11
Pendekatan pemberdayaan berbeda dengan pedekatan-pendekatan lainnya dalam analisanya terhadap asal, dinamika dan struktur
penindasan perempuan, serta bagaimana pendekatan itu berniat mengubah posisi perempuan dunia ketiga.
Pemberdayaan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke atas
bottom-up
ketimbang pendekatan dari atas ke bawah
top-down
. Pendekatan ini memahami tujuan pembangunan bagi perempuan dalam
pengertian kemandirian dan kekuatan internal, dan sedikit banyak lebih menekankan pada pembuatan undang-undang yang berkenaan dengan
kesamaan antara laki-laki dan perempuan ketimbang pemberdayaan perempuan
itu sendiri
untuk berusaha
mengubah dan
mentransformasikan struktur yang sangat bertentangan dengan mereka seperti undang-undang perburuhan, kontrol laki-laki atas tubuh dan hak
reproduktif perempuan, undang-undang sipil, dan hak atas kekayaan Mosse:2007.
2.2 Gender dan Kemiskinan
Dalam perkembangannya, kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan
subjektif Sunyoto 2010: 125-127. 1.
Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret
a fixed yardstick
. Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum
anggota masyarakat sandang, pangan, papan. Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan absolut yang berbeda-
beda sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat yang
dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. 2.
Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan
the idea of relative standard
, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah
berbeda dengan daerah lainnya, dan, kemiskinan pada waktu
12
tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan
in terms of judgment
anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup.
3. Konsep kemiskinan subjektif dirumuskan berdasarkan perasaan
kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal
a fixed yardstick
, dan tidak memperhitungkan
the idea of relative standard
. Menurut Ranjabar 2008:129 kemiskinan sendiri dapat disebabkan
dari tiga unsur, yaitu: 1.
Kemiskinan yang disebabkan oleh “handicap” badaniah ataupun mental seseorang.
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
3. Kemiskinan buatan, yaitu buatan oleh manusia yang dari
manusia dan terhadap manusia, atau lebih sering disebut dengan kemiskinan struktural.
Tantangan terhadap adanya kemiskinan penduduk yang pada umumnya berada di wilayah pedesaan, yaitu berupa tantangan yang
bersifat transformasi internal dan eksternal dari masyarakat tersebut. Tantangan transformasi eksternal masyarakat yaitu:
a. Perkembangan sosial, ekonomi dan teknologi yang sering
tidak menguntungkan masyarakat pedesaan bahkan banyak menimbulkan
kesenjangan dan
goncangan tatanan
kehidupan sosial budaya dan sosial ekonomi. b.
Rangsangan media masa yang cenderung membangkitkan keinginan-keinginan
terhadap kepemilikan
barang konsumtif dan kebutuhan lainnya yang tidak diimbangi
dengan kemampuan masyarakat untuk memilikinya , menggunakan dan memeliharanya.
13
Tantangan transformasi internal masyarakat itu sendiri adalah: a.
Tekanan pertambahan penduduk yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai.
b. Keinginan untuk menghasilkan komoditi untuk sendiri dan
produksi yang tidak diimbangi dengan pengetahunan dan keterampilan.
c. Dorongan
push-factor
urbanisasi untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan lainnya di
perkotaan yang sarat berbagai fasilitas dibandingkan dengan fasilitas pedesaan Supriatna: 2000.
Karena di Indonesia menggunakan konsep kemiskinan absolut dan relatif, maka terdapat indikator atau kriteria yang di gunakan sebagai
acuan untuk menentukan orang miskin beberapa indikator tersebut yaitu Supriatna 2000:124, BPS: 2014:
a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi
sendiri. b.
Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.
c. Tingkat pendidikan pada umunya rendah.
d. Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai
keterampilan atau pendidikan yang memadai. e.
Tidak memiliki tempat tinggal atau kondisi rumah tidak layak huni.
f. Berpenghasilan rendah dan tidak tetap.
g. Memiliki ART anggota rumah tagga penyandang kecacatan
mental atau fisik tetap. h.
JandaDudaLansia yang tinggal dengan: ART anggota rumah tangga yang tidak bekerja atau sebatang kara.
i. Seluruh anggota rumah tangga pengangguran.
j. Tidak memiliki aset maupun harta berharga.
14
k. Peserta program daerah dan penerima manfaat kegiatan sosial
keagamaan zakat, santunan dll. l.
Kepesertaan program kemiskinan lainnya yang tidak termasuk dalam daftar awal.
Sunyoto 2010:128 juga menjelaskan mengenai dua perspektif yang sering digunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu:
1. Perspektif kultural
Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga, dan masyarakat.
a. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat
yang lazim disebut
a strong feeling of marginality
seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme atau pasrah pada
nasib, boros, tergantung dari inferior. Sifat pasrah pada nasib inilah yang sering muncul pada
istri dari rumah tangga miskin, baik yang bekerja maupun
tidak bekerja.
Mereka menyerahkan
kehidupannya dan juga keberlanjutan hidupnya kepada Tuhan, dan tetap bersyukur dengan segala yang
diberikan oleh Tuhan. Hal ini terjadi karena para istri menyadari bahwa kualitas SDM yang mereka miliki
tidak mampu bersaing untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
b. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan
jumlah anggota keluarga yang besar dan
free union or consensual
marriages
. Besarnya jumlah anggota keluarga bukan disebabkan banyaknya jumlah anak yang
dimiliki oleh keluarga miskin tersebut, melainkan banyaknya jumlah KK yang tinggal di rumah tersebut.
Biasanya para anak yang sudah menikah masih tetap tinggal di rumah orang tuannya, karena mereka biasanya
15
juga menjadi KK miskin dan tidak mampu memiliki rumah sendiri.
Namun, tidak semua keluarga miskin yang ada di Kelurahan Kumpulrejo tinggal dalam satu rumah dengan
beberapa KK. Karena Kumpulrejo merupakan daerah pedesaan, sehingga kebanyakan masyarakatnya masih
memiliki lahan yang cukup untuk membangun rumah, meskipun hanya seadanya.
c. Pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama
ditunjukkan oleh tidak teritegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif. Hal
ini ditunjukkan dengan rendahnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki masyarakat miskin mengenai
program-program bantuan yang seharusnya dapat mereka akses. Persoalan ini di sebabkan kurangnya
sosialisasi yang di berikan oleh dinas-dinas terkait kepada masyarakat.
2. Perspektif situasional
Masalah kemiskinan dilihat sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-
produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain mengejawantah dalam program-progrm pembangunan yang
dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan
growth
dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan.
Untuk menangani masalah kemiskinan, Ranjabar 2008:131 menjelaskan dua hal penting dalam menangani masalah kemiskinan
struktural, yaitu intervensi pemerintah, dan kesadaran manusia miskin itu sendiri. Dalam pemaknaan ini, kebanyakan kebijakan penanggulangan
kemiskinan di Indonesia lebih banyak melihat kemiskinan secara struktural dengan mengintervensi berbagai program penanggulangan
kemiskinan. Namun, seiring perkembangannya konsep kemiskinan
16
subjektif mulai digunakan oleh pemerintah untuk menentukan orang yang dianggap miskin.
Berdasarkan realitas yang ada di masyarakat, saat ini banyak ditemui perempuan, dari rumah tangga miskin yang juga turut bekerja di
luar rumah untuk menambah penghasilan keluarganya. Keluarga adalah sebuah organisasi yang di dalamnya bisa terdiri dari seorang suami,
seorang istri, baik dengan anak atau tidak, dan mungkin masih ada orang yang lain lagi.
Keluarga sebagai sebuah organisasi, masing-masing organ menempati posisi masing-masing, bersinergi, sehingga roda organisasi
itu bisa bergerak dan berfungsi. Masyarakat telah mengkonstruksi kelompok-kelompok terlentu, lengkap dengan labelnya. Pengelompokkan
ini menggunakan berbagai dasar, seperti jenis kelamin, suku, ras, tingkatan sosial, profesi, dan sebagainya. Seorang pribadi yang
dimasukkan dalam kotak tertentu, ia akan kehilangan jati dirinya, sebab masyarakat menggunakan ukuran untuk menilai sesuai dengan label yang
dikonstruksikan Murniati 2004:197-198. Dibutuhkan strategi mencari mata pencaharian
livelihoods strategies
agar mampu bertahan dan mengembangkan kehidupan rumah tangganya. Carner 1984 menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi
yang dapat dilakukan oleh rumah tangga miskin pedesaan, antara lain: a.
Melakukan berbagai macam pekerjaan meskipun dengan memperoleh upah yang rendah.
b. Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal
balik dalam pemberian rasa aman dan perlindungan. c.
Melakukan migrasi ke daerah lain. Biasanya migrasi desa- kota sebagai alternatif terakhir apabila sudah tidak terdapat
lagi pilihan sumber pendapatan di desanya. Selain adanya pilihan, strategi mata pencaharian mengharuskan adanya
sumber daya manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam strategi mata pencaharian Crow,1989
17
Menurut Widodo 2011, peran perempuan juga menjadi salah satu harapan dalam pengembangan strategi mata pencaharian berkelanjutan.
Pemanfaatan ikatan sosial antar penduduk yang selama ini sudah mereka lakukan, perlu untuk ditingkatkan sehingga memberi peluang akses
mengembangkan mata pencaharian. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan wanita di bidang
ekonomi ada beberapa indikator yang bisa digunakan, diantaranya dengan melihat kegiatan yang dilakukan wanita dalam masyarakat, status
pekerjaan, jenis pekerjaan serta lapangan usaha. Dari berbagai indikator tersebut diperoleh gambaran apakah wanita melakukan kegiatan
produktif yang menghasilkan uang atau imbalan lain yang setara dengan uang Nurhidayati, 1993.
Bagi perempuan motivasi bekerja bukanlah sekedar mengisi waktu senggang, melanjutkan karier, akan tetapi sungguh-sungguh menambah
nafkah sebagai tambahan terhadap penghasilan suami, penghasilan mana tidak mencukupi, juga tidak untuk meminimum mungkin Hadiz,
2004:18. Hal ini juga ditekankan oleh Wolfman 1993:27, bahwa mereka bekerja hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk mendapat
jabatan yang lebih tinggi, dan lagi mereka dianggap tidak mampu menduduki jabatan semacam itu.
Livelihood
adalah istilah pembangunan yang menggambarkan kemampuan
capabilities
, kepemilikan sumber daya sosial dan material, dan kegiatan yang dibutuhkan seseorang masyarakat untuk
menjalani kehidupannya Saragih, dkk 2007.
Sustainable Livelihoods
sebagai konsep bermakna gugatan terhadap praktek status
quo
dalam analisis pembangunan desa dan kemiskinan. Secara etimologis, makna kata
livelihood
itu meliputi aset atau modal alam, manusia, finansial, sosial dan fisik, aktifitas dimana
akses atas aset dimaksud dimediasi oleh kelembagaan dan relasi sosial yang secara bersama mendikte hasil yang diperoleh oleh individu
maupun keluarga Saragih,dkk 2007. Sementara itu, akses dapat
18
didefinisikan sebagai suatu aturan dan norma sosial yang mengatur atau mempengaruhi kemampuan yang berbeda antar individu dalam memiliki,
mengontrol, mengklaim atau menggunakan sumberdaya seperti penggunaan lahan di pedesaan.
Livelihood
juga dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan setiap orang untuk memperoleh penghasilan, termasuk kapabilitas
mereka, aset yang dapat dihitung seperti ketersediaan dan sumber daya, serta aset yang tak bisa dihitung seperti kalim, dan akses. Dengan kata
lain,
livelihood
atau penghidupan ini dapat dipahami sebagai suatu ketahanan dalam menunjang pemulihan atau perbaikan dari goncangan
atau tekanan, kemampuan memelihara atau meningkatkan aset, dan ketahanan menyediakan peluang penghidupan untuk menyokong manfaat
penghidupan generasi mendatang dalam skala lokal dan dalam jangka pendek atau panjang.
Pemahaman mengenai konsep mata pencaharian
livelihood
penting dalam rangka fasilitasi bagi pihak-pihak yang melakukan kegiatan produktif atau pekerja untuk merencanakan maupun
meningkatkan kontribusi pada mata pencaharian yang dimiliki para pekerja yang bersangkutan. Pemahaman mengenai konsep mata
pencaharian terkait dengan hal-hal berikut: a.
Memberikan pemahaman atas elemen-elemen penting tentang mata pencaharian.
b. Memberikan kemudahan dalam merumuskan strategi yang
tepat untuk penguatan mata pencaharian. c.
Penguatan mata pencaharian yang memungkinkan pemberian fasilitasi pendampingan bagi pekerja dalam hal
seperti penganekaragaman
sumber-sumner mata
pencaharian dan menetapkan strategi kegiatan dalam rangka optimalisasi mata pencaharian Haryati, 2014:61.
19
FAO dalam Haryati 2014 menyatakan bahwa ada tiga elemen penting dari konsep mata pencaharian, yakni aset atau sumber,
kemampuan dan kegiatan. Sumber-sumber
resources
mencakup: a.
Human capital
modal manusia yang tercermin antara lain dari
keterampilan, pengetahuan,
kesehatan maupun
kemampuan untuk bekerja. b.
Social capital
modal sosial dapat berupa jaringan yang dapat dibangun dan diakses.
c.
Natural capital
modal alamiah seperti lingkungan dengan segala sumber dayanya.
d.
Physical capital
modal fisik seperti lahan, ternak, bangunan dan sejenisnya.
e.
Financial capital
berupa uang tunai atau aset yang dapat dinilai dengan uang.
2.3 Penelitian Sebelumnya