ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET
Oleh :
BORNEO ISRA MAHA PUTRA
Perkembangan teknologi saat ini secara global di seluruh dunia sudah sangat pesat, khususnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perubahan ini tentunya membawa dampak yang signifikan terhadap kondisi kehidupan manusia dari berbagai bidang, antara lain politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan bidang-bidang lainnya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat hidup manusia seolah-olah tidak dapat lepas darinya. Semua kenyataan yang terlihat tersebut, esensinya berawal dari kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan dalam meningkatkan kualitas hidup tersebut, manusia membutuhkan informasi yang cepat dan tepat. Sehingga teknologi informasi terus berkembang sebagai akibat dari tuntutan perkembangan zaman. Diiringi dengan bermunculannya situs jejaring sosial di dunia maya yang mempermudah dalam bertukar informasi. kemudahan ini membuat timbulnya tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini meliputi pengaturan hukum terhadap pencemaran nama baik melalui situs jejaring sosial? dan Pertanggungjawaban pidana pelaku pencemaran nama baik melalui media internet?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana pada dasarnya merupakan tindak pidana konvensional yang telah diatur di dalam Pasal 310 KUHP. Berdasarkan pasal 310 KUHP itu pula dapat dilihat
(2)
bahwa cara atau media yang digunakan bersifat nyata, yaitu berupa tulisan atau gambar yang diperlihatkan kepada umum. Unsur-unsur dari Pasal 310 KUHP tidak dapat menjangkau delik pencemaran nama baik yang dilakukan melalui tindakan rekayasa foto sehingga asas lex spesialis derogate legi generalis dapat berlaku. Adanya asas tersebut, maka peraturan yang diatur di dalam KUHP dapat dikesampingkan dengan menggunakan peraturan yang lebih khusus mengatur segala bentuk kegiatan yang dilakukan di dunia maya yaitu dengan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Pertanggungjawaban Pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui situs media internet dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada manusia (persoon) dan korporasi (rechtpersoon) atas perbuatan pidana yang dilakukan, apabila telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 27 ayat (3). Pembatasan terhadap pertanggungjawaban pelaku dalam perkara pencemaran nama baik tersebut dapat ditinjau dari Pasal 310 ayat 3 KUHP jo Pasal 1376 KUHPerdata. Adapun dasar pembenar dari pembatasan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran nama baik adalah adanya unsur kepentingan umum dan pembelaan diri. Terpenuhinya/terbuktinya salah satu syarat unsur dalam dasar pembenar tersebut, maka pihak perusahaan pers dan penulis Surat Pembaca dapat terbebas dari pertanggungjawaban secara perdata dan pidana atas tindak pidana pencemaran nama baik tersebut.
Diharapkan agar seluruh pengguna media internet dapat lebih bertindak bijaksana dan berhati-hati agar tidak terjerat dengan permasalahan hukum khususnya tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang tentunya tidak akan membawa efek yang positif bagi pelakunya.
(3)
(Skripsi)
Oleh
Borneo Isra Maha Putra
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
(4)
Halaman
I. PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang……… 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan………. 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 10
E. Sistematika Penulisan ………. 14
DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA……….... 16
A. Pencemaran Nama Baik……….. 16
B. Bentuk Pencemaran Nama Baik……….. 17
C. Macam-macam Delik………... 23
D. Konsepsi Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik……….. 25
E. Kebebasan Menyampaikan Pendapat ……….. 27
F. Sanksi Pidana ……….. 32
DAFTAR PUSTAKA III.METODE PENELITIAN………...……… 34
A. Pendekatan Masalah………..……….. 34
B. Sumber dan Jenis Data………..……….. 34
C. Penentuan Populasi dan Sampel……….…… 35
(5)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden………..….……… 38 B. Bentuk Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media
Internet Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana ... 39 C. Pertanggujawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik Melalui
Media Internet ... 48
V. PENUTUP
A. Kesimpulan……….…………. 59
B. Saran……….……… 60
(6)
Halim, Muhammad, 2009, Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik, LBH Pers, Jakarta.
Magdalena, Merry, 2009,UU ITE:Don’t be the next victim!,Gramedia, Jakarta. Reinhard Golose, Petrus, 2008, Seputar Kejahatan Hacking: Teori dan Studi Kasus,
YPKIK, Jakarta.
Sianipar, R.H., 2002, Delik Pers Dalam Hukum Pidana, Dewan Pers dan LIN, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1980,Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawai Pers, Jakarta. ________________, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Raharjo, Satjipto, 1980,Hukum dan Masyarakat,Angkasa, Bandung.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(7)
Adji, Oemar Seno, 1990,Perkembangan Delik Pers di Indonesia, Erlangga, Jakarta. Halim, Muhammad, 2009, Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik, LBH
Pers, Jakarta.
Mudzakir, 2004, Delik Penghinaan Dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Jakarta.
Wiryawan, Hari, 2007,Dasar-Dasar Hukum Media, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
(8)
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.
Universitas Lampung, 2008, Format Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
(9)
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan internet yang semakin hari semakin meningkat baik teknologi dan penggunaanya, mempunyai banyak dampak baik positif maupun negatif. Untuk yang bersifat positif, banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, misalnya kita dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja dengan e-banking, e-commerce juga membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal tempat. Mencari referensi atau informasi mengenai ilmu pengetahuan juga bukan hal yang sulit dengan adanyaelibrarydan banyak lagi kemudahan yang didapatkan dengan perkembangan internet.
Setiap elemen masyarakat di suatu Negara dapat melakukan hubungan langsung dengan elemen masyarakat di Negara lain dengan mudah. Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi internet membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun Negara disamping menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.
(10)
Internet adalah suatu wadah atau sumber informasi yang sangat membantu orang lain dalam mencari berbagai macam informasi yang dibutuhkannya dengan tujuan untuk mengembangkan diri dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Berbagai macam informasi bisa didapatkan dari internet yang tentunya sangat bermanfaat apabila penempatannya benar, akan tetapi jika dibuat untuk merusak maka seluruh pengguna juga akan mendapat informasi yang merusak moral individu itu sendiri. Karena dengan adanya internet semakin memudahkan pengguna (user) mendapatkan semua informasi yang ada di seantero dunia ini. Selain itu, internet merupakan sarana yang paling dapat menyiarkan segala informasi dengan cepat, paling dapat diandalkan dalam kepraktisan komunikasi (Merry Magdalena, 2009 ; 5).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian cepat sehingga mempengaruhi setiap aspek kehidupan, perilaku dan pola hidup masyarakat secara global. Tanpa disadari produk teknologi sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi kelancaran hidup manusia. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan pola penegakkan hukum yang signifikan berlangsung sedemikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus sarana yang cukup mudah bagi siapapun untuk melakukan tindakan apapun termasuk perbuatan melawan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto (1990 ; 87), kemajuan dibidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan dibidang
(11)
kemasyarakatan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, dan susunan lembaga kemasyarakatan. Perubahan-perubahan tersebut, disatu sisi akan mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitasnya, dimana batas ruang dan waktu menjadi hilang atau tipis dengan adanya jaringan komputer internet. Namun perubahan tersebut, disisi lain juga dapat menimbulkan berbagai masalah yang memerlukan penanganan yang serius, seperti munculnya berbagai bentuk kejahatan yang baru yang dikenal dengan istilah cybercrime. Sekalipun penggunaan teknologi informasi membawa dampak pada munculnya berbagai bentuk kejahatan baru tetapi kita tidak dapat secara serta merta menghindari penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Karena bila kita menghindari masuknya arus teknologi, maka kita akan terkungkung dalam keterbatasan teknologi informasi.
Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan baru seperti internet, merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial, disamping penyebab lainnya seperti bertambah atau berkurangnya penduduk, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri (Soerjono Soekanto, 1992 ; 352).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Satjipto Raharjo (1980 ; 96) bahwa:
”Dalam kehidupan manusia banyak alasan yang dapat dikemukakan sebagai penyebab timbulnya suatu perubahan di dalam masyarakat, tetapi perubahan dalam penerapan hasil-hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut-sebut sebagai salah satu sebab terjadinya perubahan sosial”.
(12)
Menurut Kartasudirdja (dalam Petrus Reinhard Golose, 2008 ; 15), dalam pengertian luas, cybercrime adalah tindak pidana apa saja yang dapat dilakukan dengan memakai komputer (hardware dan software) sebagai sarana atau alat, komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Dalam pengertian sempit,cybercrimeadalah tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih.
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang tengah berlangsung saat ini, semakin mempermudah orang untuk melakukan kegiatan apapun dalam rangka memenuhi hajat hidupnya masing-masing. Hanya dengan membuka layar dan menekan beberapa tombol pada papan ketik komputer yang terkoneksi dengan jaringan internet, penelusuran dan pencarian informasi dapat dilakukan. Begitu juga dengan proses transaksi yang menyertainya dapat dilakukan dengan sangat mudahnya. Surat menyurat dapat dilakukan melampaui batas-batas geografi yang dilakukan dalam hitungan satuan waktu yang lebih kecil dari detik secara gratis dan dapat dikirim secara serempak ke lebih dari satu alamat tanpa menggunakan jasa kurir konvensional.
Upaya penegakan hukum dibidang ini telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya membuat payung hukum (umbrella act) yaitu dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bukan hanya masalah kriminal yang diatur, melainkan juga aturan transaksi, serba-serbi bisnis, dan legislasi dokumen di internet. Juga kemampuan sumber daya manusia dibidangcyber lawsudah mulai dibenahi.
(13)
Pranata penunjang berupa peralatan penjejak, penyadap, kerja sama antar instansi dan operator atau provider terkait semakin ditingkatkan. Keberhasilan membekuk pelaku kasus-kasus penipuan melalui internet atapun Short Message Serviceatau lebih akrab disebut SMS, dan teror SMS menjadi bukti upaya pemberantasannya, walaupun mungkin pada sebagian masyarakat tindakan kriminal semacam ini masih juga terjadi.
Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Konsep tanggung jawab moral menemukan waktu yang tepat untuk diadopsi dalam perundang-undangan dan secara tegas harus diimplementasikan penerapan konsekuensi hukumnya. Pemahaman penegakan hukum harus dilakukan dengan melihat perilaku masyarakat kita yang beragam. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah wujud tanggung jawab yang harus diemban oleh negara untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktifitas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi di dalam negeri terlindungi dengan baik, dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi.
Pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dalam dunia maya tersebut seringkali sulit dipecahkan, karena disamping perbuatan melawan hukum itu dilakukan oleh subyek yang menggunakan sarana teknologi canggih dan sulit dilacak keberadaannya. Kegiatan-kegiatan tersebut seringkali dilakukan dari teritorial atau sebaliknya dimana subyeknya berada di Indonesia tetapi modusnya
(14)
danlex loci delicti nya terjadi di luar Indonesia, hal ini menyebabkan pembuktian menjadi semakin sulit dibandingkan dengan perbuatan hukum biasa.
Belakangan ini banyak sekali dijumpai kasus-kasus kejahatan yang beberapa waktu lalu dilakukan dengan cara yang konvensional, namun sekarang dilakukan dengan media internet itu sendiri. Salah satu yang menonjol adalah tentang kejahatan pencemaran nama baik dimana dahulu sebelum perkembangan internet menjadi sedemikian maju, umumnya dilakukan dengan media tradisonal berupa media cetak atau apapun yang berwujud, sekarang dapat dengan luas dan bebas dilakukan melalui media internet.
Hingga saat ini belum ada definisi hukum di Indonesia yang tepat tentang apa yang disebut dengan pencemaran nama baik. Aturan mengenai kejahatan pencemaran nama baik itu sendiri telah diatur dalam Pasal 310 (2) KUHP tentang penghinaan, yang berbunyi:
“Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman…….”
Berdasarkan pasal ini dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan menghina yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, dan kemudian orang yang diserang biasanya merasa malu sehingga merasa kehormatan dan nama baiknya rusak. Berdasarkan Pasal 310 KUHP itu pula dapat dilihat bahwa cara atau media yang digunakan bersifat nyata, yaitu berupa tulisan atau gambar yang diperlihatkan kepada umum. Pasal tersebut tidak mencakup kejahatan pencemaran nama baik yang dilakukan di intenet dan disebarluaskan melalui transaksi digital.
(15)
Contoh kasus atas nama Muhammad Iqbal
Kasus pencemaran nama baik terhadap Sekretaris Kadishut Lampung, Virona Bertha, 40 tahun, diduga dilakukan Muhammad Iqbal, 27 tahun, pegawai honorer Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, di media jejaring pertemanan, Facebook.M Iqbal diadukan ke Polresta Bandar Lampung dengan tuduhan pencemaran nama baik, atas perbuatannya menjelek-jelekan sekretaris Kadishut Lampung, Virona Bertha lewat media Facebook. Kasus berawal dari tersangka Muhammad Iqbal menuliskan nama Virona pada fasilitas wall (dinding) milik pegawai honorer Dishut lainnya dengan kata-kata kasar dan kotor yang tidak pantas untuk diucapkan di ruang publik seperti facebook. Vironaa menduga, tulisan bernada tidak sopan itu disebabkan oleh kejadian pada hari Jumat 26 Juli 2009, dimana Virona sebagai sekretaris Kadishut Lampung, tidak mengizinkan Muhammad Iqbal menemui atasannya. Saat itu, Muhammad Iqbal bersama ayahnya hendak bertemu Kadishut Lampung, namun Virona melarang karena Kadishut Lampung memang sedang rapat. Bertha menduga, larangan itulah yang menyebabkan Iqbal menjelek-jelekan dirinya dengan kata-kata kasar dan tidak senonoh, pada layanan wallfacebook (http://arsip.gatra.com/index.php diakses 27 Oktober 2011).
Terhadap perbuatannya, Muhammad Iqbal melanggar Pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik dan penghinaan, dengan ancaman hukuman maksimal kurungan 9 bulan.
Menjadi menarik pada kasus di atas adalah kebebasan berpendapat, dan menyampaikan pendapat sesungguhnya juga terdapat dalam Undang-Undang
(16)
Dasar 1945. Pada UUD tersebut, semua warga negara dijamin haknya untuk mengekspresikan pendapatnya itu, bahkan dengan media apapun. Seperti terurai dalam pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi :
”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasidengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai hak kebebasan berpendapat dan hak kebebasan berekspresi di atas, dapat dilihat bahwa hak-hak tersebut sudah dilindungi sedemikian rupa secara internasional. Hak kebebasan berpendapat dan berekspresi mutlak dimiliki oleh setiap individu, bahkan dijamin dalam hukum internasional melalui Universal Declaration of Human Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights, dan dijamin dalam hukum nasional Indonesia dengan Undang-Undang Dasar 1945. Namun kebebasan tersebut menjadi bias dengan aturan penerapan hukuman bagi orang yang melakukan pencemanran nama baik. Lebih lanjut ternyata hak asasi dan kebebasan dasar bukanlah hal yang statis, melainkan dinamis, terus menerus mengalami tambahan dan perubahan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat topik dan menyusun skripsi dengan judul ”Analisis Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui MediaInternet”
(17)
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dikemukakan penulis antara lain:
a. Bagaimanakah bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana?
b. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pertanggujawaban pidana pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui internet. Sedangkan lingkup bidang ilmu adalah bidang hukum pidana.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a. Bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana.
(18)
b. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut kebebasan menyampaikan pendapat di internet.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat mengenai pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pertanggujawaban pidana pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui internet.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986 ; 125).
(19)
Sebagian besar muatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Nedherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (WvS). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886, merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal Perancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem hukum romawi. Menurut KUHP setidaknya dikenal tiga jenis tindak pidana terkait dengan penghinaan, yaitu pencemaran sebagaimana diatur dalam pasal 310 KUHP, fitnah diatur dalam Pasal 311 KUHP, dan penghinaan ringan dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP (R.H. Sianipar, 2002 ; 12).
Setidaknya ada tiga unsur agar tindak pidana penghinaan terpenuhi yaitu menyerang nama baik, adanya unsur kesengajaan, dan di depan umum. Sedangkan menurut doktrin dan yurisprudensi, penghinaan pada umumnya menggunakan ukuran pandangan masyarakat atau ukuran objektif. Penghinaan harus merupakan penghinaan dalam anggapan masyarakat dimana penghinaan itu dilakukan (R.H. Sianipar, 2002 ; 24).
Penghinaan menurut Pasal 310 ayat (1) dan (2) dapat dikecualikan (tidak dapat dihukum) apabila tuduhan atau penghinaan itu dilakukan untuk membela “kepentingan umum” atau terpaksa untuk “membela diri”. Patut atau tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh tersangka terletak pada pertimbangan hakim. Menurut Muladi, yang bisa melaporkan pencemaran nama baik seperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum. Namun, tetap ada pembelaan bagi pihak
(20)
yang dituduh melakukan pecemaran nama baik apabila menyampaikan suatu onformasi ke publik. Pertama, penyampaian informasi itu ditujukan untuk kepentigan umum. Kedua, untuk membela diri. Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran. Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secara lisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah (M. Halim, 2009 ; 25).
Belum ada definisi hukum yang tepat dalam sistem hukum di Indonesia tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang selama ini diberlakukan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indieyang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (WvS). Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur pencemaran nama baik atau penghinaan sebagai aturan pembatasan dalam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan berpendapat, khususnya bagi kalangan pers yang seringkali tak jelas dan lebih dimotivasi keinginan dari pembuat undang-undang untuk membatasi akses masyarakat terhadap informasi, terutama terhadap beragam informasi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan masyarakat.
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto,1986 ; 132).
(21)
Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :
a. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan (Sudarto, 1986 ; 25).
b. Pencemaran nama baik adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang bukan dalam arti seksual sehingga orang itu merasa dirugikan (R.H. Sianipar, 2002 ; 25).
c. Internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia (http://id.wikipedia.org/wiki/Internet di akses 10/10/2010).
d. Kebebasan Menyampaikan Pendapat adalah kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum tanpa rasa takut, tanpa dilarang, hanya mengeluarkan pendapat yang mungkin muncul saja secara tiba-tiba dari pikiran kita, tentu saja bebas yang dimaksud adalah bebas yang bertanggung jawab, pendapat yang dikeluarkan bisa saja melalui berbagai cara seperti secara lisan dan tulisan (http://readmeaulia.wordpress.com/kemerdekaan-berpendapat diakses 10/10/2011).
(22)
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mudah dipahami, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini merupakan penghantar pemahaman terhadap dasar hukum, pengertian-pengertian umum mengenai pokok bahasan tentang pencemaran nama baik di internet.
III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, yaitu dalam memperoleh dan megklasifikasikan sumber dan jenis data, serta prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis data dengan bentuk uraian.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan pembahasan terhadap permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini melalui data primer dan sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Menjelaskan permasalahan yaitu bagaimana pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
(23)
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui internet.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan karya ilmiah skripsi ini.
(24)
A. Pengertian Pencemaran Nama Baik
Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat secara lisan dan tulisan adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula sebagai Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan hukum (rechstaat), dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka(machstaat), Indonesia mengakui bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat secara lisan dan tulisan, kebebasan berekspresi, dan kemerdekaan pers merupakan hak-hak dasar yang harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan sekaligus sebagai dasar dari tegaknya pilar demokrasi (M. Halim, 2009 ; 2).
Tanpa adanya kebebasan berbicara, masyarakat tidak dapat menyampaikan gagasan-gagasan dan tidak bisa mengkritisi pemerintah. Dengan demikian tidak akan ada demokrasi. Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum. Istilah yang dipakai mengenai bentuk perbuatan melawan hukum ini ada yang mengatakan pencemaran nama baik, namun ada pula yang mengatakan sebagai penghinaan. Sebenarnya yang menjadi ukuran suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain masih belum jelas karena banyak faktor yang harus dikaji. Dalam hal pencemaran nama baik atau penghinaan ini yang hendak dilindungi adalah kewajiban setiap
(25)
orang untuk menghormati orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya dimata orang lain meskipun orang tersebut telah melakukan kejahatan yang berat.
Adanya hubungan antara kehormatan dan nama baik dalam hal pencemaran nama baik tersebut, maka dapat dilihat dahulu pengertiannya masing-masing. Kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang dimata masyarakat, dimana setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Menyerang kehormatan berarti melakukan perbuatan menurut penilaian secara umum menyerang kehormatan seseorang. Rasa hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan seseorang ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan (Mudzakir, 2004 ; 17).
Rasa kehormatan ini harus diobjektifkan sedemikian rupa dan harus ditinjau dengan suatu perbuatan tertentu, seseorang pada umumnya akan merasa tersinggung atau tidak. Dapat dikatakan pula bahwa seorang anak yang masih sangat muda belum dapat merasakan tersinggung ini, dan bahwa seorang yang sangat gila tidak dapat merasa tersinggung itu. Maka, tidak ada tindak pidana penghinaan terhadap kedua jenis orang tadi (Wirjono Prodjodikoro, 2003 ; 98).
Nama baik adalah penilaian baik menurut anggapan umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang dari sudut moralnya. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut orang lain, yakni moral atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan berdasarkan penilaian secara umum dalam suatu masyarakat tertentu di tempat mana perbuatan tersebut dilakukan dan konteks perbuatannya (Mudzakir, 2004 ; 17).
(26)
Pencemaran nama baik dikenal juga istilah penghinaan, yang pada dasarnya adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang bukan dalam arti seksual sehingga orang itu merasa dirugikan. Kehormatan dan nama baik memiliki pengertian yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena menyerang kehormatan akan berakibat kehormatan dan nama baiknya tercemar, demikian juga menyerang nama baik akan berakibat nama baik dan kehormatan seseorang dapat tercemar. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara kehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang telah melakukan penghinaan.
B. Bentuk Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik terlihat dari 2 macam, yaitu pencemaran nama baik secara lisan, dan pencemaran nama baik secara tertulis. Menurut Oemar Seno Adji (1993 ; 37-38) pencemaran nama baik dikenal dengan istilah penghinaan, dimana dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Penghinaan materiil
Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang meliputi pernyataan yang objektif dalam kata-kata secara lisan maupun secara tertulis, maka yang menjadi faktor menentukan adalah isi dari pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun lisan. Masih ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut dilakukan demi kepentingan umum.
2. Penghinaan formil
Dalam hal ini tidak ditemukan apa isi dari penghinaan, melainkan bagaimana pernyataan yang bersangkutan itu dikeluarkan. Bentuk dan caranya yang
(27)
merupakan faktor menentukan. Pada umumnya cara menyatakan adalah dengan cara-cara kasar dan tidak objektif. Kemungkinan untuk membuktikan kebenaran dari tuduhan tidak ada dan dapat dikatakan bahwa kemungkinan tersebut adalah ditutup.
KUHP mengartikan penghinaan didalam pasal 310 ayat (1) dan (2), yang isinya: Pasal 310 ayat (1) :
Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum dengan menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-.
Pasal 310 ayat (2) :
Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisandengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-.
Hukum pidana mengatur penghinaan dalam KUHP pada BAB XVI, pasal 310 sampai dengan Pasal 321, penghinaan dalam bab ini meliputi 6 macam penghinaan yaitu:
1. Pasal 310 ayat (1) mengenai menista, yang berbunyi:
2. Pasal 310 ayat (2) mengenai menista dengan surat, yang berbunyi 3. Pasal 311 mengenai memfitnah;
“jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal diperbolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar,
(28)
tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
4. Pasal 315 mengenai penghinaan ringan;
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap seorang, baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri degan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yag dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam …….”
5. Pasal 317 mengenai mengadu secara memfitnah;
“barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, bak secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena pengaduan fitnah dengan…..”
6. Pasal 318 mengenai tuduhan secara memfitnah.
“barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan pidana diancam karena menimbulkan persangkaan palsudengan…..”
Sedangkan yang di luar KUHP, antara lain pada:
Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
(29)
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran namabaik.”
Semua penghinaan ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang atau korban, yang dikenal dengan delik aduan, kecuali bila penghinaan ini dilakukan terhadap seseorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan tugasnya secara sah. Dan pada KUHP merupakan delik formil dan delik materiil, sedangkan pada UU ITE merupakan delik materiil saja.
Objek dari penghinaan-penghinaan diatas haruslah manusia perorangan, maksudnya bukan instansi pemerintah, pengurus suatu organisasi, segolongan penduduk, dan sebagainya (R. Soesilo, 1990 ; 225). Supaya dapat dihukum dengan pasal menista atau pencemaran nama baik, maka penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan diketahui oleh banyak orang baik secara lisan maupun tertulis, atau kejahatan menista ini tidak perlu dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa terdakwa bermaksud menyiarkan tuduhan itu.
Menurut Pasal 310 ayat (3) KUHP, perbuatan menista atau menista dengan tulisan tidak dihukum apabila dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa dilakukan untuk membela diri. Patut atau tidaknya alasan pembelaan diri atau kepentingan umum terletak pada pertimbangan hakim, sehingga apabila oleh hakim dinyatakan bahwa penghinaan tersebut benar-benar untuk membela kepentingan umum atau membela diri maka pelaku tidak dihukum. Tetapi bila oleh hakim penghinaan tersebut bukan untuk kepentingan umum atau membela
(30)
diri, pelaku dikenakan hukuman Pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHP, dan apabila yang dituduhkan oleh si pelaku tidak benar adanya, maka si pelaku dihukum dengan Pasal 311 KUHP, yaitu memfitnah (R. Soesilo, 1990 ; 225).
C. Macam-Macam Delik
Kejahatan pencemaran nama baik secara khusus diatur dalam BAB XVI dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri dari 12 pasal, yaitu Pasal 310 sampai dengan Pasal 321. Kejahatan menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, yang akibatnya pihak yang diserang tersebut merasa malu. Kehormatan yang diserang adalah mengenai kehormatan dari nama baiknya, bukan dalam lingkup fisik. Perbuatan yang menyinggung kehormatan seseorang secara fisik tidak masuk dalam kategori penghinaan, melainkan kejahatan kesusilaan atau kesopaan seperti diatur dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 303 KUHP.
Pencemaran nama baik dalam hukum pidana dikenal dengan istilah penghinaan. Pengertian penghinaan dapat disimpulkan secara sistematik dari ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang dihubungkan dengan Pasal 310 ayat (2), dan Pasal 315 KUHP. Dari ketiga ketentuan tersebut, dapat ditemukan pengertian dasar delik penghinaan dan unsur-unsur tambahan yang member kualifikasi khusus menjadi bentuk delik penghinaan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang macam-macam delik, yaitu:
(31)
Masalah penghinaan secara umum terdapat pada BAB XVI buku kedua KUHP mengenai pengertian penghinaan yang dapat ditemui pada rumusan Pasal 310 KUHP, yang pada intinya menyatakan bahwa penghinaan merupakan perbuatan menyerang nama baik seseorang dengan menuduh suatu hal denga tujuan supaya diketahui secara luas.
Penghinaan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan yang ditujukan kepada seseorang saja, ataupun kepada beberapa orang atau golongan, dan juga kepada suatu lembaga instansi tertentu. Penghinaan dimaksud adalah penghinaan yang dilakukan secara tulisan. Sasaran yang dituju dari suatu penghinaan bermacam-macam, penghinaan dapat dilakukan terhadap individu, golongan, atau institusi tertentu pengaturan dalam KUHP mengenai delik penghinaan ini kemudian dapat dibagi menjadi beberapa kategori penghinaan berdasarkan objeknya. Kategori dari delik-delik penghinaan tersebut yaitu: a. Penghinaan yang ditujukan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, Pasal
137;
b. Penghinaan yang ditujukan kepada Raja, kepala Negara sahabat atau wakil Negara asing di Indonesia, Pasal 144 KUHP;
c. Penghinaan terhadap penguasa umum, Pasal 207 dan 208 KUHP;
d. Penghinaan yang ditujkan terhadap orang perorangan, pasal 310 dan 315 KUHP;
e. Pencemaran terhadap orang mati, Pasal 321 KUHP. (R.H. Sianipar, 2002 ; 12)
(32)
Pengertian delik penyebaran kabar bohong adalah memberi atau menyajikan berita atau laporan tanpa kejelasan fakta yang benar, yang hanya berdasarkan desas-desus, rumor atau informasi sepihak yang berakibat merugikan orang laindan bersifat sensasional. Unsur umum delik penghinaan adalah sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain. Perbuatan penghinaan selalu dilakukan dengan sengaja dan kesengajaan dalam berbuat tersebut ditujukan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain (R. Soesilo, 1990 ; 193).
Pencemaran nama baik sebagai salah satu bentuk dari penghinaan merupakan delik aduan yaitu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita (R.H. Sianipar, 2002 ; 76). KUHP Pasal 74 juga mengatur tentang tenggang waktu untuk mengajukan pengaduan. Hak untuk mengajukan pengaduan ditentukan:
1. Enam (6) bulan, sejak orang berhak mengetahui, jika berdiam di Indonesia. 2. Sembilan (9) bulan, sejak orang yang berhak mengetahui, jika berdiam di luar
Indonesia.
D. Konsepsi Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Sebagian besar muatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Nedherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (WvS). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886, merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal Perancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem hukum romawi. Menurut KUHP setidaknya dikenal tiga jenis tindak pidana terkait
(33)
dengan penghinaan, yaitu pencemaran sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP, fitnah diatur dalam Pasal 311 KUHP, dan penghinaan ringan dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP. Setidaknya ada tiga unsur agar tindak pidana penghinaan terpenuhi yaitu menyerang nama baik, adanya unsr kesengajaan, dan di depan umum. Sedangkan menurut doktrin dan yurisprudensi, penghinaan pada umumnya menggunakan ukuran pandangan masyarakat atau ukuran objektif. Penghinaan harus merupakan penghinaan dalam anggapan masyarakat dimana penghinaan itu dilakukan (R.H. Sianaipar, 2002 ; 23-24)
Penghinaan menurut Pasal 310 ayat (1) dan (2) dapat dikecualikan (tidak dapat dihukum) apabila tuduhan atau penghinaan itu dilakukan untuk membela “kepentingan umum” atau terpaksa untuk “membela diri”. Patut atau tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh tersangka terletak pada pertimbangan hakim. Menurut Muladi, yang bisa melaporkan pencemaran nama baikseperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum. Namun, tetap ada pembelaan bagi pihak yang dituduh melakukan pecemaran nama baik apabila menyampaikan suatu onformasi ke publik. Pertama, penyampaian informasi itu ditujukan untuk kepentigan umum. Kedua, untuk membela diri. Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran. Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secara lisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah (M. Halim, 2009 ; 25).
(34)
Belum ada definisi hukum yang tepat dalam sistem hukum di Indonesia tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang selama ini diberlakukan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indieyang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (WvS). Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur pencemaran nama baik atau penghinaan sebagai aturan pembatasan dalam kebebasan berekspresi dan kemerdeaan berpendapat, khususnya bagi kalangan pers yang seringkali tak jelas dan lebih dimotivasi keinginan dari pembuat undang-undang untuk membatasi akses masyarakat terhadap informasi, terutama terhadap beragam informasi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan masyarakat (M. Halim, 2009 ; 14).
E. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Membahas mengenai kebebasan berekspresi, otomatis akan terkait dengan hak asasi manusia. Sebab, salah satu hak paling asasi yang dimiliki manusia adalah kemerdekaan berekspresi. Pendapat yang dimiliki seseorang umumnya berawal dari hasil diskusi atau pembicaraan dengan orang lain, yang kemudian hasil diskusi itu mengerucut kepada suatu kesimpulan dan kemudian kesimpulan itu dinyatakan sebagai pendapat.
Kebebasan berkumpul di Negara merdeka seperti Indonesia haruslah dibatasi demi kepentingan dan ketertiban umum, dan bukan dibatasi karena alasan subjektif penguasa. Kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu Negara yang merdekadikatakan sebagai hak-hak asasi manusia. Sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka telah lahir beberapa naskah penting yang
(35)
berkaitan dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Naskah tersebut antara lain (M. Halim, 2009 ; 16):
1. Magna Charta(Piagam Agung 1215), suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John. Isi dari Magna Charta antara lain adalah:
a. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
b. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
1) Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
2) Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
3) Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alas an hukum sebagai dasar tindakannya.
4) Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
2. Bill of Rights (Undang-Undang Hak), suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil mengadakan perlawanan terhadap Raja James II melalui suatu revolusi tak berdarah (The Glorious Revolution of 1688). Isi dari Bill of Rights antara lain adalah:
(36)
b. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c. Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizing perlemen.
d. Hak warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing, dan
e. Perlemen berhak untuk mengubah keputsan raja.
3. Revolusi Perancis dengan “Declaration des droits de l’homme et du Citoyen”
(26 Agustus 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kesewanangwenangan rezim lama; 4. Bill of Right, (Undang-Undang Hak, 1789), suatu naskah yang disusun oleh
para pendiri Negara Amerika Serikat pada tahu 1789 (bersamaan dengan Deklarasi Perancis), dan yang menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791.
Selain itu, terdapat Piagam Jakarta (22 Juni 1945), hasil pemikiran Sembilan putra Indonesia yang berbunyi :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”
Piagam ini kemudian menjadi pembukaan UUD 1945, dengan sedikit perubahan. Secara eksisensial, gagasan kebebasan berekspresi sudah dikenal sejak manusia ada di dunia. Sebab, secara fitrah manusia adalah makhluk yang merdeka dan dilahirkan dalam kemerdekaan. Kemerdekaan itulah antara lain yang telah
(37)
membedakan manusia dengan makhluk lain. Kemerdekaan berekspresi adalah salah satu dari hak-hak dasari yang dimiliki setiap orang sejak ia dilahirkan.36 Manusia memerlukan kebebasan agar dapat berkomunikasi dengan sesamanya guna mempertukarkan pendapat, pengetahuan, pengetahuan dan informasi baik yang faktual maupun yang normative (M. Halim, 2009 ; 15).
Pada permulaan abad 20 beberapa naskah penting tersebut, dirasa kurang relevan dan tidak menjamin kemerdekaan atau kebebasan masyarakat terutama dalam hak-hak politik. Maka pada tahun 1942 muncul kesepakatan untuk mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam deklarasi pendirian PBB disebutkan “pentingnya untuk menjaga kehidupan, kebebasan independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan.” (M. Halim, 2009 ; 15).
Melanjutkan gagasan Deklarasi PBB, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt menyampaikan pesan yang ditujukan kepada Kongres Amerika Serikat beberapa hak dasar yang harus dihormati oleh setiap orang. Hak-hak yang disebut Presiden Roosevelt dikenal dengan istilahThe Four Freedoms(empat kebebasan), yaitu:
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat(freedom of speech); 2. Kebebasan beragama(freedom of religion);
3. Kebebasan dari ketakutan(freedom from fear); 4. Kebebasan dari kemelaratan(freedom from want).
Pada tahun 1950 negara-negara Eropa membuat satu konvensi yang terkenal dengan konvensi Eropa, yang ditandatangani oleh Majelis Eropa (Council of
(38)
Europe) di Roma. Ada langkah yang lebih maju dari hasil konvensi ini, yaitu didirikannya Mahkamah Hak-Hak Asasi Eropa (European Court of Human Rights) pada tahun 1959. Meskipun lembaga ini belum bisa berjalan dengan maksimal dan terbatas pada beberapa Negara saja seperti Australia, Belgia, Denmark, Islandia, Irlandia, Luxemburg, Negeri Belanda, Norwegia, Swedia dan Jerman Barat ((M. Halim, 2009 ; 18).
Kebebasan berpendapat dalam konvensi Eropa termasuk dalam Pasal 10 yang di dalamnya terdiri dari dua ayat, sebagai berikut:
Pasal 10 ayat (1) menyebutkan:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi. Hak ini harus meliputi kebebasan untuk menerima dan mengungkapkan informasi serta gagasan tanpa intervensi dari otoritas pemerintah dan tidak terikat pada garis perbatasan. Pasal ini tidak boleh menghalangi Negara-negara untuk mensyaratkan izin bagi usaha-usaha penyiaran, televise, dan bioskop;” Pasal 10 ayat (2) menyebutkan:
“Pelaksanaan kebebasan-kebebasan ini, karena membawa kewajiban dan tanggung jawab masing-masing, boleh dikenai tata cara, syarat, pembatasan atau hukuman yang telah ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis, demi keamanan nasional, kedaulatan wilayah atau keselamatan umum, demi perlindungan atau kesehatan atau moral, demi perlindungan nama baik atau hak orang lain, demi pencegahan pembenaran informasi yang diterima yang diterima secara rahasia, atau demi pemeliharaan otoritas atau ketidak berpihakan pengadilan.”(M. Halim, 2009 ; 19).
(39)
Kovenan internasional hak-hak sipil dan politik semakin memperkuat jaminan terhadap kebebasan berekspresi. Kovenan ini juga mengakomodir kemungkinan adanya pembatasan. Namun pembatasan itu harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
1. Pembatasan harus disebutkan secara jelas dalam undang-undang (provided by law);
2. Pembatasan bertujuan untuk melindungi kepentingan yang sah (for the prupose of safeguarding a legitimate interest);
3. Pembatasan tersebut benar-benar dibutuhkan (necessary) untuk melindungi kepentingan tersebut.
(M. Halim, 2009 ; 19).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, ada kemauan yang sungguh-sungguh dari dunia internasional untuk menghormati hak asasi manusia, termasuk di dalamnya kebebasan berekspresi. Hal ini dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia untuk membangun demokrasi yang sesungguhnya, dengan demikian melibatkan peran serta masyarakat untuk memikirkan masa depan bangsa dan Negara dengan memberikan kemerdekaan berpendapat.
F. Sanksi Pidana
Salah satu aspek dalam hukum pidana adalah politik pemidanaan. Salah satu tujuan pemidanaan adalah perlindungan masyarakat (social defence) dengan rumusan mencegah terjadinya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat dan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh
(40)
tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat (M. Halim, 2009 ; 20).
Teori pemidanaan dibagi dalam dua kelompok besar yaitu teori absolut atau pembalasan dan teori relatif atau tujuan kelompok. Teori pembalasan memiliki turunan yang bermacam-macam, mulai dari pembalasan murni sebagai tuntutan kesusilaan dan penebusan dosa, yang bersifat limitatif agar tidak melebihi bobot kesalahan, hingga yang bersifat distributif yang memungkinkan bentuk pemidanaan jenis lain asalkan sepadan. Sebaliknya, teori relatif sangat menekankan adanya kebutuhan restorasi sosial dan nilai kemanusiaan yang terenggut dari masyarakat dan dari pelaku itu sendiri. Kelompok teori ini juga beragam, namun pada intinya pandangan tersebut lebih mengedepankan unsur pencegahan dan pemulihan, yang dilakukan dengan pemidanaan atau dengan model kerja sosial yang tidak selalu berupa hukuman penderitaan (M. Halim, 2009 ; 21).
Teori pembalasan membenarkan hukuman dengan dasar si terhukum memang layak dihukum atas kesalahan yang sudah terbukti secara sadar dilakukan. Sedangkan teori relatif membenarkan hukuman atas dasar prinsip kemanfaatan. Berdasarkan pandangan ini, sebuah hukuman akan menimbulkan dampak positif bagi masyarakat. Kedua teori ini mempunyai kelemahan. Pembalasan tidak dapat meyakini secara sosial bahwa setiap hukuman akan membawa konsekuensi positif pada masyarakat.
Sebaliknya, teori relatif tidak dapat mengakui bahwa penjatuhan hukuman sematamata oleh karena kesalahannya dan bahwa hukuman itu merupakan
(41)
kesebandingan retributif (M. Halim, 2009 ; 22). Konflik antara dua teori ini nampaknya tidak bisa dihindari. Pada hakekatnya hukum diberlakukan untuk memberikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang ada dimasyarakat. Lebih jauh dari itu, sebenarnya hukum juga diperlukan untuk memberikan perindungan bagi hak-hak publik. Konsep hukum juga terkait dengan hak asasi manusia, sehingga politik pemidanaan juga sangat ditentukan oleh pemikiran hak asasi manusia. Dalam perkembangan hukum modern menunjukkan adanya penghargaan yang lebih tinggi terhadap kebebasan berekspresi dan jaminan terhadap hak asasi manusia secara integratif. Perkembangan ini merupakan turunan dari pendekatan teori relatif. Menurut teori relatif, fungsi hukum pidana adalah memerangi kejahatan sebagai realitas aktual dalam masyarakat.
Dengan demikian hukum pidana juga harus mempertimbangkan aspek-aspek non hukum seperti sosial dan antropologi, sehingga hukum yang dirumuskan akan memperhatikan juga norma-norma yang hidup dalam masyarakat dan berpegang pada hak asasi manusia (M. Halim, 2009 ; 27). Ada dalil penting yang perlu dipertimbangkan dalam tindak pidana, yaitu dalil Ultimum Remidium. Menurut dalil ini hukum pidana merupakan sarana terakhir dalam menentukan perbuatan apa saja yang harus dikriminalisasi. Oleh karena itu, untuk menjaga dalil ini perlu mempertimbangkan beberapa aspek agar tidak terjadiOver Criminalization.
(42)
A. Pendekatan Masalah
Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada.
B. Sumber dan Jenis data
Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan data sekunder saja, yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas (Soerjono Soekanto, 1986 ; 57), yang terdiri antara lain:
1. Bahan Hukum Primer, antara lain:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
(43)
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
c) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Perda, dan Berita Acara Pemeriksaan Perkara.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:
a) Literatur b) Kamus
c) Internet, surat kabar dan lain-lain
C. Penetuan Populasi dan Sampel
1. Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah maanusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama (Soerjono Soekanto, 1986 ; 72). Populasi dalam penelitian ini adalah Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung.
2. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling”atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan
(44)
cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987 ; 152).
Dalam penelitian ini responden sebanyak 4 orang, yaitu :
1. Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang : 2 orang 2. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung : 2 orang +
4 orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.
a. Studi Pustaka
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian keterangan saksi. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini.
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
(45)
2. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.
b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data.
E. Analisis Data
Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan secara khusus.
(46)
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Analisis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;
(47)
menyempurnakan skripsi ini;
7. Ibu Nikmah Rosidah, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis;
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;
9. Terima Kasih Kepada Kedua Orang Tuaku,dan Kakak,Adik – Adik Ku Yang Sangat Ku Sang Yang Selama Ini Menyemangati,Kalian Tak Akan Ku Lupakan
10. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya;
11. Buat teman seperjuanganku,Nando,Nanda,Popoy,Ariza,Catur, terimakasih atas hari-hari penuh tawa yang telah kita lewati bersama.
Semoga amal kebaikan serta ketulusan hati kalian semua mendapat imbalan dan rahmat dari Allah SWT. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis,
(48)
Nama Mahasiswa : Borneo I sra Maha Putra No. Pokok Mahasiswa : 0642011102
Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Diah Gustiniati M., S.H., M.H. Tri Andrisman ., S.H., M.H. NI P. 19620817 198703 2 003 NIP. 19611231 198903 1 023
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
Diah Gustiniati M., S.H., M.H. NI P. 19620817 198703 2 003
(49)
1. Tim Penguji
Ketua : Diah Gustiniati M., S.H., M.H. ...
Sekretaris/ Anggota : Tri Andrisman ., S.H., M.H. ...
Penguji Utama : Gunaw an Jatmiko., S.H., M.H. ...
2. PJ. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S. NI P. 19621109 198703 1 003
(50)
Sesali masa lalu karena ada kekecewaan
dan kesalahan – kesalahan, tetapi jadikan
penyesalan itu sebagai senjata untuk masa
depan agar tidak terjadi kesalahan lagi.
(51)
Muhammad SAW
Kupersembahkan Skripsi ini kepada :
Ayahanda M.Syarbaini dan Ibunda Tati Yuniati tercinta,
yang telah merawat dan membesarkanku dengan penuh cinta
dan selalu memberikanku kasih sayang serta do a restu yang
selalu dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT, demi
keberhasilanku
dan masa depanku
Kakaku Rubisa Very Kumbara dan Vera Sari Octalya
serta seluruh keluargaku tersayang, terima kasih atas kasih
sayang,
do a dan dukungannya
Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani,
memberikan dukungan dan do anya untuk keberhasilanku,
terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu
yang kita lalui bersama
(52)
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 18 Maret 1988. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda M.Syarbaini dan Ibunda Tati Yuniati. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yaitu diawali dengan.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Sukajawa yang diselesaikan tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2006.
Pada tahun 2006, Penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Pidana. Pada tahun 2010, Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) di Universitas Brawijaya (UNBRAW) Malang, Lembaga Pemasyarakatan Krobokan, Denpasar, dan PT Perikanan Nusantara Bali.
(53)
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Penulis, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana pada dasarnya merupakan tindak pidana konvensional yang telah diatur di dalam Pasal 310 KUHP. Berdasarkan pasal 310 KUHP itu pula dapat dilihat bahwa cara atau media yang digunakan bersifat nyata, yaitu berupa tulisan atau gambar yang diperlihatkan kepada umum. Unsur-unsur dari Pasal 310 KUHP tidak dapat menjangkau delik pencemaran nama baik yang dilakukan melalui tindakan rekayasa foto sehingga asaslex spesialis derogate legi generalisdapat berlaku. Adanya asas tersebut, maka peraturan yang diatur di dalam KUHP dapat dikesampingkan dengan menggunakan peraturan yang lebih khusus mengatur segala bentuk kegiatan yang dilakukan di dunia maya yaitu dengan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
2. Pertanggungjawaban Pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui situs media internet dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada manusia (persoon) dan korporasi (rechtpersoon) atas perbuatan pidana yang dilakukan, apabila telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 27 ayat (3).
(54)
Pembatasan terhadap pertanggungjawaban pelaku dalam perkara pencemaran nama baik tersebut dapat ditinjau dari Pasal 310 ayat 3 KUHP jo Pasal 1376 KUHPerdata. Adapun dasar pembenar dari pembatasan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran nama baik adalah adanya unsur kepentingan umum dan pembelaan diri. Terpenuhinya/terbuktinya salah satu syarat unsur dalam dasar pembenar tersebut, maka pihak perusahaan pers dan penulis Surat Pembaca dapat terbebas dari pertanggunjawaban secara perdata dan pidana atas tindak pidana pencemaran nama baik tersebut.
B. Saran
Diharapkan agar seluruh pengguna media internet dapat lebih bertindak bijaksana dan berhati-hati agar tidak terjerat dengan permasalahan hukum khususnya tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang tentunya tidak akan membawa efek yang positif bagi pelakunya.
(1)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Diah Gustiniati M., S.H., M.H. ...
Sekretaris/ Anggota : Tri Andrisman ., S.H., M.H. ...
Penguji Utama : Gunaw an Jatmiko., S.H., M.H. ...
2. PJ. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NI P. 19621109 198703 1 003
(2)
MOTTO
Sesali masa lalu karena ada kekecewaan
dan kesalahan – kesalahan, tetapi jadikan
penyesalan itu sebagai senjata untuk masa
depan agar tidak terjadi kesalahan lagi.
(3)
Teriring do a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan hidayah-Nya serta Junjungan Tinggi Rasulullah
Muhammad SAW
Kupersembahkan Skripsi ini kepada :
Ayahanda M.Syarbaini dan Ibunda Tati Yuniati tercinta,
yang telah merawat dan membesarkanku dengan penuh cinta
dan selalu memberikanku kasih sayang serta do a restu yang
selalu dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT, demi
keberhasilanku
dan masa depanku
Kakaku Rubisa Very Kumbara dan Vera Sari Octalya
serta seluruh keluargaku tersayang, terima kasih atas kasih
sayang,
do a dan dukungannya
Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani,
memberikan dukungan dan do anya untuk keberhasilanku,
terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu
yang kita lalui bersama
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 18 Maret 1988. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda M.Syarbaini dan Ibunda Tati Yuniati. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yaitu diawali dengan.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Sukajawa yang diselesaikan tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2006.
Pada tahun 2006, Penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Pidana. Pada tahun 2010, Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) di Universitas Brawijaya (UNBRAW) Malang, Lembaga Pemasyarakatan Krobokan, Denpasar, dan PT Perikanan Nusantara Bali.
(5)
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Penulis, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Bentuk tindak pidana pencemaran nama baik melalui media internet ditinjau dari perspektif hukum pidana pada dasarnya merupakan tindak pidana konvensional yang telah diatur di dalam Pasal 310 KUHP. Berdasarkan pasal 310 KUHP itu pula dapat dilihat bahwa cara atau media yang digunakan bersifat nyata, yaitu berupa tulisan atau gambar yang diperlihatkan kepada umum. Unsur-unsur dari Pasal 310 KUHP tidak dapat menjangkau delik pencemaran nama baik yang dilakukan melalui tindakan rekayasa foto sehingga asaslex spesialis derogate legi generalisdapat berlaku. Adanya asas tersebut, maka peraturan yang diatur di dalam KUHP dapat dikesampingkan dengan menggunakan peraturan yang lebih khusus mengatur segala bentuk kegiatan yang dilakukan di dunia maya yaitu dengan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
2. Pertanggungjawaban Pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui situs media internet dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada manusia (persoon) dan korporasi (rechtpersoon) atas perbuatan pidana yang dilakukan, apabila telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 27 ayat (3).
(6)
60
Pembatasan terhadap pertanggungjawaban pelaku dalam perkara pencemaran nama baik tersebut dapat ditinjau dari Pasal 310 ayat 3 KUHP jo Pasal 1376 KUHPerdata. Adapun dasar pembenar dari pembatasan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran nama baik adalah adanya unsur kepentingan umum dan pembelaan diri. Terpenuhinya/terbuktinya salah satu syarat unsur dalam dasar pembenar tersebut, maka pihak perusahaan pers dan penulis Surat Pembaca dapat terbebas dari pertanggunjawaban secara perdata dan pidana atas tindak pidana pencemaran nama baik tersebut.
B. Saran
Diharapkan agar seluruh pengguna media internet dapat lebih bertindak bijaksana dan berhati-hati agar tidak terjerat dengan permasalahan hukum khususnya tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang tentunya tidak akan membawa efek yang positif bagi pelakunya.