ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59Pid.B2015PN.Sdn) (Jurnal)

  

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI

SMS (Short Message Service)

  

(Analisis Putusan No : 59/Pid.B/2015/PN.Sdn)

(Jurnal)

HERMAWAN SUTANTO

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

ABSTRAK ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI

  SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59/Pid.B/2015/PN.Sdn)

  

Oleh

Hermawan Sutanto, Sunarto, Damanhuri WN Email : hermawanhs142@gmail.com

  Pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan atau penistaan terhadap seseorang yang diatur dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tindak pidana Pencemaran Nama Baik terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sukadana dalam Putusan Perkara Nomor 59/PID.B/2015/PN.SDN. Terdakwa dijatuhi hukuman Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal

  45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pencemaran Nama Baik dengan pidana penjara selama 3 (Tiga) Bulan. Dalam skripsi ini penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan yaitu (1) Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik? (2) Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tinak pidana Pencemaran Nama Baik? Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normativ dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,dokumen-dokumen resmi dan lain-lain. Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus atau Lex Specialis Derogat Legi

  Generalis (Peraturan Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum),

  mengenai pertimbangan Hakim Pada Putusan Perkara nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn, telah mempertimbangkan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum baik bagi terdakwa, korban, masyarakat dan negara. Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini, diharapkan hakim dapat memberikan suatu putusan dapat memberikan efek jera bagi pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatanya.

  

Kata Kunci : Pertimbangan Hukum Hakim, pelaku tindak pidana,

Pencemaran Nama Baik

  

ABSTRACT

JURIDICAL ANALYSIS ON JUDGES' JUDICIAL CONSIDERATIONS

AGAINST OFFENDER OF DEFAMATION VIA SMS (Short Message

Service) (Decision Analysis No: 59/Pid.B/ 2015/PN.Sdn)

  

By

Hermawan Sutanto, Sunarto, Damanhuri WN

Email : hermawanhs142@gmail.com

  Defamation is defined as an insult or slander against a person's reputation as regulated under Article 310 Paragraph (1) of the Criminal Code and Article 27 Paragraph (3) of Law Number 11/2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE). The defamation crime has occured in the jurisdiction of Sukadana District Court with court decision Number 59/PID.B/2015/ PN.SDN. The defendant was sentenced to Article 27 Paragraph (3) Jo. Article 45 Paragraph (1) of Law Number 11/2008 regarding criminal defamation with 3 (three) months How is the implementation of criminal law against the offender of criminal defamation? (2) What are the judges' judicial considerations in imposing criminal sanction against the defamation offender? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The primary data were obtained directly from field research related to the problems being researched. The secondary data were obtained from library research, like books of literature, legislation, official documents and others. Based on the results of the discussion, it can be concluded that the Implementation of Article 27 paragraph (3) jo. Article 45 paragraph (1) of Law No.11/2008 on Information and Electronic Transactions has been appropriate because it belongs to a special regulation or Lex Specialis Derogat Legi Generalis (special regulation overrides general regulation), concerning the Judges' court decision number 59/PID.B/2015/PN.Sdn, has been in accordance with Justice, Utilization and Legal Certainty for the defendant, the victim, the public and the state. It is suggested that the judges should impose a court decision with deterrent effect for the offenders to prevent the same crime.

  Keywords: Judge's Judicial Considerations, Criminal Offenders, Defamation

I. PENDAHULUAN

  Perkembangan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema baru bagi pembentuk Undang- Undang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat masuknya pandangan dan kebiasan orang-orang asing mengenai kehidupan di negara masing-masing.

  ” pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan atau penistaan terhadap seseorang. Penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang belum terbukti kebenarannya dengan maksud tuduhan itu akan tersiar dan diketahui orang banyak. R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan

  Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politeria,

  nama baik merupakan hal yang dimiliki oleh manusia yang masih hidup. Karena itulah tindak pidana terhadap kehormatan dan nama baik pada umumnya ditujukan terhadap seseorang yang masih hidup. Demikian halnya dengan badan hukum, pada hakikatnya tidak mempunyai kehormatan, tetapi KUHP menganut bahwa badan hukum 2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum

  2 Kehormatan atau

  Yang diserang biasanya merasa ‘malu’. ‘Kehormatan’ yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang ‘nama baik’, bukan ‘kehormatan’ dalam lapangan seksuil.

  “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.”

  Dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP menyebutkan “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima

1 Teknologi selain membawa keuntungan

  seperti memberi kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya, juga menimbulkan kerugian-kerugian seperti maraknya kejahatan-kejahatan yang dilakukan tidak hanya memberikan nilai yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan manusia, melainkan juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk melakukan berbagai perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatig) atau bahkan melawan hukum

  Teknologi Informasi dan Komunikasi, oleh karena itu terbentuklah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843) yang untuk selanjutnya disebut UU ITE.

  Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan. (Jakarta: Sinar Grafika,

  kepentingan hukum yang dilakukan di media 1 P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang,

  i

  Berdasarkan pada pemikiran tersebut, berbagai upaya dalam hal pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang bisa mencegah berbagai dampak negatif akibat dari perbuatan hukum harus segera dilakukan. KUHP sebagai lex generali bagi aturan hukum pidana materiil pada akhirnya tidak dapat lagi digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan mutakhir. Inilah latar belakang munculnya peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang tindak pidana di luar KUHP. Salah satu tindak pidana mutakhir sekarang adalah tindakan yang merugikan

  (wederechttelijk). tertentu, antara lain : Presiden atau Wakil Presiden, Kepala Negara, Perwakilan Negara Sahabat, Golongan/Agama/Suku, atau badan umum, memiliki kehormatan dan nama baik. Delik pencemaran nama baik bersifat subjektif, yaitu penilaian terhadap pencemaran nama baik tergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh polisi apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya. Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. aduan, yakni perkara pencemaran nama baik terjadi jika ada pihak yang mengadu.

  merasa dirugikan nama baiknya atau merasa terhina dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara dapat segera di tindak lanjuti, artinya aparat hukum tidak berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan apabila tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kaitannya dengan tindak pidana pencemaran nama baik, terdapat Putusan Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn, dalam perkara tersebut seorang PNS ( Pegawai Negeri Sipil) yaitu sebagai Bidan desa dengan pendidikan S1 (Strata 1) yang mana seharusnya menjadi pegawai yang melayani masyarakat dalam bidang medis menjadi bagi warganya dalam cara berprilaku dan bersikap akan tetapi melakukan perbuatan penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI Binti WAGIMIN yang dilakukan terhadap mantan suaminya sendiri SAPRIHUDIN Binti RADEN ALAMSAH. 3 Andi Hamzah, Delik-Delik tertentu Dalam

  Perbuatan penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI Binti WAGIMIN terhadap mantan suaminya sendiri SAPRIHUDIN Binti RADEN ALAMSAH dilakukan melalui media

  SMS (Short Massage Service) pada

  tanggal 16 maret 2014 yang dikirim melalui nomor HandPhone 08127235212 yang diketahui nomor tersebut adalah milik terdakwa TUMINI WIDYAWATI Binti WAGIMIN. Dalam pesan singkat yang dikirimkan terdakwa kepada korban SAPRIHUDIN Binti RADEN ALAMSAH , berisi muatan kalimat penghinaan sebagai berikut :

  “Kamu UDIN dan keluargamu kalau barang, sampai anak sendiri nangis- nangis minta dipan aja dilarang dan keluarga besar ikut campur semua!! Modal alat vital aja tapi mau punya barang-barang, gak tau malu dan punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!! Dasar keturunan keluarga ga punya malu sampai naik haji cuman modal vital udah mau sok hebat dimata masyarakat ga Tahunya untuk hidup sendiri aja masih minta-minta dengan isteri cuman punya alat vital”

3 Artinya, masyarakat yang

  Atas perbuatan terdakwa, Majlis hakim yang dipimpin Wasis Priyanto, sebagai Hakim ketua Majelis menyatakn bahwa Perbuatan terdakwa terbukti bersalah dan karena telah memenuhi unsur-unsur dakwaan Pasal 27 Ayat (1) Juncto Pasal

  45 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor

  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang- Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan lain yang bersangkutan. Berdasarkan hasil Keputusanya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukadana menjatuhkan putusan bersalah dan pidana percobaan selama 3 (tiga) bulan penjara. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk meneliti pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan No 59/Pid.B/2015/PN.Sdn dalam skripsi yang berjudul

  “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media SMS (Short Massage Service) Analisis Putusan No

  Berdasarkan uraian tersebut, dalam hal ini yang menjadi permasalaan didalam penelitin adalah :

  Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik dalam Putusan No.59/Pid.B/2015/PN.Sdn? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik melalui media SMS (Short Massage

  Service) ?

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap Hakim Pengadilan Negeri Sukadana, Jaksa diwilayah Kejaksaan Negeri Sukadana, dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen- dokumen resmi dan lain-lain. Kemudian data di analisis secara kuantitatif kemudian disajikan secara deskriktif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan untuk mendapatkan kesimpulan.

  II. PEMBAHASAN A. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik dalam Putusan No.59/Pid.B/2015/PN.Sdn

  Tindak pidana penghinaan adalah tindak pidana yang berkaitan erat dengan tindakan menyerang nama baik dan/ atau kehormatan seseorang yang sifatnya sangat subyektif dan sangat sulit diukur. Ketentuan mengenai penghinaan kehormatan dan nama baik individu sebagai bentuk hak asasi manusia. Tetapi perlindungan tersebut perlu dilihat juga dari pandangan umum atau masyarakat apakah suatu perbuatan dianggap telah menyerang kehormatan dan/ atau nama baik seseorang. Oleh sebab itu unsur kepentingan umum memegang peranan penting untuk menentukan apakah suatu tindakan dianggap sebagai perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

59/Pid.B/2015/PN.Sdn”

  Pencemaran nama baik atau yang disebut penghinaan diatur dalam Bab XVI KUHP yakni Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP yang merupakan penghinaan umum. Sedangkan penghinaan khusus diatur secara tersebar di luar ketentuan

  Bab XVI KUHP. Dalam KUHP sendiri, pencemaran nama baik masuk dalam kategori delik aduan kecuali dilakukan terhadap pengawai negeri sipil yang sedang menjalankan tugasnya secara sah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 316 KUHP. Suatu perbuatan dapat dikatakan pencemaran nama baik jika memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP yakni :

  1. Unsur “barangsiapa”. Unsur barangsiapa yang dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja yang merupakan subjek hukum suatu tindak pidana yang dianggap cakap dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

  “maksud nyata untuk menyiarkan”, misalnya :

  Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka unsur-unsur tindak pidana yang harus terpenuhi agar

  dalam konstruski KUHP hanya bisa dilakukan apabila kejahatan atas nama baik itu dilakukan setidaknya dihadapan pihak ketiga. Oleh karena dengan adanya 1 (satu) orang saja selain dari pada 2 (dua) orang lain yang bersangkutan maka unsur di muka umum sebagaimana dimaksud oleh KUHP sudahlah terpenuhi. Namun menurut R. Soesilo bahwa perbuatan kejahatan atas nama baik tidaklah harus dilakukan di depan umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa terdakwa ada maksud untuk menyiarkan tuduhan itu. Dengan demikian dapat diketahui pengertian pencemaran nama baik sebagaimana telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Sehubungan dengan tuntutan Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan

  5

  X telah melakukan pencurian di rumah B pada hari Senin yang lalu.

  b. X dan Y bertengkar, dimana Y dengan suara lantang yang dapat didengar oleh banyak orang, menuduh

  a. Diberitakan kepada satu orang di hadapan umum, dengan suara yang dapat di dengar oleh orang lain;

  Unsur yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, unsur ini dalam penerapannya memerlukan kecermatan karena harus dapat dibuktikan

  2. Unsur “dengan sengaja”. Menurut doktrin (ilmu pengetahuan), sengaja termasuk unsur subjektif, yang ditujukan terhadap perbuatan artinya pelaku mengetahui perbuatannya yang dalam hal ini pelaku menyadari mengucapkan kata- katanya yang mengandung pelanggaran terhadap

  4. Unsur “dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum”.

4 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung

  Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.10 5

  “memerkosa” kehormatan dan nama baik. Kata “nama baik” dimaksudkan sebagai kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya. 4 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum

  Kata “menyerang” disini bukan berarti menyerbu melainkan dimaksud dalam arti melanggar, sebagian pakar menggunakan

  3. Unsur “menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu”.

  RI Nomor 37 K/Kr/1958 tanggal 21 Desember 1957. Dalam kasus pencemaran nama baik Putusan Nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn, pelaku, TUMINI WIDYAWATI menyadari atau mengetahui bahwa kata-kata itu diucapkan dan mengetahui bahwa kata- kata tersebut merupakan kata-kata “menista”, bahwa si pelaku bukan mempunyai niat untuk menghina atau menista, tidak merupakan bagian dari dolus atau opzet.

  perbuatan itu dapat dihukum adalah sebagai berikut :

  Handphone yang digunakan untuk

  Terdapat Unsur melecehkan dan seolah tidah punya harta lain Yang keempat :

  “modal alat vital aja tapi mau punya barang gak tau malu dan punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!!”

  Terdapat Unsur pesan Yang Ketiga :

  “sampai anak sendiri nangis nangis minta dipan aja dilarang, dan keluarga besar ikut campur semua !!!”

  Terdapat Unsur melecehkan dan Unsur menghina Yang Kedua :

  “Kamu Udin dan keluargamu kalau gak ngrampok punya orang gak punya barang”

  Yang pertama :

  TARULI, sebagai ahli bahasa yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim Jika melihat kalimat yang diduga ditulis oleh terdakwa yang telah disederhanakan :

  b) Berdasarkan pendapat Ahli

  mengirimkan kalimat penghinaan adalah benar bahwa nomor tersebut adalah nomor terdakwa TUMINI

  Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan asal usul barang bukti berupa print out SMS terdakwa, dibuktikan dengan nomor

  1. Unsur “Setiap Orang”. Kata

  Terhadap fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, diketahui bahwa : a)

  “maksud” ditujukan pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

  “sengaja” ditujukan pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang (perbuatan dan objek perbuatan). Sementara sikap batin

  dalam doktrin maksud itu adalah juga kesengajaan (dalam arti sempit, yang disebut dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk ), tetap fungsi unsur sengaja dan fungsi maksud dalam pencemaran berbeda. Sikap batin

  oogmerk ) atau tujuan (doel). Walaupun

  2. Unsur “dengan sengaja” Dalam kejahatan pencemaran nama baik terdapat dua unsur kesalahan. Sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als

  Unsur Setiap orang berarti siapa saja sebagai subyek hukum jika terdapat cukup bukti telah didakwa melakukan suatu tindak pidana, terhadapnya tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf serta padanya terdapat kesalahan. Dalam perkara ini yang didakwa melakukan suatu tindak pidana yaitu TUMINI WIDYAWATI. Dengan demikian unsur “setiap orang” telah terpenuhi.

  “BARANGSIAPA” atau “HIJ” sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dader atau setiap orang sebagai subyek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakannya.

  Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Buku II, Edisi Revisi Tahun 2014, Halaman 208 dari MAHKAMAH AGUNG RI dan PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI Nomor: 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995

  “SETIAP ORANG” identik dengan kata “BARANGSIAPA” menunjukkan kepada siapa orangnya yang harus bertanggungjawab atas perbuatan/kejadian yang didakwakan itu atau setidak-tidaknya mengenai siapa orangnya yang harus dijadikan terdakwa dalam perkara ini. Kata “BARANGSIAPA” menurut Buku

  “dasar keturunan keluarga gak punya malu sampai naik haji Cuma modal alat vital udah mau sok hebat dimata masyarakat gak taunya

  hidup sendiri aja masih minta minta dengan istri Cuma modal alat vital”

  )”, “bertentangan dengan hukum objektif” (tegen het objectieve

  (electronic mail), telegram, teleks,

  data intercharge (EDI).surat elektronik

  89 menjelaskan sebagai berikut : Mendistribusikan yaitu menyebarluas- kan melalui sarana/media elektronik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki. Mentransmisikan yaitu memasukkan informasi ke dalam jaringan media elektronik yang bisa diakses publik oleh siapa saja yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu (kapan saja dan dimana saja). Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic

  “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses”. Kemudian menurut pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-VII/2009 halaman

  Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dimaksud dengan

  4. Unsur “Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya”.

  recht ).

  anders recht

  Kalimat tersebut oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI dikirimkan bukan hanya ke nomor Handphone korban SAPRIHUDIN, tetapi juga kepada tiga nomor lainya yang diketahui adalah : TULUS PRASETYO, LENAWATI, dan SITI NUR FATIMAH maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan “mendistribusikan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendistribusikan adalah menyalurkan (membagikan, mengirimkan) kepada beberapa orang atau beberapa tempat.

  “bertentangan dengan hak orang lain (tegen eens

  “tanpa hak sendiri” (Zonder wigwn recht),

  3. Unsur “tanpa hak”. Dalam doktrin pengertian melawan hukum sendiri bermacam- macam. Ada mengartikan sebagai

  “sengaja” telah terbukti.

  6 keseluruhan, maka dengan demikian unsur

  Perbuatan mendistribusikan diartikan sebagai perbuatan dalam bentuk dan cara apapun yang sifatnya menyalurkan, membagikan, mengirimkan, memberikan menyebarkan informasi elektronik kepada orang lain atau tempat lain dalam melakukan transaksi elektronik dengan menggunakan teknologi informasi. Tetapi dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, “mendistribusikan” tidak dapat terlepas dari apa yang menjadi obyek dari apa yang didistribusikan yang juga merupakan unsur pasal tersebut, yaitu “muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik” sehingga unsur “yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik” harus dibuktikan terlebih dahulu.

  Kemudian menurut pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor mendistribusikan yaitu menyebarluaskan melalui sarana/media elektronik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki.

6 Secara

  telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda,

  “Kamu Udin dan keluargamu kalau gak ngrampok punya orang gak punya barang”

  “dasar keturunan keluarga gak punya malu sampai naik haji Cuma modal alat vital udah mau sok hebat dimata masyarakat gak taunya hidup sendiri aja masih minta minta dengan istri Cuma modalalat vital”

  Terdapat Unsur melecehkan dan seolah tidah punya harta lain Yang keempat :

  “modal alat vital aja tapi punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!!”

  Terdapat Unsur pesan Yang Ketiga :

  “sampai anak sendiri nangis nangis minta dipan aja dilarang, dan keluarga besar ikut campur semua !!!”

  Terdapat Unsur melecehkan dan Unsur menghina Yang Kedua :

  Dalam fakta persidangan, menurut pendapat Ahli TARULI, sebagai ahli bahasa yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim Jika melihat kalimat yang diduga ditulis oleh terdakwa yang telah disederhanakan : Yang pertama :

  angka, kode, akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

  “penghinaan” atau belediging ini adalah merupakan pelanggaran atau perkosaan terhadap kehormatan seseorang.

  3. Memfitnah (laster), 4.Penghinaan ringan (eenvoudige belediging ).” Lebih lanjut beliau juga menulis, kejahatan

  5. Muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Satohid Kartanegara menyatakan : “Menurut KUHP, terdapat empat jenis kejahatan yang ditujukan terhadap kehormatan seseorang dan mempunyai bentuk murni, yaitu : 1. Menista (menghina) secara lisan (smaad), 2. Menista secara tertulis (smaaddschrift),

  “unsur sengaja dan tanpa hak” telah terbukti.

  “Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya” yang tidak terpisahkan dengan unsur yang mendahului yakni

  Perbuatan terdakwa TUMINI WIDYAWATI yang telah mengirimkan kalimat penghinaan kepada korban SAPRIHUDIN dan ketiga orang lainya adalah termasuk

  Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode, akses, simbol atau perforasi dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

  Terdapat unsur melecehkan dan menghina Penilaian atau tolak ukur untuk menilai “sengaja” tersebut adalah perbuatan- perbuatan yang nampak dari si pelaku sehingga sengaja tersebut haruslah mempunyai batasan-batasan. Dalam kasus ini SAPRIHUDIN telah dicemarkan nama baiknya dan merasa terhina atas pesan pribadi SMS yang diduga dibuat oleh terdakwa. Meskipun begitu, untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana yakni dilihat berdasarkan kompleksitas unsur-unsur suatu pasal dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam Persidangan, bahwa dapat membuktikan bahwa terdakwa telah dengan sengaja membuat pesan pribadi atau SMS yang isinya menghina korban SAPRIHUDIN pada

  handphone miliknya sehingga unsur

  “muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik” telah terpenuhi.

  Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui analisa hasil putusan dan bahan kepustakaan, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sesuai dengan posisi kasus, keterangan saksi, keterangan ahli yakni alat bukti yang sah seperti surat hasil Visum et Repertum sebagaimana diuraikan diatas, maka bila satu dengan yang lainnya saling dihubungkan, ditemukan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa seluruh unsur- Umum telah terpenuhi. Sehingga dengan demikian putusan ataupun kesimpulan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sesuai Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang- undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara selama 3 bulan dengan tidak perlu menjalani pidana tersebut dengan ketentuan dalam waktu 1 tahun, terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana yang sama atau lainya. Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus mengenai pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga kemudian berlakulah Asas Lex

  Specialis Derogat Legi Generalis

  (Peraturan Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum) 7 Wawancara dengan bapak Asri Suryawildhana

  selaku hakim pengadila n negeri sukadana B.

   Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik melalui Media SMS (Analisis Perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn)

  Pemberian keputusan oleh hakim terhadap putusan yang akan dijatuhkan oleh pengadilan tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti didalam pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan dan berat ringannya sanksi terhadap tindak pidana penghinaan nama baik Putusan didasarkan pada kesalahan yang terbukti di dalam persidangan. Untuk itu dalam mempertimbangkan berat ringannya pemidanaan harus dilakukan kajian terhadap dakwaan yang diajukan dengan fakta -fakta yang terbukti di dalam persidangan. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara harus mencerminkan rasa keadilan masyarakat, yakni tidak hanya berdasarkan pertimbangan yuridis tetapi terdapat juga pertimbangan sosiologis, yang mengarah pada latar belakang terjadinya kejahatan. Majelis hakim harus mempunyai keyakinan dalam memutus perkara dengan cara mendengarkan keterangan saksi-saksi, terdakwa dan alat bukti, serta menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat. Suatu putusan pengadilan harus memuat dasar mengadili, dasar memutus, serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

  7

  . Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut: 1.

  Teori Keseimbangan Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak- pihak yang bersangkutan atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

  2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Teori ini diperguanakan hakim dimana diluakan oleh terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara perdata, disamping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim. Akan tetapi keyakinan hakim adakalanya sangat bersifat subjektif, yang hanya didasarkan pada instink atau naruli hakim saja. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati dalam menggunakan teori ini.

  3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan yang lain.

  4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalam dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun masyarakat.

  5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari pertauran perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum

  6. Teori Kebijaksanaan Teori kebijakan biasanya berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Tetapi, teori ini juga digunakan pada perkara pidana lainnya tidak hanya terbatas pada perkara anak saja. Salah satu tujuan dari teori kebijakan sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan. Kebijaksanaan memang harus dimilikioleh setiap orang, terutama oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

  Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan 4 kriteria dasar pertanyaan (the

  four way test ) berupa : 1.

  Benarkah putusan yang dikeluarkan tersebut

  2. Jujurkah hakim dalam mengambil keputusan tersebut?

  3. Adilkah bagi pihak-pihak dalam putusan tersebut

  4. Bermanfaatka putusan Hakim tersebut

8 Dalam putusan hakim harus memuat hal-

  hal sebagai berikut:

  a) Dasar mengadili

  Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang merumuskan sebagai berikut: “Pengadilan

  Negeri berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya” Pada perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana tersebut adalah Pengadilan Negeri Sukadana karena locus delicte dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sukadana.

  b) Dasar memutus

  Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan syarat-syarat pemidanaan antara lain:

  1. Perbuatan a) Memenuhi rumusan undang-undang. Perbuatan terdakwa TUMINI WIDYAWATI yang telah melakukan perbuatan penghinaan melalui pesan singkat telah memenuhi rumusan Pasal

  27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik.

  b) Perbuatan terdakwa bersifat melawan hukum. Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum, jika perbuatan tersebut diancam dengan pidana dan telah dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang. Pada perkara tindak pidana penghinaan nama baik yang dilakukan oleh Terdakwa TUMINI WIDYAWATI perbuatan Terdakwa adalah bersifat melawan hukum, sebab menurut teori sifat melawan hukum 8 Lilik Mulyadi. Kekuasaan Kehakiman, ( formil perbuatan tersebut telah diancam dan dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena perbuatan itu diancam dengan pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik.

  c) Tidak adanya alasan pembenar Pada perkara tindak pidana penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI, terdakwa melakukan perbuatan tersebut bukan karena pembelaan terpaksa, bukan pula karena melaksanakan perintah Undang- Undang dan perintah jabatan yang sah. Maka di persidangan tidak terbukti fakta hukum yang dapat dipergunakan sebagai

  2.Orang/ pelaku Seseorang dapat dipidana tidak hanya jika perbuatan yang dilakukannya bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang, dan tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum cukup untuk memenuhi syarat penjatuhan pidana. Untuk menjatuhkan pidana, masih perlu adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus mempunyai kesalahan. Disini berlaku apa yang disebut

  “tiada pidana tanpa kesalahan”.

  Pengadilan Negeri Sukadana yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn telah mendasarkan pada alat-alat bukti sebagaimana yang terdapat pada Pasal 184 Ayat (1) KUHAP antara lain: Telah mendengarkan keterangan saksi-saksi, telah melihat alat bukti Surat yaitu berupa hasil Print-Out SMS yang dikirim terdakwa. Kedudukan SMS sebagai alat bukti Surat sesuai dengan ketentuan

  Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor

  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Majlis Hakim juga telah telah mendengar keterangan dari terdakwa. Pada Putusan Perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn, Majelis Hakim telah memperhatikan pula hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan terdakwa. Hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak berterus terang dalam hal memberikan keterangan sementara, hal yang meringankan yaitu perbuatan terdakwa reaksi atas perselisihan Rumah Tangga antara terdakwa dengan korban, Terdakwa juga adalah seorang Bidan atau tenaga medis yang keberadaanya Selain itu juga terdakwa adalah single

  parent karena telah bercerai dengan

  korban yang juga adalah mantan suaminya dan oleh karena itu harus mendidik anaknya yang masih bersekolah.

  Berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang telah melakukan tindak pidana penghinaan nama baik, hakim dalam pertimbanganya harus mengacu pada rumusan : Pasal 27 Ayat (3)

  “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik” Pasal 45 Ayat (1)

  “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), atau Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000 (Tujuh ratus juta rupiah)

  Menurut analisis Penulis, mengenai syarat-syarat pemidanaan tersebut, baik dari sisi perbuatan maupun pelaku, semuanya telah terpenuhi. Berarti menurut hukum pidana meteriil, terhadap terdakwa telah dapat dijatuhi hukuman. Dikaitkan lagi dengan hukum pidana formilnya, maka setelah syarat- syarat pemidanaan terpenuhi, harus didukung pula oleh alat bukti minimum yang sah sebagaimana sesuai dengan rumusal Pasal 183 KUHAP yang menyatakan.“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan melakukannya.” Dalam suatu putusan hakim, setidaknya akan memuat 3 unsur yaitu : 1)

  Keadilan 2)

  Kepastian Hukum 3) Kemanfaatan. Keadilan disini memiliki arti dimana suatu putusan hakim tersebut memiliki keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Menurut penulis sendiri, keadilan merupakan suatu hasil dari keputusan yang mengandung kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung- jawabkan, dan memperlakukan setiap individu pada kedudukan yang sama dimata hukum.

  Kepastian Hukum memiliki artian dimana suatu putusan hakim tersebut dikeluarkan secara pasti, karena mengatur secara jelas dan logis artinya, suatu putusan hakim itu seifatnya konkrit atau nyata atau tidak bertentangan dengan peraturan lainya sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan atau multitafsir baik bagi pelaku, korban, ataupun masyarakat. Kemanfaatan yakni suatu putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim setidak tidaknya memiliki manfaat bukan hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi dunia peradilan dan ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan perkara nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn ini, asas kemanfaatan tercermin dari putusan Hakim yang memberikan pidana percobaan kepada terdakwa TUMINI WIDYAWATI. Hal ini berhubungan dengan statusnya sebagai Single Parents dan juga sebagai tulang punggung keluarga yang harus membesarkan anaknya. Hakim berpendapat jika pidana terdakwa, akan terganggunya kelangsungan hidup bagi anaknya, dan juga bagi kelangsungan pekerjaanya sebagai tenaga medis Bidan Desa yang secara tidak langsung juga akan merugikan masyarakat sekitar. Berkaitan dengan uraian di atas dijadikan pertimbangan hukum hakim dalam memutus dan menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn. Hakim dalam pertimbangannya mengacu bukan hanya mengacu kepada Pasal 27 Ayat (3) Jo.

  Pasal 45 Ayat (1) tetapi juga ketentuan dalam pasal 315 KUHPidana yang menyatakan : “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan maupun tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp -

  4500.” Hakim berpendapat bahwa terdakwa TUMINI WIDYAWATI telah terbukti bersalah, tetapi oleh karena perbuatan terdakwa jika dihubungkan dengan pasal 315 KUHPidana yang mengatur tentanng penghinaan ringan, majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana percobaan selama 3 (tiga) bulan penjara dengan tidak menjatuhkan pidana denda sesuai dengan tuntutan penuntut umum.

  Peranan Hakim penting sekali. Ia mengkonkretkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan hukuman bagi terdakwa. dapat menyelesaikan konflik atau pertentangan dan juga mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia, dan merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Meskipun pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu hukuman, namun pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor59/ PID.B/ 2015/ PN.Sdn telah sesuai, yaitu telah memperhatikan dasar mengadili, dasar memutus, dan nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat, serta mempertimbangakn asas Keadilan , dan Kepastian Hukum. Tetapi dalam hal Kemanfaatan khususnya sanksi Denda, Penulis berpendapat bahwa majelis hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa semestinya menjatuhkan putusan pidana denda sebagaimana yang diajukan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa agar dengan pidana tersebut akan efektif dan memberikan efek jera kepada terdakwa dan sesuai atas perbuatan yang telah dibuat terdakwa sebaliknya Pidana yang ringan kurang menimbulkan efek jera kepada terdakwa dan masyarakat.

  Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sukadana Nomor : 59/PID.B/2015/PN.Sdn, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus mengenai pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga kemudian berlakulah Asas Lex Specialis

  Derogat Legi Generalis (Peraturan

  Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum). Suatu perbuatan harus memiliki sanksi yang mengikat, hal ini berdasarkan prinsip asas legalitas dimana seorang tidak boleh dipidana tanpa ada aturan yang jelas melarangnya. Oleh karena itu maka sanksi yang dikenakan terhadap terdakwa TUMINI WIDYAWATI telah sesuai dengan Undang-Undang yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3) Jo.

  Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE), Hakim yang memeriksa perkara tersebut telah menjatuhkan putusan pemidanaan berupa pidana percobaan penjara selama 3 (Tiga) bulan.

Dokumen yang terkait

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH MELALUI PENERAPAN PEMBELIAN LANGSUNG BERDASARKAN SISTEM KATALOG ELEKTRONIK (E-PURCHASING)

0 6 12

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELAKUKAN PENGANIAYAAN DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandarlampung)

0 0 16

ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN KORBAN ANAK (Studi Putusan No: 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)

1 5 12

EKSISTENSI BARANG BUKTI DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN (Studi Putusan Nomor 102/Pid/B/2016/PN.TJK)

0 2 13

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA RECIDIVE PADA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

0 0 12

ANALISIS KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DILAKUKAN SUAMI TERHADAP ISTRI (Studi di Polresta Bandar Lampung)

0 0 11

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) (Studi Kasus Putusan Nomor : 50/Pid./2015/PT.TJK)

0 0 11

ABSTRACT THE PROOF OF EVIDENCE OF EXPERT TESTIMONY AND STATEMENT LETTER FROM THE AUTHORIZED INSTITUTIONS IN THE CALCULATION OF STATE LOSSES IN CORRUPTION CRIME By M.Ihkwan Husain, Eddy Rifai, Gunawan Jatmiko Email : m.ihkwanhusaingmail.com

0 0 12

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI TELEPON GENGGAM YANG DILAKUKAN OLEH NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandar Lampung)

0 0 19

URGENSI PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA NARKOTIKA YANG BERTENTANGAN DENGAN SYARAT PP NO. 99 TAHUN 2012

0 1 12