampel dan pengangkutan mudah. Penarikan sampel tidak bersifat invasive, tanpa ketidaksesuaian terhadap subjek, dan dilakukan dengan peralatan sederhana. Transportasi tidak membutuhkan kondisi khusus, hanya dengan nenggunakan aluminium foil dan kertas amplop. Universitas Sumatera Utara 3. Sampel rambut sangat sulit untuk dipalsukan sehingga sangat bermanfaat dalam kasus-kasus forensik. Dengan fasilitas laboratorium yang maju, sedikit dan sedikit jumlah sampel akan terdeteksi dalam rambut dan demikian beberapa senyawa-senyawa lain yang berbahaya akan menarik perhatian analis. Kelemahan dalam analisis rambut yang diketahui dan harus dipertimbangkan : 1. Sulit untuk mempersiapkan standar rambut referensi yang mengandung konsentrasi akurat obat yang diperlukan untuk kalibrasi. 2. Efisiensi ekstraksi obat dari matriks padat adalah sangat penting dan parameter ini perlu dievaluasi untuk setiap jenis obat dalam setiap laboiratorium. Standarisasi dekontaminasi dan prosedur ekstraksi juga diperlukan. 3. Standar kerja minimum harus ada dalam berbagai laboratorium Abdi,dkk.,2004

2.6. Rambut