PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRATIF TERHADAP PERKARA PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH PERUSAHAAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRATIF TERHADAP PERKARA PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH PERUSAHAAN

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Fina Sakinatul Aisi

Tindakan perusakan lingkungan hidup membawa dampak kerugian yang sangat besar, oleh sebab itu pemerintah dan aparat penegak hukum harus dapat mengambil tindakan yang tegas terhadap perkara perusakan lingkungan. Pencemaran akibat industri pernah dilakukan oleh beberapa perusahaan seperti PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, dan PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung. Penegakan hukum administratif perkara lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini masih banyak mengalami hambatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung dan (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung. Penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dan empiris. Dari keseluruhan data yang sudah dikumpulkan dan telah dilakukan pemeriksaan, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan memberikan arti terhadap data dan disajikan dalam bentuk kalimat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menyimpulkan bahwa penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung dilakukan melalui serangkaian tahapan-tahapan dimulai dari penanganan laporan dari masyarakat oleh petugas BPLHD, koordinasi tim gabungan BPLHD dengan Instansi lain, penyelidikan indikasi perusakan lingkungan, penyidikan oleh PPNS BPLHD, pemberian sanksi administratif, sanksi pidana dan/atau denda dalam rangka penegakan hukum. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yaitu: kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi perangkat hukum


(2)

lingkungun, kurangnya kesadaran hukum masyarakat, kurangnya sarana dan fasilitas yang mendukung daya berlakunya hukum lingkungan, proses penyidikan dan pencarian barang bukti lama, sanksi yang diberikan kurang tegas. Saran yang penulis kemukakan dalam penelitian ini antara lain: pertama, Pemerintah Kota Bandar Lampung perlu meningkatan pengetahuan dan profesional aparat penegak hukum bidang lingkungan hidup serta melengkapi sarana dan fasilitas. Kedua, pemerintah Kota Bandar Lampung dan aparat penegak hukum terkait harus melakukan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat dan juga perusahaan sektor industri guna meminimalisir terjadinya perusakan lingkungan hidup.

Kata Kunci: penegakan hukum, lingkungan, peraturan.

Abstract: Measures of environmental impact very large losses, and therefore the government and law enforcement officials should be able to take firm action against cases of environmental destruction. Pollution caused by the industry ever undertaken by several companies such as PT. Platinum Ceramics Industry, PT. Indocement, PT. Paper Basuki Rahman, and PT. Caroon Pochen operating in the city of Bandar Lampung. Administrative enforcement of environmental matters at this day there are still many obstacles. The problem in this study were: (1) How to administrative enforcement of environmental matters by the company in Bandar Lampung, and (2) What factors are a barrier to administrative enforcement cases against environmental destruction by the company in the city of Bandar Lampung. The study of law is the kind of normative and empirical legal research and then analyzed using qualitative descriptive methods, by giving meaning to the data and are presented in the next sentence to be concluded.

Based on the research and discussion the authors conclude that the administrative enforcement of environmental matters by the company in the city of Bandar Lampung done through a series of stages of handling reports from the public by officers BPLHD, BPLHD joint team coordination with other agencies, an indication of environmental investigations , an investigation by investigators BPLHD, administrative sanctions, criminal sanctions and / or penalties in the enforcement of law. Factors that become obstacles in administrative enforcement cases against environmental destruction by the company in Bandar Lampung, namely: lack of good systematize and synchronize the environmental laws, lack of knowledge about the law lingkungun law enforcement, lack of legal awareness, lack of equipment and facilities supporting the enactment of environmental laws, the investigation and the search for evidence of the old, less stringent sanction. The suggestion that the writer suggested in this study are: first, the City of Bandar Lampung should improve their knowledge and professional law enforcement officers the environment as well as complement of facilities. Secondly, Bandar Lampung government and law enforcement officials concerned shall conduct environmental education to the public and also the industrial sector in order to minimize environmental degradation.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (www.walhi.com, 13 April 2012, 09:45).

Lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.

Lingkungan hidup sangatlah terkait dengan kehidupan masyarakat yang saling berkesinambungan dan membutuhkan antara satu dengan yang lain seperti dua sisi mata uang akan tetapi, sekarang ini banyak ditemukan kerusakan lingkungan yang melanda bumi tercinta ditambah lagi dengan cuaca yang semakin ekstrim. Hal


(4)

tersebut memicu terjadinya bencana yang dapat membahayakan kehidupan manusia seperti tanah longsor, banjir atau bahkan gempa bumi. Disadari ataupun tidak, penyebab kerusakan-kerusakan tersebut sebagian besar karena ulah manusia sendiri. Alam memang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia bukan untuk dieksploitasi besar-besaran tanpa mengenal batas sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan yang justru akan membahayakan kehidupan manusia.

Kegiatan pembangunan merupakan campur tangan manusia di alam dan lingkungan yang diperkuat oleh kemampuannya untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, sehingga pada suatu taraf perkembangan sejarah budayanya manusia pernah menganggap dirinya mampu untuk menguasai alam dan lingkungan hidupnya selama sumberdaya alam masih dapat digali dan sepanjang ilmu dan teknologi masih dapat dikembangkan (Harun M. Husein, 1995: 35).

Fakta yang terjadi sekarang ini banyak terjadi kerusakan hutan dan lingkungan yang disebabkan oleh penebangan liar, kebakaran hutan, pembuangan limbah pabrik berdampak buruk terhadap keadaan alam. Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu sampai sekarang apabila tanpa diimbangi dengan penanaman kembali menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Penebangan kayu secara liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Pembuangan limbah pabrik secara illegal juga memberikan pengaruh terhadap kerusakan kelestarian kehidupan di bumi.


(5)

Indonesia dinyatakan sebagai penebar emisi karbon nomor 3 setelah USA dan china dan dimasukkan dalam buku rekor dunia (Guinnes rekor world) sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia. Indonesia dianggap negara dengan tingkat kehancuran hutan paling cepat di antara 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen dari luas hutan di dunia (www.walhi.com, 13 April 2012, 09:45).

Berdasarkan Laporan World Bank menyebutkan bahwa selama 35 (tiga puluh lima) tahun terakhir telah terjadi deforestasi (kehilangan hutan) seluas 1,6 (satu koma enam) sampai 1,7 (satu koma tujuh) juta, bahkan mencapai 2,0 (dua koma nol) juta per tahun (Iskandar, 2000:3). Kondisi tersebut pada era otonomi daerah semakin meningkat, yakni mencapai 3,0 (tiga koma nol) juta per tahun (1998-2001). Menurut beberapa organisasi kenservasi menyatakan jika hal ini tidak segera dilakukan tindakan nyata, diperkirakan hutan daratan rendah Sumatra akan lenyap pada tahun 2005 dan Kalimantan pada tahun 2010 (www.walhi.com, 13 April 2012, 09:45).

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan Kota Bandar Lampung pada tahun 2011, luas Provinsi Lampung seluruhnya kurang lebih 7659,02 KM2 terdiri dari daratan 661,52 KM2, termasuk 110 kepulauan seribu dan Lautan 6997,50 KM2 dan saat ini telah banyak dicemari lingkungannya oleh masyarakat yang kurang bertanggung jawab dan perusahaan-perusahaan yang berkembang di Kota Bandar Lampung. Sampai saat ini tercatat lebih kurang 9,5 Juta jiwa data sensus sementara tahun 2011, sementara itu percepatan pembangunan khususnya di bidang industri pun turut berkembang dengan berdirinya berbagai


(6)

perusahaan-perusahaan di Kota Bandar Lampung. Bertambahnya jumlah penduduk juga diikuti dengan percepatan pembangunan di bidang industri karena kebutuhan masyarakat pun turut meningkat (www.walhi.com, 13 April 2012, 09:45).

Keseimbangan Lingkungan hidup yang terganggu dalam arti tercemar dan/atau rusak, perlu direhabilitasi, agar dapat kembali berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu perlu suatu upaya untuk mengurangi terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Isu masalah lingkungan hidup bukan saja monopoli dalam Negara berkembang (developping countries), tetapi juga negara-negara maju(industrialist countries)(Husein M. Harun,1995 : 5). Lebih lanjut dijelaskan oleh beliau sebagai berikut :

Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut menanggapi isu masalah lingkungan hidup,yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tanggal 11 Maret 1982. Hal ini bukan berarti sebelum undang-undang tersebut diberlakukan, negara Indonesia tidak punya peraturan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Bahkan pada zaman Hindia-Belanda pun sudah ada sejumlah produk hukum yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

Berkaitan dengan kejahatan terhadap lingkungan sekarang ini, khususnya di Kota Bandar Lampung banyak ditemui kasus pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Menurut surat kabar harian (SKH) Media Indonesia tanggal 4 April 2012, beberapa daerah yang masih asri dengan kondisi alam di Kota Bandar Lampung saat ini sudah berubah bentuk. Beberapa daerah tersebut yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air dan juga berfungsi sebagai penghijauan Propinsi Lampung guna mengurangi tingkat polusi udara justru dieksploitasi untuk pengembangan pemukiman mewah dan pertambangan galian serta hanya


(7)

untuk kepentingan ekonomi sesaat. Pencemaran akibat industri juga dilakukan oleh beberapa perusahaan, yaitu PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, PT. Golden Sari, dan PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung, beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah sehingga memenuhi baku mutu air limbah, dan melanggar larangan untuk tidak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu (Media Indonesia, 4 April 2012).

Tindakan perusakan lingkungan tersebut membawa dampak kerugian yang sangat besar, baik di bidang ekonomi, kesehatan, bahkan keselamatan jiwa, maka diharapkan pemerintah dan aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa:

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.

(2) Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah;

c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.


(8)

Ketentuan dalam Pasal 71 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup yang menjelaskan bahwa:

“Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”.

Hukum lingkungan di Indonesia yang merupakan suatu kebijakan yang terkait dengan penegakan, pencegahan, penyelesaian atas sengketa-sengketa lingkungan dan Undang-Undang Lingkungan hidup merupakan dasar pelaksanaan kebijakan yang digunakan pemerintah dalam penanganan masalah lingkugnan hidup. Dalam hal ini ada keterkaitan yang erat antara Hukum dan kebijakan dalam Hukum Lingkungan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup mendasari kebijaksanaan penyelesaian perkara lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan Instrumen Kebijaksanaan.

Penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini masih banyak mengalami hambatan seperti beberapa kasus tentang lingkungan hidup di wilayah Kota Bandar Lampung yang masih tertunda penyelesaiannya. Sebagai contoh adalah kasus pencemaran yang dilakukan oleh PT. Caroon Pochen tahun 2011 lalu, perusahaan tersebut dilaporkan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal di sekitar sungai way lunik Kabupaten Panjang Bandar Lampung karena PT. Caroon Pochen yang bergerak di bidang usaha pengolahan pakan ternak telah membuang limbah kimia sisa industri ke sungai tersebut. Sebagai


(9)

akibatnya air resapan masuk ke sumber-sumber air warga setempat dan telah menimbulkan beberapa penyakit kulit. Petugas instansi terkait pun meninjau lokasi, namun kurangnya sarana dan prasarana serta sedikitnya tenaga ahli laboratorium membuat proses penegakan hukum lingkungan menjadi terhambat. Selain itu juga dikarenakan beberapa faktor yang tidak mendukung baik dari aparat penegak hukum yang kurang tegas, sanksi yang diberikan tidak begitu jelas dan sebagainya.

Prosedur yang rumit terkadang juga menjadi faktor ketidak efektifan penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup. Indonesia sekarang ini sudah mempunyai Undang-Undang Lingkungan hidup yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai pedoman dalam penegakan hukum sengketa administratif lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung. Dengan adanya undang-undang lingkungan hidup tentulah belum cukup untuk mencegah pencemaran dan kerusakan-kerusakan lingkungan, akan tetapi perlu adanya aparatur yang cakap dan mengerti dengan masalah lingkungan dan didukung dengan lembaga administratif penegak hukum bidang lingkungan hidup. Dengan demikian dapat terwujud suatu kepastian hukum dari setiap bentuk penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung sekarang ini.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Penegakan Hukum Administratif Terhadap Perkara Perusakan Lingkungan Hidup oleh Perusahaan Di Kota Bandar Lampung”.


(10)

1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung?

b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai hukum lingkungan dalam penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung.


(11)

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

1). Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum lingkungan.

2). Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.

b. Kegunaan Praktis

1). Bagi perusahaan, dapat memberikan pemahaman tentang kewajiban perusahaan dalam bertindak menjalankan usahanya sebagaimana mestinya menurut batas-batas yang dibenarkan Undang-Undang.

2). Bagi Pemerintah, dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak pemerintah untuk lebih bersikap aktif dalam merespon permasalahan sengketa perusakan lingkungan hidup.

3). Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan sehingga dapat mendidik kita menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpikir dan bertindak kritis terhadap segala ketimpangan yang terjadi di lingkungannya sehingga tercapai perdamaian dalam masyarakat.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penegakan Hukum Administratif Lingkungan Hidup

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup memiliki peran penting dalam proses penyelesaian perkara perusakan lingkungan hidup. Pengertian penegakan hukum lingkungan dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum administratif oleh petugas penegak hukum pemerintahan bidang lingkungan hidup dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum lingkungan yang berlaku. Bila dikaitkan dengan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dapat dikatakan selama ini hukum cukup melindungi lingkungan hidup, namun dalam hal penegakan hukumnya masih kurang memberikan perhatian dan perlindungan terhadap lingkungan hidup dari pencemaran dan perusakan yang dilakukan oleh manusia (Satjipto Raharjo, 1980: 43).

Sehubungan dengan perkara lingkungan hidup tersebut, menurut Lawrence M. Friedman dalam menganalisis masalah hukum lingkungan tidak terlepas dari beroperasinya tiga komponen sistem hukum (legal system) yaitu komponen struktur, substansi dan kultur. Komponen struktur adalah bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme, misalnya Pengadilan. Komponen substansi


(13)

merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum dan meliputi pula kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis. Sedangkan komponen kultur adalah nilai dan sikap yang mengikat sistem hukum itu secara bersamaan dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat secara keseluruhan (Satjipto Raharjo, 1980: 52).

Komponen kultur tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan. Adakalanya tingkat penegakan hukum pada suatu masyarakat sangat tinggi, karena didukung oleh kultur masyarakat, misalnya melalui partisipasi masyarakat (public participation) yang sangat tinggi pula dalam usaha melakukan pencegahan kejahatan, melaporkan dan membuat pengaduan atas terjadinya kejahatan di lingkungannya dan kerjasama dengan pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dalam usaha penanggulangan pelanggaran lingkungan meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik, dan bahkan masyarakat tidak menginginkan, prosedur formal itu diterapkan sebagaimana mestinya (Satjipto Raharjo, 1980: 71).

Penegakan hukum administratif di bidang lingkungan hidup berkaitan erat dengan kemampuan pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku. Penegakan hukum administratif di bidang lingkungan merupakan bekrjanya proses penyelesaian sengketa administratif dengan sistem terpadu (Integrated Administrative System) yang dilakukan oleh pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan beberapa instansi terkait atas dasar hukum yang berlaku (P. Joko Subagyo, 1999: 32).


(14)

Bekerjanya proses penyelesaian sengketa administratif dengan sistem terpadu demikian itu akan membawa pada pemahaman secara sistematik, yaitu melihat unsur-unsur penegak hukum administratif bidang lingkungan hidup itu sebagai sub-sub sistem dari sitem peradilan. Dengan demikian, akan dapat dilihat sub-sub itu pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan beberapa instansi terkait bekerja dalam suatu proses yang saling berhubungan satu sama lain. Sehubungan dengan itu, maka perlu diketahui bahwa penyelenggaraan peradilan berlangsung melalui suatu rangkaian tindakan yang panjang dan melibatkan berbagai macam fungsi.

Fungsi dalam penegakan hukum administratif lingkungan adalah melestarikan lingkungan hidup dengan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia serta melindungi korban akibat pencemaran dan perusakan lingkungan akibat pengelolaan lingkungan hidup yang salah. Artinya, dalam penegakan hukum disini kepentingan ekosistem tidak dapat diabaikan dalam tata pergaulan antara manusia dalam memenuhi kebutuhannya (Soerjono Soekanto, 1986: 21).

Berkaitan dengan hal tersebut maka diharapkan bagi pemerintah administratif bidang lingkungan hidup dan aparatur penegak hukum dalam menerapkan hukum lingkungan tidak hanya terpaku pada penerapan pasal-pasal dari undang-undang belaka. Langkah-langkah untuk bertindak harus didasari komitmen dan idealisme demi kepentingan masyarakat serta ada kekuatan dalam dirinya untuk merealisir pelestarian lingkungan yang sudah mulai terancam kelestariannya.


(15)

Penegakan hukum administratif bidang lingkungan hidup dalam sistem peradilan adalah sebagai sarana mewujudkan hukum dalam kenyataan konkret untuk tetap menjaga lingkungan. Penegakan hukum administratif bidang lingkungan hidup merupakan suatu mata rantai yang membentuk suatu proses, yaitu proses penyelesaian perkara perusakan lingkungan hidup demi terciptanya penegakan hukum lingkungan yang terpadu.

2.2. Percepatan Pembangunan Di Sektor Industri Perusahaan sebagai Bentuk Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Bandar Lampung

Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998.

Percepatan pembangunan di sektor industri perusahaan sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah Kota Bandar Lampung menghadapi perkembangan keadaan. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan nyata, bertanggung jawab kepada daerah secara proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan kemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Otonomi daerah sebagai suatu kebijakan desentralisasi ini diberlakukan dikarenakan Otonomi Daerah diharapkan dapat menjadi solusi terhadap problema ketimpangan pusat dan daerah, disintegrasi nasional, serta minimnya penyaluran


(16)

aspirasi masyarakat lokal. Otonomi merupakan solusi terpenting untuk menepis disintegrasi.

Percepatan pembangunan di sektor industri perusahaan sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah Kota Bandar Lampung merupakan hak konstitusional yang diakui oleh UUD dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. Sehubungan dengan hal itu maka adalah menjadi kewajiban pemerintah dalam fungsinya sebagai provider atau pelaksana program pembangunan derah dan fungsi regulasi untuk menyelenggarakannya bagi semua semua warga negara. Percepatan pembangunan yang diselanggarakan tidak hanya ditujukan bagi daerah kota dan kawasan industri, namun juga ditujukan kepada daerah-daerah yang sedang berkembang.

2.3. Pengertian Perusakan Lingkungan dan Penanggulangannya

Rusak berarti sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi sebagaimana fungsi sebenarnya, dengan rusaknya lingkungan mengandung makna bahwa lingkungan itu semakin berkurang kegunaannya atau mendekati kepunahan bahkan kemungkinan telah punah sama sekali.

Seperti halnya yang telah dikemukakan di atas bahwa rusaknya lingkungan dapat terjadi karena :

1. Alam dan

2. Perbuatan Manusia.

Kedua hal ini sangat erat kaitannya kerusakan yang disebabkan oleh alam kemungkinan pula sebagai akibat dari perbuatan manusia seperti tanah longsor,


(17)

banjir karena lingkungan (Hutan/Tanaman) yang gundul atau tidak ada penghijauan kembali.

Perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi menjadi dua:

a. Kerusakan itu terjadi dengan sendirinya, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia.

b. Disebabkan pencemaran, baik yang berasal dari air, udara maupun tanah.

Negara Indonesia yang sedang melakukan pembangunan segala bidang sekarang ini, terutama yang berkaitan dengan pembangunan fisik dan kegiatannya untuk mengisi maupun menopang pembangunan itu sendiri selalu berorientasi pada wawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan mengandung pengertian bahwa upaya peningkatan dan mutu hidup rakyat di lakukan secara bersamaan dengan melestarikan kemampuan lingkungan hidup agar dapat tetap menunjang pembangunan secara berkesinambungan.

Berkaitan dengan keadaan diatas dapat terealisir sepanjang setiap kegiatan yang berdampak lingkungan, di dalam pelaksanaan kegiatannya wajib diikuti dengan upaya mencegah dan menanggulangi pencemaran maupun perusakan lingkungan hidup. Disadari atau tidak perusakan lingkungan sudah banyak dan dapat diantisipasi dengan mata telanjang, banyak pula polusi yang belum nampak dampaknya terhadap lingkungan namun sudah dapat diantisipasi apa yang bakal terjadi apabila keadaan demikian dibiarkan berlarut-larut.

Ada beberapa instansi yang terkait dalam menanggulangi masalah kerusakan ini, seperti :


(18)

1) Departemen Dalam Negeri 2) Departemen Kehakiman

3) Kependudukan dan Lingkungan Hidup 4) Kejaksaan dan

5) Kepolisian

(SE MEN KLH Nomor : 03/SE/MEN KLH/6/1987)

Masyarakat banyak yang bertanya-tanya ke mana masalah lingkungan ini harus diselesaikan, mengingat bahwa di dalam masyarakat tersebut telah terjadi perubahan-perubahan. Di dalam Surat Edaran tersebut diatur pula prosedur penanggulangnnya sebagai berikut :

a). Laporan dari penderita atau anggota masyarakat tentang telah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungn hidup, disampaikan kepada aparat Pemerintah Daerah yang wajib dengan segera meneruskannya kepada Bupati/Wali Kota Madya Kepala Daerah Tingkat II dengan tembusan Kepolisian RI, masing-masing yang membawahi wilayah lokasi terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

b). Laporan diterima dan segera memberitahukan langkah tindak lanjut kepada Kepolisian.

c). Setelah laporan diterima segera mengumpulkan bahan/keterangan antara lain tentang :

1. Kebenaran laporan, telah teterjadinya pencemaran lingkungan dan atau perrusakan lingkungan hidup.

2. Tingkat pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang terjadi 3. Sumber pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.


(19)

4. Perkiraan besarnya kerugian yang diderita akibat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

5. Penilaian mengenai kemungkinan pencegahan kasus pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

d). Bahan keterangan di atas oleh:

1. Bupati/Wali Kota Madya dilaporkan pada Gubernur dan tembusan kepada Kepolisian.

2. Gubernur Propinsi disampaikan kepada Kepolisian

e). Berdasarkan bahan/keterangan yang diterima atau dari hasil penyelidikan sendiri, kemudian Kepolisian melakukan penyidikan.

f). Berdasarkan penyidikan, untuk diteruskan ke penuntutan.

g). Apabila bahan/keterangan menyimpulkan telah terjadi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, maka segera diupayakan untuk :

1. Penanggulangan.

2. Penuntutan biaya pemulihan.

h). Tindakan yang dilakukan tidak menutup kemungkinan ditetapkan sanksi administratif.

i). Dan tidak menutup kemungkinan pula diajukan gugatan tata usaha negara dan perdata.

Tindakan ini mempedomani langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan permasalahn lingkungan guna diteruskan ke tingkata meja hijau atau tindakan administratif (P. Joko Subagyo, 1999: 62).


(20)

Setiap kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia pada dasarnya dapat dikembalikan kepada manusianya sebagai pertanggungjawaban, namun kerusakan lingkungan bukanya terjadi saat perbuatan itu dilakukan dan kerusakan ini baru dapat terjadi/terasa dalam kehidupan setelah tenggang waktu lama dilalui dari saat perbuatan yang berdampak kerusakan itu dilakukan. Sehingga apabila akan membuktikan setelah terjadinya kerusakan itu, siapa yang melakukan sulit untuk dilacak kembali, tetapi dengan klausula perbuatan yang dapat mengakibatkan kerusakan atau tidak berfungsinya kembali sebagaimana mestinya, maka saat ada perbuatan dapat ditinjau untuk diminta pertanggungjawaban (P. Joko Subagyo, 1999: 80).

2.4. Pengertian Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) dari Perusahaan

Pencemaran lingkungan Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3 dari Perusahaan, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Pencemaran lingkungan hidup (Limbah B3) dari Perusahaan tersebut merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku


(21)

mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (Limbah B3) dari Perusahaan dapat dilihat dari ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.

2.5. Langkah-Langkah Pemerintah Daerah dalam Menegakkan Hukum Lingkungan

Permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan Pemerintah dan masyarakat, namun perlu disadari tidak semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran atau perusakan lingkungan telah dijadikan permasalahan, faktor penyebabnya antara lain:

1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor.

2. Kurangnya keberanian masyarakat untuk menangani masalah lingkungan. 3. Kurangnya keberanian untuk bertindak (mengklaim).

4. Tidak adanya satu pandangan/konsepsi mengenai lingkungan.

Kunci penyelesaian dalam penanganan masalah lingkungan adalah persamaan persepsi bagi aparat penegak hukum, dan kembali pada masalah kewenangan. Permasalahan lingkungan ini, apabila timbul pelanggaran hukum lingkungan asal khususnya dapat bersumber dari :

1. Masyarakat, dalam bentuk laporan terjadinya kerusakan lingkungan atau dalam bentuk gugatan ke Pengadilan:

a. Masyarakat melaporkan telah terjadinya pencemaran atau bentuk pengrusakan lingkungan kepada aparat Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah yang kemudian akan diteruskan ke Kepolisian,


(22)

sehingga dapat dilakukan penyelidikan, penyidikan dan diteruskan ke penuntutan melalui Kejaksaan. Apabila telah terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup diupayakan untuk penanggulangan maupun biaya pemulihannya. Hasil penyelidikan maupun penyidikan dapat merupakan bahan keterangan untuk menetapkan sanksi administratif.

b. Dari segi masyarakat melakukan gugatan sendiri pada suatu perusahaan sebagai sumber pencemaran dapat dilakukan melalui gugatan perdata, dalam hal ini untuk mengupayakan : Pembayaran ganti rugi atas kerusakan atau kerugian yang ditimbulkannya. Kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi perusakan atau pencemaran lingkungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 87 Ayat (1) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 : “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu”.

2. Pemerintah, dalam bentuk pengawasan dan penyidikan.

Sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk tetap menjaga dan memelihara lingkungan, meskipun hal ini tidak semata-mata Pemerintah saja. Misalnya pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan industri telah dilakukan secara dini sebelum perusahaan telah melakukan kegiatannya (prosedur seperti telah diungkapkan dalam bab terdahulu) yaitu dalam bentuk izin-izin melalui Pemerintah Daerah atau Departemen Perindustrian. Namun apabila izin ini


(23)

dilanggar dapat ditindak melalui prosedur hukum dengan menerapkan salah satu sanksi di atas (Harun M. Husein, 1995: 21).

Adapun sanksi di beberapa instansi yang terkait yaitu :

a). Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) yang bertindak sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti dengan dilengkapi berita acara.

b). Kejaksaan untuk memberkas perkara tersebut dimajukan ke Pengadilan.

Secara prosedural telah dipertegas dengan Surat Edaran Menteri KLH Nomor: 03/SE/MENKLH/6/1987. Dengan SE tersebut bahwa penegakan hukum dalam kasus pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup selain melihatkan dua instansi di atas juga:

1). Departemen Dalam Negeri. 2). Departemen Kehakiman.

3). Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Ketentuan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 76 sampai Pasal 83 UU No. 32 tahun 2009 ancaman sanksi administratifnya dirasa kurang memadai, salah satunya adalah ketentuan dalam Pasal 76 Ayat (2):

Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah;

c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.


(24)

Bertolak dari masalah ini, apabila sanksi yang diterapkan berupa membayar biaya-biaya pemulihan lingkungan maka bagi yang memikul tanggung jawab atas rusaknya atau tercemarnya lingkungan, pembayarannya pada negara, karena pemulihan lingkungan dalam mewujudkan pada kondisi semula telah ditata melalui program Pemerintah yaitu dengan memperhatikan kondisinya.

Langkah-langkah yang diambil apabila terjadi pelanggaran hukum lingkungan sebagai berikut :

1. Menentukan adanya pelanggaran, dilakukan berdasarkan laporan masyarakat, temuan patroli polisi maupun hasil supervisi para Inspektur lingkungan.

2. Apabila pelanggarannya tidak ditemukan/tidak jelas segera melakukan penanggulangan pencemaran/pemulihan, jika hal ini dimungkinkan. Sedangkan apabila pelanggarannya ditemukan, segera ditentukan apabila efek pelanggaran (pencemaran) bersifat serius/kurang serius (berdasarkan hasil inspeksi ke lokasi dan pengambilan/pengujian sampel).

a. Pelanggaran yang kurang serius diserahkan kepada instansi supervisi untuk mengambil langkah pencegahan polusi lebih lanjut, dengan tindakan:

1). Melakukan pembersihan jika mungkin; 2). Melakukan tindakan penyesuaian (ajustmen); 3). Koreksi (correction) yang diperlukan.

b. Pelanggarannya bersifat serius, selain dilakukan pencegahan polusi juga dilakukan tindakan sementara yang diperlukan.


(25)

c. Menetukan peraturan-peraturan yang dapat dikenakan yang selanjutnya ditentukan apakah dilakukan penyelesaian lebih lanjut dengan tindakan dan sanksi melalui :

1). Proses sipil/perdata 2). Tindakan administratif

3). Proses pidana dengan/atau tanpa sanksi administratif.

(P. Joko Subagyo, 1999: 121).

2.6. Gugatan Perwakilan (Class Action) dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup

Menurut Muhammad Erwin (2011: 137) menjelaskan bahwa Class Action pada intinya merupakan gugatan yang biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian yang diajukan oleh sekelompok korban (masyarakat) mewakili sejumlah korban lainnya untuk bertindak mengajukan gugatan atas kerugian yang diderita yang memiliki kesamaan masalah, fakta hukum, tunutan/gugatan. Dalam perkara perusakan lingkungan hidup, sekelompok orang (masyarakat) sebagai perwakilan sosial mewakili kepentingan mereka sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban bertindak mengajukan gugatan atas kerugian yang diderita ke instansi pemerintah yang berwenang dalam menangani perkara lingkungan hidup.

Beradasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup menyatakan bahwa:


(26)

“Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan yang merugikan masyarakat”.

Ketentuan dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup mengatur 3 (tiga) hal yang sama satu sama lainagak berbeda antara lain:

a. hak mengajukan gugatan secara perwakilan (class action)

b. hak masyarakat mengajukan laporan mengenai permasalahan lingkungan hidup yang merugikan diri mereka

c. representative standing bagi instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang lingkungan untuk bertindak mengatasnamakan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.

Beradasarkan ketentuan penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup di atas merupakan penjelasan terhadap beberapa hal yakni:

1). hak sejumlah kecil masyarakat untuk mewakili diri mereka sendiri dan orang lain dalam jumlah yang besar.


(27)

2). pihak yang diwakili dalam jumlah yang besar.

3). kesamaan permasalahan fakta hukum dan tuntutan antara yang mewakili dan diwakili.

Rumusan ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup tersebut dimaksudkan sebagai bentuk pengakuan terhadap prinsip gugatan perwakilan (class action) dalam perkara perusakan lingkungan hidup.


(28)

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota Bandar Lampung bertempat di Jalan Basuki Rahmat No. 6 Teluk Betung Bandar Lampung. Dasar hukum berdirinya BPLHD Kota Bandar Lampung adalah Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kota Bandar Lampung dan Peraturan Walikota Kota Bandar Lampung Nomor 16 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung.

1. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi BPLHD Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Peraturan Walikota Kota Bandar Lampung Nomor 16 Tahun 2008, BPLHD mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Walikota serta tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(29)

Untuk menjalankan tugas dimaksud, BPLHD berfungsi melaksanakan : a. Perumusan kebijakan teknis pengelolaan lingkungan hidup.

b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan lingkungan hidup. d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur di bidang pengelolaan

lingkungan hidup. e. Pelayanan administratif

2. Struktur Organisasi BPLHD Kota Bandar Lampung

Struktur organisasi BPLHD Kota Bandar Lampung terdiri dari: a. Kepala

Memiliki tugas memimpin, mengendalikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas BPLHD dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan rumah tangga provinsi (desentralisasi) di bidang pengawasan dampak lingkungan daerah yang menjadi kewenangannya serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas dimaksud Kepala BPLHD berfungsi sebagai :

1) Penyelenggaraan pembinaan pengurusan lingkungan hidup yang bersifat operasional.

2) Pengaturan kebijakan teknis sebagai pedoman, pemberian bimbingan dan perijinan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(30)

3) Pengkoordinasian penyelenggaraan pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas pokok sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 4) Pengawasan dan evaluasi atas kegiatan pelaksanaan seluruh kegiatan BPLHD. Untuk mendukung tugas dimaksud Kepala dibantu oleh 1 (satu) Sekretaris dan 4 (empat) Kepala Bidang serta 3 (tiga) Kasubbag, 8 (delapan) Kasubbid.

Bagan 1. Struktur Organisasi BPLHD Kota Bandar Lampung

Sumber: Dokumen Kerja BPLHD Kota Bandar Lampung 2012 Kepala BPLHD Sekretariat Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup Bidang Bina Lingkungan Hidup Bidang Konservasi, Rehabilitasi Lingkungan Hidup

1. Sub Bagian Umum Dan Kepegawaian 2. Sub Bagian

Keuangan 3. Sub Bagian

Perencanaan

1. Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup; 2. Sub Bidang

Pembinaan Dan Prasarana Lingkungan

1. Sub Bidang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 2. Sub Bidang Pembinaan Penyuluhan Hukum

1. Sub Bidang Konservasi SDA 2. Sub Bidang

Rehabilitasi Lingkungan Hidup Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pmberdayaan Masyarakat

1. Sub Bidang Edukasi, Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat; 2. Sub Bidang Partisipasi Masyarakat


(31)

b. Sekretariat

Mempunyai tugas pokok membantu Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam melaksanakan pembinaan administrasi yang meliputi perencanaan, ketatausahaan, dokumentasi dan informasi, kerumahtanggaan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan serta pemberian pelayanan teknis dan administrasi kepada Kepala Badan dan semua unsur di lingkungan BPLHD Kota Bandar Lampung.

Fungsi Sekretariat dalam menyelenggarakan tugas dimaksud adalah : 1) Pengelolaan, pembinaan administrasi kepegawaian;

2) Pengelolaan administrasi keuangan;

3) Pengelolaan pembinaan dalam arti melakukan urusan ketatausahaan, perlengkapan dan kerumahtanggaan;

4) Pelaksanaan kegiatan hubungan masyarakat, dokumentasi dan informasi lingkungan;

5) Pelaksanaan urusan administrasi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi;

6) Pelaksanaan urusan perencanaan program serta monitoring dan evaluasi program lingkungan hidup;

7) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala BPLHD Kota Bandar Lampung.

Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris dan membawahi : a) Sub Bagian Umum Dan Kepegawaian;


(32)

c) Sub Bagian Perencanaan.

Masing-masing sub bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian dan bertanggungjawab kepada Sekretaris BPLHD Kota Bandar Lampung.

c. Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPLHD Kota Bandar Lampung di bidang pengawasan, pengendalian pencemaran, dan kerusakan lingkungan, dan pembinaan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, bidang pengawasan lingkungan hidup berfungsi sebagai :

1) Penyusunan bahan kebijakan pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun);

2) Penyusunan bahan kebijakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan udara;

3) Penyusunan bahan kebijakan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan pesisir dan laut;

4) Penyusunan bahan kebijakan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan tanah akibat kebakaran hutan dan lahan;

5) Penyusunan bahan kebijakan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan tanah untuk kegiatan produksi biomassa;

6) Penyusunan bahan kebijakan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan akibat bencana;

7) Penyusunan bahan kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) kompetensi personil bidang lingkungan hidup;


(33)

8) Penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih dan teknologi berwawasan lingkungan;

9) Penyusunan hasil tindak lanjut penegakan hukum lingkungan

10) Penyusunan bahan kebijakan pembinaan laboratorium lingkungan daerah; dan 11) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan

Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup, terdiri dari :

a). Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup; b). Sub Bidang Pembinaan Dan Prasarana Lingkungan.

Masing-masing sub bidang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup

d. Bidang Bina Lingkungan Hidup

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPLHD Kota Bandar Lampung di bidang perumusan kebijakan pembinaan teknis, penerapan, penilaian evaluasi, dan pengkajian pelaksanaan AMDAL serta operasional pembinaan dan penegakan hukum lingkungan.

Fungsi bidang bina lingkungan hidup dalam menjalankan tugas pokok adalah : 1) Penyiapan bahan pembinaan koordinasi teknis AMDAL, Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL); 2) Penyiapan bahan pengkajian dan pembinaan teknis AMDAL;

3) Pelaksanaan pembinaan dan monitoring pelaksanaan AMDAL;

4) Penyusunan laporan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan AMDAL, UKL dan UPL;


(34)

5) Penyiapan bahan operasional pembinaan dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;

6) Pengumpulan, mengolah, dan menyajikan data pelanggaran hukum lingkungan dalam rangka penegakan hukum lingkungan;

7) Penyiapan bahan sosialisasi/penyuluhan hukum di bidang lingkungan hidup; 8) Penyiapan bahan koordinasi dalam rangka penegakan hukum lingkungan,

penyidikan kasus lingkungan hidup dan penyelesaian sengketa lingkungan serta monitoring pelaksanaannya;

9) Penghimpunan, menginventarisasi, mendokumentasikan, produk hukum/peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;

10) Penyusunan laporan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembinaan, penyuluhan/sosialisasi, pelanggran dan penegakan hukum lingkungan dalam wilayah Provinsi Lampung;

11) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan

Bidang Bina Lingkungan Hidup terdiri dari :

a) Sub Bidang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; b) Sub Bidang Pembinaan Penyuluhan Hukum.

Masing-masing sub bidang dipimpin oleh Kepala Sub Bidang dan bertanggungjawab kepada kepala bidang

d. Bidang Konservasi, Rehabilitasi Lingkungan Hidup (KRLH)

Bidang ini mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPLHD Kota Bandar Lampung di bidang pelaksanaan teknis dan koordinasi pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lingkungan hidup.


(35)

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang KRLH berfungsi sebagai : 1) Penyusun bahan kebijakan operasional konservasi sumber daya alam dan

lingkungan hidup;

2) Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan rehabilitasi sumber daya alam dan pemulihan kualitas lingkungan hidup;

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala BPLHD Kota Bandar Lampung.

Bidang ini terdiri dari :

a) Sub Bidang Konservasi SDA;

b) Sub Bidang Rehabilitasi Lingkungan Hidup.

Masing-masing sub bidang dipimpin oleh Kepala Sub Bidang dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang KRLH.

e. Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat

Mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan komunikasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat,

Bidang ini mempunyai fungsi :

1) Penyiapan bahan pembinaan dan kebijakan pengembangan potensi lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, tokoh masyarakat dan dunia pendidikan; 2) Penyiapan bahan pengembangan kemitraan antara pemerintah, dunia usaha

dan masyarakat dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan;


(36)

3) Pelaksanaan koordinasi pengembangan kemitraan lingkungan dengan dunia usaha, masyarakat (kelompok lembaga swadaya masyarakat) dan dunia pendidikan;

4) Penyiapan bahan pembinaan dan kebijakan pengembangan potensi kelembagaan dan sumber daya manusia;

5) Penyiapan bahan pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia; 6) Pelaksanaan koordinasi pengembangan kelembagaan sumber daya manusia; 7) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala BPLHD Kota Bandar

Lampung.

Bidang ini terdiri dari :

a) Sub Bidang Edukasi, Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat;

b) Sub Bidang Partisipasi Masyarakat dan Kemasyarakatan.

Masing-masing sub bidang dipimpin oleh Kepala Sub Bidang dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang.

4.2. Penegakan Hukum Administratif terhadap Perkara Perusakan Lingkungan Hidup oleh Perusahaan di Kota Bandar Lampung

Berbagai kasus perusakan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan yang terjadi di Kota Bandar Lampung harus mendapat perhatian dari pemerintah dan pejabat terkait dalam penanganan sengketa administratif lingkungan hidup. Prosedur hukum yang berlaku harus benar-benar diterapkan guna menanggulangi kasus-kasus lingkungan hidup agar keseimbangan alam dan lingkungan sekitar


(37)

tetap terjaga karena mengingat banyak aspek yang harus diperhatikan sebagai dampak perusakan lingkungan

Kasus-kasus perusakan lingkungan yang disebabkan oleh pelaku industri membawa dampak kerugian yang sangat besar, baik di bidang ekonomi, kesehatan, bahkan keselamatan jiwa, maka dalam hal ini pemerintah Kota Bandar Lampung bersama dengan aparat penegak hukum terkait harus dapat mengambil tindakan yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan sesuai dengan prosedur hukum di Indonesia.

Penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung dalam hasil hasil wawancara penulis (Wawancara, 29 Agustus 2012) dengan Arizal Anwar selaku Kepala Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung bahwa penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung meliputi serangkaian tahapan-tahapan dimulai dari Penanganan Laporan dari masyarakat oleh BPLHD, Penyelidikan, Penyidikan, sampai pada proses pemberian sanksi administratif. Adapun tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penanganan Laporan dari Masyarakat Oleh Petugas BPLHD

Laporan dari masyarakat Kota Bandar Lampung yang menjadi korban perusakan lingkungan hidup dapat dilakukan secara langsung kepada pihak petugas BPLHD Kota Bandar Lampung. Berdasarkan data di lapangan, kasus yang pernah


(38)

dilaporkan oleh masyarakat adalah perkara perusakan dan pencemaran lingkungan oleh PT. Caroon Pochen yang beroperasi di daerah Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2011 lalu.

Masyarakat melaporkan secara langsung tindakan yang dilakukan oleh PT. Caroon Pochen atas beberapa pelanggaran yang dilakukan yakni tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah, dan melanggar larangan untuk tidak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu. Sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh PT. Caroon Pochen tersebut masyarakat sekitar tidak dapat lagi mengkonsumsi air bersih karena sudah tercemar oleh resapan limbah pabrik.

Laporan langsung dari masyarakat bersifat pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat BPLHD yang berwenang dalam hal ini adalah pihak Kepolisian tentang telah atau sedang atau diduga terjadinya perusakan lingkungan hidup. Setelah mendapat laporan dari masyarakat tersebut maka BPLHD segera melakukan peninjauan dan survey lapangan serta membentuk tim koordinatif dengan beberapa instansi terkait adanya dugaan perusakan lingkungan hidup. Dari pihak BPLHD itu sendiri telah menugaskan penyidik PPNS Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup, sementara tim koordinasi lain yang ditunjuk adalah penyidik khusus dari Kepolisian yang bertugas menangangani tindak pelanggaran tertentu (Satuan Tindak Pelanggaran Tertentu/Satipter).


(39)

Bagan 2. Struktur Koordinasi Tim Gabungan BPLHD Kota Bandar Lampung

Sumber: Dokumen Kerja BPLHD Kota Bandar Lampung 2012 Keterangan:

Garis pertanggungjawaban/pelaporan Garis Komando

Garis Koordinasi

Adanya laporan dari masyarakat tentang adanya perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung segera ditindak lanjuti oleh pihak PPNS BPLHD berkoordinasi dengan Kepolisisan setempat. Laporan dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan kepada BPLHD Kota Bandar Lampung. Laporan tersebut juga dapat dilakukan langsung oleh masyarakat yang menjadi korban perusakan lingkungan hidup dapat dilihat dari bagan berikut:

Koordinator Tim

Staff teknis AMDAL Penyidik

PPNS Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Satipter Penyidik

POLRI

Saksi Korban (Masyarakat) Staff

Uji Klinis Laboratorium


(40)

Bagan 3: Sistem Penanganan Laporan Kasus Sengketa Lingkungan Hidup

Sumber: Penjelasan umum Penanganan Laporan Kasus Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung.

PERKARA LINGKUNGAN HIDUP OLEH PT. CAROON POCHEN

Laporan Masyarakat Ke BPLHD Pengumpulan, Pengolahan, Penyajian Data Pelanggaran Hukum Lingkungan

Survei Lapangan Dan Uji Sampling Zat B3

Verifikasi Ilmiah Dan Hukum

Penyusunan Laporan Dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan, Penyelesaian Sengketa Administratif,

Dan Penyuluhan Rehabilitasi terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar serta pembekuan izin sementara PT. Caroon Pochen

Indikasi membuang limbah ke sungai area pemukiman penduduk sehingga merusak baku mutu air.

Register Perkara Dan Pembentukan TIM Gabungan BPLHD

● Hasil Survei Lapangan dianalisis Oleh Sub Bidang Analisis Dampak Lingkungan BPLHD

● PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung, tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah, dan melanggar larangan membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu

BPLHD Mengeluarkan Teguran Secara Tertulis Kepada PT. Caroon Pochen

● Akibat tindakan yang dilakukan PT. Caroon Pochen maka diberikan teguran melalui Sub Bidang Konservasi SDA dan Bidang Bina Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung

Penyelesaian Perkara Lingkungan Oleh BPLHD melalui Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup


(41)

Berdasarkan bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa sistem pengelolaan pengaduan adalah sebagai jaminan dan kepastian hukum bagi kelangsungan lingkungan hidup dan untuk mencegah tindakan perusahaan atau badan hukum yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Kota Bandar Lampung sebagai korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Adapun penjelasan Sistem Penerimaan pengaduan kasus sengketa lingkungan hidup tersebut sebagai berikut:

a) Laporan dari masyarakat ke BPLHD Kota Bandar Lampung

Masyarakat Kota Bandar Lampung dapat melaporkan mengenai adanya perusakan lingkungan hidup bahan pencemar oleh beberapa perusahaan seperti yang pernah dilakukan oleh PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, dan PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung, serta mengenai dampak terhadap kesehatan masyarakat maupun kelangsungan fungsi ekosistem, hak dan kewajiban pengelolaan lingkungan. Laporan masyarakat ini tidak hanya memberi akses pada informasi, melainkan juga memberikan konsultasi dari BPLHD dalam arti membeberkan alternatif tindakan yang dapat diambil oleh masyarakat.

b) Survei Lapangan dan uji sampling zat B3

Setelah adanya laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan maka petugas BPLHD terjun ke lapangan untuk melakukan survey dan uji sampling zat B3 dan sebagainya. Dalam hal


(42)

ini petugas BPLHD dapat berkoordinasi dengan pihak Kepolisian dan pihak laboratorium khusus untuk melakukan uji sampling zat B3.

c) Bagian Verifikasi Ilmiah dan Hukum

Bagian yang melaksanakan pengkajian lapangan, mengkoordinasikan analisis laboratorium dan menentukan apakah benar secara hukum dan ilmiah telah terjadi pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku.

d) Pengumpulan, pengolahan, penyajian data pelanggaran hukum lingkungan Setelah dilakukan verifikasi ilmiah dan hukum mak petugas BPLHD melakukan pengumpulan, pengolahan, penyajian data pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.

e) Penyusunan laporan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembinaan, penyelesaian sengketa administratif, dan penyuluhan.

Tindakan selanjutnya adalah penyusunan laporan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembinaan, penyelesaian sengketa administratif, dan penyuluhan. Pengarahan mengenai prosedur penyelesaian secara administratif. Masyarakat Kota Bandar Lampung yang menjadi korban perusakan lingkungan hidup bisa mendapat keterangan mengenai tata cara penyelesaian sengketa secara administratif.

2. Penyelidikan Indikasi Perusakan Lingkungan oleh BPLHD Kota Bandar Lampung

Setelah menerima laporan dari masyarakat Kota Bandar Lampung tentang adanya dugaan perusakan lingkungan hidup oleh perusahaan maka pihak Kepolisian


(43)

bersama petugas BPLHD Kota Bandar Lampung segera menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tersebut dengan melakukan penyelidikan terhadap dugaan perusakan lingkungan hidup yang dilaporkan. Informasi yang diperoleh mengenai dugaan terjadinya perusakan lingkungan hidup atas laporan atau pengaduan dari masyarakat Kota Bandar Lampung selaku korban perusakan lingkungan hidup segera diproses oleh BPLHD Kota Bandar Lampung untuk dipelajari dan dikaji. Setelah informasi itu dipelajari selanjutnya dilakukan pengecekan atas kebenaran laporan tersebut, kemudian dilakukan pengumpulan bahan keterangan atau penyelidikan terhadap adanya peristiwa perusakan lingkungan sesuai informasi yang didapat dengan mengoptimalkan jalur-jalur koordinasi yang ada, baik internal sektoral maupun lintas sektoral.

Kegiatan penyelidikan dilakukan oleh BPLHD Kota Bandar Lampung bersama aparat terkait terhadap penyebab atau sumber terjadinya perusakan lingkungan lingkungan meliputi mencari petunjuk tentang identitas perusahaan sebagai pelaku perusakan lingkungan, korban, saksi-saksi, mengumpulkan barang bukti atau sampel untuk bahan penyitaan. Sebagai barang bukti, fakta dikuatkan dengan foto tentang situasi dan kondisi di lapangan untuk menentukan kerusakan lingkungan yang terjadi.

Penyelidikan yang dilakukan oleh BPLHD Kota Bandar Lampung dalam rangka pembuktian bahwa lingkungan hidup telah rusak harus memenuhi kriteria yuridis sesuai yang dimaksud dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu bahwa perbuatan/tindakan pelaku harus dapat memenuhi kriteria:


(44)

a. Yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa berubah sifat fisik dan / atau hayati lingkungan hidup diketahui dengan cara mengukur dan membandingkan dengan kriteria baku kerusakan lingkungan.

b. Yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Tahap penyelidikan ini juga berfungsi untuk mengetahui dan mengidentifikasi bahwa lingkungan hidup tidak berfungsi lagi atau rusak dan harus dikaitkan dengan fungsi dan peruntukan ruang/lahan di mana lokasi peristiwa kerusakan lingkungan itu terjadi. Biasanya dilakukan melalui suatu kajian dan analisis yang membandingkan dengan kriteria baku kerusakan lingkungan.

Hasil pengumpulan bahan keterangan atau hasil penyelidikan tersebut segera dipaparkan dalam bentuk gelar perkara administratif lingkungan hidup, yaitu dengan menghadirkan pejabat sektoral dari BAPEDALDA dan pejabat sektoral yang terkait atau dipandang perlu. Tujuannya ialah untuk mendapatkan masukan, saran, tindakan, dan agar dalam pelaksanaan tahap selanjutnya yakni tahap penyidikan tidak terjadi hambatan. Apabila dirasakan cukup petunjuk, maka dari berbagai masukan yang didapat selanjutnya dituangkan dalam laporan sengketa administratif dan segera dilanjutkan pada tahapan selanjutnya.


(45)

3. Penyidikan oleh PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung

Proses penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yang telah dilaporkan oleh masyarakat dan telah dilakukan penyelidikan oleh pihak BPLHD Kota Bandar Lampung serta berdasarkan sampel laboratorium benar menunjukkan adanya perusakan lingkungan hidup segera dilakukan penyidikan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPLHD Kota Bandar Lampung yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

Pencemaran akibat industri pernah dilakukan oleh beberapa perusahaan seperti PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, dan PT. Caroon Pochen yang beroperasi di Kota Bandar Lampung, beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah, dan melanggar larangan untuk tidak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu.

Penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup secara umum diancam hukuman pidana ataupun administratif dan rehabilitasi. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menindak pelanggaran perusakan lingkungan hidup dapat diwujudkan dalam 5 (lima) tahun terakhir yakni dari tahun 2007-2011. Berdasarkan hasil penelitian di BPLHD Kota Bandar Lampung diperoleh data sebagai berikut:


(46)

Tabel.Data Kasus Lingkungan Hidup Di Bandar Lampung 2007-2011

No NO. LP DAN

TANGGAL KASUS/PA SAL BARANG BUKTI PELAKU/ BADAN USAHA KET

1 2 3 4 5 6

2007

1 LP/3541/K/X/ 2007/BPLHD-Kot. BL Tgl 12-10-2007 Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Pasal 98 UU. RI. No. 32 Thn 2009

Sampling Air sungai

PT. Indocement Unit I (Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup)

Denda Administratif dan Rehabilitasi SP.Tap/156/XI/2007/ BPLHD-Kot. BL B/6939/VIII/2007/Datro Tgl 21-Agt-2007 2008 2 LP/1242/K/IV/ 2008/ BPLHD-Kot. BL

3–Apr–2008

Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Pasal 100 UU. RI. No. 32 Thn 2009

Baku mutu ambient dan kadar air.

PT. Kertas Basuki Rahman

Unit II (Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup)

Denda Administratif dan Rehabilitasi SP.Tap/156/XI/2008/ BPLHD-Kot. BL B/6672/VIII/06/Datro Tgl 28-Agt-2008 2009 3 LP/464/K/VI/2 009/ BPLHD-Kot. BL Tgl 07-03-2009 Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Pasal 100 UU. RI. No. 32 Thn 2009

Limbah B3 PT. Platinum Keramik Industri

Unit II (Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup)

Pencabutan izin lingkungan SP.Tap/156/XI/2009/ BPLHD-Kot. BL B/3769/V/2009/Datro Tgl 8-Mei-2009 2010 4 LP/560/K/VII/ 2010/ BPLHD-Kot. BL 12–Jul–

2010 Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Pasal 98 Ayat (1) UU. RI. No. 32 Thn 2009

Kontaminasi baku mutu air Limbah B3

PT. Kirin Miwon Unit II (Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup)

pembekuan izin lingkungan SP.Tap/156/XI/2010/ BPLHD-Kot. BL B/7273/IX/06/Datro 18-Sep-2010 2011 5 LP/914/K/XI/2 011/ BPLHD-Kot. BL 21-Jun-2011 Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Pasal 98 Ayat (1) dab (2) UU. RI. No. 32 Thn 2009

Baku mutu air sungai dan air warga dalam kandungan zat B3

PT. Caroon Pochen Unit I (Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup)

Teguran tertulis, Denda Administratif dan Rehabilitasi SP.Tap/156/XI/2011/ BPLHD-Kot. BL

B/3128/IV/07/Datro 18-Jul-2011

Sumber: Data LP BPLHD Kota B. Lampung Pelanggaran dibidang Lingkungan Hidup Sub Bidang Pengawasan Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup Tahun 2007 s/d 2011.


(47)

Memperhatikan sejumlah kasus di bidang lingkungan hidup yang terjadi berdasarkan tabel di atas, penulis menganalisis bahwa sampai pada tahun terakhir 2011 terlihat bahwa hukum lingkungan seakan-akan kurang berfungsi atau kurang kokoh untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap persyaratan untuk melakukan pemantauan debit air limbah setiap bulan, tidak mematuhi kewajiban untuk mengelola limbah, dan melanggar larangan untuk tidak membuang air limbah yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini terlihat dari masih adanya pelaku usaha yang melakukan pelanggaran lingkungan hidup sampai tahun 2011.

Melihat sejumlah pelanggaran terhadap perusakan lingkungan hidup yang terjadi di Kota Bandar Lampung, dalam wawancara penulis (Wawancara, 29 Agustus 2012) dengan Arizal Anwar selaku Kepala Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan bentuk penegakan hukum di Indonesia, namun upaya yang dilakukan oleh pihak BPLHD masih perlu mendapat dukungan baik dari perusahaan itu sendiri maupun dari masyarakat. Terkait dengan masalah penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung. Upaya penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh BPLHD adalah memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha (badan usaha).

Pelaksanaan penyidikan PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung diperlukan adanya pos komando sebagai tempat pertemuan dan pusat lalu lintas informasi mengenai


(48)

kasus yang tengah disidik. Pada prinsipnya instansi sektoral yang terkait patut diajak berkoordinasi, akan tetapi disesuaikan dengan konteks permasalahannya (misalnya: kasus perusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambang maka instansi di bawah jajaran departemen pertambangan dan energy harus dilibatkan). Dalam pelaksanaan koordinasi setidak-tidaknya beberapa unsur harus terwakili, yakni: unsur penyidik (penyidik PPNS lingkungan hidup dan Polri), unsur laboratorium, unsur pemerintah daerah, departemen teknis atau departemen sektoral terkait, dan kelompok ahli.

Penyidikan oleh PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung guna memenuhi kelengkapan berkas pemeriksaan, ialah mengambil beberapa tindakan yakni: menerima informasi laporan, memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP) berdasarkan Standart Operational (SO) untuk mengumpulkan bahan keterangan, mencari/menemukan barang bukti dan meminta keterangan saksi. Dalam rangka tindakan ini, bila diperlukan dapat melakukan tindakan penyitaan baik terhadap benda maupun surat. Apabila diyakini telah terdapat cukup bukti untuk dilakukannya penyidikan, maka PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung menyampaikan pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada pimpinan perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan. Selanjutnya PPNS BPLHD melakukan pemeriksaan terhadap saksi, saksi ahli. Dalam setiap tindakan yang dilakukan PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tindakan oleh PPNS BPLHD Kota Bandar Lampung adalah melakukan penyidikan, melakukan penindakan, dan pemeriksaan serta pemberkasan untuk penyelesaian sengketa administratif lingkungan hidup.


(49)

4. Pemberian Sanksi Administratif terhadap perusahaan pelaku perusakan lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung dalam rangka penegakan hukum

Kasus lingkungan hidup yang terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung pada umumnya sangat sedikit yang sampai diproses pada sidang di Pengadilan. Kebanyakan kasus diselesaikan secara administratif oleh pihak Pemerintah daerah Kota Bandar Lampung. Bagi perusahaan yang telah melakukan perusakan lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi sebagai berikut:

a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah;

c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan

Sanksi administratif sebagaimana tersebut tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi oleh beberapa perusahaan seperti PT. Platinum Keramik Industri, PT. Indocement, PT. Kertas Basuki Rahman, dan PT. Caroon Pochen maka perusahaan-perusahaan tersebut telah memberikan ganti kerugian kepada Negara maupun kepada masyarakat sebagai akibat dari tindakan perusakan lingkungan.

Sanksi administratif berupa teguran tertulis diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran di bidang lingkungan namun masih dapat segera dipulihkan dan tidak mengakibatkan dampak negatif. Sedangkan sanksi Paksaan pemerintah berupa:


(50)

a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi;

c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; d. pembongkaran;

e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;

f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau

g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup, dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya, dan kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.

Sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Pengenaan denda administratif dan sanksi pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan diatur dalam Pasal 98 BAB XV Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan

dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan


(51)

denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Perusahaan sebagai pelaku perusakan lingkungan hidup bertanggungjawab atas rehabilitasi kepada korban perusakan dan/atau pencemaran lingkungan serta pemulihan lingkungan hidup. Perusahaan wajib menanggung kerugian, rehabilitasi korban perusakan lingkungan hidup serta pemulihan kembali lingkungan hidup yang telah tercemar atau rusak.

Pemerintah Kota Bandar Lampung mengeluarkan penetapan rehabilitasi dan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 80 Ayat (1) butir g Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa: “Paksaan dan penetapan pemerintah kepada pelaku perusakan lingkungan hidup sebagai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat (2) huruf b


(52)

berupa tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran, ganti kerugian, rehabilitasi dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup”.

Upaya penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung juga dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:

a. Melengkapi sarana dan Fasilitas

Ketersediaan sarana dan fasilitas administratif hukum lingkungan akan sangat berpengaruh pada efektivitas penegakan hukum lingkungan. Sarana dan fasilitas yang sudah sangat mendesak untuk dipenuhi ialah laboratorium rujukan beserta tenaga analisisnya.

Upaya penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung sangat dipengaruhi pula oleh sarana atau fasilitas tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang akan menangani penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain:

1. Tenaga manusia yang berpendidikan

Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia terdapat suatu kecendrungan adanya peningkatan yang drastis berbagai motif kejahatan dan pelanggaran yang perlu diatasi demi tegaknya hukum dan keadilan. Dengan adanya penambahan tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil akan mendorong percepatan penyelesaian tugas dengan baik dan benar, sehingga


(53)

keterlambatan dalam proses penyelesaian perkara dapat teratasi dan hukum dapat ditegakkan.

2. Peralatan yang memadai

Sarana dan fasilitas kerja seperti laboratorium ilmiah, alat-alat uji klinis lingkungan, sarana informasi dan komunikasi yang memadai sangat diperlukan untuk dapat melaksanakan atau menyelesaikan tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

3. Anggaran Pemerintah yang cukup

Masalah anggaran merupakan faktor penunjang sekaligus faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum. Hal ini dikarenakan uang merupakan kebutuhan bagi setiap orang termasuk para aparatur penegak hukum. Oleh karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian yang khusus demi terciptanya penegakan hukum yang kondusif.

b. Pembinaan Kesadaran Hukum Masyarakat

Penciptaan kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan hidup, diawali dengan penciptaan dan pembinaan citra lingkungan yang baik, yang harus ditumbuh-kembangkan secara luas di alam masyarakat.

Tindakan hukum administratif lingkungan semata-mata mengutamakan dimensi yang bersifat represif, akan menampilkan wajah hukum lingkungan yang kejam dan keras. Tetapi penegakan hukum yang mengedepankan dimensi yangpreventif, persuasif dan edukatif, yang kemudian dikawal dengan tindakan hukum administratif lingkungan yang berdimensi represif, akan membuahkan citra yang baik dari masyarakat terhadap upaya-upaya penegakan hukum.


(54)

Faktor yang paling dominan dalam mencapai keberhasilan penegakan hukum administratif lingkungan pada umumnya dan penegakan hukum pada khususnya, ialah faktor manusianya. Karena dalam setiap tahap tindakan hukum administratif lingkungan sejak pembuatan undang-undang, pelaksanaan undang-undang dan lingkup di mana undang-undang dilaksanakan, kesemuanya melibatkan faktor manusia. Faktor-faktor lainnya hanyalah berfungsi sebagai sarana. Oleh kerena itu, pembinaan kesadaran hukum tersebut harus meliputi faktor manusi pada setiap proses tersebut.

4.3. Faktor-faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum Administratif Terhadap Perkara Perusakan Lingkungan Hidup Oleh Perusahaan di Kota Bandar Lampung

Penegakan hukum administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung yang terjadi sekarang ini masih banyak mengalami hambatan seperti beberapa kasus tentang lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung yang masih tertunda penyelesaiannya. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang tidak mendukung baik dari aparat penegak hukum maupun dari masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan hasil wawancara penulis (Wawancara, 29 Agustus 2012) dengan Budi Mustofa selaku Kepala Bidang Bina Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung ditemukan beberapa faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung. Faktor penghambat tersebut dapat dirinci sebagai berikut:


(55)

1. Kurang baiknya sistematisasi dan sinkronisasi perangkat hukum lingkungan.

Tugas hukum lingkungan adalah mengatur pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, agar tercipta keserasian dan keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan hidup serta sumber daya alam. Pembangunan harus mampu melestarikan eksistensi lingkungan hidup dan sumber daya alam, meningkatkan daya dukung lingkungan hidup dan sumber daya alam. Terlestarikannya lingkungan hidup dan sumber daya alam tersebut dimaksudkan agar lingkungan hidup dan sumber daya alam dapat mendukung keberlanjutan pembangunan. Konsep pemikiran pembangunan demikian disebut pembangunan berwawasan lingkungan.

Hukum lingkungan berkaitan dengan pengaturan bidang-bidang yang sangat luas dan kompleks, yang mengandung berbagai pertentangan yang harus diserasikan, maka pengelolaan lingkungan dan hukum lingkungan ditangani oleh berbagai departemen/instansi non-departemen. Hal inilah yang menyebabkan hukum lingkungan diwarnai oleh hukum yang bersifat insidental, parsial, kamensalis, sektoral/departemental dan bersifat produk kilat (Harun M. Husein, 1995: 210).

Menurut Arizal Anwar (Wawancara, 29 Agustus 2012), khusus dalam aspek sanksi administratif, dalam hukum lingkungan terdapat keanekaragaman sanksi administratif terhadap perbuatan yang mencemari dan/atau merusak lingkungan yang diatur dalam berbagai perangkat perundang-undangan lingkungan. Hal ini dapat memancing timbulnya perbedaan persepsi dalam


(56)

aplikasi hukumnya. Perbedaan penerapan hukum dalam kasus lingkungan akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengusik rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.

Ketentuan dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup terdahulu, tentang wujud tercemar atau rusaknya lingkungan tersebut sering menimbulkan persoalan. Persoalan tersebut timbul karena perbedaan penafsiran tentang tercemar atau rusaknya lingkungan. Ada yang menafsirkan bahwa lingkungan baru dikatakan tercemar atau rusak bila telah terwujud secara nyata akibat perbuatan tersebut, seperti terjadinya banjir, erosi, kekeringan, dan sebagainya atau bila secara nyata telah terjadi keracunan pada hewan atau manusia, adanya manusia yang sakit atau mati, adanya tumbuh-tumbuhan yang mati, dan sebagainya. Namun, dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2009 yang baru, kelemahan perumusan tersebut telah diperbaiki, dengan merumuskan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup itu tidak secara umum lagi (mengakibatkun pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup) tetapi langsung secara khusus atau teknis, yaitu “yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungnn hidup”.

2. Kurangnya pengetahuan penegak hukum tentang hukum lingkungan Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman aspek-aspek lingkungan oleh penegak hukum menjadi faktor penghambat yang sangat dominan dalam penegakan hukum sengketa administratif terhadap perkara perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perusahaan di Kota Bandar Lampung. Hal di atas


(1)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka aku persembahkan sebuah karya kecil ini untuk cahaya hidup kepada Papa dan

Mama yang senantiasa ada saat suka maupun duka, yang selalu memanjatkan doa kepada putri bungsu tercinta dalam sujudnya

Kakak-Kakakku Fauzil Fikri, S.E., Lailatul Mabruroh, S.E., Adi Yusri, S.E., dan Yuliana Mamuriyanti, S.Ikom yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan

kasih sayang

Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka


(2)

MOTTO

Kunci sukses adalah kegigihan untuk memperbaiki diri, dan kesungguhan untuk mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini.

“Kemarin Jejakku, Hari ini langkahku, Besok Tujuanku” (Fina)

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat, maka tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras; dan keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan

bertemu dengan kesiapan. (Thomas Alfa Edison)


(3)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRATIF TERHADAP PERKARA PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH PERUSAHAAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembahas Pertama yang telah memberikan saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik.


(4)

3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H selaku Pembimbing Pertama dan Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi. 4. Ibu Ati Yuniarti, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua yang telah banyak

memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Rinaldi Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik selama

penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Arizal Anwar, M.H., selaku Kepala Bidang Pengawasan Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung, dan Bapak Budi Mustofa, S.H., M.M. selaku Kepala Bidang Bina Lingkungan Hidup BPLHD Kota Bandar Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung serta seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi

8. Kedua orang tuaku tercinta: Papaku Hi. Sayuti Rahmat dan Mamaku Maryati yang selalu memberikan semangat, motivasi dan dorongan, terimakasih atas kesabaran serta keikhlasan yang kalian berikan serta ketulusan cinta dan kasih sayang kepada penulis selama ini yang tidak bias digantikan dengan apapun.


(5)

9. Saudara-saudaraku: Fauzil Fikri, Lailatul Mabruroh, Adi Yusri, Yuliana Mamuriyanti, Mbak Tya, Kak Dolly, dan Mbak Kiki beserta seluruh keluarga besarku terimakasih atas dukungan dan do’a yang selama ini telah diberikan.

10. Orang yang selalu menemaniku, memotivasi, membuatku tertawa dan merasa berharga Irfan Arroby, terimakasih atas semangat, perhatian dan kasih sayang serta kebersamaan dan semua waktu yang tak pernah terlupakan.

11. Keluarga besar di Cilegon dan Lampung: Kedua Nenek dan Kedua Kakekku (Alm), Hi. Sayuri (Alm), Hi. Sam Rahmat (Alm) sebagai sosok hebat untuk keluarga, Hi. Nawawi Maskun (Alm) seperti ayah dimasa kecilku, serta buah hati kecil ponakanku Zahra, Kanaka, gadis dan Kielle.

12. Sahabat-sahabatku: Melisa, Intan, Ana, Ipeh, terimakasih untuk persahabatan yang terbaik dan terindah setiap waktu yang kita habiskan selama dikampus ini, perjuangan bersama 3,5 tahun dalam mencapai 1 cita-cita berdiri dalam satu waktu yang dinanti, serta teman-temanku: Fery, Yoga, Acil, Soleh dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya.


(6)

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis