TINJAUAN KEBIJAKAN LIABILITAS PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) BANDAR LAMPUNG PERIODE 2007-2009

(1)

ABSTRAK

TINJAUAN KEBIJAKAN LIABILITAS PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) BANDAR LAMPUNG PERIODE 2007-2009

Oleh

SHINTA PUSPITA

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung merupakan perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang jasa produksi yang terdiri dari berbagai jenis komoditi, antara lain: kelapa sawit, teh, tebu, dan karet yang diolah untuk

menghasilkan bahan jadi SIR, minyak sawit (CPO), teh, dan gula yang siap dipasarkan ke konsumen. Tujuan utama dari PTPN VII (Persero) adalah memperoleh laba maksimal dengan biaya sekcil mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelangsungan hidup perusahaannya. Perusahaan yang dinyatakan sehat apabila perusahaan tersebut dapat melunasi semua liabilitas jangka pendek dan panjangnya pada tempo yang telah ditetapkan. Masalah yang ada adalah liabilitas PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 mengalami kenaikan, tetapi tidak diikuti dengan net profit margin nya.

Tujuan penulis dalam laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan liabilitas yang ada pada PTPN VII (Persero) terhadap net profit margin

(NPM) perusahaan. Alat analisis yang digunakan adalah solvabilitas, yaitu debt to equity ratio, debt to asset ratio dan analisis profitabilitas, yaitu net profit margin. Teori yang digunakan adalah teori struktur modal. Data yang digunakan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba/rugi PTPN VII (Persero).

Hasil dari penulisan laporan akhir ini penulis dapat menyimpulkan bahwa kebijakan liabilitas pada PT PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 mengalami peningkatan sedangkan mengalami penurunan pada net profit margin (NPM) perusahaan 2007-2009.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… i

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penulisan ... 8

1.4 Metode Pengumpulan Data ... 8

1.4.1 Studi Lapangan ... 8

1.4.2 Studi Kepustakaan ... 9

1.5 Analisis Data ... 9

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Liabilitas ... 10

2.2 Pengertian Kebijakan Liabilitas ... 12

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Liabilitas ... 13

2.3.1 Struktur Kepemilikan ... 13

2.3.2 Free Cash Flow ... 16

2.4 Teori Kebijakan Liabilitas ... 17

2.4.1 Teori Struktur Modal ... 17

2.4.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 19

2.4.1.2 Pengaruh Struktur Modal terhadap Proftabilitas Perusahaan ... 20

2.4.1.3 Komponen-Komponen Struktur Modal ... 21

III. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan ... 26


(3)

3.2 Keadaan Umum Perusahaan. ... 29

3.3 Lokasi dan Jenis Komoditi Perusahaan ... 29

3.4 Struktur Organisasi Perusahaan ... 31

3.5 Visi dan Misi Perusahaan ... 40

3.5.1 Visi Perusahaan ... 40

3.5.2 Misi Perusahaan ... 40

3.6 Produksi dan Produktifitas ... 41

3.7 Struktur Organisasi ... 42

1V. PEMBAHASAN 4.1 Debt to Equity Ratio ... 43

4.2 Debt to Asset Ratio ... 45

4.3 Net Profit Margin ... 47

4.4 Perbandingan Nilai Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin ... 49

4.5 Perbandingan Nilai Debt to Ratio dan Net Profit Margin ... 50

4.6 Upaya Mengingkatkan Net Profit Margin ... 51

4.7 Fakta yang Timbul dari Hasil Penelitian ... 52

4.8 Kaitan antara Liabilitas terhadap NPM dengan Perusahaan ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Neraca PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2007

2. Laporan Laba/Rugi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2007

3. Neraca PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2008

4. Laporan Laba/Rugi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2008

5. Neraca PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2009

6. Laporan Laba/Rugi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Per 31 Desember 2009


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Neraca Bentuk Commonsize………...……. 5

Tabel 2. Utang dan Laba Perusahaan………...……. 7

Tabel 3. Unit-Unit Usaha Perusahaan………. 30

Tabel 4. Jumlah Total Utang dan Modal Perusahaan………... 43

Tabel 5. Jumlah Total Utang dan Total Aktiva Perusahaan……… 46

Tabel 6. Jumlah Penjualan dan Laba Bersih……… 47

Tabel 7. Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin……….. 49


(6)

Judul Laporan Akhir : Tinjauan Kebijakan Liabilitas Pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Periode 2007-2009

Nama Mahasiswa : Shinta Puspita

No. Pokok Mahasiswa : 1001081069

Program Studi : Diploma III Keuangan dan Perbankan

Jurusan : Manajemen

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

MENYETUJUI Pembimbing Laporan Akhir

Prakarsa Panji Negara, S.E, M.Si NIP. 197405012008011007

Ketua Jurusan Manajemen Ketua Program Studi

Diploma III Keuangan dan Perbankan

Aidasari, S.E, M.Si Roslina, S.E, M.S.i NIP. 196201271987032003 NIP. 197707112005012002


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prakarsa Panji Negara, S.E, M.Si ………

Penguji Utama : Iban Sofyan, S.E, M.M ………

Sekretaris : Yuniarti Fihartini, S.E, M.Si ………

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si NIP. 196109041987031011


(8)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjunganku , Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa manusia dari peradaban Jahiliyah ke peradaban intelektualitas seperti sekarang ini. Laporan akhir dengan judul “Tinjauan Kebijakan Liabilitas PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Periode 2007-2009” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keuangan dan Perbankan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Ibu Aidasari, S.E, M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen Universitas Lampung.

3. Ibu Roslina, S.E, M.Si selaku Ketua Program D3 Keuangan dan Perbankan Universitas Lampung.

4. Bapak Iban Sofyan, S.E, ME. selaku Dosen Penguji Utama yang telah bersedia memberikan masukan, dan saran yang membangun.

5. Ibu Yuniarti Fihartini, S.E, M.Si. selaku Dosen Penguji Pembantu yang telah bersedia memberikan masukan, dan saran yang membangun.


(9)

6. Bapak Prakarsa Panji, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu utntuk membimbing, memberikan saran, nasehat dan ilmu selama proses penyelesaian laporan akhir ini.

7. Bapak Zulkarnaen, S.E, M.B.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan perhatian dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian laporan akhir.

8. Seluruh Dosen dan Staff Program D3 Keuangan dan Perbankan (Bu Desma thank you atas bantuannya selama ini)

9. Teman-teman jurusan D3 Keuangan dan Perbankan yang telah memberikan semangat.

10. Keluarga besar PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung (Bagian Akuntansi, Keuangan dan SDM) yang telah memberikan izin, bimbingan dan bantuan pada saat PKL sampai laporan ini terselesaikan. 11. Orangtuaku Bapak dan Emak tersayang yang telah mendidik dan

memperjuangkan segalanya demi kebahagiaanku, yang sabar dan tak henti memberikan doa, dukungan dan semangat untukku. Semoga kelak ku bisa membalas semua yang telah Bapak dan Emak berikan untukku, dan semoga aku bisa membahagiakan Bapak dan Emak. Aku ingin menjadi anak yang selalu bisa membanggakan kalian. Tunggu pintu kesuksesan berada didepan mataku, kelak aku akan selalu membuat kalian bahagia. 12. Mb ku Erika, Kakak Ipar ku Putra, Ponakan ku Sakha dan Udo ku Yoki

yang selalu memberikan ku semangat, doa, membantu, menjaga dan menyayangiku serta selalu mendampingiku dalam penyelesaian laporan akhir ini, terimakasih untuk semua yang telah kalian berikan untuk ku.


(10)

13. Sahabat-sahabat ku angkatan 2010 : Siti Haryati, Vivi Oktavia, Rika Pratiwi Putri, Yurike Agus Setiawan, Windy Dewi Saputri, Tari

Damayanti dan Muhardi Ali yang selalu memberikan doa dan semangat, tetap semangat ya kita untuk wisuda dan kerja.

14. Teruntuk Dio Saputra, Mama Eva, Lita, Hana, Bayu dan Andri yang sudah menjadi rekan dan pemberi semangat dalam PKL sampai dengan laporan ini terselesaikan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ini.

16. Almamater tercinta.

Hormmat di awal kata dan maaf di akhir cerita.

Wassalamualaiku Wr. Wb

Bandar Lampung, Mei 2013


(11)

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis,

kupersembahkan karya sederhana ini karena Allah S.W.T

dan teruntuk :

BAPAK DAN EMAK KU TERSAYANG KAKAK DAN MB KU

SERTA


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Shinta Puspita dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 14 April 1992 yang merupakan buah hati kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Ifin Susanto dan Ibu Sumiyati Ismail.

Jenjang pendidikan formal yang penulis tempuh yaitu TK Taruna Jaya Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada tahun 1997-1998, kemudian kembali

dilanjutkan di SD Al-Azhar Perumnas Way Halim Bandar Lampung yang terselesaikan pada tahun 2004. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 8 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan dilanjutkan ke SMAN 5 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung pada Program Studi Diploma III Keuangan dan Perbankan. Pada tahun 2013, penulis berkesempatan untuk melakukan Praktek Kerja


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Persaingan bisnis tidak hanya terbatas dalam persaingan sesama perusahaan domestik, melainkan telah menjadi persaingan perusahaan internasional, sehingga setiap perusahaan dituntut membuat rencana yang matang pada semua aspek perusahaan, tidak terkecuali yang berkaitan dengan kebijakan keuangan perusahaan, karena kepercayaan investor maupun kreditur terletak pada

kemampuan perusahaan untuk menjaga tingkat likuiditas dan profitabilitasnya. Pada prinsipnya, setiap perusahaan membutuhkan dana. Pemenuhan dana tersebut dapat berasal dari sumber internal maupun sumber eksternal.

Kebutuhan dana suatu perusahaan pada umumnya merupakan gabungan antara dana jangka pendek dan dana jangka panjang. Untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek digunakan sumber pembiayaan dari utang jangka pendek atau utang lancar, misalnya utang dagang. Sedangkan kebutuhan dana jangka panjang, seperti pemenuhan dana untuk peningkatan kapasitas produksi maka hendaknya digunakan pembiayaan jangka panjang. Pembiayaan jangka panjang dapat berasal dari modal asing (utang jangka panjang) maupun yang berasal dari modal saham (penerbitan saham baru).


(14)

Kebijakan manajemen dalam mencari sumber dana dan mengatur pembelanjaan perusahaan merupakan salah satu fungsi manajer keuangan. Menjalankan fungsi tersebut manajer keuangan dihadapkan pada dua masalah utama. Pertama, bagaimana keputusan pembelanjaan yang harus diambil dari berbagai alternatif yang ada sehingga akan diperoleh dana dengan cara yang paling efisien untuk membiayai investasi perusahaan. Manajer keuangan atau perusahaan perlu mempertimbangkan alternatif sumber dana dari pasar modal guna mengurangi ketergantungan pendanaan melalui pinjaman perbankan. Melalui pasar modal, perusahaan memperoleh cara lain untuk mendapatkan sumber dana dengan terlebih dulu menyatakan sebagai perusahaan go public. Kedua, penentuan metode yang digunakan dalam melakukan investasi agar dana tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Ketika memilih alternatif pendanaan untuk membiayai kegiatan perusahaan, maka yang akan menjadi pertimbangan adalah bagaimana perusahaan dapat

menciptakan kombinasi yang menguntungkan antara penggunaan dana dari modal saham dengan dana yang berasal dari utang. Hal ini menyangkut masalah

keberadaan struktur modal perusahaan yang menggambarkan pengaturan komposisi modal yang tepat antara utang jangka panjang dengan modal saham. Struktur modal yang demikian tentunya diharapkan dapat meningkatkan laba bagi perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan pemiliknya dan meningkatkan hubungan yang baik dengan para kreditur melalui peningkatan kemakmuran atau nilai perusahaan.


(15)

Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan karena kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan utang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak

manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan utang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme

monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan.

Pada saat perusahaan memutuskan untuk menggunakan utang maka akan muncul biaya utang. Biaya utang tersebut dikategorikan sebagai risiko finansial, karena meskipun perusahaan dalam kesulitan keuangan, perusahaan tetap berkewajiban membayar biaya tersebut. Apabila perusahaan memutuskan tidak menggunakan utang atau pembiayaan dilakukan secara internal maka perusahaan tidak

mempunyai kewajiban membayar biaya tersebut. Meskipun tidak semua perusahaan menggunakan modal sendiri tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan tersebut melakukan pinjaman dari luar.

Keputusan pembiayaan melalui utang mempunyai batasan sampai seberapa besar dana dapat digali atas dasar manfaat yang dapat diperoleh dari utang tersebut. Biasanya ada standar rasio tertentu untuk menentukan rasio utang yang tidak boleh dilampaui. Jika rasio utang melewati standar ini, maka biaya akan meningkat dengan cepat, dan hal tersebut akan mempengaruhi stuktur modal perusahaan.


(16)

Perusahaan yang menggunakan semakin banyak utang maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi kejadian gagal bayar, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar. Namun apabila perusahaan hanya menggunakan modal sendiri (laba ditahan) yang jumlahnya kecil maka akan menutup kesempatan dalam memperoleh keuntungan dari yang diharapkan sehingga sangat dibutuhkan ukuran penentuan jumlah proporsi utang yang optimal bagi perusahaan dalam

memperoleh manfaat dibandingkan dengan biaya yang dibayarkan.

Analisis commonsize merupakan analisis yang digunakan untuk melihat struktur keuangan perusahaan dengan cara mengkonversi laporan keuangan ke dalam bentuk awam (commonsize) dengan menggunakan denominator persentase. Dengan analisa ini, pembaca laporan keuangan dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan perusahaan tersebut dapat lebih terfokus dalam menganalisa struktur keuangan perusahaan dari tahun ke tahun serta melihat perkembangan dan juga arah kecenderungannya. Berikut adalah laporan keuangan PT Perkebunana Nusantara VII (Persero) periode 2007-2009 dalam bantuk commonsize.

Tabel 1 : Neraca Dalam Bentuk Commonsize Tahun 2007-2009

NERACA PERIODE : 31 DESEMBER 2007 – 2009 UTANG DAN


(17)

UTANG LANCAR

Utang Niaga 188.150.493.147 493.742.430.158 411.393.476.729

Utang Lain-lain 77.548.504.024 40.004.704.595 60.403.551.748

Uang Muka

Penjualan 12.497.735.130 7.372.451.255 3.945.122.532

Utang JK. Panjang

Jatuh Tempo 39.702.500.000 38.042.500.016 191.291.033.542

Utang KMK 200.000.000.000 325.000.000.000 280.811.014.313

Utang Pajak

Penghasilan 9.304.353.294 - -

Utang Pajak

Lainnya 15.730.623.817 9.395.672.887 3.925.623.021

Biaya yang Masih

Harus Dibayar 183.491.147.502 164.279.264.519 89.796.019.307

Biaya Bunga YMH

Dibayar 4.663.913.605 4.569.468.413 7.040.704.542

Jumlah Utang

Lancar 731.089.270.519 1.082.406.491.843 1.048.606.545.734

Pinjaman KKP-TR 80.529.064.290 127.514.716.550 -

Utang Antar Badan

Hukum/PTP 24.773.433.133 44.523.908.096 48.563.163.770

H.JP Obligasi 294.142.756.026 296.000.000.000 6.000.000.000

Pinjaman K.I

BNI'46 123.433.125.022 99.110.625.022 462.847.590.308

Pinjaman K.I Bank

Mandiri 5.114.025.869 180.000.000.000 400.000.000.000

H.J.Panjang Pelaksanaan

Proyek 4.412.850.368 5.114.025.869 5.114.025.869

Pinjaman Revitalisasi Bank

Mandiri - - 105.976.400.000

Pinjaman

Revitalasi BRI - - 58.320.465.848

Medium Term

Notes - - 298.976.531.858

Pinjaman HJP

Lainnya - - -

Jumlah Utang JK

Panjang 532.405.254.708 752.263.275.537 1.385.798.177.653 Kewajiban Imbalan

Kerja 148.533.341.122 127.315.366.180 102.781.611.076

Jumlah

Kewajiban 1.412.027.866.349 1.961.985.133.560 2.537.186.334.463


(18)

Modal 365.000.000.000 365.000.000.000 365.000.000.000 Selisih Nilai

Transaksi - - -

Antar Entitas

Sepengndali 19.091.542.926 19.091.542.926 19.091.542.926

Cadangan Umum 360.595.455.340 550.041.838.596 735.238.157.309

Laba Tahun Lalu - - -

Laba Tahun

Berjalan 252.595.177.675 260.839.886.712 150.355.994.239

Jumlah Modal

dan Cadangan 997.282.175.941 1.194.973.268.234 1.269.685.694.474 Jumlah Utang dan

Modal 2.409.310.042.290 3.156.958.401.794 3.806.872.028.937 Sumber : PTPN VII (Persero) Bandar Lampung

Tabel 1 menjelaskan bahawa liabilitas yang ada pada perusahaan PTPN VII (Persero) berasal dari liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang. Liabilitas jangka pendek berasal dari beberapa sumber, antara lain : Utang niaga, utang lain-lain, uang muka penjualan, utang jk. panjang jatuh tempo, utang KMK, utang pajak penghasilan, utang pajak lainnya, biaya yang masih harus dibayar, dan biaya bunga yang masih harus dibayar.

Sedangkan liabilitas jangka panjang berasal dari beberapa sumber, antara lain : Utang antar badan hukum/PTP, H.J P.Obligasi, pinjaman K. I BNI’46, pinjaman K.I Bank Mandiri, dan HJ.Panjang Pelaksanaan Proyek. Sedangkan ekuitas pada PT Nusantara VII (Persero) berasal dari : Modal dan Cadangan.

Persentase antara utang dan laba pada PTPN VII (Persero) dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 : Utang dan Laba PTPN VII (Persero) Tahun 2007-2009


(19)

(Persentase) (Persentase) 2007 1.412.027.866.349 0 252.595.177.675 0 2008 1.961.985.133.559 39% 260.839.886.712 3,26% 2009 2.537.186.334.462 29,32% 150.355.994.239 -42,36% Sumber : PTPN VII (Persero) Bandar Lampung

Tabel 2 menjelaskan bahwa utang pada tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebanyak 39% dan pada tahun 2008-2009 utang juga mengalami kenaikan sebesar 29,32%. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan utang jangka pendek dan utang jangka panjang PTPN VII (Persero) setiap tahun dari tahun 2007-2009.

Sedangkan laba PTPN VII (Persero) pada tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebesar 3,26%, namun pada tahun 2008-2009 mengalami penurunan sebesar 42,36%.

Oleh sebab itu, penulis mencoba untuk mengevaluasi sejauh mana pengaruh kebijakan liabilitas yang ada pada PTPN VII (Persero) dapat meningkatkan laba perusahaan tersebut. Apakah laba disetiap tahunnya mengalami kenaikan atau bahkan mengalami penurunan. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis mencoba merumuskan judul laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN VII (Persero) sebagai berikut: “Tinjauan Kebijakan Liabilitas Pada PT Perkebunan

Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung Periode 2007-2009”.


(20)

Dengan memperhatikan latar belakang yang telah penulis jelaskan maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: “Apakah kebijakan liabilitas yang

dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dapat meningkatkan net profit margin perusahaan?”

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pengambilan utang (liabilitas) yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VII (Persero).

2. Untuk mengetahui apakah kebijakan liabilitas yang ada pada PT

Perkebunan Nusantara VII (Persero) dapat meningkatkan net profit margin

perusahaan.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh dan mengumpulkan data yang digunakan dalam penulisan laporan akhir ini, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :

14.1 Studi Lapangan

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada PTPN VII (Persero) kantor pusat di Bandar Lampung selama 2 (dua) bulan terhitung mulai tanggal 04 Februari 2013 s.d 04 April 2013.


(21)

Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara mempelajari literature, artikel, makalah dan catatan-catatan yang berhubungan dengan kebijakan liabilitas dan rasio-rasio yang berhubungan dengan kebijakan liabilitas tersebut pada PTPN VII (Persero).

1.5 Alat Analisis

Alat analisis yang dipakai dalam penulisan laporan ini adalah: Analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan suatu cara menganalisis dengan angka dan data yang sifatnya dapat di hitung dengan perhitungan. Analisis yang di gunakan adalah :

Debt to Equity Ratio =

Debt to Asset Ratio =

Sedangkan analisis yang digunakan untuk menghitung berapa besar laba bersih yang dimiliki oleh perusahaan dengan membandingkannya dengan penjualan :


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Liabilitas

Semua perusahaan baik kecil maupun perusahaan yang besar mempunyai utang. Utang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang (Jusuf, 2001). Menurut Nurwahyudi dan Mardiyah (2004) bahwa “Utang adalah pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan perusahaan di masa yang akan datang karena tindakan atau transaksi sebelumnya.” Pengorbanan ekonomi dapat

berbentuk uang, aset, jasa-jasa atau dilakukannya pekerjaan tertentu. Utang mengakibatkan adanya ikatan yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengklain aset perusahaan.

Untuk tujuan pelaporan, utang diklasifikasikan menjadi dua jenis utama yaitu utang lancar dan utang tidak lancar (Stice, 2004). Utang lancar merupakan kewajiban yang akan jatuh tempo dalam satu tahun dalam siklus operasi normal perusahaan. Selain itu, utang lancar biasanya dibayar dengan aset lancar. Jika utang yang telah diklasifikasikan sebagai tidak lancar akan jatuh tempo di tahun depan, maka kewajiban tersebut harus dilaporkan sebagai utang lancar. Utang

tidak lancar merupakan kewajiban yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Selain itu, utang tidak lancar akan dibayar dengan penyerahan aset tidak lancar yang telah diakumulasikan untuk tujuan pelunasan kewajiban. Perbedaan antara


(23)

kewajiban lancar dan tidak lancar adalah hal penting karena berpengaruh terhadap rasio lancar perusahaan, dimana rasio lancar ini menggambarkan kondisi

likuiditas perusahaan yaitu kemampuan perusahaan dalam membayar utang lancarnya (Stice, 2004).

Menurut FASB, utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk

menyerahkan aset atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut IAI, kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang

mengandung manfaat ekonomi (Ghozali dan Chairiri,2007 dalam Pitaloka 2009).

Menurut Munawir (2004) utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang merupakan salah satu umber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk

membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan utang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari utang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa.


(24)

Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan utang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak

manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan membiayai aktivitas operasional perusahaan.

Selain itu kebijakan utang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan.

Kebijakan utang mempunyai pengaruh pendisiplinan perilaku manajer. Utang akan mengurangi konflik agensi dan meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan utang meningkatkan leverage sehingga meningkatkan kemungkinan kesulitan keuangan atau kebangkrutan. Kekhawatiran kebangkrutan mendorong manajer agar efisien, sehingga memperbaiki biaya agensi. Utang memaksa perusahaan membayar pokok utang dan bunga sehingga mengurangi free cash flow dan menurunkan insentif manajer untuk berperilaku memuaskan diri sendiri. Haris dan Raviv (1991) menyimpulkan berdasarkan bukti empirisnya yang menunjukkan konsistensi teori bahwa utang dapat menurunkan konflik agensi dan

meningkatkan nilai perusahaan. Namun, utang meningkatkan biaya marginal.

Tambahan dana utang menyebabkan pemegang saham terpaksa menerima proyek yang lebih beresiko (Jensen dan Meckling, 1976; Crutchley dan Hansen, 1989).


(25)

Alasannya jika proyek berhasil, kepentingan kreditur (debtholders) atas bunga dan pokok pinjaman adalah terlindungi dan investor ekternal menikmati sisa

keuntungan. Namun jika proyek gagal, kreditur menanggung biaya resiko yang meningkat, karena pemegang saham memiliki kewajiban terbatas. Kreditur mengantisipasi resiko ini dengan memindahkan resiko kepada pemegang saham melaui peningkatan biaya utang. Kebjakan utang diukur menggunakan rasio utang terhadap aset yang mencerminkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aset yang untuk membayar utang (Horngren et al., 1999). Oleh karena itu semakin rendah DEBT maka semakin tinggi kemampuannya untuk membayar seluruh kewajibannya.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Liabilitas

2.3.1 Struktur Kepemilikan

a. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham

perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Isrina Damayanti, 2006). Pada laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory.


(26)

Pada kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal. Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal.

Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan.


(27)

Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk

mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko

kehilangan modalnya jika salah memilih manajer.

Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingan pribadinya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.


(28)

b. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor-investor institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun berupa kepemilikan lembaga dan perusahaan-perusahaan lain (Isrina Damayanti, 2006). Kepemilikan saham institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan saham institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen. Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik yang dilakukan oleh para manajer. Tindakan monitoring tesebut akan mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat utang yang lebih rendah.

2.3.2 Free Cash Flow

Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap ( Ross et al., 2000). Aliran kas bebas merupakan bagian arus kas perusahaan yang tidak diinvestasikan secara menguntungkan (Keown et al, 2000). Kas tersebut biasanya akan menimbulkan


(29)

konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik yang lain karena mereka menerima manfaat yang penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menangggung risiko dari biaya yang dikeluarkan.

Utang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya sebagai contoh, jika perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham biasa yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi utang ini, secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Dengan adanya utang ini, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi biaya agensi arus kas bebas.

2.4 Teori Kebijakan Liabilitas

2.4.1 Teori Struktur Modal

Berikut akan dijelaskan beberapa teori struktur modal yang dikemukakan oleh para ahli, salah satu pendekatan yang ada adalah pendekatan laba operasi bersih. Pendekatan laba operasi bersih ini mengasumsikan investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan utang oleh perusahaan.


(30)

Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapa pun tingkat utang yang digunakan perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti Brigham dan Houston (2001) menjelaskan bahwa

profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Menurut Syamsuddin (2000:63-65) rasio profitabilitas terdiri dari beberapa jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi. Rasio secara bersama-sama menunjukkan efektifitas, rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dan laba dan dalam pengembalian kewajiban dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Deb to Equity Ratio (DER)

DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dalam

perbandingannya terhadap ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan kepemilikan modal perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengatahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.

2. Debt to Asset Ratio (DAR)

DAR merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aset. Dengan kata lain, seberapa besar aset

perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhdapa pengelolaan aset.


(31)

3. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin atau marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan.

2.4.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Pemilihan bentuk sumber pembiayaan sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Disamping itu, baik buruknya struktur modal akan mempunyai pengaruh yang berakibat langsung terhadap posisi keuangan perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik yaitu mempunyai utang yang terlalu besar akan memberikan beban yang lebih besar bagi

perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebelum suatu perusahaan membuat kebijakan-kebijakan yang beruhubungan dengan struktur modal, maka harus diperhatikan terlebih dahulu hal-hal yang berhubungan dengan struktur modal.

Menurut J.F Weston dan E.F Brigham (1994:174) ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi struktur modal :

Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain : 1. Stabilitas penjualan

2. Struktur aset

3. Tingkat Pertumbuhan 4. Profitabilitas

5. Leverage Operasi 6. Pajak


(32)

7. Sikap Manajemen 8. Kondisi Pasar

9. Sikap pemberi pinjaman dan perusahaan penilai kredibilitas 10. Fleksibiltas Keuangan

11. Kondisi Internal Perusahaan

2.4.1.2 Pengaruh Struktur Modal terhadap Profitabilitas Perusahaan

Literatur-literatur manajemen keuangan cenderung menghubungkan optimalisasi struktur modal dengan nilai perusahaan yang ditunjukkan oleh peningkatan harga saham. Struktur modal dapat juga dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas). Teori struktur modal menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan dalam menentukan target struktur modal optimal bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Keown et.al (2000) menjelaskan bahwa nilai akhir saham biasa sebagian tergantung tingkat pengembalian yang diharapkan pemegang saham (investor) dalam wujud dividen tunai. Jika biaya modal dapat diminimumkan maka arus dividen sebagai bagian laba yang dihasilkan perusahaan dapat dimaksimumkan.

Hal ini akan memaksimumkan juga harga saham perusahaan di bursa, sehingga dapat dihasilkan profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aset, maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini karena akan menggambarkan keuntungan yang akan

diperolehnya dalam bentuk dividen. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang menjadi bagian pemegang saham dengan menggunakan modal sendiri


(33)

dapat diamati melalui rasio Return on equity (ROE). Sartono (1996) menjelaskan bahwa: ”return on equity atau return onnet worth megukur kemampuan

perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang semakin besar maka rasio ini juga akan semakin besar”.

Rasio ROE besar maka menunjukkan struktur modal perusahaan lebih besar proporsi penggunaan utang untuk menghasilkan laba perusahaan, maka bagian laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham lebih besar karena tidak ada tambahan pemegang saham baru. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan utang maka semakin besar profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan kemakmuran pemegang saham.

2.4.1.3 Komponen-Komponen Struktur Modal

1. HUTANG JANGKA PANJANG

Jumlah utang didalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa utang jangka pendek maupun utang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan utang jangka pendek.

Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), " utang jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5 - 20 tahun ". Pinjaman utang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan


(34)

modal kerja permanen, untuk melunasi utang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (utang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat-surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).

Mengukur besarnya aset perusahaan yang di biayai oleh kreditur dilakukan dengan cara membagi total utang jangka panjang dengan total asset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan didalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Beberapa hal yang menjadi

pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan utang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut :

1) Biaya utang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan jumlahnya tetap;

2) Hasil yang diharapkan lebih rendah dari pada saham biasa;

3) Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai utang;

4) Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak; 5) Fleksibilitas dalam sruktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan

peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi;

Kreditur (Investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk utang jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja at. al (2003), pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut ini :


(35)

1) Utang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya;

2) Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.

3) Dilindungi oleh isi perjanjian utang jangka panjang (dari segi resiko). 4) Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan

obligasi).

2. MODAL SENDIRI

Menurut Wasis ( 1981 ) dalam sruktur modal konservatif, susunan modal menitik beratkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan utang dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan

dengan penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at.al (2003, p. 324), " modal sendiri adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham ( saham preferen dan saham biasa ) serta laba ditahan".

Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost.

Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi pemilik adalah sebagai alat pengawasan terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri

diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada dua sumber modal utama dari modal sendiri yaitu :


(36)

1) Modal saham preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikanya lebih senior atau lebih diprioritaskan dari pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.

Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja at.al (2003) adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.

2. Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi menunda tanpa mengambil resiko jika perusahaan sedang lesu yaitu dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham oleh perusahaan dengan pembayaran melalui utang baru

2) Modal saham biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset telah dipenuhi.

Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan manajemen perusahaan, menurut Sundjaja at.al (2003), yaitu :

1. Saham biasa tidak memberi deviden tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh laba, pemegang saham biasa akan memperoleh deviden. Tetapi berlawanan dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap ( merupakan biaya tetap


(37)

bagi perusahaan ), perusahaan tidak diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar deviden kepada para pemegang saham biasa.

2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.

3. Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang diderita para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas perusahaan.

4. Saham biasa pada saat tertentu dijual lebih mudah dibandingkan bentuk utang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok investor sendiri karena dapat memberikan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan bentuk utang lain atau saham preferen dan mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor proteksi terhadap inflasi secara lebih baik di banding saham preferen atau obligasi. Pada umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aset riil juga meningkat selama periode inflasi.


(38)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Perusahaan

PTPN VII (Persero) dahulu merupakan perkebunan pada masa penjajahan Belanda yang bertujuan mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan membangun kebun tanaman industri yang berada di sepanjang Pulau Sumatera.

Pada tahun 1942 Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia dan

meninggalkan Indonesia. Namun pengambilalihan kekuasaan eks perkebunan Belanda baru dapat diwujudkan secara hukum pada tanggal 10 November 1957. Untuk memperkuat legalitas pengambilalihan tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958 Jo. PP No. 14 Tahun 1959 dilanjutkan dengan PP No. 141-175 yang menjadikan seluruh perkebunan tersebut dibagi dan dibentuk unit-unit usaha. Pada tahun 1963 diadakan pembagian

wilayah berdasarkan komoditas. Wilayah Lampung dan Sumatera Selatan banyak mempunyai komoditas karet, sehingga perkebunan pada kedua daerah tersebut digabung dalam Perusahaan Negara Perkebunan IX (PNP) yang berkantor pusat di Lampung.

Pembagian wilayah dilakukan kembali untuk efesiensi manajemen melalui PP No. 14 tanggal 13 April 1968, sehingga PNP IX berubah nama menjadi Perusahaan


(39)

Negara Perkebunan X (PNP X) dengan wilayah kerja tetap di 2 (dua) propvinsi yaitu Lampung dan Sumatera Selatan.

Pada tahun 1980 perubahan status dilakukan dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Perubahan status tersebut dilakukan

berdasarkan pada akte notaris GHS Lumban Tobing, S.H No. 53 tanggal 30 Juni 1980 dengan nama PT Perkebunan X Persero (PTP X Persero). Perubahan status dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat mandiri baik dari sisi manajemen maupun produksi.

Selain PT Perkebunan X (Persero) di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan juga didirikan PT Perkebunan XXXI (Persero). Pengelolaan komoditas yang berbeda. PT Perkebunan XXXI (Persero) mengelola budidaya tebu dan

mendirikan pabrik gula Bunga Mayang di Lampung Utara dan pabrik gula Cinta Manis di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Pendirian PT Perkebunan XXXI (Persero) diatur dengan PP RI No. 15 Tahun 1989 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 1980 sedangkan badan hukumnya ditetapkan berdasarkan akte notaris Imas Fatimah, S.H No. 17 tanggal 1 Agustus 1990.

Pada tahun 1994 Menteri Pertanian RI menetapkan konsolidasi seluruh BUMN sektor pertanian dengan titik fokus perkebunan. Pada tahun 1996 berdasarkan konsolidasi tersebut, PT Perkebunan XXXI (Persero) yang berkedudukan di


(40)

Bandar Lampung dan PT Perkebunan XXXI (Persero) yang berkedudukan di Palembang dilebur menjadi 1 (satu) yaitu PT Perkebunan Group Lampung.

Selanjutnya perusahaan diberikan mandat untuk mengelola proyek pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) di Lahat, Sumatera Selatan, dan proyek

pengembangan PT Perkebunan XIII (Persero) di Bengkulu yang kemudian seluruh pengelolaannya dibawah satu kesatuan manajemen dengan nama PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang berkantor pusat di Bandar Lampung.

PTPN VII (Persero) didirikan berdasarkan Tri Darma Perkebunan, yaitu:

1. Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan dibidang perkebunan bagi pendapatan nasional melalui upaya produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan untuk kepentingan konsumen dalam negeri dan ekspor non migas (devisa);

2. Memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan taraf hidup petani dan karyawan pada khususnya;

3. Memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air, serta kesuburan tanah.

3.2 Keadaan Umum Perusahaan

PTPN VII (Persero) dibentuk berdasarkan PP No. 12 tahun 1996 tanggal 14 Februari oleh Notaris Hukum Kamil, S.H. yang tertuang dalam akte No. 40


(41)

Tanggal 11 Maret 1998 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan

keputusan No. C – 28335 H.T.01.01 tanggal 8 Agustus 1996. Telah dimaklumkan pada Berita Negara No. 80 tanggal 4 Oktober 1996. PTPN VII (Persero)

melakukan usaha dalam bidang prkebunan dengan komoditi utama yang dibudidayakan yaitu, karet, kepala sawit, teh, tebu dan kakao. Wilayah kerja PTPN VII (Persero) meliputi wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.

3.3 Lokasi dan Jenis Komoditi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

PTPN VII (Persero) memiliki kantor pusat di Jalan Teuku Umar No. 300, Kedaton, Bandar Lampung dan memiliki unit usaha yang tersebar di Propvinsi Lampung sebanyak 12 unit, 2 distrik. Sumatera Selatan 14 unit, 2 distrik, serta Bengkulu 3 unit, 1 distrik.

PTPN VII (Persero) bergerak dalam bidang agribisnis dengan komoditas utama yang diusahakan mencakup 4 jenis yaitu karet, kepala sawit, teh, dan tebu. Keseluruhan komoditi dikelola dengan teknologi yang modern, manajemen terpadu dan didukung sumber daya yang profesional di bidangnya.

Tabel 3 : Unit-unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

No Wilayah Unit Usaha

Kode Unit


(42)

1

Lampung

Kedaton Keda Karet

Bergen Bege Karet

Way Berlulu Wabe Karet

Rejosari Resa Kelapa sawit

Pematang Kiwah Pewa Karet

Way Lima Wali Karet

Bekri Beki

Kelapa sawit, Tebu

Bunga Mayang Buma Tebu

Padang Ratu Patu Kelapa Sawit

Tulung Buyut Tubu Karet

Rawa Pitu Rapi Kelapa Sawit

Tulang Bawang Tuba Tebu

2

Sumatera Selatan

Pagar Alam Pala Teh

Cinta Manis Cima Tebu

Musi Landas Mula Karet

Tebenam Tebe Karet

Beringin Beri Karet

Batu Raja Baja Karet

Senabing Sena Karet/kelapa

Betung Krawo Beka Sawit

Betung Bentayan Beta Kelapa Sawit

Talang Sawit Tasa Kelapa Sawit

Sungai Lengi

Plasma Suta Kelapa Sawit

Sungai Lengi

Pabrik Supa Kelapa Sawit

Sungai Niru Suni Kelapa Sawit

Betung Betu Kelapa Sawit

3

Bengkulu

Padang Pelawi Pawi Karet

Talopino Tapi Kelapa Sawit

Ketahun Keta Karet

Sumber : Website PTPN VII (Persero)

3.4 Struktur Organisasi PTPN VII (Persero)


(43)

Komisaris Utama : Akhmaluddin Hasibuan

Komisaris Anggota : M. Saleh S. Ali

Komisaris Anggota : Hasanuddin Ibrahim

Komisaris Anggota : Harun Sulkam

Komisaris Anggota : Ahmad Anshori Mattjik

Komisaris Anggota : Razali Ishak

Susunan Direksi

Direktur Utama : Boyke Budiono

Direktur Produksi : M. Natsir

Direktur SDM/Umum : Budi Santoso

Direktur Keuangan : Agoes Rianto

Direktur Renbag dan Pemasara : Rafel Sibagariang

Berikut ini tugas dari masing-masing bagian dalam struktur organisasi PTPN VII (Persero) :


(44)

Dipilih oleh pemegang saham, bertugas mengawasi dan memberi petunjuk kepada direktur dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan.

2. Dewan Direksi

Tugas dari dewan komisaris adalah :

1) Memimpin dan mengelola perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan;

2) Mengelola kekayaan perusahaan secara berdaya guna dan berhasil guna;

3) Mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaan; 4) Mewakili perusahaan didalam dan diluar pengadilan;

5) Memimpin, merencanakan dan mengkoordinir pelaksanaan tugas di bidangnya masing-masing;

6) Memberikan wewewang dan tanggungjawab kepada manajer/kepala bagian/manajer distrik sesuai dengan kepentingan perusahaan; 3. Direktur Utama

Bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan umum perusahaan sebagaimana ditetapkan dalam:

a) Anggaran dasar;

b) Rapat umum pemegang saham;

c) Keputusan/petunjuk lainnya yang diberikan oleh Menteri BUMN dan bertanggungjawab kepada komisaris dalam pengendalian perusahaan


(45)

secara menyeluruh, menyiapkan atau menetapkan arah, strategi dan kebijakan.

Direktur Utama dalam perusahaan mempunyai tugas memimpin, merencanakan, dan mengawasi tugas direktur bidang agar operasional perusahaan dapat berjalan secara teratur, terarah, terkendali dan terpadu. Disamping itu direktur utama juga mempunyai tugas dan tanggungjawab sebagai berikut :

1) Menetapkan arah, strategi dan kebijakan perusahaan;

2) Menyiapkan rencana dan anggaran kerja tahunan perusahaan;

3) Memberikan pengarahan serta menetapkan tugas, tanggungjawab, dan wewenang kepada bawahannya;

4) Mengangkat dan memberhentikan karyawan.

4. Direktur Produksi

Bertanggungjawab atas :

1) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan pada seluruh kegiatan yang menyangkut produksi dan investasi yang telah ditetapkan dalam rencana kerja dan anggran perusahaan;

2) Segala aktivitas yang menyangkut bidang pengolahan dan bidang teknik sehingga mengahsilkan mutu dan kuantitas sebagaimana yang diharapkan; 3) Hasil kerja seluruh unit usaha serta bagian-bagian yang terkait dengan

aktivitas produksi termasuk unit usaha plasma;

4) Hal-hal yang terkait dengan biaya, baik investasi maupun eksploitasi termasuk pengendalian harga pokok;


(46)

5) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh direktur utama.

5. Direktur SDM dan Umum

Direktur SDM bertanggungjawab atas :

1) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan seluruh kegiatan pembinaan SDM yang meliputi personalia, hubungan antar kerja, kesejahteraan karyawan, pendidikan latihan, K3, dan hal-hal yang

menyangkut bidang umum seperti keamanan, humas, hukum dan pertanahan;

2) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang berkaitan dengan kegiatan pembinaan pengusaha kecil dan menengah; 3) Segala aktivitas unit usaha serta bagian yang terkait dengan SDM dan

umum;

4) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh direktur utama.

6. Direktur Keuangan


(47)

1) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan yang menyangkut bidang akuntansi, keuangan dan anggaran perusahaan;

2) Pengelolaan sumber dana dan penggunaan dana yang mendorong peningkatan produktivitas dan pengendalian biaya;

3) Kelancaran sistem informasi akuntansi;

4) Wilayah kerja seluruh unit usaha serta begian-bagian yang terkait dengan bidang keuangan;

5) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh direktur utama.

7. Direktur Pemasaran

Direktur pemasaran bertanggungjawab atas :

1) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran yang meliputi penjualan produk, stok pengelolaan jadi distribusi/penyaluran produk, serta pengembangan produk dan promosi; 2) Mengumpulkan informasi, menganalisa (analisis pasar) dan melakukan

pengembangan pasar;

3) Mengendalikan biaya penjualan se-efesien mungkin dan mendapatkan harga jual yang menguntungkan perusahaan;

4) Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan barang;

5) Pengembangan atas produk baru, sesuai dengan kebutuhanpasar; 6) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh direktur utama.


(48)

Tugas bagian satuan pengawas intern antara lain :

1) Melaksanakan penilaian atas sistem pengendalian manajemen maupun pelaksanaannya serta memberikan saran-saran perbaikan;

2) Melaksanakan analisis terhadap kegiatan perusahaan dalam rangka meningkatkan efesiensi kegiatan perusahaan dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektifitas pengolahan perusahaan;

3) Menyusun laporan hasil kegiatan pengawasan untuk disampaikan kepada direktur utama disertai saran-saran perbaikan;

4) Melakukan rapat koordinasi dengan bagian, distrik, dan unit dalam rangka pelaksanaan tugas pokok.

9. Bagian Penelitian dan Pengembangan

Tugas bagian penelitian dan pengembangan antara lain :

1) Mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan bagian pengembangan; 2) Mengkoordinir penyelenggaraan menajemen perkantoran di bagian

pengembangan;

10. Bagian Tanaman

Tugas bagian tanaman antara lain :

1) Mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan bagian tanaman;


(49)

3) Menyusun rencana jangka pendek dan jangka panjang bidang tanaman.

11. Bagian Teknik

Tugas bagian teknik antara lain :

1) Memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan bagian teknik; 2) Mengurus perizinan penggunaan instalasi dan alat komunikasi; 3) Mengkoordinir penyusunan pedoman RKAP bidang teknik dengan

pertimbangan efektifitas dan efesiensi perusahaan.

12. Bagian Pengolahan

Tugas bagian pengolahan antara lain :

1) Memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan bagian pengelolahan;

2) Mengkoordinir penyelenggaran manjemen perkantoran bagian pengolahan;

3) Mengevaluasi kegiatan pengolahan produk perusahaan.

13. Bagian Sumber Daya Manusia

Tugas bagian sumber daya manusia antara lain :

1) Mengkoordinir dan merencanakan penyusunan pada jenjang jabatan dan penilaian prestasi kerja karyawan;


(50)

2) Menguapayakan peningkatan kesejahteraan karyawan;

3) Menampung dan menyelesaikan keluhan karyawan yang merasa dirugikan haknya.

14. Bagian Umum

Tugas bagian umum antara lain :

1) Mengkoordinir pekerjaan bagian umum perusahaan;

2) Mengelola dan menyalurkan dana untuk usaha kecil dan kemitraan.

15. Bagian Sekretariat

Tugas bagian sekretariat antara lain :

1) Mengelola arsip sentral surat dan dokumentasi perusahaan; 2) Mangatur arus keluar dan masuk surat, dokumen dan paket; 3) Mengkoordinir pelaksanaan tugas sekretaris direksi;

4) Mengkoordinir penyelenggaraan manajemen perkantoran bagian sekretariat perusahaan;

5) Mengurus penyediaan peralatan kerja dan alat tulis yang diperlukan bagian kantor direksi.

16. Bagian Akuntansi dan Keuangan

1) Menyediakan data fakta dan informasi yang akurat tentang kegiatan sumber dana;

2) Mengkoordinir kebijaksanaan operasional di bidang keuangan; 3) Mengkoordinir pelaksanaan administrasi, aktiva, dan hutang piutang;


(51)

4) Mengkoordinir pelaksanaan manajemen perkantoran bagian akuntansi; 5) Menyelenggarakan kegiatan pengolahan data elektronik dan

pengembangan system informasi manajemen;

6) Menyelenggarakan kegiatan pembukuan perusahaan.

17. Bagian Logistik

Tugas bagian logistik antara lain :

1) Mengkoordinir penyelenggaraan manajemen perkantoran bagian pengadaan;

2) Mengkoordinir pengurusan fasilitas impor dan penyelesaian pengadaan barang investasi;

3) Menilai kredibilitas rekanan pamasok barang dan jasa;

4) Mengkoordinir penyusunan daftar harga dan jasa serta bahan baku.

18. Bagian Pemasaran

Tugas bagian pemasaran antara lain :

1) Mengkoordinir penyusunan strategi pemasaran dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan;


(52)

2) Mengkoordinir penyusunan rencana pemasaran hasil produksi; 3) Mengkoordinir persiapan dokumen-dokumen administrasi kegiatan

pemasaran produksi.

1.5 Visi dan Misi Perusahaan

3.5.1 Visi Perusahaan

PTPN VII (Persero) menjadi perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa sawit, teh, dan tebu yang tangguh serta berkarakter global. Memiliki daya saing yang prima, melalui peningkatan produktivitas, mutu, skala ekonomi usaha dan dukungan industri hilir. Mempunyai karakteristik perusahaan berkelas dunia dengan proses bisnis dan kinerja yang prima serta menghasilkan produk yang berstandar internasional.

3.5.2 Misi Perusahaan

PTPN VII (Persero)memiliki misi sebagai berikut :

1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu dengan menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan yang efektif serta ramah lingkungan;

2. Mengembangkan industri yang terintegrasi dengan bisnis inti (karet, kelapa sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan teknologi terbarukan; 3. Mengembangkan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi; 4. Membangun tata kelola usaha yang efektif;


(53)

5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk

mewujudkan daya saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan.

3.6 Produksi dan Produktifitas

Komoditas tanaman yang dihasilkan oleh PTPN VII (Persero) antara lain:

1. Karet

Karet merupakan komoditas andalan ekspor yang mempunyai kontribusi penting bagi perusahaan. Produksi yang dihasilkan antara lain: Standar Indonesia Rubber (SIR), Ribber Smoked Sheet (RSS).

2. Kelapa sawit

Kelapa sawit merupakan komoditas dengan areal terluas kedua yang memiliki produktifitas cukup tinggi. Produksi yang dihasilkan antara lain : minyak kepala sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit.

3. Teh

Komoditi teh yang berada di PTPN VII (Persero) hanya berada di unit usaha Pagar Alam (Pala), dengan produk berupa :

a) Grade I = BOP, BOP I, BOPF, PF, DUST, BP, BT.

b) Grade II = BP II, BT II, PF II, DUST II, DUST III, DUST IV, FANN II, FANN III


(54)

4. Tebu

PTPN VII (Persero) memiliki 2 pabrik gula, yaitu : Cinta Manis di Sumatera Selatan dan Bunga Mayang di Lampung dengan produk yang dihasilkan yaitu : gula dan tetes.

3.7 Struktur Organisasi

Wilayah kerja PTPN VII (Persero) tersebar di tiga provinsi yang terdiri atas 5 Distrik dengan 29 Unit Usaha. Masing-masing distrik dikepalai Manajer Distrik dan masing-masing Unit Usaha dikepalai Manajer Unit Usaha. Secara struktural Direksi membawahi Manajer Distrik dan Manajer Unit Usaha. Organisasi di kantor pusat terdiri atas 15 bagian yang masing-masing dikepalai seorang Kepala Bagian.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Hasil dari analisis dan penelitian yang dilakukan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. DER PTPN VII (Persero) tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebesar 15,96%, sedangkan dari tahun 2008-2009 mengalami kenaikan sebesar 21,17%. Kenaikan terjadi disebabkan karena total utang lebih besar dibanding dengan modal dari tahun 2007-2009.

2. DAR PTPN VII (Persero) tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebesar 6,04%, lebih kecil dibandingkan kenaikan yang terjadi pada tahun 2008-2009 yang mencapai angka 7,24%.

3. Persentase DAR PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 lebih kecil dibandingkan persentase DER tahun 2007-2009. Kenaikan DAR tahun 2007-2009 hanya mengalami kenaikan sebesar 1,2% sedangkan pada DER tahun 2007-2009 mengalami kenaikan sebesar 5,75%.

4. NPM PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 mengalami penurunan sebesar 13,27%. Pada tahun 2007-2008 NPM PTPN VII (Persero) mengalami penurunan 18,55%, lebih kecil dibandingkan tahun 2008-2009 yang mencapai angka 31,82%. NPM tahun 2007-2009 mengalami penurunan dikarenakan nilai penjualan perusahaan lebih besar dibandingkan laba bersih perusahaan.


(56)

5. Kebijakan liabilitas PTPN VII (Persero) belum efektif/efesien, dilihat dari kenaikan liabilitas yang terjadi pada tahun 2007-2009 mengakibatkan NPM dari perusahaan mengalami penurunan dari tahun 2007-2009. Penurunan NPM terjadi karena adanya penambahan liabilitas perusahaan, dengan menambahnya liabilitas dari perusahaan maka laba perusahaan juga akan menanggung utang yang dimilikinya, itu yang menyebabkan mengapa liabilitas dapat mempegaruhi penurunan NPM pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis mengajukan beberapa saran untuk memperbaiki kinerja keuangan PTPN VII (Persero) yaitu sebagai berikut :

1. PTPN VII (Persero) harus mampu mempertahankan atau meningkatkan penjualan dan meminimalisir biaya-biaya yang dapat mempengaruhi laba bersih perusahaan. Meningkatkan potensi penjualan dan meminimalisir biaya akan meningkatkan laba bersih perusahaan.

2. PTPN VII (Persero) sebaiknya dapat meningkatkan penjualan agar NPM perusahaan dapat mengalami peningkatan.

3. Dalam pengambilan liabilitas, perusahaan lebih terfokus pada kebijakan liabilitas tersebut. Kebijakan liabilitas dapat terpantau dari mana liabilitas akan diambil dan bagaimana cara memenuhi kewajibannya, apa yang harus dilakukan oleh perusahaan, apakah lebih meningkatkan DAR atau


(57)

lebih meningkatkan DER, sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan segala sesuatu yang menyangkut tentang keuangan perusahaan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Harmono, 2009. Manajemen Keuangan. PT Bumi Aksara. Jakarta

Kasmir, 2010. Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pers. Jakarta

Sumber lain :

www.ptpn7.com


(1)

5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk

mewujudkan daya saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan.

3.6 Produksi dan Produktifitas

Komoditas tanaman yang dihasilkan oleh PTPN VII (Persero) antara lain:

1. Karet

Karet merupakan komoditas andalan ekspor yang mempunyai kontribusi penting bagi perusahaan. Produksi yang dihasilkan antara lain: Standar Indonesia Rubber (SIR), Ribber Smoked Sheet (RSS).

2. Kelapa sawit

Kelapa sawit merupakan komoditas dengan areal terluas kedua yang memiliki produktifitas cukup tinggi. Produksi yang dihasilkan antara lain : minyak kepala sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit.

3. Teh

Komoditi teh yang berada di PTPN VII (Persero) hanya berada di unit usaha Pagar Alam (Pala), dengan produk berupa :

a) Grade I = BOP, BOP I, BOPF, PF, DUST, BP, BT.

b) Grade II = BP II, BT II, PF II, DUST II, DUST III, DUST IV, FANN II, FANN III


(2)

4. Tebu

PTPN VII (Persero) memiliki 2 pabrik gula, yaitu : Cinta Manis di Sumatera Selatan dan Bunga Mayang di Lampung dengan produk yang dihasilkan yaitu : gula dan tetes.

3.7 Struktur Organisasi

Wilayah kerja PTPN VII (Persero) tersebar di tiga provinsi yang terdiri atas 5 Distrik dengan 29 Unit Usaha. Masing-masing distrik dikepalai Manajer Distrik dan masing-masing Unit Usaha dikepalai Manajer Unit Usaha. Secara struktural Direksi membawahi Manajer Distrik dan Manajer Unit Usaha. Organisasi di kantor pusat terdiri atas 15 bagian yang masing-masing dikepalai seorang Kepala Bagian.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Hasil dari analisis dan penelitian yang dilakukan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. DER PTPN VII (Persero) tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebesar 15,96%, sedangkan dari tahun 2008-2009 mengalami kenaikan sebesar 21,17%. Kenaikan terjadi disebabkan karena total utang lebih besar dibanding dengan modal dari tahun 2007-2009.

2. DAR PTPN VII (Persero) tahun 2007-2008 mengalami kenaikan sebesar 6,04%, lebih kecil dibandingkan kenaikan yang terjadi pada tahun 2008-2009 yang mencapai angka 7,24%.

3. Persentase DAR PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 lebih kecil dibandingkan persentase DER tahun 2007-2009. Kenaikan DAR tahun 2007-2009 hanya mengalami kenaikan sebesar 1,2% sedangkan pada DER tahun 2007-2009 mengalami kenaikan sebesar 5,75%.

4. NPM PTPN VII (Persero) tahun 2007-2009 mengalami penurunan sebesar 13,27%. Pada tahun 2007-2008 NPM PTPN VII (Persero) mengalami penurunan 18,55%, lebih kecil dibandingkan tahun 2008-2009 yang mencapai angka 31,82%. NPM tahun 2007-2009 mengalami penurunan dikarenakan nilai penjualan perusahaan lebih besar dibandingkan laba bersih perusahaan.


(4)

5. Kebijakan liabilitas PTPN VII (Persero) belum efektif/efesien, dilihat dari kenaikan liabilitas yang terjadi pada tahun 2007-2009 mengakibatkan NPM dari perusahaan mengalami penurunan dari tahun 2007-2009. Penurunan NPM terjadi karena adanya penambahan liabilitas perusahaan, dengan menambahnya liabilitas dari perusahaan maka laba perusahaan juga akan menanggung utang yang dimilikinya, itu yang menyebabkan mengapa liabilitas dapat mempegaruhi penurunan NPM pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis mengajukan beberapa saran untuk memperbaiki kinerja keuangan PTPN VII (Persero) yaitu sebagai berikut :

1. PTPN VII (Persero) harus mampu mempertahankan atau meningkatkan penjualan dan meminimalisir biaya-biaya yang dapat mempengaruhi laba bersih perusahaan. Meningkatkan potensi penjualan dan meminimalisir biaya akan meningkatkan laba bersih perusahaan.

2. PTPN VII (Persero) sebaiknya dapat meningkatkan penjualan agar NPM perusahaan dapat mengalami peningkatan.

3. Dalam pengambilan liabilitas, perusahaan lebih terfokus pada kebijakan liabilitas tersebut. Kebijakan liabilitas dapat terpantau dari mana liabilitas akan diambil dan bagaimana cara memenuhi kewajibannya, apa yang harus dilakukan oleh perusahaan, apakah lebih meningkatkan DAR atau


(5)

lebih meningkatkan DER, sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan segala sesuatu yang menyangkut tentang keuangan perusahaan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Harmono, 2009. Manajemen Keuangan. PT Bumi Aksara. Jakarta

Kasmir, 2010. Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pers. Jakarta

Sumber lain :

www.ptpn7.com