Kesimpulan KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

89

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Benteng Ujung pandang terletak di Makassar, merupakan milik kerajaan Gowa yang dibangun pada masa raja Gowa ke IX Tumapa’risi Kalonna. Benteng Ujung Pandang yang merupakan benteng pengawal dari benteng induk kerajaan Gowa yakni benteng Somba Opu, memiliki letak yang strategis dan merupakan benteng pengawal yang tidak termasuk dihancurkan oleh Belanda. Benteng ini berperan sebagai media perlindungan atau pertahanan ibukota kerajaan dari serangan musuh, bahkan benteng ini diambil alih oleh Belanda untuk dijadikan pusat pemerintahan di wilayah Indonesia Timur. Kerajaan Gowa Makassar pada masa itu merupakan kerajaan yang memiliki pengaruh kekuasaan besar di wilayah Indonesia Timur. Kerajaan Gowa sebelum datangnya Belanda di Makassar merupakan kerajaan yang maju dalam bidang pelayaran dan perdagangan, bahkan mempunyai pelabuhan yang letaknya strategis dan merupakan bandar rempah-rempah yaitu pelabuhan Somba Opu. Setelah mengetahui arti pentingnya pelabuhan Somba Opu, Belanda VOC berusaha menjalankan misinya yakni monopoli perdagangan dengan berbagai cara. Benteng ini mempunyai beberapa nama lain, yakni benteng pannyuwa penyu karena bentuknya mirip seekor penyu yang hendak merayap ke laut Selat Makassar. Nama benteng Ujung Pandang lainnya adalah benteng Towaya yang artinya kota Tua, karena pada masa itu wilayah sekitar benteng Ujung Pandang merupakan tempat yang ramai. Nama lain yang terakhir adalah benteng Fort Roterdam, nama tersebut diambil dari tempat kelahiran Speelman di Belanda. Ia adalah orang yang berhasil memenangkan perang dengan kerajaan Gowa. 2. Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang luas pengaruhnya dan besar kekuasaannya. Kerajaan Gowa didukung oleh kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, sehingga kekuasaan raja Gowa berada pada kerajaan-kerajaan bawahan. Kerajaan Gowa mengalami kejayaan pada masa sultan 90 Malikussaid ayah Sultan Hasanuddin bersama mangkubuminya, Karaeng Pattingaloang. Ketika Sultan Malikussaid digantikan putranya Sultan Hasanuddin, Belanda VOC berharap adanya perubahan kebijakan di kerajaan Gowa agar Sultan Hasanuddin bisa diajak kerja sama. Akan tetapi harapan Belanda tersebut tidak sejalan dengan yang diharapkan. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menghancurkan kerajaan Gowa. Mengingat kekuatan Belanda tidak seimbang untuk melawan Gowa, Belanda pun menggunakan politik devide et impera politik pecah belah. Belanda kerap kali menduduki dan menembaki benteng kerajaan Gowa untuk dikuasai. Akan tetapi ada sebagian benteng yang berhasil diduduki Belanda. Belanda meminta ganti rugi kepada Gowa untuk dikembalikannya benteng yang telah diduduki Belanda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, ini juga menghadapi pemberontakan kerajaan bawahan khususnya kerajaan Bugis yakni kerajaan Bone dan sekutunya. Pada masa pemerintahan sultan Hasanuddin, hubungan antara kerajaan Gowa dengan Belanda semakin memburuk. Menurut Belanda, kerajaan Gowa merupakan penghalang untuk menjalankan monopoli perdagangannya di wilayah Indonesia Timur. 3. Konflik antara Kerajaan Gowa dengan belanda VOC terus berlanjut, keduanya sama-sama mempertahankan kepentingannya. Pihak Belanda VOC ingin menjalankan monopoli perdagangan, sedang kerajaan Gowa melindungi pedagang-pedagang dengan kebijakan perdagangan bebas yang diterapkan kerajaan Makassar dengan berpatokan pada prinsip laut bebas. Pihak Belanda merasa terhalang dengan kebijakan kerajaan Gowa, sehingga Belanda menggunakan berbagai cara untuk melaksanakan monopolinya tersebut. Untuk mengalahkan kerajaan Gowa, Belanda menggunakan orang pribumi yang telah dihasutnya untuk melawan kerajaan Gowa agar tidak banyak korban yang jatuh dipihak Belanda. Belanda yang dibantu Arung Palakka juga menghancurkan lumbung padi daerah Bantaeng yang merupakan persediaan makanan bagi rakyat Gowa. Selain itu Belanda dan sekutunya juga menyerang tempat 91 penempahan para tubarani laskar yang merupakan basis kuat kerajaan Gowa sekaligus kampung halaman Sultan Hasanuddin daerah Laikang. Setelah Belanda berhasil menduduki sebagian benteng dan melemahkan kekuatan kerajaan Gowa dengan banyaknya korban yang jatuh. Belanda mulai menawarkan perundingan. Perundingan tersebut isinya sangat merugikan kerajaan Gowa. Untuk menghindari jatuhnya banyak korban, sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian Bungaya pada tanggal 18 Nopember 1667 di kampung Bungaya, dekat Barombong. Salah satu isi pasal perjanjiannya menyebutkan bahwa benteng pengawal dari benteng Somba Opu, yakni benteng Ujung Pandang supaya diserahkan pada Belanda beserta perkampungan sekitar.

B. Implikasi