PENEGAKAN HUKUM OLEH PENYIDIK TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN JANIN DI BANDAR LAMPUNG

  PENEGAKAN HUKUM OLEH PENYIDIK TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN JANIN DI BANDAR LAMPUNG (Jurnal) Oleh RAYMOND ORLANDO PARASIAN SIMANJUNTAK

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

  

PENEGAKAN HUKUM OLEH PENYIDIK TERHADAP TINDAK

PIDANA PERDAGANGAN JANIN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

Raymond Orlando Parasian Simanjuntak, Diah Gustiniati, Rini Fathonah

  

(Email: elchaosmavioso@yahoo.co.id)

Abstrak

  Perempuan merupakan suatu kajian yang tidak habis-habisnya dan banyak menarik perhatian. Dewasa kini pergaulan yang semakin bebas dikalangan remaja membuat dampak kebebasan dari segala aspek antara lain pelecahan seksual terhadap anak yang mengakibatkan hamil diluar nikah. Hamil diluar nikah merupakan hal yang tidak dikehendaki oleh kedua pasangan terutama pada perempuan dikarenakan akan mengalami penderitaan secara fisik, mental dan sosial. Hal ini yang banyak menyebabkan terjadi masalah baik aborsi maupun perdagangan janin. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung dan apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung.

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden berjumlah 5 orang yaitu : 1 orang anggota Polri, 1 orang jaksa, 1 orang hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, 1 orang Lembaga Advokasi Anak, 1 orang Dosen Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana Universitas Lampung. Pengumpulan data di lakukan dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung belum sesuai seperti yang diharapkan. Masih terdapat kekurangan pada penyidik, hal ini dapat dilihat dari kurang sigap serta jelinya penyidik dalam pembuktian sehingga dalam penerapan pasal yang diberikan oleh penyidik belum sesuai yang diharapkan. Kemudian mengenai faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum meliputi faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Saran dalam penelitian ini adalah peran aparat penegak hukum khususnya kepolisian disarankan lebih jeli dalam melakukan pembuktian terutama pada objek sesuai dengan fungsi yang diharapkan dan dapat membuat kasus menjadi terang dalam proses penyidikan yang dilakukan. Perlu ditingkatkannya sinergisitas antara aparat penegak hukum serta kualitas maupun pengetahuan aparat penegak hukum dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum.

  Kata kunci : Penegakan Hukum, Perdagangan, Janin

  

LAW ENFORCEMENT BY INVESTIGATORS AGAINST ACTS OF

FETAL CRIMINAL TRADE IN BANDAR LAMPUNG

By

Raymond Orlando Parasian Simanjuntak, Diah Gustiniati, Rini Fathonah

  

(Email: elchaosmavioso@yahoo.co.id)

Abstract

  The woman is a study of relentless and many draw attention. Adults are now increasingly free association among teenagers make impact freedom from all aspects, among others, sexual abuse against children which resulted in pregnant outside of marriage. Pregnant outside of marriage is not desired by both partners especially in women due to undergo suffering physically, mentally and socially. This is a lot cause problems either abortion or fetal trade. Problems in the research is how law enforcement by investigating a criminal act against the trade of the fetus in Bandar Lampung and whether factors restricting by investigators in law enforcement against criminal acts of trafficking the fetus in Bandar Lampung.

  Approach to the problem that is used in this research is to use normative juridical approach and empirical juridical approach. The respondents numbered 5 people: 1 people are members of the national police, 1 person, 1 Prosecutor judge District Court of Cape Coral, 1 Children's Advocacy Institute, 1 Lecturer Faculty of Law, Criminal Law Section of the University of Lampung. Data collection in engineering studies done with the library and study the field. Data that has been processed and then analyzed using qualitative analysis. Based on the results of the research and the discussion noted that law enforcement investigators against criminal acts by trading the fetus in Bandar Lampung has yet to match as expected. There are still deficiencies in the investigator, it can be seen from less sprightly and meticulous investigators in proofs so that in applying article provided by investigators has not been as expected. Then about restricting factors in law enforcement include legal factors, factor, factor law enforcement the means or facilities, community factors, and cultural factors. Suggestions in this study is the role of law enforcement agencies especially the Police Department recommended more observant in doing proofs mainly on crime object of trade in the fetus. Investigators should carry out its work in accordance with the expected functionality and can make the case be the light in the process of officials as well as quality as well as knowledge of law enforcement officers in conducting law enforcement efforts.

  Keyword: Law Enforcement, Trade, Fetus

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  Dewasa kini pergaulan yang semakin bebas dikalangan remaja membuat dampak kebebasan dari aspek hukum, aspek pendidikan, aspek kebudayaan maupun aspek teknologi. Pergaulan bebas tersebut akan menimbulkan banyak hal yang tidak diinginkan terutama yang dirasakan pada kaum perempuan, seperti yang telah terjadi di masyarakat, antara lain perdagangan janin

  1 .

  Dalam Pasal 1 angka 1 Undang

  • – Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Perdagangan janin juga dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 1 Angka 5 Undang
  • – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Salah satu kasus yang terjadi di Bandar Lampung, berdasarkan keterangan korban yang dikutip dari media online sebagai berikut polisi masih mencari siapa saja yang pernah menggugurkan janin bayinya demi mendapat uang. Memang ada dugaan banyak yang rela menggugurkan
  • 1 Francis Wahono, Kekerasan dalam

      Pendidikan : Sebuah Tinjauan Sosio-

      janin bayinya karena dihargai dengan mahal. Seperti diketahui, janin umur 3 bulan dihargai Rp. 10.000.000,-. Kabidhumas Polda Lampung AKBP Dra Sulistiyaningsih menjelaskan korban FR pertama kali berkenalan dengan salah seorang tersangka RD dari teman sekolahnya yang pernah melakukan aborsi. “Saya dijanjikan mau dikasih uang kalau mau menggugurkan janin yang saya kandung. Saya janjian dengan RD di depan hotel di Bandarlampung lalu saya dibawa ke Pulau Jawa. Saya nurut karena takut pulang ketahuan hamil sama orang tua,” ujar FR.

      Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan, bahwa: “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

      600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

      Perlawanan Rakyat : Kasus-Kasus Gerakan Sosial di Indonesia , Insist Press, Meskipun tindak pidana ini telah dirumuskan dalam beberapa peraturan perundang – undangan, namun kejahatan ini sampai saat sekarang masih banyak yang melakukannya. Banyaknya permasalahan tersebut membutuhkan penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku sebagai tindakan represif agar tindak pidana ini tidak terulang kembali. Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana tersebut di atas, satu persoalan yang perlu mendapat jawaban dan penjelasan yaitu tentang penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung.

      Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

      1. Bagaimanakah penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung? 2. Apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung? C.

    • –peraturan pidana. Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta perilaku nyata manusia. Upaya penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penanggulangan kejahatan yang memberikan dampak perlindungan bagi masyarakat. Langkah legislatif yang ditempuh untuk melindungi korban dari perdagangan janin yaitu Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

       Metode Penelitian

      Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. lapangan dilakukan melalui wawancara dengan:

      1. Hakim di Pengadilan Negeri

      Tanjung Karang 2. Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar

      Lampung 3. Polisi di Kepolisian Daerah

      Lampung 4. LSM Lembaga Advokasi Anak 5.

      Akademisi Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung

      Pengolahan data dengan cara identifikasi data, kemudian klasifikasi data dan sistematisasi data sehingga menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan uraian masalah.

    B. Permasalahan

      II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penegakan Hukum Oleh Penyidik Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Janin di Bandar Lampung

      Penegakan hukum pidana merupakan pelaksanaan dari peraturan Perkara ini pernah diputus sebelumnya, namun tidak relevan karena bila dilihat dari alur cerita kasus tersebut maka pelaku dapat dikenakan tindak pidana perdagangan janin. Dilihat dari contoh kasus tersebut, bahwa di dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyatakan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” sehingga anak yang masih dalam kandungan pun sudah dapat dimungkinkan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penereimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negera Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratu juta rupiah).”

      Bahwa dalam pemenuhan unsur- unsur Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah terpenuhi. Adapun unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar untuk pembuktian tindak pidana pemberantasan tindak pidana perdagangan orang meliputi : a.

      Unsur pelaku Mencakup setiap orang yang dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dipahami sebagai orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang (Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang) b. Unsur proses

      Urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, yang meliputi: perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang.

      c.

      Unsur cara Bentuk perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan untuk menjamin proses dapat terlaksana yang meliputi : ancaman, kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut. Adapun yang terpenuhi dari unsur ini yaitu penculikan dan penyalahgunaan kekuasaan. d.

      Unsur tujuan Sesuatu yang nantinya akan tercapai dan atau terwujud sebagai akibat dari tindakan pelaku tindak pidana perdagangan orang yang meliputi eksploitasi orang atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

      Ketika janin tersebut dilakukan aborsi kemudian untuk dijual, hal ini terjadi perpindahan karena di dalam unsur perdagangan orang seperti halnya yang terdapat dalam undang-undang yaitu perpindahan, penempatan, penampungan kemudian juga ada transaksi. Itu sebenarnya unsur yang hampir terpenuhi di dalam kasus ini. Dengan adanya fakta bahwa ada terjadinya pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. Hanya tinggal menguji apa saja unsur-unsur yang bisa dikaitkan dengan tindak pidana tersebut. Apabila sudah terdapat rangkaian yang telah memenuhi unsur tersebut maka baru dapat diterapkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tersebut.

      Dalam hal ini, korban tidak dijadikan tersangka hanya menjadi saksi korban. Hal ini dikarenakan pada saat penyidik melakukan pengecekan ulang kepada pihak medis terhadap janin tersebut guna keterangan dan hasilnya korban diposisi yang tidak hamil sehingga penyidik tidak bisa membuktikan bahwa korban tersebut sedang hamil. Namun pada waktu penyampaian korban ketika korban telat rutinnya (menstruasi) satu bulan di test pack menyatakan korban

      Berikut pertimbangan penyidik dalam pemberian pasal penculikan yang didasarkan pada hal-hal : 1.

      Korban tersebut dibawa oleh pelaku tanpa berpamitan atau izin dengan orang tua korban.

      2. Pada saat penyidik melakukan pengecekan ulang ternyata korban tidak hamil. Sebelum korban dimintai keterangan oleh penyidik untuk dilakukan pengecekan ulang, korban serta keluarga korban yang melakukan pengetesan tersebut sebelumnya pernah memberikan keterangan kepada Lembaga Advokasi Anak terkait hasil test peck tersebut menyatakan benar-benar positif hamil.

      Bila dilihat dari keterangan penyidik maka dalam segi objeknya itu adalah ibu korban bukan janinnya karena janin tersebut belum jelas keadaannya dan fakta hukum yang ditemukan oleh penyidik hanya melakukan perbuatan penculikan sehingga penyidik memberikan pasal penculikan tersebut. Berdasarkan fakta hukum dalam berkas perkara yang diajukan oleh penyidik belum dapat mengarahkan pelaku tersebut ke tindak pidana perdagangan orang. Hal ini dikarenakan penyidik masih belum menemukan kebenaran akan janin tersebut sehingga masih kabur dalam keterangan berkas perkaranya. Dilihat dari segi unsur pada tindak pidana perdagangan orang dalam perdagangan janin tersebut sudah terpenuhi. Sebagaimana dalam melakukan penegakan hukum oleh penyidik janin di Bandar Lampung harus melalui beberapa tahap. Tahap yang pertama adalah penyelidikan, penyelidikan adalah tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Akan tetapi, biasanya seringkali penyelidik baru mulai melaksanakan tugasnya apabila ada laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan. Institusi Polri dalam melakukan proses penangkapan yang merupakan hasil dari pengaduan atau laporan, sebelumnya harus melengkapi admininstrasi terlebih dahulu karena administrasi merupakan pelindung kepolisian dalam melaksanakan tugasnya terlebih lagi dengan melakukan upaya paksa sehingga wajib hukumnya untuk dilengkapi.

      Tahap selanjutnya adalah penyidikan, penyidikan (pengusutan) merupakan usaha mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut dapat membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Adapun bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut :

      1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

      2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

      3. Pemeriksaan ditempat kejadian.

      4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

      5. Penahanan sementara.

      6. Penggeledahan.

      7. Pemeriksaan atau introgasi.

      8. Berita acara (penggeledahan, introgasi, dan pemeriksaan ditempat) 9. Penyitaan.

      11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.

      Dalam melakukan penindakan terdapat upaya paksa yang dilakukan penyidik pada tahap kepolisian dalam melakukan kegiatan penyidikan tindak pidana, meliputi : 1.

      Penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 butir 20 KUHAP) Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam

      Pasal 17 KUHAP yakni : a. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana; b.

      Dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Hal yang perlu diperhatikan penyidik pada saat penangkapan adalah petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus membawa surat tugas penangkapan.

      2. Penggeledahan Menurut Pasal 1 butir 18 KUHAP menyatakan penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita. Hal ini bertujuan untuk mencari dan mendapatkan sesuatu yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana yang sedang disidik serta demi untuk kepentingan penyelidikan dan atau penyidikan, agar dapat dikumpulkan fakta dan bukti yang menyangkut suatu tindak pidana.

      Pengertian penyitaan, dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP yang berbu nyi “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.” Bahwa dalam melakukan penyitaan penyidik tidak boleh sembarangan. Penyidik hanya boleh menyita barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut, sehingga diluar dari itu penyidik tidak boleh melakukan penyitaan. Sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dikatakan bahwa, setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut : a.

      Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.

      Mencari keterangan dan barang bukti; c.

      Menyuruh berhenti seseorang serta memeriksa tanda pengenal diri; d.

      Mengadakan tindakan-tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

      4. Penahanan Penahanan menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP, “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini.” Tujuan dari penahanan sendiri disebutkan dalam Pasal 20 KUHAP yang menjelaskan : a.

    3. Penyitaan Benda

      Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan.

      b.

      Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujuan untuk kepentingan penuntutan.

      c.

      Penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan.

      5. Pemeriksaan Penyidikan Pemeriksaan adalah merupakan salah satu teknik mencari dan mendapatkan keterangan terhadap saksi maupun tersangka dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada tersangka, ataupun terhadap saksi, guna mendapatkan keterangan, petunjuk- petunjuk dan alat bukti lainnya dengan kebenaran keterlibatan tersangka pemeriksaan. Proses pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan kepada tersangka maupun saksi sebagai berikut : a.

      Pemeriksaan Terhadap Tersangka Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik adalah tersangka. Akan tetapi sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusator.

      Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat.

      b.

      Pemeriksaan Saksi Saksi merupakan alat bukti atau unsur yang paling penting dari sebuah proses pembuktian dalam proses persidangan suatu perkara.

      Saksi merupakan kunci utama dalam membuktikan kebenaran terhadap suatu proses persidangan

      Tujuan pemeriksaan penyidikan tindak pidana menyiapkan hasil pemeriksaan penyidikan sebagai berkas perkara yang akan diserahkan penyidik kepada penuntut umum sebagai instansi yang bertindak dan berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana. Berkas hasil penyidikan itu yang dilimpahkan penuntut umum kepada hakim di muka sidang persidangan pengadilan. Oleh karena itu, apabila penyidik berpendapat pemeriksaan penyidikan telah selesai dan sempurna, secepatnya mengirimkan berkas perkara hasil penyidikan kepada penuntut umum.

      Dalam proses pelimpahan berkas ketika melakukan penyidikan, kepolisian mengirimkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada Penuntut Umum. Setelah jaksa menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dari jaksa yang bertanggungjawab terhadap perkara tersebut untuk diteliti. Kepolisian diberi kesempatan waktu untuk melengkapi berkas tersebut.

      Setelah ditunjuk jaksa tersebut, kepolisian melengkapi kurang lebih dengan batas waktu kepolisian menahan orang. Setelah kepolisian menganggap berkas itu sudah lengkap lalu dikirim ke Jaksa Penuntut Umum yang berhak meneliti, jaksa tersebut yang menilai apakah berkas tersebut sudah memenuhi atau belum. Jaksa Penuntut Umum yang berwenang tersebut ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan Tinggi maupun Kepala Kejaksaan Negeri.

      Salah satu wewenang utama penuntut umum melakukan tindakan penuntutan. Menurut rumusan Pasal 1 butir 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

      Tindakan penuntutan merupakan tahapan proses pemeriksaan atas suatu tindak pidana yakni melanjutkan menyelesaikan tahap pemeriksaan penyidikan ke tingkat proses pemeriksaan pada sidang pengadilan oleh hakim, guna mengambil putusan atas perkara tindak pidana yang bersangkutan. Tujuan akhir dari penegakan hukum sendiri adalah memberikan efek jera bagi pelaku dan meminimalisir terjadinya kejahatan di lingkungan masyarakat. Dengan demikian, merupakan bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

    B. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penghambat Dalam Penegakan Hukum Oleh Penyidik Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Janin di Bandar Lampung

      Faktor-faktor di atas merupakan faktor yang saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya karena merupakan suatu esensi dari penegakan hukum, dan juga merupakan suatu tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam upaya penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung sebagai berikut : 1.

      Faktor Aparat Penegak Hukum Penegak hukum harus peka terhadap masalah-masalah yang terjadi disekitarnya dengan dilandasi atau kesadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan penegakan hukum itu sendiri. Bahwa faktor penghambat dalam melakukan penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung kurang jelinya penyidik dalam mengungkap kasus yakni dalam hal pembuktian.

      Seringkali faktor sarana atau fasilitas menjadi penghambat dalam melakukan penegakan hukum yaitu sarana atau fasilitas yang kurang memadai seperti kurangnya sarana untuk melacak dimana tindak pidana transportasi cepat untuk menghubungkan antar polda tersebut sehingga membutuhkan waktu dalam proses penangkapannya.

      3. Faktor Masyarakat Faktor penghambat yang terjadi di dalam masyarakat dikarenakan kurangnya akan pemahaman di dalam masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat tersebut dapat dikategorikan dalam 2 (dua) golongan yaitu: a.

      Masyarakat yang memang tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut merupakan suatu jenis tindak pidana b.

      Masyarakat yang mengetahui atau menduga hal tersebut merupakan suatu tindak pidana tetapi mereka tidak mengetahui langkah apa yang akan dilakukan terhadap informasi yang dimilikinya tersebut.

      4. Faktor Kebudayaan Bahwa dengan adanya perbuatan yang dianggap lumrah untuk dilakukan meskipun itu suatu perbuatan yang dilarang oleh undang- undang. Hal ini yang membuat tertanamnya pemahaman yang salah sehingga menjadi budaya serta menjadi faktor yang menyebabkan penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung menjadi terhambat.

    2. Faktor Sarana dan Fasilitas

      5. Faktor Hukum. Faktor penghambat dalam melakukan penegakan hukum oleh penyidik bisa juga dipengaruhi oleh hukumnya sendiri. Hal ini dikarenakan adanya undang-undang dalam melakukan penegakan hukum serta kekurangan yang terdapat dalam isi undang- undang tersebut.

      Berdasarkan hasil penelitian tentang masalah pokok yang dibahas yaitu bagaimanakah penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1.

      Penyidik dalam memberikan pasal penculikan didasarkan pada korban dibawa oleh pelaku tanpa berpamitan atau izin dengan orang tua korban serta pada saat penyidik melakukan pengecekan ulang ternyata korban tidak hamil. Penyidik dalam hal pembuktian tidak melakukan penyitaan terhadap test pack korban untuk dilakukannya penelitian sehingga penyidik tidak dapat mengetahui akan keberadaan gugurnya janin.

      Penyidik dalam hal ini belum melakukan tugasnya sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Masih terdapat kekurangan pada penyidik, hal ini dapat dilihat dari kurang sigap serta jelinya penyidik dalam pembuktian sehingga dalam penerapan pasal yang diberikan oleh penyidik belum sesuai yang diharapkan. Penyidik dalam tugasnya harus mencari pembuktian terhadap ini berguna untuk dijadikan sebagai bukti agar penyidik jelas mengetahui akan keberadaan objek tersebut.

      2. Faktor penghambat dalam penegakan hukum oleh penyidik terhadap tindak pidana perdagangan janin di Bandar Lampung meliputi : a. Faktor hukum yaitu dikarenakan adanya batasan waktu yang diberikan oleh undang-undang dalam melakukan penegakan hukum serta kekurangan yang terdapat dalam isi undang-undang tersebut.

    III. SIMPULAN

      b.

      Faktor masyarakat meliputi kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat. Korban sudah terlalu berat dengan bebannya sehingga ia lebih memilih pasrah dan tidak diselesaikan melalui jalur hukum. Hal ini dikarenakan adanya tekanan dari warga ketika telah terjadinya musibah tersebut.

      c.

      Faktor kebudayaan juga mempengaruhi proses terjadinya penegakan hukum yakni dengan adanya perbuatan yang dianggap lumrah untuk dilakukan meskipun itu suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Hal ini yang membuat tertanamnya pemahaman yang salah sehingga menjadi budaya serta menjadi faktor yang menyebabkan penegakan hukum pidana menjadi terhambat.

      

    DAFTAR PUSTAKA Undang Hukum Acara Pidana

      (KUHAP) A.

       Buku

      Undang-Undang Nomor 35 Tahun Hamzah, Andi. 1996. Hukum Acara 2014 tentang Perubahan Atas

      

    Pidana Indonesia . Jakarta: Sapta Undang-Undang Nomor

      23 Artha Jaya. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

      Harahap,Yahya. 2014. Pembahasan

      Permasalahan dan Penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun KUHAP . Jakarta: Sinar Grafika. 2007 tentang Pemberantasan

      Tindak Pidana Perdagangan Marpaung, Leden. 2009. Proses Orang

      Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan) .

      Jakarta: Sinar Grafika. Moeljanto. 1993. Perbuatan Pidana

      dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana . Jakarta:

      Bina Aksara. Nawawi, Barda. 2001. Penegakan

      Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan .

      Bandung: Citra Aditya Bakti.

      B. Jurnal

      Kerlinge, Pred N. Asas

    • – Asas Penelitian Behavioral , Edisi

      Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

      C. Perundang- Peraturan Undangan

      Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

      Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-