STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Aspergillus niger L-51

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini penggunaan enzim dalam bioteknologi modern semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya industri yang memanfaatkan enzim, meliputi industri pangan dan non pangan (Sumarsih, 2004). Pemanfaatan enzim tersebut sesuai dengan fungsinya sebagai biokatalisator. Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan adalah enzim selulase. Enzim selulase merupakan enzim yang memegang peranan penting dalam proses biokonversi limbah-limbah organik berselulosa menjadi glukosa (Chalal, 1983). Banyak peneliti

mengungkapkan bahwa limbah yang mengandung selulosa dapat digunakan sebagai sumber gula yang murah dan mudah didapat untuk menggantikan bahan pati dalam proses fermentasi (Graf and Koehler, 2000). Sumber selulosa yang dapat digunakan diantaranya adalah sisa-sisa produk pertanian dan hasil hutan, kertas bekas, dan limbah industri (White, 2000). Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap struktur tanaman. Kandungan selulosa kayu berkisar 48–50%, pada bagas berkisar antara 50–55% dan pada tandan kosong kelapa sawit sekitar 45% (Winarno, 1986). Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hidrolisis tidak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa (Fanet al., 1982). Hidrolisis selulosa dapat dilakukan baik menggunakan enzim selulase (Vrijieet al., 2002; Raghavendraet al., 2007) maupun mikroorganisme penghasil selulase (Aderemiet al., 2008).


(2)

Selain berperan dalam mempercepat daur biomasa di alam, selulase adalah enzim yang digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp dan kertas. Selulase juga telah banyak dimanfaatkan untuk peningkatan nilai makanan ternak dengan meningkatkan kecernaannya (Montesqrit, 1998). Enzim selulase dapat diperoleh dari berbagai sumber tanaman, insekta, dan mikroorganisme. Mikroorganisme penghasil selulase secara ekstraselular tersebar pada kapang dan bakteri (Amstrup, 1979). Aspergillus nigertelah dikenal sebagai salah satu jenis kapang yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam

menghasilkan berbagai enzim yang penting peranannya dalam bidang pangan seperti selulase (Reed, 1975).

Untuk dapat digunakan dalam industri, enzim harus memiliki kondisi yang dibutuhkan dalam proses industri, seperti kestabilan pada kondisi suhu yang tinggi dan pH yang ekstrim

(Goddetteet al., 1993). Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan stabilitas enzim yaitu aplikasi teknik amobilisasi, modifikasi kimia, rekayasa molekuler dan penambahan zat aditif. Penggunaan zat aditif lebih sering dipilih karena relatif lebih mudah dan biayanya murah (Mosan and Combes, 1984).

Pada penelitian ini, telah dilakukan penambahan zat aditif yaitu senyawa poliol seperti gliserol dan sorbitol untuk melihat pengaruhnya terhadap stabilitas enzim selulase yang diisolasi dariAspergillus nigerL-51. Senyawa poliol dipilih karena memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat mempertahankan konformasi enzim, mengurangi kemungkinan

oksidasi gugus tiol pada enzim, menjaga stabililitas interaksi non kovalen, termasuk interaksi hidrofobik dalam molekul enzim, meningkatkan stabilitas dan daya simpan enzim, serta menjaga keutuhan struktur enzim terhadap degradasi oleh suhu (Suhartono, 1989).

B. Tujuan Penelitian


(3)

1. Memperoleh enzim selulase dariAspergillus nigerL-51 yang mempunyai tingkat kemurnian dan aktivitas yang tinggi.

2. Mengetahui pengaruh penambahan gliserol dan sorbitol terhadap stabilitas enzim selulase dariAspergillus nigerL-51.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan gliserol dan sorbitol terhadap stabilitas enzim selulase dariAspergillus nigerL-51.

2. Enzim selulase dengan stabilitas yang tinggi dapat digunakan dalam proses-proses industri.


(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk

metabolisme perantara (intermedietary metabolism) dari sel. Molekul enzim biasanya berbentuk bulat (globular), sebagian terdiri atas satu rantai polipeptida dan sebagian lain terdiri dari lebih dari satu polipeptida (Wirahadikusumah, 1989).

Menurut Poedjiadi (1994), fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.

Kelebihan enzim sebagai katalis dibandingkan dengan katalisator sintetik antara lain: (1) enzim mempunyai spesifitas tinggi, (2) enzim bekerja secara spesifik (hanya mengkatalisis substrat tertentu), (3) tidak terbentuk produk samping yang tidak diinginkan, (4) mempunyai produktivitas tinggi, (5) produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga

mengurangi biaya purifikasi dan mengurangi efek kerusakan terhadap lingkungan (Chaplin and Bucke, 1990).

Keunggulan lain dari enzim adalah dapat bekerja pada kondisi yang ramah (mild), sehingga dapat menekan konsumsi energi (suhu dan tekanan tinggi). Hal ini menyebabkan reaksi yang dikatalisis enzim menjadi lebih efisien dibandingkan dengan reaksi yang dikatalisis oleh


(5)

katalisis kimia. Enzim sebagai biokatalis telah dapat diaplikasikan secara komersil untuk proses–proses industri, antara lain industri pangan, medis (diagnosis), kimia, dan farmasi (Junita, 2002). Enzim dapat bekerja secara efektif pada suhu dan pH tertentu, namun aktivitasnya akan berkurang dalam keadaan di atas atau di bawah titik tertentu. Aktivitas enzim tidak hanya dipengaruhi oleh suhu dan pH, tetapi juga faktor lain seperti konsentrasi. Berikut ini faktor–faktor yang mempengaruhi kerja enzim :

1) Konsentrasi enzim

Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi enzimatik. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, laju reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi, 1994).

2) Konsentrasi substrat

Laju reaksi enzimatik akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim hanya menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat

diperbesar, makin banyak substrat yang berhubungan dengan enzim pada bagian aktif, sehingga konsentrasi enzim-substrat makin besar dan menyebabkan besarnya laju reaksi. Namun pada batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi substrat. Dalam kondisi ini, bertambahnya konsentrasi enzim–substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah (Poedjiadi, 1994). Hubungan antara konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ditunjukkan dalam Gambar 1.

½Vmaks

Km

[S] V (laju)


(6)

Gambar 1. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim (Shahib, 2005)

2) Suhu

Suhu dapat meningkatkan laju reaksi enzimatik sampai batas tertentu. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu enzim) akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Bila enzim terdenaturasi, maka bagian aktifnya akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan laju reaksi enzimatik menurun (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2. Hubungan suhu dengan aktivitas enzim (Shahib, 2005) 3) pH

Suhu Aktivitas


(7)

Struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat berbentuk ion positif dan ion negatif (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH akan mempengaruhi efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim–substrat. Selain itu, pH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan

menghakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada kisaran pH antara 4,5–8,0 (Winarno, 1986).

Gambar 3. Hubungan pH dengan aktivitas (Shahib, 2005)

4) Inhibitor

Inhibitor merupakan molekul atau ion yang menghambat reaksi enzimatik (Poedjiadi, 1994). Inhibitor akan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1986).

5) Kofaktor Logam

Kofaktor adalah suatu faktor yang membantu keaktifan enzim. Ikatan antara kofaktor dan enzim dapat sangat kuat dan ada pula yang tidak terikat kuat (Poedjiadi, 1994). 6) Pelarut organik

pH optimum

pH Aktivitas


(8)

Penggunaan pelarut dalam reaksi enzimatik memberikan keuntungan antara lain ialah kelarutan substrat-organik dan enzim lebih tinggi dibandingkan dengan air serta meningkatkan kestabilan enzim dengan pelarut

(Kwon and Rhee, 1986).

Selain itu, aktivitas enzim berhubungan langsung dengan perubahan struktur tertier dari dari molekul protein enzim. Pada keadaan suhu, pH, dan konsetrasi ion normal, struktur tersier protein distabilkan oleh empat jenis interaksi. lnteraksi tersebut adalah ikatan hidrogen, gaya tarik ionik, dan jembatan kovalen (Mosan and Combes, 1984).

Menurut Shahib (2005), ada dua teori pembentukan kompleks enzim-subtrat yaitu teorilock and keydan teoriinduced-fit.

1. Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Emil Fisher yang menyatakan bahwa kerja enzim seperti kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan enzim invertase.

Terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim adalah karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif (active site) dari enzim. Dengan begitu sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci (key) dan sisi aktif (lock) berperan sebagai gembok. Substrat masuk ke dalam sisi aktif sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Teori Kunci Gembok(Lock and Key Theory)dapat dilihat pada Gambar 4.

Substrat (sukrosa) Substrat menempel pada sisi aktif enzim Enzim dengan sisi


(9)

Gambar 4. Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) 2. Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Daniel Koshland yang menyatakan bahwa sisi aktif tidak bersifat kaku tetapi lebih fleksibel. Sisi aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif akan termodifikasi menyesuaikan bentuk substrat sehingga terbentuk kompleks enzim substrat. Sisi aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan. Ketika substrat terikat pada enzim, sisi aktif enzim mengalami beberapa perubahan sehingga ikatan yang terbentuk antara enzim dan substrat menjadi lebih kuat. Interaksi antara enzim dan substrat disebutInduced fit. Teori Kecocokan Induksi

(Induced Fit Theory)dapat dilihat pada Gambar 5.

Substrat menghasilkan produk baru dibantu oleh enzim Glukosa Fruktosa Produk baru dilepas Ikatan masih lemah Bentuk sementara Produk Substrat Enzim Interaksi pertama Perubahan bentuk enzim Produk

dilepaskan Enzim kembali ke bentuk semula


(10)

Gambar 5.Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory)

Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya. Commision on Enzymes of the international Union of Biochemistrymembagi enzim menjadi enam golongan besar, yaitu :

1. Oksidoreduktase, enzim golongan ini dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase bekerja pada reaksi dehidrogenasi yaitu reaksi pengambilan atom hidrogen dari suatu senyawa. Sedangkan oksidase bekerja sebagai katalis pada reaksi pengambilan hidrogen dari suatu substrat.

2. Transferase, enzim golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Beberapa contoh enzim golongan ini yaitu metiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, asiltransferase dan aminotransferase.

3. Hidrolase, enzim golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Beberapa contoh ialah lipase, phospatase, amilase, pepsin, tripsin dan kimotripsin.

4. Liase, enzim golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu substrat atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini yaitu

dekarboksilase, aldose dan hidratase.

5. Isomerase, enzim golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya reaksi perubahan glukosa menjadi fruktosa.

6. Ligase, enzim golongan ini bekerja pada reaksi penggabungan dua molekul. Contoh enzim golongan ini antara lain glutamin sintetase dan piruvat karboksilase (Poedjiadi, 1994).


(11)

Enzim selulase dikenal sebagai multienzim yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Ekso-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor C1. Faktor ini diperlukan untuk

menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristal.

2. Endo-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor Cx. Faktor ini diperlukan untuk

menghidrolisis ikatanβ-(1,4)-glukosida (selulosa amorf). 3. β-(1,4)-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Mekanisme penguraian selulosa oleh enzim selulase dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6.Mekanisme penguraian selulosa

Untuk menghidrolisis sempurna selulosa yang tidak larut atau selulosa kristal diperlukan kerja sinergistik dari ketiga komponen enzim tersebut (Reese, 1976).

Enzim selulase dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri sari buah, industri bir, pengolahan limbah pabrik kertas, dan zat pelembut kain (Rahayu, 1991).

C1

Cx

Selulosa amorf

Selulosa kristal

Selobiosa Glukosa


(12)

C. Selulosa

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah di bumi, diperkirakan sekitar 1011ton selulosa dibiosintesis per tahun (Fessenden, 1989). Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan glukosa yang terikat dengan ikatanβ-1,4-glikosidik. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang (Fanet al., 1982).

Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Serat selulosa alami terdapat di dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya. Selulosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulosa adalah (C6H10O5)n, dengan

banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang molekul sekurang-sekurangnya 5.000 nm. Berat

molekul selulosa rata-rata sekitar 400.000. Mikrofibril selulosa terdiri atas bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur berkristal dan adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisa selulosa (Sjostrom, 1995).

Berdasarkan strukturnya, selulosa dapat saja diharapkan mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air, akan tetapi kenyataannya selulosa tidak larut dalam air, bahkan pelarut lainnya. Hal ini disebabkan karena kekakuan rantai dan gaya rantai yang tinggi akibat ikatan hidrogen antara gugus–OH pada rantai berdekatan. Faktor ini dipandang sebagai penyebab tingginya kekristalan dari serat selulosa (Cowd dan Stark, 1991).


(13)

Gambar 7.Struktur Selulosa (Roberts, 1996)

D. Aspergillus niger

Aspergilus nigermerupakan fungi dari filumascomycetesyang berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan. Koloninya berwarna putih pada agar dekstrosa kentang (PDA) 25°C dan berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dariAspergillus nigerberwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur (Rao, 1994).

Aspergillus nigerdapat tumbuh optimum pada suhu 35-37°C, dengan suhu minimum 6-8°C, dan suhu maksimum 45-47°C. Selain itu, dalam proses pertumbuhannya fungi ini

memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Fungi memiliki warna dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Dalam metabolismenyaAspergillus nigerdapat menghasilkan asam sitrat sehingga banyak digunakan sebagai model fermentasi karena fungi ini tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. Aspergillus nigerdapat tumbuh dengan cepat, oleh karena itu banyak digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase, kitin deasetilase dan selulase.

Menurut tinjauan umumA.nigerdiklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Fungi imperfecti


(14)

Sub kelas : Hyphomyces Ordo : Monoliales Famili : Monoleaceae Genus : Aspergillus Spesies :Aspergillus niger

Aspergillus nigerdalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti protease, selulase, mananase, dan

α-galaktosidase. Bahan organik dari substrat digunakan olehAspergillus nigeruntuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel, dan mobilitas sel (Dwijoseputro, 1984).

E. Kinetika Reaksi Enzim

Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks) merupakan parameter

dalam kinetika reaksi enzim. Kinetika enzim adalah salah satu cabang enzimologi yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat. Konsentrasi substrat ini dapat divariasikan untuk mempelajari mekanisme suatu reaksi enzim, yakni bagaimana tahap-tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya (Suhartono, 1989).

Berdasarkan postulat Michaelis dan Menten pada suatu reaksi enzimatis terdiri dari beberapa fase yaitu pembentukan kompleks enzim substrat (ES), dimana E adalah enzim dan S adalah


(15)

substrat, modifikasi dari substrat membentuk produk (P) yang masih terikat dengan enzim (EP), dan pelepasan produk dari molekul enzim (Shahib, 2005).

Setiap enzim memiliki sifat dan karakteristik yang spesifik seperti yang ditunjukkan pada sifat spesifisitas interaksi enzim terhadap substrat yang dinyatakan dengan nilai tetapan

Michaelis Menten(KM). Nilai KMdidefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada

saat enzim mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Setiap enzim memiliki nilai Vmaksdan KMyang khas dengan substrat spesifik pada suhu dan pH tertentu (Kameliaet al.,

2005). Nilai KMyang kecil menunjukkan bahwa kompleks enzim-substrat sangat mantap

dengan afinitas tinggi terhadap substrat, sedangkan jika nilai KMsuatu enzim besar maka

enzim tersebut memiliki afinitas rendah terhadap substrat (Page, 1989).

Nilai KMsuatu enzim dapat dihitung dengan menggunakan persamaanLineweaver-Burkyang

diperoleh dari persamaan Michaelis-Menten yang kemudian dihasilkan suatu diagram

Lineweaver-Burkyang ditunjukkan dalam Gambar 8 ( Page, 1989).

PersamaanLineweaver-Burk.

[S] [S] K

1 M

0 Vmaks

V  

 

[S] K S V M maks 0   V

 

maks maks M V S V K V 1 1 1 0   Persamaan Michaelis-Menten

E + S ES EP E + P

maks V 1 0 1 V

 

1 maks M V K Slope


(16)

Gambar 8. DiagramLineweaver-Burk( Suhartono, 1989)

F. Stabilitas Enzim

Stabilitas enzim dapat diartikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap berbagai senyawa yang bersifat

merusak enzim seperti pelarut tertentu (asam atau basa) dan oleh pengaruh suhu dan pH yang ekstrim (Wiseman, 1978 dalam Junita, 2002). Stabilitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh enzim dalam prinsip aplikasinya sebagai biokatalis.

Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan enzim yang mempunyai stabilitas tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim alami dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak/kurang stabil (Junita, 2002). Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas enzim adalah penggunaan zat aditif, modifikasi kimia, amobilisasi, dan rekayasa protein (Illanes, 1999).

1) Stabilitas termal enzim

Pada suhu yang terlalu rendah kemantapan enzim tinggi, tetapi aktivitasnya rendah, sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi aktivitas enzim tinggi, tetapi kemantapannya rendah. Daerah suhu saat kemantapan dan aktivitas enzim cukup besar disebut suhu optimum untuk enzim tersebut (Wirahadikusumah, 1989).

Dalam industri, pada proses reaksinya biasanya menggunakan suhu yang tinggi. Penggunaan suhu yang tinggi bertujuan untuk mengurangi tingkat kontaminasi dan


(17)

masalah-masalah viskositas serta meningkatkan laju reaksi. Namun, suhu yang tinggi ini merupakan masalah utama dalam stabilitas enzim, karena enzim umumnya tidak stabil pada suhu tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan enzim dengan stabilitas termal pada rentang suhu yang tinggi.

Proses inaktivasi enzim pada suhu tinggi berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

a. Adanya pembukaan parsial (partial unfolding) struktur sekunder, tersier dan atau kuartener molekul enzim.

b. Perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan asam amino-asam amino tertentu oleh panas (Ahern and Klibanov, 1987).

Air memegang peranan penting pada kedua tahap di atas. Oleh karena itu, dengan menggunakan air seperti pada kondisi mikroakueus, reaksi inaktivasi oleh panas dapat diperlambat dan stabilitas termal enzim akan meningkat.

Stabilitas termal enzim akan jauh lebih tinggi dalam kondisi kering dibandingkan dalam kondisi basah. Adanya air sebagai pelumas membuat konformasi suatu molekul enzim menjadi sangat fleksibel, sehingga bila air dihilangkan molekul enzim akan menjadi lebih kaku (Virdianingsih, 2002).

2) Stabilitas pH enzim

Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi (Suhartono, 1989). Stabilitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, pH, pelarut, kofaktor dan kehadiran surfaktan (Eijsinket al.,2005). Dari faktor-faktor tersebut, pH memegang peranan penting. Diperkirakan perubahan keaktifan pH lingkungan


(18)

Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada kisaran pH optimum enzim dengan stabilitas yang tinggi (Winarno, 1986).

Pada reaksi enzimatik, sebagian besar enzim akan kehilangan aktivitas katalitiknya secara cepat danirreversiblepada pH yang jauh dari rentang pH optimum untuk reaksi

enzimatik. Inaktivasi ini terjadi karenaunfoldingmolekul protein sebagai hasil dari perubahan kesetimbangan elektrostatik dan ikatan hidrogen (Kazanet al.,1997).

G. Isolasi dan Pemurnian Enzim

Enzim dapat diisolasi secara ekstraseluler dan intraseluler. Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang bekerja di luar sel, sedangkan enzim intraseluler merupakan enzim yang bekerja di dalam sel. Ekstraksi enzim ekstraseluler lebih mudah dibandingkan ekstraksi dari

intraseluler karena tidak memerlukan pemecahan sel dan enzim yang dikeluarkan dari sel mudah dipisahkan dari pengotor lain serta tidak banyak bercampur dengan bahan-bahan sel lain (Pelczar dan Chan, 1986).

1. Sentrifugasi

Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan endapan dari supernatan dengan teknik sedimentasi, yaitu teknik yang membuat suatu larutan dipusingkan dengan kecepatan tinggi, sehingga yang mempunyai berat molekul besar akan mengendap pada dasar tabung. Pada proses sentrifugasi sebaiknya dilakukan pada suhu 2-4°C untuk mencegah terjadinya denaturasi akibat panas yang ditimbulkan proses sentrifugasi.

Prinsip sentrifugasi berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap partikel yang berputar pada laju sudut yang konstan akan memperoleh gaya keluar (F). Besar gaya ini bergantung pada laju sudutω(radian/detik) dan radius pertukarannya (sentimeter).


(19)

F =ω2r

Gaya F dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, karena itu dinyatakan sebagai gaya sentrifugal relatif (RCF dengan satuan g (gravitasi).

RCF =

980 2

r ω

Dalam praktiknya, alat sentrifugasi dioperasikan dengan laju rpm. Oleh sebab itu, harga rpm dikonversikan kedalam bentuk radian menggunakan persamaan:

ω =

30

 rpm

π

RCF = (πrpm)2r x

2

30 980

RCF = (1.119x10-5)(rpm)2r

(Cooper, 1997 dalam Sariningsih, 2000). 2. Fraksinasi dengan amonium sulfat (NH4)2SO4

Fraksinasi merupakan proses pengendapan secara bertahap. Pengendapan ini dapat dilakukan dengan penambahan garam seperti natrium klorida, natrium sulfat, atau amonium sulfat. Terjadinya pengendapan dikarenakan ion-ion garam yang tersolvasi cenderung akan menarik molekul-molekul air dari molekul hidrofobik protein sehingga molekul-molekul protein dapat berinteraksi satu sama lain untuk membentuk agregat. Protein yang hidrofobisitasnya tinggi akan mengendap lebih dahulu, sedangkan protein yang memiliki sedikit residu non polar akan tetap larut meskipun pada konsentrasi garam yang paling tinggi ( Scopes, 1982; Walsh and Headon, 1994).

Pada umumnya garam yang sering digunakan adalah amonium sulfat karena (1)


(20)

(3) mempunyai daya pengendapan yang besar, dan (4) mempunyai efek

penstabil terhadap kebanyakan enzim. Konsentrasi garam dapat mempengaruhi kelarutan enzim. Penambahan garam ini dalam larutan enzim akan mempengaruhi kelarutan enzim. Pada konsentrasi garam rendah, kelarutan enzim dalam air bertambah. Peristiwa ini disebut dengan

“salting in”. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, dimana kandungan garam dalam jumlah banyak maka kelarutan enzim akan turun. Sehingga garam yang berlebih ini

menyebabkan pengendapan enzim. Peristiwa ini disebut dengan“salting out”

(Wirahadikusumah, 1989). 3. Dialisis

Dialisis adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan garam dari larutan protein enzim. Proses dialisis secara umum dapat dilakukan dengan memasukkan larutan enzim dalam suatu kantong dialisis yang terbuat dari membran semipermiabel seperti selofan. Jika kantong yang berisi larutan enzim dimasukkan ke dalam buffer atau air sambil diputar -putar, maka molekul kecil yang ada di dalam larutan enzim akan keluar melewati pori-pori membran. Sedangkan molekul besar akan tertahan dalam kantong dialisis. Kendala ini dapat dilakukan dengan cara mengganti larutan buffer secara kontinyu atau menggunakan larutan buffer dengan konsentrasi rendah sampai ion-ion dalam kantong dialisis dapat diabaikan (Lehninger, 1982).

Setelah tercapai keseimbangan, larutan di luar kantung dialisis diganti dengan larutan yang baru agar konsentrasi ion-ion di dalam kantung dialisis dapat dikurangi. Proses ini dapat dilakukan secara terus menerus sampai ion-ion di dalam kantung dialisis dapat diabaikan (Mc Phie, 1971 dalam Boyer 1993). Difusi zat terlarut bergantung pada suhu dan


(21)

besar protein dan enzim stabil pada suhu 4-8°C sehingga dialisis harus dilakukan di dalam ruang dingin (Pohl, 1990).

4. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode yang banyak digunakan untuk isolasi dan pemurnian enzim. Pada kromatografi kolom, suatu fluida dialirkan ke dalam kolom yang mengandung matriks bahan pengisi dan molekul yang ingin dipisahkan menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan daya ikat terhadap bahan pengisi. Pada proses isolasi dan pemurnian enzim ada tiga jenis kromatografi yang dikenal, yaitu:

a) Kromatografi filtrasi gel

Kromatografi filtrasi gel dilakukan berdasarkan pemisahan berat molekul antara protein yang mempunyai berat molekul tinggi dengan molekul lain yang memiliki berat yang rendah. Dimana molekul kecil akan masuk ke pori-pori matriks tetapi molekul besar akan diteruskan. Matriks yang digunakan adalah gel, merupakan media pemisah (Watson, 1987).

Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemurnian yang kapasitasnya lemah. Namun, metode ini efektif dalam pemisahan enzim dari pelarut penggumpal, larutan garam, dan buffer yang tidak dikehendaki. Kapasitas sampelnya cukup tinggi dan efesiensi filtrasi gel meningkat dengan semakin tingginya kolom (Suhartono, 1989). b) Kromatografi penukar ion

Prinsip dasar kromatografi penukar ion adalah pemisahan berdasarkan muatan

ioniknya. Penukar ion terdiri atas matriks yang tidak larut dan gugus bermuatan yang terikat secara kovalen pada matriks. Gugus-gugus bermuatan ion disebut“counter


(22)

ion”. Counter iondapat digantikan secarareversibledengan ion-ion yang bermuatan sama. Penukar ion positif mempunyai counter ionyang bermuatan negatif, sehingga disebut penukar anion. Sedangkan penukar ion negatif mempunyaicounter ionyang bermuatan positif, sehingga disebut penukar kation (Wolfe, 1993).

Prinsip pada kromatografi penukar ion ialah jika enzim yang dimurnikan mempunyai muatan yang sama dengan muatan gugus fungsi pada matriks fasa diam maka enzim tersebut tidak diikat oleh matriks tetapi akan keluar bersama pengelusi. Jika enzim yang digunakan memiliki muatan yang berlawanan dengan muatan gugus fungsi pada matriks fasa diam, maka enzim akan diikat oleh matriks dan untuk melepaskan enzim tersebut harus dilakukan elusi dengan pelarut yang mempunyai kekuatan ion yang lebih besar daripada pengelusi pertama (Wiseman, 1985). Matriks dapat berupa senyawa anorganik, resin sintetik, polisakarida dan sebagainya. Matriks yang banyak digunakan dalam pemisahan protein adalah DEAE-selulosa (dietilaminoetil-selulosa) dan CM-selulosa (karboksimetil-CM-selulosa). Gugus DEAE, -OC2H5NH(C2H5)2bermuatan positif

pada pH 6,0-8,0 sehingga dapat digunakan untuk protein yang bermuatan negatif pada rentang pH tersebut. Sedangkan CM-selulosa (selulosa-OCH2COO-) dapat digunakan

untuk memisahkan protein yang bermutan positif pada pH 4,5 (Palmer, 1991 dalam Sariningsih, 2000).

Kelebihan metode ini dibandingkan dengan kromatografi fitrasi gel adalah

kromatografi penukar ion tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi kolom. Efesiensi dapat diperbaiki dengan meningkatkan diameter kolom, apabila digunakan jumlah sampel yang lebih banyak. Pada filtrasi gel memerlukan kolom yang lebih tinggi untuk penggunaan sampel yang lebih banyak (Suhartono, 1989).


(23)

Ciri yang paling menonjol pada kromatografi adalah kemampuannya untuk selektif mengeluarkan satu protein tertentu dari campuran protein yang kompleks. Teknik ini mengunakan matriks yang tak bergerak yang mengadakan interaksi spesifik dengan enzim yang akan dimurnikan. Protein yang tidak diinginkan akan dikeluarkan. Protein yang diinginkan akan dielusikan dari matriks menggunakan cairan elusi yang umum yaitu cairan garam (Murray, 2003).

Keuntungan menggunakan teknik ini adalah sifat interaksinya yang spesifik. Jumlah adsorben yang dibutuhkan dapat disesuaikan dengan jumlah zat yang akan diadsorpsi, partikel-partikel yang terserap dapat dilepaskan dengan mudah dan adsorben dapat diregenerasi beberapa kali

(Suhartono, 1989).

5. Pengujian aktivitas enzim dengan metode Mandels

Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk. Satuan aktivitas enzim yang digunakan adalah unit/mL, yaitu banyaknya mikromol (μmol) gula pereduksi yang terbentuk yang dihasilkan dari hidrolisis selulosa oleh 1 mL enzim dalam waktu 1 menit (Mandels et al.,

1976 dalam Prasetyo, 2006).

6. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry

Penentuan kadar protein bertujuan untuk mengetahui bahwa protein enzim masih terdapat pada tiap fraksi pemurnian dengan aktivitas yang atau tetap baik. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Ini terjadi karena protein bereaksi dengan tembaga dalam lingkungan alkali yang mudah larut, dimana kompleks Cu2+dengan ikatan peptida akan tereduksi menjadi Cu+. Lalu, Cu+akan mereduksi folin-ciocalteu yang mengikat protein sekitar pH


(24)

10. Sehingga komplek fosfomolibdat-fosfotungstat menghasilkanheteropolymolybdenum

dari warna kuning menjadi biru. Ini disebabkan karena oksidasi gugus aromatik terkatalis Cu, sehingga menghasilkan komplek berwarna biru dalam derajat yang berbeda tergantung pada komposisi triftofan dan tirosinnya. Karena itu, protein yang berbeda akan

memberikan tingkat warna yang berbeda (Alexander, 1993).

Metode ini merupakan metode relatif sederhana dengan biaya yang relatif murah juga. Tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu sensitif terhadap perubahan pH dan konsentrasi protein yang rendah. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan volume sampel yang sangat kecil sehingga tidak mempengaruhi reaksi ( Lowryet al.,1951).

H. Senyawa Poliol

Menurut Suhartono (1989), aktivitas enzim dapat menurun atau terganggu apabila terjadi perubahan ikatan kovalen pada sisi aktif atau perubahan konformasi tiga dimensi enzim. Penggunaan zat aditif penstabil terbukti dapat mempertahankan konformasi enzim karena dapat menjaga kemungkinan oksidasi gugus tiol pada enzim dan menjaga stabilitas interaksi non kovalen, termasuk interaksi hidrofobik di dalam molekul enzim.

Senyawa aditif merupakan senyawa yang jika ditambahkan pada larutan enzim akan meningkatkan stabilitas struktur protein enzim tanpa mempengaruhi interaksi kovalen pada enzim. Pengaruh senyawa aditif terbatas pada interaksi non kovalen dengan enzim atau pada sistem pelarut enzim (Wulandari, 2008). Schwimmer (1981) menggolongkan zat aditif menjadi beberapa kelompok yaitu: substrat, senyawa hidrofilik, larutan garam dan gula, ion logam, anion, polianion, polikation, protein dan polimernya, inhibitor protease, senyawa pengkelat, anti buih, serta senyawa pereduksi dan antioksidan.


(25)

Senyawa aditif yang akan digunakan pada penelitian ini adalah golongan senyawa polihidroksi alkohol. Proses stabilitas enzim oleh senyawa poliol terjadi karena adanya perubahan pada lingkungan enzim yang menyebabkan konformasi struktur menjadi lebih

rigidkarena intensitas interaksi hidrofobik antara gugus nonpolar yang meningkat. Interaksi hidrofobik merupakan faktor yang sangat penting dalam stabilitas struktur protein karena dapat menyebabkan enzim mengalamifoldingsehingga menjadi lebih stabil dibandingkan dengan strukturunfolding

(Lemoset al., 2000).

Golongan poliol yang diketahui reaktif adalah yang mengandung 3 karbon atau lebih. Hal ini disebabkan sifat menarik airnya (hidrofilik) yang dapat menurunkan aktivitas air. Selain itu, penambahan senyawa alkohol meningkatkan interaksi hidrofobik di antara molekul protein enzim dan dapat bertindak sebagai penangkap atau pengikat senyawa radikal bebas sehingga mengurangi kemungkinan oksidasi enzim (Suhartono, 1989). Berikut ini adalah senyawa poliol yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus–OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Gliserol atau dikenal juga dengan gliserin, merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau dengan rasa yang manis mempunyai berat molekul 92,094 g/mol, densitas 1.261 g/cm3, titik didih 290°C dan titik leleh 18°C. Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).


(26)

Gambar 9.Struktur gliserol 2. Sorbitol

Sorbitol juga dikenal dengan glusitol. Sorbitol mempunyai berat molekul 182,17 g/mol, densitas sebesar 0,68 g/cm3, titik didih 296°C dan titik leleh

95°C. Sorbitol berbentuk kristal pada suhu kamar, berwarna putih, tidak berbau dan rasanya manis. Sorbitol larut dalam air, gliserol dan propilen glikol, sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat dan fenol serta tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik (Perry, 1999).


(27)

1

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Laboratorium Biologi Molekular Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, serta Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat–alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, jarum ose, pH Universal, mikropipet Eppendroff, kolom kromatografi, neraca analitik, lemari pendingin, pembakar spritus, pengaduk magnet, sentrifuga, autoklaf model S-90N, oven,shaker incubatorSTUART SSL2,freeze dry, magnetic stirrer, laminar air flowCRUMA model 9005-FL, waterbath, waterbath incubator

HAAKE dan spektrofotometerUV-VisCary Win UV 32.

Adapun bahan–bahan yang digunakanPotato Dextrose Agar(PDA), serbuk gergaji, (NH4)2SO4, KH2PO4, CaCl2,MgSO4, FeSO4.7H2O, ZnSO4.7H2O, CoCl2,

pepton, NaOH, Na2CO3,CuSO4.5H2O, CMC, reagenfolin-ciocalteu,akuades,

Na(K)-tartarat, kantong selofan, NaCl,NaH2PO4, Na2HPO4, pereaksi DNS


(28)

2 Sedangkan mikroorganisme yang digunakan adalah jamurAspergillus nigerL-51 penghasil enzim selulase yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Media Inokulum, Fermentasi, dan Larutan Pereaksi

a. Pretreatmentsumber selulosa serbuk gergaji

Serbuk gergaji digiling sampai halus dengan lumpang, kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 70-80°C selama kurang lebih tiga jam. Selanjutnya serbuk gergaji yang telah kering tersebut didelignifikasi dengan NaOH 4% secukupnya. Campuran tersebut dipanaskan dengan autoklaf pada tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah didelignifikasi, larutannya dibuang dan endapannya diambil. Endapan tersebut kemudian dicuci dengan akuades sampai pH netral. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70-80°C selama 32 jam dan diayak dengan ayakan 200 mesh. b. Pembuatan media inokulum dan fermentasi

Media inokulum dan fermentasi yang digunakan (gL-1) terdiri dari (NH4)2SO4 1,4; KH2PO4 2,0; Urea 0,3; CaCl2 0,3; MgSO4 0,3;

FeSO4.7H2O 0,005; ZnSO4.7H2O, 0,0014; CoCl20,002; serbuk gergaji 7,5;

pepton, 0,75 yang dilarutkan dalam akuades, kemudian disterilkan pada suhu 121°C, tekanan 1 atm, selama 15 menit dalam autoklaf.


(29)

3 c. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran kadar protein metode Lowry

(Lowryet al., 1951)

Pereaksi A : 2 g Na2CO3dilarutkan dalam 100 mL

NaOH 0,1 N.

Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1%

ditambahkan ke dalam 5 mL larutan Na(K)-tartarat 1%.

Pereaksi C : 2 mL pereaksi B ditambahkan 100 mL pereaksi A.

Pereaksi D : reagen folin ciocalteu diencerkan dengan aquades 1:1.

Larutan standar : larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan kadar 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 140 ppm.

d. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas selulase metode Mandels (Mandelset al., 1976)

Ke dalam labu ukur 100 mL, dimasukkan 1% NaOH, Na(K)-tartarat 4%, 1% DNS (dinitrosalisilic acid), 0,2% fenol dan 0,05% Na2SO3kemudian

dilarutkan dengan 100 mL akuades hingga tanda batas.

2. Penentuan Kondisi OptimumAspergillus nigerL-51 untuk Memproduksi Enzim Selulase

Penentuan kondisi optimum pertumbuhan Aspergillus niger L-51 dilakukan dengan memvariasikan pH dan waktu inkubasi. Optimasi pH dilakukan dengan membuat variasi pH media fermentasi yaitu pH 4,0; 4,5; 5,0; 5,5; 6,0;


(30)

4 6,5; dan 7,0. Sebanyak 5 ose Aspergillus nigerL-51 dari media agar miring dipindahkan ke dalam media inokulum secara aseptis lalu dikocok dengan

shaker incubator, dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35°C selama 72 jam. Selanjutnya 2% media inokulum dipindahkan ke dalam 300 mL media fermentasi dan diinkubasi ke dalam shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35°C. Untuk mengetahui produksi optimal enzim selulase yang dihasilkan, dilakukan sampling dengan selang waktu 8 jam.

3. Produksi Enzim Selulase

Produksi enzim selulase dilakukan dengan cara 2% media inokulum

dipindahkan ke dalam 2 L media fermentasi dengan pH optimum kemudian dikocok denganshaker incubatorpada kecepatan 150 rpm suhu 35°C selama waktu inkubasi optimum.

4. Isolasi dan Pemurnian Enzim Selulase a. Isolasi enzim selulase

Isolasi enzim dilakukan dengan menggunakan metode sentrifugasi. Metode ini digunakan untuk memisahkan enzim dari sel-selnya. Sentrifugasi dilakukan pada suhu rendah (di bawah suhu kamar) untuk menjaga kehilangan aktivitas enzim. Setelah media fermentasi yang berisi

Aspergillus nigerL-51 dikocok menggunakanshaker incubatorpada suhu 35°C selama waktu inkubasi optimum selanjutnya enzim dipisahkan dari komponen sel lainnya dengan sentrifugasi pada 5000 rpm dan suhu 4°C selama 25 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim


(31)

5 yang selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim selulase dengan metode Mandels serta pengukuran kadar protein dengan metode Lowry.

b. Pemekatan enzim selulase

Ekstrak kasar enzim selulase yang telah diisolasi kemudian dipekatkan dengan cara pengeringbekuan (freeze dry). Sebelum dilakukanfreeze dry, enzim terlebih dahulu ditempatkan dalam suatu gelas kimia kemudian dibekukan di dalam lemari pendingin. Gelas kimia tersebut ditutup dengan kain kasa selanjutnya dimasukkan ke dalamfreeze dryhingga volume enzim berkurang dan enzim menjadi semakin pekat yang ditandai dengan perubahan warna eksrak kasar enzim yaitu dari warna kuning menjadi kuning kecoklatan.

c. Pemurnian enzim selulase

Pada penelitian ini, pemurnian enzim selulase dilakukan dengan kromatografi kolom filtrasi gel menggunakan Sephadex G-100 sebagai matriks. Adapun proses yang dilakukan adalah :

a. Pengembangan gel dan pencucian Sephadex G-100

Sephadex G-100 disuspensikan dalam akuades dan dibiarkan mengembang pada suhu ruang. Partikel halus dibuang dengan cara dekantasi.


(32)

6 b. Penyiapan kolom gel

Kolom berukuran 1,5 x 50 cm dibubuhi kapas di bagian ujung bawah. Kolom dipasang tegak lurus, selanjutnya bubur gel yang telah

mengembang dimasukkan ke dalam kolom dengan kondisi tidak terlalu kental. Untuk menghindari adanya gelembung udara dalam kolom gel, kran pengatur dibiarkan terbuka.

c. Penstabilan gel

Gel yang telah sempurna berada di dalam kolom distabilkan dengan mengalirkan akuades sebanyak 2 kali volum matriks. Selanjutnya mengalirkan buffer phosfat 0,05 M pH 5 sebanyak 2 kali volum matriks atau sampai kondisi pH yang sesuai tercapai. Pengatur dibuka sedemikian rupa sehingga kecepatan tetesan 1-2 mL/menit.

d. Penempatan cuplikan enzim ke dalam kolom

Penempatan cuplikan enzim ke dalam kolom yaitu dengan meneteskan sejumlah cuplikan enzim ke permukaan gel, setelah buffer penstabil masuk ke dalam matriks dan kondisi kran tertutup. Setelah itu kran dibuka sehingga semua cuplikan masuk ke dalam matriks lalu

dialirkan buffer phospat kembali. Kapasitas matriks memuat cuplikan sebanyak 5 mL.


(33)

7 e. Penampungan eluat

Eluat ditampung dengan volume 5 mL. Fraksi pertama dimulai pada saat cuplikan enzim telah dimasukkan.

f. Pengukuran eluat

Untuk mengetahui pola protein enzim hasil kromatografi kolom, maka

setiap fraksi diukur pada λ 280nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

g. Pengukuran aktivitas enzim

Setiap fraksi pada puncak protein yang diperoleh dari pengukuran eluat yang ditentukan aktivitasnya. Semua fraksi yang menunjukkan aktivitas unit tertinggi dikumpulkan menjadi satu kemudian

ditentukan kadar proteinnya untuk mengetahui aktifitas spesifiknya.

4. Uji Aktivitas dan Kadar Protein Selulase

a. Uji aktivitas metode Mandels ( Mandelset al., 1976)

Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk (Mandelset al.,1976). Sebanyak 0,25 mL enzim, 0,25 mL larutan CMC 0,5% dalam buffer phospat pH 5,0 dicampur lalu diinkubasi selama 60 menit pada suhu 50oC. Kemudian ditambahkan 1 mL pereaksi DNS (dinitrosalisilic acid)

dididihkan selama 10 menit pada penangas air. Selanjutnya ditambahkan 1,5 mL akuades lalu didinginkan. Setelah dingin, serapannya diukur


(34)

8 menggunakan spektrofotometerUV-Vispadaλ 510 nm. Kadar glukosa

yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva standar glukosa. b. Penentuan kadar protein metode Lowry (Lowryet al., 1951)

Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry (Lowryet al., 1951). Sebanyak 1 mL enzim yang akan diukur kadar proteinnya

direaksikan dengan 5 mL pereaksi C dan campuran diaduk rata kemudian dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah itu ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan diaduk dengan sempurna, didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Untuk kontrol, 1 mL enzim diganti dengan 1 mL akuades, selanjutnya perlakuannya sama seperti sampel. Serapannya diukur menggunakan spektrofotometerUV-Vispadaλ750 nm.

Untuk menentukan konsentrasi protein enzim yang digunakan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumin).

5. Penambahan Gliserol dan Sorbitol

Larutan poliol yang digunakan yaitu gliserol dan sorbitol. Larutan poliol ditambahkan pada enzim hasil pemurnian dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5 M dengan perbandingan 1:1.

6. Karakterisasi Enzim (sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol)

Karakterisasi enzim sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol meliputi: penentuan pH dan suhu optimum, penentuan data kinetika (KMdan


(35)

9 a. Penentuan pH dan suhu optimum

1) Penentuan pH optimum

Untuk mengetahui pH optimum enzim sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol digunakan variasi pH sebagai berikut : 4,0: 4,5: 5,0; 5,5; 6,0; 6,5; dan 7,0. Suhunya dijaga tetap pada 50°C, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels.

2) Penentuan suhu optimum

Untuk mengetahui suhu optimum kerja enzim sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol dilakukan dengan variasi suhu yaitu 40; 45; 50; 55; 60; 65; dan 70°C, pH tetap dijaga pada pH optimum. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode Mandels.

b. Penentuan data kinetika enzim (nilai KMdan Vmaks)

Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks)

enzim sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol ditentukan dari kurvaLineweaver-Burk. KurvaLineweaver-Burkdibuat dengan menguji aktivitas enzim selulase dengan variasi konsentrasi substrat 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 dan 1,25% dalam buffer phosfat pada pH 4,5 dan suhu 50°C selama 60 menit. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode Mandels.


(36)

10 c. Uji stabilitas termal dan pH enzim (Yanget al.,1996)

Penentuan stabilitas termal enzim dilakukan dengan mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 100 menit pada suhu 50°C dan pH 4,5. Caranya adalah dengan mengukur aktivitas enzim setelah proses pemanasan setiap interval waktu 10 menit. Aktivitas awal enzim (tanpa proses pemanasan) diberi nilai 100%.

Aktivitas sisa =

perlakuan) (tanpa

awal enzim Aktivitas

perlakuan setelah

enzim Aktivitas

x 100%

(Virdianingsih, 2002). d. Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju inaktivasi (ki), dan perubahan

energi akibat denaturasi (∆Gi)

Penentuan nilai ki(konstanta laju inaktivasi termal) enzim selulase hasil

pemurnian sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol dilakukan dengan menggunakan persamaan kinetika inaktivasi orde 1 (Kazanet al., 1997)

dengan persamaan: ln (Ei/E0) = - kit

Sedangkan untuk perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil

pemurnian sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol dilakukan dengan menggunakan persamaan :


(37)

11 Keterangan :

R = konstanta gas (8,315 J K-1mol-1) T = suhu absolut (K)

ki = konstanta laju inaktivasi termal

h = konstanta Planck (6,63 x 10-34J det) kB = konstanta Boltzmann (1,381 x 10-23JK-1)

Secara keseluruhan, penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang ditunjukkan dalam Gambar 11.


(38)

12

Gambar 11.Diagram alir penelitian Produksi enzim

Ekstrak kasar enzim

Uji aktivitas enzim selulase metode Mandels dan penentuan

kadar protein metode Lowry.

Pemurnian enzim : Kromatografi kolom

Sephadex G-100

Karakterisasi enzim

Penentuan stabilitas

termal Penambahan Gliserol

dan Sorbitol

Penentuan pH dan suhu

optimum Enzim setelah penambahan Gliserol

dan Sorbitol

Penentuan KM

dan Vmaks

Freeze Dry

Uji aktivitas metode Mandels


(39)

(40)

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE

DARIAspergillus nigerL-51 (Skripsi)

Oleh

NI PUTU YULIASTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(41)

ABSTRACT

STUDY EFFECT OF ADDITION GLYCEROL AND SORBITOL TOWARD STABILITY OF CELLULASE FROM

Aspergillus nigerL-51 By

Ni Putu Yuliastri

Cellulase is enzyme which has important part in bioconversion process of cellulose into glucose and often used in many industrial processes both for relating to food and non food. In industrial process, this enzyme must be able to work in extreme pH and temperature. But generally this enzyme is unstable at that condition.This research was aimed to study the effect of addition glycerol and sorbitol toward stability of cellulase fromAspergillus nigerL-51. Sequential experiment, starting from the enzyme production, isolation, purification, and characterization before and after addition glycerol and sorbitol.

The result showed that the purified enzyme has a specific activity 5,611 U/mg, increase at 5 times than native enzyme which has specific activity 1,115 U/mg. The purified enzyme before and after addition glycerol and sorbitol have optimum pH 4,5 and optimum temperature 50oC. The kinetics data showed that purified enzyme has KM= 15,21 mg/mL and Vmax= 2,81μ mol/mL.min. Enzyme

after addition glycerol 0,5; 1; and 1,5 M have KMwith following data: 20,07

mg/mL; 18,54 mg/mL; and 19,44 mg/mL and Vmaxwere shown with following

data: 3,40μ mol/mL.min; 3,30μ mol/mL.min and 3,36μ mol/mL.min. Enzyme

after addition sorbitol 0,5; 1; and 1,5 M have KMwith following data: 17,56

mg/mL; 16,19 mg/mL; and 17,1 mg/mL and Vmaxwere shown with following

data: 3,07μ mol/mL.min; 2,97μ mol/mL.min; and 3,04μ mol/mL.min. Thermal

stability of purified enzyme stored for 100 min at 50oC were shown by the values ki= 0,0119 min-1; t1/2= 58,24 min andΔ Gi= 102,24 kJ/mol. Enzyme after

addition glycerol 0,5; 1; and 1,5 M have kivalue= 0,0083; 0,0076; and 0,0078

min-1; t1/2= 83,49; 91,18 and 88,85 min; Δ Gi= 103,21 kJ/mol; 103,44 kJ/mol; and

103,37 kJ/mol. While enzyme after addition sorbitol 0,5; 1; and 1,5 M have ki

value= 0,0082; 0,0075; and 0,0077 min-1; t1/2= 84,51; 92,4 and 90 min; Δ Gi =

103,24 kJ/mol; 103,48 kJ/mol; and 103,41 kJ/mol. Addition glycerol and sorbitol on cellulase fromAspergillus nigerL-51 can increase the thermal stability of enzyme based on the decrease of kivalue and the increase of t1/2and Δ Gi.


(42)

ABSTRAK

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE DARI

Aspergillus nigerL-51 Oleh

Ni Putu Yuliastri

Enzim selulase merupakan enzim yang mampu mengkonversi selulosa menjadi glukosa. Dalam proses industri, enzim ini harus stabil pada pH dan suhu ekstrim. Oleh sebab itu dilakukan penambahan gliserol dan sorbitol terhadap enzim selulase dariAspergillus nigerL-51 untuk mempelajari pengaruhnya terhadap stabilitas enzim selulase. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan produksi, isolasi, pemekatan, dan pemurnian enzim, serta karakterisasi enzim selulase hasil pemurnian sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim selulase hasil pemurnian 5,611 U/mg, meningkat 5 kali dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim yang mempunyai aktivitas spesifik 1,115 U/mg. Enzim hasil pemurnian sebelum dan setelah penambahan gliserol dan sorbitol memiliki pH optimum 4,5 dan suhu optimum 50°C. Data kinetika menunjukkan enzim hasil pemurnian memiliki KM= 24,20 mg/mL substrat dan Vmaks= 3,75μmol/mL.menit. Enzim

setelah penambahan gliserol 0,5; 1; dan 1,5 M memiliki KMyaitu 20,07 mg/mL;

18,54 mg/mL; dan 19,44 mg/mL; dan Vmaksyaitu 3,4μmol/mL.menit; 3,3

μmol/mL.menit; dan 3,36μmol/mL.menit. Sedangkan enzim setelah penambahan

sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M memiliki KMyaitu 17,56 mg/mL; 16,19 mg/mL; dan

17,1 mg/mL; dan Vmaks: 3,07μmol/mL.menit; 2,97μmol/mL.menit; dan 3,04 μmol/mL.menit. Uji stabilitas termal enzim hasil pemurnian selama 100 menit

pada 50oC menunjukkan nilai ki= 0,0119 menit-1; t1/2= 58,24 menit danΔ Giyaitu

102,24 kJ/mol. Enzim setelah penambahan gliserol 0,5; 1; dan 1,5 M memiliki ki

yaitu 0,0083; 0,0076; dan 0,0078 menit-1; t1/2: 83,49; 91,18 dan 88,85 menit; serta

Δ Gi: 103,21 kJ/mol; 103,44 kJ/mol; dan 103,37 kJ/mol. Sedangkan enzim setelah

penambahan sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M memiliki kiyaitu 0,0082; 0,0075; dan

0,0077 menit-1; t1/2: 84,51; 92,4 dan 90 menit; sertaΔ Gi: 103,24 kJ/mol; 103,48

kJ/mol; dan 103,41 kJ/mol. Penambahan gliserol dan sorbitol terhadap enzim selulase dariAspergillus nigerL-51 dapat meningkatkan stabilitas termal enzim yang dilihat melalui peningkatan waktu paruh danΔ Giserta penurunan nilai ki.


(43)

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN

SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE

DARI

Aspergillus niger

L-51

Oleh

NI PUTU YULIASTRI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(44)

Judul Skripsi : STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Aspergillus nigerL-51

Nama Mahasiswa : Ni Putu Yuliastri Nomor Pokok Mahasiswa : 0817011007

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Kimia Pembimbing

Andi Setiawan, Ph.D. Dr. Ir. Yandri, A.S., M.S.


(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Dr. Ir. Yandri, A.S., M.S. …………....

Penguji

Bukan Pembimbing :Dra. Aspita Laila, M.S. …………....

Penguji

Bukan Pembimbing :Dian Herasari, M.Si. …………....

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D.

NIP 196905301995121001


(46)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rama Gunawan, Lampung Tengah pada tanggal 14 Juli 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara putri dari Bapak I Ketut Rati, S.Pd.H dan Ibu Ni Made Murji, S.Pd.SD.

Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Rama Gunawan diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN 1 Seputih Raman diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2008. Tahun 2008, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur PKAB

(Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat).

Pada tahun 2011 Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unila. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia 1 dan Biokimia 2 periode 2011-2012 untuk mahasiswa Kimia FMIPA Unila dan Kimia Dasar periode 2011-2012 untuk mahasiswa Agroekoteknologi FP Unila. Penulis juga aktif di Himpunan

Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai Sekretaris Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia periode 2010/2011.


(47)

MOTTO

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut

dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan

keyakinan yang teguh

(Andrew Jackson)

If you want something you ve never had, you must be willing to do

something you ve never done

(Thomas Jefferson)

Kesuksesan datang kepada mereka yang senantiasa berusaha dan

berdoa. Kegagalan datang kepada mereka yang berusaha pada

waktu yang belum tepat. Dan kemalangan akan selalu datang

kepada mereka yang takut mencoba


(48)

OM Avighnam Astu Namah Sidham

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

Sang Hyang Widhi Waça

Kedua Orang tua ku,

Kalian adalah sumber kekuatanku, pemberi motivasi yang tiada henti

terima kasih atas doa dan kesabaran yang kalian ajarkan padaku sehingga

mampu menguatkan diri ini di saat-saat sulit. Tanpa kalian, aku bukanlah

siapa-siapa. Sampai akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsi ini untuk

kalian. Semoga kebahagiaan selalu tercurah pada kita semua agar kita bisa

membagi kebahagiaan bersama selamanya.

Adikku satu-satunya:

Ni Made Ary Kesuma Dewi

Pembimbing Dr. Ir. Yandri AS, M.S.

Seluruh sahabat yang selalu menyemangatiku

Guru-guru yang selalu membagi ilmunya untukku

Seseorang yang akan mendampingiku kelak

dan Almamater Tercinta


(49)

Hyang Widhi, limpahkanlah segala bentuk kebaikan di dunia dan

akhirat kepada:

Ibu dan Bapak yang sangat berharga untukku.

Adikku tersayang :

Ni Made Ary Kesuma Dewi

Wujudkanlah mimpimu, dan buat kami bangga padamu.

Keluarga Besarku :

Mbak Desi, Bude Nyoman, Pakde Wayan, Bude Sam, Kakek, Nenek, Pak Yan,

Pak Tut, Pak De, Mek Mang, Mas Nyoman, Mas Nur, Mbak Wulan, Mbak

Ambar, Esti, Chandra, dan keluarga yang telah memberikan nasehat dan

motivasi selama 4 tahun aku menetap

di Bandar Lampung.

Bapak Dr. Ir. Yandri A.S., M.S. dan keluarga atas segala kebaikannya.

Sahabatku Shinee

Sundari Riawati (my research partner), Ani Sulistriani, Elianasari, Retno Dwi

Palupi, Miftasani, Harnita Yuniar, dan Shoffa Nur Fauziah yang telah

memberikan motivasi, waktu, kebersamaan dan persahabatan selama ini. Terima

kasih atas kesediaan kalian menerimaku sebagai sahabat. Semoga semua doa dan

harapan kita dikabulkan oleh-Nya.

Alumni:

Putri Amalia, S.Si.,

Hade Sastra Wiyana, S.Si

Eka Epriyanti, S.Si

yang telah memberikan banyak bantuan, motivasi, dan ilmu pengetahuan

selama pelaksanaan penelitian ini.


(50)

Tim Penelitian Laboratorium Biokimia :

Adek Purnawati, M. Ramdhan N, Dwi Fitrian S, M. Amin, Vivi Dwi E

yang telah memberikan banyak bantuan baik motivasi, tenaga, dan juga

kehangatan kekeluargaan.

Keluarga Besar Jurusan Kimia:

Segenap Dosen, Mbak Nora, Mas Nomo, Bunda Iin, Mbak Liza, Mba Lina,

Uni, Mba Wiwid, Uncle, terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya

selama pelaksanaan penelitian.

Teman teman seperjuangan, kimia angkatan 2008 :

Riki F, Raffel, Siti, Puji M, Dewi Kartika S, Mychel, Eko W, Putri F,

Ruzki, Dipa, Ayu, Dewa, Sri, Albert, Ricardo, Eny, Leni, Wanti, Evi, Kiki,

Idrus, Arif A, M. Subari, Eldes, Arif RH, Nuro, Rudi, Majid, Robby, TB

Didi, M. Ramli, terima kasih untuk semua bantuan, dan semangat

yang telah diberikan selama ini.

Adik-adik tingkat :

Fatma dan Fitri (semangat ya dek , lanjutkan perjuangan kalian), Gege,

Indah, Rizki Y, Juwita, Dani, Retno, Vani, Sherly, dan Meta

Ayo semangat nyusun tugas akhirnya ya

(semoga cepat menyusul).

Serta teman-teman mahasiswa Kimia angkatan 2006, 2007, 2009, 2010, dan

2011 FMIPA Unila terima kasih untuk persaudaraan dan


(51)

SANWACANA

Om Svastyastu,

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadapan Sang Hyang Widhi Waça. Atas asung kerta wara nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul,“Studi Pengaruh Penambahan Gliserol dan Sorbitol terhadap

Stabilitas Enzim Selulase dariAspergillus nigerL-51”. Padakesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yandri A.S., M.S., selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, gagasan, bimbingan, bantuan, dukungan, arahan, saran dan kritik kepada penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan studi serta saat penelitian.

2. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu serta mengarahkan penulis selama masa kuliah. 3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S, selaku pembahas I atas kesediaan memberikan

arahan, koreksi, saran dan kritik.

4. Ibu Dian Herasari, M.Si., selaku pembahas II atas kesediaan memberikan arahan, koreksi, saran dan kritik.

5. Segenap dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.


(52)

7. Bapak Prof. Suharso selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Mbak Liza, Mbak Iin, dan Mas Nomo yang banyak membantu penulis untuk mendapatkan bahan kimia dan membantu kelancaran proses penelitian penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

10. Keluarga besar dan seluruh sahabat terimakasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Semoga Sang Hyang Widhi Waça membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa dan para pembaca umumnya.

Bandar Lampung, Juli 2012


(53)

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Aktivitas unit enzim selulase yang tertinggi dihasilkan setelah waktu inkubasi

64 jam pada pH 5 yaitu dengan aktivitas unit sebesar 0,234 U/mL.

2. Aktivitas spesifik enzim selulase hasil pemurnian 5,611 U/mg, meningkat 5 kali dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim yang mempunyai aktivitas spesifik 1,115 U/mg.

3. Enzim hasil pemurnian mempunyai pH optimum 4,5; suhu optimum 50oC; KM= 24,20 mg/mL substrat; dan Vmaks= 3,75μmol/mL.menit. Enzim setelah

penambahan gliserol dan sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M mempunyai pH optimum 4,5; suhu optimum 50oC; sedangkan KMdan Vmaksyang dimiliki mengalami

penurunan bila dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian.

4. Uji stabilitas termal enzim setelah penambahan gliserol 0,5; 1; dan 1,5 M serta sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M selama 100 menit pada suhu 50oC menunjukkan terjadinya penurunan nilai kidan peningkatan harga t1/2sertaΔ Gidengan

stabilitas terbaik setelah penambahan gliserol 1 M dan sorbitol 1 M.

5. Penambahan gliserol dan sorbitol dapat meningkatkan stabilitas enzim selulase terhadap pH dan suhu serta meningkatkan stabilitas termal enzim, sehingga dapat digunakan dalam proses industri yang membutuhkan kondisi ekstrim.


(54)

62

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan untuk mencari metode pengujian aktivitas enzim selulase serta metode pemurnian lain yang dapat lebih meningkatkan kemurnian enzim selulase.


(1)

Hyang Widhi, limpahkanlah segala bentuk kebaikan di dunia dan

akhirat kepada:

Ibu dan Bapak yang sangat berharga untukku.

Adikku tersayang :

Ni Made Ary Kesuma Dewi

Wujudkanlah mimpimu, dan buat kami bangga padamu.

Keluarga Besarku :

Mbak Desi, Bude Nyoman, Pakde Wayan, Bude Sam, Kakek, Nenek, Pak Yan,

Pak Tut, Pak De, Mek Mang, Mas Nyoman, Mas Nur, Mbak Wulan, Mbak

Ambar, Esti, Chandra, dan keluarga yang telah memberikan nasehat dan

motivasi selama 4 tahun aku menetap

di Bandar Lampung.

Bapak Dr. Ir. Yandri A.S., M.S. dan keluarga atas segala kebaikannya.

Sahabatku Shinee

Sundari Riawati (my research partner), Ani Sulistriani, Elianasari, Retno Dwi

Palupi, Miftasani, Harnita Yuniar, dan Shoffa Nur Fauziah yang telah

memberikan motivasi, waktu, kebersamaan dan persahabatan selama ini. Terima

kasih atas kesediaan kalian menerimaku sebagai sahabat. Semoga semua doa dan

harapan kita dikabulkan oleh-Nya.

Alumni:

Putri Amalia, S.Si.,

Hade Sastra Wiyana, S.Si

Eka Epriyanti, S.Si

yang telah memberikan banyak bantuan, motivasi, dan ilmu pengetahuan

selama pelaksanaan penelitian ini.


(2)

Tim Penelitian Laboratorium Biokimia :

Adek Purnawati, M. Ramdhan N, Dwi Fitrian S, M. Amin, Vivi Dwi E

yang telah memberikan banyak bantuan baik motivasi, tenaga, dan juga

kehangatan kekeluargaan.

Keluarga Besar Jurusan Kimia:

Segenap Dosen, Mbak Nora, Mas Nomo, Bunda Iin, Mbak Liza, Mba Lina,

Uni, Mba Wiwid, Uncle, terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya

selama pelaksanaan penelitian.

Teman teman seperjuangan, kimia angkatan 2008 :

Riki F, Raffel, Siti, Puji M, Dewi Kartika S, Mychel, Eko W, Putri F,

Ruzki, Dipa, Ayu, Dewa, Sri, Albert, Ricardo, Eny, Leni, Wanti, Evi, Kiki,

Idrus, Arif A, M. Subari, Eldes, Arif RH, Nuro, Rudi, Majid, Robby, TB

Didi, M. Ramli, terima kasih untuk semua bantuan, dan semangat

yang telah diberikan selama ini.

Adik-adik tingkat :

Fatma dan Fitri (semangat ya dek , lanjutkan perjuangan kalian), Gege,

Indah, Rizki Y, Juwita, Dani, Retno, Vani, Sherly, dan Meta

Ayo semangat nyusun tugas akhirnya ya

(semoga cepat menyusul).

Serta teman-teman mahasiswa Kimia angkatan 2006, 2007, 2009, 2010, dan

2011 FMIPA Unila terima kasih untuk persaudaraan dan


(3)

SANWACANA

Om Svastyastu,

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadapan Sang Hyang Widhi Waça. Atas asung

kerta wara nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul,“Studi Pengaruh Penambahan Gliserol dan Sorbitol terhadap

Stabilitas Enzim Selulase dariAspergillus nigerL-51”. Padakesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yandri A.S., M.S., selaku pembimbing utama yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan, gagasan, bimbingan, bantuan, dukungan,

arahan, saran dan kritik kepada penulis dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan studi serta saat penelitian.

2. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku pembimbing akademik yang

telah banyak membantu serta mengarahkan penulis selama masa kuliah.

3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S, selaku pembahas I atas kesediaan memberikan

arahan, koreksi, saran dan kritik.

4. Ibu Dian Herasari, M.Si., selaku pembahas II atas kesediaan memberikan

arahan, koreksi, saran dan kritik.

5. Segenap dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis.


(4)

7. Bapak Prof. Suharso selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Mbak Liza, Mbak Iin, dan Mas Nomo yang banyak membantu penulis untuk

mendapatkan bahan kimia dan membantu kelancaran proses penelitian

penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

10. Keluarga besar dan seluruh sahabat terimakasih atas bantuannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Semoga Sang Hyang Widhi Waça membalas semua kebaikan yang telah mereka

berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini

dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa dan para

pembaca umumnya.

Bandar Lampung, Juli 2012


(5)

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Aktivitas unit enzim selulase yang tertinggi dihasilkan setelah waktu inkubasi

64 jam pada pH 5 yaitu dengan aktivitas unit sebesar 0,234 U/mL.

2. Aktivitas spesifik enzim selulase hasil pemurnian 5,611 U/mg, meningkat 5

kali dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim yang mempunyai aktivitas

spesifik 1,115 U/mg.

3. Enzim hasil pemurnian mempunyai pH optimum 4,5; suhu optimum 50oC;

KM= 24,20 mg/mL substrat; dan Vmaks= 3,75μmol/mL.menit. Enzim setelah

penambahan gliserol dan sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M mempunyai pH optimum

4,5; suhu optimum 50oC; sedangkan KMdan Vmaksyang dimiliki mengalami

penurunan bila dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian.

4. Uji stabilitas termal enzim setelah penambahan gliserol 0,5; 1; dan 1,5 M serta

sorbitol 0,5; 1; dan 1,5 M selama 100 menit pada suhu 50oC menunjukkan

terjadinya penurunan nilai kidan peningkatan harga t1/2sertaΔ Gidengan

stabilitas terbaik setelah penambahan gliserol 1 M dan sorbitol 1 M.

5. Penambahan gliserol dan sorbitol dapat meningkatkan stabilitas enzim selulase

terhadap pH dan suhu serta meningkatkan stabilitas termal enzim, sehingga


(6)

62

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan untuk mencari metode

pengujian aktivitas enzim selulase serta metode pemurnian lain yang dapat lebih